1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdagangan internasional merupakan kegiatan transaksi jual beli antar negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh
setiap negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menutupi kekurangan kebutuhan dalam negeri yang tidak bisa dipenuhi. Perdagangan
internasional memiliki ketergantungan yang saling menguntungkan satu sama lain antar negara yang bersangkutan. Suatu negara yang memiliki keunggulan untuk
memproduksi barang dengan efisien dan efektif akan melakukan ekspor ke negara yang membutuhkan barang tersebut. Kegiatan impor dilakukan jika suatu negara
mendatangkan barang dari luar negeri untuk menutupi kekurangan barang tersebut di dalam negeri. Perdagangan internasional merupakan aspek penting didalam
perekonomian dan membuktikan bahwa setiap negara tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan negara lain.
Kegiatan perdagangan internasional akan berdampak positif bagi suatu negara jika dalam neraca pembayaran Indonesia mengalami surplus yaitu lebih
besar ekspor dibandingkan impor. Perdagangan internasional juga dapat mengalami defisit yaitu lebih besar impor dibandingkan dengan ekspor, sehingga
pertumbuhan perekonomian pun terganggu. Indonesia harus bisa memanfaatkan sumber daya yang ada untuk diolah sebaik-baiknya agar bisa diekspor dengan
baik dan mengimpor barang yang seperlunya dibutuhkan di dalam negeri.
2
Perkembangan nilai ekspor dan impor Indonesia tahun 2005-2014 dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Indonesia Tahun 2005-2014
Tahun Nilai Ekspor 000 US
Nilai Impor 000 US 2005
85.659.948 57.700.881
2006 100.798.616
61.065.465 2007
114.100.873 74.473.429
2008 137.020.424
129.244.050 2009
116.509.992 96.829.163
2010 157.779.103
135.663.280 2011
203.496.619 177.435.550
2012 190.031.839
191.690.908 2013
182.551.754 186.628.631
2014 176.292.460
178.179.340 Sumber: UN COMTRADE, 2014
Perkembangan nilai ekspor dan impor Indonesia pada tahun 2005-2014 mengalami fluktuasi tiap tahunnya. Peningkatan ekspor tertinggi terjadi pada
tahun 2011 yaitu sebesar 45.717.516.000 US. Penurunan ekspor terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 20.510.432.000 US. Penurunan tersebut terjadi
karena krisis finansial global. Peningkatan impor terbesar terjadi tahun 2008 sebesar 54.770.621.000 US, karena adanya krisis moneter. Tahun 2009 terjadi
penurunan impor tertinggi karena pasca krisis moneter yaitu sebesar 32.414.887.000 US. Nilai impor tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar
191.690.908.000 US, karena meningkatnya impor non migas dan migas serta meningkatnya impor bahan baku dan barang modal. Pada tahun 2012-2014 nilai
impor lebih tinggi dari nilai ekspor membuat Indonesia mengalami defisit pada neraca pembayaran Briliant, 2013.
Perkembangan nilai ekspor Indonesia yang lebih dominan dibandingkan nilai impornya tidak lepas dari kontribusi ekspor nonmigas yang lebih besar
3
berkisar antara
73,53-83,88 dibandingkan
migas Chalid,
2011. Perkembangan nilai ekspor non migas di Indonesia tahun 2000-2013 dapat
diperhatikan pada Tabel 1.2 dibawah ini:
Tabel 1.2 Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas Indonesia Tahun 2000-2013
Tahun Nilai Ekspor Non Migas US
Perkembangan 2000
47757,4 2001
43684,6 -8,53
2002 45046,1
3,12 2003
47406,8 5,24
2004 55939,3
17,99 2005
66428,4 18,75
2006 79589,1
19,81 2007
92012,3 15,61
2008 107894,2
17,26 2009
97491,7 -9,64
2010 129739,5
33,08 2011
162019,6 24,88
2012 153043
-5,54 2013
145960 -4,63
Sumber: BPS, 2015 Perkembangan ekspor non migas di Indonesia tahun demi tahun
mengalami fluktuasi yang dapat dilihat di Tabel 1.2. Perkembangan nilai ekspor non migas Indonesia mengalami penurunan tertinggi yaitu pada tahun 2009
sebesar 9,64 persen, karena Indonesia terkena dampak dari krisis financial global. Peningkatan tertinggi ekspor non migas Indonesia terjadi pada tahun 2010 sebesar
33,08, karena masa pemulihan pasca krisis finansial global Anas dan Rahmawati, 2015.
Perkembangan ekspor non migas pada sektor pertanian menyumbang devisa lebih kecil yaitu sebesar 5.569.000.000 US dibandingkan dengan sektor
industri sebesar 115.066.000.000 US periode tahun 2011-2015, sehingga sektor
4
pertanian harus lebih ditingkatkan Kemendag, 2016. Sektor pertanian dalam arti luas meliputi tanaman pangan, kehutanan, perkebunan, perikanan dan peternakan
Ekaputri, 2008. Sub sektor perkebunan adalah sub sektor yang lebih banyak menyumbang devisa bagi sektor pertanian karena selalu mengalami surplus dan
dapat menutupi sub sektor lain yang mengalami defisit. Salah satu komoditas perkebunan yang diandalkan selain kelapa sawit, karet, kakao dan kopi yaitu teh
Ramadhani, 2013. Teh merupakan salah satu produk unggulan pada sektor perkebunan di
Indonesia dalam kegiatan ekspor maupun pasar dalam negeri Teresia, 2012. Menurut Agrawal 2006 menjelaskan bahwa teh merupakan salah satu minuman
yang paling banyak dikonsumsi karena rasanya serta pertimbangan biaya. Pemasarannya telah menembus pasar internasional seperti ke negara Turki,
Belanda dan Maroko serta teh memiliki kedudukan hampir sama dengan kopi yang merupakan minuman terpopuler di dunia Spillane,1992.
Indonesia merupakan pengekspor teh terbesar yang sempat menduduki peringkat kelima negara pengekspor teh terbesar didunia, setelah Sri Lanka,
Kenya, Cina dan India Wardani dan Sudirman, 2015. Industri teh memiliki peran penting bagi negara pengekspor teh karena dapat memberikan pemasukan
yang besar bagi negara tersebut Sivanesan, 2013. Peluang ini harus dapat dimanfaatkan dengan memasarkannya ke pasar internasional khususnya di Pasar
ASEAN Association Of South East Asian Nations. ASEAN merupakan organisasi regional yang awalnya beranggotakan lima negara pada tahun 1967.
Anggota ASEAN semakin bertambah hingga sekarang menjadi sepuluh negara.
5
Organisasi ini memiliki tujuan yaitu meningkatkan kerjasama, saling membantu, perdamaian dan stabilitas antar negara anggota ASEAN.
Berkumpulnya beberapa Negara menjadi satu organisasi tentunya akan menimbulkan persaingan antar belah pihak untuk menjadi lebih dominan dengan
menonjolkan keunggulannya masing-masing. Salah satu persaingannya yaitu dalam hal perdangangan internasional. Daya saing kuat yang dimiliki Indonesia
akan meningkatkan ekspor sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat. Daya saing yang tidak kuat dalam perdagangan bebas akan menyebabkan penurunan
harga akibat produksi dunia berlimpah yang dapat menimbulkan banjir impor import surge pada Indonesia Saktyanu dkk, 2012.
Persaingan antar sesama negara ASEAN dapat dimenangkan oleh setiap negara yang memiliki tiga faktor penting, yaitu komposisi komoditi, distribusi
pasar dan daya saing. Indonesia dapat mengkomposisikan komoditi yang diekspornya dengan baik dan tepat, mampu melihat peluang dan memilih negara
tujuan ekspor yang memiliki pertumbuhan impor tinggi serta daya saing yang dimiliki lebih kuat dibandingkan dengan negara lain, maka Indonesia dapat
bertahan menghadapi persaingan perdagangan internasiaonal di Kawasan ASEAN serta diharapkan mampu bersaing dalam ajang MEA Masyarakat Ekonomi
ASEAN yang akan diadakan pada awal tahun 2016, dimana anggota negara Asean diberikan kebebasan dalam kegiatan perdagangan antar negara sesama
anggota ASEAN Hadi dan Mardianto, 2004. Negara anggota ASEAN yang melakukan kegiatan ekspor komoditas teh
ke pasar internasional khususnya di ASEAN adalah Indonesia, Malaysia,
6
Vietnam, Singapura dan Thailand. Perkembangan ekspor teh Indonesia, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Thailand di Pasar ASEAN tahun 2004-2013 dapat dilihat
pada Tabel 1.3. Penurunan tertinggi ekspor teh Indonesia di Pasar ASEAN terjadi pada tahun 2012 sebesar 2.935.000 US. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun
2013 yaitu 3.605.000 US. Nilai ekspor teh Indonesia di Pasar ASEAN tahun 2004-2013 lebih besar dibandingkan Vietnam, Malaysia, Singapura dan Thailand.
Tabel 1.3 Perkembangan Ekspor Teh Indonesia, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Thailand di Pasar ASEAN Tahun 2004-2013
000 US Dollar
Tahun Indonesia
Vietnam Malaysia Singapura Thailand
2004 12.894
2.951 1.479
1.602 138
2005 15.189
3.474 2.056
1.418 180
2006 16.297
5.688 1.721
1.496 420
2007 18.727
8.288 2.373
1.610 897
2008 21.683
9.116 3.059
2.157 993
2009 19.157
11.456 3.775
3.030 1.623
2010 22.039
12.190 5.021
2.781 1.201
2011 25.396
16.503 5.141
4.276 892
2012 22.461
21.249 5.548
6.580 1.530
2013 26.066
20.478 5.733
7.355 2.932
Sumber: UN COMTRADE, 2014 Perubahan ekspor teh masing-masing negara ternyata tidak mempengaruhi
total ekspor masing-masing negara, karena teh merupakan salah satu dari sekian banyak produk yang diekspor oleh masing-masing negara tersebut. Tabel 1.4
menunjukkan perkembangan ekspor total Indonesia, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Thailand di Pasar ASEAN tahun 2004-2013 mengalami penurunan
pada tahun 2009, karena dimulainya krisis finansial global yang telah menimpa berbagai negara maju dan berkembang yang disusul anjloknya harga minyak
dunia ICN, 2008. Tahun 2012 dan 2013 Indonesia juga mengalami penurunan.
7
Ekspor total terbesar Indonesia terjadi pada tahun 2011 yaitu 42.098.910.000 US. Vietnam, Thailand dan Malaysia terjadi penurunan tahun 2009, sedangkan
Singapura pada tahun 2009 dan 2013. Nilai ekspor tertinggi Vietnam, Malaysia dan Thailand terjadi tahun 2013, sedangkan Singapura tahun 2012.
Tabel 1.4 Perkembangan Ekspor Total Indonesia, Vietnam, Malaysia, Singapura dan Thailand di Pasar ASEAN Tahun 2004-2013
000 US Dollar
Tahun Indonesia Vietnam
Malaysia Singapura
Thailand 2004 12.995.365
4.046.455 31.657.624 62.650.201 21.177.856
2005 15.824.920 5.743.520 36.848.814
71.928.945 23.968.586 2006 18.483.087
6.409.685 41.886.933 83.864.103 27.231.062
2007 22.292.114 8.110.296 44.972.509
95.003.470 32.894.237 2008 27.170.819 10.337.717 51.004.511 108.458.305 39.655.838
2009 24.623.898 8.761.292 40.439.529
81.646.498 32.490.608 2010 33.347.509 10.364.659 50.498.029 106.634.053 44.333.936
2011 42.098.910 13.655.952 56.061.399 127.514.808 54.304.687 2012 41.831.096 17.426.527 60.919.762 129.831.250 56.732.360
2013 40.629.939 18.584.430 63.926.170 128.780.785 59.317.590
Sumber : UNCOMTRADE, 2014 Indonesia merupakan negara pengekspor teh terbesar ke lima, tetapi
perkembangan ekspor teh Indonesia terus menurun sehingga peringkat indonesia menurun menjadi diposisi ke tujuh. Pasar utama teh yang dikuasai Indonesia telah
diambil oleh negara-negara pesaingnya. Penurunan pangsa volume ekspor teh Indonesia tersebut kemungkinan karena lemahnya daya saing teh Indonesia di
pasar dunia Suprihatini, 2005. Teh sebagai produk minuman yang kepopulerannya hampir sama dengan kopi dan merupakan salah satu komoditas
perkebunan yang diandalkan untuk diekspor, diharapkan agar kondisi penurunan komoditi teh di pasar dunia ini tidak mempengaruhi daya saing ekspor teh
Indonesia antar anggota ASEAN di Pasar ASEAN dalam menghadapi MEA.
8
1.2 Rumusan Masalah