BAB 5 PEMBAHASAN
Uji efek antibakteri ekstrak etanol siwak terhadap E. faecalis diawali dengan pembuatan ekstrak etanol siwak. Pada tahap pembuatan ekstrak etanol siwak, siwak
yang diperlukan sebanyak 1 kg dan diperoleh simplisia sebanyak 415 gram yang kemudian disesuaikan dengan kapasitas perkolator untuk 300 gram simplisia dan
dilarutkan dengan etanol 70. Etanol 70 dipilih sebagai cairan penyari karena pelarut ini bersifat universal yang dapat menarik sebagian besar zat-zat aktif yang
terkandung dalam siwak. Aktivitas antibakteri dari suatu zat dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu difusi
agar metode Kirby Bauer dan dilusi agar. Difusi agar dengan metode Kirby Bauer adalah uji sensitivitas dengan menggunakan kertas cakram disk diffusion yang
memiliki konsentrasi tertentu dan menggunakan media selektif Mueller Hinton Agar. Metode ini dipengaruhi banyak faktor fisik dan kimia selain interaksi sederhana
antara antimikroba dan bakteri misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular, dan stabilitas obat. Meskipun demikian, standarisasi keadaan
memungkinkan penentuan kerentanan mikroorganisme. Interpretasi hasil uji difusi harus berdasarkan perbandingan antara metode dilusi dan difusi.
30
Sedangkan metode dilusi merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengetahui Konsentrasi Hambat Minimal KHM suatu antibiotik yaitu konsentrasi
terendah dari antibiotik yang masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Untuk mengetahui seberapa banyak jumlah zat antimikroba yang diperlukan untuk
menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diuji. Uji sensitivitas dilusi agar membutuhkan waktu yang banyak dan kegunaannya terbatas pada keadaan-
keadaan tertentu. Metode dilusi terdiri atas dua jenis yakni dilusi padat dan dilusi cair. Pada dilusi cair masing-masing konsentrasi antimikroba ditambahkan suspensi
kuman dalam media. Pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar kemudian ditanami kuman. Metode dilusi memungkinkan penentuan kualitatif
dan kuantitatif dilakukan bersama-sama. KHM dapat membantu dalam penentuan
tingkat resistensi dan dapat menjadi petunjuk penggunaan antimikroba. Kerugian metode ini tidak efisien karena pengerjaannya yang rumit, memerlukan banyak alat-
alat dan bahan serta memerlukan ketelitian dalam proses pengerjaannya termasuk persiapan konsentrasi antimikroba yang bervariasi.
31
Penelitian ini menggunakan metode dilusi yang dikombinasi dengan metode Drop Plate Miles Mesra
yakni bakteri yang diuji ditanam dalam media MHA dan diinkubasi selama 24 jam. Nilai KHM dapat diketahui dari konsentrasi minimal
ekstrak etanol siwak yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang tampak secara visual dengan bantuan mikroskop. Setelah ditanam dalam MHA dan
diinkubasi selama 24 jam, terlihat bahwa pada konsentrasi 20, pertumbuhan bakteri E. faecalis
lebih sedikit daripada pertumbuhan bakteri E. faecalis pada kontrol Mc. Farland
. Sedangkan pada konsentrasi 10, 5, 2,5, dan 1,25 juga terlihat adanya pertumbuhan bakteri, namun jumlah bakteri yang tumbuh tersebut tidak bisa
dihitung TBUD karena koloni yang tumbuh terlalu banyak 300 koloni. Jika jumlah koloni bakteri yang tumbuh 300 koloni, maka penghitungan koloni bakteri
tidak dilanjutkan karena akan memberikan hasil yang bias. Oleh sebab itu, hasil pada konsentrasi 10, 5, 2,5, dan 1,25 termasuk ke dalam kategori TBUD. Akan
tetapi, ekstrak etanol siwak dengan konsentrasi 20 ini tidak dapat dikategorikan sebagai nilai Kadar Hambat Minimum KHM karena ada selang konsentrasi yakni
antara 10 ke 20 yang tidak diuji efek antibakterinya. Peneliti menduga, apabila dilakukan uji efek antibakteri ekstrak etanol siwak dengan konsentrasi di antara 10
dan 20, kemungkinan akan diperoleh nilai KHM dengan konsentrasi yang lebih kecil dari 20.
Sedangkan nilai KBM diperoleh dari konsentrasi minimal bahan coba yang dapat membunuh 99,9 bakteri. Pada hasil penghitungan jumlah koloni bakteri,
tidak satupun dari konsentrasi ekstrak etanol siwak yang mampu membunuh hingga 99,9 bakteri. Oleh karena itu, nilai KBM pada penelitian ini tidak dapat ditentukan.
Nilai KBM tidak dapat diperoleh diduga karena peneliti tidak memulai uji efek antibakteri ekstrak etanol siwak terhadap Enterococcus faecalis dimulai dari
konsentrasi tertinggi, yakni 100. Akibatnya, hasil penelitian ini hanya terbatas pada
konsentrasi 20, 10, 5, 2,5, dan 1,25 saja. Oleh karena itu, apabila konsentrasi ekstrak etanol siwak dinaikkan di atas 20, kemungkinan besar nilai
KBM akan diperoleh. Terlebih lagi pada penelitian ini, pada konsentrasi 20, ekstrak etanol siwak telah dapat membunuh 99,23 Enterococcus faecalis.
Adapun secara statistik, hasil penelitian ini tidak dapat diuji dengan uji statistik parametrik dengan menggunakan uji ANOVA dan LSD karena data yang
tersedia tidak semua direpresentasikan dalam angka, yakni dengan adanya data dalam kategori Tidak Bisa Untuk Dihitung TBUD, serta data yang tersedia tersebut tidak
terdistribusi normal. Syarat data yang terdistribusi normal adalah pada uji normalitas akan menghasilkan bentuk histogram yang simetris. Oleh karena data yang dihasilkan
tidak terdistribusi normal, maka tidak dapat dilakukan uji statistik parametrik seperti ANOVA dan LSD, namun dengan menggunakan uji non-parametrik, yakni uji
Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan
uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney diperoleh hasil bahwa ekstrak etanol siwak Salvadora persica memiliki efek antibakteri yang signifikan terhadap Enterococcus
faecalis dengan p-value =0.0001 0.05.
Pengujian antibakteri ekstrak etanol siwak terhadap E. faecalis dengan konsentrasi 20 kemungkinan akan memberikan hasil yang tidak sama apabila bahan
ini digunakan secara klinis pada saluran akar sebab pada penelitian ini bakteri berkontak langsung dengan bahan uji sehingga efektif dalam menghambat
pertumbuhan E. faecalis pada konsentrasi 20, sedangkan penggunaan bahan ini di saluran akar tidak selalu dapat berkontak dengan bakteri karena adanya invasi bakteri
ke dalam tubulus dentin. Selain itu, secara klinis, E. faecalis dapat berkoagregasi dengan bakteri lain seperti Fusobacterium nucleatum yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi endodonti.
31
Efek antibakteri yang dimiliki oleh siwak disebabkan oleh kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam siwak seperti salvadorin, sulfur, flavonoid, tanin,
dan saponin. Salvadorin dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat kerja enzim yang mensintesis protein bakteri. Sedangkan sulfur dapat
bereaksi dengan lipoid dan memblok sistem enzim pada sel mikroorganisme yang
dapat menghambat pembelahan dan pertumbuhan mikroorganisme. Flavonoid dapat membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan dinding sel bakteri, bersifat
lipofilik yang dapat merusak membran mikroba. Tanin bersifat astringen zat yang bersifat menciutkan, masuk melalui membran mikroba, membentuk kompleks
dengan ion metal. Kandungan tanin yang terdapat di dalam siwak memiliki sifat antibakteri dengan cara mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Tanin
ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman; kulit kayu, dauh, buah, dan akar. Tanin memiliki sifat mudah larut dalam air, etanol, dan juga aseton. Tanin tidak larut
dalam benzen, kloroform, dan eter dan rusak pada suhu 210
o
C. Adapun saponin. mempunyai sifat seperti sabun yang dapat melarutkan kotoran, dan dapat digunakan
sebagai antiinflamasi dan antimikroba. Saponin dapat membentuk senyawa kompleks dengan membran sel bakteri melalui ikatan hidrogen yang kemudian dapat
menghancurkan permeabilitas dinding sel bakteri yang dapat mengakibatkan kematian sel.
25
E. faecalis termasuk ke dalam grup D dari antigen karbohidrat dinding sel
lancefield antigen yang merupakan asam glycerol teichoic intraseluler yang berhubungan dengan membran sitoplasma sel E. faecalis. Dinding selnya terdiri atas
sejumlah besar peptidoglikan. Peptidoglikan membantu dalam pengaturan bentuk mikroba dan memiliki polisakarida yang berikatan dengan N-acetylglucoamine
GlcNAc dan N-acetylmuramic MurNAc. Peptidoglikan terletak di luar membran sitoplasma dan memiliki sifat yang spesifik, tahap transglikosilasi diindikasikan
sebagai target potensial bagi medikamen antibakteri,
7
sehingga diduga hal ini yang menyebabkan ekstrak etanol siwak memerlukan konsentrasi yang besar untuk
menghambat serta membunuh E. faecalis. E. faecalis
dapat melakukan fase viable but non-cultivable VBNC, yakni suatu mekanisme untuk bertahan hidup yang dilakukan oleh bakteri pada saat terjadi
stres pada lingkungan yang kemudian kembali pada kondisi resusitasi. E. faecalis dapat memasuki tubulus dentin yang mana tidak semua bakteri memiliki kemampuan
seperti ini.
10
Hal inilah juga diduga sebagai penyebab sebagian E. faecalis masih dapat bertahan walaupun telah diberikan ekstrak etanol siwak. Selain itu, E. faecalis
juga memiliki lipoteichoic acid LTA yang dapat berikatan dengan sel eukariot, termasuk platelet, eritrosit, PMN leukosit, dan sel-sel epitel. Adanya LTA pada E.
faecalis dapat menyebabkan terjadinya apoptosis pada beberapa sel, seperti osteoblas,
osteoklas, sel-sel fibroblast ligamen periodontal, makrofag, dan neutrofil.
10
Pada penelitian Al Bayati 2007 menunjukkan bahwa ekstrak metanol siwak dengan konsentrasi 20, 10, 5, 2,5, dan 1,25 memiliki efek antibakteri
terhadp bakteri Staphilococcus aureus, Streptococcus mutans, Streptococcus faecalis, Streptococcus pyogenis
, Lactobacilus acidophilus, Pseudomonas aeruginosa, dan Candida albicans
.
17
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Abdelrahman HF et al. menunjukkan bahwa ekstrak etanol siwak memiliki efek antibakteri
terhadap Candida albicans, Actinomyces naeslundii, Lactobacillus acidophilus, Actinobacillus actinomycetemcomitans
, Porphyromonas gingivalis, dan Prevotella intermedia
.
26
Pada penelitian yang dilakukan oleh Trimurni A. dan Steven P. pada tahun 2007 juga diperoleh hasil bahwa ekstrak senyawa aktif batang siwak mampu
menghambat bakteri seperti Streptococcus mutans p0,005.
27
Asal siwak yang berbeda kemungkinan akan memberikan hasil uji yang berbeda pula. Hal ini disebabkan oleh keadaan geografis tanaman dari masing-masing
daerah sehingga kadar senyawa aktif yang terkandung, yakni salvadorin, sulfur, flavonoid, tanin, dan saponin dalam kedua tanaman tidak sama antara satu dengan
yang lain. Siwak yang digunakan peneliti berasal dari Riyadh, Saudi Arabia sedangkan siwak pada penelitian Al Bayati berasal dari Mosul, Iraq.
17
Penelitian yang dilakukan oleh Al Bayati menggunakan rotavapor dengan suhu 40
C, sedangkan pada penelitian ini, peneliti menggunakan rotavapor dengan suhu 46
C. Adanya perbedaan suhu yang digunakan diduga juga mempengaruhi hasil penelitian yang dilakukan. Selain itu, faktor kelembaban juga diduga ikut
mempengaruhi hasil penelitian. Semua bahan obat yang mana dalam penelitian ini yakni ekstrak etanol siwak berisiko membusuk jika kelembapan bahan tersebut
melebihi 15 dan bila tidak disimpan di dalam tempat yang baik akan berbau apak dan berubah warna.
Faktor lain yang menyebabkan adanya perbedaan antara hasil penelitian Al Bayati dengan yang dilakukan oleh penulis adalah oleh karena adanya perbedaan
teknik pembuatan ekstrak siwak yang digunakan. Uji antibakteri yang dilakukan oleh Al Bayati menggunakan metode difusi dengan menggunakan disc diffusion dan
dilusi. Pada penelitian Al Bayati, cairan penyari yang digunakan untuk membuat ekstrak siwak adalah akuades dan metanol, sedangkan cairan penyari yang digunakan
pada penelitian ini adalah etanol yang mana hal tersebut dapat mempengaruhi komponen zat yang terlarut di dalam ekstrak siwak. Selain itu, pada penelitian Al
Bayati batang siwak dihancurkan sampai berupa bubuk, sedangkan batang siwak pada penelitian ini dihancurkan sampai berupa serat-serat halus yang mana hal tersebut
juga diduga mempengaruhi jumlah kandungan zat-zat antibakteri dalam siwak yang mampu ditarik oleh cairan penyari
17
. Selain itu cairan penyari yang digunakan oleh Al Bayati adalah metanol dan akuades, sedangkan pada penelitian ini menggunakan
cairan penyari etanol, perbedaan ini juga dapat mempengaruhi kemampuan cairan penyari dalam menarik zat aktif dalam siwak. Kelebihan metanol jika dibandingkan
dengan etanol yaitu metanol memiliki bentuk molekul yang lebih kecil sehingga dapat masuk ke pori-pori dan menarik senyawa aktif dari siwak, tetapi metanol lebih
toksik dibandingkan dengan etanol. Adapun resistensi E. faecalis pada setiap replikasi menunjukkan hasil yang
berbeda dapat disebabkan oleh adanya modifikasi dari; daerah target yang dapat dicapai oleh ekstrak etanol siwak, jalur masuk ekstrak etanol siwak menembus
membran sel E. faecalis, daya serap membran sel E.faecalis pengurangan konsentrasi intraseluler sel E. faecalis terhadap ekstrak etanol siwak, baik dengan
mengurangi permeabilitasnya ataupun melalui pompa aktif membran sel E. faecalis, inaktivasi enzim atau jumlah bakteri E. faecalis yang terlalu banyak.
17
Berdasarkan uraian tersebut, kemungkinan siwak dapat dikembangkan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar. Salah satu bentuk sediaan siwak yang
mungkin dibuat sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar ialah berbentuk larutan, akan tetapi diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai keefektifan bahan ini dalam
bentuk larutan untuk digunakan sebagai alternatif bahan irigasi saluran akar.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN