Gambaran Skor APGAR pada Neonatus Melalui Persalinan Spontan dan Seksio Sesarea di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012

(1)

GAMBARAN SKOR APGAR PADA NEONATUS MELALUI PERSALINAN SPONTAN DAN SEKSIO SESAREA DI RSUD DR.

PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012

Oleh:

RIZKY KEUMALA ANSARI NASUTION 100100251

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Gambaran Skor APGARpada Neonatus melalui Persalinan Spontan dan Seksio Sesarea di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

RIZKY KEUMALA ANSARI NASUTION 100100251

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

LEMBARPENGESAHAN

Judul : Gambaran Skor APGAR pada Neonatus melalui Persalinan SpontandanSeksioSesarea

Nama : RizkyKeumalaAnsariNasution

NIM : 100100251

Medan, 20Desember2013 Dekan

FakultasKedokteran UniversitasSumateraUtara

(Prof.dr.GontarAlamsyahSiregar,Sp.PD–KGEH) NIP:195402201980111001

Pembimbing

(dr.LitaFeriyawati,M.Kes)

PengujiI

( dr. Yacobda H. Sigumonrong, Sp. U)

PengujiII


(4)

ABSTRAK

Skor APGAR, yang merupakan singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration adalah salah satu sistem penilaian yang

digunakan untuk mengevaluasi bayi yang diterapkan pada menit pertama, kedua, dan kelima setelah bayi tersebut lahir. Saat ini, di )ndonesia masih terdapat jumlah skor APGAR yang rendah pada bayi yang baru lahir.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran skor APGAR pada neonatus yang lahir dengan persalinan spontan dan seksio sesarea khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan pada tahun

.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deksriptif. Jumlah sampel sebanyak orang ibu dengan tekhnik total sampling dan terdiri dari orang ibu yang menjalani persalinan spontan dan orang ibu yang menjalani seksio sesarea. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medis yang terdapat pada rumah sakit tersebut. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deksriptif.

(asil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran jumlah skor APGAR yang rendah di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan yang terbanyak terdapat pada ibu yang melakukan persalinan seksio sesarea sebanyak orang , % dari orang ibu yang melakukan persalinan seksio sesarea dan tidak ada neonatus yang memiliki skor APGAR yang rendah dari ibu yang menjalani persalinan spontan % .


(5)

ABSTRACT

APGAR Score that stands for Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration is a scoring system used to evaluate newborn babies in the first, second and fifth minutes after they delivered. In Indonesia, there are still some low APGAR score measured in newborn babies.

The aim of this research is to find out APGAR score in newborn babies that delivered by spontaneous delivery and Caesarean delivery in Dr. Pirngadi General Hospital Medan in 2012.

This research is a descriptive study with 307 samples that selected by total sampling method. Samples are consist of 151 babies delivered by spontaneous delivery and 156 babies delivered by Caesarean delivery. Data collecting procedure were arranged at the hospital and carried out by analyzing each of patient’s medical record. Then, data were analyzed with descriptive analysis.

The result of this study shows that low APGAR score in newborn babies were found in babies delivered by Caesarean delivery, which is 4 babies (2,6%) out of 156 samples. There are no newborn babies that have low APGAR score in normal spontaneous delivery.


(6)

KATAPENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. yang dengan petunjuk dan rahmat‐Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang merupakan salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah ini telah memperoleh dukungan secara moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Yang teristimewa papa tercinta dr. H. Ansaruddin Nasution, Sp.A dan mama tercinta Indah Kemala Hasibuan, M.Psi yang selama ini telah membesarkan, mengurus, dan mendidik, memberikan kasih sayang juga dukungan dan doa yang tidak pernah putus kepada saya selaku penulis sehingga dapat seperti sekarang ini.

2. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Lita Feriyawati, M.Kes selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga, dan pikiran untuk dapat memberikan bimbingan, saran, kesabaran, dan motivasi serta semangat sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan.


(7)

4. dr. Yacobda H. Sigumonrong, Sp.U dan dr. Rita Evalina, Sp.A selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan nasehat-nasehat dalam penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.

5. dr. Rita Evalina, Sp.A selaku Dosen Penguji II yang juga telah memberikan saran dan nasehat-nasehat dalam penyempurnaan karya tulis ilmiah ini.

6. dr. Yetty Machrina selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan motivasi kepada penulis. 7. Staf pegawai RSUD Dr. Pirngadi Medan, khususnya bang Ahmad Tigor

Nasution yang telah banyak membantu penulis mulai dari survey awal hingga tahap pengumpulan data.

8. Abang-abang saya tersayang dr. M. Anggara Putra Nasution dan Akmal Handi Ansari Nasution, S.H., yang telah membantu peneliti dalam hal lainnya sementara peneliti sibuk dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini.

9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dina Utami, Harmen Reza, Muhammad Haritsyah, Lasa Dhakka, Michael Purba, dan Ruthra, yang telah berjuang bersama-sama penulis untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Suci Putri, Dwi Atikah, Rizka Amelia, Adja Nazlia, Ikhsan Aidil, Annisa Putri, Octisa Almira, Elvita Nora, Inge Shandrie, Vijaya, Cut Triannisa, Cut Putri, Sarah Suci, Grace Dio, Mufti Muhammad, Luthfi Farhan, Reza Abdillah, Gendedy, Fikri Bariz, Rahmat Tahir, Fariz Saleh, Ilham Surgawi, Egi Erico, dan M. Akim, Al Ghazali, Mutamamin yang telah membantu secara moril maupun materiil dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini. Adik sekaligus sahabat dari penulis, Insanul dan Tririn, yang selalu memberi semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah Ini. Anom Wirapati, Maya Arlia, dan Dilla Amelia sebagai sahabat penulis yang selalu memberi dukungan dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih juga kepada, kelompok praktikum A4, organisasi SCOPH dan juga panitia PMB FK


(8)

USU 2010 yang telah banyak memberi support kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Terima kasih kepada kakak dan abang saya Meg Chand, Evan Josh, Yuliana Tjia, Yulia Fransiska, dan Apoe yang tidak berhenti untuk menghibur saya. Terima kasih juga kepada teman-teman saya yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis )lmiah ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Untuk itu, semua saran dan kritik akan menjadi sumbangan yang sangat berarti bagi kualitas Karya Tulis )lmiah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Karya Tulis )lmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia kesehatan, khususnya bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, bagian pelayanan kesehatan manapun, dan juga Bangsa dan Negara )ndonesia, serta pembaca Karya Tulis )lmiah ini.

Medan, Desember Penulis

RizkyKeumalaAnsari


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar Gambar ... x

Daftar Tabel ... xi

Daftar Singkatan ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita ... 4

2.1.1. Rongga Panggul ... 4

2.1.2. Organ Reproduksi Wanita ... 5

2.2. Persalinan Spontan ... 6

2.2.1. Definisi ... 6

2.2.2. Fisiologi Persalinan Spontan ... 7

2.2.3. Fase-fase Persalinan Spontan ... 7

2.2.4. Pola-pola Perubahan pada Persalinan ... 9

2.2.5. Mekanisme Persalinan Spontan ... 11

2.2.6. Komplikasi ... 13


(10)

2.3.1. Definisi ... 14

2.3.2. Epidemiologi ... 14

2.3.3. Indikasi ... 14

2.3.4. Mekanisme Sectio Caesarea ... 16

2.3.5. Komplikasi ... 17

2.4. Neonatus ... 18

2.4.1. Definisi ... 18

2.4.2. Penatalaksanaan Kelahiran ... 18

2.4.3. Perilaku Bayi Baru Lahir ... 19

2.5. Skor APGAR ... 21

2.5.1. Definisi ... 21

2.5.2. Sistem Penilaian APGAR ... 21

2.5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Skor APGAR 22 BAB 3 KERANGKA KONSEP & DEFINISI OPERASIONAL 23

3.1. Kerangka Konsep ... 23

3.2. Definisi Operasional ... 23

BAB 4 METODE PENGUMPULAN DATA ... 24

4.1. Jenis Penelitian ... 24

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

4.3. Populasi dan Sampel ... 24

4.3.1. Populasi Penelitian ... 24

4.3.2. Sampel Penelitian ... 24

4.3.3. Kriteria Sampel ... 25

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 25

4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 25

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil Penelitian ... 26


(11)

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian ... 26

5.1.2.1. Jenis Persalinan Berdasarkan Umur Ibu .... 26

5.1.2.2. Skor APGAR Berdasarkan Umur Ibu ... 27

5.1.2.3. Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Gestasi 29 5.1.2.4. Skor APGAR Berdasarkan Jumlah Gestasi.. 29

5.1.2.5. Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Paritas 31

5.1.2.6. Skor APGAR Berdasarkan Jumlah Paritas 32

5.1.2.7. Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Abortus 34 5.1.2.8. Skor APGAR Berdasarkan Jumlah Abortus. 34

5.1.2.9. Jenis Persalinan Berdasarkan Berat Badan Neonatus ... 36

5.1.2.10. Skor APGAR Berdasarkan Berat Badan Neonatus ... 37

5.1.2.11. Skor Apgar Berdasarkan Jenis Persalinan 38

5.2. Pembahasan ... 40

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

6.1. Kesimpulan ... 43

6.2. Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Halaman

Gambar 2-1. Rongga Panggul Wanita... 4

Gambar 2-2. Segmen Uterus... 8

Gambar 2-3. Sinklitismus... 12

Gambar 2-4. Asinklitismus Anterior... 12

Gambar 2-5. Asinklitismus Posterior... 12


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman

Tabel 5.1. Distribusi Jenis Persalinan Berdasarkan Usia ...

... 28

Tabel 5.2. Distribusi Skor APGAR Menit ke-1 Berdasarkan Umur Ibu ... 28

Tabel 5.3. Distribusi Skor APGAR Menit ke-2 Berdasarkan Umur Ibu ... 29

Tabel 5.4. Distribusi Skor APGAR Menit ke-5 Berdasarkan Umur Ibu ... 29

Tabel 5.5. Distribusi Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Gestasi ... 30

Tabel 5.6. Distribusi Skor APGAR Menit ke-1 Berdasarkan Jumlah Gestasi . 31

Tabel 5.7. Distribusi Skor APGAR Menit ke-2 Berdasarkan Jumlah Gestasi . 31

Tabel 5.8. Distribusi Skor APGAR Menit ke-5 Berdasarkan Jumlah Gestasi . 32

Tabel 5.9. Distribusi Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Paritas ... 32

Tabel 5.10. Distribusi Skor APGAR Menit ke-1 Berdasarkan Jumlah Paritas 33 Tabel 5.11. Distribusi Skor APGAR Menit ke-2 Berdasarkan Jumlah Paritas 34

Tabel 5.12. Distribusi Skor APGAR Menit ke-5 Berdasarkan Jumlah Paritas 34

Tabel 5.13. Distribusi Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Abortus ... 35

Tabel 5.14. Distribusi Skor APGAR Menit ke-1 Berdasarkan Jumlah Abortus ... 36

Tabel 5.15. Distribusi Skor APGAR Menit ke-2 Berdasarkan Jumlah Abortus ... 36

Tabel 5.16. Distribusi Skor APGAR Menit ke-5 Berdasarkan Jumlah Abortus ... 37

Tabel 5.17. Distribusi Jenis Persalinan Berdasarkan Berat Badan Neonatus .. 37

Tabel 5.18. Distribusi Skor APGAR Menit ke-1 Berdasarkan Berat Badan Neonatus ... 38

Tabel 5.19. Distribusi Skor APGAR Menit ke-2 Berdasarkan Berat Badan Neonatus ... 38


(14)

Tabel 5.20. Distribusi Skor APGAR Menit ke-5 Berdasarkan Berat Badan

Neonatus ... 39 Tabel 5.21. Deskripsi Skor APGAR Menit ke-1 Berdasarkan Jenis Persalinan

... 40 Tabel 5.22. Deskripsi Skor APGAR Menit ke-2 Berdasarkan Jenis Persalinan

... 40 Tabel 5.23. Deskripsi Skor APGAR Menit ke-5 Berdasarkan Jenis Persalinan


(15)

DAFTAR SINGKATAN

AKN Angka Kematian Neonatal

APGAR Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration

PAP Pintu Atas Panggul

SKDI Standar Kompetensi Dokter Indonesia

SPSS Statistic Package for Social Sciences

SSP Sistem Saraf Pusat


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Data Induk

Lampiran 3 Output Data Hasil Penelitian

Lampiran 4 Surat Izin Penelitian RSUD Dr. Pirngadi Medan


(17)

ABSTRAK

Skor APGAR, yang merupakan singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration adalah salah satu sistem penilaian yang

digunakan untuk mengevaluasi bayi yang diterapkan pada menit pertama, kedua, dan kelima setelah bayi tersebut lahir. Saat ini, di )ndonesia masih terdapat jumlah skor APGAR yang rendah pada bayi yang baru lahir.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran skor APGAR pada neonatus yang lahir dengan persalinan spontan dan seksio sesarea khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan pada tahun

.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deksriptif. Jumlah sampel sebanyak orang ibu dengan tekhnik total sampling dan terdiri dari orang ibu yang menjalani persalinan spontan dan orang ibu yang menjalani seksio sesarea. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medis yang terdapat pada rumah sakit tersebut. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deksriptif.

(asil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran jumlah skor APGAR yang rendah di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan yang terbanyak terdapat pada ibu yang melakukan persalinan seksio sesarea sebanyak orang , % dari orang ibu yang melakukan persalinan seksio sesarea dan tidak ada neonatus yang memiliki skor APGAR yang rendah dari ibu yang menjalani persalinan spontan % .


(18)

ABSTRACT

APGAR Score that stands for Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration is a scoring system used to evaluate newborn babies in the first, second and fifth minutes after they delivered. In Indonesia, there are still some low APGAR score measured in newborn babies.

The aim of this research is to find out APGAR score in newborn babies that delivered by spontaneous delivery and Caesarean delivery in Dr. Pirngadi General Hospital Medan in 2012.

This research is a descriptive study with 307 samples that selected by total sampling method. Samples are consist of 151 babies delivered by spontaneous delivery and 156 babies delivered by Caesarean delivery. Data collecting procedure were arranged at the hospital and carried out by analyzing each of patient’s medical record. Then, data were analyzed with descriptive analysis.

The result of this study shows that low APGAR score in newborn babies were found in babies delivered by Caesarean delivery, which is 4 babies (2,6%) out of 156 samples. There are no newborn babies that have low APGAR score in normal spontaneous delivery.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka Kematian Neonatal (AKN) di Indonesia masih sangat tinggi dan masih perlu untuk dilakukan penelitian untuk mengetahui penyebabnya, sehingga dapat menurunkan AKN tersebut. Data statistik mencatat adanya 19 kematian neonatal (0-28 hari) per seribu kelahiran di Indonesia. Khususnya pada wilayah Sumatera Utara, terdapat 26 AKN per seribu kelahiran hidup (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012).

Adapun skor APGAR ini merupakan singkatan dari: Appearance yaitu

warna kulit dari neonatus sewaktu dia lahir; Pulse yaitu pulsasi atau denyut

jantung dari neonatus; Grimace yaitu respon refleks dari neonatus; Activity yaitu

tonus otot pada neonatus; Respiration yaitu pernafasan pada neonatus (Saunders,

2011).

Salah satu penyebab kematian neonatus yang tersering adalah skor APGAR yang rendah. Faktor-faktor yang mendukung rendahnya skor APGAR antara lain : gangguan pernafasan (37%), prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (6%), kelainan darah atau ikterus (7%), post matur (3%), kelainan kongenital (1%) (Riskesdas 2007). Prematuritas merupakan prevalansi terbesar kedua dalam menyebabkan skor APGAR yg rendah.

Menurut penelitian Fahrudin (2006), faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia neonatorum adalah usia ibu, status kunjungan antenatal care, riwayat obstetri, kelainan letak janin, ketuban pecah dini, persalinan lama, berat lahir bayi, dan tindakan seksio sesarea. Meningkatnya insiden prematuritas salah satunya dikarenakan oleh tingginya prosedur seksio sesarea.

Seksio sesarea didefenisikan sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Defenisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus ruptur uteri atau pada kasus kehamilan abdomen (Cunningham,2005). Menurut World Health


(20)

Organization (WHO), standar rata-rata seksio sesarea disebuah negara adalah sekitar 5-15%. Di rumah sakit pemerintah rata-rata 11%, sementara di rumah sakit swasta bisa lebih dari 30%. Tingginya angka kelahiran dengan seksio sesarea bukan hanya karena indikasi medis, seperti penyakit sistemik, posisi bayi, atau kondisi lainnya yang membahayakan nyawa baik janin, maupun ibunya, tetapi juga karena indikasi non-medis, seperti pemilihan tanggal yang diinginkan orang tua, menurut ‘feng shui’, dan juga dikarenakan anastesi yang diharapkan oleh ibu agar terhindar dari rasa sakit.

Berdasarkan hasil survei awal di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi di Kota Medan, didapati bahwa populasi ibu yang menjalani persalinan pada tahun 2012 berjumlah 626 orang dengan rincian 257 orang ibu yang menjalani persalinan spontan dan 369 orang ibu yang menjalani seksio sesarea.

Dari latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk mengetahui penilaian skor APGAR di Kota Medan, khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran skor APGAR pada neonatus melalui persalinan spontan dan seksio sesarea?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran skor APGAR pada neonatal dengan kelahiran spontan dan seksio sesarea.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui jumlah angka kematian neonatal di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi di Kota Medan tahun 2012.


(21)

2. Untuk mengetahui jumlah bayi dengan skor APGAR yang rendah pada persalinan spontan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi di Kota Medan tahun 2012.

3. Untuk mengetahui jumlah bayi dengan skor APGARyang rendah pada persalinan seksio sesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi di Kota Medan tahun 2012.

4. Untuk mengetahui angka kematian neonatal dengan skor APGARyang rendah di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi di Kota Medan tahun 2012.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Tambahan informasi kepada Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan tentang gambaran skor APGAR pada nenonatus dengan kelahiran spontan dan seksio sesarea.

2. Tambahan informasi kepada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tentang gambaran skor APGAR pada nenonatus dengan kelahiran spontan dan seksio sesarea.

3. Tambahan wawasan kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya penurunan skor APGAR pada seksio sesarea.

4. Tambahan wawasan kepada masyarakat tentang kelebihan dan kekurangan dalam persalinan spontan maupun seksio sesarea.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita

2.1.1. Rongga Panggul

Rongga panggul dapat digambarkan sebagai sebuah silinder yang bengkok, kemudian dipotong secara oblik, dan bagian yang terbesar adalah di bagian posterior, dengan bandingan Posterior : Anterior = 2 : 1 ; atau lebih kurang 10 cm : 5 cm.

Batas posterior dari rongga panggul adalah bagian anterior dari sakrum yang bagian tepi anteriornya berhubungan dengan korpus vertebra sakralis pertama yang disebut promontorium yang berfungsi untuk penanda pelvimetri klinis; batas lateralnya adalah tulang-tulang iskium, yang apabila bidangnya diperlebar ke bawah, maka akan bertemu di daerah dekat lutut dan insisura-insisura serta ligamentum-ligamentum sakroiskiadika ; batas anteriornya adalah tulang pubis, rami superior asenden tulang iskium, dan foramen obturatoria. Spina iskiadika merupakan petunjuk untuk mengetahui sudah berapa jauh janin masuk ke rongga terbawah panggul (Cunningham, 2006)

Gambar 2-1. Rongga Panggul Wanita

Adapula yang kita sebut dengan bidang Hodge, yaitu bidang yang digunakan untuk menentukan seberapa jauh bagian depan janin turun ke dalam rongga panggul. Bidang Hodge terdiri dari 4 bagian, yaitu: H 1 adalah sama dengan pintu atas panggul ; H 2 adalah sejajar dengan H 1 melalui pinggir bawah simpisis pubis ; H 3 adalah sejajar dengan H 1 melalui spina ischiadicae ; H 4 adalah sejajar dengan H 1 melalui ujung os coccygeus. Maka dari itu, apabila


(23)

dikatakan bahwa kepala sudah turun, itu berarti bahwa posisi kepala sudah sampai di H 3, dan apabila dikatakan bahwa kepala sudah sampai di dasar panggul, maka kepala telah mencapai bidang H 4 (Sastrawinata, 1983).

2.1.2. Organ Reproduksi Wanita a. Ovarium

Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah almond yang berukuran 2 x 4 x 1,5 cm ini terletak di rongga pelvis wanita, tepatnya di belakang uterus, berfungsi sebagai tempat untuk memproduksi sel germinal dan untuk biosintesis hormon steroid, dan apabila telah mengalami menopause, maka organ ini akan mengecil dan bisa tidak terpalpasi sama sekali (Heffner, 2006 dan Cunningham, 2006).

Perempuan pada umumnya memiliki 2 ovarium yaitu di kanan dan kiri dari uterus dan apabila ovum yang berada di ovarium ini mengalami ovulasi, maka ukurannya menjadi lebih besar, dan dapat berdiameter hingga 2,5 cm pada kehamilan umur 4 bulan (Prawirohardjo, 2010).

Letak ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul yang melekat melalui mesovarium ke ligamentum latum yang bisa kita sebut dengan

ligamentum utero-ovarika (Heffner, 2006).

Permukaan dari ovarium ini bergantung juga pada usia, yaitu pada usia muda, organ tersebut lunak, permukaannya berwarna putih pudar, dan berkilauan dikarenakan adanya folikel yang kecil dan bening ; sedangkan pada usia tua, seiring berjalannya waktu, permukaan eksterior folikel tersebut dapat berlipat-lipat (Cunningham, 2006).

b. Tuba Fallopii

Tuba Fallopii merupakan suatu saluran yang pada ujung ujungnya melekat ke uterus, pada ujung-ujung yang satunya mempunyai fimbriae yang letaknya dekat dengan ovarium atau disebut dengan bagian yang distal (Heffner, 2006 dan Cunningham, 2006).

Tuba Fallopii terdiri atas empat bagian, yaitu : 1) Pars interstitial yang merupakan bagian yang berjalan di dalam dinding uterus; 2) Pars isthmica yang


(24)

merupakan bagian tuba yang keluar dari dinding uterus dan juga bagian yang lurus dan sempit; 3) Pars ampullaris yang merupaan bagian yang melebar ke lateral dan membentuk huruf S; 4) Infundibulum yang merupakan ujung dari Tuba Fallopii yang memiliki fimbriae yang berbentuk seperti jari-jari yang berguna untuk menangkap ovum yang keluar dari ovarium dan jatuh di belakang uterus (Heffner, 2006; Cunningham, 2006; Sastrowinoto, 1983).

c. Uterus

Uterus merupakan sebuah organ muskular yang berbentuk seperti buah pir yang terletak di antara kandung kemih di bagian anteriornya dan rektum di bagian posteriornya.

Adapun uterus terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Fundus uteri yang merupakan bagian yang paling proksimal tempat insersinya Tuba Fallopii dan sebagai salah satu patokan untuk mengetahui umur kehamilan pada ibu; 2) Korpus uteri yang merupakan bagian terbesar dari uterus sebagai tempat berkembangnya janin, yang tersusun atas otot-otot dengan 3 lapisan yaitu endometrium di bagian terdalam, miometrium di bagian tengah, dan perimetrium di bagian terluar dari uterus; 3) Serviks uteri yang merupakan bagian terbawah, yang terletak di atas vagina dan terdiri dari jaringan kolagen, jaringan pembuluh darah, dan memiliki serabut otot polos.

d. Vagina

Vagina merupakan struktur yang menghubungkan antara introuitus vagina dan uterus. Vagina terdiri dari 2 bagian yaitu yang berlipat-lipat yang disebut dengan rugae dan bagian yang lebih keras yang disebut dengan kolumna rogurum. Lipatan-lipatan ini dapat melebar sewaktu melahirkan, sesuai dengan fungsinya yaitu bagian lunak jalan lahir (Trijatmo, 2010 dan Cunningham, 2006).

2.2. Persalinan Spontan

2.2.1. Definisi

Persalinan adalah proses fisiologis dari mulainya kontraksi uterus yang regular untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang berupa janin, selaput, tali pusar, dan plasenta dari dalam uterus yang pada umumnya disertai dengan perubahan


(25)

biokimia pada jaringan ikat, penipisan, dan dilatasi dari serviks oleh karena irama kontraksi serviks yang berfrekuensi, berintensitas, dan berdurasi seimbang (Cheng, 2012; Cunningham, 2006; Sastrowinoto, 1983).

2.2.2. Fisiologi Persalinan Spontan

Tanda kehamilan secara umum yaitu mulai dr aktivitas miometrium, yaitu otot polos pada uterus yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin, sampai dengan kehamilan aterm. Pada waktu menjelang persalinan, terjadi kontraksi otot polos yg terkoordinir dan diselingi dengan suatu periode relaksasi dan berakhir pada waktu pasca partum. Proses fisiologi kehamilan pada semua mamalia bergantung pada aktivitas progesterone untuk mempertahankan tenangnya uterus sampai mendekati waktunya kelahiran dari janin. Kadar progesterone di dalam plasma perempuan hamil justru meningkat sepanjang kehamilan, dan baru menurun setelah kelahiran plasenta yaitu jaringan yang merupaan lokasi sintesis progesteron pada kehamilan manusia (Kusnarman, 2010).

2.2.3. Fase-fase Persalinan Spontan a. Tiga Kala Persalinan

WHO menyatakan bahwa persalinan normal memiliki risiko yang rendah, onset yang cepat dengan janin yang keluar dengan presentasi vertex, dan berakhir dengan kondisi ibu dan bayi yang baik selama persalinan berlangsung. Persalinan normal dibagi menjadi tiga kala, yaitu: 1) Kala satu yaitu ketika serviks memendek sampai 0,5 cm dan berdilatasi sebanyak 3-4 cm yang dapat berlangsung selama 3-8 jam, dan lebih singkat pada ibu yang multipara; 2) Kala dua yaitu ketika serviks dilatasi penuh dan diakhiri dengan keluarnya bayi dari vagina yang berlangsung selama dua jam untuk ibu yang nulipara dan kira-kira 1 jam untuk ibu yang multipara; 3) Kala tiga yaitu tahap dimana terjadinya pengeluaran plasenta dengan tanda-tanda keluarnya darah dari vagina dengan jumlah yang banyak (Arya, 2007).


(26)

b. Diferensiasi Aktivitas Uterus

Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda yaitu segmen atas yang berkontraksi aktif menjadi lebih tebal dan kencang atau keras untuk mendorong janin keluar ketika proses persalinan berlangsung, dan segmen bawah yang berkembang menjadi lebih tipis dan berdilatasi sehingga janin dapat menonjol keluar. Karena pemendekan serat otot yang terus-menerus pada setiap kontraksi, segmen atas uterus yang aktif menjadi menebal dan memuncak tepat setelah ekspulsi janin. Di antara segmen atas yang tebal dan segmen bawah yang menipis, terbentuk lah suatu lingkaran yang disebut dengan cincin retraksi fisiologik, dan apabila segmen bawah uterus terlalu tipis akan terbentuk cincin retraksi patologik atau yang disebut dengan cincin Bandl patologik (Cunningham, 2006).

c. Perubahan Bentuk Uterus

Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid sepanjang disertai pengurangan diameter horizontal, dan ter jadi efek-efek penting pada proses persalinan yaitu pelurusan kolumna vertebralis janin karena pengurangan diameter horizontal, serabut longitudinal ditarik tegang dank arena segmen bawah dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, baian ini ditarik ke atas pada kutub bawah janin (Prawirohardjo, 2010).

Gambar 2-2. Segmen Uterus d. Gaya-gaya tambahan pada persalinan

Mengejan adalah reaksi tekanan yang terjadi untuk bayi yang berada di dasar panggul ibu. Perasaan mengejan ini ada kalanya sama dengan perasaan untuk melakukan defekasi sehingga ibu merasa ingin buang air besar pada saat


(27)

merasakan perasaan mengejan untuk yang pertama kalinya. Jika leher rahim belum berdilatasi seluruhnya tetapi sudah sangat tipis, lunak, dan meregang, dianjurkan untuk tidak mengejan karena serviks dapat membengkak sehingga persalinan menjadi terhambat. Maka dari itu, keinginan untuk mengejan dilakukan pada saat serviks sudah berdilatasi seluruhnya (Tias, 2013).

f. Pendataran Serviks

Pendataran serviks ialah pemendekan dari canalis cervicalis yang awalnya berupa saluran menjadi sebuah lubang. Bagi pemeriksa, pendataran terutama tampak pada portio yang makin pendek dan akhirnya rata dengan majunya persalinan. Pendataran dari serviks ini terjadi dari bagian yang teratas yaitu ostium internum kemudian ke bagian bawahnya, sedangkan ostium externum tidak terjadi pendataran (Sastrawinata, 1983).

g. Dilatasi Serviks

Ketika kontraksi dan retraksi pada saat persalinan dimulai, segmen atas uterus meregang ke segmen bagian bawah dan bagian atas dari serviks, sementara bagian bawah dari serviks belum mengalami perubahan. Ketika bagian dalam teregang, serviks berdilatasi mulai dari bagian atas ke awah, dan memendek sampai terlihatnya terjadi penonjolan ke vagina, dan akhirnya seluruh serviks menjadi satu bagian dengan uterus (Clayton, 1985).

2.2.4. Pola-pola Perubahan pada Persalinan a. Kriteria Persalinan Normal

Tiga bagian fungsional persalinan menurut Friedman adalah persiapan, dilatasi, dan pelvik. Persiapan pada persalinan mungkin sensitif terhadap sedasi dan analgesi konduksi. Pada bagian dilatasi, terjadi dilatasi serviks kecil dan perubahan besar pada matriks ekstraselularnya. Bagian pelvik persalinan mulai bersamaan dengan fase deselerasi dilatasi serviks atau analgesi konduksi. Mekanisme-mekanisme klasik persalinan, yang melibatkan pergerakan-pergerakan utama janin, terutama terjadi selama bagian pelvik persalinan ini. Awal bagian pelvik ini jarang dapat dipisahkan secara klinis dari bagian dilatasi


(28)

persalinan. Selain itu, kecepatan dilatasi serviks tidak selalu berkurang ketika telah dicapai dilatasi lengkap; bahkan mungkin lebih cepat (Cunningham, 2006). b. Ketuban Pecah

Pecah ketuban yang ditandai dengan semburan cairan yang normalnya jernih atau bisa juga sedikit keruh secara spontan paling sering terjadi pada persalinan aktif. Jika kebetulan selaput ketuban masih utuh sampai pelahiran selesai, janin yang lahir dibungkus oleh selaput ketuban ini, dan bagian yang membungkus kepala bayi yang baru lahir kadangkala disebut sebagai caul

(Prawirohardjo, 2010).

c. Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul

Struktur yang menyokong jalan lahir yang paling penting adalah musculus

levator ani dan fasia yang membungkus permukaan atas dan bawahnya, yang

dapat dianggap sebagai dasar panggul dan menutup ujung bawah rongga panggul sebagai sebuah diafragma sehingga memperlihatkan permukaan atas yang cekung dan bagian bawah yang cembung. Musculus levator ani berukuran 3-5 mm dan menebal pada tepi-tepi yang melingkari rectum dan vagina dan mengalami hipertrofi selama kehamilan yang dapat teraba sebagai tali tebal yang membentang ke belaang dari pubis dan melingkari vagina sekitar 2 cm di atas himen, dan ketika berkontraksi maka musculus ini akan menarik rectum dan vagina ke arah simfisis pubis sehingga vagina tertutup pada kala satu. Setelah ketuban pecah, teradi peregangan serabut-serabut mm. levatores ani dan penipisan juga peregangan bagian tengah perineum. Ketika perineum teregang maksimal, anus menjadi jelas terbuka dan terlihat sebagai lubang yang berdiameter 2 sampai 3 cm dan menonjol di sisi anterior dinding rektum (Prawirohardjo, 2010).

d. Pelepasan Plasenta

Kala tiga persalinan yaitu setelah kelahiran janin dan melibatkan pelepasan dan ekspulsi plasenta, maka persalinan aktif telah selesai meskipun uterus masih berkontraksi dengan keras. Tinggi, luas, dan konsistensi dari fundus uteri menjadi berkurang ketika saat dilakukan palpasi. Plasenta masih menempel pada bagian anterior dari fundus uteri dan bagian terbawahnya telah teregang dan tidak menempel sehingga dapat terlepas. Segmen atas masih teraba keras dan


(29)

fundus uteri berada tepat di bawah dari umbilicus. Terdapat dua metode dari pelepasan plasenta, yaitu segmen atas yang berkontraksi dan melepaskan plasenta, biasanya terjadi perdarahan kecil pada saat ini. Kemudian plasenta telah turun ke bagian bawah uterus, sehingga bagian atas teraba keras dan lebih kecil atau sempit. Kemudian plasenta keluar dan bagian bawah dari uterus menjadi kosong, dan kemudian fundus uterus teraba tepat di bawah umbilicus (Hanretty, 2006). e. Mekanisme Ekstrusi Plasenta

Bila terjadi pemisahan plasenta tipe sentral, atau tipe biasa, hematoma retroplasenta dipercaya mendorong plasenta menuju ke rongga uterus, pertama bagian tengah dan kemudian sisanya. Dengan demikian, plasenta mengalami inversi dan dibebani oleh hematoma tersebut, kemudian turun. Karena membran di sekitarnya menempel kaku pada desidua, plasenta hanya dapat turun dengan menyeret membran secara perlahan-lahan; kemudian membran-membran tersebut mengelupas bagian perifernya. Akibatnya, kantong yang terbentuk oleh membran tersebut mengalami inversi, dan yang muncul di vulva adalah amnion yang mengilap di atas permukaan lasenta atau ditemukan di dalam kantong inversi. Pada proses ini yang dikenal sebagai ekspulsi plasenta secara mekanisme Schultze, darah dari tempat plasenta tercurah ke dalam kantong inversi tersebut dan tidak mengalir keluar sampai setelah ekstrusi plasenta. Cara ekstrusi plasenta yang lain dikenal sebagai mekanisme Duncan, yakni pemisahan plasenta pertama kali terjadi di perifer, dengan akitbat darah mengumpul di antara membran dinding uterus dan keluar dari plasenta. Pada situasi ini, plasenta turun ke vagina secara menyamping dan permukaan ibu adalah yang pertama kali terlihat di vulva (Cunningham, 2006).

2.2.5. Mekanisme Persalinan Spontan

Pada onset persalinan, hampir 96 % janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi kepala ini ditemukan  58 % ubun-ubun kecil terletak di kiri depan,  23 % di kanan depan,  11 % di kanan belakang, dan

 8 % di kiri belakang. Keadaan ini mungkin disebabkan karena kepala relatif lebih besar dan berat dan juga kemungkinan dikarenakan terisinya ruangan di


(30)

sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum, dan bisa juga dikarenakan bentuknya yang lebih besar di bagian atas dan memungkinkan bokong mengisi ruangan tersebut. Teori ini disebut dengan teori akomodasi.

Seperti telah dijelaskan terdahulu, 3 faktor penting yang memegang peranan pada persalinan ialah kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan his dan kekuatan mengejan, keadaan jalan lahir, dan janinnya sendiri.

Gambar 2-3. Sinklitismus: bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang PAP

Gambar 2-4. Asinklitismus anterior: apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan PAP

Gambar 2-5. Asinklitismus posterior: keadaan sebaliknya dari asinklitismus anterior.

His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul dalam keadaan seperti gambar di atas. Karena sumbu kepala janin yang tidak simetris


(31)

dengan sumbu lebih mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan di bawahnya terhadap kepala yang akan menurun menyebabkan kepala menjadi fleksi di dalam rongga panggul. Kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterine oleh his yang berulang-ulag menyebabkan terjadinya putaran paksi dalam, yaitu kepala mengadakan rotasi, ubun-ubun kecil akan berarah ke depan sampai di dasar panggul, ubun–ubun kecil di bawah simfisis, dan kemudian kepala mengadakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Ketika his berlangsung, vulva terbuka sehingga kepala janin menjadi semakin terlihat, perineum menjadi lebar dan menipis sehingga dinding rektum terbuka. Dengan bergabungnya his dan tenaga mengejan dari ibu, mulai tampak bregma, dahi, muka, dan kemudian dagu, dan lahirlah kepala yang langsung mengadakan rotasi ke posisi sebelum putaran paksi dalam terjadi untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak, yang kita sebut dengan putaran paksi luar. Kemudian bahu yang akan melintasi PAP akan menyesuaikan diri dengan bentuk rongga panggul dalam posisi depan belakang, bahu depan yang pertama lahir, dilanjutkan dengan bahu depan, dan lahirlah bayi seluruhnya dan dilakukan penjepitan talipusan dengan klem di kedua uung tali pusat dengan jarak 2 cm dari bayi, kemudian digunting lalu diikat. Umumnya, bila bayi telah lahir lengkap, dia akan segera menarik napas dan menangis. Setelah bayi lahir, uterus mengecil dan berada pada ketinggian kira-kira 2 jari di bawah pusat, dan partus pun memasuki kala III yaitu pada saat frekuensi his berkurang, kemudian uterus mengecil dan tempat perlekatan plasenta dengan dinding uterus akan terlepas yang dapat di mulai dari tengah (terbanyak), pinggir, dan kombinasi. Kala III berlangsung selama 6 sampai 15 menit (Cunningham, 2006 dan Prawirohardjo, 2010).

2.2.6. Komplikasi a. Pada Ibu

Pada ibu yang melakukan persalinan spontan, dapat terjadi luka episiotomi ataupun ruptura pada perineum dan perlukaan pada portio.


(32)

Pada bayi yang lahir melalui persalinan spontan, dapat terjadi maulage ringan pada kepala tanpa gangguan pada SSP, kaput suksadenum yang segera menghilang dalam waktu tiga sampai lima hari, dan juga tertelannya air ketuban yang dapat dibersihkan ketika membersihkan jalan nafas (Manuaba, 1998).

2.3. Seksio Sesarea

2.3.1. Definisi

Seksio sesarea adalah insisi melalui dinding abdomen dan uterus untuk melahirkan janin. Seksio sesarea dapat juga disebut dengan abdominal delivery

(Dorland, 2010).

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Prawirohardjo, 2005).

2.3.2. Epidemiologi

Angka kejadian seksio sesarea di Indonesia menurut survey nasional pada tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22.8% dari seluruh persalinan. Berdasarkan SKDI 1997, hanya 4,3% dari persalinan yang berakhir dengan seksio sesarea, yaitu sebanyak 605 kasus dari 16.217 persalinan (Kasdu, 2005).

2.3.3. Indikasi

Di Amerika Serikat dan Negara industri barat lainnya, riwayat seksio sesarea dan distosia bahu merupakan indikasi utama dilakukannya seksio sesarea. Indikasi lainnya dapat berupa gawat janin, dan letak sungsang pada bayi.

a. Power

Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga.


(33)

Diantaranya, anak terlalu besar, anak “mahal” dengan kelainan letak lintang, primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah).

c. Passage

Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius pada jalan lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular ke anak, umpamanya herpes kelamin (herpes genitalis), condyloma lota

(kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma acuminata (penyakit infeksi yang menimbulkan massa mirip kembang kol di kulit luar kelamin wanita), hepatitis B dan hepatitis C (Dewi Y, 2007).

d. Gangguan pada Letak Plasenta

Gangguan yang dimaksud adalah solutio plasenta yaitu plasenta yang terletak di bawah rahim, menutupi jalan lahir, plasenta previa yaitu plasenta yang lepas sebelum waktunya, dan plasenta accreta yaitu plasenta yang menempel di miometrium (Kasdu, 2003).

e. Riwayat Seksio Sesarea

Sangat mungkin bagi ibu yang pernah melakukan seksio sesarea untuk melakukan persalinan per vaginam, hanya saja dengan resiko dengan risiko yang tinggi untuk terjadinya ruptur uteri yang berbahaya bagi ibu dan bayi (American

College of Obstetricians and Gynecologists, 1999).

f. Distosia Persalinan

Analisis distosia persalinan sebagai faktor konstribusi terhadap angka seksio sesarea sulit dilakukan karena heterogenitas inheren pada keadaan ini (Cunningham, 2010). Friedman (1978) mengemukakan bahwa defenisi dari distosia sangatlah bervariasi, dimulai dari kemacetan pembukaan sekunder, kemacetan penurunan janin, sampai istilah yang lebih samar digunakan misalnya disproporsi sefalopelvik dan kegagalan kemajuan.

g. Gawat Janin

Contoh gawat janin yang dimaksud dalam indikasi untuk dilakukannya seksio sesarea adalah terlilit tali pusat, insufisiensi dari uteroplasenta yang dapat


(34)

menyebabkan cerebral palsy ataupun gangguan neurologi dan juga asam basa pada neonatus nantinya (Prawirohardjo, 2010).

h. Presentasi Bokong

Janin presentasi bokong atau yang kita kenal dengan sungsang mengalami peningkatan risiko prolaps tali pusat dan terperangkapnya kepala apabila dilahirkan per vaginam dibandingkan dengan janin presentasi kepala. (Prawirohardjo, 2010).

2.3.4. Mekanisme Seksio Sesarea a. Insisi Abdomen

(1). Insisi Vertikal

Insisi vertikal garis tengah infraumbilikus adalah insisi yang paling cepat dibuat, yaitu insisi yang cukup panjang dengan taksiran ukuran janin agar janin dapat lahir tanpa kesulitan.

Insisi dilakukan sampai ke m. rektus abdominis lamina anterior di level vagina sampai terlhiat fasia di garis tengah yang terbebas dari lemak subkutis. Otot rektus dan piramidalis dipisahkan di garis tengah secara tajam dan tumpul untuk memperlihatkan fasia transversalis dan peritoneum, kemudian peritoneum diangkat dengan dua klem hemostat yang dipasak dengan jarak 2 cm untuk dilihat dan dipalpasi dengan tujuan untuk memastikan usus, omentum, dan kandung kemih tidak menempel.

(2). Insisi Transversal/Lintang

Kulit dan jaringan subkutan disayat dengan menggunakan insisi transversal rendah sedikit melengkung setinggi garis rambut pubis dan diperluas sedikit melebihi batas lateral otot rektus, kemudian dipisahkan dari fasia di bawahnya sepanjang 1 cm, kemudian fasia dipotong sesuai dengan panjang insisi. Kemudian tepi superior dan inferior fasia dipegang dengan klem oleh operator untuk memisahkan selubung fasia dari otot rektus di bawahnya, sementara pembuluh darahnya dijepit dan dipotong lalu diikat. Kemudian fasia lanjut dipisahkan sampai mendekati umbilikus agar dapat dibuat insisi longitudinal garis tengah yang ada di peritoneum.


(35)

Insisi dengan cara transversal mempunyai keunggulan dalam nilai kosmetik, tetapi memiliki kekurangan yaitu pada wanita yang pemajanan uterus ketika hamil dan apendiksnya tidak baik (Cunningham, 2006).

b. Insisi Uterus

Insisi uterus yang dimaksud adalah insisi dibuat di segmen bawah uterus secara melintang (Kerr,1926), atau yang lebih jarang, secara vertikal (Kronig,1912). Insisi melintang di segmen bawah memiliki keunggulan, yaitu hanya memerlukan sedikit pemisahan kandung kemih dari miometrium di bawahnya dan apabila memerlukan ruang yang lebih luas, dapat dilanjutkan hingga ke korpus uteri. Dan juga selama kehamilan berikutnya, insisi vertikal yang meluas ke miometrium atas lebih besar kemungkinannya mengalami ruptur daripada insisi transversal pada saat persalinan. Untuk presentasi kepala, insisi transversal melalui segmen bawah uterus merupakan tindakan pilihan. Insisi transversal juga memiliki kelebihan lainnya yaitu lebih mudah diperbaiki, terletak di tempat yang paling kecil kemungkinannya ruptur disertai keluarnya janin ke rongga abdomen pada kehamilan berikutnya, dan tidak menyebabkan perlekatan usus atau omentum ke garis insisi (Cunningham, 2006).

2.3.5. Komplikasi a. Pada Ibu

(1). Infeksi puerperal

Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb.

(2). Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.

(3). Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.

(4). Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura


(36)

uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea

klasik (Kasdu, 2003). (5). Endrometritis

Endometritis adalah peradangan pada endometrium. b. Pada Bayi

Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi yang lahir dengan seksio sesarea

antara lainnya adalah hipoksia, depresi pernafasan, sindroma gawat pernafasan, dan trauma persalinan (Bobak, 2005).

2.4. Neonatus

2.4.1. Defenisi

Neonatus adalah bayi baru lahir (newborn) dengan umur empat minggu setelah kelahiran dan selama masa itu mengalami perubahan dan pertumbuhan yang sangat menakjubkan (Dorland, 2012 dan Hamilton, 1995).

2.4.2. Penatalaksanaan Kelahiran a. Perawatan Segera

Pada saat kepala bayi lahir dengan cara per vaginam ataupun dengan seksio sesarea, segera bersihkan wajah dan sedot hidung bayi tersebut. Begitu tali pusat sudah diputuskan, bayi segera ditelentangkan dengan kepala lebih rendah dan dibalik ke samping di inkubator.

b. Evaluasi Janin

Yang perlu dievaluasi sebelum dan selama proses kelahiran adalah status kesehatan ibu, komplikasi prenatal, komplikasi persalinan, usia gestasi, lamanya persalinan, lamanya pecah ketuban, jenis, jumlah, waktu, dan rute pemberian obat-obatan, jenis dan lamanya anastesi, dan setiap kesulitan pada kelahiran.

Kemudian bayi diinspeksi untuk setiap kelainan yang terlihat. Petugas mengamati pernafasan dari dekat dan memeriksa frekuensi denyut jantung bayi dengan cara auskultasi pada dada atau pada pangkal tali pusat.


(37)

Metode yang dilakukan untuk mengevaluasi kondisi neonatus adalah dengan nilai APGAR yang akan kita bahas pada sub bab selanjutnya (Cunningham, 2006).

2.4.3. Perilaku Bayi Baru Lahir

Perubahan-perubahan yang akan terjadi pada bayi dibagi oleh Bobak (2005) menurut karakteristik, antara lain:

a. Sistem Kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler yang berubah adalah foramen ovale, duktus arteriousis, dan duktus venosus yang menutup ; arteri umbilikalis dan arteri hepatica yang menjadi ligamen. Frekuensi denyut jantung bayi rata-rata 140 kali/menit saat lahir, sedangkan sistolik bayi baru lahir ialah 78 mmHg dan tekanan diastolik rata-rata adalah 42 mmHg.

b. Sistem Hematopoesis

Haemoglobin bayi baru lahir berkisar antara 14,5 sampai 22,5 g/dl dam haematokrit bervariasi dari 44% sampai 72%. Leukosit janin dengan nilai hitung sel darah putih sekitar 18.000/mm3 merupakan nilai normal saat bayi lahir.

c. Sistem Pernafasan

Paru-paru bayi cukup bulan mengandung sekitar 20 ml cairan/kg. setelah pernafasan mulai berfungsi, nafas bayi menjadi dangkal dan tidak teratur, bervariasi dari 30-60 kali/menit.

d. Sistem Ginjal

Bayi baru lahir memungkinkan untuk tidak mengeluarkan urin selama 12 sampai 24 jam. Pada bayi baru lahir, frekuensi berkemih terjadi sebanyak 6 sampai 10 kali dalam 24 jam dengan warna urin yang pucat menunjukkan masukan cairan yang cukup.

e. Sistem Gastrointestinal

Bising usus bayi dapat didengar pada saat satu jam setelah lahir. Kapasitas lambung bervariasi dari 30 sampai 90 ml.


(38)

Hati pada bayi baru lahir dapat dipalpasi sekitar 1 cm di bawah batas kanan iga karena hati merupakan organ yang besar dan menempati sekitar 40% dari rongga abdomen.

g. Sistem Imun

Selama tiga bulan pertama kehidupannya, bayi dilindungi oleh kekebalan pasif yang diterima dari ibu. Bayi mulai mensintesa IgG dan mencapai sekiar 40% kadar IgG orang dewasa pada usia 1 tahun. IgA, IgD, dan IgE diproduksi secara lebih bertahap dan kadar maksimum tidak dicapai sampai pada masa kanak-kanak dini.

h. Sistem Integumen

Epidemis dan dermis tidak terikat dengan baik dan sangat tipis pada bayi baru lahir. Verniks kaseosa juga berfusi dengan epidermis dan berfngsi sebagai lapisan pelindung. Lanugo halus dapat terlihat di wajah, bahu, dan punggung. i. Sistem Skelet

Kepala bayi cukup bulan berukuran ¼ dari panjang tubuh dengan lengan sedikit lebih panjang daripada tungkai.

j. Sistem neuromuskular

Pengkajian perilaku saraf neonatus terutama merupakan evaluasi refleks primitif dan tonus otot.

k. Respon Sensorik

Saat lahir, pupil bayi bereaksi terhadap rangsangan cahaya dan penglihatan refleks mengedip dengan mudah. Bayi akan berespon terhadap suara ibunya, hal ini merupakan respon akibat mendengar dan merasakan gelombang bunyi suara ibunya selagi ia berada di dalam rahim. Semua bagian tubuh bayi berespon terhadap sentuhan terutama wajah, mulut, tangan, dan telapak kaki. Bayi baru lahir memiliki system kecap yang berkembang baik dan larutan yang berbeda menyebabkan bayi memperlihatkan ekspresi wajah yang berbeda. Indera penciuman bayi baru lahir sudah berkembang baik saat bayi lahir dan memberikan reaksi yang sama dengan reaksi orang dewasa bila diberi bau yang menyenangkan (Bobak, 2005).


(39)

2.5. APGAR

2.5.1. Definisi

Skor APGAR merupakan singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace,

Activity, Respiration. Skor APGAR merupakan ungkapan tentang keadaan bayi

baru lahir dalam angka, biasanya ditentukan pada 60 detik pertama setelah lahir (Dorland, 2012).

Skor APGAR merupakan system nilai untuk mengevaluasi bayi yang diterapkan pada satu menit dan 5 menit setelah lahir (Cunningham, 2010).

Skor APGAR merupakan singkatan cepat untuk melaporkan status bayi dan respon bayi terhadap resusitasi (The American Academy of Pediatrics, 2013).

2.5.2. Sistem Penilaian APGAR

Nilai APGAR menit pertama menentukan perlu atau tidaknya resusitasi segera. Kondisi yang baik terdapat pada rentang nilai APGAR 7-10 dan tidak memerlukan bantuan selain penyedotan nasofaring sederhana. Bayi dengan nilai APGAR 4-6 pada menit pertama akan menunjukkan depresi pernafasan, lemas, dan tampak pucat sampai biru. Namun, frekuensi denyut jantung dan iritabilitas refleksnya baik. Bayi dengan nilai 0-3 biasanya mempunyai denyut jantung yang lambat sampai tak terdengar dan respon refleks rendah atau tidak ada. Resusitasi, termasuk ventilasi buatan, sebaiknya segera dimulai. Bayi lemas, apnoe, dan sering berlumuran mekonium, dan biasanya denyut jantung di bawah 100. Nilai APGAR 5-menit, khususnya perubahan nilai antara 1 dan 5 menit, bermanfaat sebagai indeks untuk efektifnya upaya resusitasi. Penyebab tersering rendahnya nilai APGAR adalah asfiksia, seksio sesarea, dan adanya cairan pada jalan nafas bayi. Apabila bayi memiliki skor APGAR yang rendah, bayi tersebut memerlukan oksigen dan pembebasan jalan nafas agar bayi dapat bernafas, rangsangan fisik untuk meningkatkan denyut jantungnya kembali ke normal. Pada umumnya, rendahnya skor pada menit pertama akan menjadi lebih baik pada menit ke-5. Skor APGAR tidak menentukan kesehatan anak di masa yang akan datang (Haddad, 2011 dan Cunningham, 2006).


(40)

Gambar 2-6. Tabel Skor APGAR

2.5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Skor APGAR

Pengobatan pada ibu dan kondisi janin yaitu malformasi neuromuskuler atau serebral yang dapat menurukan tonus dan usaha bernafas, trauma lahir, kelainan bawaan, infeksi yang dapat menurunkan tonus, warna, dan usaha terhadap resusitasi, hipoksia, hipovolemia, dan kelahiran premature dapat mempengaruhi nilai APGAR. Nilai APGAR adalah suatu ekspresi keadaan fisiologis bayi baru lahir dan dibatasi oleh waktu (Rulina, 2010).


(41)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, kerangka konsep dalam menilai Skor APGAR neonatus dapat dijabarkan sebagai berikut:

3.2 Definisi Operasional

Definisi Alat

Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur Persalinan Spontan Proses keluarnya hasil konsepsi dari dalam uterus melalui serviks Rekam medis Dengan melihat rekam medis tentang riwayat persalinan yang dilakukan ibu.

Skor APGAR Nominal

Seksio Sesarea Suatu proses mengeluarka n konsepsi dengan melakukan sayatan di dinding perut ibu. Rekam medis Dengan melihat rekam medis tentang riwayat persalinan yang dilakukan ibu.

Skor APGAR Nominal

Nilai APGAR Metode yang digunakan untuk menilai BBL segera sesudah lahir. Nilai apgar dapat dinilai pada menit ke-1 dan menit ke-5. Rekam medis

Rekam medis Skor APGAR Numerik

Skor APGAR Seksio Sesarea


(42)

BAB 4

METODE PENGUMPULAN DATA

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah deskriptif untuk mengetahui gambaran Skor APGAR pada neonatus dengan kelahiran spontan dan seksio sesarea. Adapun yang digunakan pada desain penelitian ini adalah potong lintang.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi di Kota Medan. Adapun pertimbangan memilih lokasi tersebut adalah bahwa jumlah ibu yang melahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi di Kota Medan relatif memadai untuk dijadikan sampel, yaitu sebanyak 307 orang. Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan September 2013, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisa data. Penelitian ini akan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang melahirkan dengan kelahiran spontan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi di Kota Medan

yang berjumlah 151 orang dan ibu yang melahirkan dengan kelahiran seksio sesarea di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan yang berjumlah 156 orang.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel dari tempat penelitian diambil sebanyak 307 orang dari Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan dan diperoleh dengan metode total


(43)

4.3.3 Kriteria Sampel a. Kriteria Inklusi

- Umur ibu di antara 20 sampai dengan 35 tahun.

- Ibu tanpa penyakit penyerta yang berat yang dapat mempengaruhi kehamilan.

b. Kriteria Eksklusi

- Data rekam medik yang rusak dan atau tidak lengkap. - Bayi dengan kelahiran pre term dan post term.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpul terdiri dari data sekunder. Data diperoleh dengan melihat kartu status (rekam medik) ibu-ibu yang melakukan persalintan secara normal dan dengan teknik seksio sesarea di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan mulai dari Bulan Januari 2012 sampai Desember 2012.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap pertama

editing yaitu memeriksa umur ibu, kelainan pada ibu dan skor APGAR tahap

kedua coding yaitu memberi kode atau angka pada label, tahap ketiga entry yaitu memasukkan data dari rekam medis ke dalam program SPSS versi 17.0, tahap ke empat adalah melakukan cleaning yaitu memeriksa kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Untuk mendeskripsikan skor APGAR pada ibu dengan persalinan seksio sesarea dan persalinan spontan dilakukan perhitungan frekuensi dan persentase. Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan yang terletak di jalan Prof. H. M. Yamin S.H. No. 47 Medan Sumatera Utara. Rumah Sakit Umum Daerah ini milik pemerintah kota Medan yang merupakan rumah sakit pendidikan dan terakreditasi B. Rumah sakit ini diresmikan pada tanggal 11 Agustus 1928 dan merupakan salah satu rumah sakit rujukan di Provinsi Sumatera Utara. Data penelitian ini diambil dari bagian instalasi rekam medis yang terletak di lantai 2.

5.1.2. Deskripsi Data Penelitian

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari rekam medis hasil penilaian skor APGAR pada neonatus yang lahir dengan cara spontan ataupun seksio sesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan pada bulan Januari sampai Desember 2012.

Jumlah seluruh data yang tercatat adalah 307 data rekam medis lengkap yaitu 151 orang ibu yang menjalani persalinan spontan dan 156 orang ibu yang menjalani seksio sesarea serta berisi data umur ibu, jumlah gestasi ibu, jumlah paritas ibu, jumlah abortus ibu, jenis kelamin neonatus, berat badan neonatus, skor APGAR pada menit ke 1, 5, dan 10, dan juga jenis tindakan persalinan yang dijalani oleh ibu.

5.1.2.1 Deskripsi Jenis Persalinan Berdasarkan Umur Ibu

Deskripsi data penelitian jenis persalinan yang dijalani ibu berdasarkan umur ibu di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan pada periode Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.


(45)

Tabel 5.1 Distribusi Jenis Persalinan Berdasarkan Usia

Umur Ibu

Jenis Persalinan

Total Persalinan

Spontan Seksio Sesarea

Di Bawah 25 Tahun 25 30 55

Di Antara 25 – 30 Tahun 76 75 151

Di Atas 30 Tahun 50 51 101

Total 151 156 307

Dalam Tabel 5.1, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh responden terbanyak untuk persalinan spontan terdapat pada umur 25 – 30 tahun yaitu sebanyak 76 orang dari 151 orang ibu yang menjalani persalinan spontan (50,3%). Sedangkan kelompok responden paling sedikit untuk persalinan spontan yaitu pada umur di bawah 25 tahun yaitu 25 orang dari 151 orang ibu yang menjalani persalinan spontan (16.6%). Pada seksio sesarea, hasil penelitian ini memperoleh responden terbanyak pada umur 25 – 30 tahun, yaitu 75 orang dari 156 orang ibu yang menjalani seksio sesarea (48,1%). Sedangkan kelompok responden paling sedikit untuk seksio sesarea yaitu pada umur di bawah 25 tahun yaitu sebanyak 30 orang dari 156 orang ibu yang menjalani seksio sesarea (19,2%).

5.1.2.2 Deskripsi Skor APGAR Berdasarkan Umur Ibu

Deskripsi data penelitian skor APGAR yang dihasilkan neonatus berdasarkan umur ibu di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan pada periode Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2 Distribusi Skor APGAR Menit ke-1 Berdasarkan Umur Ibu

Umur Ibu Skor APGAR Menit ke-1

Total

5 7 8 9

Di Bawah 25 Tahun 0 10 32 13 55

Di Antara 25 – 30 Tahun 1 29 71 50 151

Di Atas 30 Tahun 3 17 48 33 101


(46)

Dalam Tabel 5.2, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit pertama yang tertinggi dengan nilai 9 terdapat pada umur di antara 25 – 30 tahun yang berjumlah 50 orang (16,3%), sedangkan skor APGAR pada menit pertama yang terendah dengan nilai 5 terbanyak pada umur di atas 30 tahun yang berjumlah 3 orang (1%).

Tabel 5.3 Distribusi Skor APGAR Menit ke-2 Berdasarkan Umur Ibu

Umur Ibu Skor APGAR Menit ke-2

Total

6 7 8 9 10

Di Bawah 25 Tahun 0 2 23 21 9 55

Di Antara 25 – 30 Tahun 1 4 43 78 25 151

Di Atas 30 Tahun 3 3 27 48 20 101

Total 4 9 93 147 54 307

Dalam Tabel 5.3, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit kedua yang tertinggi dengan nilai 10 terdapat pada umur di antara 25 – 30 tahun yang berjumlah 25 orang (8,1%), sedangkan skor APGAR pada menit kedua yang terendah dengan nilai 6 terdapat pada umur di atas 30 tahun yang berjumlah 3 orang (1%).

Tabel 5.4 Distribusi Skor APGAR Menit ke-5 Berdasarkan Umur Ibu

Umur Ibu Skor APGAR Menit ke-5

Total

7 8 9 10

Di Bawah 25 Tahun 0 2 28 25 55

Di Antara 25 – 30 Tahun 1 11 61 78 151

Di Atas 30 Tahun 3 3 46 49 101

Total 4 16 135 152 307

Dalam Tabel 5.4, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit kelima yang tertinggi dengan nilai 10 terdapat pada umur di antara 25 – 30 tahun yang berjumlah 78 orang (25,4%), sedangkan skor APGAR pada menit kelima yang terendah dengan nilai 7 terdapat pada umur di atas 30 tahun yang berjumlah 3 orang (1%).


(47)

5.1.2.3 Deskripsi Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Gestasi

Deskripsi data penelitian jenis persalinan yang dijalani ibu berdasarkan jumlah gestasi di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan pada periode Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 5.5 Distribusi Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Gestasi

Jumlah Gestasi Jenis Persalinan

Total Persalinan Spontan Seksio Sesarea

1 72 47 119

2 46 69 115

3 16 20 36

4 10 8 18

5 7 4 11

6 0 8 8

Total 151 156 307

Dalam Tabel 5.4, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh jumlah terbanyak persalinan spontan dilakukan pada saat gestasi yang pertama dengan jumlah 72 orang (47%), sedangkan jumlah persalinan spontan tersikit dilakukan pada saat gestasi yang keenam yang berjumlah 0 orang (0%). Jumlah terbanyak seksio sesarea dilakukan pada saat gestasi yang kedua dengan jumlah 69 orang (44%), sedangkan jumlah seksio sesarea tersikit dilakukan pada saat gestasi yang ke 5 yang berjumlah 4 orang (2,6%).

5.1.2.4 Deskripsi Skor APGAR Berdasarkan Jumlah Gestasi

Deskripsi data penelitian skor APGAR yang dihasilkan neonatus berdasarkan jumlah gestasi ibu di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan pada periode Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.


(48)

Tabel 5.6 Distribusi Skor APGAR menit ke-1 Berdasarkan Jumlah Gestasi

Jumlah Gestasi Skor APGAR Menit ke-1

Total

5 7 8 9

1 4 24 49 42 119

2 0 20 61 34 115

3 0 12 16 8 36

4 0 0 18 0 18

5 0 0 7 4 11

6 0 0 0 8 8

Total 4 56 151 96 307

Dalam Tabel 5.6, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit pertama yang tertinggi dengan nilai 9 terdapat pada ibu dengan jumlah gestasi 1 yang berjumlah 42 orang (13,7%), sedangkan skor APGAR pada menit pertama yang terendah dengan nilai 5 terdapat pada ibu dengan jumlah gestasi 1 yang berjumlah 4 orang (1,3%).

Tabel 5.7 Distribusi Skor APGAR menit ke-2 Berdasarkan Jumlah Gestasi

Jumlah Gestasi Skor APGAR Menit ke-2

Total

6 7 8 9 10

1 4 0 32 66 17 119

2 0 9 37 44 25 115

3 0 0 20 8 8 36

4 0 0 4 14 0 18

5 0 0 0 7 4 11

6 0 0 0 8 0 8

Total 4 9 93 147 54 307

Dalam Tabel 5.7, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit kedua yang tertinggi dengan nilai 10 terdapat pada ibu dengan jumlah gestasi 2 yang berjumlah 25 orang (8,1%), sedangkan skor APGAR pada menit kedua yang terendah dengan nilai 6 terdapat pada ibu dengan jumlah gestasi 1 yang berjumlah 4 orang (1,3%).


(49)

Tabel 5.8 Distribusi Skor APGAR menit ke-5 Berdasarkan Jumlah Gestasi

Jumlah Gestasi Skor APGAR Menit ke-5

Total

7 8 9 10

1 4 8 44 63 119

2 0 4 62 49 115

3 0 4 8 24 36

4 0 0 14 4 18

5 0 0 7 4 11

6 0 0 0 8 8

Total 4 16 135 152 307

Dalam Tabel 5.8, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit kelima yang tertinggi dengan nilai 10 terdapat pada ibu dengan jumlah gestasi 1 yang berjumlah 63 orang (20,5%), sedangkan skor APGAR pada menit kelima yang terendah dengan nilai 7 terdapat pada ibu dengan jumlah gestasi 1 yang berjumlah 4 orang (1,3%).

5.1.2.5 Deskripsi Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Paritas

Deskripsi data penelitian jenis persalinan yang dijalani ibu berdasarkan jumlah paritas di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan pada periode Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.9 Distribusi Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Paritas

Jumlah Partus Jenis Persalinan

Total Persalinan Spontan Seksio Sesarea

0 68 53 121

1 50 79 129

2 20 12 32

3 6 4 10

4 7 4 11

5 0 4 4

Total 151 156 307

Dalam Tabel 5.9, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh jumlah terbanyak persalinan spontan dilakukan pada primigravida yang berjumlah


(50)

68 orang (45%), sedangkan jumlah tersikit persalinan spontan dilakukan pada ibu dengan jumlah paritas 5 yang berjumlah 0 orang (0%). Jumlah terbanyak seksio sesarea dilakukan pada ibu dengan jumlah paritas 1 yang berjumlah 79 orang (50,6%), sedangkan jumlah tersikit seksio sesarea dilakukan pada ibu dengan jumlah paritas 3, 4, dan 5 yang masing-masing berjumlah 4 orang (2,6%).

5.1.2.6 Deskripsi Skor APGAR Berdasarkan Jumlah Paritas

Deskripsi data penelitian skor APGAR yang dihasilkan neonatus berdasarkan jumlah paritas ibu di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan pada periode Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.10 Distribusi Skor APGAR Menit ke-1 Berdasarkan Jumlah Paritas

Jumlah Paritas Skor APGAR Menit ke-1

Total

5 7 8 9

0 4 24 50 43 121

1 0 24 68 37 129

2 0 8 20 4 32

3 0 0 6 4 10

4 0 0 7 4 11

5 0 0 0 4 4

Total 4 56 151 96 307

Dalam Tabel 5.10, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit pertama yang tertinggi dengan nilai 9 terdapat pada ibu dengan primigravida yang berjumlah 43 orang (14%), sedangkan skor APGAR terendah pada menit pertama dengan nilai 5 terdapat pada ibu dengan primigravida juga yang berjumlah 4 orang (1,3%).


(51)

Tabel 5.11 Distribusi Skor APGAR Menit ke-2 Berdasarkan Jumlah Paritas Jumlah Paritas Skor APGAR Menit ke-2

Total

6 7 8 9 10

0 4 4 28 60 20 116

0 0 0 0 1 0 1

0 0 1 0 1 2 4

1 0 4 53 52 20 129

2 0 0 12 12 8 32

3 0 0 0 6 4 10

4 0 0 0 11 0 11

5 0 0 0 4 0 4

Total 4 9 93 147 54 307

Dalam Tabel 5.11, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit kedua yang tertinggi dengan nilai 10 terdapat pada ibu primigravida dan jumlah partus 1 yang masing-masing berjumlah 20 orang (6,5%), sedangkan skor APGAR pada menit kedua yang terendah dengan nilai 6 terdapat pada ibu primigravida yang berjumlah 4 orang (1,3%).

Tabel 5.12 Distribusi Skor APGAR Menit ke-5 Berdasarkan Jumlah Paritas Jumlah Paritas Skor APGAR Menit ke-5

Total

7 8 9 10

0 4 8 48 56 116

0 0 0 0 1 1

0 0 0 1 3 4

1 0 4 61 64 129

2 0 4 12 16 32

3 0 0 6 4 10

4 0 0 7 4 11

5 0 0 0 4 4

Total 4 16 135 152 307

Dalam Tabel 5.12, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit kelima yang tertinggi dengan nilai 10 terdapat pada ibu dengan jumlah paritas 1 yang berjumlah 64 orang (20,9%), sedangkan skor


(52)

APGAR pada menit kelima yang terendah dengan nilai 7 terdapat pada ibu primigravida yang berjumlah 4 orang (1,3%).

5.1.2.7 Deskripsi Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Abortus

Deskripsi data penelitian jenis persalinan yang dijalani ibu berdasarkan jumlah abortus di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan pada periode Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.13 Distribusi Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Abortus

Jumlah Abortus Jenis Persalinan

Total Persalinan Spontan Seksio Sesarea

0 147 122 269

1 4 30 34

2 0 4 4

Total 151 156 307

Dalam Tabel 5.13, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh jumlah terbanyak persalinan spontan dilakukan pada ibu yang tidak pernah abortus dengan jumlah 147 orang (97,4%), sedangkan jumlah tersikit abortus dilakukan pada persalinan spontan dilakukan pada ibu yang telah abortus sebanyak 2 kali dengan jumlah 0 orang (0%). Jumlah terbanyak seksio sesarea dilakukan pada ibu yang tidak pernah abortus dengan jumlah 122 orang (78,2%), sedangkan jumlah tersikit abortus dilakukan pada persalinan spontan dilakukan pada ibu yang telah abortus sebanyak 2 kali dengan jumlah 4 orang (2,6%).

5.1.2.8 Deskripsi Skor APGAR Berdasarkan Jumlah Abortus

Deskripsi data penelitian skor APGAR yang dihasilkan neonatus berdasarkan jumlah abortus ibu di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan pada periode Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.


(53)

Tabel 5.14 Distribusi Skor APGAR Menit ke-1 Berdasarkan Jumlah Abortus

Jumlah Abortus Skor APGAR Menit ke-1

Total

5 7 8 9

0 4 52 134 79 269

1 0 4 13 17 34

2 0 0 4 0 4

Total 4 56 151 96 307

Dalam Tabel 5.14, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit pertama yang tertinggi dengan nilai 9 terdapat pada ibu dengan jumlah abortus 0 yang berjumlah 79 orang (25,7%), sedangkan skor APGAR pada menit pertama yang terendah dengan nilai 5 terdapat pada ibu dengan jumlah abortus 0 yang berjumlah 4 orang (1,3%).

Tabel 5.15 Distribusi Skor APGAR Menit ke-2 Berdasarkan Jumlah Abortus

Jumlah Abortus Skor APGAR Menit ke-2

Total

6 7 8 9 10

0 4 4 81 135 45 269

1 0 5 12 8 9 34

2 0 0 0 4 0 4

Total 4 9 93 147 54 307

Dalam Tabel 5.15, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit kedua yang tertinggi dengan nilai 10 terdapat pada ibu dengan jumlah abortus 0 yang berjumlah 45 orang (14,7%), sedangkan skor APGAR pada menit kedua yang terendah dengan nilai 6 terdapat pada ibu dengan jumlah abortus 0 yang berjumlah 4 orang (1,3%).


(54)

Tabel 5.16 Distribusi Skor APGAR Menit ke-5 Berdasarkan Jumlah Abortus

Jumlah Abortus Skor APGAR Menit ke-5

Total

7 8 9 10

0 4 16 118 131 269

1 0 0 17 17 34

2 0 0 0 4 4

Total 4 16 135 152 307

Dalam Tabel 5.16, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit kelima yang tertinggi dengan nilai 10 terdapat pada ibu dengan jumlah abortus 0 yang berjumlah 131 orang (42,7%), sedangkan skor APGAR pada menit kelima yang terendah dengan nilai 7 terdapat pada ibu dengan jumlah abortus 0 yang berjumlah 4 orang (1,3%).

5.1.2.9 Deskripsi Jenis Persalinan Berdasarkan Berat Badan Neonatus

Deskripsi data penelitian jenis persalinan yang dijalani ibu berdasarkan berat badan neonatus di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan pada periode Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.17 Distribusi Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Berat Badan Neonatus Kategori Berat Badan Neonatus Jenis Persalinan

Total Persalinan Spontan Seksio Sesarea

Berat Badan Lahir Lebih 4 4 8

Berat Badan Lahir Normal 144 152 296

Berat Badan Lahir Rendah 3 0 3

Total 151 156 307

Dalam Tabel 5.17, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh jumlah terbanyak persalinan spontan dilakukan pada neonatus yang memiliki berat badan lahir normal dengan jumlah 144 orang (95,4%), sedangkan jumlah tersikit persalinan spontan dilakukan pada neonatus yang memiliki berat badan lahir rendah dengan jumlah 3 orang (2%). Jumlah terbanyak seksio sesarea dilakukan pada neonatus yang memiliki berat badan lahir normal dengan jumlah


(55)

152 orang (97,4%), sedangkanjumlah tersikit persalinan spontan dilakukan pada neonatus yang memiliki berat badan lahir rendah dengan jumlah 0 orang (0%).

5.1.2.10 Deskripsi Skor APGAR Berdasarkan Jenis Berat Badan Neonatus

Deskripsi data penelitian skor APGAR yang dihasilkan neonatus berdasarkan berat badan neonatus di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan pada periode Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.18 Distribusi Skor APGAR Menit ke-1 Berdasarkan Berat Badan Neonatus

Kategori Berat Badan Neonatus Skor APGAR Menit ke-1

Total

5 7 8 9

Berat Badan Lahir Lebih 0 8 0 0 8

Berat Badan Lahir Normal 4 45 151 96 296

Berat Badan Lahir Rendah 0 3 0 0 3

Total 4 56 151 96 307

APGAR pada menit pertama yang tertinggi dengan nilai 9 terdapat pada neonatus dengan berat badan lahir normal dengan jumlah 96 orang (31,3%), sedangkan skor APGAR pada menit pertama yang terendah dengan nilai 5 terdapat pada neonatus dengan berat badan lahir normal dengan jumlah 4 orang (1,3%).

Tabel 5.19 Distribusi Skor APGAR Menit ke-2 Berdasarkan Berat Badan Neonatus

Kategori Berat Badan Neonatus Skor APGAR Menit ke-2

Total

6 7 8 9 10

Berat Badan Lahir Lebih 0 0 4 4 0 8

Berat Badan Lahir Normal 4 9 89 140 54 296

Berat Badan Lahir Rendah 0 0 0 3 0 3


(56)

Dalam Tabel 5.19, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit kedua yang tertinggi dengan nilai 10 terdapat pada neonatus dengan berat badan lahir normal dengan jumlah 54 orang (17,6%), sedangkan skor APGAR pada menit kedua yang terendah dengan nilai 6 terdapat pada neonatus dengan berat badan lahir normal dengan jumlah 4 orang (1,3%).

Tabel 5.20 Distribusi Skor APGAR Menit ke-5 Berdasarkan Berat Badan Neonatus

Kategori Berat Badan Neonatus Skor APGAR Menit ke-5

Total

7 8 9 10

Berat Badan Lahir Lebih 0 0 4 4 8

Berat Badan Lahir Normal 4 16 128 148 296

Berat Badan Lahir Rendah 0 0 3 0 3

Total 4 16 135 152 307

Dalam Tabel 5.20, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR pada menit kelima yang tertinggi dengan nilai 10 terdapat pada neonatus dengan berat badan lahir normal dengan jumlah 148 orang (48,2%), sedangkan skor APGAR pada menit kelima yang terendah dengan nilai 7 terdapat pada neonatus dengan berat badn lahir normal dengan jumlah 4 orang (1,3%).

5.1.2.11 Deskripsi Skor APGAR Berdasarkan Jenis Persalinan

Deskripsi data penelitian Skor APGAR yang dihasilkan ibu berdasarkan jenis persalinan yang dijalani ibu di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi di Kota Medan pada periode Januari – Desember 2012 dapat dilihat pada tabel berikut.


(57)

Tabel 5.21 Distribusi Skor APGAR Menit ke-1 Berdasarkan Jenis Persalinan

Skor APGAR menit ke-1 Jenis Persalinan

Total Persalinan Spontan Seksio Sesarea

5 0 4 4

7 31 25 56

8 76 75 151

9 44 52 96

Total 151 156 307

Dalam Tabel 5.21, dapat dilihat bahwa hasil penelitian ini memperoleh skor APGAR yang tertinggi pada menit pertama setelah persalinan spontan dengan nilai 9 berjumlah 44 orang (29,1%), sedangkan skor APGAR yang terendah pada menit pertama setelah persalinan spontan dengan nilai 5 berjumlah 0 orang (0%). Skor APGAR yang tertinggi pada menit pertama setelah seksio sesarea dengan nilai 9 berjumlah 52 orang (33,3%), sedangkan skor APGAR yang terendah pada menit pertama setelah seksio sesarea dengan nilai 5 berjumlah 4 orang (3,2%).

Tabel 5.22 Distribusi Skor APGAR Menit ke-2 Berdasarkan Jenis Persalinan

Skor APGAR Menit ke-2 Jenis Persalinan

Total Persalinan Spontan Seksio Sesarea

6 0 4 4

7 0 9 9

8 32 61 93

9 83 64 147

10 36 18 54

Total 151 156 307

Skor APGAR yang tertinggi pada menit kedua setelah persalinan spontan dengan nilai 10 berjumlah 36 orang (23,8%), sedangkan skor APGAR yang terendah pada menit kedua setelah persalinan spontan dengan nilai 6 berjumlah 0 orang (0%). Skor APGAR yang tertinggi pada menit kedua setelah seksio sesarea dengan nilai 10 berjumlah 18 orang (11,5%), sedangkan skor APGAR yang


(58)

terendah pada menit kedua setelah seksio sesarea dengan nilai 6 berjumlah 4 orang (3,2%).

Tabel 5.23 Distribusi Skor APGAR Menit ke-5 Berdasarkan Jenis Persalinan

Skor APGAR Menit ke-5 Jenis Persalinan

Total Persalinan Spontan Seksio Sesarea

7 0 4 4

8 8 8 16

9 76 59 135

10 67 85 152

Total 151 156 307

Skor APGAR yang tertinggi pada menit kelima setelah persalinan spontan dengan nilai 10 berjumlah 67 orang (44,4%), sedangkan skor APGAR yang terendah pada menit kelima setelah persalinan spontan dengan nilai 7 berjumlah 0 orang (0%). Skor APGAR yang tertinggi pada menit kelima setelah seksio sesarea dengan nilai 10 berjumlah 85 orang (54,5%), sedangkan skor APGAR yang terendah pada menit kelima setelah seksio sesarea dengan nilai 7 berjumlah 4 orang (3,2%).

5.2 Pembahasan

Berdasarkan data distribusi di atas, dapat dilihat bahwa dari 307 ibu yang melakukan persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan periode Januari sampai Desember terdapat 151 orang yang melakukan persalinan spontan dan 156 orang yang melakukan seksio sesarea dengan batas umur 20 sampai dengan 35 tahun. Pada penelitian Anna Widi Prianita tahun 2011 menyatakan bahwa cara persalinan tidak memiliki perbedaan makna secara statistik pada umur 20 sampai dengan 34 tahun. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Leppert, Namerow dan Barker (2003) pada 911 ibu hamil di rumah sakit pendidikan di daerah urban menunjukkan hasil bahwa ibu hamil remaja (13-19) meskipun dibandingkan dengan ibu hamil dewasa (20-36 tahun) lebih rendah dalam hal melahirkan dengan operasi seksio sesarea, sedangkan penelitian Thato,


(59)

Rachukul dan Sopajaree (2004) di rumah sakit daerah di Bangkok dari tahun 2001-2003 menunjukkan bahwa dibandingkan dengan ibu hamil dewasa, ibu hamil remaja lebih rendah persentasenya dalam hal operasi seksio sesarea.

Menurut Muara Lubis (2008), diperoleh hubungan yang tidak bermakna antara umur, pendidikan, usia kehamilan, jumlah paritas dengan kadar hemoglobin dan hematokrit ibu serta skor APGAR bayi dengan waktu. Pada hasil penelitian yang didapat oleh peneliti menyatakan bahwa perubahan umur tidak menunjukkan perubahan yang spesifik pada skor APGAR.

Untuk distribusi berdasarkan jumlah gestasi dan paritas, pada penelitian ini didapati bahwa jumlah terbanyak ibu yang menjalani persalinan spontan adalah pada ibu yang nulipara, dan jumlah terbanyak ibu yang menjalani seksio sesarea adalah pada ibu yang multipara. Pada penelitian Yuli Kusumawati (2006) yang menyatakan bahwa wanita multipara pilihan persalinan sesarea lebih sering daripada wanita nulipara.

Pada penelitian Indri Maharani tahun 2012, dinyatakan bahwa semakim sering seorang wanita melakukan persalinan, maka semakin besar resiko kehilangan darah, dan berdampak pada penurunan kadar hemoglobin, tetapi tidak berhubungan dengan skor APGAR pada menit pertama dan menit kelima. Pada penelitian yang didapatkan oleh peneliti adalah jumlah gestasi dan paritas yang lebih tinggi, didapati memiliki jumlah skor APGAR yang lebih rendah. Dalam penelitian Wahyuningsih (2006), didapati bahwa tidak terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian asfiksia neonaturum yang dapat menurunkan skor APGAR pada neonatus.

Menurut Yanti (2010), pada setiap kehamilan atau persalinan yang dialami seorang wanita, yang dapat berubah adalah berat badan janin. Berat badan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persalinan. Pada penelitian yang didapat oleh peneliti, bahwa neonatus dengan berat badan lahir lebih, normal, maupun rendah tidak memiliki perbedaan yang bermakna dalam jenis persalinan yang dijalani ibu.

Dari data frekuensi yang didapat oleh peneliti, berat badan neonatus tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan skor APGAR. Pada penelitian


(60)

Leonardo Cahyo Nugroho (2012) yang menyatakan bahwa adanya kemungkinan ketuban pecah dini pada bayi dengan berat badan lahir rendah yang dapat menyebabkan asfiksia sehingga menghasilkan skor APGAR yang rendah pada neonatus.

Pada pembuktian Drage dan Brendes (1966), didapati bahwa skor APGAR yang rendah didapati pada neonatus yang asfiksia. Dan salah satu faktor risiko yang menyebabkan neonatus tersebut mengalami asfiksia adalah persalinan seksio sesarea yang dijalani ibu (Yolla, 2010).


(1)

partus * jenis Crosstabulation

Count

jenis

Total persalinan

spontan sectio caesarea

partus 0 68 48 116

0 0 1 1

0 0 4 4

1 50 79 129

2 20 12 32

3 6 4 10

4 7 4 11

5 0 4 4

Total 151 156 307

f. Skor APGAR Berdasarkan Jumlah Paritas

partus * apgar1 Crosstabulation

Count

apgar1

Total

5 7 8 9

partus 0 4 24 48 40 116

0 0 0 1 0 1

0 0 0 1 3 4

1 0 24 68 37 129

2 0 8 20 4 32


(2)

4 0 0 7 4 11

5 0 0 0 4 4

Total 4 56 151 96 307

partus * apgar2 Crosstabulation

Count

apgar2

Total

6 7 8 9 10

partus 0 4 4 28 60 20 116

0 0 0 0 1 0 1

0 0 1 0 1 2 4

1 0 4 53 52 20 129

2 0 0 12 12 8 32

3 0 0 0 6 4 10

4 0 0 0 11 0 11

5 0 0 0 4 0 4

Total 4 9 93 147 54 307

partus * apgar5 Crosstabulation

Count

apgar5

Total

7 8 9 10

partus 0 4 8 48 56 116

0 0 0 0 1 1

0 0 0 1 3 4

1 0 4 61 64 129

2 0 4 12 16 32


(3)

4 0 0 7 4 11

5 0 0 0 4 4

Total 4 16 135 152 307

g. Jenis Persalinan Berdasarkan Jumlah Abortus

abortus * jenis Crosstabulation

Count

jenis

Total persalinan

spontan sectio caesarea

abortus 0 147 122 269

1 4 30 34

2 0 4 4

Total 151 156 307

h. Skor APGAR Berdasarkan Jumlah Abortus

abortus * apgar1 Crosstabulation

Count

apgar1

Total

5 7 8 9

abortus 0 4 52 134 79 269

1 0 4 13 17 34

2 0 0 4 0 4

Total 4 56 151 96 307

abortus * apgar2 Crosstabulation

Count

apgar2

Total

6 7 8 9 10

abortus 0 4 4 81 135 45 269

1 0 5 12 8 9 34

2 0 0 0 4 0 4


(4)

abortus * apgar5 Crosstabulation

Count

apgar5

Total

7 8 9 10

abortus 0 4 16 118 131 269

1 0 0 17 17 34

2 0 0 0 4 4

Total 4 16 135 152 307

i.

Jenis Persalinan Berdasarkan Berat Badan Neonatus

bbneonatuskategori * jenis Crosstabulation

Count

jenis

Total persalinan

spontan sectio caesarea

bbneonatuskategori berat badan lahir lebih 4 4 8 berat badan lahir normal 144 152 296

berat badan lahir rendah 3 0 3

Total 151 156 307

j.

Skor APGAR Berdasarkan Jenis Berat Badan Neonatus

bbneonatuskategori * apgar1 Crosstabulation

Count


(5)

5 7 8 9

bbneonatuskategori berat badan lahir lebih 0 8 0 0 8 berat badan lahir normal 4 45 151 96 296

berat badan lahir rendah 0 3 0 0 3

Total 4 56 151 96 307

bbneonatuskategori * apgar2 Crosstabulation

Count

apgar2 Tot

al

6 7 8 9 10

bbneonatuskategori berat badan lahir lebih 0 0 4 4 0 8 berat badan lahir normal 4 9 89 140 54 296

berat badan lahir rendah 0 0 0 3 0 3

Total 4 9 93 147 54 307

bbneonatuskategori * apgar5 Crosstabulation

Count

apgar5

Total

7 8 9 10

bbneonatuskategori berat badan lahir lebih 0 0 4 4 8 berat badan lahir normal 4 16 128 148 296

berat badan lahir rendah 0 0 3 0 3

Total 4 16 135 152 307

k.

Skor APGAR Berdasarkan Jenis Persalinan

apgar1 * jenis Crosstabulation


(6)

jenis

Total persalinan

spontan sectio caesarea

apgar1 5 0 4 4

7 31 25 56

8 76 75 151

9 44 52 96

Total 151 156 307

apgar2 * jenis Crosstabulation

Count

jenis

Total persalinan

spontan sectio caesarea

apgar2 6 0 4 4

7 0 9 9

8 32 61 93

9 83 64 147

10 36 18 54

Total 151 156 307

apgar5 * jenis Crosstabulation

Count

jenis

Total persalinan

spontan sectio caesarea

apgar5 7 0 4 4

8 8 8 16

9 76 59 135

10 67 85 152