43 memaksa dan tidak menggurui. Salah satu prinsip yang harus dipegang juga,
tidak menyalahkan korban apalagi mencederai dan melecehkan. Karena dalam kehidupan yang kapitalistik ini, korban seringkali tidak lagi memiliki
pilihan-pilihan bebas untuk kemuliaan dirinya. Ketika korban mengalami persoalan dalam relasinya dengan mereka yang lebih kuat, pers sebisa
mungkin memberikan komitmen untuk pembelaan dan pemulihan. Ini yang harus menjadi kesadaran bagi pers ketika melakukan kerja-kerja jurnalisme.
Mulai dari pengumpulan data sampai pemberitaan kepada publik. Inilah yang mungkin bisa kita sebut sebagai Jurnalisme Kemanusiaan Islam. Setidaknya
adalah sebagai gambaran awal.
75
F. Pedoman Dalam Penulisan Bidang Agama
Wartawan-wartawan Indonesia dalam menjalani prosfesinya sebagai jurnalis sangat memerlukan pedoman tentang penulisan agama untuk
menjaga mereka dari kesalahan penulisan. Ada sepuluh pedoman penulisan bidang agama yang bisa diterapkan
oleh seorang jurnalis yang dikutip dari buku Jurnalisme Universal
Menelusuri Prinsip-Prin sip Da wah Bi Al-Qalam dalam Alquran dan sifatnya
tidak mengikat. Pedoman ini lebih dekat sebagai pegangan moral bagi wartawan Indonesia yang hendak menulis berita tentang agama. Antara lain:
1.
Wartawan memahami bahwa Negara Republik Indonesia mengurusi agama karena hal itu disebutkan dalam UUD 1945 dan Garis-Garis
Besar Haluan Negara GBHN dengan pengertian negara tidak mencampuri hal-hal intern agama; hanya bersifat mengarahkan dan
memberikan bimbingan.
2.
Wartawan memahami peraturan perundang-undangan bahwa negara berhak mengatur rakyatnya sehingga dapat tetap bebas dan hidup
rukun melaksanakan agamanya masing-masing.
75
http:www.fahmina.or.idartikel-a-beritamutiara-arsip589-islam-dan- jurnalisme-kemanusiaan.html, Selasa, 24 Januari 2012.
44
3.
Wartawan menyadari dalam menyajikan tulisan, berita, atau ulasan dalam bidang agama, penulis harus memiliki nalar khalayak sense of
audience yang tepat agar mengetahui lapisan masyarakat mana yang menjadi sasaran tulisan.
4.
Wartawan menyadari bahwa mempersoalkan masalah yang menyangkut khilafiyah, yaitu masalah-masalah yang dapat
menimbulkan perbedaan pendapat di bidang agama, dapat mengganggu kerukunan antar umat beragama. Karena itu harus
dijauhi dari tulisannya.
5.
Wartawan menyadari bahwa mempersoalkan hal-hal yang menyangkut pokok-pokok kepecercayaan akidah atau doktrin dari
berbagai agama, dapat merusak kerukunan antar umat beragama. Karenannya, harus dijauhi dari tulisannya.
6.
Wartawan menyadari
bahwa hal-hal
yang mengandung
kesalahpahaman antar sesama umat beragama dan antar umat beragama dengan pemerintah harus dijauhi dari tulisannya.
7.
Wartawan menyadari bahwa hal-hal yang mengandung sekularisme, ateisme, komunisme, dan lain-lain yang bertentangan dengan agama
tidak dapat dibenarkan dalam negara Pancasila yang agamis dan di kalangan umat beragama yang Pancasilais.
8.
Wartawan harus waspada terhadap hal-hal yang dapat menyudutkan golongan agama tertentu karena perbuatan oknum-oknum tertentu
dari satu golongan dapat menimbulkan kerawanan dalam kehidupan beragama.
9.
Wartawan harus waspada agar tidak membuat pikiran maupun surat pembaca yang emosioanal yang dapat menyinggung golongan lain.
10.
Wartawan memahami pedoman ini dengan kesadaran bahwa agama mempunyai peran positif dan kepentingan dalam pembangunan
negara dan dalam pembinaan akhlak bangsa.
76
76
Kasman, Jurnalisme, h. 65-67.
45
G. Teori Agenda Setting