Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN

(1)

DAYA SAING EKSPOR KOMODITI HORTIKULTURA

INDONESIA DI PASAR ASEAN

FAJAR CAHYA NUGRAHA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Fajar Cahya Nugraha NIM H44090100


(4)

ABSTRAK

FAJAR CAHYA NUGRAHA. Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN. Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian Indonesia yang memiliki potensi ekspor cukup baik di pasar internasional, salah satunya pasar ASEAN. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi dan posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN, serta merumuskan strategi yang dapat mendukung peningkatan daya saing ekspor hortikultura Indonesia. Daya saing ekspor hortikultura Indonesia dianalisis menggunakan analisis Revealed Comparative Advantages, Export Competitivenes Index, serta Acceleration Ratio. Komoditi yang diteliti dalam penelitian ini adalah bunga potong, mangga, manggis, jambu biji, alpukat, semangka, kentang, tomat, jahe dan temulawak. Berdasarkan pengelompokkan hasil ketiga analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa komoditi hortikultura yang memiliki daya saing ekspor di pasar ASEAN adalah mangga, manggis, jambu biji, alpukat, semangka, kentang, jahe, temulawak dan bunga potong, sedangkan tomat kurang memiliki daya saing eskpor di pasar ASEAN.

Kata kunci: ASEAN, daya saing ekspor, hortikultura.

ABSTRACT

FAJAR CAHYA NUGRAHA. Export Competitiveness of Indonesia Horticulture in ASEAN. Supervised by ADI HADIANTO

Horticulture is one of agricultural sub sector of Indonesia which has quite good potential in international market, such as ASEAN. The objectives of this research are to analyze condition and the competitiveness position of Indonesian horticultural commodities in ASEAN’s market, also to formulate strategy which leads to increase the export competitiveness of Indonesian horticulture. The export competitiveness of Indonesian horticulture is analyzed using Revealed Comparative Advantages, Export Competitiveness Index, and Acceleration Ratio methods. The examined commodities in this research are cut flowers, mangoes, mangosteens, guavas, avocadoes, watermelons, potatoes, tomatoes, gingers, and curcumas. Considering the classification based on the analysis, we can coclude that commodities which have export competitiveness are mangoes, mangosteens, guavas, avocadoes, watermelons, potatoes, gingers, curcumas, and cut flowers,

whereas tomatoes have less export competitiveness in ASEAN’s market.


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan

DAYA SAING EKSPOR KOMODITI HORTIKULTURA

INDONESIA DI PASAR ASEAN

FAJAR CAHYA NUGRAHA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

(7)

NIM H44090100

Disetujui oleh

-Adi Hadianto, SP, M.Si Pembirnbing

Diketahui oleh


(8)

Judul Skripsi : Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN

Nama : Fajar Cahya Nugraha

NIM : H44090100

Disetujui oleh

Adi Hadianto, SP, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen


(9)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah “Daya Saing Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN.”

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua yaitu Nazmudin Razak dan Dewi Ratnawulan, serta Firhan Dwi Adyasa yang selalu memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr dan Hastuti, SP, MP, M.Si selaku dosen penguji utama dan dosen penguji wakil departemen yang telah memberikan saran dalam perbaikan skripsi ini.

4. Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, serta Badan Pusat Stratistik Pusat yang telah membantu selama pengumpulan data.

5. Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL angkatan 46 atas semua arahan, masukan, dan bantuannya.

6. Teman-teman satu bimbingan Abida Hadi, Dwi Susan P, dan Lia Nur Alia Rahmah yang selalu memberikan bantuan dan semangat.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak.

Bogor, Oktober 2013

Fajar Cahya Nugraha NIM H44090100


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Teori Perdagangan Internasional ... 11

2.2.1 Konsep Daya Saing ... 12

2.2.2 Konsep Keunggulan dan Daya Saing Ekspor ... 13

2.2 Penelitian Terdahulu ... 15

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 20

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 20

IV. METODE PENELITIAN ... 23

4.1 Jenis dan Sumber Data ... 23

4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 23

4.2.1 Revealed Comparative Advantages (RCA) ... 23

4.2.2 Acceleration Ratio (AR) ... 24

4.2.3 Export Competitiveness Index (ECI) ... 24

4.2.4 Pengelompokkan Komoditi Hortikultura yang Berdaya Saing dan Tidak Berdaya Saing ... 25

4.2.5 Analisis Deskriptif ... 26

V. GAMBARAN UMUM ... 28

5.1 Perkembangan Hortikultura Indonesia dan Negara-Negara ASEAN ... 28

5.2 Perkembangan Ekspor Hortikultura Indonesia di ASEAN... 31

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

6.1 Analisis Daya Saing Hortikultura Indonesia di Pasar ASEAN ... 41

6.1.1 Mangga, Manggis dan Jambu Biji ... 41

6.1.2 Alpukat ... 43

6.1.3 Semangka ... 45


(12)

6.1.5 Tomat ... 50

6.1.6 Jahe ... 52

6.1.7 Temulawak ... 54

6.1.8 Bunga Potong ... 56

6.1.9 Pengelompokkan Komoditi Hortikultura yang Berdaya Saing dan Tidak Berdaya Saing di Pasar ASEAN ... 58

6.2 Strategi Peningkatan Daya Saing Komoditi Hortikultura Indonesia ... 60

6.2.1 Regulasi Peningkatan Daya Saing Hortikultura Indonesia ... 60

6.2.2 Stakeholders yang Terkait ... 61

6.2.3 Budidaya Hortikultura Indonesia ... 62

6.2.4 Kebijakan Perdagangan yang Mendukung Peningkatan Daya Saing Hortikultura Indonesia ... 63

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 65

7.1 Simpulan ... 65

7.2 Saran ... 65


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2012 (dalam

TrilyunRupiah) ... 1

2 Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor PertanianTahun 2008-2012 (dalam Ribu US$) ... 3

3 Ekspor Nonmigas Indonesia Menurut Negara Tujuan Januari-Desember 2012 ... 5

4 Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor Hortikultura Tahun 2008-2012 (dalam Ribu US$) ... 8

5 Kontribusi Volume dan Nilai Ekspor Sub Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Tahun 2008-2012 (dalam %) ... 8

6 Spesifikasi Komoditi yang Diteliti ... 10

7 Penelitian Terdahulu tentang Daya Saing Ekspor ... 16

8 Matriks Pengelompokkan Daya Saing Komoditi Hortikultura ... 26

9 Negara Produsen Beberapa Produk Hortikultura di Pasar ASEAN ... 36

10 Nilai RCA Mangga, Manggis dan Jambu Biji Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 41

11 Nilai AR Mangga, Manggis dan Jambu Biji Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 42

12 Nilai ECI Mangga, Manggis dan Jambu Biji Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 43

13 Nilai RCA Alpukat Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 44

14 Nilai AR Alpukat Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 44

15 Nilai ECI Alpukat Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 45

16 Nilai RCA Semangka Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 46

17 Nilai AR Semangka Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 46

18 Nilai ECI Semangka Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 47


(14)

19 Nilai RCA Kentang Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar

ASEAN Tahun 2007-2012 ... 48 20 Nilai AR Kentang Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN

Tahun 2007-2012 ... 49 21 Nilai ECI Kentang Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN

Tahun 2007-2012 ... 49 22 Nilai RCA Tomat Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN

Tahun 2007-2012 ... 50 23 Nilai AR Tomat Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN

Tahun 2007-2012 ... 51 24 Nilai ECI Tomat Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN

Tahun 2007-2012 ... 51 25 Nilai RCA Jahe Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN

Tahun 2007-2012 ... 52 26 Nilai AR Jahe Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN

Tahun 2007-2012 ... 53 27 Nilai ECI Jahe Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar ASEAN

Tahun 2007-2012 ... 54 28 Nilai RCA Temulawak Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar

ASEAN Tahun 2007-2012 ... 54 29 Nilai AR Temulawak Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar

ASEAN Tahun 2007-2012 ... 55 30 Nilai ECI Temulawak Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar

ASEAN Tahun 2007-2012 ... 55 31 Nilai RCA Bunga Potong Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar

ASEAN Tahun 2007-2012 ... 56 32 Nilai AR Bunga Potong Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar

ASEAN Tahun 2007-2012 ... 57 33 Nilai ECI Bunga Potong Indonesia dan Negara Pesaing di Pasar

ASEAN Tahun 2007-2012 ... 58 34 Nilai Rata-Rata RCA, EPD, AR, dan ECI Hortikultura Indonesia di

Pasar ASEAN Tahun 2007-2012 ... 59 35 Matriks Pengelompokkan Daya Saing Komoditi Hortikultura ... 60


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Perkembangan Volume Ekspor Sub Sektor Hortikultura Tahun

2007-2012 ... 4

2 Kurva Keseimbangan Perdagangan Internasional ... 12

3 Kerangka Pemikiran Operasional ... 22

4 Volume Ekspor Mangga, Manggis dan Jambu Biji Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 33

5 Volume Ekspor Alpukat Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 34

6 Volume Ekspor Semangka Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 35

7 Volume Ekspor Kentang Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 36

8 Volume Ekspor Tomat Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 37

9 Volume Ekspor Jahe Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 38

10 Volume Ekspor Temulawak Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN .... 39

11 Volume Ekspor Bunga Potong Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN ... 40


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Perkembangan Volume Ekspor Sub Sektor Hortikultura Tahun 2007-2012 ... 73 2 Tabel Data Nilai Ekspor Komoditi Hortikultura Negara Produsen

ke Pasar ASEAN 2007 – 2012 (dalam ribu US$) ... 76 3 Hasil Regresi Nilai Ekspor Komoditas Hortikultura Indonesia dan


(17)

(18)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Ketersediaan lahan pertanian yang cukup luas diharapkan dapat menyerap tenaga kerja serta memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini bisa dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Tabel 1 Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2012 (dalam Trilyun Rupiah)

Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011* 2012** 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan

dan Perikanan 271.5 284.6 295.8 304.8 315.0 327.5 2. Pertambangan dan Penggalian 171.2 172.4 180.2 187.2 189.8 192.9 3. Industri Pengolahan 538.0 557.7 570.1 597.1 633.8 670.1 4. Listrik, Gas & Air Bersih 13.5 14.9 17.1 18.1 18.9 20.1 5. Konstruksi 121.8 131.0 140.2 150.0 160.1 172.0 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 340.4 363.8 368.4 400.5 437.2 472.6 7. Pengangkutan dan Komunikasi 142.3 165.9 192.1 218.0 241.3 265.4 8. Keuangan, Real Estate & Jasa

Perusahaan 183.6 198.7 209.1 221.0 236.1 253.0 9. Jasa-jasa 181.7 193.0 205.4 217.8 232.5 244.7 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Keterangan : * angka sementara ** angka sangat sementara

Nilai PDB sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan berdasarkan harga konstan menempati urutan ketiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran di urutan kedua. Nilai PDB sektor pertanian mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai tahun 2012. Pada tahun 2007 nilai PDB sektor pertanian sebesar 271.5 trilyun rupiah dan semakin meningkat hingga menjadi 327.5 trilyun rupiah pada tahun 2012, atau meningkat sebesar 20 persen dari tahun 2007. Peningkatan PDB sektor pertanian ini didorong oleh kinerja subsektor perkebunan yang pertumbuhannya meningkat sejalan dengan melonjaknya harga subsektor tersebut. Peningkatan yang signifikan ini membuat sektor pertanian menjadi salah satu penunjang perekonomian Indonesia. Besarnya kontribusi sektor pertanian tersebut menjadi pendorong untuk mengembangkan pertanian. Pengembangan pertanian menjadi


(19)

salah satu unggulan dalam pembangunan nasional di masa mendatang karena identitas negara kita yang sebagian besar penduduknya bercocok tanam. Pengembangan pertanian juga bisa menjadikan sektor pertanian menjadi sektor penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa negara.

Penerimaan dari ekspor menjadi salah satu peranan pertanian sebagai penghasil devisa negara. Dalam perkembangannya, ekspor pertanian memiliki peranan yang penting dalam perekonomian nasional. Diantara ekspor nonmigas lain, sektor pertanian merupakan salah satu yang paling utama. Rahman (2013) menyatakan bahwa perdagangan bebas memberikan peluang terbukanya ruang yang lebih besar untuk memperluas volume usaha pertanian. Perekonomian Indonesia saat terjadi krisis moneter juga dapat terselamatkan salah satunya oleh kinerja ekspor pertanian. Hal ini dikarenakan terbukanya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian dan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan oleh sektor pertanian (Kementrian Pertanian 2013).

Perdagangan internasional, seperti ekspor dan impor, membuka kesempatan bagi Indonesia untuk bersaing baik di pasar internasional maupun di pasar domestik dan bersaing dengan sesama negara eksportir lainnya. Adanya arus globalisasi tersebut menyebabkan produk pertanian dari berbagai negara tidak dapat dihindari untuk memasuki dan membanjiri pasar domestik. Globalisasi perdagangan internasional dapat menjadi peluang sekaligus ancaman bagi pembangunan pertanian maupun bagi perdagangan nasional. Berhasil atau tidaknya Indonesia dalam memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman tergantung dari bagaimana Indonesia menggunakan kemampuan untuk mendayagunakan kekuatan yang dimiliki dan mengatasi berbagai kelemahan sehingga dapat mewujudkan daya saing yang semakin meningkat.

Komoditi pertanian Indonesia yang memiliki daya saing yang baik di pasar internasional antara lain kelapa sawit, karet, kakao, dan tembakau. Pada kenyataannya Indonesia memiliki potensi untuk komoditi pertanian lainnya, seperti komoditi hortikultura1. Walaupun belum menunjukkan kontribusi berarti terhadap pendapatan nasional, produk hortikultura Indonesia berpotensi untuk bersaing di pasar internasional jika dikelola dengan baik. Hal ini disebabkan

1


(20)

permintaan komoditi hortikultura berpotensi meningkat akibat membaiknya tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi yang terkandungan dalam komoditi hortikultura (Rukmana 1997). Letak geografis Indonesia juga menjadi keunggulan dalam pengembangan komoditi hortikultura. Potensi geografis memungkinkan negeri ini mempunyai musim panen hortikultura yang tiada henti (Ashari 2006).

Neraca perdagangan sub sektor hortikultura selalu defisit setiap tahunnya karena impor hortikultura Indonesia yang selalu lebih tinggi dari ekspornya. Impor yang terus meningkat menjadikan defisit tersebut makin membesar setiap tahunnya. Defisit pada sub sektor hortikultura tidak sebesar defisit yang dialami sub sektor peternakan dan sub sektor tanaman pangan yang harus banyak mengimpor dari luar negeri untuk pemenuhan permintaan domestik yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Perkembangan neraca perdagangan sub sektor pertanian tahun 2008 sampai 2012 bisa dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor Pertanian Tahun 2008-2012 (dalam Ribu US$)

Uraian Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 Ekspor

- Tanaman Pangan 348 883 321 261 477 708 584 861 162 827 - Hortikultura 433 920 379 739 390 740 491 304 541 915 - Perkebunan 27 369 363 21 581 669 30 702 864 40 689 768 36 935 932 - Peternakan 1 148 170 754 913 951 662 1 599 071 600 806 Impor

- Tanaman Pangan 3 526 957 2 737 862 3 893 840 7 023 936 6 941 831 - Hortikultura 926 044 1 077 463 1 292 988 1 686 131 1 893 327 - Perkebunan 4 535 918 3 949 191 6 028 160 8 843 792 3 370 553 - Peternakan 2 352 219 2 132 800 2 768 339 3 044 801 2 894 838 Neraca

Perdagangan

- Tanaman Pangan -3 178 074 -2 416 601 -3 416 132 -6 439 075 -6 779 004 - Hortikultura -492 124 -697 724 -902 248 -1 194 827 -1 351 412 - Perkebunan 22 833 445 17 632 478 24 674 704 31 845 976 33 565 378 - Peternakan -1 204 049 -1 377 887 -1 816 677 -1 445 730 -2 294 031

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Tabel 2 menunjukkan sub sektor yang mengalami surplus neraca perdagangan setiap tahunnya adalah perkebunan. Nilai ekspor yang tinggi setiap tahunnya menjadikan sub sektor perkebunan selalu mengalami surplus neraca perdagangan, berbeda dengan neraca perdagangan sub sektor hortikultura yang


(21)

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1800000 2000000

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Vo lu m e d alam T o n Tahun Volume Ekspor Volume Impor mengalami defisit tiap tahunnya. Lebih tingginya nilai impor dibandingkan dengan nilai ekspor setiap tahun yang menjadikannya defisit. Pada tahun 2008 sub sektor hortikultura defisit sebesar US$ 0.49 milyar. Jumlah ini meningkat pada tahun 2009 yaitu sebesar US$ 0.69 milyar. Akibat impor hortikultura yang melonjak, defisit neraca perdagangan sub sektor hortikultura meningkat menjadi US$ 0.90 milyar pada tahun 2010, US$ 1.1 milyar pada tahun 2011, dan terus meningkat menjadi US$ 1.3 milyar pada tahun 2012. Impor hortikultura yang meningkat akan berimplikasi pada perkembangan hortikultura lokal. Produk hortikultura impor yang membanjiri pasar domestik menyebabkan produk hortikultura lokal kalah saing karena produk hortikultura impor memiliki harga yang lebih rendah dan mutu yang lebih baik dibandingkan produk hortikultura lokal.

Gambar 1 memperlihatkan fluktuasi volume ekspor dan impor sub sektor hortikultura tahun 2007 sampai tahun 2012. Pada tahun 2007, volume ekspor hortikultura sebanyak 382 404 ton. Pada tahun 2008 menurun menjadi 295 163 ton. Jumlah ini meningkat pada tahun 2009 menjadi 349 551 ton dan kemudian menurun kembali pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing menjadi 279 231 ton dan 238 369 ton. Pada tahun 2012 volume ekspor sub sektor hortikultura terus menurun menjadi 250 092 ton.

Sumber : Kementrian Perdagangan, 2013

Gambar 1 Perkembangan Volume Ekspor Sub Sektor Hortikultura Tahun 2007-2012


(22)

Volume ekspor hortikultura Indonesia yang rendah setiap tahunnya berbanding terbalik dengan volume impor sub sektor hortikultura Indonesia. Sebagaimana yang terlihat di Gambar 1, volume impor sub sektor hortikultura di Indonesia sangat tinggi dan mencapai jutaan ton, bahkan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, Indonesia mengimpor sebanyak 1 096 601 ton sampai akhirnya pada tahun 2011 volume impor hortikultura Indonesia mencapai 1 775 418 ton dan 1 642 722 ton pada tahun 2012.

Pasar ASEAN menjadi salah satu tujuan utama ekspor produk pertanian Indonesia, termasuk komoditi hortikultura. Dalam Tabel 3 disebutkan bahwa pada tahun 2012, ekspor pertanian ke pasar ASEAN cukup tinggi yaitu sebesar 21.26 persen dari total ekspor pertanian Indonesia ke pasar internasional pada tahun 2012. Ini menunjukkan bahwa pasar ASEAN menjadi tujuan utama ekspor pertanian Indonesia selain pasar Eropa, India, dan negara-negara Timur Tengah. Tingginya ekspor produk pertanian Indonesia ke pasar ASEAN disebabkan jarak antara Indonesia dengan negara-negara ASEAN dekat sehingga distribusi produk pertanian Indonesia lebih cepat dan biaya yang digunakan lebih sedikit.

Tabel 3 Ekspor Pertanian Indonesia Menurut Negara Tujuan Januari-Desember 2012

Negara Tujuan Nilai FOB (US$) % Peran Terhadap Total Ekspor Pertanian Januari-Desember 2012 Januari - Desember 2012

ASEAN 6 644 710 092 21.26

1 Malaysia 3 018 371 654 9.66

2 Singapura 1 777 568 436 5.69

3 Filipina 596 142 603 1.91

ASEAN Lainnya 1 252 627 399 4.01

UNI EROPA 5 532 437 265 17.70

4 Belanda 2 380 005 067 7.61

5 Italia 765 019 399 2.45

6 Jerman 504 142 406 1.61

Uni Eropa Lainnya 1 883 270 393 6.03

NEGARA UTAMA

LAINNYA 19 079 264 996 61.04

7 India 5 393 503 851 17.26

8 Cina 4 573 834 147 14.63

9 Ameria Serikat 1 144 749 563 3.66

10 Pakistan 866 586 749 2.77

11 Bangladesh 799 726 116 2.56

12 Mesir 564 750 495 1.81

Lainnya 5 240 128 252 16.76

Total Ekspor Pertanian 31 256 412 353 100.00 Sumber : UNComtrade, 2013


(23)

Pasar ASEAN mendirikan kawasan perdagangan bebas atau disebut ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada pertemuan tingkat Kepala Negara (ASEAN Summit) keempat di Singapura pada tahun 1992. ASEAN tidak hanya mendirikan kawasan perdagangan bebas untuk sesama negara anggota ASEAN saja, namun juga dengan negara lain diluar ASEAN yang ditunjukkan dengan adanya kesepakatan kawasan perdagangan bebas antara ASEAN dengan negara lain seperti CAFTA (China-ASEAN Free Trade Area), NAFTA (New Zealand-ASEAN Free Trade Area), dan sebagainya. Kehadiran AFTA telah menjadi ancaman bagi pelaku usaha dalam bidang pertanian, karena semakin banyaknya produk hortikultura dari luar yang masuk ke dalam negeri dan mengancam produk petani kita akibat penghapusan semua bea masuk impor (Charina et al 2012). Kondisi ini merupakan ancaman bagi

eksistensi pelaku pertanian skala kecil yang merupakan mayoritas usahatani negara-negara berkembang. Hal ini menyebabkan persaingan dalam perdagangan hortikultura semakin ketat ke depannya. Apalagi pada tahun 2015 nanti, negara-negara anggota ASEAN akan menerapkan program ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.

Pada tangal 12 Juli 2012, Economic Research Institute for ASEAN and

East Area (ERIA) menyampaikan laporan ASEAN Economic Community

Blueprint Mid-Term Review kepada negara anggota ASEAN. Dalam laporannya, ERIA memberikan hasil kajian terhadap empat pilar MEA, yaitu Pasar Tunggal dan Basis Produksi, Kawasan Ekonomi yang Berdaya Saing Tinggi, Kawasan dengan Pembangunan Ekonomi yang Merata, serta Kawasan yang Terintegrasi Penuh dengan Ekonomi Global. Salah satu penilaian ERIA dalam proses menuju MEA 2015 adalah telah diterapkannya tarif masuk 0%, khususnya untuk negara-negara ASEAN-6, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malayasia, Filipina, Singapura, dan Thailand (Setkab RI, 2012). Pemberlakuan tarif 0% saat dilaksanakannya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 nanti menjadikan persaingan perdagangan antar negara anggota ASEAN semakin ketat, salah satunya adalah ekspor komoditi hortikultura Indonesia. Jika kita tidak melakukan perbaikan dalam usaha meningkatkan daya saing komoditi hortikultura, bukan


(24)

tidak mungkin pasar komoditi hortikultura di ASEAN akan didominasi oleh negara-negara lain anggota ASEAN.

Berdasarkan uraian diatas, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan komoditi hortikultura, namun yang menjadi pertanyaan apakah komoditi hortikultura tersebut bisa bersaing atau tidak di pasar ASEAN yang memiliki pesaing berat seperti Thailand dan Malaysia. Menurut data UNComtrade (2013), komoditi hortikultura unggulan Indonesia di pasar ASEAN adalah bunga potong, mangga, manggis, jambu biji, alpukat, semangka, kentang, tomat, jahe dan temulawak. Komoditas unggulan tersebut dipilih karena memiliki nilai ekspor yang cukup baik di pasar ASEAN. Untuk dapat bersaing di pasar ASEAN, tidak mungkin seluruh komoditi hortikultura yang ada di Indonesia dikembangkan, namun perlu adanya spesialisasi untuk mengetahui komoditi hortikultura mana yang berpotensi untuk dikembangkan agar bisa bersaing kedepannya. Untuk mengantisipasi perdagangan bebas di pasar ASEAN, perlu diketahui komoditi unggulan mana yang memiliki daya saing dan bagaimana strategi pengembangannya agar bisa bersaing di pasara ASEAN. Berdasarkan uraian tersebut, penting dilakukan penelitian mengenai daya saing ekspor komoditi hortikultura di pasar ASEAN.

1.2 Perumusan Masalah

Hortikultura Indonesia menjadi salah satu penghasil devisa negara yang potensial. Sulaefi (2000) menyatakan hortikultura merupakan komoditas yang mempunyai potensi dan peluang pasar yang sangat luas. Permintaan terhadap komoditas hortikultura mempuyai tren yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia karena komoditas hortikultura mulai dianggap sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada kenyataannya, daya saing komoditas hortikultura Indonesia masih rendah di pasar internasional. Indonesia lebih banyak mengimpor produk hortikultura dibanding mengekspornya. Tabel 4 menunjukkan neraca perdagangan hortikultura yang defisit setiap tahunnya. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam Gumbira-Sa’id (2011), menyatakan bahwa selama ini impor produk hortikultura berlangsung tanpa aturan khusus, dibalik daya saing produk hortikultura yang rendah. Hal ini menyebabkan


(25)

produk hortikultura negara pesaing sangat mudah memasuki pasar Indonesia sehingga merusak pasar hortikultura di dalam negeri yang berimbas kepada ekspor hortikultura Indonesia.

Tabel 4 Perkembangan Neraca Perdagangan Sub Sektor Hortikultura Tahun 2008-2012 (dalam Ribu US$)

Uraian Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Ekspor 433 920 379 739 390 740 491 304 541 915 Impor 926 044 1 077 463 1 292 988 1 686 131 1 893 327 Neraca Perdagangan -492 124 -697 724 -902 248 -1 194 827 -1 351 412

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Dalam Tabel 5, kontribusi volume ekspor maupun nilai ekspor sub sektor hortikultura terhadap sektor pertanian secara keseluruhan paling kecil diantara sub sektor lain seperti tanaman pangan, perkebunan, dan peternakan. Rata-rata kontribusi volume ekspor sub sektor hortikultura hanya sekitar 1.5% setiap tahunnya, sedangkan rata-rata kontribusi nilai ekspor sub sektor hortikultura sebesar 1.2% setiap tahunnya (Badan Pusat Statistik 2013). Oleh sebab itu, pemerintah perlu mengembangkan sub sektor hortikutura ini agar dapat memberikan kontribusi yang lebih baik untuk peningkatan devisa negara kedepannya, salah satunya melalui pengembangan pasar ekspor seperti ASEAN. Tabel 5 Kontribusi Volume dan Nilai Ekspor Sub Sektor Pertanian Terhadap

Sektor Petanian Tahun 2008-2012 (dalam %)

Uraian Tahun

2008 2009 2010 2011 2012 Volume Ekspor

- Tanaman Pangan 2.99 2.66 3.10 2.69 0.73 - Hortikultura 1.93 1.51 1.27 1.27 1.29 - Perkebunan 92.74 94.23 93.91 93.00 97.41 - Peternakan 2.34 1.60 1.72 3.02 0.57 Nilai Ekspor

- Tanaman Pangan 1.19 1.39 1.47 1.34 0.43 - Hortikultura 1.48 1.65 1.20 1.13 1.42 - Perkebunan 93.41 93.68 94.40 93.83 96.59 - Peternakan 3.92 3.28 2.93 3.69 1.70

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013

Salah satu tujuan ekspor komoditi hortikultura Indonesia adalah pasar ASEAN. ASEAN memiliki kesepakatan tentang kawasan perdagangan bebas yang didalamnya terdapat kesepakatan tentang komoditas pertanian, salah satunya komoditi hortikultura. Kesepakatan ini disebut ASEAN Free Trade Area atau yang


(26)

biasa disebut AFTA. Dalam AFTA, hampir seluruh komoditas pertanian dijual secara secara bebas di pasar Asia Tenggara, salah satunya komoditi hortikultura (Kementrian Perdagangan 2013). Perdagangan bebas menyebabkan perdagangan komoditi hortikultura di pasar ASEAN berjalan sangat ketat, apalagi pada tahun 2015 negara-negara di ASEAN akan menerapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang membuat hampir semua tarif masuk menjadi 0%. Jika tidak dilakukan perbaikan untuk meningkatkan daya saing, Indonesia akan kalah dalam persaingan dan tidak menutup kemungkinan Indonesia akan menjadi negara yang paling banyak mengimpor komoditi hortikultura di pasar ASEAN.

Berdasarkan hal yang telah dipaparkan tersebut, masalah-masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi dan posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN?

2. Strategi apa yang dapat mendukung peningkatan daya saing komoditas hortikultura Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kondisi dan posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN.

2. Merumuskan strategi yang dapat mendukung peningkatan daya saing komoditi hortikultura Indonesia.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian mengenai daya saing ekspor ini menggunakan data time series yaitu nilai dan volume ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN. Penelitian ini juga melihat posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN. Hortikultura Indonesia memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan hasilnya. Jenis hortikultura yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah beberapa tanaman hias, buah-buahan, sayuran, dan tanaman obat yang ada di Indonesia. Tanaman hias yang dianalisis adalah bunga potong. Buah-buahan yang dianalisis adalah alpukat, semangka, mangga, manggis dan jambu biji. Sayuran yang dianalisis


(27)

adalah kentang dan tomat, sedangkan tanaman obat yang dianalisis adalah jahe dan temulawak.

Tabel 6 Spesifikasi Komoditi yang Diteliti

No. HS Code Komoditi

1 0603

Bunga dan kuncup bunga potong dari jenis yang cocok untuk karangan bunga atau untuk keperluan pajangan, segar, kering, dicelup, dikelantang,diresapi, atau dikerjakan secara lain. 2 080450 Mangga, Manggis, dan Jambu Biji

3 080440 Alpukat 4 080711 Semangka 5 071010 Kentang 6 070200 Tomat 7 091010 Jahe 8 091030 Temulawak Sumber : UNComtrade, 2013


(28)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar individu, induvidu dengan pemerintah, atau antar pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain (Mankiw 2006). Perdagangan internasional juga merupakan cikal bakal bagi penemuan wilayah baru seperti benua Australia, dan terjadinya penjajahan suatu negara atas negara lainnya (Oktaviani dan Novianti 2009). Menurut Basri dan Munandar (2010), perkembangan teori perdagangan internasional cukup beragam, dimulai dari teori merkantilisme pada tahun 1613, teori Adam Smith tentang keunggulan absolut, teori David Ricardo tentang keunggulan komparatif, hingga teori Heckser-Ohlin yang merupakan teori modern tentang perdagangan internasional.

Beberapa faktor yang mendorong timbulnya perdagangan internasional suatu negara, antara lain keinginan untuk memperluas pemasaran komoditi ekspor, memperbesar penerimaan bagi kegiatan pembangunan, dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional dapat dilihat dari teori penawaran dan permintaan (Tambunan 2001). Dari teori tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perdagangan internasional terjadi karena adanya kelebihan produksi dalam negeri (penawaran) dan kelebihan permintaan di negara lain. Teori ini menggunakan konsep penawaran dan permintaan domestik untuk kasus dua negara yang terlibat perdagangan dengan satu komoditi perdagangan tertentu. Misalkan kondisi penawaran dan permintaan negara A (negara eksportir) terhadap komoditi i di pasar digambarkan masing-masing melalui SA dan DA, serta SB dan DB untuk negara B atau negara importir (Gambar 2).


(29)

Tanpa adanya perdagangan internasional, keseimbangan yang terjadi di negara A akan dicapai pada kondisi keseimbangan domestik, dimana volume transaksi berada di QA dan harga di PA. Di negara B, keseimbangan akan tercapai pada kondisi volume transaksi berada di titik QB dan harga di PB, dengan asumsi harga domestik di negara A lebih murah dibandingkan dengan negara B untuk komoditas tersebut. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (PW) sama dengan PA maka di negara B akan terjadi excess demand (ED). Jika harga internasional sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES).

Apabila terjadi perdagangan internasional antar kedua negara dengan asumsi biaya transportasi adalah nol, kondisi permintaan dan penawaran yang terjadi akan berubah. Penawaran ekspor di pasar internasional akan digambarkan oleh SW yang merupakan excess supply function dari negara A, dan fungsi permintaan akan digambarkan oleh DW yang merupakan excess demand function dari negara B, dan menciptakan harga yang terjadi di pasar internasional sebesar PW. Dengan adanya perdagangan tersebut, maka negara A akan mengekspor (X) dengan jumlah yang sama dengan yang diimpor negara B (M). Jumlah ekspor dan impor tersebut ditunjukkan oleh volume perdagangan sebesar QW pada pasar internasional.

Sumber : Tambunan, 2001

Gambar 2 Kurva Keseimbangan Perdagangan Internasional

P P P

Q Q Q

PA

PW

PB

QA QW QB

ES

ED X

M SW

DW


(30)

2.1.1 Konsep Daya Saing

Menurut World Economic Forum (WEF) dalam Zuhal (2010), daya saing merupakan sekumpulan institusi dan kebijakan ekonomi yang menentukan produktivitas suatu negara guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada jangka medium. Daya saing dalam pengertian WEF ini adalah daya saing suatu negara atau ekonomi, bukan daya saing suatu produk. Metodologi yang digunakan oleh WEF untuk menentukan daya saing global suatu negara adalah kombinasi antara analisis data sekunder dan primer yang meliputi sejumlah aspek yang secara teoritis dianggap sangat berpengaruh terhadap tingkat daya saing suatu negara/ekonomi, dan dalam penghitungan dengan rumus-rumus tertentu masing-masing faktor tersebut diberi bobot-bobot tertentu yang besarannya didasarkan pada signifikansi dari pengaruh aspek yang bersangkutan (World Economic Forum 2011).

Ada tiga kelompok faktor-faktor yang menentukan tingkat daya saing sebuah negara (World Economic Forum 2011). Pertama, persyaratan-persyaratan dasar seperti kelembagaan, infrastruktur, stabilitas ekonomi makro dan tingkat pendidikan serta kesehatan masyarakat. Faktor-faktor ini dianggap sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Kedua, faktor-faktor yang bisa meningkatkan efisiensi/produktivitas ekonomi seperti pendidikan yang tinggi dan pelatihan kualitas sumberdaya manusia, kinerja pasar yang efisien, kesiapan teknologi di tingkat nasional maupun perusahaan secara individu, serta luas pasar domestik. Kelompok ketiga adalah faktor-faktor inovasi dan kecanggihan proses produksi di dalam perusahaan yang secara bersama menentukan tingkat inovasi suatu negara.

2.1.2 Konsep Keunggulan dan Daya Saing Ekspor

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995) dalam kamus besar Bahasa Indonesia berpendapat bahwa daya saing ekspor merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk bertahan dalam pasar tersebut. Berarti, suatu produk dikatakan memiliki daya saing jika produk tersebut mampu bertahan dalam suatu pasar meskipun mengalami guncangan. Daya saing ekspor juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produknya yang dihasilkan negara itu relatif terhadap


(31)

kemampuan negara lain (Bappenas 2009). Esterhuizen et al (2008) mendefinisikan daya saing (competitiveness) sebagai kemapuan suatu sektor, industri, atau perusahaan untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan didalam lingkungan global selama biaya imbangannya lebih rendah dari penerimaan sumber daya yang digunakan. Daya saing sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu industri karena daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi pada pasar internasional kegiatan produksi tersebut tetap dapat menguntungkan (Simanjuntak 1992). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditas adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditas tersebut.

Porter (1990) dalam Suprihatini (2005) mengemukakan bahwa daya saing suatu industri dari suatu negara tergantung pada keunggulan dari empat atribut yang dimilikinya yang terkenal dengan sebutan The Diamond of Porter yang terdiri dari: (1) kondisi faktor; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait dan penunjang; dan (4) strategi, struktur dan persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut secara bersama-sama dan ditambah dengan kesempatan, serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan koordinasi antar atribut tersebut.

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur tingkat daya saing suatu komoditi yaitu dari teori keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan komparatif, yang dipopulerkan oleh David Ricardo pada tahun 1823, menyatakan bahwa sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut untuk memproduksi dua komoditi jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang kurang efisien (mengalami kerugian komparatif). Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam memproduksi komoditi ekspor pada komoditi yang mempunyai kerugian absolut kecil dari komoditi ini


(32)

negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dan akan mengimpor komoditi yang kerugian absolut lebih besar. Dari komoditi inilah negara mengalami kerugian komparatif (Salvatore 1997).

Namun tidak selamanya keunggulan faktor produksi (sumberdaya alam dan sumberdaya manusia) menjamin daya saing yang kuat di pasar internasional. Halwani (2002) mengungkapkan bahwa peran pemerintah sangat mendukung dalam peningkatan daya saing selain faktor produksi yang tersedia. Peran pemerintah suatu negara dalam merancang strategi peningkatan daya saing juga ditopang oleh faktor-faktor lain seperti kesempatan, investasi, dan inovasi sehingga negara tersebut memiliki keunggulan kompetitif.

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu terkait daya saing ekspor yang dapat dijadikan referensi antara lain penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati (2011), Mudjayani (2008), Sari (2008), serta Karomah (2011). Judul, tujuan, metode, dan hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terdapat pada metode yang digunakan. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk melihat kondisi daya saing hortikultura Indonesia adalah Revealed Comparative Advantages (RCA), Acceleration Ratio (AR) dan Export Competitiveness Index (ECI).


(33)

Tabel 7 Penelitian Terdahulu tentang Daya Saing Ekspor

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

1. Eka Ratnawati (2011)/Daya saing ekspor karet alam Indonesia di pasar internasional.

1. Menganalisis perkembangan ekspor komoditas karet alam Indonesia. 2. Mengidentifikasi struktur pasar

karet alam di pasar internasional. 3. Menganalisis daya saing karet alam

Indonesia di pasar internasional.

Metode RCA (Revealed Comparative Advantages) dan metode ECI (Export Competitiveness Index)

1.Indonesia dan negara pesaingnya memiliki perkembangan yang cenderung meningkat terhadap nilai ekspor komoditas karet alam dari tahun ke tahun. Karet alam Indonesia sebagian besar diekspor ke Amerika Serikat, Jepang dan China

2.Struktur pasar yang terbentuk pada komoditas karet alam menunjukkan struktur pasar yang berbentuk oligopoli. Struktur pasar demikian menggambarkan bahwa pada komoditas ini penguasaan pasar terbesar dipegang oleh tiga eksportir utama yaitu Thailand, Indonesia, dan Malaysia.

3.Menurut analisis RCA, semua negara eksportir memiliki keunggulan komparatif. Namun pada perhitungan RCI menunjukkan Malaysia dan Thailand tidak memiliki keunggulan kompetitif. Hal ini disebabkan adanya penurunan presentase pertumbuhan ekspor akibat peningkatan konsumsi domestik

2. Wina Yudpi Mudjayani (2008)/ Analis daya saing buah-buahan tropis Indonesia

1. Menganalisis daya saing buah-buahan tropis Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing buah-buahan tropis Indonesia.

3. Merumuskan strategi yang dapat mendukung peningkatan daya saing buah-buahan tropis Indonesia.

Analisis Porter’s Diamond

Theory, metode RCA

(Revealed Comparative Advantages), dan metode analisis OLS (Ordinary Least Square)

1.Berdasarkan analisis keunggulan kompetitif (Porter’s Diamond) dan analisis keunggulan komparatif (Revealed Comparative Advantages) buah-buahan Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif, memiliki daya saing kuat, yang terlihat dari nilai rata-rata RCA buah-buahan tropis Indonesia yang lebih dari satu.

2.Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing


(34)

Tabel 7 Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

buah-buahan tropis Indonesia adalah produktivitas, nilai ekspor, harga ekspor, dan dummy krisis. Selain variabel dummy krisis, semua variabel regresi berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen.

3.Startegi yang dapat dilakukan untuk peningkatan daya saing buah-buahan tropis Indonesia adalah : (1) menjaga kualitas buah-buahan tropis Indonesia. (2) meningkatkan kinerja ekspor buah-buahan tropis Indonesia. (3) meningkatkan produktivitas buah-buahan tropis Indonesia (dalam penelitian ini adalah manggis, nenas, pepaya,pisang. (4) meningkatkan volume ekspor buah-buahan tropisIndonesia.

3. Dwita Mega Sari (2008)/Analisis daya saing dan strategi ekspor kelapa sawit (CPO) Indonesia di pasar internasional.

1. Menganalisis posisi daya saing ekspor minyak kelapa sawit Indonesia di perdagangan internasional dilihat dari pangsa pasar dan keunggulan komparatif. 2. Mengetahui kelemahan minyak

sawit Indonesia, kendala umum dalam produksinya dan pemasarana ekspornya.

3. Mengetahui strategi yang sebaiknya dilakukan untuk memajukan ekspor kelapa sawit Indonesia

Metode RCA (Revealed Comparative Advantages) dan analisis SWOT.

1.Indonesia berada pada posisi teratas kemudian disusul oleh Malaysia. Pangsa pasar Indonesia terendah pada tahun 2001 dengan nilai 43 persen, sedangkan tertinggi pada tahun 2000 dengan nilai 67.5 persen. CPO Indonesia juga memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Hal ini ditunjukkan nilai RCA yang lebih dari satu.

2.Kendala umum dalam produksi dan pemasaran ekspor CPO Indonesia adalah rendahnya nilai dan mutu CPO Indonesia, regulasi dari pemerintah yang kurang mendukung,


(35)

Tabel 7 Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

tidak optimal, tingginya biaya ekspor CPO Indonesia, penyelundupan CPO, dan kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung

3.Dari analisis SWOT maka strategi yang perlu dilakukan untuk mengembangkan daya saing ekspor CPO Indonesia yaitu dengan strategi S-O dengan optimalisasi lahan dan mengembangkan produk hilir; strategi W-O dengan pembinaan dan pengawasan serta menambah dan memperbaiki infrastruktur; strategi S-T dengan memperluas pangsa pasar; dan terakhir stategi W-T dengan memanfaatkan kebijakan pemerintah.

4. Asti Barorotun Minal Karomah (2011)/Analisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia di pasar internasional.

1. Mengetahui posisi daya saing nenas Indonesia di pasar internasional. 2. Menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia ke pasar internasional.

Metode RCA (Revealed Comparative Advantages), metode EPD (Export Product Dynamic) dan metode IIT (Intra-Indstry Trade).

1.Hasil dengan menggunakan RCA menunjukkan bahwa selama periode 2002-2008 nenas Indonesia di pasar internasional memiliki nilai RCA dibawah satu, yang berarti berdaya saing lemah.

2.Hasil dengan menggunakan EPD menunjukkan bahwa selama periode 2002-2008 kinerja ekspor nenas Indonesia terletak pada posisi

Retreat”, disebabkan pertumbuhan pangsa

ekspor nenas dari Indonesia ke dunia yang mengalami penurunan, begitu pula pangsa total ekspor Indonesia sehingga dapat dikatakan ekspor nenas Indonesia tidak kompetitif di pasar internasional.

3.Hasil dengan menggunakan IIT menunjukan


(36)

Tabel 7 Lanjutan

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

selama periode 2002-2008 keterkaitan perdagangan nenas Indonesia dengan beberapa negara tujuan yaitu Jepang, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, dan Macau bersifat perfect inter-industry. Sedangkan keterkaitan dengan negara tujuan lainnya bersifat interindustry. 4.Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi

aliran ekspor nenas Indonesia dengan negara tujuan adalah pendapatan perkapita, jarak Indonesia dengan negara tujuan, dan pendapatan perkapita Indonesia dengan negara tujuan adalah jumlah penduduk masing-masing negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap US Dollar.


(37)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Daya saing ekspor mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk ekspor yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain (Bappenas 2009). Porter (1990) dalam Suprihatini (2005) mengemukakan bahwa daya saing suatu industri dari suatu negara tergantung pada keunggulan dari empat atribut yang dimilikinya yang terkenal dengan sebutan The Diamond of Porter yang terdiri dari: (1) kondisi faktor; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait dan penunjang; dan (4) strategi, struktur dan persaingan perusahaan. Keempat atribut tersebut secara bersama-sama, ditambah dengan kesempatan serta kebijakan pemerintah yang kondusif untuk mempercepat keunggulan dan koordinasi antar atribut tersebut, akan menentukan apakah suatu produk memiliki daya saing di pasar atau tidak.

Terkait penelitian ini, konsep daya saing menggunakan pendekatan daya saing ekspor, yaitu RCA (Revealed Comparative Advantages), AR (Acceleration Ratio), dan ECI (Export Competitiveness Index). RCA digunakan untuk melihat spesialisasi produk yang diekspor, sedangkan kekuatan untuk merebut pasar dianalisis dengan metode AR (Acceleration Ratio) dan tren daya saing komoditi hortikutura yang diolah dengan metode ECI (Export Competitiveness Index). Dalam RCA, variabel yang diukur adalah perbandingan antara kontribusi ekspor suatu komoditi terhadap total ekspor suatu negara dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia. Dalam AR, variabel yang diukur adalah perbandingan antara ekspor komoditi suatu negara terhadap impor komoditi suatu kawasan, sedangkan dalam ECI, variabel yang diukur adalah rasio pertumbuhan suatu produk dalam suatu negara dengan pertumbuhan produk tersebut di dunia

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Beberapa data di bab-bab sebelumnya sudah mendeskripsikan pentingnya peran sektor pertanian dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Salah satu sub sektor yang memiliki prospek cukup baik, dilihat dari volume produksinya yang terus meningkat, adalah sub sektor hortikultura. Hortikultura Indonesia


(38)

berperan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia sebagai negara berkembang melalui perdagangan internasional. Walaupun kontribusinya belum banyak, namun jika dikelola dengan baik, sub sektor hortikultura bisa menjadi sub sektor unggulan Indonesia di pasar internasional, khususnya di pasar ASEAN. Beberapa produk hortikultura yang memiliki nilai ekspor cukup baik di pasar ASEAN adalah bunga potong, mangga, manggis, jambu biji, alpukat, semangka, kentang, tomat, jahe dan temulawak. Jika dibandingkan dengan negara pesaing di ASEAN yang memproduksi hortikultura juga seperti Thailand, Malaysia, Filipina dan Singapura, nilai ekspor dan volume ekspor komoditi hortikultura Indonesia masih tergolong kecil. Oleh sebab itu perlu diketahui bagaimana sebenarnya kondisi dan posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN.

Penelitian ini menganalisis kondisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia dengan melihat spesialisasi produk, kemampuan merebut pasar, serta tren daya saing dari komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN. Metode yang digunakan adalah metode Revealed Comparative Advantages (RCA) untuk mengukur spesialisasi ekspor hasil hortikultura Indonesia yang dapat dikembangkan, metode Acceleration Ratio (AR) untuk mengetahui apakah hortikultura Indonesia dapat merebut pasar atau tidak, serta metode Export Competitiveness Index (ECI) untuk mengetahui apakah tren daya saing komoditi hortikultura Indoneisa meningkat atau melemah. Setelah didapatkan hasil berdasarkan masing-masing analisis tersebut, komoditi-komoditi hortikultura yang diteliti dikelompokkan sehingga dapat diketahui mana komoditi hortikultura Indonesia yang berdaya saing atau tidak di pasar ASEAN. Berdasarkan hasil yang diperoleh dengan metode-metode tersebut, kita akan mengetahui kondisi serta posisi daya saing komoditi hortikultura Indonesia sehingga bisa dirumuskan strategi serta kebijakan untuk meningkatkan daya saing komoditi hortikultura Indonesia di pasar internasional, khususnya pasar ASEAN. Gambaran lengkap mengenai kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 3.


(39)

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional

Indonesia memiliki potensi komoditi hortikultura yang besar untuk pengembangan pasar ekspor, dilihat dari produksi yang terus meningkat serta

permintaan yang tinggi di pasar internasional.

Nilai dan volume ekspor produk hortikultura Indonesia di pasar internasional, khususnya pasar

ASEAN, masih rendah.

Analisis spesialiasi produk

Strategi peningkatkan daya saing hortikultura Indonesia.

Revealed Comparative Advantages (RCA)

Analisis kemampuan merebut pasar

Analisis trend daya saing

Export Competitiveness Index (ECI) Acceleration Ratio (AR)

Komoditi hortikultura Indonesia yang memiliki daya saing dan tidak berdaya saing di pasar


(40)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk data deret waktu (time series) dari tahun 2007 sampai tahun 2012. Data diperoleh dari beberapa sumber seperti Kementrian Perdagangan, Kementrian Pertanian, Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Hortikultura, United Nations

Commodity and Trade Database (UNcomtrade), Food and Agriculture

Organization (FAO) serta literatur lain yang terkait.

4.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Revealed

Comparative Advantages (RCA) untuk mengukur spesialisasi ekspor hasil

hortikultura Indonesia yang dapat dikembangkan, metode Acceleration Ratio (AR) untuk mengetahui apakah hortikultura Indonesia dapat merebut pasar atau tidak, serta metode Export Competitiveness Index (ECI) untuk mengetahui apakah tren daya saing komoditi hortikultura Indonesia meningkat atau melemah. Setelah itu, hasil dari ketiga analisis tersebut dikelompokkan sehingga dihasilkan komoditi hortikultura Indonesia yang berdaya saing dan tidak berdaya saing di pasar ASEAN. Adapun pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2010.

4.2.1 Revealed Comparative Advantage (RCA)

RCA yang dikemukakan oleh Balassa (1965) merupakan salah satu alat ukur untuk menentukan tingkat kemampuan daya saing komoditas tertetu di pasar internasional (Basri dan Munandar 2010). RCA digunakan untuk mengukur spesialisasi ekspor yang dapat dikembangkan. Indeks ini menunjukkan perbandingan antara pangsa pasar komoditas atau sekelompok komoditi suatu negara terhadap total ekspor negara tersebut dengan pangsa pasar komoditi terhadap total ekspor dunia.


(41)

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN Xtj = Nilai ekspor total negara j ke pasar ASEAN

Ai = Nilai ekspor ASEAN untuk komoditi i At = Nilai ekspor total ASEAN

i = Komoditi hortikultura yang diteliti

Semakin mendekati atau lebih dari satu (>1) nilai RCA suatu komoditi suatu negara, berarti komoditi tersebut berpeluang untuk dikembangkan, atau negara tersebut harus berspesialisasi terhadap komoditi tersebut untuk dapat bersaing di pasar ASEAN (Hadianto 2010).

4.2.2 Acceleration Ratio (AR)

AR menyatakan rasio antara kecenderungan ekspor komoditi i negara j ke suatu kawasan tambah 100 dengan kecenderungan impor komoditi i suatu kawasan tambah 100. Apabila AR mendekati atau lebih dari satu (>1) berarti komoditi dari negara tersebut dapat merebut pasar. Apabila AR kurang dari nol (< 0) atau mendekati -1 berarti ada yang merebut pangsa pasar pemasok sehingga negara tadi tidak bisa merebut pasar (Hadianto 2010).

Secara matematis AR dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN Mib = Nilai impor ASEAN untuk komoditi i

i = Komoditi hortikultura yang diteliti

4.2.3 Export Competitiveness Index (ECI)

Export Competitiveness Index (ECI) menunjukkan rasio pangsa ekspor suatu negara di pasar dunia untuk suatu komoditi tertentu pada periode tertentu (t) dengan rasio pangsa ekspor suatu negara di pasar dunia untuk komoditi tersebut dalam periode sebelumnya (t-1). Amir (2000) dalam Saboniene (2009) menggunakan ECI untuk mengestimasi keberhasilan atau kegagalan dalam suatu industri dalam rangka peningkatan pertumbuhan dalam menghadapi persaingan pertumbuhan pasar yang tinggi. Dengan memperhitungkan share dari pasar suatu


(42)

negara, maka indeks daya saing ini akan menjadi indikator yang lebih baik dalam melihat keunggulan suatu komoditas. ECI dapat dirumuskan sebagai berikut (Amir 2000 dalam Saboniene 2009):

Dimana : Xij = Nilai ekspor komoditi i negara j ke pasar ASEAN Ai = Nilai ekspor ASEAN untuk komoditi i

t = Tahun 2007-2012 t-1 = Tahun sebelumnya

i = Komoditi hortikultura yang diteliti

Dilihat dalam rumus diatas, nilai ECI menunjukkan tren daya saing yang dihadapi oleh suatu negara terhadap negara lain untuk suatu komoditas. Nilai ini menunjukkan apakah suatu produk yang dimaksud memiliki kemampuan untuk bersaing dengan negara pesaing. Jika nilai ECI suatu komoditi lebih besar dari satu (nilai ECI > 1), komoditi tersebut menghadapi tren daya saing yang meningkat di pasar ASEAN, sedangkan jika nilai ECI lebih kecil dari satu (nilai ECI < 1), komoditi tersebut menghadapi kemungkinan penurunan pangsa pasar di pasar ASEAN atau daya saing yang melemah diantara negara-negara pesaing lain di ASEAN (Hadianto, 2010).

4.2.4 Pengelompokan Komoditi Hortikultura yang Berdaya Saing dan Tidak Berdaya Saing.

Hasil dari ketiga analisis diatas merupakan komoditi-komoditi mana yang berdaya saing dan tidak berdaya saing berdasarkan masing-masing kriteria. Oleh sebab itu, hasil dari ketiga analisis tersebut perlu dikelompokan sehingga dihasilkan mana komoditi yang berdaya saing dan tidak berdaya saing berdasarkan keseluruhan kriteria. Pengelompokan ini merupakan hasil dari diskusi peneliti dengan dosen pembimbing. Asumsi dalam pengelompokan ini adalah ketiga analisis yang digunakan dalam penelitian memiliki bobot yang sama atau ketiga analisis memiliki pengaruh yang sama dalam menentukan komoditi mana yang memiliki daya saing atau tidak di pasar ASEAN. Pengelompokan hasil


(43)

analisis Revealed Comparative Advantages (RCA), Acceleration Ratio (AR), dan Export Competitiveness Index (ECI) dimasukkan ke dalam matriks di bawah ini.

Tabel 8 Matriks Pengelompokan Daya Saing Komoditi Hortikultura Kriteria

Keterangan

RCA AR ECI

+ + + Berdaya Saing

+ + - Berdaya Saing

+ - + Berdaya Saing

- + + Berdaya Saing

+ - - Tidak Berdaya Saing

- + - Tidak Berdaya Saing

- - + Tidak Berdaya Saing

- - - Tidak Berdaya Saing

Keterangan:

Revealed Comparative Advantages (RCA)

+ : Komoditi berpeluang untuk dikembangkan - : Komoditi tidak dapat dikembangkan

Acceleration Ratio (AR)

+ : Komoditi dapat merebut pasar - : Komodti tidak dapat merebut pasar

Export Competitiveness Index ( ECI)

+ : Komoditi menghadapi trend daya saing meningkat - : Komoditi menghadapi penurunan pangsa pasar

4.2.3 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan data dan informasi hasil analisis. Analisis deskriptif pada penelitian ini juga digunakan untuk menjelaskan hasil Indepth Interview dengan pakar mengenai strategi peningkatan daya saing ekspor hortikultura Indonesia di pasar ASEAN. Indepth Interview adalah teknik wawancara mendalam dengan narasumber yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mengenai perspektif narasumber terhadap kondisi kehidupannya, pengalaman dan situasi yang dihadapi (Taylor dan Bogdan 1998 dalam Rahayu 2008). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini merupakan pertanyaan yang diajukan secara fleksibel, terbuka, tidak baku, informal, dan tepat sasaran. Teknik pendekatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah teknik


(44)

pendekatan informan kunci, yaitu teknik yang mengumpulkan data melalui orang-orang tertentu yang dipandang sebagai pemimpin, pengambil keputusan atau juga dianggap sebagai juru bicara dari kelompok atau komunitas yang jadi objek pengamatan, dan orang tersebut dianggap akan bisa memberikan informasi akurat dalam mengidentifikasi masalah-masalah dalam komunitas tersebut (Rudito dan Melia 2008).

Pada penelitian ini, Indepth Interview dilakukan terhadap lembaga yang dianggap expert atau kompeten mengenai strategi kebijakan di sektor pertanian, dalam hal ini Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP), Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Wawancara secara mendalam dilakukan untuk menggali informasi mengenai permasalahan dan strategi pengembangan ekspor komoditi hortikultura Indonesia di pasar ASEAN, khususnya bunga potong, alpukat, semangka, mangga, manggis, jambu biji, kentang, tomat, jahe dan temulawak. Hasil Indepth Interview dan hasil analisis RCA, ECI dan AR dijadikan dasar dalam penyusunan strategi kebijakan pengembangan ekspor komoditi hortikultura Indonesia di pasar internasional, khususnya pasar ASEAN.


(45)

V GAMBARAN UMUM

5.1 Perkembangan Hortikultura Indonesia dan Negara-Negara ASEAN Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja dengan cara bercocok tanam. Indonesia juga memiliki keanekaragaman komoditas pertanian. Kondisi iklim yang mendukung membuat musim buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga dapat berlangsung sepanjang tahun. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang terdiri dari 4 jenis komoditi, yaitu sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman biofarmaka (tanaman obat). Permintaan terhadap komoditi-komoditi hortikultura cukup meningkat karena komoditi-komoditi tersebut memiliki manfaat dan kegunaan yang cukup baik bagi kelangsungan hidup manusia. Permintaan luar negeri lebih tinggi jika dibandingkan permintaan domestik. Hal ini menjadikan hortikultura Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan, khususnya untuk ekspor. Pengembangan dan pembudidayaan sektor hortikultura akan membuat produksi hortikultura meningkat. Peningkatan produksi tidak hanya dapat memenuhi permintaan dan konsumsi domestik, melainkan dapat memenuhi permintaan pasar ekspor internasional, khususnya pasar ASEAN, sehingga dapat menjadi sumber devisa sektor nonmigas bagi pendapatan negara Indonesia. Perkembangan produksi hortikultura Indonesia, baik buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, maupun tanaman biofarmaka, terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi ini diakibatkan oleh peningkatan luas areal tanam maupun areal panen, berkembangnya teknologi produksi serta penerapannya, semakin baiknya bimbingan terhadap petani dan pelaku usaha, semakin baiknya manajemen usaha, serta adanya penguatan dalam kelembagaan agribisnis hortikultura Indonesia.

Kementrian Pertanian (2013) menyatakan salah satu kendala ekspor hortikultura Indonesia adalah keterbatasan infrastruktur. Kebanyakan produk hortikultura Indonesia tidak bisa bersaing di pasar internasional karena infrastruktur pertanian di Indonesia, seperti jalan umum, bandar udara, serta pelabuhan kapal laut, masih sangat minim sehingga sulit untuk mendistribusikan komoditi hortikultura Indonesia ke luar negeri. Akses yang sulit mulai dari petani


(46)

sampai ke tahap perdagangan selanjutnya membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Distribusi yang sulit ini menjadikan kualitas hortikultura menjadi menurun ketika sampai di negara tujuan. Hal ini menyebabkan komoditi hortikultura Indonesia kalah saing dengan negara pesaing.

Manfaat dari produk hortikultura sangat tinggi. Buah-buahan dan sayur-sayuran mengandung vitamin, mineral, serta zat gizi lain yang diperlukan oleh tubuh manusia. Sementara itu tanaman biofarmaka menjadi obat-obatan alami yang bisa dijadikan alternatif obat generik. Sedangkan tanaman hias memiliki nilai estetika untuk ditawarkan berupa keindahan serta aroma yang menarik minat konsumen. Manfaat-manfaat yang disebutkan tadi menjadikan komoditi hortikultura sangat dicari oleh para konsumennya. Kebutuhan konsumsi perkapita dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah konsumen, tingkat pendapatan masyarakat, tingkat harga, dan perubahan referensi konsumen. Rata-rata kelompok yang cenderung mengkonsumsi buah dan sayur lebih tinggi adalah kelompok penduduk berpenghasilan tinggi. Sementara itu kelompok yang berpenghasilan rendah cenderung lebih memprioritaskan kebutuhan pangan utama, seperti nasi. Tingkat konsumsi hortikultura masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Pada perhitungan konsumsi produk hortikultura, hanya buah-buahan dan sayur-sayuran saja yang digunakan sebagai dasar perhitungan. Hal ini dikarenakan data untuk konsumsi tanaman hias dan tanaman biofarmaka belum ada yang sahih.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya pertanian yang sangat tinggi. Kekayaan ini bisa dilihat dari iklim yang mendukung untuk bertani, keragaman varietas serta ketersediaan lahan yang cukup luas jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN. Oleh sebab itu, sebenarnya Indonesia memiliki potensi ekspor hortikultura yang besar. Jika hortikultura dapat dibudidayakan dan dikembangkan dengan baik, produk-produk hortikultura Indonesia dapat bersaing di pasar internasional, khususnya pasar ASEAN. Indonesia masih kalah bersaing dengan negara-negara lain dalam hal penanganan pasca panen, distribusi hasil panen, serta standar mutu. Hortikultura merupakan komoditas yang disajikan dalam bentuk segar/dibekukan. Produk hortikultura rentan rusak apabila dikemas dan ditangani tidak dengan baik. Oleh sebab itu, kualitas dari produk hortikultura


(47)

harus selalu terjaga. Hal-hal tersebut menjadi hambatan ekspor hortikultura di pasar internasional. Pasar ASEAN memang lebih bebas jika dibandingkan dengan pasar Jepang, atau Taiwan. Namun, jika produk hortikultura Indonesia tidak memiliki mutu yang baik, Indonesia akan kalah bersaing dengan negara-negara lain di ASEAN yang juga memproduksi produk hortikultura. Distribusi serta teknologi pengawetan pun menjadi hambatan terbesar hortikultura Indonesia. Permintaan dan harga sebenarnya akan meningkat sejalan dengan perbaikan pada pasca panen, distribusi, serta teknologi.

Usaha untuk meningkatkan produktivitas hortikultura Indonesia bisa dilakukan dengan berbagai cara seperti optimalisasi dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam, pemilihan dan penggunaan teknologi tepat guna, penggunaan bibit unggul, dan sebagainya. Peningkatan produktivitas ini diharapkan bisa meningkatkan devisa negara serta menekan jumlah impor hortikultura agar tidak tidak terjadi atau setidaknya mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia.

Kawasan perdagangan bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area) mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 2003. Liberalisasi perdagangan AFTA akan menyebabkan pasar di semua negara anggota ASEAN akan makin terbuka serta makin tajamnya persaingan antar negara di kawasan ini, apalagi jika diberlakukan zero cost pada program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 nanti. Pada dasarnya, negara-negara anggota ASEAN memproduksi jenis produk perrtanian yang hampir sama karena kondisi iklim dan budaya yang hampir sama, termasuk komoditi hortikultura (Hadi dan Mardianto 2004).

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang terdiri sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman biofarmaka (tanaman obat), dan florikultura (tanaman hias) menjadi salah satu komoditi subjek perdagangan internasional. Karena tingkat konsumsinya yang tinggi, maka setiap negara berlomba-lomba untuk memproduksi komoditi hortikultura, baik untuk memenuhi kebutuhan/konsumsi domestik maupun untuk diperdagangkan di pasar internasional guna mendatangkan devisa bagi negara mereka. Salah satu kawasan yang berlomba-lomba untuk memproduksi komoditi hortikultura adalah negara-negara kawasan Asia Tenggara yang berada dibawah naungan ASEAN. Negara-negara ASEAN memiliki iklim yang cenderung sama dan sesuai untuk menanam


(48)

hortikultura, sehingga hampir semua negara ASEAN memproduksi komoditi hortikultura. Pada Tabel 9 dapat dilihat tiga negara produsen beberapa produk hortikultura terbesar di pasar ASEAN. Pada tabel di bawah, rata-rata Indonesia selalu termasuk ke dalam tiga produsen terbesar beberapa komoditi hortikultura, yaitu bunga potong, alpukat, semangka, kentang, jahe, serta temulawak, di pasar ASEAN. Bahkan, menurut data UNComtrade, Indonesia berhasil menjadi produsen terbesar di pasar ASEAN untuk komoditi temulawak pada tahun 2007 sampai tahun 2012.

Tabel 9 Negara Produsen Terbesar Beberapa Produk Hortikultura di Pasar ASEAN Tahun 2007-2012.

Rank Bunga Potong Alpukat Semangka Kentang Jahe Temulawak 1 Malaysia Singapura Malayasia Malaysia Singapura Indonesia 2 Thailand Indonesia Indonesia Singapura Indonesia Singapura 3 Indonesia Kamboja Thailand Indonesia Malaysia Malaysia Sumber : UNComtrade, 2013

5.2 Perkembangan Ekspor Hortikultura Indonesia di ASEAN

Produk hortikultura sudah menjadi salah satu komoditi Indonesia yang di perdagangkan di pasar internasional, walaupun dalam perkembangannya, ekspor hortikultura Indonesia menemui berbagai kendala seperti standarisasi mutu yang ketat, penanganan pasca panen hortikultura Indonesia yang kurang baik, kualitas produk yang tidak bisa terjaga, masalah distribusi dan teknologi, serta pengadaan bibit unggul yang masih kurang. Menurut Dumiary (1996), masalah lain dalam ekspor Indonesia adalah komposisi negara tujuan ekspor. Pasar yang menjadi tujuan ekspor kita terkonsentrasi di beberapa negara tertentu, sehingga jika terjadi perubahan di negara tersebut, secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kinerja ekspor dari Indonesia.

Ekspor Indonesia diekspor melalui berbagai cara. Salah satu cara yang paling sering digunakan adalah melewati pelabuhan. Barang-barang ekspor Indonesia dimuat dan diberangkatkan di berbagai pelabuhan kecil dan besar yang tersebar di seluruh Indonesia. Ekspor yang berangkat dari pelabuhan kecil biasanya menuju ke negara tetangga dekat dan pada umumnya memuat dengan volume terbatas. Namun tidak semua pelabuhan di Indonesia aktif beroperasi. Seringkali ekspor di suatu daerah terpaksa harus dikapalkan melalui pelabuhan di


(49)

daerah lain. Belum lagi jika akses dari suatu daerah ke daerah tersebut masih sulit. Hal ini berdampak pada waktu dan biaya produksi. Semakin lama waktu distribusi, maka kondisi mutu hortikultura Indonesia akan menurun karena hortikultura merupakan produk yang dijual segar. Apalagi jika ditambah dengan keterlambatan kapal. Hal ini bisa menjadikan produk hortikultura Indonesia kalah bersaing dengan negara lain. Kendala struktural semacam ini tentu saja menghambat kenrja ekspor. Sebenarnya bisa saja ekspor dilakukan melalui jasa angkutan udara. Namun mahalnya biaya perjalanan dapat meningkatkan biaya produksi yang akan merugikan produsen.

Berikut merupakan volume ekspor bebarapa komoditas hortikultura di pasar ASEAN.

1. Mangga, Manggis, dan Jambu Biji

Volume ekspor mangga, manggis, dan jambu biji Indonesia dari tahun 2007 sampai tahun 2012 cenderung fluktuatif. Namun pada tahun 2011 terjadi peningkatan volume ekspor yang sangat drastis yang disebabkan produksi buah dalam negeri meningkat pada tahun tersebut dari 15 490 373 ton pada tahun 2010 menjadi 18 037 554 ton pada tahun 2011 (Direktorat Jenderal Hortikultura 2012). Hal ini menunjukkan perkembangan volume ekspor mangga, manggis, dan jambu biji membaik beberapa tahun terakhir, walaupun ekspor ketiga komoditi ini ke pasar Vietnam, Brunei Darussalam, dan Filipina tidak kontinu setiap tahun. Negara yang mendominasi pasar ketiga komoditi ini di ASEAN adalah Thailand. Rata-rata Thailand mengekspor 65 persen dari total ekspor mangga, manggis, dan jambu biji di ASEAN. Meskipun Indonesia hanya berkontribusi sebesar enam persen setiap tahunnya, namun melihat perkembangannya beberapa tahun terakhir, ketiga komoditi ini berpotensi untuk lebih dikembangkan lagi melihat permintaan atas ketiga komoditi ini terus meningkat setiap tahunnya, terutama komoditi manggis yang permintaannya melonjak beberapa tahun terakhir. Apalagi Indonesia merupakan salah satu negara yang paling sedikit mengimpor mangga, manggis, dan jambu biji dari pasar ASEAN. Indonesia hanya mengimpor sebesar satu persen setiap tahunnya dari total impor komoditi mangga, manggis dan jambu biji di ASEAN. Pasar tujuan komoditi mangga, manggis, dan jambu biji didominasi oleh pasar Malaysia dan Singapura. Hal ini dapat dilihat pada Gambar


(50)

0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Vo lu m e E k sp o r (Kg ) Tahun Vietnam Singapura Filipina Malaysia Brunei 4 dimana hanya pasar Malaysia dan Singapura yang kontinyu setiap tahunnya. Sentra produksi mangga di Indonesia adalah Pulau Jawa dengan total produksi 70.64 persen dari total produksi mangga nasional (Kementrian Pertanian 2013). Sentra penanaman manggis di Indonesia tersebar mulai dari Aceh hingga Nusa Tenggara Barat, sedangkan sentra penanaman jambu biji di Pulau Jawa meliputi Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera dan Kalimantan (Kementrian Pertanian 2013).

Sumber : UNComtrade, 2013

Gambar 4 Volume Ekspor Mangga, Manggis, dan Jambu Biji Indonesia Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN

2. Alpukat

Perkembangan volume ekspor komoditi alpukat Indonesia ke pasar ASEAN cenderung meningkat lima tahun terakhir. Mulai tahun 2008, volume ekspor alpukat ke pasar ASEAN selalu lebih dari 60 000 kg setiap tahunnya. Pasar tujuan yang dominan untuk komoditi alpukat di ASEAN adalah pasar Malaysia. Bahkan pada tahun 2011, Indonesia hanya mengekspor ke Malaysia diantara negara-negara lain di ASEAN. Pada tahun 2008, ekspor alpukat ke Singapura cukup baik, namun ekspor alpukat Indonesia ke pasar Singapura, Brunei Darussalam, dan Vietnam tidak kontinyu setiap tahun. Pasar alpukat di ASEAN didominasi oleh Singapura selama lima tahun terakhir. Ini sangat ironis melihat


(51)

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000 140000

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Vo lu m e E k sp o r (Kg ) Tahun Vietnam Singapura Malaysia Brunei luas lahan Singapura yang jauh lebih kecil dari Indonesia. Rata-rata Indonesia mengekspor 20 persen dari total ekspor alpukat di pasar ASEAN setiap tahun. Indonesia bahkan tidak mengimpor alpukat dari pasar ASEAN selama lima tahun terakhir. Hal ini menyebabkan komoditi alpukat memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan di masa depan. Di Indonesia, alpukat masih merupakan tanaman pekarangan, belum dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah sentra penghasil alpukat adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara (Kementrian Pertanian 2013).

Sumber : UNComtrade, 2013

Gambar 5 Volume Ekspor Alpukat Indonesia Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN

3. Semangka

Semangka Indonesia memang tidak begitu terkenal di pasar internasional, namun di pasar ASEAN, semangka Indonesia memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nanas, karena nanas Indonesia tidak memiliki pasar di ASEAN. Walapun dalam beberapa tahun terakhir ekspor semangka Indonesia ke pasar ASEAN menurun, namun semangka masih berpotensi untuk lebih dikembangkan. Bisa dilihat pada tahun 2007 dan 2008, ekspor semangka Indonesia ke pasar Malaysia sangat tinggi. Namun sayang, ekspor semangka ke pasar Malaysia dan Brunei Darussalam tidak kontinyu setiap tahunnya. Pasar


(52)

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Vo

lu

m

e

E

k

sp

o

r

(Kg

)

Tahun

Singapura Malaysia Brunei tujuan semangka Indonesia yang kontinyu setiap tahun hanya pasar Singapura. Walaupun jumlah yang diekspor ke Singapura tidak terlalu besar, namun ekspor semangka Indonesia ke Singapura konstan dalam lima tahun terakhir. Indonesia rata-rata mengekspor satu persen dari total ekspor semangka di pasar ASEAN setiap tahunnya. Jumlah tersebut masih kecil dibandingkan dengan negara lain di ASEAN. Untuk pengekspor semangka terbesar di pasar ASEAN adalah Malaysia. Lebih dari 95 persen dari total ekspor semangka di pasar ASEAN dikuasai oleh Malaysia setiap tahunnya. Sementara itu, Indonesia rata-rata mengimpor tiga persen dari total impor semangka di pasar ASEAN setiap tahun. Daerah sentra produksi semangka di Indonesia ada di sebagian Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, serta Kalimantan Selatan (Kementrian Pertanian 2013).

Sumber : UNComtrade, 2013

Gambar 6 Volume Ekspor Semangka Indonesia Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN

4. Kentang

Sayuran Indonesia yang terkenal di pasar dunia adalah kubis, namun di pasar ASEAN, kentang Indonesia menjadi salah satu komoditi sayuran yang paling banyak di ekspor. Kentang Indonesia memiliki tujuan ekspor yang kontinu setiap tahunnya, yaitu pasar Singapura dan Malaysia. Dalam lima tahun terakhir, pasar Singapura dan Malaysia selalu menjadi tujuan ekspor kentang Indonesia.


(53)

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Vo lu m e E k sp o r (Kg ) Tahun Singapura Malaysia Brunei Jika pada tahun 2007 hingga 2011 Indonesia lebih banyak mengekspor kentang ke Malaysia, lain halnya pada tahun 2012. Pada tahun 2012 Indonesia ekspor kentang Indonesia ke Singapura meningkat tajam. Sementara itu ekspor kentang ke Malaysia menurun di tahun ini. Pengekspor terbesar kentang ke pasar ASEAN adalah Malaysia. Malaysia selalu mengekspor lebih dari 50 persen total ekspor kentang ke pasar ASEAN. Sementara itu, kontribusi ekspor kentang Indonesia ke pasar ASEAN hanya sekitar 5 persen setiap tahunnya. Tetapi jika dilihat dalam tiga tahun terakhir, volume ekspor kentang Indonesia ke pasar ASEAN terus meningkat sejalan dengan permintaan kentang yang terus meningkat. Oleh sebab itu, kentang masih menjadi komoditi yang berpotensi untuk dikembangkan. Daerah sentra produksi kentang di Indonesia berada di sebagian besar Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat serta Sulawesi Utara (Kementrian Pertanian 2013).

Sumber : UNComtrade, 2013

Gambar 7 Volume Ekspor Kentang Indonesia Tahun 2007-2012 di Pasar ASEAN

5. Tomat

Sama seperti kentang, walaupun tomat Indonesia tidak terkenal di pasar dunia, namun di pasar ASEAN tomat Indonesia memiliki nilai ekspor yang cukup baik dibandingkan dengan sayuran lain. Volume ekspor tomat Indonesia pada


(1)

SUMMARY OUTPUT Impor ASEAN

Regression Statistics

Multiple R 0,862887895 R Square 0,744575519 Adjusted R

Square 0,680719399

Standard Error 1364,813718

Observations 6

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 1 21719658,06 21719658,06 11,66020606 0,026910759

Residual 4 7450865,943 1862716,486

Total 5 29170524

Coefficients

Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%

Intercept -2234619,829 655605,4002 -3,40848295 0,027065136 -4054872,23 -414367,4 -4054872,23 -414367,424 X Variable 1 1114,057143 326,2528805 3,414704389 0,026910759 208,2339297 2019,8804 208,23393 2019,88036


(2)

Multiple R 0,39412387 R Square 0,15533363 Adjusted R

Square -0,055833

Standard Error 281,502474

Observations 6

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 1 58291,43 58291,43 0,735598 0,439425

Residual 4 316974,6 79243,64

Total 5 375266

Coefficients

Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%

Intercept -115417,86 135223,2 -0,85354 0,441461 -490858 260022,1 -490858 260022,1 X Variable 1 57,7142857 67,29196 0,85767 0,439425 -129,118 244,5467 -129,118 244,5467


(3)

SUMMARY OUTPUT Impor ASEAN

Regression Statistics Multiple R 0,651406668 R Square 0,424330647 Adjusted R

Square 0,280413309 Standard Error 496,2310714

Observations 6

ANOVA

Df SS MS F Significance F

Regression 1 726037,7286 726037,729 2,948433122 0,161095905 Residual 4 984981,1048 246245,276

Total 5 1711018,833

Coefficients

Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95%

Lower 95,0%

Upper 95,0%

Intercept

-407885,6095 238370,8236 -1,711139 0,162224217 -1069709,116 253937,8969

-1069709,12 253937,897 X Variable 1 203,6857143 118,6219147 1,71710021 0,161095905 -125,6615201 533,0329486 -125,66152 533,032949


(4)

Multiple R 0,72126942 R Square 0,52022958 Adjusted R

Square 0,40028698

Standard Error 1723,20789

Observations 6

ANOVA

df SS MS F

Significance F Regression 1 12879438 12879438 4,337321 0,105709

Residual 4 11877782 2969445

Total 5 24757220

Coefficients

Standard

Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%

Intercept -1722224,3 827764,5 -2,08057 0,105954 -4020467 576018,5 -4020467 576018,5 X Variable 1 857,885714 411,9255 2,082624 0,105709 -285,803 2001,574 -285,8028 2001,574


(5)

SUMMARY OUTPUT Impor ASEAN

Regression Statistics Multiple R 0,888732135 R Square 0,789844808 Adjusted R

Square 0,73730601

Standard Error 2761,473733

Observations 6

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 1 114641924,6 114641924,6 15,03355308 0,01788203

Residual 4 30502948,7 7625737,176

Total 5 145144873,3

Coefficients Standard Error t Stat P-value Lower 95% Upper 95% Lower 95,0% Upper 95,0%

Intercept -5117882,21 1326508,568 -3,858159933 0,018175718 -8800860,4 -1434903,99 -8800860,43 -1434904 X Variable 1 2559,485714 660,1184818 3,877312611 0,017882029 726,702987 4392,26844 726,702987 4392,26844


(6)

Negeri Kebon Pedes 1 Bogor, lulus pada tahun 2003. Setelah itu melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bogor, lulus pada tahun 2006.

Kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bogor

dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis tercatat sebagai mahasiswa

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB (UTMI).

Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis juga aktif mengikuti

organisasi kemahasiswaan di IPB seperti anggota divisi Internal Development di

REESA (

Resources and Environmental Economics Student Association

) periode

tahun 2010

2011, kepala divisi Internal Development di REESA (

Resources and

Environmental Economics Student Association

) periode tahun 2011

2012, serta

aktif di berbagai kepanitiaan dan kegiatan lainnya di IPB. Penulis juga aktif di

organisasi kemahasiswaan, penulis juga aktif sebagai anggota Unit Kegiatan

Mahasiswa Futsal di IPB

.