bahwa usia reproduktif yang optimal pun tidak menjamin rendahnya komplikasi kehamilan maupun persalinan.
5.2.3. Distribusi Seksio Sesarea Darurat di RSUD dr. Pirngadi Tahun 2013
Berdasarkan Status Gravida
Berdasarkan gravida, seksio sesarea di RSUD dr. Pirngadi paling sering dilakukan pada primigravida sebanyak 84 orang 40, disusul sekundigravida
sebanyak 72 orang 34.3, dan multigravida sebanyak 54 orang 25.7. Pada penelitian Al Rowaily et al 2014 ditemukan kasus seksio sesarea darurat dengan
gravida 4 atau lebih sebanyak 1295 orang 44.9, gravida 1 sebanyak 744 orang 25.8, gravida 2 sebanyak 507 orang 17.6, dan gravida 3 sebanyak 340 orang
11.8. Menurut Angsar, M.D. 2010, persalinan pada ibu dengan primigravida
mempunyai risiko yang tinggi dikarenakan ibu belum mempunyai pengalaman akan kehamilan serta persalinan. Selain itu, primigravida berisiko tinggi terhadap partus
tak maju dan hipertensi dalam kehamilan.
5.2.4. Distribusi Seksio Sesarea Darurat di RSUD dr. Pirngadi Tahun 2013
Berdasarkan Usia Gestasi
Seksio sesarea darurat di RSUD dr. Pirngadi ditemukan terbanyak dilakukan pada usia gestasi aterm cukup bulan sebanyak 162 orang 77.1, preterm
sebanyak 40 orang 19.1, dan paling sedikit pada postterm 8 orang 3.8. Hal ini ditemukan juga pada penelitian di Saudi Arabia oleh Al Rowaily et al 2014 bahwa
ditemukan kasus seksio sesarea darurat pada usia gestasi aterm sebanyak 2156 orang 74.7, preterm sebanyak 610 orang 21.1, dan postterm sebanyak 120 orang
4.2. Keadaan ini ditemukan karena umumnya keputusan untuk dilakukan tindakan seksio sesarea darurat diambil setelah munculnya tanda tanda persalinan yang secara
normal terjadi pada saat kehamilan sudah cukup bulan.
Universitas Sumatera Utara
5.2.5. Distribusi Seksio Sesarea Darurat di RSUD dr. Pirngadi Tahun 2013
Berdasarkan Indikasi
Indikasi tersering pada seksio sesarea darurat di RSUD dr. Pirngadi adalah riwayat seksio sebelumnya sebanyak 54 orang 25.7, hipertensi dalam kehamilan
sebanyak 34 orang 16.2, dan panggul sempit sebanyak 21 orang 10 serta malpresentasi janin sebanyak 20 orang 9.5. Hal ini sejalan dengan penelitian
Sinaga 2009 yang menyatakan bahwa indikasi terbanyak dilakukan seksio sesarea berasal dari faktor ibu sebesar 59.6 dan pada faktor janin ditemukan kelainan letak
letak lintang dan sungsang sebesar 47.4. Pada penelitian Al Rowaily et al 2014 ditemukan indikasi terbanyak pada seksio sesarea yaitu seksio sesarea berulang
54.3. Menurut DeCherney et al. 2007 indikasi seksio sesarea adalah riwayat seksio sesarea sebelumnya, disproporsi fetopelvik, malpresentasi janin, gawat janin,
serta kondisi lain seperti plasenta previa, kehamilan ganda, kelainan pada janin. Dari 54 orang yang memiliki riwayat seksio sesarea sebelumnya didapatkan
bahwa sebagian besar indikasi seksio sesarea sebelumnya adalah partus tak maju oleh keadaan panggul ibu yang sempit maupun bayi yang besar. Hal ini seharusnya
menjadi indikasi seksio sesarea elektif, tetapi karena kurangnya pemeriksaan antenatal sehingga keadaan penyulit persalinan tidak terdeteksi dini maka kasus-kasus
tersebut menjadi kasus darurat dimana pasien datang ketika sudah muncul tanda- tanda persalinan.
Selain itu, kecenderungan seksio sesarea berulang menjadi indikasi terbanyak pada penelitian ini dikarenakan kasus-kasus tersebut tidak memiliki data yang
lengkap oleh karena tindakan seksio sesarea sebelumnya tidak dilakukan di RSUD dr. Pirngadi. Begitu tingginya keinginan pasien untuk melahirkan dengan metode seksio
sesarea dapat dikarenakan faktor ibu yang ingin persalinannya cepat dan tanpa rasa sakit, maupun untuk kepuasaan seksual agar jalan lahir tetap utuh. Hal inilah yang
menyebabkan menurunnya kesadaran masyarakat akan persalinan spontan meskipun seksio sesarea jauh lebih berisiko terhadap ibu maupun bayi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada usia gestasi preterm ditemukan indikasi seksio sesarea darurat tersering adalah hipertensi dalam kehamilan sebanyak 18 orang
8.6, sedangkan pada usia gestasi postterm ditemukan indikasi gagal induksi sebanyak 6 orang 2.9.
Angsar, M.D. 2010 mengatakan bahwa penanganan hipertensi dalam kehamilan baik preeklampsia maupun eklampsia terdiri dari pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Penanganan obstetrik bertujuan untuk melahirkan bayi di saat yang optimal. Umumnya, dilakukan segera terminasi kehamilan setelah keadaan
hemodinamik ibu stabil. Kehamilan lewat waktu postterm memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan
dengan kehamilan aterm terhadap morbiditas, mortalitas maternal dan fetal. Mochtar, A.B. dan Herman K. 2010 mengatakan bahwa pada saat usia kehamilan mencapai
42 minggu, sekitar 70 pasien memiliki serviks yang belum matang dengan nilai Bishop rendah sehingga induksi tidak selalu berhasil.
Selain itu, dari hasil tabulasi silang pada primigravida ditemukan indikasi seksio sesarea darurat tersering adalah hipertensi dalam kehamilan sebanyak 17 orang
8.1. Pada tinjauan sistematis Duckitt 2003 dikatakan bahwa primigravida berisiko hampir tiga kali lebih tinggi mengalami hipertensi dalam kehamilan.
5.2.6. Distribusi Seksio Sesarea Darurat di RSUD dr. Pirngadi Tahun 2013