tidak bisa diajukan lagi. jadi perkaranya sudah matilpasif. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 66 ayat 1 dan ayat 3 Undang-undang No. 14 Tahun 1985
jo Undang-undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. Adapun bunyi dalam Pasal
66 ayat 1 Undang-undang No. 14 Tahun 1985 adalah: Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 satu kali.
Dan bunyi Pasal 66 ayat 3 Undang-undang No. 14 Tahun 1985 jo Undang- undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14
Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung adalah: Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus, dan
dalam hal sudah dicabut permohonan peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan lagi.
2.5 Tinjauan Khusus antara Peninjauan Kembali dengan Eksekusi
Menurut isi Pasal 66 ayat 2 Undang-undang No. 14 Tahun 1985 jo Undang-undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung tentang Mahkamah Agung, yaitu :
Permohonan peninjauan kembali tidak akan menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
Apabila perkara sudah melalui berbagai upaya hukum biasa perlawanan, banding, kasasi, maka perkara tersebut sudah dianggap sebagai keputusan yang
tetap. Hal tersebut dapat kita dalam Pasal 11 2a UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi:
Mahkamah Agung mempunyai kewenangan mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan semua
lingkungan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung. Apabila sesudah proses pelaksanaan putusan eksekusi terdapat alat bukti
baru, maka pihak yang merasa dapat mengajukan permohonan selama 6 enam bulan atau 180 seratus delapan puluh hari Pasal 69 HIR.
Jadi disini jelas bahva dengan atau tanpa upaya permohonan kembali suatu pelaksaan putusan eksekusi tetap dilaksanakan. Karena setiap perkara
yang sudah diputus dengan putusan Mahkamah Agung sudah dianggap sudah merupakan putusan yang tetap. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga kewibawaan
Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi di Indonesia.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Dasar Penelitian
Penelitian adalah “Usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan
menggunakan metode ilmiah” Soetrisno Hadi, 1993:4. Sedangkan “methodologi” berasal dan kata metode yang berarti “jalan ke”. Metodologi
penelitian dapat diartikan, “sebagai suatu cara atau jalan yang harus digunakan untuk tujuan menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu
pengetahuan”. Soerjono Soekanto, 1986: 5. Metode yang digunakan oleh penulis adalah metode kualitatif. Adapun
yang dimaksud dengan metode penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan sebuah data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1990 : 3. Menurut mereka. pendekatan mi diarahkan pada latar dan
individu tersebut secara holistik utuh. Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi
perlu memandangnya sebagai bagian dan suatu keutuhan. Untuk melakukan sebuah penelitian, peniliti menggunakan penelitian
hukum normatif. Adapun yang dimaksud penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan
47