Analisis daya saing ekspor produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat periode 2000-2009

(1)

OLEH

UKKE HENTRESNA LESTARI H14062739

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

UKKE HENTRESNA LESTARI. Analisis Daya Saing Ekspor Produk Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika Serikat Periode 2000-2009 (dibimbing oleh

ALLA ASMARA).

Produk Alas Kaki merupakan salah satu produk unggulan ekspor Indonesia. Keunggulan produk – produk alas kaki Indonesia berupa harga yang kompetitif, desainnya yang unik dan bervariasi menjadikan produk Indonesia dikenal memiliki positioning yang baik di pasar dunia. Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor terbesar Indonesia. Namun dalam perkembangan kegiatan ekspor ke negara tersebut adanya liberalisasi perdagangan menyebabkan produk alas kaki Indonesia mendapat ancaman persaingan yang serius dari negara-negara yang juga berperan sebagai produsen alas kaki ke pasar Amerika Serikat. Liberalisasi perdagangan seharusnya dapat dijadikan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor produk alas kaki, namun disisi lain hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing agar dapat menghasilkan produk-produk alas kaki yang semakin kompetitif di pasar internasional.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat (dibandingkan dengan Cina sebagai negara pesaing utama). Metode yang digunakan untuk menganalisis keunggulan komparatif Alas Kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat yakni dengan menggunakan metode Revealed Comparatif Advantage (RCA). Sedangkan metode yang digunakan untuk menganalisis daya saing khususnya dalam mengukur dinamika tingkat daya saing suatu industri alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat adalah metode Constant Market Share Analysis (CMSA). Penggunaan kedua metode tersebut diolah dengan bantuan software Microsoft Excel 2007.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa daya saing secara komparatif baik untuk komoditi sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit maupun sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik lebih baik jika dibandingkan dengan Cina. Hal ini disebabkan ekspor alas kaki Indonesia memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Perkembangan indeks RCA menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia dan Cina di Amerika Serikat untuk sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit dan sepatu olah raga yang menggunakan bahan plastik cenderung berfluktuasi. Sedangkan hasil penelitian dengan menggunakan metode Constant Market Share menunjukkan bahwa kekuatan penawaran ekspor Indonesia yang dicerminkan oleh kekuatan daya saing dari alas kaki Indonesia masih dibawah kekuatan daya saing alas kaki Cina, terlihat bahwa efek daya saing dan efek komposisi komoditi adalah efek paling menentukan dalam peningkatan atau penurunan ekspor alas kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat baik pada komoditi untuk sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit maupun sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit atau plastik.


(3)

serta tetap menjaga kualitas design mutu produk untuk dapat mempertahankan permintaan dalam dan luar negeri sehingga kinerja ekspornya dapat meningkat. Para eksportir lokal sebaiknya mulai merestrukturisasi mesin-mesin produksi alas kaki yang sudah tidak layak digunakan dalam proses produksi serta mulai menggunakan bahan baku yang ramah lingkungan. Pemerintah harus lebih memperhatikan keadaan industri ini, mengingat industri ini mempunyai prospek yang cukup bagus di masa depan.


(4)

PERIODE 2000-2009

Oleh:

Ukke Hentresna Lestari H14062739

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

Nama Mahasiswa : Ukke Hentresna Lestari

NIM : H14062739

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Alla Asmara , SPt, M.Si. NIP 19730113 199702 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003


(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2011

Ukke Hentresna Lestari H14062739


(7)

Penulis bernama Ukke Hentresna Lestari lahir pada tanggal 7 Agustus 1988 di Jakarta. Penulis anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Erwin Hendarwin dan Erniawati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Pelita Harapan, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Babelan dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Mutiara 17 Agustus Bekasi dan lulus pada tahun 2006.

Pada tahun 2006 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir sehingga nantinya tumbuh menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan bangsa dan negara. Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa program studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan oleh IPB.


(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas seluruh rahmat, hidayah, serta karunia-Nya yang selalu dilimpahkan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Skripsi ini berjudul Analisis Daya Saing Produk Ekspor Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika Serikat Periode 2000-2009 disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi Ilmu Ekonomi Strata Satu (S-1) di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis banyak mendapatkan bimbingan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak dalam penuyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis pada kesempatan ini ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Ayah dan Ibu tercinta, Bapak H. Erwin Hendarwin dan Ibu Erniwati yang selalu memberi kasih sayang, motivasi dan perhatian yang besar secara moril, materil, dan doa sehingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Alla Asmara M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan selama penelitian. 3. DR. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku Dosen Penguji utama dan

Fifi Diana Thamrin, M.Si sebagai komisi pendidikan yang telah banyak memberikan masukan untuk skripsi ini.

4. Badan Pusat Statistik, Departemen Perdagangan, serta instansi-instansi terkait yang banyak membantu selama penelitian berlangsung.

5. Adik-adikku Ilham Henjanuar Putra dan Regita Hentryana Sari. 6. Irawan yang selalu memberikan dukungan, motivasi serta keceriaan


(9)

8. Ullin, Pika, Bubu, Pupi, Vivi dan Dini sahabat- sahabat yang selalu memberikan motivasi serta keceriaan dan semangat kepada penulis selama penyusunan skripsi.

9. Semua teman-teman IE 43 yang selalu memberikan semangat pada penulis dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Hal ini tidak terlepas dari keterbatasan yang dimiliki penulis, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Bogor, Juni 2011

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 9

1.4.Manfaat Penelitian ... 9

1.5.Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

2.1. Pengertian Industri ... 12

2.2. Pengertian Daya Saing ... 12

2.3. Konsep Perdagangan Internasional ... 13

2.3.1. Teori Keunggulan Komparatif ... 15

2.3.2. Teori Keunggulan Kompetitif ... 17

2.4. Analisis Keunggulan Komparatif (RCA) ... 17

2.5. Teori Constant Market Share (CMS) ... 19

2.6. Penelitian Terdahulu ... 21

2.6.1 Penelitian mengenai Alas Kaki ... 21

2.6.2 Penelitian Mengenai Daya Saing ... 21

2.7. Kerangka Pemikiran ... 24

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 27

3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 27

3.2.1. Metode Revealed Comparative Advantage (RCA) ... 28


(11)

IV. GAMBARAN UMUM ... 32

4.1. Karakteristik Industri Alas Kaki ... 32

4.1.1. Penyerapan Tenaga Kerja Industri Alas Kaki ... 35

4.1.2. Jumlah Perusahaan Industri Alas Kaki ... 37

4.1.3. Efisiensi Industri Alas Kaki ... 38

4.1.4 Perkembangan Investasi Sektor Industri Alas Kaki ... 39

4.2.Perkembangan Perdagangan Alas Kaki Dunia Tahun 2000-2009 ... 41

4.3.Perkembangan Perdagangan Alas Kaki Indonesia Tahun 2000-2009 ... 42

4.3.1. Perkembangan Perdagangan Alas Kaki untuk Sepatu Olah Raga Bahan Kulit (HS 640319) Tahun 2000-2009 ... 44

4.3.2. Perkembangan Perdagangan Alas Kaki Untuk Sepatu Olah Raga Bahan Kulit Atau Plastik (HS 640219) Tahun 2000-2009 ... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

5.1. Perbandingan Keunggulan Komparatif Alas Kaki Indonesia Dan Cina ... 54

5.2. Analisis Constant Market Share Indonesia Dan Cina ... 81

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1. Kesimpulan ... 87

6.2. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Nilai Ekspor Non Migas Indonesia (Menurut Sektor)... 2

1.2. Presentase Peran Sub- Sektor Industri Pengolahan terhadap PDB Nasional Tahun 2008 ... 3

1.3. Nilai Ekspor Alas Kaki Indonesia ke Berbagai Negara ... 4

1.4. Nilai Impor Produk Alas Kaki ke Amerika Serikat ... 5

1.5. Nilai Ekspor Alas Kaki Indonesia dan Cina Tahun 2000-2009 ... 8

4.1 Perkembangan Realisasi Investasi Industri Alas Kaki ... 39

5.1. Keunggulan Komparatif Alas Kaki Komoditi HS 640319 Indonesia dan Cina ke Pasar Amerika Serikat ... 56

5.2. Keunggulan Komparatif Alas Kaki Komoditi HS 640219 Indonesia dan Cina ke Pasar Amerika Serikat ... 68

5.3. Constant Market Share Alas Kaki Komoditi HS 640219 Indonesia dan Cina ke Pasar Amerika Serikat ... 81

5.4. Constant Market Share Alas Kaki Komoditi HS 640319 Indonesia dan Cina ke Pasar Amerika Serikat ... 85


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional ... 14 2.2 Kerangka Pemikiran ... 26 4.1 Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar Sedang Komoditi

Alas Kaki Tahun 2000-2008... 36 4.2 Jumlah Perusahaan Industri Besar Sedang Komoditi

Alas Kaki Tahun 2000-2008... 37 4.3 Nilai Efisiensi Industri Besar dan Sedang Komoditi

Alas Kaki Tahun 2000-2008... 38 4.4 Perkembangan Perdagangan Industri Alas Kaki Dunia

Tahun 2000-2009 ... 42 4.5 Kontribusi Ekspor Alas Kaki Beberapa Negara Terhadap

Total Ekspor Alas Kaki Dunia Tahun 2000-2009 ... 43 4.6 Perkembangan Nilai Ekspor Alas Kaki HS 640319 ke Dunia

Tahun 2000-2009 ... 44 4.7 Perkembangan Nilai Impor Alas Kaki HS 640319 ke Dunia

Tahun 2000-2009 ... 45 4.8 Perkembangan Volume Ekspor Alas Kaki HS 640319 ke Dunia

Tahun 2000-2009 ... 47 4.9 Pangsa Pasar Utama Ekspor Alas Kaki HS 640319

dari Indonesia ke Beberapa Negara Tahun 2000-2009 ... 48 4.10 Kontribusi Ekspot Beberapa Negara yang Mengekspor

Alas Kaki HS 640319 ke Amerika Serikat Tahun 2000-2009 ... 48 4.11 Perkembangan Nilai Ekspor Alas Kaki HS 640219

ke Dunia Tahun 2000-2009 ... 49 4.12 Perkembangan Nilai Impor Alas Kaki HS 640219 ke Dunia

Tahun 2000-2009 ... 50 4.13 Perkembangan Volume Ekspor Alas Kaki HS 640219 ke Dunia

Tahun 2000-2009 ... 51 4.14 Pangsa Pasar Utama Ekspor Alas Kaki HS 640219

dari Indonesia ke Beberapa Negara Tahun 2000-2009 ... 52 4.15 Kontribusi Ekspor Beberapa Negara yang Mengekspor


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang menggunakan Bahan Kulit (HS 640319) Indonesia

ke Amerika Serikat ... 91 2 Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga

yang menggunakan Bahan Kulit atau Plastik (HS 640219)

Indonesia ke Amerika Serikat ... 92 3 Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga

yang menggunakan Bahan Kulit (HS 640319)

Cina ke Amerika Serikat ... 93 4 Perhitungan Keunggulan komparatif Alas Kaki Sepatu Olah Raga

yang menggunakan Bahan Kulit atau Plastik (HS 640219)

Cina ke Amerika Serikat ... 94 5 Nilai Impor total Sepatu Olah Raga yang Menggunakan

Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan

Bahan Kulit atau Plastik USA Tahun 1999-2009 ( Juta US$) ... 95 6 Nilai Ekspor Sepatu Olah Raga Sepatu Olah Raga yang

Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik USA Tahun 1999-2009 (Juta US$) ... 96 7 Perhitungan Efek Daya Saing Sepatu Olah Raga yang

Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan

Bahan Kulit atau Plastik Indonesia di Pasar Amerika Serikat (Juta US$) ... 97 8 Perhitungan Efek Daya Saing Sepatu Olah Raga yang

Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik Cina di Pasar Amerika Serikat (Juta US$) ... 98 9 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit HS 640319 Indonesia ke Amerika Serikat

Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$) ... 99 10 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS 640219

Indonesia ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan

2005-2009 (Juta US$) ... 100 11 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang

Menggunakan Bahan Kulit HS 640319 Cina ke Amerika Serikat


(15)

12 Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS 640219

Cina ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Selain sektor Pertanian, kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kontribusi yang signifikan. Pada beberapa negara yang tergolong maju, peranan sektor Industri lebih dominan dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor Industri memegang peran kunci sebagai mesin pembangunan karena sektor Industri memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain. Produk- produk industri dinilai selalu memiliki nilai tukar yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk- produk sektor lain.

Adanya pembangunan industri dan perdagangan yang dilaksanakan saat ini merupakan bagian dari pembangunan yang berkelanjutan dalam menghadapi adanya tantangan era perdagangan dan investasi dunia yang semakin bebas. Daya saing yang tinggi benar- benar diperlukan dalam menghadapi era persaingan bebas tersebut agar tetap dapat unggul khususnya dalam bidang industri dan perdagangan. Salah satu indikator berhasilnya suatu produk dalam persaingan adalah semakin lakunya produk tersebut di pasaran, yang dapat ditandai dengan semakin meningkatnya penjualan atau dalam perdagangan internasional semakin meningkatnya produk ekspor tersebut.

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang bergantung pada kegiatan ekspor dari sektor industri selain sektor pertambangan dan pertanian.


(17)

Seperti yang terlihat pada Tabel 1.1 peranan sektor industri terhadap ekspor non migas Indonesia menduduki peringkat nilai ekspor yang lebih unggul dengan nilai ekspor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.

Tabel 1.1 Nilai ekspor non migas Indonesia (menurut sektor) tahun 2004 -2009 (Juta US$)

Sektor 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian 2.512,9 2.880,2 3.364,9 3.657,9 4.584,6 4.352,8

Pertamba-ngan

4.761 7.955,7 11.191.5 11.884,9 14.906,2 19.692,3

Industri 48.660,2 55.593.7 62.023,9 76.460,4 88.393,5 73.435,8

Komoditi lainnya

4,2 7,6 8,9 8,8 9,9 10,8

Sumber : Statistik Keuangan dan Ekonomi, BI ( diolah oleh PUSDATA, Departemen Perdagangan)

Salah satu sektor industri yang memiliki kontribusi serta peranan yang cukup besar terhadap ekspor adalah industri produk alas kaki, menurut laporan daya saing USAID SENADA 2008 sedikitnya terdapat beberapa kategori produk alas kaki yang dinilai mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap besarnya nilai devisa. Sesuai dengan ketentuan kode Harmony System (HS) produk- produk tersebut ialah HS 640219, HS 640319 dan HS 640411, HS 640299 dan HS 640399, kelima produk tersebut mendominasi sebesar 83 persen dari keseluruhan total ekspor produk alas kaki.

Selain kontribusi yang cukup besar terhadap nilai ekspor, produk alas kaki juga memiliki peranan yang cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, berdasarkan pada Tabel 1.2 presentase peran sub sektor industri pengolahan terhadap PDB nasional industri alas kaki bersama dengan produk tekstil menempati urutan ke empat setelah industri pupuk kimia dan barang dari


(18)

karet, industri alas kaki memberikan kontribusinya sebesar 2,45 persen terhadap PDB nasional dengan nilai sebesar 50.994 milyar rupiah.

Tabel 1.2 Presentase Peran Sub- Sektor Industri Pengolahan Terhadap PDB Nasional Tahun 2008

No. Sub- Sektor Industri Pengolahan Nilai Peran Thd

(Milyar Rp.) PDB Nasional (%)

A. INDUSTRI MIGAS 47.664,0 2,29

1 pengilangan Minyak Bumi 20.973,0 1,01

2 Gas Alam Cair 26.691,0 1,28

B. INDUSTRI TANPA MIGAS 510.102,0 24,50

1 Makanan, Minuman dan Tembakau 139.992,0 6,72

2

Tekstil, Barang Kulit dan Alas kaki

50.994,0 2,45

3

Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya

20.336,0 0,98

4 Kertas dan Barang Cetakan 25.477,0 1,22

5 Pupuk, Kimia dan Barang dari karet 68.390,0 3,28 6

Semen dan Barang Galian Bukan Logam

15.991,0 0,77

7 Logam Dasar, Besi dan Baja 8.045,0 0,39

8

Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya

177.178,0 8,51

9 Barang Lainnya 3770,0 0,18

Sumber : Kementrian Perindustrian (2008)

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pengekspor alas kaki terpenting di kawasan Asia serta menduduki peringkat 10 besar pengekspor terbesar di dunia. Produk- produk yang dihasilkan para produsen Indonesia dikenal telah memiliki positioning yang baik di pasar dunia. Salah satu faktor yang membuat produk Indonesia unggul dari produk lainnya ialah harga yang kompetitif, desain produk yang unik, tahan lama serta memiliki bahan yang eksotik dan bervariasi (SNI Penguat Daya Saing, 2009).

Memasuki era globalisasi yang semakin berkembang dewasa ini, adanya liberalisasi perdagangan tentu membuka peluang yang cukup besar bagi Indonesia untuk meningkatkan kegiatan ekspornya. Sedikitnya terdapat beberapa negara


(19)

yang menjadi pasar utama dalam kegiatan ekspor alas kaki Indonesia antara lain, Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Jepang, Jerman dan Itali. Namun dari keseluruhan negara tersebut, Amerika Serikat merupakan negara yang menjadi tujuan utama kegiatan ekspor Indonesia, hal ini lebih disebabkan karena besarnya kontribusi dari nilai ekspor alas kaki Indonesia yang cukup tinggi ke negara tersebut dibandingkan nilai ekspor ke negara lainnya ( Tabel 1.3).

Tabel 1.3 Nilai Ekspor Alas Kaki Indonesia ke berbagai negara tahun 2004-2009 (Juta US$)

Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan

(%) Amerika

Serikat 468,80 472,21 450,37 384,00 394,01 401,60 26,76 Belanda 78,35 83,30 112,09 99,21 100,265 99,60 5,96 Belgia 90,95 104,15 121,70 146,77 187,86 183,93 8,69

Jepang 73,38 88,34 96,49 83,51 90,23 73,76 5,26

Jerman 77,76 97,11 131,64 156,53 187,07 156,88 8,40 Italy 46,62 59,86 97,43 119,74 139,54 133,81 6,21

Sumber : UN COMTRADE 2010, diolah

Berdasarkan Tabel 1.3 besarnya nilai ekspor produk alas kaki khusus untuk negara Amerika Serikat mengalami penurunan dari Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2007, namun jumlahnya kembali meningkat pada Tahun 2008 dan 2009. Berdasarkan persentase besarnya nilai ekspor produk alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat dari Tahun 2004 sampai 2009 adalah sebesar 26,76 persen, nilai ini merupakan nilai tertinggi jika dibandingkan ekspor alas kaki Indonesia untuk negara lainnya.

Dalam perkembangan kegiatan ekspor Indonesia ke Amerika Serikat, selain Indonesia terdapat banyak negara lain yang juga merupakan penghasil alas kaki, seperti Cina, Thailand, Itali, Brazil, Hongkong, dan Uni Eropa. Adanya liberalisasi perdagangan tentu membuka peluang yang cukup besar negara lain untuk mengekspor produk yang serupa, Indonesia yang merupakan salah satu


(20)

negara yang mampu mengekspor produk alas kaki dalam jumlah yang cukup besar ke Amerika, kini mulai menghadapi tantangan berupa persaingan dari negara-negara lain.

Tabel 1.4 Nilai Impor Produk Alas Kaki ke Amerika Serikat tahun 2005-2009 (Juta US$)

Negara 2004 2005 2006 2007 2008 2009

China 5962,16 6791,21 7616,18 8245,05 9339,80 8832,21

Indonesia 468,80 472,21 450,37 384,00 394,01 401,59

Thailand 247,90 308,21 284,43 242,96 234,14 129,52

Italy 1307,88 1107,77 1067,71 1112,04 989,16 692,08

Brazil 1046,48 968,32 867,05 730,11 497,34 361,33

Hongkong 2817,91 2837,84 2732,61 2638,37 2456,79 1789,75 European 1955,73 1695,11 1649,84 1725,65 1510,63 1057,14

Sumber : UN COMTRADE (2010)

Berdasarkan Tabel 1.4 salah satu negara pesaing utama untuk kegiatan ekspor produk alas kaki negara Indonesia dari asia adalah negara Cina (selain Thailand dan Hongkong), negara ini menempati posisi utama untuk besarnya nilai ekspor yang tinggi dibandingkan dengan negara lainnya.

Liberalisasi perdagangan telah menyebabkan persaingan yang ketat antar pengekspor alas kaki. Oleh karena itu agar produk alas kaki Indonesia tidak kalah dalam pasar Amerika Serikat, Indonesia harus dapat meningkatkan daya saingnya pada komoditi tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Perkembangan industri alas kaki nasional ternyata mengalami banyak kendala-kendala, munculnya hambatan secara eksternal dan internal telah membawa dampak pengaruh yang cukup besar terhadap berlangsungnya kegiatan produksi dan perdagangan. Hambatan yang muncul secara eksternal adalah adanya proteksi dari beberapa negara tujuan ekspor utama melalui kebijakan non-


(21)

tarif, seperti larangan menggunakan bahan baku toxid yang dapat menghambat laju ekspor alas kaki Indonesia terutama ke negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, selain itu adanya liberalisasi perdagangan sehingga menyebabkan adanya masalah persaingan dari negara pesaing baru seperti Cina, Vietnam dan Thailand yang mempromosikan produknya yang secara tidak langsung membawa dampak yang cukup besar terhadap kinerja ekspor alas kaki di pasar tujuan utama Amerika Serikat.

Selain hambatan eksternal produsen alas kaki nasional juga menghadapi hambatan- hambatan internal seperti kekurangan bahan baku kulit akibat ketentuan pungutan ekspor serta bahan baku kulit mentah impor harus terkena ketentuan Certificate Inspection Approval (CIA) mengakibatkan terhambatnya kelancaran bahan baku industri, selain itu masih kurangnya ketersediaan tenaga ahli bidang desain produk dan teknologi produksi berkelas internasional, kurangnya kepercayaan lembaga pembiayaan, serta mesin/ peralatan yang digunakan sebgaian besar sudah tua juga berpengaruh terhadap produktivitas, efisiensi dan mutu produk yang dihasilkan.

Dalam perkembangan kegiatan ekspor alas kaki Indonesia ke pasar Amerika Serikat, ternyata kinerja ekspor alas kaki Indonesia beberapa tahun terakhir banyak mengalami penurunan, hal ini diduga akibat adanya persaingan yang serius dari negara-negara yang juga berperan sebagai produsen alas kaki ke pasar Amerika Serikat. Semakin meningkatnya persaingan ternyata berdampak terhadap besarnya nilai ekspor Indonesia, hal ini terbukti dengan semakin menurunnya nilai ekspor Indonesia akan tetapi disisi lain nilai ekspor pesaingnya justru mengalami peningkatan.


(22)

Cina merupakan salah satu negara yang mendominasi ekspor produk alas kaki dan juga salah satu pesaing terkuat Indonesia di pasar Amerika Serikat. Berdasarkan Tabel 1.5 dalam perkembangan beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekspor industri alas kaki Indonesia mengalami pertumbuhan yang jauh lebih lambat dibandingkan dengan Cina, perkembangan nilai ekspor alas kaki Cina ke Amerika selalu jauh di atas nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat, selain itu rata-rata ekspor alas kaki Cina ke Amerika mengalami pertumbuhan yang sangat tinggi dan jauh diatas Indonesia.

Pada Tahun 2000 nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat sebesar US$ 692,34 juta, kemudian turun menjadi US$ 611,88 juta pada tahun 2001 yang menyebabkan pertumbuhan ekspornya turun sebesar 0,11 persen, pada saat yang bersamaan Cina justru mengalami pertumbuhan ekspor sampai 3,23 persen. Memasuki Tahun 2002 nilai ekspor Indonesia kembali mengalami penurunan sebesar US$ 475,49 juta, hal ini menyebabkan pertumbuhan ekspor alas kaki Indonesia menurun sampai 22,2 persen. Sementara Cina mengalami peningkatan pertumbuhan ekspor sampai 0,21 persen. Tahun 2003 pertumbuhan ekspor Indonesia kembali mengalami penurunan sampai 2,74 persen dan Cina mengalami kenaikan sampai 6,38 persen.

Pada Tahun 2004, nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat meningkat sebesar US$ 468,80 juta, menyebabkan pertumbuhannya naik sebesar 1,37 persen, namun tertinggal jauh oleh Cina yang mengalami pertumbuhan sebesar 10,86 persen dengan nilai ekspor US$ 5,962 miliar. Begitu juga pada tahun 2005 pertumbuhan ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat mengalami kenaikan sebesar 0,72 persen dengan nilai ekspor US$ 472,71 persen,


(23)

sedangkan Cina mengalami pertumbuhan sebesar 13,90 persen dengan nilai ekspor US$ 6,791 miliar.

Tabel 1.5 Nilai Ekspor Alas kaki Indonesia dan Cina ke Amerika Serikat tahun 2000- 2009 (JutaUS$)

Tahun

Indonesia Cina

Nilai Perubahan(%) Nilai Perubahan (%)

2000 692,34 - 4886,5 -

2001 611,88 -0,11 5044,34 3,23

2002 475,49 -22,2 5055,06 0,21

2003 462,42 -2,74 5377,65 6,38

2004 468,80 1,37 5962,16 10,86

2005 472,21 0,72 6791,21 13,90

2006 450,37 -4,62 7616,18 12,14

2007 384,00 -14,73 8245,05 8,25

2008 394,01 2,60 9339,80 13,27

2009 401,60 1,92 8832,21 -5,43

Sumber : UN COMTRADE (2010)

Memasuki Tahun 2006, nilai ekspor Indonesia kembali mengalami penurunan sebesar US$ 450,37 juta, hal ini menyebabkan pertumbuhan ekspor Indonesia turun sebesar 4,62 persen. Sementara Cina tetap mengalami pertumbuhan ekspor yang positif sebesar 12,14 persen dengan nilai ekspor US$ 7,616 miliar. Tahun 2007 nilai ekspor alas kaki Indonesia di pasar Amerika serikat tetap mengalami penurunan sebesar US$ 384 juta, sedangkan Cina nilai ekspornya kembali mengalami peningkatan sebesar US$ 8,245 miliar. Tahun 2008 dan 2009 pertumbuhan nilai ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 2,60 persen dan 1,92 persen. Sementara Cina mengalami pertumbuhan ekspor sebesar 13,27 persen pada Tahun 2008 dan mengalami penurunan pada Tahun 2009 sebesar 5,43 persen.

Secara keseluruhan pertumbuhan total ekspor Indonesia dari Tahun 2000 sampai 2009 cenderung mengalami penurunan sampai 41,99 persen dengan nilai


(24)

ekspor pada Tahun 2000 sebesar US$ 692,34 juta dan US$ 401,60 juta pada tahun 2009. Sementara jika dibandingkan dengan Cina, pertumbuhan total ekspor Cina cenderung terus mengalami peningkatan sampai 80,74 persen dengan nilai ekspor US$ 4,885 milliar pada tahun 2000 dan US$ 8,832 milliar pada Tahun 2009.

Berdasarkan uraian diatas, hal ini menunjukkan bahwa alas kaki Indonesia harus memiliki daya saing yang lebih tinggi agar dapat bersaing dengan alas kaki dari negara pesaing seperti Cina. Sehingga penting untuk di analisis bagaimana posisi daya saing produk alas kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari permasalahan yang telah dipaparkan pada perumusan permasalahan di atas, maka tujuan utama dari penelitian ini adalah :

1. Mengukur daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat berdasarkan keunggulan komparatif yang dimiliki serta membandingkan secara komparatif dengan negara Cina sebagai negara pesaing utama. 2. Mengetahui faktor-faktor yang dominan dalam mempengaruhi

pertumbuhan ekspor produk alas kaki Indonesia dan Cina berdasarkan analisis pangsa pasar konstan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi serta bukti nyata mengenai daya saing Alas Kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat. Manfaat secara lebih dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


(25)

1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai daya saing industri Alas Kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat khususnya setelah memasuki era globalisasi, sehingga pemerintah mendapat informasi dan bahan masukan dalam merumuskan berbagai kebijakan yang bersifat kompetitif di masa yang akan datang. 2. Bagi para pelaku pasar, hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi

tambahan atas kondisi industri Alas Kaki di Indonesia saat ini dan dapat mengetahui langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing industri Alas Kaki Indonesia ke depannya.

3. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran untuk memahami industri Alas Kaki secara lebih mendalam. Selain itu juga untuk membuka wawasan dan pemahaman untuk mencari jawaban atas perumusan masalah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Sesuai dengan data yang diperoleh dari laporan daya saing ekspor 2008 dari 27 produk yang ditetapkan dalam enam digit kode HS, terdapat beberapa produk dari alas kaki yang memiliki jumlah ekspor yang cukup besar jika dibandingkan dengan produk-produk alas kaki lainnya, produk tersebut dikategorikan dalam kode perdagangan Harmony System (HS) 6 digit dengan kode Harmony System (HS) sebagai berikut:

1. Sepatu olah raga yang menggunakan bahan kulit (HS 640319)


(26)

Ruang lingkup penelitian hanya pada kedua komoditi di atas karena komoditi tersebut merupakan komoditi yang memiliki nilai ekspor yang terbesar jika dibandingkan dengan kategori komoditi alas kaki lainnya, selain itu untuk pangsa pasar Amerika Serikat, Indonesia merupakan salah satu negara yang unggul dalam mengekspor kedua jenis komoditi alas kaki tersebut.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Pengertian Industri

Industri dapat diartikan sebagai sekumpulan perusahaan serupa atau sekelompok produk yang berkaitan erat (Lipsey et al.,1997). Dalam bukunya, Dumairy (1996) menjelaskan bahwa industri memiliki dua arti. Pertama, industri dapat diartikan sebagai himpunan perusahaan sejenis. Dalam konteks ini industri alas kaki maksudnya himpunan pabrik atau perusahaan alas kaki. Kedua, industri dapat juga diartikan sebagai suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengelola bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Menurut Dumairy (1996), sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor lain dalam suatu perekonomian menuju kemajuan. Produk industri selalu lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor lainnya. Hal ini disebabkan karena sektor ini memberikan manfaat marjinal kepada pemakainya.

2.2 Pengertian Daya Saing

Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing dapat diidentikkan dengan produktivitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Peningkatan produktivitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang digunakan, dan peningkatan teknologi (total factor productivity).

Pengertian daya saing yang dikemukakan oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan daya saing sebagai


(28)

kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa yang berskala internasional melalui mekanisme perdagangan yang adil dan bebas, sekaligus menjaga dan meningkatkan pendapatan riil masyarakat dalam jangka panjang.

Dalam pasar yang semakin mengglobal, keberhasilan pelaku usaha suatu negara sangat ditentukan oleh daya saing. Daya saing global pada dasarnya berhubungan dengan biaya sehingga yang memenangkan kompetisi adalah negara yang mampu memasarkan produk dengan harga paling rendah atau berkualitas baik. Biaya berhubungan dengan harga faktor-faktor input (seperti nilai tukar, upah domestik, biaya material), produktivitas, kemampuan untuk memproduksi barang berkualitas, biaya transportasi, biaya komunikasi, kendala perdagangan, strategi perdagangan, dan kemampuan untuk memenuhi spesifikasi pasar ( Butir-Butir Pemikiran Perdagangan Indonesia ,2009).

2.3 Konsep Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah suatu proses pertukaran barang (perdagangan) yang timbul antar negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di negara-negara tersebut. Menurut Waluya (1995) perdagangan internasional dapat di definisikan terdiri dari kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara asal yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional corporation untuk melakukan perpindahan barang dan jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan tekhnologi (pabrik) dan perpindahan merek dagang.

Terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya perdagangan internasional diantaranya dikarenakan perbedaan permintaan dan penawaran antar


(29)

negara. Perbedaan ini terjadi karena : (a) tidak semua negara memiliki dan mampu menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam negara tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis serta kandungan buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien.

P3 --- P2 --- P1 ---

Gambar 2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 2.1 menggambarkan perdagangan antara Negara P dan Negara Q. Dp dan Sp adalah kurva penawaran dan permintaan untuk negara P dan DQ dan SQ adalah kurva penawaran dan permintaan untuk negara Q. Gambar 2.1 menunjukkan bahwa adanya kondisi harga yang lebih besar dari P1, menyebabkan negara P akan mengalami kelebihan penawaran dari komoditi X ( Alas Kaki), sehingga kurva penawaran ekspornya atau S yang diperlihatkan oleh panel B mengalami peningkatan.

Dilain pihak jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3, maka negara Q akan mengalami peningkatan permintaan (konsumen akan meminta lebih banyak akibat harga yang relatif murah), sehingga tingkat permintaan lebih tinggi

Px/Py Px/Py Px/Py

B E A Ekspor A” B* A* E* S D

P3 A’

B’ E’ Impor SQ DQ SP Dp

0 0 0

X X X

Panel A Negara P

Panel B Panel C

Negara Q             


(30)

daripada produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong Negara Q untuk mengimpor kekurangan kebutuhannya atas komoditi alas kaki tersebut dari negara yang mengalami kelebihan produksi komoditi yaitu Negara P.

Berdasarkan harga relatif P1, kuantitas komoditi alas kaki yang ditawarkan akan sama dengan kuantitas yang diminta. Pada saat berlangsungnya perdagangan internasional antara Negara p dan Q tingkat harga berada di titik P2 dan mengambil asumsi bahwa tidak ada biaya transportasi dalam proses perdagangan tersebut, maka negara P akan mengekspor hasil kelebihan produksinya yang ditunjukkan oleh garis BE.

Sementara itu karena tingkat harga domestik Negara Q, maka negara Q akan mengimpor kekurangan produksinya sebesar garis B’E’. Hubungan penawaran dan permintaan kedua negara tersebut pada tingkat harga P2 akan menyebabkan terjadinya keseimbangan internasional di titik E* ( Panel B). Kurva S dan D pada panel B menunjukkan tingkat penawaran dan permintaan yang terjadi dalam perdagangan internasional. Pada tingkat keseimbangan, kuantitas ekspor yang ditawarkan oleh Negara P sama dengan yang diminta Negara Q.

Perdagangan internasional sebuah negara harus memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif guna menciptakan daya saing yang baik. Daya saing yang baik tercipta lewat mutu dan kualitas suatu produk serta besarnya permintaan terhadap produk tersebut. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai teori keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif.

2.3.1 Teori Keunggulan Komparatif

Teori ini merupakan teori yang menyempurnakan kelemahan dari teori keunggulan absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith, David Ricardo dengan


(31)

teori comparative advantage atau keunggulan komparatif menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja ( labor theory of value ) yang menyatakan hanya ada satu faktor produksi yang menentukan nilai suatu komoditas, yaitu faktor tenaga kerja. Menurut teori nilai tenaga kerja, nilai atau harga sebuah komoditi tergantung dari jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk membuat komoditi tersebut ( Salvatore, 1997). Teori ini tidak dapat digunakan karena tenaga kerja bukanlah satu-satunya faktor produksi dan tenaga kerja tidak bersifat homogen.

Teori keunggulan komparatif ini didasari oleh beberapa asumsi yaitu (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja (Salvatore, 1997)

Pemikiran para ekonom klasik mengenai keunggulan komparatif masih memiliki kekurangan karena menurut mereka keunggulan komparatif di suatu negara bersumber dari perbedaan tingkat produktivitas tenaga kerja ( satu-satunya faktor produksi yang secara eksplisit mereka perhitungkan). Namun, penjelasan yang cukup rinci mengenai sebab-sebab perbedaan tingkat produktivitas itu sendiri tidak diberikan. Hal ini lah yang menyebabkan munculnya penyempurnaan yang dilakukan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin, dimana menurut keduanya sebuah negara mampu berproduksi dengan biaya yang lebih rendah (mempunyai keunggulan komparatif) pada produk-produk yang dalam proses produksinya membutuhkan jumlah faktor produki (factor endowments) yang relatif banyak yang terdapat pada negara tersebut. Dengan kata lain suatu negara akan


(32)

mengeskpor komoditi yang peoduksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditi yang diproduksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).

2.3.2 Teori Keunggulan Kompetitif

Konsep mengenai keunggulan kompetitif dikemukakan oleh Porter (1990) dalam bukunya The Competitive Advantage Of Nations. Porter mendefinisikan industri sebuah negara akan sukses secara internasional jika memiliki keunggulan kompetitif relatif terhadap para pesaing terbaik di seluruh dunia. Sebagai indikator ia memilih keberadaan ekspor yang besar dan bertahan lama dan atau investasi asing diluar wilayah yang signifikan berdasarkan pada keterampilan dan aktiva yang diciptakan di negara asal. Porter menyimpulkan bahwa beberapa negara berhasil dalam industri tertentu karena lingkungan asalnya bersifat forward- looking, dinamis dan menantang. Secara spesifik, beberapa penentunya adalah kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan pendukung, strategi perusahaan, struktur dan persaingan. Sebagai tambahan terdapat dua variabel luar : pemerintah dan peluang.

2.4 Analisis Keunggulan Komparatif (RCA)

Revelead Comparatif Advantage (RCA) atau keunggulan komparatif yang terungkap, merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di suatu wilayah (negara, propinsi dan lain-lain) yang cukup sering digunakan. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada


(33)

tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara di refleksikan atau terungkap dalam ekspornya (Syahresmita dalam Pamudito, 2004). Metode RCA di dasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu wilayah yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.

Rumus RCA adalah sebagai berikut :

RCA=

……….………..(2.1)

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i dari negara j

Xit= Nilai total ekspor (komoditi i dan lainnya) negara j Wj= Nilai ekspor dunia komoditi i

Wt= Nilai total ekspor dunia

Setiap metode tentunya ada keunggulan dan kelemahannya, sama halnya dengan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Keunggulan metode ini adalah :

1. Data yang diperlukan untuk keperluan analisis mudah diperoleh.

2. Metode ini bersifat demokratis dalam menentukan keunggulan komparatif karena melibatkan lebih banyak parameter, dibandingkan jika keunggulan komparatif hanya dilihat berdasarkan kinerja ekspor dari suatu negara. sedangkan kelemahan yang dimiliki dari metode RCA yaitu:

1. Asumsi bahwa suatu negara dianggap mengekspor semua komoditi artinya semua negara mengekspor alas kaki.


(34)

2. Indeks RCA memang dapat menjelaskan pola-pola perdagangan yang telah atau sedang berlangsung namun tidak dapat menjelaskan apakah pola tersebut telah optimal.

3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang berpotensi di masa yang akan datang.

4. Keunggulan komparatif tercermin dari hasil perhitungan ini bisa jadi bukan merupakan keunggulan komparatif yang sesungguhnya, namun bisa saja akibat adanya kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan perdagangan, seperti nilai tukar yang dibuat under value, proteksi ekspor dan sebagainya.

2.5 Teori Constant Market Share (CMS)

Pendekatan Constant Market Share (CMS) digunakan untuk mengetahui daya saing ekspor di pasar dunia dari suatu negara relatif terhadap negara pesaingnya. Pada analisis CMS kegagalan ekspor suatu negara yang pertumbuhan ekspornya lebih rendah dari pertumbuhan ekspor dunia disebabkan oleh ekspor terkonsentrsai pada komoditas- komoditas yang pertumbuhan permintaanya relative rendah, ekspor lebih ditujukan ke wilayah yang mengalami stagnasi dan ketidakmampuannya bersaing dengan negara-negara pengekspor lainnya.

Suprihartini (2005) menyatakan bahwa asumsi dasar dari analisis CMS adalah bahwa pangsa pasar ekspor suatu negara di pasar dunia tidak berubah antar waktu. Oleh karena itu, perbedaan antara pertumbuhan ekspor aktual suatu negara dengan pertumbuhan yang mungkin terjadi apabila suatu negara dapat mempertahankan pangsa pasarnya, merupakan efek dari daya saing. Nilai daya


(35)

saing yang negatif menggambarkan bahwa negara tersebut gagal dalam mempertahankan pangsa pasarnya, dan sebaliknya untuk nilai positif.

Jadi dalam analisis CMS, lambat atau tingginya laju pertumbuhan ekspor suatu negara dibandingkan laju pertumbuhan standar (rata-rata dunia) diuraikan menjadi tiga faktor, yakni komposisi komoditi ekspor, pertumbuhan impor dan daya saing. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Efek Pertumbuhan impor:

mXijk1……….………(2.2)

Dimana m = Persentase peningkatan impor umum di negara k

Xijk1 = Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1) Efek Komposisi komoditi ekspor:

{(mi – m) Xijk1}………(2.3)

Dimana m = Persentase peningkatan impor umum di negara j mi = Persentase peningkatan impor komoditi i di negara k Xijk1 = Ekspor komoditi i dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1) Efek daya saing :

{Xij2 – Xij1– mi Xijk1}………...……….(2.4)

Dimana m = Persentase peningkatan impor komoditi I di negara j Xijk1 = Ekspor komoditi I dari negara j ke negara k tahun ke-(t-1) Xijk2 = Ekspor komoditi I dari negara j ke negara k tahun ke- (t)

Constant Market Share memiliki beberapa kelemahan, beberapa kelemahannya antara lain bahwa persamaan yang digunakan sebagai basis untuk menguraikan pertumbuhan ekspor adalah persamaan identitas. Oleh karena itu, alasan-alasan dari terjadinya perubahan daya saing ekspor tidak dapat dievaluasi


(36)

dengan hanya menggunakan analisis CMS saja. Kelemahan analisis CMS lainnya adalah mengabaikan perubahan daya saing pada titik waktu yang terdapat diantara dua titik waktu yang digunakan. Namun demikian, analisis ini sangatberguna untuk mengkaji kecenderungan daya saing produk yang dihasilkan suatu negara.

2.6 Penelitian Terdahulu

2.6.1 Penelitian mengenai Alas kaki

Khair (2000) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat. Analisis yang digunakan adalah metode Revealed Comparative Advantage (RCA), dari analisis dengan menggunakan metode ini dapat diketahui bahwa kekuatan daya saing produk alas kaki Indonesia semakin melemah, ini ditandai dengan nilai RCA yang semakin menurun.

2.6.2 Penelitian Mengenai Daya saing.

Ingco (2003) melakukan penelitian mengenai Kinerja ekspor Bangladesh di pasar Amerika Serikat, Jepang dan Inggris. Metode analisis yang digunakan yakni Costant Market Share dimana hasil analisis menunjukkan bahwa total pangsa pasar di ketiga negara tersebut lebih dipengaruhi oleh kurangnya daya saing dalam mengadaptasi permintaan dari mitra dagang. Namun selama putaran Uruguay peningkatan impor komoditas tersebut di pasar Amerika Serikat menunjukkan bahwa ada prospek pasar ekspor Bangladesh, meskipun permintaannya berfluktuasi.

Widodo (2000) melakukan penelitian mengenai analisis daya saing kakao dan kakao olahan Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah dengan


(37)

menggunakan Constant Market Share dimana hasil dari penelitian tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki spesialisasi ekspor untuk komoditas kakao biji, kakao pasta dan kakao butter, dengan daya saing yang kuat, komoditas kakao bubuk berada pada tahap mengimpor kembali dengan daya saing rendah, sedangkan komoditas cokelat dan produk cokelat berada pada perluasan ekspor dengan daya siang yang kuat.

Mardianto (2004) melakukan penelitian mengenai analisis komparasi daya saing produk ekspor pertanian antar negara Asean dalam era perdagangan bebas AFTA. Penelitian tersebut menggunakan metode constant market share, dimana hasil dari analisis yaitu pertumbuhan ekspor Indonesia ke kawasan ASEAN selama periode 1997-1999 adalah yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN, bahkan lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor dunia ke kawasan yang sama, sedangkan pada periode 1999-2001 menurun dan lebih rendah dibanding Thailand, Philiphina dan dunia.

Selanjutnya komposisi produk ekspor Indonesia adalah yang terbaik di antara negara-negara ASEAN, walaupun melemah pada periode 1999-2001 dibanding 1997-1999, distribusi pasar ekspor Indonesia pada periode 1997-1999 hanya kalah dari Singapura, tetapi pada periode 1999-2001 melemah dan kalah dari Singapura dan Vietnam. Daya saing ekspor Indonesia pada periode 1997-1999 paling kuat di antara negara- negara ASEAN tetapi melemah pada periode 1999-2001 dan kalah dari Filipina dan Thailand.

Wawan dan Puji (2003) melakukan analisis mengenai ekspor manufaktur Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah constant market share analysis, hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi produk merupakan masalah utama


(38)

dalam ekspor manufaktur Indonesia. Ekspor manufaktur cenderung terkonsentrasi pada produk- produk yang permintaannya relatif rendah di dunia. Hal ini ditunjukkan dengan fakta bahwa produk-produk pada kode SITC 6 dan SITC 8 lebih dari 50 persen ekspor manufaktur Indonesia memiliki pertumbuhan ekspor dunia yang lebih rendah dibandingkan produk lainnya. Ekspor manufaktur Indonesia cenderung terkonsentrasi pada pasar tertentu seperti Jepang, Amerika Serikat, ASEAN dan Cina. Pasar tersebut menyerap lebih dari 60 persen dari total ekspor manufaktur Indonesia, secara tidak langsung pasar-pasar tersebut memberikan dampak yang cukup kuat terhadap kinerja ekspor manufaktur Indonesia.

Ahmad (2007) melakukan penelitian mengenai ekspor tekstil dan produk tekstil. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis posisi daya saing tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia di pasar Amerika Serikat (dibandingkan dengan Cina sebagai negara pesaing). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa daya saing secara komparatif untuk komoditi pakaian jadi Indonesia lebih baik dibanding komoditi pakaian jadi Cina. Hal ini disebabkan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Namun, untuk komoditi kain dan benang Cina lebih memiliki keunggulan komparatif. Perkembangan indeks RCA menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia di Amerika Serikat untuk komoditi pakaian jadi, kain dan benang cenderung berfluktuasi dalam setiap tahunnya, sementara pangsa pasar Cina di Amerika Serikat cenderung bertambah.


(39)

2.7 Kerangka Pemikiran

Industri alas kaki merupakan salah satu industri di Indonesia yang memiliki potensi yang cukup besar dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Sesuai dengan rekomendasi Kadin industri alas kaki merupakan salah satu industri yang diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian sebesar 7 persen. Industri ini juga merupakan industri yang diandalkan dari kelompok industri manufaktur sebab memiliki peran yang besar dalam perluasan lapangan pekerjaan, peningkatan kesejahteraan dan juga peningkatan devisa. Keunggulan- keunggulan produk alas kaki Indonesia berupa harga yang kompetitif, desain yang unik dan bervariasi menyebabkan negara Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor alas kaki yang dikenal memiliki positioning yang baik di pasar internasional.

Amerika Serikat merupakan salah satu negara tujuan utama dalam kegiatan ekspor alas kaki Indonesia. Akan tetapi memasuki era globalisasi yang semakin berkembang dewasa ini, adanya liberalisasi perdagangan ternyata membuka peluang yang cukup besar bagi negara-negara lain untuk mengekspor produk yang serupa ke negara Amerika, Indonesia yang merupakan salah satu negara yang mampu mengekspor produk alas kaki dalam jumlah yang cukup besar ke pasar Amerika, kini mulai menghadapi ancaman berupa persaingan dari negara-negara pesaing lain.

Cina merupakan salah satu negara yang bersaing cukup kuat dengan Indonesia, dimana produk- produk dari negara tersebut mampu membanjiri pasar Amerika Serikat dengan harga dan kualitas produk yang cukup bersaing, Cina memiliki nilai ekspor yang cukup besar jika dibandingkan dengan Indonesia.


(40)

Munculnya persaingan yang semakin tinggi secara tidak langsung berdampak terhadap kondisi daya saing produk alas kaki Indonesia di Amerika. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin menganalisis daya saing produk alas kaki Indonesia serta mengadakan perbandingan dengan negara Cina yang dinilai sebagai pesaing terkuat Indonesia di pasar Amerika Serikat.

Pertumbuhan ekspor dari suatu negara dipengaruhi oleh efek pertumbuhan dunia atau efek ekspansi dan efek daya saing, dimana efek ekspansi mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekspor suatu negara akan terjadi bila mempertahankan pangsa pasarnya, artinya ekspor akan meningkat di pasar yang sedang mengalami peningkatan permintaan, sedangkan efek daya saing yaitu daya saing relatifnya. Efek ekspansi terbagi menjadi dua, yakni efek pangsa makro dan efek pangsa mikro. Pangsa makro berhubungan dengan posisi produk alas kaki terhadap total impor dunia, sedangkan pangsa mikro adalah posisi alas kaki Indonesia di pasar dunia. Ketiga efek yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor produk alas kaki Indonesia tersebut (efek pangsa makro, efek pangsa mikro dan efek daya saing) dapat dianalisis dengan menggunakan analisis Constant Market Share.

Analisis untuk mengetahui keunggulan komparatif dari produk alas kaki dilakukan dengan menggunakan analisis RCA (Revealed Comparatif Advantage). Dimana dilakukan perbandingan antara pangsa pasar produk alas kaki di Indonesia dengan pangsa pasar produk alas kaki tersebut di dunia, nilai RCA yang diperoleh lebih dari satu berarti produk alas kaki Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar Internasional, sedangkan nilai RCA yang kurang dari satu berarti produk alas kaki Indonesia memiliki daya saing yang lemah di pasar


(41)

Internasional. Gambaran lengkap mengenai kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Alas Kaki Indonesia memiliki kinerja Ekspor yang cukup baik

Produk Alas Kaki merupakan produk Unggulan Ekspor Indonesia

Produk-produk alas kaki Indonesia memiliki harga yang kompetitif, desain yang unik dan bervariasi Industri Alas Kaki

masuk kedalam empat kluster industri yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi

diatas 7 persen.

Amerika Serikat sebagai salah satu tujuan ekspor utama

Ancaman persaingan dari negara pesaing yang juga mengekspor produk yang sama(Cina)

Bagaimana Posisi daya saing produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat

Revelead Comparative Advantage (RCA) Analisis Keunggulan/

kerugian komparatif

Constant Market Share (CMS) untuk mengetahui faktor- faktor

dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor alas kaki

Indonesia

Kondisi daya saing Alas Kaki Indonesia dalam perdagangan di pasar Amerika Serikat


(42)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah jenis data tahunan, yakni dari Tahun 2000 sampai Tahun 2009, adapun data- data utama yang digunakan adalah berupa data nilai ekspor komoditi alas kaki khususnya untuk komoditi HS 640319 dan HS 640219 untuk negara Indonesia dan negara Cina ke pasar Amerika Serikat, serta data-data dari nilai impor komoditi alas kaki negara Amerika Serikat dan nilai impor total umum negara Amerika Serikat.

Adapun data- data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari United Nations Commodity Trade Statistics Division (UN COMTRADE) melalui situsnya www.comtrade.un.org, World Integrated Trade Solution (WITS), Badan Pusat Statistik, Departemen Perdagangan, Kementrian Perindustrian dan studi literatur yang di dapat dari buku-buku yang berhubungan dengan industri alas kaki dan teori mengenai daya saing.

3.2 Metode Analisis Dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif. Pendekatan dengan metode kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Constant Market Share Analysis (CMSA) yaitu suatu model analisis yang membagi pertumbuhan ekspor dalam aspek pertumbuhan permintaan dunia dan juga aspek daya saing. Revalead Comparatif Advantage (RCA) yakni suatu metode yang digunakan untuk menganalisis tingkat daya saing alas kaki Indonesia yang diekspor ke pasar internasional


(43)

khususnya pasar Amerika Serikat. Perhitungan- perhitungan baik RCA maupun CMS tersebut diharapkan dapat menjawab sampai sejauh mana daya saing dan tingkat spesialisasi komoditi alas kaki Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat.

3.2.1 Revalead Comparatif Advantage (RCA)

Metode RCA merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara (Balasa, 1989). Perhitungan dengan metode RCA pada penelitian ini antara lain untuk mengetahui bagaimana posisi ekspor dari produk alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat, adapun variabel-variabel yang diukur pada perhitungan dengan metode RCA adalah berupa besarnya kinerja nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika serikat terhadap keseluruhan total nilai ekspor produk dari negara Indonesia ke Amerika Serikat yang kemudian dibandingkan dengan keseluruhan total ekspor semua negara yang melakukan kegiatan ekspor produk alas kaki ke negara Amerika Serikat terhadap keseluruhan total produk yang di impor oleh Amerika Serikat dari seluruh negara.

Rumusnya adalah sebagai berikut:

RCA=

………..……..………..(3.1)

Dimana : Xij = Nilai ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat Xit= Nilai total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat Wj= Nilai ekspor dunia produk alas kaki di Amerika Serikat Wt= Nilai total ekspor produk dunia ke Amerika Serikat.


(44)

Metode ini merupakan metode yang berdasarkan pada konsep bahwa perdagangan antar negara sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara. Hasil perhitungan dari nilai RCA yang lebih dari satu menandakan suatu produk dikatakan memiliki daya saing yang kuat di pasar tujuan, sedangkan nilai RCA yang kurang dari satu menandakan produk tersebut memiliki daya saing yang lemah. Semakin tinggi nilai RCA suatu produk yang diekspor oleh suatu negara menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh negara tersebut semakin tinggi.

Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan nilai RCA tahun lalu. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut :

IndeksRCA=

……….……..(3.2)

RCAt = Nilai RCA tahun ke- (t) RCA t-1 = Nilai RCA tahun ke (t-1)

Indeks RCA berkisar antara nol sampai tak hingga. Nilai indeks RCA sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat tahun sekarang sama dengan tahun lalu.

3.2.2 Constant Market Share (CMS)

Pada penelitian ini juga menggunakan metode pangsa pasar konstan (Constant Market Share) yang digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif suatu negara. Perhitungan ditujukan untuk mengetahui faktor- faktor yang menyebabkan kenaikan dan penurunan besarnya nilai ekspor alas kaki negara Indonesia ke Amerika Serikat jika dilihat dari beberapa komponen faktor yaitu berdasarkan efek komoditas ekspor, efek pertumbuhan impor dan efek daya


(45)

saing. Sisi permintaan dari variabel- variabel yang diukur dibagi menjadi efek pangsa makro yang merupakan pertumbuhan impor dan juga efek pangsa mikro yang merupakan efek komposisi komoditi, selanjutnya dari sisi penawaran yang menerangkan efek persaingan atau efek daya saing Rumusnya adalah sebagai berikut:

Xij2 – Xij1 =

m

Xijk1 + {(

m

i –

m

) Xijk1 } + {Xij2 – Xij1– mi Xijk1}………(3.3) (1) (2) (3)

Dimana: Xij1 = Ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat tahun ke-(t-1) Xij2 = Ekspor alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat tahun ke- (t) m = Persentase peningkatan impor umum di Amerika Serikat mi = Persentase peningkatan impor alas kaki di Amerika Serikat (1)= Efek pertumbuhan impor, (2)= Efek Komposisi, (3)= Efek daya saing

Efek pertumbuhan impor menjelaskan besarnya kenaikan atau penurunan ekspor produk suatu negara yang disebabkan pertumbuhan yang lebih cepat dari impor dunia untuk komoditi tertentu yang dibandingkan dengan impor komoditi lainnya. Nilai yang positif mengindikasikan ekspor suatu negara meningkat karena adanya peningkatan permintaan terhadap komoditi yang diekspor tersebut.

Efek komposisi komoditas menjelaskan besarnya perbandingan antara besarnya persentase kenaikan permintaan negara tujuan ekspor untuk komoditi tertentu terhadap persentase kenaikan permintaan keseluruhan komoditi total di negara tujuan ekspor yang kemudian nilai ini di kalikan dengan keseluruhan total ekspor untuk komoditi tertentu pada tahun dasar negara pengekspor. Nilai yang positif menunjukkan pertumbuhan ekspor untuk negara tertentu sebagian disebabkan oleh pilihan pasar yang benar. Sebaliknya nilai yang negatif


(46)

menunjukkan bahwa ekspor suatu negara ditujukan ke negara-negara yang besarnya permintaan tidak secepat pertumbuhan dunia.

Efek daya saing merupakan perhitungan dari perbedaan besarnya pertumbuhan ekspor suatu negara untuk komoditi tertentu menuju negara tujuan ekspor atau pasar tujuan utama dan tingkat pertumbuhan total impor dari komoditi tersebut. Pertumbuhan ekspor suatu negara dikatakan memiliki daya saing di negara tujuan ekspor atau pasar tujuan utama apabila ekspor tersebut tumbuh lebih cepat dari impor negara tujuan untuk komoditi tersebut, hal ini secara tidak langsung menyebabkan pangsa pasar pada negara tujuan utama ekspor meningkat.


(47)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Karakteristik Industri Alas Kaki

Gambaran mengenai industri alas kaki di Indonesia sangat beragam dan tersebar di berbagai propinsi dalam bentuk industri kecil, menengah dan besar dengan pembagian masing- masing segmen industri. Menurut data kementrian perindustrian Menperin, Industri alas kaki nasional saat ini berjumlah 386 perusahaan yang tersebar di beberapa propinsi yaitu Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Sulawesi Utara, dimana Jawa Timur merupakan klaster Industri sepatu terbesar dengan wilayah produksi tersebar mulai dari Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Magetan, Malang dan Jombang (SNI Penguat Daya Saing Bangsa, 2009)

Industri alas kaki dalam skala kecil memiliki karakteristik bersifat padat tenaga kerja, sensitif terhadap perubahan model dan menggunakan teknologi yang sederhana. Biasanya industri alas kaki dalam skala kecil merupakan usaha warisan keluarga yang melibatkan seluruh anggota keluarga dan memiliki pekerja kurang dari 20 orang. Usaha tersebut masih belum bisa berkembang menjadi lebih besar karena masih kurangnya kesadaran dalam mengutamakan kualitas produk serta keterbatasan modal dan kesulitan pemasaran dan distribusi penjualan produk alas kaki. cakupan mengenai industri alas kaki dalam skala usaha kecil terdiri dari beberapa jenis diantaranya sepatu kulit/kasual dan sandal kulit yang sebagian besar diperuntukkan bagi konsumen lokal.


(48)

Berbeda dengan industri alas kaki dalam skala kecil/UKM, Industri alas kaki dalam skala usaha besar pada umumnya berupa pabrikan untuk membuat produk bermerek (branded) berdasarkan job order dari pemegang merek terkenal (buyer) di luar negeri, contohnya produk alas kaki Nike, Adidas atau Reebok. Keseluruhan desain , bahan baku dan teknologi bersumber dari pihak principal (buyer) sehingga tidak memberikan keleluasaan bagi pabrikan untuk mengembangkan merek dan desain sendiri. Jenis produk yang dihasilkan oleh industri besar pada umumnya berupa sepatu olah raga, alas kaki yang berbahan sintetis atau karet dan sepatu kulit yang dirancang khusus misalnya ski-boot untuk melayani pasar internasional terutama Amerika dan Uni-Eropa.

Dalam perkembangannya industri alas kaki merupakan industri yang memiliki kelemahan dan kelebihan, adapun kelebihan yang dimiliki oleh industri alas kaki yaitu:

1. Permintaan produk alas kaki dunia secara umum dari tahun ke tahun terus meningkat.

2. Kebutuhan alas kaki nasional diperkirakan akan terus meningkat 3. Industri alas kaki banyak menyerap tenaga kerja

4. Tersedianya SDM yang mudah untuk dididik menjadi tenaga kerja terampil dengan upah yang bersaing.

5. Telah berkembangnya industri kulit imitasi/ synthetis berkualitas baik sebgai bahan baku bagi industri alas kaki non kulit.

Sedangkan untuk kelemahan yang dimiliki oleh industri alas kaki adalah sebagai berikut :


(49)

1. Membanjirnya produk impor di pasar dalam negeri dengan harga murah yang masuknya diduga secara illegal atau tidak wajar yang mendistorsi pasar industri alas kaki nasional.

2. Masih tingginya ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan penolong serta komponen terutama bagi produk tujuan ekspor karena terbatasnya kemampuan industri pemasok dalam negeri.

3. Kemampuan dan perkembangan indsutri pendukung masih terbatas, sehingga ketergantungan terhadap impor tinggi terutama untuk produk tujuan ekspor. 4. Masih terbatasnya kemampuan SDM dalam penguasaan teknologi peroduksi

dan desain, sehingga lamban dalam mengantisipasi perkembangan kebutuhan pasar.

5. Masih terbatasnya kemampuan Industri Kecil dan Menengah (IKM) disebabkan antara lain:

a. Peralatan produksi yang dimiliki sangat sederhana

b. Belum dikelola secara professional dan sebgaian dianggap sebgai usaha sampingan.

c. Profesionalisme dan jiwa kewirausahaan masih lemah. d. Kemampuan SDM terbatas.

e. Kemampuan penguasaan jaringan pasar dan promosi lemah. f. Lemahnya akses dengan sumber pembiayaan.

6. Terbatasnya kemampuan untuk menciptakan dan mempromosikan merk sendiri melalui kepersertaan pada pameran internasional di dalam maupun di luar negeri ( Road Map Industri Alas Kaki, 2007).


(50)

Sedangkan jika dibandingkan dengan negara-negara pesaing utama Indonesia seperti Cina, beberapa hal yang membuat industri di negara tersebut lebih maju jika dibandingkan dengan Indonesia yaitu :

1. Cina mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sehingga menciptakan permintaan pasar dalam negeri yang besar, selain itu pertumbuhan ekonomi di negara tersebut cukup signifikan.

2. Pengaruh masuknya modal asing yang disertai dengan alih teknologi dan peran aktif dari investornya telah menghasilkan keterampilan dan produktivitas kerja yang meningkat dengan upah buruh yang masih relatif rendah.

3. Daya beli masyarakat Cina yang rendah, maka diperlukan harga sepatu yang murah, sehingga tuntutan kualitasnya tidak terlalu tinggi.

4. Cina mempunyai Hongkong sebagai salah satu pintu gerbang pasar internasionalnya.

5. Pemerintah Cina memberikan dukungan penuh kepada sektor Industri sepatunya (Depperindag, 2000).

4.1.1. Penyerapan Tenaga Kerja industri alas kaki.

Salah satu kelebihan yang dimiliki industri alas kaki yaitu Industri alas kaki merupakan salah satu industri yang bersifat padat karya, dimana penyerapan tenaga kerja pada sektor industri ini sangatlah besar. Berdasarkan Gambar 4.1 penyerapan tenaga kerja pada komoditi alas kaki dari Tahun 2000 sampai dengan 2007 cenderung fluktuatif, jumlahnya cenderung mengalami penurunan terus- menerus dari Tahun 2000 sampai dengan 2005.


(51)

Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)

Gambar 4.1. Jumlah Tenaga Kerja Industri Besar dan Sedang komoditi Alas Kaki Tahun 2000-2008 (Orang)

Pada Tahun 2005 terjadi penurunan jumlah tenaga kerja sebesar 6,37 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya, adanya masalah perburuhan yang mengakibatkan stagnasi produksi menjadi semakin tidak terhindarkan. Berbagai kondisi tersebut pada akhirnya tentu menyebabkan banyak industri sepatu dan alas kaki domestik yang harus mengurangi produksinya bahkan mengalami kebangkrutan1.

Data pada Aprisindo sendiri menunjukan terjadinya pengurangan jumlah perusahaan pada Tahun 2005, jika pada Tahun 2003 jumlah perusahaan yang menjadi anggota dalam organisasi tersebut sebanyak 107 perusahaan maka pada tahun 2005 hanya tinggal 98 unit perusahaan. pengurangan jumlah perusahaan secara tidak langsung berdampak pada besarnya jumlah tenaga kerja.

Setelah mengalami penurunan jumlah tenaga kerja terus- menerus sampai pada Tahun 2005, menginjak tahun berikutnya jumlah tenaga kerja pada Tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 12,78 persen, namun untuk tahun berikutnya mengalami penurunan sebesar 10,70 persen pada Tahun 2007.

1 http://nanug-gemblongs.blogspot.com/2006/06/produk-alas-kaki-indonesia-ancaman.html 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

J u m la h Te n a g a K er ja Tahun banyaknya jumlah tenaga kerja


(52)

Pada Tahun 2008 jumlah tenaga kerja kembali mengalami kenaikan sebesar 4,8 persen, meningkatnya jumlah tenaga kerja pada Tahun 2008 secara tidak langsung disebabkan oleh adanya kenaikan upah buruh di Cina khususnya di sektor alas kaki yang menjadikan beberapa pabrik besar mengalihkan modal usahanya ke negara lain yang mampu menawarkan tenaga kerja yang lebih murah, hal ini tentu memberikan peluang bagi Indonesia mengingat pasokan tenaga kerja yang cukup besar dan juga upah yang stabil2.

4.1.2. Jumlah Perusahaan Industri Alas Kaki.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik untuk industri besar sedang, data mengenai jumlah perusahaan alas kaki cenderung fluktuaif nilainya (Gambar 4.2). Jumlah perusaahan alas kaki cenderung menurun dari Tahun 2001 sampai dengan Tahun 2005.

Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)

Gambar 4.2. Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Komoditi Alas Kaki Tahun 2000-2008 (Unit)

Namun, jumlahnya kembali meningkat tajam ketika memasuki Tahun 2006, kenaikan jumlah perusahaan alas kaki tertinggi berada pada Tahun 2006 dimana pertumbuhan jumlah perusahaan mencapai 74 persen, bertambahnya jumlah 2 http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2010/06/08/menggeser-made-in-china/ 0 100 200 300 400 500 600

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

J um la h perus a ha a n Tahun Perkembangan jumlah perusahaan Industri alas kaki


(53)

perusahaan tersebut disebabkan karena adanya minat investor dari negara luar yang membuka perusahaannya di Indonesia.3

Pada Tahun 2007 jumlah perusahaan alas kaki kembali menurun dari sebelumnya berjumlah 569 perusahaan pada Tahun 2006 menjadi 535 perusahaan, penurunan jumlah perusahaan semakin menurun pada Tahun 2008, jumlahnya menjadi 437 perusahaan atau turun 11,58 persen.

4.1.3. Efisiensi Industri Alas Kaki.

Efisiensi merupakan perbandingan yang terbaik antara input ( masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimalnya yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas4. Badan Pusat Statistik merumuskan nilai efisiensi berdasarkan perbandingan antara nilai input terhadap nilai output, dengan kata lain semakin kecil nilai efisiensi menandakan kegiatan proses produksi semakin efisien, semakin efisien menandakan perusahaan mampu memproduksi suatu produk dengan input yang rendah serta mampu menghasilkan output yang tinggi.

Sumber : Badan Pusat Statistik (2008)

Gambar 4.3. Nilai Efisiensi Industri Besar dan Sedang Komoditi Alas Kaki Tahun 2000-2008 3 http://m.inilah.com/read/detail/138/penjualan-produsen-alas-kaki-melonjak/ 4 http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-efisiensi/ 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Nila

i

Efisien

si

Tahun

Nilai Efisiensi Industri Alas Kaki


(54)

Jika dilihat berdasarkan nilai efisiensi dari produk alas kaki di Indonesia, nilainya menunjukkan angka yang cenderung fluktuatif, pada Tahun 2000 nilai efisensi produk alas kaki mencapai 0,58. Sedangkan pada Tahun 2001 nilai efisiensi masih tetap berada pada kisaran tersebut atau tetap pada nilai 0,58. Memasuki Tahun 2002 nilai efsiensi menurun menjadi 0,67 sedangkan Tahun 2003 nilai efisensi kembali membaik menjasi 0,60.

Pada Tahun 2004 efisiensi kembali menurun menjadi 0,65 dan nilainya kembali membaik pada Tahun 2005 nilai efisiensinya mencapai 0,61 dan 0,55 pada Tahun 2006. Memasuki Tahun 2007 nilai efisensi kembali menurun menjadi 0,57 dan semakin menurun menjadi 0,63 pada Tahun 2008. Adanya pengaruh dari krisis keuangan global ternyata membawa dampak terhadap besarnya nilai output yang dihasilkan dari industri alas kaki.

4.1.4 Perkembangan Investasi Sektor Industri Alas Kaki

Perkembangan investasi dalam sektor industri alas kaki beberapa tahun terakhir memiliki nilai yang sangat kurang terutama investasi PMDN dengan trend jumlah proyek dan nilai investasi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan investasi PMA. Pada Tabel 4.1 terlihat pada Tahun 2001 jumlah proyek PMDN yang disetujui berjumlah 2 unit dengan nilai investasi sebesar 16,8 juta US$. Sedangkan pada tahun yang sama jumlah proyek dan nilai investasi PMA sebesar 8 unit dan 21,4 juta US$.

Selanjutnya pada tahun 2002 jumlah proyek PMDN meningkat menjadi 3 unit dengan nilai investasi sebesar 117,6 juta US$. Pada tahun yang sama jumlah proyek pada PMA justru mengalami penurunan dari 8 unit menjadi 6 unit


(55)

walaupun jumlah proyeknya mengalami penurunan namun nilai investasinya justru mengalami peningkatan sebesar 57,4 juta US$.

Tabel 4.1 perkembangan Realisasi Investasi Industri Alas Kaki

Tahun

PMDN PMA

Jumlah Proyek Nilai Investasi (Juta US$) Jumlah Proyek Nilai Investasi (Juta US$)

2001 2 16,8 8 21,4

2002 3 117,6 6 57,4

2003 1 1,0 7 5,8

2004 2 24,5 6 13,2

2005 1 14,6 6 47,8

2006 1 4,0 11 51,8

2007 2 58,5 10 95,9

2008 2 10,1 20 145,8

Sumber : BKPM,2008

Trend investasi yang cenderung menurun disebabkan oleh rendahnya minat investor terutama investor dalam negeri pada beberapa tahun terkahir. Pada Tahun 2006 jumlah proyek dan investasi khususnya PMA mengalami peningkatan, peningkatan ini lebih disebabkan oleh adanya kebijakan anti dumping Uni Eropa terhadap Cina dan Vietnam yang memberikan peluang bagi industri alas kaki nasional untuk merebut pasar Eropa. Berdasarkan laporan Aprisindo ( Asosiasi Persepatuan Indonesia), sedikitnya 50 perusahaan alas kaki merelokasi pabrik dari Cina dan menanam investasi di Indonesia5.

Pada Tahun 2007 jumlah proyek dan nilai investasi pada PMDN mengalami peningkatan, nilai investasi pada tahun tersebut mencapai 58,5 juta US$. Sedangkan nilai investasi pada PMA juga mengalami peningkatan sebesar 95,9 juta US$. Memasuki tahun 2008 jumlah proyek pada PMDN sama pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 2 unit namun nilai investasinya cenderung mengalami penurunan yang cukup tajam dengan nilai 10,1 juta US$. Berbeda

5


(56)

dengan PMDN nilai investasi dan jumlah proyek pada PMA justru mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah proyek mencapai 20 unit dengan nilai investasi mencapai 145,8 juta US$. Adanya peningkatan pada investasi PMA lebih disebabkan oleh adanya peningkatan minat investor untuk berinvestasi di Indonesia. Pada tahun 2008, sedikitnya 25 perusahaan sepatu asing sudah menandatangani kontrak untuk berinvestasi di Indonesia. Dari 25 perusahaan tersebut, 10 perusahaan melakukan perluasan usaha dan 15 perusahaan lain merupakan investor baru. Total investasi yang akan ditanamkan oleh ke-25 perusahaan tersebut mencapai US$ 170 juta dengan total kapasitas produksi per tahun mencapai 287 juta pasang6.

4.2. Perkembangan Perdagangan Alas kaki Dunia Tahun 2000- 2009

Perdagangan komoditi alas kaki dunia mengalami perkembangan yang cukup baik hal ini ditandai dengan besarnya tren yang meningkat dari Tahun 2000 sampai 2008 (Gambar 4.4), besarnya nilai ekspor perdagangan seluruh dunia untuk komoditi alas kaki pada Tahun 2000 sampai 2008 mencapai US$ 51,10 miliar hingga US$ 98,72 miliar.

Jika dilihat dari pertumbuhannya, pertumbuhan nilai ekspor perdagangan alas kaki dari Tahun 2000 sampai 2008 juga mengalami peningkatan yang cukup baik, pada Tahun 2001 pertumbuhan perdagangannya adalah sebesar 2,23 persen, selanjutnya dari Tahun 2001 ke 2002 pertumbuhan perdagangannya mencapai 3,01 persen, sedangkan pertumbuhan perdagangan pada Tahun 2002 ke 2003 mengalami kenaikan sebesar 10,47 persen. kenaikan ini masih terus berlanjut di

6h


(1)

97

Lampiran 7

Perhitungan Efek Daya Saing Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik Indonesia di Pasar Amerika Serikat (Juta US$)

Tahun

Ekspor Tahun

Lalu

Peningkatan Impor AS

(%)

Ekspor Seharusnya

Ekspor Yang terjadi

Efek Daya Saing

(1) (2) (3)= {(2) + 100%}

*(1)

(4) (5)=(4)–(3)

HS 640319

2000 398,03 5,15 418,54 392,19 -26,35

2001 392,19 -8,69 358,12 363,20 5,08

2002 363,20 0,78 366,04 311,58 -54,45

2003 311,59 11,28 346,74 313,84 -32,89

2004 313,85 5,08 329,78 334,80 5,03

2005 334,81 13,19 378,96 337,19 -41,77

2006 337,19 5,24 354,87 338,15 -16,72

2007 338,16 -12,99 294,22 251,16 -43,06

2008 251,17 7,05 268,86 250,86 -18,00

2009 250,86 -41,81 145,97 253,56 107,60

HS 640219

2000 134,67 15,03 154,91 136,75 -18,16

2001 136,75 2,66 140,38 132,36 -8,02

2002 132,36 -5,17 125,51 84,78 -40,73

2003 84,78 1,24 85,84 100,32 14,48

2004 100,32 -8,25 92,04 66,90 -25,14

2005 66,90 22,75 82,12 63,32 -18,80

2006 63,32 1,42 64,22 40,41 -23,81

2007 40,41 8,35 43,78 31,33 -12,45

2008 31,33 9,14 34,19 37,50 3,31


(2)

98

Lampiran 8

Perhitungan Efek Daya Saing Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit dan Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik Cina di Pasar Amerika Serikat (Juta US$)

Tahun

Ekspor Tahun

Lalu

Peningkatan Impor AS

(%)

Ekspor Seharusnya

Ekspor Yang terjadi

Efek Daya Saing

(1) (2) (3)= {(2) + 100%}

*(1)

(4) (5)=(4)–(3)

HS 640319

2000 692,63 5,15 728,34 701,89 -26,44

2001 701,89 -8,69 640,92 661,52 20,60

2002 661,52 0,78 666,69 697,89 31,21

2003 697,89 11,28 776,64 822,24 45,61

2004 822,24 5,08 863,98 880,23 16,25

2005 880,23 13,19 996,32 1.064,68 68,36

2006 1.064,68 5,24 1.120,51 1.116,98 -3,53 2007 1.116,98 -12,99 971,86 1.019,24 47,38 2008 1.019,24 7,05 1.091,05 876,06 -214,99

2009 876,06 -41,81 509,75 623,72 113,97

HS 640219

2000 210,70 15,03 242,37 228,54 -13,83

2001 228,54 2,66 234,62 256,48 21,87

2002 256,48 -5,17 243,23 269,31 26,09

2003 269,31 1,24 272,67 273,34 0,68

2004 273,34 -8,25 250,79 271,08 20,30

2005 271,08 22,75 332,75 342,94 10,19

2006 342,94 1,42 347,81 381,42 33,62

2007 381,42 8,35 413,26 398,68 -14,57

2008 398,68 9,14 435,15 347,57 -87,57


(3)

1 Lampiran 9

Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit HS640319 Indonesia ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$)

Periode

Ekspor Indonesia ke

Amerika (Xijk)

Impor Alas kaki

Amerika

Impor Umum Amerika

Persentase Impor Alas Kaki

Amerika (mi)

Persentase Impor Umum Amerika

(m)

Efek Pertumbuhan

Impor (m.Xijk1)

Efek Komposisi

Komoditi {(mi-m) Xijk1}

Efek Daya Saing {Xijk2-Xijk1-

miXijk1}

Pertumbuhan Ekspor

2000 392,19 1.412,58 1.367.343,94 - -

2005 337,19 1.720,50 1.860.036,20 21,79 36,03 141,31 -55,85 -140,46 -55,00

2009 253,57 981,29 1.668.702,20 -42,96 -10,28 -34,66 -110,29 61,23 -83,63


(4)

2 Lampiran 10

Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS640219 Indonesia ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$)

Periode

Ekspor Indonesia ke

Amerika (Xijk)

Impor Alas kaki

Amerika

Impor Umum Amerika

Persentase Impor Alas Kaki

Amerika (mi)

Persentase Impor Umum Amerika

(m)

Efek Pertumbuhan

Impor (m.Xijk1)

Efek Komposisi

Komoditi {(mi-m) Xijk1}

Efek Daya Saing {Xijk2-Xijk1-

miXijk1}

Pertumbuhan Ekspor

2000 136,75 472,84 1.367.343,94 - -

2005 63,32 524,82 1.860.036,20 10,99 36,03 49,27 -34,24 -88,45 -73,42

2009 40,44 368,00 1.668.702,20 -29,88 -10,28 -6,51 -12,41 -3,96 -22,88


(5)

3 Lampiran 11

Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS640319 Cina ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$)

Periode

Ekspor Cina ke Amerika

(Xijk)

Impor Alas kaki

Amerika

Impor Umum Amerika

Persentase Impor Alas Kaki

Amerika (mi)

Persentase Impor Umum Amerika

(m)

Efek Pertumbuhan

Impor (m.Xijk1)

Efek Komposisi

Komoditi {(mi-m) Xijk1}

Efek Daya Saing {Xijk2-Xijk1-

miXijk1}

Pertumbuhan Ekspor

2000 701,90 1.412,58 1.367.343,94 - -

2005 1.064,69 1.720,50 1.860.036,20 21,79 36,03 252,89 -99,95 209,84 362,79

2009 623,72 981,29 1.668.702,20 -42,96 -10,28 -109,44 -347,94 16,43 -440,96


(6)

4 Lampiran 12

Perhitungan Constant Market Share Alas Kaki Sepatu Olah Raga yang Menggunakan Bahan Kulit atau Plastik HS640219 Cina ke Amerika Serikat Periode 2000-2005 dan 2005-2009 (Juta US$)

Periode

Ekspor Cina ke Amerika

(Xijk)

Impor Alas kaki

Amerika

Impor Umum Amerika

Persentase Impor Alas Kaki

Amerika (mi)

Persentase Impor Umum Amerika

(m)

Efek Pertumbuhan

Impor (m.Xijk1)

Efek Komposisi

Komoditi {(mi-m) Xijk1}

Efek Daya Saing {Xijk2-Xijk1-

miXijk1}

Pertumbuhan Ekspor

2000 228,55 472,84 1.367.343,94 - -

2005 342,94 524,82 1.860.036,20 10,99 36,03 82,35 -57,23 89,28 114,39

2009 294,95 368,00 1.668.702,20 -29,88 -10,28 -35,25 -67,22 54,48 -47,99