43
BAB IV HASIL DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
Penelitian ini melibatkan 3 orang partisipan dimana ketiganya adalah wanita dengan status sebagai istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga
KDRT oleh suaminya. Perilaku kekerasan yang mereka alami berbeda-beda sesuai dengan kisah hidup masing-masing. Gambaran umum masing-masing
partisipan dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan Penelitian
Partisipan 1 Partisipan 2
Partisipan 3
Nama samaran Mira
Nina Sari
Jenis kelamin Wanita
Wanita Wanita
Usia 35 tahun
33 tahun 38 tahun
Pendidikan SD
Kelas 2 SLTA Kelas 2 SLTP
Suku bangsa Jawa
Batak Banjar
Agama Islam
Protestan Islam
Status perkawinan Masih tinggal bersama suami
Berpisah sejak 2 tahun lalu
Masih tinggal bersama suami
Lama menikah 15 tahun
7 tahun 10 tahun
Jumlah anak 3 orang
1 orang 7 orang
Pekerjaan -
Suami -
Istri - Bertani
- Bertani - Pengangguran
- Bertani - Pekerja honorer
- Tukang cuci,
pengasuh bayi Kekerasan yang
dialami Kekerasan fisik,
psikologis, seksual, finansial
Kekerasan fisik, psikologis,
finansial Kekerasan fisik,
psikologis, seksual, finansial
Pelaku kekerasan Suami
Suami Suami II
Kondisi saat ini Perilaku kekerasan
sudah jarang terjadi
Jarang bertemu dan komunikasi
dengan suami Masih sering
mengalami kekerasan
Harapan dimasa depan
Keluarga semakin harmonis dan
bahagia Menyekolahkan
anak setinggi mungkin
meskipun seorang diri
Ingin pergi meninggalkan
suaminya ketika anak dewasa
Universitas Sumatera Utara
44
IV.A. Analisis Partisipan 1 Mira IV.A.1. Data Observasi
Pertemuan dengan Mira berlangsung selama 17 kali pertemuan. Pertemuan 1-10 terjadi selama Mira mengikuti sebuah kegiatan pelatihan yang khusus
diadakan bagi perempuan korban tindak kekerasan dan pekerja migran. Sepuluh kali pertemuan ini dimanfaatkan untuk saling mengenal dan membangun
kedekatan antara peneliti dengan Mira. Selain itu, peneliti juga berusaha mengetahui gambaran umum pengalaman kekerasan yang dialami oleh Mira.
Selesai kegiatan tersebut peneliti selanjutnya melakukan pendekatan dengan keluarga, tetangga dan lingkungan sekitar Mira. Pendekatan tersebut lebih kepada
kunjungan untuk meminta kesediaan Mira sebagai partisipan, kunjungan untuk wawancara, kunjungan lebaran atau kunjungan hanya beramah-tamah dengan
tujuan tetap menjalin komunikasi dengan Mira. Berdasarkan observasi selama 17 kali pertemuan ini diperoleh bahwa Mira
adalah seorang wanita berusia 35 tahun mempunyai tinggi badan sekitar 158 cm dan berat badan 55 kg. Rambut Mira pendek seperti rambut laki-laki pada
umumnya berwarna hitam dan warna kulit sawo matang. Tidak ada ciri-ciri fisik khusus yang melekat pada Mira. Akan tetapi, pada saat berbicara atau sedang
memperhatikan orang berbicara Mira sering mengangkat dagunya sedikit keatas. Mira bersama suami dan ketiga anaknya tinggal di sebuah kompleks
perumahan yang sebagian besar masyarakatnya tergolong kelas ekonomi menengah ke bawah. Rumah Mira masih semi permanen sebagian dari batu bata
dan sebagian lagi masih berupa papan. Ukuran rumah sekitar 8x6 m
2
dengan
Universitas Sumatera Utara
45 sebuah ruang tamu, tiga kamar tidur dan dapur sedangkan kamar mandi berada
diluar rumah. Kondisi rumah cukup sederhana dengan fasilitas listrik memadai dan fasilitas air diperoleh dari air sumur. Kondisi barang-barang didalam rumah
tidak tersusun rapi. Sekitar rumah Mira terdapat lahan yang cukup luas ditanami dengan sayur mayur dan beberapa pohon buah-buahan. Bagian belakang rumah
terdapat kandang kambing dengan beberapa ekor kambing didalamnya. Sehari- hari Mira bekerja diladang bersama suami dan anak-anaknya. Hasil ladang yang
diperoleh selanjutnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, dijual dipasar dan sisanya dibagi-bagikan kepada tetangga.
Pada pertemuan 12 dilakukan wawancara I terhadap Mira. Saat itu, Mira menggunakan baju kaos putih bercorak bunga-bunga dan celana pendek selutut.
Penampilan Mira biasa saja lazimnya orang yang baru selesai bekerja diladang, wajah berkilat karena keringat, tangan dan kaki agak kotor. Ketika berbicara, Mira
tidak banyak menggunakan gerakan tangan dan kaki tetapi lebih banyak menggunakan mimik wajah dan intonasi suara. Gerakan mata membesar dan
mengecil, otot pipi sesekali menegang, ada kontak mata dan sesekali mengarahkan pandangan kerumah untuk melihat apakah suaminya datang.
Intonasi suara tinggi-rendah sesuai dengan topik yang dibicarakan sehingga wawancara terjadi secara alami dan mengalir tanpa hambatan yang berarti.
Mira awalnya terlihat merasa bingung dan berusaha untuk menutupi diri. Selain itu, Mira juga tampak terganggu oleh kedatangan tetangganya sehingga
Mira merasa malu. Tapi setelah tetangganya pergi Mira mampu memberikan informasi secara terbuka dan mendetail. Keadaan ini membuat peneliti tidak perlu
Universitas Sumatera Utara
46 menanyakan secara panjang dan berulang-ulang justru Mira langsung mengerti
dan menjelaskan dengan lancar. Wawancara berakhir ketika tetangga datang kembali, saat itu Mira berusaha mengalihkan pembicaraan dan segera mengakhiri
wawancara. Pada pertemuan berikutnya yaitu wawancara II, Mira memakai baju kaos
lengan pendek berwarna biru muda yang sobek pada bagian ketiak dan celana pendek mencapai betis berwarna biru muda juga, memakai topi berwarna biru
muda dan memakai sandal jepit. Selama wawancara, Mira duduk bersandar pada tiang gubuk tempat istirahat di ladang tempat dilakukan wawancara dan sesekali
memutar-mutar badannya kearah peneliti untuk mencari posisi nyaman. Pandangan banyak diarahkan kesekeliling, ada intonsi suara, mimik wajah
menggeleng-gelengkan kepala, mengerutkan kening, otot wajah menegang dan tersenyum dan gerakan tangan banyak digunakan untuk bercerita. Dari awal
sampai akhir wawancara, tidak ada kesulitan yang berarti, semuanya berjalan lancar, meskipun pada pertengahan wawancara datang seorang kakek tua
menghampiri Mira dan berbincang-bincang dengan Mira dalam bahasa Jawa. Wawancara terputus selama kurang lebih 15 menit dan setelah itu wawancara
tetap dilanjutkan. Pertemuan selanjutnya dilakukan untuk wawancara III, Mira memakai
baju warna putih dengan motif boneka yang sudah memudar bahkan dibeberapa tempat tampak bekas jahitan karena sudah sobek. Dia juga memakai celana
pendek diatas lutut dan sesekali tampak terbuka dibagian paha. Tak berapa lama kemudian dia mengganti celananya dengan celana warna hijau lumut yang lebih
Universitas Sumatera Utara
47 panjang sampai betis. Selama wawancara, perhatiannya terbagi ke pekerjaan
rumah karena wawancara dilakukan sehari sebelum hari Lebaran sehingga Mira perlu menyiapkan kebutuhan esok hari. Mira hanya menjawab seperlunya dan
menanyakan apakah masih banyak yang perlu ditanyakan. Sikap Mira yang tergesa-gesa membuat peneliti juga tergesa-gesa dan akhirnya menutup
wawancara singkat tersebut. Meskipun demikian pertanyaan-pertanyaan peneliti masih bisa ditanggapi dengan baik.
Secara keseluruhan, tidak ada masalah serius yang menghambat peneliti untuk memperoleh data. Setiap gangguan yang muncul di lapangan dapat segera
ditangani sehingga wawancara bisa berjalan sebagaimana mestinya.
IV.A.2. Latar Belakang Kehidupan Mira
Mira berasal dari keluarga kurang mampu sehingga Mira tidak bisa menyelesaikan pendidikannya dan harus bekerja sejak kecil untuk membantu
kedua orang tua dan adik-adiknya. Menginjak remaja, Mira pacaran dengan seorang pria yang telah berjanji akan menikahinya tetapi pria itu justru telah
menikah dengan gadis lain. Mira yang saat itu merasa sangat kecewa, sakit hati, putus asa dan marah memutuskan untuk mencari pria lain sebagai pelampiasan
dan bukti bahwa Mira bisa mendapatkan pria lain. Hanya beberapa bulan pacaran dengan pacar barunya yang berpenampilan
seperti orang kaya, ternyata Mira hamil diluar nikah. Kondisi ini memaksa Mira dan pacar barunya untuk menikah. Setelah menikah, Mira ditinggal oleh suami
tanpa pernah sekalipun suaminya tahu bagaimana kondisi Mira dan anak
Universitas Sumatera Utara
48 pertamanya. Kemudian Mira dan anaknya pergi mencari suami. Akhirnya, Mira
bertemu dengan suaminya dan hidup bersama dengan kondisi yang berkecukupan. Kebersamaan Mira dan keluarganya ini diusik oleh pihak ketiga yang
berusaha memfitnah Mira telah selingkuh dengan pria lain. Suami Mira langsung percaya fitnah dan memaksa Mira untuk mengaku. Mira yang sungguh-sungguh
tidak selingkuh tetap mempertahankan pendiriannya. Kondisi memicu pertengkaran antara Mira dan suami. Pertengkaran ini terjadi setiap hari disertai
dengan tindak kekerasan secara fisik, psikologis, seksual dan finansial. Akibat kekerasan tersebut Mira mengalami cedera fisik seperti tubuh lebam-lebam,
beberapa gigi tanggal, mata merah, takut terhadap suami, takut melihat sandal bertumit tinggi, merasa dirinya lebih rendah dari suami dan sebagainya. Meskipun
demikian, Mira juga tidak segan-segan memarahi pihak ketiga, suami dan orang tua pihak ketiga atas apa yang telah terjadi antara suami Mira dengan pihak
ketiga. Selain melakukan kekerasan fisik terhadap Mira, suaminya juga melakukan hal-hal menyimpang seperti selingkuh dengan pihak ketiga, mabuk-
mabukan setiap malam, berjudi setiap hari dan tidak menafkahi Mira. Perilaku suami ini berujung pada hutang sebesar 17 juta rupiah. Melihat
kondisi ini, Mira berinisiatif untuk memperbaiki kondisi keluarganya demi masa depan anak-anaknya. Mira lalu membayar semua hutang-hutang suami, membuat
rumah baru yang lebih sederhana dan membeli ladang sebagai mata pencaharian Mira. Mira juga mengajak suami dan mengajari suami apa yang harus dilakukan
untuk memperbaiki kondisi rumah tangga mereka.
Universitas Sumatera Utara
49 Salah satunya, Mira selalu menasihatkan suami untuk tidak mengulangi
perbuatannya lagi. Saat ini, perilaku buruk suami sudah berkurang walaupun belum sepenuhnya. Mira bercita-cita agar kelak anak-anaknya bisa hidup
berkeluarga yang lebih baik khususnya anak perempuannya. Mira ingin pengalamannya dengan suami tidak terjadi lagi atas diri anaknya. Mira berharap
anaknya mendapat suami yang penuh sayang dan cinta.
IV.A.3. Data Wawancara
Mira menikah dengan pacar keduanya saat ini menjadi suami meskipun belum mengenal sosok pacar yang sesungguhnya. Motivasi Mira menikah saat itu
hanya sebagai pelampiasan rasa sakit hati terhadap pacar pertama. Setelah menikah, Mira ditinggal oleh suami sampai anak pertama lahir dengan alasan
mencari pekerjaan. Akan tetapi, selama suami pergi Mira tidak pernah diberikan nafkah sebagai hasil dari pekerjaan suami apalagi menjenguk keadaan istri dan
anaknya. Lama kelamaan Mira merasa dirinya menjadi beban bagi kedua orang tua. Oleh karena itu, Mira harus bekerja meskipun sedang hamil demi memenuhi
kebutuhan persalinan dan persiapan perlengkapan bayi sedangkan suami pergi tanpa kabar yang jelas tentang keberadaannya.
”Sama orang tua. Orang tua saya sendiri, orang tua saya ini susah, ya itulah kerjanya jualan, kadang ngusuk-ngusuk juga, mamakku pandai
ngusuk, tukang kusuk. Masaknya…pokoknya kapan dapat duit… masaklah kalo gak satu hari sekali masaknya, awak lagi hamil pula…
bapaknya gak pulang-pulang…bebanlah itu sama orang tua ya kan? Nanti ada Mir…besok bantuin nanam padi ya”
P1.W1k.153-159hal.5 “Belilah ember, ember waktu itu masih dua ribu…eh…dua ribu lima ratus,
kasihlah waktu 30.000 yakan 3 hari, dibelanja’inlah beli ember, beli
Universitas Sumatera Utara
50 keranjang, beli popok, abis itu ya kan…lahirlah si IR ini ya kan, lahir si IR
ini…” P1.W1k.176-180hal.6
Kondisi ditinggalkan oleh suami tanpa kabar yang jelas membuat Mira merasa sangat sedih dan iri jika melihat pasangan suami istri lainnya yang lewat
depan rumah. Mira sering duduk, melamun dan dan menghayal dan menangis seraya meratapi nasib yang dialaminya.
“Haa…kalo sedihnya itu, kalo sore itu, nampakkan, rumahku kan dekat, sini rumahku sana tanah lapang besar gitu ya kan, kalo sore kan orang itu
kan pada boncengan naik sepeda... orang itukan jalan-jalan sama lakinya, boncengan gitu ya kan, kutengok ih…seandainya ada lakiku, akupun
kayak gitulah sayang-sayangan. Terbengong… gitu ya kan nengo’in…abis itu awak sedih, pulanglah, duduk kerumah… ngayal…gitu kan, nangis
jugalah, kok gini nasibku gitu” P1.W1k.212-224hal.7-8
Setelah anak pertama lahir, suaminya juga tidak kunjung datang menemui Mira. Kondisi ana yang sakit memotivasi Mira untuk pergi mencari suaminya.
Mira pergi seorang diri sambil menggendong anak pertamanya. Akhirnya, Mira bertemu dengan suaminya kembali. Mira tinggal bersama suami dan mertuanya
dalam kondisi keluarga yang lebih baik. Mereka sekeluarga merasakan kehidupan yang cukup lumayan karena Mira dan suami sama-sama bekerja sebagai petani
sehingga keperluan hidup sehari-hari dapat terpenuhi. Akan tetapi, keadaan yang cukup lumayan ini hanya berlangsung beberapa tahun saja.
”...Udah baguslah kami semua ini kan, bapak si AJ ini juga udah bagus, dah itu kami berladang kalo siang itu sama-sama masak, makan sama gitu
ya kan, abis itu istirahat bentar gitu ya kan, kalo sempat sore keladang” P1.W1k.241-245hal.8
”... Kami kalo dulu memang udah agak lumayanlah, ada kereta, pokoknya udah agak lumayanlah gitu”
P1.W1k.273-275hal.9
Universitas Sumatera Utara
51 “Iya…udah agak lumayanlah, udah agak…utang pun udah gak banyak di
kede gitu kan” P1.W1k.305-306hal.10
”Waktu dapat proyek ini perumahan AS ini, bangun-bangun rumah ini…disitu agak lumayanlah kami aku juga hari itu sempat punya gelang
satu sama kalungku ada dua, tapi…itu cuma sebentar aja, ya…sebentar aja amannya, banyakan susahnya”
P1.W3k.105-111hal.4 Suatu saat suaminya mendapatkan borongan proyek pembangunan
perumahan AS yang sekarang menjadi tempat tinggal mereka. Seiring dengan adanya proyek ini maka ekonomi keluarga pun semakin membaik. Akan tetapi,
keadaan yang lumayan ini memicu hadirnya pihak ketiga ND untuk memanfaatkan suami Mira. Pihak ketiga ini menyebarkan fitnah bahwa Mira
berselingkuh dengan pria lain yang kebetulan pria lain tersebut memang menyukai Mira tapi Mira menolaknya.
”Abis itu ya kan berapa tahun lagi, abis itu…dapatlah objek ini, perumahan AS ini”
P1.W1k.255-257hal.8 ”...Nampaklah ini…diperumahan ini kan, orang kan dibilang o…si ini
banyak duit, kek gini, kek gini kan bilang orang, abis itu adalah si ini si ND...kebetulan orang yang mandah ke perumahan ini dari TK ada
memang suka sama ibu, kubilang sama orang itu kau nyari makan untuk binimu aja jauh-jauh dari TK ke sini kau pula mau ganggu-ganggu aku,
kau pun disini aku yang ngasih makan, kubilang gitu ya kan. Datang pihak ketiga disampekan ke lakiku kalo aku ini berselingkuh sama orang lain
katanya” P1.W1k.275-285hal.9
Fitnah perselingkuhan Mira dengan pria lain ini membuat suami Mira
marah-marah. Suaminya percaya fitnah dan memaksa Mira untuk mengakui perselingkuhannya. Disisi lain, pihak ketiga punya maksud tersendiri atas fitnah
Universitas Sumatera Utara
52 tersebut. Pihak ketiga berusaha mendekati dan memanfaatkan penghasilan suami
Mira. Hubungan pihak ketiga dan suaminya berujung pada perselingkuhan. ”Hem…fitnah pihak ketiga ini kan karena pihak ketiga ini suka sama
lakiku, haa…gitu, jadi digosok-gosoknya, dihasut-hasutnya lah gitu ya kan, lama-lama, dia ini…lakiku ini orangnya gak tabah, jadi tergoda juga,
dipukuli aku Jay Disuruh ngaku, pernah diapai kau sama…” P1.W1k.287-291hal.9
”diapai aja kau katanya gitu, karena dia, pihak ketiga ini, katanya aku udah disetubuhi, dipeluk, dicium, katanya dihasutnya, kubilang… dihajarnyalah
aku Jay habis-habisan Jay sampe ini…badanku ini…ini mata sampe biru, muka ini pake itu…dia malam kalo mukuli aku, tengah malam di
apa…kalo aku bilang di…pake…dia kan merokok, di gini’in-nya” P1.W1k.293-299hal.9-10
Mira yang memang tidak berselingkuh dengan siapa pun tidak mau mengakui fitnah tersebut. Mira dengan tegas mengatakan bahwa dia tidak pernah
selingkuh dengan bersumpah bahwa dia tidak pernah melakukan hal-hal seperti yang disampaikan oleh pihak ketiga. Ini adalah usaha Mira untuk
mengekspresikan kemarahanya atas ketidakadilan yang dialami. ”Udah dibawa pulang, dirumah aku disuruh ngaku, diapa-apain itu tadi. Ya
gak Sampe mati pun kupertahankan” P1.W2k.310-313hal.10-11
”...Aku pun mau disiksa mati, sampe mati, didalam kubur pun aku gak bilang iya, orang memang gak kupertahankanlah sampe mati itulah”
P1.W2k.319-322hal.11 ”Kau ngaku ajalah kau kalo kau ada digauli sama dia, gini-gini,
dipeluknya katanya. Memang bang aku pernah dipegang sama dia, ku akui gitu ya kan tapi kubilang kau kayak ginian mau ngapain aku, kau jangan
kurang ajar. Kubilang sama dia bang aku kalo selamat panjang umur sama abang kubilang gitu ya kan, gak usah selamatlah aku sama anakku
melahirkan kalo memang aku ada berhubungan sama dia tak bilang gitu ya kan, abis itu adalah si AJ ini, ternyata Jay…kubilang bang kalo aku bisa
buktikan kalo abang, gak kan Belum dipanggil dokternya, belum sampe dokternya itu kerumah sudah melahirkan”
P1.W1k.358-370hal.12
Universitas Sumatera Utara
53 Sikap Mira yang tidak mau mengaku ini membuat suami semakin marah
bahkan memukuli wajahnya dengan sandal tumit tinggi, menampar pipinya, menginjak-injak tubuhnya bahkan mengancam akan membunuh Mira.
”Hem…hem…ya pake selop itu lah, aku dulukan punya tiga, aku memang suka pake selop yang tinggi gitu dulu. Makanya sekarang kalo liat selop
tinggi kayak gitu masih takut, trauma, teringat gitu” P1.W1k.312-315hal.10
”...Orang gak ada berhubungan sama dia ya kan disuruh ngaku sama dia ngaku gak kau, kalo kau ada gini-gini Katanya. Suruh ngaku, ya gak
Kubilang, orang gak ada Atau ngaku ajalah kau daripada kupukuli katanya…gak”
P1.W1k.304-307hal.10 ”Iya…diapai aja kau katanya gitu, karena dia, pihak ketiga ini, katanya
aku udah disetubuhi, dipeluk, dicium, katanya dihasutnya, kubilang… dihajarnyalah aku Jay habis-habisan Jay sampe ini…badanku ini…ini
mata sampe biru, muka ini pake itu…dia malam kalo mukuli aku, tengah malam di apa…kalo aku bilang di…pake…dia kan merokok, di gini’in-
nya” P1.W1k.327-334hal.11
”Iya, ginilah berhadapan, pang… pang… awak bilang ampun bang aku gak ada gitu dipukuli terus kepala aku ini”
P1.W2k.325-327hal.10 “Ya itu tadi, disuruh ngaku. Kubilang bang biarpun aku mau kau bakar,
kau bunuh“ P1.W1k.379-381hal.13
Akibat perilaku suami ini Mira menjadi takut melihat sandal bertumit tinggi karena bisa mengingatkannya kembali pada kejadian tersebut. Badan Mira
menjadi kurus, beberapa gigi tanggal, mata biru, badan merah-merah, lebam, merasa rendah diri, malu dan meninggalkan aktivitas religiusnya.
“Makanya sekarang kalo liat selop tinggi kayak gitu masih takut, trauma, teringat gitu”
P1.W1k.314-315hal.10
Universitas Sumatera Utara
54 “Hem…hem…ya pake selop itu lah, aku dulukan punya tiga, aku memang
suka pake selop yang tinggi gitu dulu. Makanya sekarang kalo liat selop tinggi kayak gitu masih takut, trauma, teringat gitu”
P1.W1k.350-350hal.12 “Inilah badanku merah-merah belakang, lebam-lebam”
P1.W1k.308hal.10 ”Muka ini, ini yang namanya mata udah warnanya…yang warna putih ini
warnanya merah Dipukuli, gigipun ompong semua ini, pokoknya aku ketakutanlah sama dia, gak tahu mau ngadu kemana...”
P1.W1k.339-348hal.11
Tidak hanya kekerasan fisik yang dialami Mira. Suaminya juga selalu memaki-maki dengan kata-kata kasar misalnya mengatakan Mira seorang pelacur
dan menuduh Mira berhubungan seksual dengan pria lain. Perilaku suami ini terjadi tidak hanya didalam rumah tetapi juga didepan keluarga dan teman-teman
Mira. “Kau ngaku ajalah kau kalo kau ada digauli sama dia, gini-gini,
dipeluknya katanya” P1.W1k.358359hal.12
“...Udahlah kalo kau mau duit banyak melonte Kubilang kalo aku mau melonte gak perlu dikampung orang, dikampungku sana banyak tempat
ngelonte kubilang kan gitu” P1.W2k.226-229hal.8
”Padahal aku itu Jay, malam itu dipukuli aku satu hari satu malam itu, kan dia pura-pura pigi, anak itu ndekati aku, rame ginilah, ada mertuaku, ada
kawan yang mandah itu, katanya aku ada gini-gini ya kan, itulah, begitu datang dia, ditariknya aku, dibawa pulang, kau gini-gini sama si polan
gini-gini Lha… kapan-kapan bang aku ada kayak gitu orang rame gini, apa kubilang, apa ’anu’ku ini ditaruh di dengkul? Kau ini gak-gak
aja, gak Kau gini-gini katanya, langsung Jay digeret, dipukulinya aku Hi…habislah aku”
P1.W2k.297-308hal.10 Perilaku suami seperti ini membuat Mira ketakutan setiap kali suami
marah. Mira takut suatu saat suami kembali menyiksanya. Mira takut mengobati
Universitas Sumatera Utara
55 luka-luka bekas penganiayaan yang dialaminya karena suaminya akan bertambah
marah. Mira juga tidak mau mengadukan peristiwa yang dialami kepada tetangga atau pihak berwajib karena takut akan memperpanjang masalah.
”Gak. Kubiarkan aja gitu. Jadi pas aku keluar-keluar gitu nampak orang ditanyanya, mau diajak berobat, lakiku ini ngomongnya jorok
begini…begitu…jadi tambah marah dia” P1.W1k.590-593hal.21
“Aku gak mau ngadu-ngadu. Kupikir pun kalo aku mau ngadu-ngadu percuma, kalo kita ngadu sama tetangga abis lah awak dipukuli ya kan.
Diam…lah awak ya kan, dipukuli dia dieeem…aja“ P1.W1k.383-387hal.13
Perilaku suami yang sering merendahkan Mira membuat Mira tidak hanya
takut tapi juga merasa derajatnya lebih rendah dari derajat suami. Sampai saat ini Mira masih tidak berani melakukan perlawanan terhadap perilaku suami. Rasa
malu atas peristiwa tersebut membuat Mira menghentikan aktivitas religiusnya seperti sholat.
“Memang iya, gak berani aku sama dia, sampe sekarang itu masih ada rasa takutku itu sama dia, ntah macam mana, makanya itu macam mana cara
mengatasinya supaya aku berani, malam itu habis ngomong gitu aja aku lari kebelakang, ketakutan”
P1.W2k.442-446hal.15 “...Makanya kalo dia memang betul-betul tobat, ada pernah itu kan kami
ada pengajian ini jadinya teringat ya kan, ada pengajian dirumah, cerita panjang cerita dibukalah semua cerita ini yang gini-gini, jadi kok Ibu gak
mau melakukan sholat kenapa? katanya gitu ya kan” P1.W2k.491-496hal.16
“Karena aku udah kutanamkan kalo lakiku masih mau berbuat jinah, mau berjudi, untuk apalah aku, tapi kalo lakiku mau bertobat, bertobatlah aku”
P1.W2k.500-502hal.16
“Karena dia kan derajatnya…derajatnya lebih tinggi dia dari pada awak kan nanti kalo awak kalo melawan-lawan kali sama dia pun kan gak enak
situ” P1.W2k.438-438hal.14
Universitas Sumatera Utara
56 Selain bentuk kekerasan yang berdampak pada kesehatan fisik dan
psikologis Mira, suami juga melakukan pembatasan wewenang secara finansial. Suami sangat membatasi hak Mira dalam mengatur uang untuk belanja keperluan
dapur sehingga Mira sangat kebingungan mengatur uang belanja keluarganya. “Dia itu modelnya gini, kalo ada uang itu disuruh megang semua ntah
berapa uang itu dikasihkan semua tapi kalo dia itu bergerak…ini awak ngomong sejujurnyalah ngapain awak sembunyikan, kalo dia mau pigi
main judi, diminta semua”
P1.W2k.346-351hal.12 “Soalnya pernah dulukan gak kukasih gitu, marah dia, dibukanya celana
panjang gitu, dipukulkan sama aku, makanya sumpah dalam hatiku, kalo dia mau main judi kukasihkan semua dari pada aku dipukul kukasihkan
semua, biarpun besok gak makan, mau apa…terserah dia, gitu”
P1.W2k.353-358hal.12 ”Tapi kalo uang dia gitu gak bisa, dihitungnya sama dia, kau belikan apa
saja, gini-gini, samalah sama Sari itu, dari Ajinomoto limper sampe apa, dicatat, tapi aku gak kucatat, kalo aku suruh nyatat-nyatat, abang yang
belanja aku yang masak” P1.W2k.366-371hal.12
Terus menerus diperlakukan kasar oleh suami tidak membuat Mira hanya diam tanpa berusaha. Mira selalu berusaha menanyakan hubungan suami dan
pihak ketiga meskipun suaminya justru semakin menyiksanya lagi. Mira juga tidak segan-segan untuk memergoki suami yang sedang berduaan dengan pihak
ketiga. Jika ada kesempatan Mira selalu memarahi suami dan menggagalkan niat suaminya untuk pergi bersama pihak ketiga.
“Nampak orang nanti lewat dari jalan baru itu dia, jadi kan dia pulang lewat jalan baru. Kutanya… namanya awak emosi ya…dari mana kau
sama si ND? Hah… marah dia. Kau katanya, mulut kau Karena dia capek ya kan ntah macam mana gak tahu lah ya…abislah aku dipukuli,
ditonjoki, ini gigiku lima ini sudah gak asli lagi ini” P1.W1k.521-527hal.19
“Ya memang aman, cuman, ya itulah namanya manusia ini kan kalo banyak uang, banyak tingkah. Itulah banyak tingkah kalo ada kereta trus
Universitas Sumatera Utara
57 gak pulang-pulang, ntah kemana larinya, rimbanya, nanti kalo ditanya
ngamuk-ngamuk, dari mana bang kok sampe hari gini, gini-gini…pernah itu kukejar, kedapatan orang itu rupanya orang itu nunggu di simpang
pasar V, mau pigi, kukejar Aku pinjam kereta RBT nanti kubayar gitu ya kan, kukejar kedapatan disana, hei anjing Turun kau kubilang gitu,
turun orang itu dua-dua, orang aku barusan jumpa dia mau pigi belanja pasar V kok kan gak janjian sama aku katanya gitu, alah…”
P1.W2k.185-198hal.7 Mira juga tidak malu-malu melampiaskan kemarahannya pada pihak
ketiga, suami pihak ketiga, dan orang tua dari pihak ketiga. Tetapi suami dan orang tua pihak ketiga tidak percaya pada keterangan Mira bahwa pihak ketiga
telah selingkuh dengan suaminya. “Pernah kubilang sama lakinya kau gini-gini, si ND ini pandai cakap,
karena dia cemburu katanya, aku ini cemburu katanya, cemburu buta, lakinya takut sama istrinya. Sama orang tuanya pun gitu gak percayalah
orang tuanya orang ini gak percaya… rumah orang ini kan dua yang jaga bapaknya yang borongnya lakiku. Orang itu baik-baik eceknya cari
mukalah sama bapaknya. Trus rupanya orang ini pergi berdua belum pulang. Bapaknya nanya si ND mana Mir? katanya, kubilanglah
alah…Bapak kok pura-pura gak tahu anaknya pigi sama lakiku kok nanya”
P1.W1k.571-582hal.20 Kondisi yang sangat menyakitkan ini tidak membuat Mira terus menerus
memikirkan perilaku suami. Mira tidak mau mengingat-ingat peristiwa yang dialaminya karena hanya akan menambah beban pikiran dan membuat badan
kurus. “Maksudnya ntah berapa bulanlah aku pun udah lupa, udah lama kali.
Males…eceknya males ingat-ingatnya lagi gitu” P1.W1k.404-406hal.13
Mira juga membuang sandal-sandal bertumit tinggi kesayangannya supaya
Mira tidak teringat lagi akan peristiwa pemukulan yang dilakukan suami. Bahkan sampai saat ini Mira masih tidak ingin memiliki sandal bertumit tinggi.
Universitas Sumatera Utara
58 “Hem…takut. Abis itu selop itu kubuangi masih bagus-bagus, kubuang aja
sana” P1.W1k.355-356hal.12
Setelah diperlakukan secara tidak adil oleh suaminya, Mira berusaha untuk
semakin memahami sifat-sifat suami. Mira menilai sifat-sifat suami sebagai dasar untuk mencari penyebab suami berperilaku demikian. Mira menyimpulkan bahwa
sifat-sifat suami yang tidak tabah membuat suami sangat mudah percaya fitnah. Suaminya merasa bahwa Mira benar-benar selingkuh sehingga tega menyiksa
Mira. Selain tidak tabah, suami juga adalah orang yang cemburuan, serampangan atau mudah marah dan egois.
“Hem…fitnah pihak ketiga ini kan karena pihak ketiga ini suka sama lakiku, haa…gitu, jadi digosok-gosoknya, dihasut-hasutnya lah gitu ya
kan, lama-lama, dia ini…lakiku ini orangnya gak tabah, jadi tergoda juga, dipukuli aku Jay Disuruh ngaku, pernah diapai kau sama…”
P1.W1k.320-325hal.11 “Iya, cemburuan, serampangan gitu, kalo dia becanda sama orang boleh,
kalo awak gak boleh, itu namanya apa? Egois” P1.W1k.596-598hal.21
Melalui sifat-sifat suami ini Mira mencoba untuk memahami suami lebih
mendalam. Dengan demikian, Mira dapat menerima alasan suami berperilaku kasar atas dirinya. Setelah memahami sifat-sifat suami kemudian Mira berusaha
untuk memperbaiki kondisi keluarganya. Perilaku suami terus berlanjut bukan sekedar perselingkuhannya dengan
pihak ketiga tapi juga berjudi dan mabuk-mabukan. Suami berjudi dan mabuk hampir setiap hari dan membuat hutang sebesar 17 juta rupiah. Demi masa depan
anak-anaknya Mira kemudian melunasi hutang-hutang suami dan membangun keluarganya kembali.
Universitas Sumatera Utara
59 ”Abis itu, kami jual rumah itu 32, untuk bayar utang 10 juta karena kan
Ibu sendiri yang kerumah rentenir itu. Awak ngomong jelas-jelas lah ya kan, sambil nangis awak ya kan, awak kan mikir anak juga, anak banyak”
P1.W1k.450-454hal.15 Sambil berusaha untuk membayar hutang dan memperbaiki keadaan demi
anak-anak, Mira juga tidak lupa berdoa memohon petunjuk dari Yang Maha Kuasa. Mira menyadari bahwa Tuhan telah mendengar permohonannya dan
menunjukkan jalan keluar atas permasalahan yang dihadapi. “Si WL, jadikan udah dibayar sama yang beli rumah itu 30 juta,
kubilanglah sama rentenir itu kan Pak ini uang saya cuma segini Pak, rumah saya sudah saya jual, kalo bapak tetap minta bayar 17 juta jadi
macem mana Pak anak-anak kami, sedang kami gak punya kerjaan tetap. Seandainyalah kami nyewa bisalah untuk sebulan dua bulan ini saya bayar
selanjutnya…macem mana Pak? Jadi Pak saya minta to…long kali sama Bapak, saya suruh nyuci kaki Bapak pun saya mau. Saya sanggupnya
cuma 10 juta. Ini mau tak mau Bapak harus mau awak pun demi anak juga melakukan kayak gitu... ... Itulah kutebus…kuambil…jadi
ya…kupikir-pikir ya malam ini ada satu bulan aku gak tidur Baca-bacalah doa itu ntah apa waktu itu mau tidur, bukakan lah jalanku ini, mana jalan
terangnya ya kan. Akhirnya terbuka juga, dengar aku ada kavlingan gitu ya kan...”
P1.W1k.458-482hal.15-16 Seiring kerja kerasnya, Mira juga membutuhkan dukungan dari seorang
teman sebagai tempat saling berbagi dan melepaskan rasa sakit hati yang bisa membuat tubuhnya kurus.
“Diamlah awak ya kan, jadi bingunglah aku ini, siapaaa….lah yang bisa kuajak ngomong gitu kan, ini badanku ini kurus kali gitu kan, sekaranglah
udah…dapatlah curahan hati gitu ya kan, keluarlah sakit hati awak ini” P1.W1k.431-435hal.14
”Gak berapa ingat aku. Orang aku disana dulu ini, gak ada tempat curhatku, kemanalah aku tempat curhat, Sari inilah, kemanalah…
kutengok lakiku gila-gilaan aja, makanya sampe sekarang…” P1.W1k.135-138hal.5
Universitas Sumatera Utara
60 Perasaan terluka oleh perilaku suami tidak membuat Mira menelantarkan
suami begitu saja. Mira juga mengajak suami untuk menyelesaikan masalah dan menunjukkan pada suami apa yang sebaiknya dilakukan demi anak-anak mereka.
”Gak…jadi ginikan, udahlah diserahkan sama aku pokoknya kalo aku belanja yok Bang tengok ini kayu ada satu tumpukan dua tumpuk gini lah
ya kan... ...Bang coba kita tengok sana bang cocok gak? rupanya tengoklah sama dia boncengan kami pake kereta, itu nyewa kereta itu bukan kereta
sendiri, satu hari 20.000, untuk sana-sini, sana-sini ya kan” P1.W1k.504-515hal.16-17
Keinginan Mira untuk melindungi anak-anaknya membuat Mira tetap
ingin mempertahankan dan memperbaiki hubungan dengan suami. Meskipun sampai saat ini, suami masih menunjukkan perilaku yang tidak menyenangkan,
Mira tetap mencoba untuk menasihati dan mengingatkan suami. Perilaku yang tidak menyenangkan tersebut yaitu suami masih sering duduk berdua dengan
wanita lain, suami sesekali suka berjudi dan marah-marah pada Mira. ”Nah…awak takut mikirkan anak, soalnya kan sekarang ini kan
banyak…anak yang diperkosa sendiri pun banyak…apalagi anak tiri, jadi Ibu ini takut gitu makanya kalo bisa dipertahankan, pertahankan Sampe
tua nanti gitu jangan sampe nanti terjadi yang apa…gitu maksud Ibu, Jay…gitu takut kan kebanyakan itu dengar-dengar cerita dimana-mana
kan?” P1.W1k.655-662hal.21
”Sampe pernah kubilang gini, abang itu kalo seloroh-seloroh sama orang, kadang seloroh sama Sari ini tadi, kadang megang-megang gini, awak kan
cemburu juga, lama-lama kek gitu panas juga ya kan?” P1.W1k.649-653hal.21
“Iya didepan kede itu tadi, itu disitu, aku memang gak mau terceplos marah disitu nanti kan jadi gak enak, kutengok aja oo…kudiami aja,
makan kukasih, apa kukasih, ya memang aku belanja dikasihnya, ya apa adanyalah dimasak ya kan, dikasihnya, kadang gini, tolonglah aku bikinin
teh katanya, ya kuantar juga teh disitu, maksudku biar dia tahu biar dia ada perhatiannya gitu, mau pulang atau macam mana, awak secara halus
manggil dia tapi dia gak juga” P1.W2k.520-529hal.17
Universitas Sumatera Utara
61 “Iya gak ngerti, tanya Sari ini, sempat kadang kuantar nasi, biar dia tahu,
nasi itu datangnya dari mana, kalo gak kerja gak ada nasi, gitu maksudku, tapi dia gak juga. Kubikinin susu dari P itu, pernah juga kubikin susu,
maksud hatiku ini biar tahu dia, kok bisa enak gini dari mana kalo gak kita kerja… …aku maksud hatiku gitu, biar dia tahu kalo diantar nasi itu nasi
ini dari mana hasilnya, kalo gak kerja kan gak dapat nasi maksud awak gitu, rupanya gak. Itulah udah habis dia baru…kudiami aja, itulah terakhir
awak pun, udahlah uang udah habis ngapain diperbesar lagi, kubilang gini aja, bang kalo abang bisa, ayam yang ada ini dijual kubilang kan itu mahal
25.000 dapat juga 300 ribu. Dia gitu lakiku ini bentar-bentar nanti 2 bulan baik, 2 bulan ada gilanya, bentar baik, macam mana? Cobalah gitu, awak
pun mau ngomongkan dia itu macam mana, pening awak bentar bagus nanti bentar agak macam mana gak tahu lah”
P1.W2k.531-556hal.17-18 Usaha Mira ternyata tidak sia-sia. Perilaku kasar suami semakin hari
semakin berkurang meskipun sesekali masih muncul. Perasaaan takut terhadap suami tetap ada dan jika terjadi pertengkaran Mira lebih memilih untuk membela
diri dengan sabar tanpa emosi marah. Mira tahu bahwa jika memarahi suami justru seuami akan balik marah dan lebih keras.
”Kadang-kadang mau marah, tapi kadang-kadang takut juga sama dia, itu macam mana Jay?”
P1.W2k.565-566hal.18 ”Gak, soalnya dia modelnya, kalo dimarahi dia itu punya darah tinggi,
nanti pun awak marahi dia habislah awak dikerjai sama dia, tambah emosi gitu”
P1.W2k.585-588hal.19 Saat ini rasa marah atas perilaku suami mulai berkurang meskipun belum
hilan sepenuhnya. Mira lebih banyak merasa kasihan melihat kondisi suami yang bekerja seharian di ladang. Rasa kasihan ini mendorong Mira untuk lebih
memperhatikan kebutuhan dan kondisi suami. “Suami ya…sekarang ini udah gak separah yang dulu lagi memang belum
tobat tapi udah gak kek yang dulu lagi, masih mau juga berjudi kek yang hari itu yang dapat duit sama sembako dari P, dia berjudi habis 700 ribu,
sesekali masih mau juga itu berjudi cuman ya…gak separah yang dulu”
Universitas Sumatera Utara
62 P1.W3k.63-68hal.3
“Kayak tadi awak udah merepet gitu, dia makan pun sikit aja, kasihan juga dia nyiramin sayur kayak gitu tapi makannya sedikit, kenapa rupanya
bang, udah kenyang kau pun merepet aja katanya, awak pun kasihan juga, jadi awak bikinkanlah tehnya”
P1.W2k.696-701hal.23 “Kayak semalamlah, dia nyiram lebar kali, soalnya kan badannya kecil,
kurus, habis bikin bedengan banyak gitu, sampe siang, udahlah bang berhenti, udah sikit lagi ini tanggung katanya, kasihan… gitu ntah macam
manalah aku sama dia itu, ntah, kasihan, mauku dia itu gak usah macam- macam gitu”
P1.W2k.705-711hal.23 Mira tidak menuntut apapun pada suami atas perhatian yang diberikan
Mira. Mira hanya berharap suami berperilaku wajar dan tidak berjudi sepanjang hari. Mira tidak pernah melarang suami bergaul dengan teman-temannya tapi
harus ingat waktu untuk bekerja. “Gak lah, bukan masalah macam-macam gitu, maksudnya gak merepet,
gak marah sama dia gitu, mau awak itu ya sewajar-wajarnya aja, ya gak melarang dia itu bertandang, gak melarang, tapi kan sewajar-wajarnya aja,
nanti kadang sampe berlarut-larut, sampe pagi, nanti siang gak kerja, main judi, ada duit sikit, ada 50 dibikinnya main habis, besok lagi mau belanja
pening, lakiku itu suka merengek, malasnya itu, kalo udah gak ada gitu merengeknya sama awak juga, aku mau merokoklah, mau inilah…yang
mau inilah… pening awak jadinya, kalo Sari mending ada kerjaan nyuci- nyuci dia…”
P1.W2k.714-723hal.23 Perilaku suami yang sangat menyakitkan pada masa lalu ternyata tidak
membuat Mira membenci suami untuk selamanya. Mira mengaku masih sangat mencintai dan sayang pada suami. Mira ingin suami berubah menjadi sosok suami
yang lebih baik. Mira sering memarahi suami dengan tujuan untuk menegur suami jika berbuat salah.
”Pernah juga kuingatkan dia gitu kan, Bang jangan macam-macam kau Bang…aku udah tua, udah capek, udah gak sanggup lagi kubilang, marah-
Universitas Sumatera Utara
63 marah, merepet-merepetlah aku disitu nyuruh dia kerja. Maksud hatiku
biar bagus dia, sebetulnya dalam hatiku ini sayangnya aku sama dia, cintanya awak, makanya marah-marah gitu supaya dia bagus”
P1.W3k.88-95hal.4 ”Iya gitu…itukan untuk dia juga ya kan biar dia berubah gak kek dulu
lagi” P1.W3k.99-100hal.4
Mira ingin agar nasib anak-anaknya tidak terlantar karena perceraian orang tua seperti yang banyak ditayangkan di televisi. Mira ingin mewujudkan masa
depan anaknya yang lebih baik dari dirinya. Mira tidak ingin pengalamannya dengan suami juga dialami oleh anak-anaknya. Secara khusus Mira ingin agar
anak perempuannya bisa menikah dengan pria yang setia dan penuh kasih sayang. “Iya, karena sayang sama anak, soalnya kan kalo sekarang-sekarang
itukan, ngeri…kayaknya gitukan, ikut-ikut bapak tiri, kebanyakan awak nengok-nengok berita di TV itukan gitu, jadi awak ketakutan, kalo bisa
dibimbing ya dibimbing, kalo gak bisa ya macam manalah caranya nanti gitu aja, kalo bisa dipertahankan, diperbaikan ya diperbaikan, kalo gak
yah…ntah macam mana”
P1.W2k.462-469hal.15 ”Nah…awak takut mikirkan anak, soalnya kan sekarang ini kan
banyak…anak yang diperkosa sendiri pun banyak…apalagi anak tiri, jadi Ibu ini takut gitu makanya kalo bisa dipertahankan, pertahankan Sampe
tua nanti gitu jangan sampe nanti terjadi yang apa…gitu maksud Ibu, Jay…gitu takut kan kebanyakan itu dengar-dengar cerita dimana-mana
kan?”
P1.W1k.655-662hal.21 ”Iya…seandainya ginilah ya kan. Bisalah awak pisah sama bapak si AJ ini,
anak kami ntah kemana-mana. Apa gak…jadinya anak awak ini terlantar ntah kemana. Itulah yang jadi pikiran Ibu, kalo bisa di perbaiki
ya…diperbaiki kalo gak bisa ya…mungkin nasib awak gitu ya…pasrah sama yang diatas gitu aja. Kalo memang awak nanti di kasih kesenangan
ya alhamdullillah kalo gak yaa ku doakan…anak-anakku ini dapat jodoh yang agak lumayan, yang sayang, yang setia, gak mau…
P1.W1k.665-674hal.21-22
Universitas Sumatera Utara
64 ”Iya yang setia gak mau berselingkuh, tetap dia sayang sama anakku, gak
mau dia…eceknya kek mana itu ya…pokoknya yang sayang yang setialah sama anakku, mamang iya…itu cita-citaku, pokoknya anakku janganlah
sampe dikhianati sama lakinya. Biarlah udah mamaknya yang ngerasain… gitu makanya aku pertahankan gitulah Jay cita-citanya ntah terlaksana ntah
gak, gak tahu lah”
P1.W1k.676-683hal.22 Mira juga sangat mendambakan kehidupan keluarga yang harmonis dan
bahagia walaupun dengan kondisi ekonomi yang sangat sederhana. Mira ingin agar tetap terjalin hubungan yang baik antar suami, istri dan anak-anak.
“Inilah kehidupan keluarga ini jangan ada gangguan, maunya harmonis gitu, bahagia, seandainya pun makan seadanya, satu kali satu hari gak apa-
apa tapi yang penting itu suami gak macam-macam, anak-anak pun nurut, mau disuruh, kan senang kita”
P1.W3k.56-61hal.3
Sekarang ini Mira masih mampu mempertahankan suami dan anak- anaknya. Pengalaman masa lalu yang terjadi atas keluarganya ternyata bisa diatasi
dengan cara yang efektif sehingga tidak berdampak buruk bagi masa depan anak- anak. Pengalaman ini menjadi bahan pelajaran bagi Mira khususnya dalam
menghadapi perilaku suami.
Universitas Sumatera Utara
65
IV.A.4. Analisa Partisipan Mira Mira mengalami beberapa bentuk kekerasan yang terjadi dalam waktu
hampir bersamaan. Awalnya Mira difitnah telah melakukan tindakan asusila dengan salah seorang pria. Suami Mira mengatakan bahwa Mira telah dipeluk,
dicium dan telah berhubungan seksual dengan pria tersebut. Menurut Poerwandari 2000 tindakan-tindakan seperti ini mengarah kepada kekerasan psikologis
sekaligus kekerasan seksual karena telah menjadikan Mira sebagai objek gurauan seksual yang bersifat melecehkan Mira. Kata-kata kasar suami juga ikut membuat
Mira semakin merasa rendah diri dan malu terhadap diri sendiri maupun orang lain. Setelah fitnah tersebut, Mira dipaksa mengaku tetapi Mira tidak mau
mengakui perbuatan yang sama sekali tidak dilakukannya. Kemudian Mira dianiaya, dipukuli menggunakan sandal bertumit tinggi, ditampar dan dan
diancam akan dibakar atau dibunuh. Perilaku suami ini merupakan kekerasan fisik sekaligus juga mengandung kekerasan psikologis kaena pada saat suami
memukuli dan menganiaya Mira, suami juga melontarkan kata-kata kasar, kata- kata makian yang akan mempengaruhi harga diri Mira Poerwandari, 2006.
Setelah terjadi ekkerasan fisik, psikologis dan seksual, Mira juga mengalami kekerasan secara finansial. Kebebasan dan wewenang Mira sangat dibatasi dalam
hal uang belanja sehari-hari. Suami bekerja tetapi gaji sering kali tidak diberikan, jika diberi maka jumlah sangat tidak sesuai.
Menurut O’Leary murphy 1992 kondisi kekerasan yang dialami oleh Mira disebabkan oleh pandangan sisten keluarga terkait masalah komunikasi,
penyelesaian masalah atau konflik yang tidak tepat. Suami Mira tidak
Universitas Sumatera Utara
66 mengkomunikasikan secara baik-baik kepada Mira tentang apa yang sebenarnya
terjadi. Suami hanya menilai informasi tersebut secara sepihak. Akibat dari kekerasan ini, Mira menjadi sangat takut terhadap suami, takut melaporkan
kepada orang lain, merasa terisolasi karena tidak mendapat dukungan, perasa malu dan tidak berdaya Poerwanari, 2000.
Kondisi yang meyakitkan ini ternyata tidak membuat Mira terus menerus larut dalam kesedihan, kemarahan, rasa ingin balas dendam, rasa ingin
menghindar dan emosi negatif lainnya. Mira tidak ingin hanya selamanya teringat- ingat akan peritiwa tesebut. Mira tetap berusaha meyakinkan suami dengan
bersumpah, Mira melaporkan perselingkuhan suaminya dengan ND kepada suami ND sendiri, dan kepada orang tua ND. Menurut Enright Coyle 1998 kondisi
ini disebut sebagai uncovering phase yaitu kondisi dimana individu dipenuhi oleh emosi negatif. Setelah itu, Mira mempertimbangkan cara yang lain untuk
menghadapi suami karena selama ini jika suami marah, Mira membalas dengan amarah justru suami bertambah marah. Kemudian Mira mengubah strateginya,
jika suami marah maka Mira diam saja dan setelah suami selesai marah barulah Mira mulai bicara lagi. Mira juga mulai memutuskan untuk memperbaiki keadaan
keluarganya decision phase. Kemudian Mira mulai melunasi semua hutang suami yang seharusnya menjadi tanggngjawab suami tapi Mira bersedia
melakukannya demi anak-anaknya. Kondisi ini disebut sebagai paradox of forgiveness yaitu ketika sesorang yang telah disakit memberikan sesuatu hal yang
besar bagi orang yang telah menyakitinya Enright, 2000. Mira juga berempati pada suami, mengenal sifat-sifat suami, melihat konteks suami berperilaku, Mira
Universitas Sumatera Utara
67 berada pada tahap work phase. Setelah semua yang dilakukan oleh Mira akhirnya
Mira memperoleh makna baru dalam hidupnya outcomedepeening phase. Mira mulai melihat perilaku buruk suami berkurang dan terus meminta suami untuk
tidak mengulangi lagi. Mira juga tidak ingin anak-anaknya mengalami nasib yang sama seperti dirinya.
Menurut McCullough, Sandage, Brown, Rachal, Worthington Enright 1998 dalam Pertiwi, 2004 faktor yang menyebabkan Mira mampu untuk
memaafkan suaminya adalah karena varibel sosial-kognitif. Mira tidak mau mengingat-ingat selalu karena hanya sia-sia dan Mira juga memandang
forgiveness as a love, karena kemudian Mira mengakui bahwa sebenarnya apa yang dia lakukan selama ini adalah karena Mira mencintai dan menyayangi
suaminya. Selain itu, faktor kualitas hubngan interpersonal juga mempengaruhi Mira untuk memaafkan suami sebab status pelaku kekerasan ada suami Mira.
Pasangan-pasangan yang memiliki kedekatan akan lebih siap untuk memaafkan
McCullough 2000.
Universitas Sumatera Utara
68
IV.A.5. Rangkuman Partisipan Mira
Uncovering phase
Decision phase
Work phase Outcome
phase Mira menikah
Ditinggal oleh suami
Iri dengan pasangan lain,
melamun, mengkhayal,
menangisi nasib Anak sakit
diduga ingin bertemu ayahnya
Memutuskan untuk pergi
mencari suami Bekerja mencari
ongkos Bertemu kembali
dengan suami Keadaan
keluarga cukup lumayan dan
harmonis
Muncul fitnah pihak ketiga ND
yaitu Mira dituduh bersetubuh,
dipeluk, dicium dan melakukan
hubungan seksual Suami percaya
fitnah Dipukuli, disulut
dengan api rokok, encaman dibakar
dan dibunuh Dipaksa mengaku
Mira bersumpah tidak melakukannya
Suami selingkuh dengan ND
Melaporkan ND pada suami dan
orangtua ND, memergoki suami
dan ND Suami terus
menerus berjudi dan mabuk-
mabukan setiap malam
Mira tidak mau hanya mengingat-
ingat peristiwa Orang tua meminta
agar mempertimbangkan
anak Memutuskan untuk
memperbaiki keadaan
Memperbaiki keadaan : membayar hutang
suami Meminta suami untuk
tidak mengulangi perilakunya
Karena ucapan Mira sering tidak
ditanggapi maka Mira diam saja dan
mencari teman berbagi
Mira menjual tanah dan rumahnya untuk
melunasi hutang suami lalu membangun
kembali rumah yang lebih sederhana
Perilaku buruk suami mulai
berkurang dan Mira Masih
sangat mencintai dan menyayangi
suami Demi masa
depan anak-anak: Tidak ingin
pengalaman Mira juga terjadi pada
anaknya Empati,memahami
sifat-sifat suami
Universitas Sumatera Utara
69
IV.B. Analisis Partisipan 2 Nina IV.B.1. Data Observasi
Pertemuan tatap muka dengan Nina berlangsung selama 16 kali dan pembicaraan melalui telepon berlangsung selama 2 kali. Selama 10 kali
pertemuan pertama terjadi bersamaan dengan kegiatan pelatihan yang sedang diikuti oleh Nina di salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat. Melalui kegiatan
tersebut peneliti mencoba untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan Nina dan mencari informasi mengenai gambaran umum kondisi hidup Nina.
Nina adalah seorang wanita berusia sekitar 33 tahun dengan postur tubuh kurus dengan berat badan sekitar 50 kg dan tinggi badan sekitar 160 cm. Nina
mempunyai warna kulit sawo matang tapi sedikit lebih gelap. Berambut pendek diatas bahu berwarna hitam. Tidak ada ciri-ciri fisik khusus yang melekat pada
diri Nina. Kondisi rumah tempat tinggal Nina saat ini sangat sederhana, berupa
bangunan berukuran 6x8 m dengan 2 buah kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 dapur dan 1 kamar mandi. Bangunan rumah bersifat permanen dengan batu bata tetapi tidak
di semen halus sehingga tampak susunan batu bata, lantai semen, atap seng, dan tersedia jendela yang cukup. Fasilitas listrik cukup memadai tapi fasilitas air dari
PDAM belum tersedia untuk daerah di sekitar mereka sehingga untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, Nina hanya mengandalkan sumur yang ada dibelakang
rumah. Secara umum, keadaan rumah Nina bersih dan layak untuk dijadikan tempat tinggal.
Universitas Sumatera Utara
70 Pada pertemuan ke 11 dan 12, peneliti melakukan kunjungan pendekatan
kerumah Nina dan kerumah kerabat Nina yang jaraknya berdekatan dengan rumah Nina. Lalu pertemuan ke 13 dilakukan wawancara I, Nina memakai baju hitam
dan rok biru, Nina baru saja pulang dari melayat orang meninggal. Tak lama kemudian Nina mengganti pakaiannya dengan kaos merah dan celana pendek
bercorak batik berwarna kuning. Kemudian Nina menyarankan untuk segera saja dilakukan wawancara tapi di dalam kamar karena memang saat itu ada beberapa
orang yang datang berkunjung hanya untuk singgah sekedar bercerita-cerita. Nina merasa tidak nyaman kalau harus diwawancara dalam situasi tersebut dan di lain
pihak Nina tidak mungkin mengusir orang yang datang kerumahnya. Sehingga kamar menjadi tempat yang dirasa cukup nyaman.
Pada saat wawancara berlangsung, Nina dan peneliti duduk diatas tempat tidur saling berhadapan dan seorang adik sepupunya duduk dilantai bersandar
kelemari. Awalnya Nina keberatan kalau adik sepupunya ini ikut masuk kamar tetapi akhirnya Nina mengizinkan juga karena hubungan keluarga mereka masih
sangat dekat. Selama wawancara, Nina tetap mempertahankan kontak mata dengan peneliti. Sesekali Nina melihat keluar jendela mengingat-ingat kejadian
masa lalu, posisi tubuh bersandar ke tumpukan bantal dan selimut, posisi tubuh tidak banyak bergerak hanya bagian tangan yang banyak bergerak menjelaskan
setiap keterangan. Ekspresi wajah banyak digunakan untuk menjelaskan atau menekankan maksud pembicaraan kepada peneliti. Setelah cukup banyak
informasi yang diberikan, Nina mengubah posisi tubuhnya yang mengindikasikan kelelahan, mengelap keringat dan menghentikan wawancara.
Universitas Sumatera Utara
71 Kemudian wawancara II dilaksanakan pada pertemuan berikutnya dan saat
itu, Nina sedang tidur-tiduran di sofa. Ketika peneliti datang, Nina bangun dari tidurnya. Dia tampak sangat lemas dan lesu dengan muka berminyak dan rambut
acak-acakan karena sakit perut. Dia berusaha untuk tersenyum dan memperbaiki duduknya sambil bermalas-malasan sambil menarik kain panjang yang
dijadikannya selimut. Nina hanya berbaring lemas di sandaran sofa, memegang- megang rambutnya yang berantakan dan terkulai lemas ditempat duduk. Melihat
kondisi ini peneliti pun tidak memaksakan Nina untuk wawancara. Peneliti hanya menanyakan hal-hal ringan seputar kondisi anaknya. Beberapa saat kemudian
Nina mengatakan bahwa dia sedang sedih karena semalam suaminya datang dan terjadilah pertengkaran diantara mereka.
Awalnya Nina menutup diri dan hanya menceritakan sebagian-sebagian kisah saja. Sikap Nina yang menutup diri ini membuat peneliti harus berusaha
keras untuk mampu memberikan pertanyan-pertanyaan tertutup diawal, kemudian diarahkan kepertanyaan terbuka. Akhirnya Nina mau menceritakan semuanya
secara jelas bahkan juga gambaran emosi dan luapan-luapan emosi yang sedang dirasakannya, seperti marah, benci, kesal dan perasaan sakit hati. Berbagai caci
maki dan suara keras kerap keluar dari mulutnya. Selama wawancara, walaupun dia terduduk lemah tapi dia mampu mengeluarkan ekspresi kemarahan yang
sangat besar. Nina banyak melontarkan kata-kata pelan tapi kasar, wajah yang menegang, menggerak-gerakkan mata membesar, mengecil, melotot dan
menatap lurus kedepan, serta menggerak-gerakkan kepala. Setelah semuanya
Universitas Sumatera Utara
72 tertumpah akhirnya Nina pun kembali tenang. Peneliti pun berusaha untuk
menenangkan Nina dan berusaha untuk menutup wawancara. Saat peneliti datang untuk melakukan wawancara berikutnya, Nina
memakai baju putih dengan motif garis-garis, pas dibadannya dengan lengan sampai siku. Memakai celana yang sebenarnya panjang tapi dipotong pendek
sedikit dibawah lutut berwarna hitam. Wajahnya tampak cantik dengan sisa dandanan dari gereja masih melekat diwajahnya. Nina tampak senang karena dia
banyak menunjukkan ekspresi tertawa dan bercanda dengan dua orang ibu-ibu tetangga yang kebetulan berada disitu. Secara umum wawancara ini berjalan
lancar. Peneliti dan Nina bergantian berbicara dan Nina tidak banyak memberikan penjelasan yang panjang. Selama wawancara Nina lebih banyak menggunakan
ekspresi wajah, intonasi suata yang naik turun, dan posisi tubuh duduk santai di sofa.
Selama beberapa kali proses wawancara yang peneliti lakukan terhadap Nina, peneliti tidak menemukan masalah yang begitu memberatkan atau
mengganggu jalannya wawancara. Hanya masalah-masalah seperti kondisi emosi Nina, situasi yang ramai dan banyak pekerjaan rumah Nina yang harus
diselesaikan.
IV.B.2. Latar Belakang Kehidupan Nina
Nina berasal dari latar belakang keluarga yang sangat sederhana dan Nina tidak sempat menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya sebab tidak ada
biaya dari orangtua. Akhirnya Nina memutuskan untuk pergi merantau ke kota
Universitas Sumatera Utara
73 Medan dengan tujuan mencari pekerjaan. Saat itu, Nina masih berusia 20 tahun.
Nina tinggal berpindah-pindah dari satu tempat ketempat lain sejalan dengan pekerjaannya yang juga berpindah-pindah.
Seorang teman sekerja yang cukup dekat kemudian memperkenalkan Nina pada saudaranya. Teman dekat ini selalu meyakinkan Nina untuk mau menikah
dengan saudaranya tersebut. Konon saudara dari temannya ini sudah cukup umur untuk menikah dan punya latar belakang keluarga yang cukup kaya dikampung.
Tergiur oleh harta dan bujukan teman untuk menikah akhirnya Nina memutuskan untuk menikah. Nina tidak peduli pada perasaan sendiri yang sebenarnya tidak
menyukai pria tersebut. Nina juga tidak peduli pada calon suami yang berstatus pengangguran. Nina hanya berharap setelah menikah suami mau berubah dan mau
bekerja. Setidaknya harta orang tua dari calon suami ini bisa menjadi modal untuk membuka usaha.
Tidak lama waktu berselang setelah mereka saling berkenalan akhirnya Nina menikah. Saat menikah, Nina masih menyimpan rasa takut karena menikah
tanpa cinta dan belum begitu mengenal karakter calon suami. Setelah menikah Nina tinggal bersama mertua dikampung mertua. Nina kecewa karena sebenarnya
Nina berharap setelah menikah dia bisa tetap tinggal di Medan karena akan sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Akan tetapi, mertua justru mengajak
untuk tinggal dikampung. Selama dikampung mertua, Nina membuka usaha warung kecil-kecilan tapi usaha ini tidak bertahan lama sedangkan suami tetap
tidak mau bekerja. Selanjutnya, Nina memutuskan untuk kembali ke Medan. Supaya Nina punya cukup biaya untuk kembali ke Medan, Nina harus bekerja
Universitas Sumatera Utara
74 diladang orang bersama dengan orang-orang sekampungnya. Situasi ini sangat
membuat Nina merasa tidak nyaman dan semakin menguatkan tekad Nina untuk kembali ke Medan.
Setiba di Medan, Nina tetap mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarganya. Dilain pihak, suami tetap saja tidak mau bekerja tapi justru hanya
mengharapkan pemberian dari Nina. Suami tidak mau bekerja dengan alasan capek sehingga sehari-hari suami hanya tidur-tiduran dirumah, makan dan duduk-
duduk sepanjang hari. Nina mengatakan bahwa perilaku malas suami ini dikarenakan oleh sejarah suami yang pernah mengkonsumsi narkoba cukup lama.
Narkoba ternyata telah merusak diri suaminya sehingga suaminya menjadi pemalas, tidur sepanjang hari, termenung seorang diri, merokok dan tampak
layaknya orang kebingungan. Bukan saja itu, suaminya juga seringkali marah- marah dan berkata-kata keras dan kasar pada Nina apalagi ketika meminta Nina
untuk melakukan apa yang diinginkannya. Hal ini selalu memicu pertengkaran diantara Nina dan suami. Bukan hanya sekali atau dua kali terjadi pertengkaran
bahkan hampir setiap hari. Pertengkaran biasanya berupa verbal dan pelemparan barang-barang rumah tangga oleh suami belum ada kekerasan fisik. Para tetangga
sering memberikan mereka nasihat dan membantu memecahkan masalah antara Nina dan suami tapi tetap saja tidak berasil. Pertengkaran yang terus menerus
ternyata memuncak pada suatu hari dirumah mertua. Saat pertengkaran itu terjadi, suami marah besar dan membenturkan kepala Nina ke dinding rumah. Meskipun
saat itu orang tua suami juga menyaksikan pertengkaran tersebut tapi tetap saja dia tidak bisa berbuat apa-apa. Mertuanya juga tidak bisa menghentikan suami
Universitas Sumatera Utara
75 yang mengusir Nina beserta anak mereka keluar dari rumah. Nina pergi bersama
anaknya yang masih berusia kurang lebih 2 tahun dari rumah mertua dan meninggalkan suami. Nina pergi kerumah salah seorang saudara yang dirasa
cukup aman dan bisa melindung Nina dari suami. Sejak Nina pergi dari rumah mertua Nina memutuskan untuk berpisah dari
suami sampai saat penelitian ini dilaksanakan. Nina sebenarnya punya keinginan untuk bercerai tapi sayang sekali ajaran agama melarang adanya perceraian bagi
siapa saja yang telah menikah. Hidup bersama anak membuat Nina harus bekerja keras seorang diri untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan anaknya. Nina
tidak pernah mengharapkan bantuan dari suami atau dari pihak mertua dengan alasan untuk membuktikan bahwa selama ini Nina mampu menghidupi anaknya
tanpa bantuan siapapun. Suami sendiri juga hanya beberapa kali datang berkunjung sekedar untuk bertemu dengan anaknya.
Setelah hampir 2 tahun berpisah dari suami, Nina masih menyimpan rasa benci, dendam dan kekecewaan yang sangat besar terhadap suami. Rasa kecewa
yang besar ini tampak ketika Nina menceritakan bagaimana sosok suami di matanya dan ketika Nina menceritakan bagaimana pertemuan dengan suami
ketika suami datang berkunjung. Kondisi ini membuat Nina belum bisa memaafkan perilaku suaminya karena Nina belum bisa menerima perlakuan suami
yang tidak adil. Untuk mengatasi rasa sakit hati, Nina selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah, bertemu tetangga, bermain dengan anak atau mendengar
musik. Hal terpenting Nina yaitu tidak mau mengingat-ingat perilaku suaminya yang telah lalu. Tidak jarang pula, Nina merasa dirinya sedang memikirkan
Universitas Sumatera Utara
76 sesuatu yang Nina sendiri tidak tahu hal apa yang sedang dipikirkannya. Nina
sering termenung sendiri, merasa kesal sendiri dan ingin berteriak sekeras- kerasnya atau melompat setinggi-tingginya. Hal ini hanya beberapa kali pernah
terjadi tapi tidak selalu terjadi atas dirinya.
IV.B.3. Data Wawancara
Nina sebenarnya masih bingung untuk memutuskan mau menikah atau tidak. Dia masih sempat meminta waktu kepada pihak keluarga calon suami dan
berdoa agar Tuhan menunjukkan jalan yang tepat baginya. Beberapa bulan kemudian Nina menikah meskipun dengan rasa takut, ragu-ragu, tidak begitu
kenal dengan calon suaminya dan rasa cinta yang tidak penuh. Nina hanya berharap setelah menikah suaminya mau berkerja untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka. “Memang sih takut juga aku”
P2.W1k.310hal.10 ”Belum-belum, itu soal-soal pacaran itu belum ada, tapi karena abangnya
ini katanya ga tahu pacaran, jadi...ga perlu yang kayak gitu-gitu” P2.W1k.256-258hal.9
”Waktu itu memang...ada juga memang...waktu baru-baru, cinta kita itu gak bulat”
P2.W1k.307-308hal.10 Setelah menikah, Nina diajak kekampung mertuanya dan tinggal disana
selama kurang lebih 2 tahun. Nina kecewa karena sebenarnya dia berharap bisa tetap tinggal di Medan karena akan sulit baginya untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang baru. Sejak awal menikah suami Nina tidak pernah mau bekerja membantu Nina memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
77 “Disana memang dia orangnya gak mau kerja, malas, kalo adanya RBT,
terus narik RBT aja lebih bagus, kalo mau ngambil uang 30 ribu aja, itu gampang lah. 30 ribu udah banyak itu. Tapi itulah...kalo adapun RBT,
orang yang disuruh bawa jadi uangnya pun bagi dua lah” P2.W1k.330-335hal.11
Tidak tahan dengan kehidupan dikampung suaminya, Nina memutuskan
untuk kembali ke Medan dan mencari pekerjaan di Medan. Beberapa tahun kemudian Nina akhirnya bisa mendapatkan rumah dan pekerjaan yang layak dan
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi, suami Nina tidak pernah mau bekerja membantu Nina.
”Kadang-kadang mau kalau ada di ajak orang, mau dia sesekali, tapi gak mau dia walaupun diajak orang sesekali mau dia gak mau, walaupun ada
kerjaan mau dia gak mau, capek aku katanya” P2.W1k.419-422.hal.19
Pekerjaan suaminya sehari-hari hanya tidur-tiduran dirumah, makan dan
duduk-duduk sepanjang hari. Nina mengatakan bahwa perilaku malas suaminya ini dikarenakan oleh sejarah suami yang pernah mengkonsumsi narkoba cukup
lama. Narkoba ternyata telah merusak diri suaminya sehingga suaminya menjadi pemalas, tidur sepanjang hari, termenung seorang diri, merokok dan tampak
layaknya orang kebingungan. “Tapi itulah waktu itu dia, menggelek dia jadi mungkin ntah ada
pengaruhnya itu, malas aja, malas… aja” P2.W2k.81-83hal.3
“Kurasa gara-gara itunya itu, dulu katanya ini, pandainya ini, pandai, cuma itulah kurasa sempat dia kek gitu, jadi bodoh lah nampak gitu, kurang
lancar otaknya itu berpikir, mau marah-marah aja, kan nggelek ini katanya gitu, mau makan aja, bengong aja, merokok, gitu aja dia”
P2.W2k.86-91hal 3-4 Hal ini selalu memicu pertengkaran diantara Nina dan suaminya. Bukan
hanya sekali atau dua kali terjadi pertengkaran bahkan hampir setiap hari.
Universitas Sumatera Utara
78 Pertengkaran biasanya berupa verbal dan pelemparan barang-barang rumah
tangga oleh suaminya tapi belum ada kekerasan fisik. Para tetangga sering memberikan mereka nasihat dan membantu memecehkan masalah antara Nina dan
suaminya tapi tetap saja tidak berhasil. “Kadang kita kan apa sih…istilahnya sekali dua kali kan kita diamkan,
cuman kadang kan kita gak tahan seTp hari kek gitu, kek yang dipecahkannyalah Magic com”
P2.W3k.98-101hal.4
“Apalagi yang dipecahkannya TV kan gak mungkin awak diam pasti dilawan terakhir, segala barang-barang maulah disepakin semua sama
rak piring itu pun disepak itu untung gak patah, semua makanya gak bisa punya barang, habis”
P2.W3k.102-107hal.4 “Kadang ya gak sabar kan gitu, kalo setiap hari kek gitu, setiap hari kek
gitu asal ada dirumah rasaku gak nyaman, rasa takut gitu, jantunganlah gitu, tiba-tiba marah nanti, serba salah”
P2.W3k.131-134hal.5
“Hem…malu kali pun, maluuu… kali kurasa kek gak ada lah mukaku ini kurasa, berantam aja terus, tiada hari tanpa berantam”
P2.W3k.175-177hal.6 Pertengkaran yang terus menerus ternyata memuncak pada suatu hari
dirumah mertuanya. Saat pertengkaran itu terjadi, suaminya marah besar dan membenturkan kepala Nina ke dinding rumah. Meskipun saat itu orang tua
suaminya juga menyaksikan pertengkaran tersebut tapi tetap saja dia tidak bisa berbuat apa-apa.
“Karena pas anakku ini dibawak waktu itu, jam 4 sore kan dibawanya sampe jam 10 baru pulang, kucari-carilah, kucari-cari ntah kemana-mana,
pulangnya, demam sakitlah dia kan, makanya jadi kayak manalah… merepetlah aku disitu,ngapain kau bawa anakku kalo pergi kau ya
pergilah sana kubilang, bawa anak kok jam segini baru pulang, pulangnya demam karena kena angin itu kan, pake tali satu dia pake
tali satu, dibawanya ke Pemda masuk anginlah dia kan, jadi dari situlah
Universitas Sumatera Utara
79 marepet-merepetlah aku, marah-marah aja aku, jadi ditumbuknyalah aku
kan, ditumbuknyalah kepalaku ini, gitulah, senang kali aku memang” P2.W3k.211-228hal.7-8
Nina beserta anaknya diusir dari rumah pada saat itu juga. Nina akhirnya pergi kerumah salah satu saudaranya yang dirasa cukup nyaman. Sampai saat
penelitian ini berlangsung Nina masih berpisah dari suaminya. Suaminya hanya datang sesekali sekedar bisa bertemu dengan anaknya.
”Pigi kau pigi kau katanya, pulang kau katanya, ya pulang maksudnya kerumah Mamakku gitu”
P2.W3k.269-271hal.9 “Jadi…dari situlah yang dipukulnya itu aku kan, pergi kau katanya
samaku, oke saya bilang, oke kubilang tapi aku nangis, terima kasih kubilang, terimakasihlah memang ini yang saya tunggu selama ini, saya
bilang memang ini, udah kau bikin kayak gitu, kau tengok ajalah, sekali aku melangkah dari rumah ini selamanya gak balik biar tahu kubilang
gitu, ingat itu bagus-bagus ya kubilang. Situ mertuaku diam aja mertuaku”
P2.W3k.284-292hal.10 Setelah hampir 2 tahun berpisah dari suaminya Nina masih menyimpan
rasa benci, dendam dan kekecewaan yang sangat besar terhadap suaminya. Rasa kecewa yang besar ini tampak ketika Nina menceritakan bagaimana sosok
suaminya di matanya. “Aku memang benci benci aku
P2.W2k.181hal.6 “Iya benci aku, karena kalo kubayangkan gitu kan gak ada… istilahnya
dalam rumah tangga itu yang enak kurasa, setidaknya ntah satu bulan, dua bulan gitulah bisa awak rasakan…senang awak dibikin, gak ada
P2.W2.k.183-187hal.6-7 Nina sering mengusir suaminya ketika suaminya datang berkunjung
karena Nina sangat tidak nyaman dengan kehadiran suaminya. Setiap kali Nina bertemu dengan suami maka luapan kemarahan akan muncul dan pertengkaran
Universitas Sumatera Utara
80 pun terjadi sehingga Nina lebih memilih untuk tidak bertemu suami atau mengusir
suami jika suami datang. “Jadi gak bisa memang, kalo kutengok gitu datang, iihh… langsung
timbul emosiku” P2.W2k.191-193hal.7
“Pergi kau jangan sini kau pulang kau sana pulang tambah stress aku kau bikin, kubilang”
P2.W2k.201-203hal.7 Selain tidak senang atas perilaku suaminya, Nina juga merasa sudah
diperlakukan secara tidak adil selama ini oleh keluarga besar suaminya yang tidak peduli akan keadaanya beserta anaknya.
“Tapi kalo untuk anakku ini mana mau kalian nengoknya, mana mau kalian, kalo untuk orang adanya duit kalian, tapi biarkan ajalah kubilang,
tak kan lama kalian kayak gitu, tak kan lama itu, gitu-gitu ajanya itu, kubilang, iya gini-gini katanya, udahlah gak usah ceritakan, gak usah, gak
uask, mau kek mana pun kalian gak peduli lagi aku kubilang, makan kalian ajalah itu, gak peduli lagi lagi kubilang sama dia. Kau kok kayak
gitu katanya, kalo datang aku marah-marah aja katanya, ya marahlah kubilang ya marahlah kubilang. Kau pikir udah…kalo datang kau kemari,
aku senang? kubilang. Jadi kalo datang aku kemari bukannya senang? Kek mana aku mau senang kalo kau datang, kau pun kalo datang gak
pernah bikin aku senang” P2.W2k.278-293hal.9-10
Nina tidak ingin mengingat-ingat lagi peristiwa yang pernah terjadi antara
dirinya dengan suaminya karena hal itu akan membuat nina semakin terluka. Untuk itu Nina selalu menyibukkan dirinya dengan pekerjaan sehingga dia bisa
melupakan semuanya. “Kuambil aja pekerjaanku yang apa…istilahnya kalo…memang kalo aku
ingat-ingat dia gitu sendiri, kadang aku sendiri gitu mau ingat…tapi kalo kuingat pun dia itu, hih…diiris-iris juganya perasaanku taiklah itu
aku gitu aja”
P2.W2k.308-312hal.10
Universitas Sumatera Utara
81 Setelah apa yang terjadi antara Nina dan suaminya, Nina mengaku tidak
pernah menyesal telah berpisah dari suaminya. Meskipun saat ini dia harus berjuang sendiri menghidupi diri dan anaknya. Nina ingin membuktikan pada
pihak keluarga suami bahwa dirinya bisa membesar anak dengan kemampuannya sendiri.
“Gak pernah istilahnya kusesali perbuatanku, gak pernah memang, memang itu…udah egois juganya awak…cuman…cemanalah aku gak
bisa gak bisa eceknya kusesalkan bodoh kalilah aku, gak ada kek gitu pernah prinsipku, in mampus situ itu aja dalam hatiku, gak pernah”
P2.W2k.314-319hal.11 “Makanya kalo dirumah aku sendiri…kalo sendiri aku gitu kan kayaknya
gak ada siapa-siapa, ntah si T tidur, mana mau aku diam kalo dirumah, paling kalo ngantuk aku tidur, paling gak kayak ginilah bunyi-bunyi tape
kuat-kuat kayak gitulah aku, jadi gak pala pernah aku terpikir…untuk dia, jarang jarang…cuman…mau juga sih sekali-sekali…tadi itu kadang gak
ngerti kita apa yang kita suntukkan, kan mau itu tiba-tiba suntuk ya?”
P2.W2k.322-330hal.11 Nina mengaku sesekali dia kerap merasa bahwa dirinya sedang
memikirkan sesuatu yang dia sendiri tidak tahu hal apa yang sedang dipikirkannya. Nina sering tiba-tiba menangis, ingin marah atau ingin melepaskan
beban pikiran yang dialaminya. “Mau kan, cuman aku gak tahu apa yang aku suntukkan, kadang gitu mau
ngeloncat, iya…gak tahu… tiba-tiba gitu kan” P2.W2k.332-334hal.11
“Suntuk…aja suntuk… gitu cuman gak tahu apa yang dipikirkan, mau aku kayak gitu memang”
P2.W2k.336-337hal.11
“Kadang aku mau nangis, mau aku nangis kayak gitu” P2.W2.k.339-340hal.11
“Gak sering kalilah, cuman mau gitu sekali-sekali gitu suntuk tiba-tiba gak ada alasan. Apalagi kalo kerja awak mana ada terpikir apa-apa apalagi ada
kawan kan, keladang kan, ada punya teman, mana ada pernah awak
Universitas Sumatera Utara
82 istilahnya itu…ee…ada kesempatan termenung, ketawa-ketawa kan
gitunya, jadi mana ada istilah suntuk mana ada, paling kalo dirumah awak sendiri mau tiba-tiba gitu suntuk…lagi pula…aku gak mau eceknya…kalo
ingat pun, gak mau aku ingat-ingat gitu, terpikir aja kesitu, tek… ngapain? bodoh kali gitu, paling kan kalo awak tengok gitu keluarga
bagus-bagus, iri juga memang”
P2.W2k.347-359hal.12 Meskipun Nina seorang diri membesarkan anaknya tapi Nina tetap
semangat untuk menjalani hari-harinya. Nina bertekad untuk menyekolahkan anaknya setinggi mungkin sehingga suatu saat kehidupan mereka akan menjadi
lebih baik. “Kalo aku semangatku memang…semangatku kuat juga memang,
istilahnya karena aku ada anak, mungkin kalo gak ada anakku, mungkin bisa aja gak ada semangat, lebih bagus ntah kemana terbang, ntah pigi ke
Malaysia, kalo memang gak ada anak, ntah kawinnya aku, tapi…kalo sekarang udah ada anakku, ya…semangatku cuma itu ajalah, untuk apa
aku jadi…istilahnya merasa…kecil hati kan gitu, ada kok anak bisa aja anakku nanti yang bikin aku istilahnya jadi…lumayan gitulah bisa
membangkitkan istilahnya pikiran awak kan biar jangan kayak gini-gini aja trus”
P2.W2k.370-382hal.12-13
Sampai saat ini Nina jarang bertemu dan berkomunikasi dengan suami. Biasanya suami datang dengan alasan rindu pada anaknya. Nina tidak pernah
melarang suami bertemu dengan anaknya tapi Nina sangat berhati-hati jika suami datang sebab Nina takut anaknya akan diambil oleh suami.
Universitas Sumatera Utara
83
IV.B.4. Analisa Partisipan Nina
Nina mengalami kekerasan dalam rumah tangga sejak awal menikah dengan suami. Suami tidak mau bekerja membantu Nina yang juga bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Suami hanya tidur-tiduran, melamun, bengong, marah-marah, merokok seharian. Mira tidak tahan melihat
perilaku suami yang tidak kunjung berubah meski telah beberapa kali diingatkan oleh Nina. Setiap kali Nina bicara memberi masukan suaminya sering tidak peduli
dan balik memarahi Nina. Ditambah lagi suami suka marah-marah tanpa alasan yang jelas, memecahkan barang-barang perlengkapan rumah tangga, memaki
dengan kata-kata kasar dan sebagainya. Menurut Nina perilaku suami ini disebabkan sejarah suami sebagai pemakai narkoba. Mira mengalami kekerasan
fisik, psikologis, dan finansial. Akhirnya, Nina bosan dan tidak tahan lagi. Menurut O’Leary Murphy 1992 penyebab kekerasan yang tejadi ini
bisa saja karena dinamika komunikasi yang keliru antar Nina dengan suami. Mereka sama-sama tidak bisa membicarakan masalah yang terjadi atau tidak bisa
menyelesaikan konflik secara bersama-sama demi kepentingan bersama sehingga sering sekali salah satu pihak memaksakan kehendaknya dan terjadilah
pertengkaran. Selain itu, kekerasan juga terjadi karena faktor kepribadian suami yang dipengaruhi oleh sejarah suami pernah menggunakan narkoba.
Dampak psikologis yang dialami Nina antara lain takut pada suami jika suatu saat suami nekad berperilaku kasar, Nina malu pada tetangga dan keluarga
besarnya, Nina merasa tidak punya dukungan dari siapapun karena malu menceritakan kejadiannya Poerwandari, 2000.
Universitas Sumatera Utara
84 Pengalaman menyakitkan yang dialami Nina tidak membuat Nina
menyerah. Nina menggunakan kesempatan ketika terjadi pertengkaran hebat dan suami mengusir Nina dari rumah bersama anaknya. Nina merasa sangat senag
karena Nina bisa keluar dari siklus kekerasan yang sedang dialaminya. Sejak berpisah dengan suaminya, Nina merasa tidak ada lagi yang bisa semena-mena
terhadap dirinya. Namun sampai saat ini, masih belum bisa memaafkan suami. Setiap kali Nina melihat atau mengingat tentang suami, Nina selalu merasa jijik,
ingin marah, emosi meningkat, dan rasa benci kembali muncul. Nina benar-benar menyalahkan suaminya atas semua yang telah terjadi.
Berdasarkan tahapan
forgiveness yang dikemukakan oleh Enright dan Coyle 1998, Nina telah sampai pada tahap uncovering phase dimana Nina masih
banyak merasakan emosi-emosi negatif seperti amarah, benci, jijik, rasa malu dan sebagainya. Setelah itu, Nina juga sempat berpikir untuk memahami suami dan
mencoba untuk mengalah decision phase tapi sikap suami yang tetap saja kasar membuat Nina bosan. Dampaknya saat ini Nina benar-benar tidak peduli pada
suami dan keluarga dari pihak suami.
Universitas Sumatera Utara
85
IV.B.5. Rangkuman Partisipan Nina
Uncovering phase
Decision phase
Work phase Outcome
phase
Suami suka berkata-kata
kasar dan mempermalukan
Nina Suami tidak mau
bekerja
Suami hanya tidur seharian,
marah-marah, terbengong,
merokok, makan Suami suka
memecahkan barang-barang
rumah tangga Nina merasa
malu pada tetangga
Nina melawan dan membalas
dengan amarah
Suami membenturkan
kepala Nina ke dinding dan
mengusirnya dari rumah
Nina masih sangat benci
pada suami Nina merasa
semakin susah, stress dan pening
jika bertemu suami
Nina tidak peduli pada suami
keluarga suami Nina jijik melihat
wajah suami dan mengusir suami
jika datang kerumah
Nina tidak ingin memikirkan
suami Perilaku suami
tidak berubah sampai saat ini
Nina mengatasi rasa sakit hati
dengan menyibukkan diri
sehingga lupa Nia merasa tidak
ada cara lagi untuk mengubah
suaminya Mempertimbangkan
untuk memahami
Universitas Sumatera Utara
86
IV.C. Analisis Partisipan 3 Sari IV.C.1. Data Observasi
Pertemuan dengan Sari berlangsung selama 18 kali dengan 10 kali pertemuan pertama bersamaan dengan kegiatan pelatihan di salah satu Lembaga
Swadaya Masyarakat dan selebihnya dilaksanakan di daerah sekitar tinggal Sari. Selama kegiatan pelatihan tersebut, peneliti berusaha untuk membangun
kedekatan hubungan dengan Sari. Peneliti mencoba untuk memperoleh gambaran umum hidup Sari dan hubungan Sari dengan suami.
Sari mempunyai tinggi badan sekitar 145 cm dengan berat badan sekitar 50 kg. Warna kulit sawo matang, rambut sebahu, tidak ada ciri-ciri fisik yang
khusus. Sari sehari-hari bekerja sebagai tukang cuci dan setrika sekaligus menjaga anak tetangga yang dititipkan karena ibunya bekerja. Sari tinggal bersama suami
yang kedua dan ketujuh anaknya 2 anak dari suami pertama dan 5 anak lainnya dari suami kedua sedangkan Suami Sari bekerja sebagai pegawai honorer salah
satu instansi pemerintahan. Pada pertemuan ke 12 dilaksanakan wawancara I seputar penelitian. Sari
menggunakan baju kaos biru tua dan celana panjang yang di gulung sampai lutut berwarna hitam. Rambut sebahu dan diikat semuanya kebelakang. Sari sangat
antusias, yang ditunjukkan dengan kontak mata yang lama dan anggukan kepala, untuk mengikuti proses wawancara. Awalnya, Sari sedang memakan jeruk sambil
melihat-lihat ke sekeliling dan tampak sedang memikirkan atau mengingat-ingat masa lalunya. Sari masih bingung lalu berusaha menutupi diri untuk menceritakan
masa lalunya dengan jelas. Hal ini juga disebabkan oleh faktor kehadiran orang
Universitas Sumatera Utara
87 lain yaitu Mira dan anaknya IR. Sari mengecilkan suara dan menutupi mulut
dengan tangan menunjukkan sikap malu-malu menceritakan masa lalunya meskipun sebenarnya Mira adalah orang yang sudah dekat dan tahu kisahnya tapi
dia malu terhadap IR. Setelah beberapa menit kemudian, Mira dan IR pergi kerumah dan hanya tinggal peneliti dan Sari saja. Barulah Sari mau menceritakan
masa lalunya dengan lancar dan terbuka tanpa hambatan yang berarti. Ketika mengungkapkan kisahnya, Sari menggunakan gerakan-gerakan
tangan dan mimik wajah yang wajar, intonasi suara naik-turun, sesekali Sari mengubah posisi duduknya dan sesekali juga menyuruh anaknya pulang. Kontak
mata tetap ada meskipun Sari sering melayangkan pandangannya ke arah lain untuk mengingat-ingat masa lalunya, sering juga tertawa ketika menceritakan hal
yang menyenangkan dan juga tampak sedih ketika menceritakan pengalaman pahitnya.
Ketika peneliti datang pada pertemuan berikutnya, Sari sedang duduk- duduk di warung dekat rumahnya bersama dengan beberapa orang temannya. Dia
langsung menyapa dan mengatakan akan segera datang menyusul. Saat itu, Sari memakai baju tanpa lengan tapi hanya sebahu berwarna biru tua hampir
mendekati hitam, celana panjang berwarna biru tua hampir mendekati hitam juga dan memakai sandal berwarna merah jambu. Saat wawancara, penampilan Sari
biasa saja tanpa ada sesuatu yang begitu mencolok. Wajahnya sedikit kering karena bagian kulit luarnya mengelupas diakibatkan oleh krim pemutih wajah
yang sedang dipakainya. Sari selalu sibuk menggosok-gosok wajahnya untuk
Universitas Sumatera Utara
88 membuang bagian kulit yang terkelupas tersebut. Rambut diikat kebelakang
dengan poni menutupi keningnya. Sari mampu menceritakan pengalaman dengan lancar disertai mimik
wajah yang berubah-ubah sesuai dengan apa yang sedang disampaikan. Terkadang Sari menggeleng-gelengkan dan mengangguk-anggukkan kepalanya
untuk menegaskan penjelasannya dengan kata-kata yang diulang-ulang. Intonasi suara pun digunakan dengan baik, pandangan mata diarahkan lurus kedepan
sambil berusaha mengingat-ingat peristiwa lalu tetapi tetap menjalin kontak mata. Pada wawancara III, Sari memakai daster merah dengan motif bunga-
bunga kecil tanpa lengan dengan panjang baju melewati lutut Rambutnya diikat kebelakang sedikit berantakan. Memakai sandal berwarna merah jambu. Wajah
Sari wajah lebam-lebam dan kedua matanya biru bekas pukulan. Penampilan Sari tidak begitu bersemangat dan berjalan sambil tertatih-tatih. Ternyata sudah
beberapa hari terakhir ini mata Sari biru dan kepala bengkak karena dipukuli suami.
Selama proses wawancara, ada banyak sekali yang mengganggu jalannya wawancara. Pertama karena faktor cuaca. Menit-menit pertama wawancara cuaca
berubah dari cerah menjadi gerimis. Peneliti dan Sari segera berlari kerumah Mira. Peneliti dan Sari duduk dilantai dapur untuk melanjutkan wawancara dan
hujan semakin deras memaksa kami untuk menutup pintu. Suara Sari pun semakin tidak terdengar karena suara hujan yang sangat deras sehingga sulit untuk
mendengar suara Sari. Wawancara juga terganggu karena Mira datang dan ikut menanggapi pertanyaan.
Universitas Sumatera Utara
89 Beberapa menit kemudian, Mira melaporkan bahwa suaminya datang dan
ini berarti bahwa tempat ini tidak aman lagi untuk wawancara. Mira takut kalau suaminya dengar dan tahu apa yang sedang diceritakan. Kemudian Sari mengajak
untuk pindah kerumahnya. Sesampai dirumahnya, wawancara tetap dilanjutkan tetapi masih mengalami gangguan. Anak-anak Sari yang masih kecil sangat lasak
selalu bergerak kesana kemari dan saling bertengkar. Perilaku anak-anak ini membuat Sari juga harus mengurus dan mengatur anak-anaknya. Ada yang minta
makan, ada yang minta gendong, ada yang nangis, ada yang minta jajan, ada yang saling bertengkar dan yang paling kecil juga sangat membuat Sari kerepotan.
Bukan saja Sari tapi peneliti juga cukup kerepotan karena FH selalu saja mau melihat alat perekam yang sedang dipegang peneliti, ini membuat peneliti tidak
bisa merekam dengan baik. Secara umum, cukup banyak gangguan yang dialami selama wawancara
tetapi tetap bisa diperoleh data sesuai dengan kebutuhan penelitian. Sari masih bisa konsentrasi pada topik-topik yang sedang dibicarakan dan bisa memberikan
informasi dengan lancar.
IV.C.2. Latar Balakang Kehidupan Sari
Sari berasal dari keluarga yang kedua orang tuanya bercerai dan kondisi ekonomi yang sulit. Sejak kecil Sari tidak suka melihat perilaku ibu yang telah
menikah sebanyak tiga kali. Sari juga harus putus sekolah dan bekerja. Sari hanya bisa mengecap pendidikan sampai kelas dua sekolah lanjutan tingkat pertama.
Setelah putus sekolah, ibunya berusaha menikahkannya tapi Sari tidak mau karena
Universitas Sumatera Utara
90 merasa masih terlalu muda untuk menikah. Berulang kali Sari minggat dari rumah
dan berusaha mencari pekerjaan. Ketika Sari bekerja di sebuah restoran, Sari diperkosa oleh anak pemilik
restoran saat Sari sedang tidur tapi pemerkosa tidak mau bertanggungjawab. Sari merasa sangat sedih, stres dan bingung dengan keadaannya. Kondisi ini
memotivasi Sari untuk pergi ke Arab dengan tujuan mencari status janda. Sari berpikir bahwa seandainya dia pergi ke Arab maka tidak akan ada seorang pun
yang tahu bahwa dirinya telah diperkosa. Sari berencana menikah dengan pria Arab selama setahun dan kemudian Sari minta diceraikan. Lalu Sari akan kembali
ke Indonesia dengan status janda dan menikah dengan pacarnya semula. Akan tetapi, apa yang terjadi tidak seperti yang direncanakannya. Suami Sari tidak mau
menceraikannya sampai mempunyai dua orang anak. Beberapa tahun kemudian Sari kembali ke Indonesia tepatnya ke Medan
denga membawa banyak barang berharga dan banyak uang sebagai hasil usahanya di Arab. Sari tidak sempat pulang ke kampung halaman dan harus tinggal dirumah
mertua. Beberapa waktu kemudian, Sari mendapat kabar bahwa suaminya telah menikah lagi. Sari sangat kecewa dan putus asa mendengar hal tersebut. Hal ini
memotivasi Sari untuk melakukan hal-hal yang selama ini tidak pernah dia lakukan. Sari mulai membuka jilbabnya, menghabiskan uang untuk berfoya-foya,
jalan-jalan bersama teman-teman dan sebagainya. Akibatnya, Sari bangkrut dan mulai terjadi pertengkaran dengan mertuanya. Sari kemudian mencari pacar
sebagai pengganti suaminya. Suaminya marah mengetahui bahwa Sari telah
Universitas Sumatera Utara
91 menjalin hubungan dengan pria lain. Sari meminta suaminya untuk menikahkan
dirinya dengan seseorang suami II sebagai pengganti suami I-nya. Ketika menikah dengan suami II, Sari sudah mengetahui bahwa suami II-
nya ini adalah seorang pemabuk dan pengangguran. Namun, Sari tidak menghiraukan hal tersebut karena Sari berharap setelah menikah nanti perilaku
suami II-nya akan berubah. Setelah beberapa tahun menikah ternyata perilaku suami tidak berubah juga. Suami II-nya masih saja mabuk-mabukan, berjudi dan
tidak punya pekerjaan. Meskipun suaminya bekerja tapi uang hasil bekerja tidak pernah diberikan pada Sari justru suami I-nya yang masih memberikan bantuan
biaya hidup bagi Sari. Sejak suami I-nya meninggal dunia, tidak ada lagi yang membantu biaya
hidup Sari sedangkan suami II-nya tetap tidak memberikan nafkah. Sehingga Sari harus bekerja juga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sari sehari-
hari bekerja sebagai pengasuh bayi, tukang cuci dan tukang setrika pakaian di rumah-rumah sekitar tempat tinggalnya. Selain tidak memberi nafkah, suami II-
nya juga sering memukul, menyiksa, memaki dan memaksa melakukan hubungan seksual. Sari dan suami II-nya sering terlibat pertengkaran hanya karena masalah
sepele dan mengakibatkan cedera fisik pada Sari. Bahkan Sari pernah melakukan percobaan bunuh diri dengan minum racun serangga. Alasannya, karena tidak
sanggup menahan rasa marah dan kecewa atas perilaku suami II-nya yang tidak pernah berubah.
Sampai saat ini, peristiwa kekerasan tersebut masih dialami oleh Sari. Sari tidak berani mengadukan suaminya ke pihak berwajib dan hanya diam saja
Universitas Sumatera Utara
92 menerima perilaku suami. Sari takut justru suaminya akan menyiksa lebih parah
lagi jika berani melaporkan kejadian tersebut. Sari sebenarnya ingin bercerai dari suami tapi didorong oleh kondisi anak-anak yang masih kecil-kecil maka Sari
membatalkan niatnya. Sari ingin berpisah dari suami dan pulang ke kampung halaman ketika anak-anaknya sudah cukup dewasa dan bisa mengerti kondisi
ibunya. Sari tidak mau disebut sebagai ibu yang tidak bertanggungjawab jika Sari meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil. Itulah yang membuat Sari tidak
mau berpisah dari suaminya.
IV.C.3. Data Wawancara
Sari akan dijodohkan dengan seorang pria oleh ibunya tapi Sari menolak dengan alasan masih terlalu muda untuk menikah karena saat itu usianya masih 13
tahun. Selain itu, Sari juga sudah punya pacar dan berjanji akan menikahinya. Hubungan Sari dengan pacarnya berjalan baik dalam hubungan pacaran yang
sewajarnya. Tidak jadi dijodohkan oleh ibunya, lalu Sari pergi dari rumah dengan tujuan mencari pekerjaan. Lalu Sari diterima kerja di sebuah restoran. Malang
bagi Sari karena setelah 6 bulan dia bekerja direstoran, Sari mengalami pemerkosaan yang dilakukan oleh anak pemilik restoran ketika Sari sedang tidur.
”...aku pigi kerja restoran-restoran...lagi motok-montoknya lah namanya masih gadis ya kan...6 bulan ada anak yang punya...restoran...tidur aku
nyenyak kali...tidur mati, sama tidur mati, terakhir diperkosa pun gak tahu aku”
P3.W1k.176-184hal.6 Setelah peristiwa tersebut, Sari merasa dunia kiamat, harapannya hancur,
dan takut bertemu dengan pacar apalagi dengan orang tuanya. Perilaku Sari juga berubah menjadi perokok dan mengalami stress. Sari juga takut dirinya hamil
Universitas Sumatera Utara
93 sehingga Sari memaksa dirinya meminum obat yang disarankan oleh temannya
untuk mencegah kehamilan. ”Hah...gak tahulah... Kiamat dunia kayaknya harapan awak udah
hancurlah...terakhir sama cowok aku pun takut, sama orang tua gak berani. Semua serba salah. Terakhir nanggung sendiri”
P3.W1k.189-192hal.7 ”Terakhir duduk...aku. dari situlah pandai merokok hem...sampai-sampai
stress aku...suntuk awak...” P3.W1k.202-204hal.7
”Itulah terakhir, itulah...pigi ketempat kawanlah. Memang sekali gitu ya
kan tapi namanya kita gak tahu gak ngerti sakit kali...abis itu kan nunggu bulan-bulan halangan lagi, gak mens, hamil...lah aku ini. Terakhir kan
itulah dikasih orang itu minum jamu apa...ya? Disuruh minum itu panasnya naujubillah Orang dulu bukan hamil awak, baru...baru...habis
di itu tadi ya takut hamil, bantailah minum jamu”
P3.W1k.194-202hal.7 Sari sebenarnya ingin mengadukan kejadian yang dialaminya kepada
orangtua pelaku tetapi Sari takut dan malu karena orang tuanya tidak akan percaya dengan apa yang dikatakannya. Sari takut justru orangtua pelaku akan
menyalahkan Sari atas peristiwa tersebut. Akibatnya, Sari hanya diam saja menghadapi kenyataan.
”Mau nuntut...karena gini udah dipancing mamaknya, memang Ibu itu baek, baek kali cuman anaknya ini orangnya dingin, kalo ibarat air itu
tenang kali, ibarat air itu tenaaaang kayak orang gak berdosa... sama orang tua baee...ek naujubillah Apanya...ini... hem...pokonya sama orang
tua itu kayak macam... kalo dia berbuat salah, kita gak percaya”
P3.W1k.206-212hal.7 ”Hem...awak pula yang disalahkan, diam ajalah”
P3.W1k.241hal.8
Dampak pemerkosaan tersebut adalah adanya rasa sakit pada bagian kelamin Sari dan pendarahan. Sari mengalami frustasi, patah hati, merasa tidak
punya harapan lagi dan merasa tidak pantas untuk bertemu pacar apalagi menikah dengan pacar karena kondisi Sari yang tidak perawan lagi. Sari putus asa dan
Universitas Sumatera Utara
94 merasa dirinya tidak suci lagi sehingga tidak akan ada orang yang mau
menikahinya. ”Apa yang enak sakit kok...mana ada enaknya... orang sakit, awak jalan
ngangkang, terakhir orang... ih...aku... namanya main paksa. Ini kayak asli dresss...mungkin sekaligus koyak betul Apa gak sakit betul... hah
terakhir jadi...rasanya...ada...patah hati, frustasi gitu, ada ya kan, jadi...jadi...pikiran udah gak ada lagi gak ada harapan lagi. Sama cowok
aku tadi gak berani ngomong, gak mungkin aku kawin sama dia apalagi jaman dulu kalo gak gadis katanya hah...”
P3.W1k.243-252hal.8-9 Sejak saat itu pula Sari mulai merokok, bandel, suka melawan, jarang
pulang kerumah dan selalu tidur dirumah teman. Padahal selama ini Sari tidak pernah berperilaku seperti itu.
”Udah...udah...udah gak suci lagi ya kan, rasanya udah...udah...udah habis kali, udah terenggut itu tadi, udah gak ada lagi harapan awak...dari situlah
putus asa aku, merokok, nanti aku bandellah, melawan, jarang pulang, tidur nanti tempat-tempat kawan tidur”
P3.W1k.296-301hal.10 Kondisi ini memotivasi Sari untuk mencari status ke Arab. Sari bermaksud
pergi ke Arab dan menikah dengan orang Arab karena orang Arab tidak tahu bahwa dirinya tidak perawan lagi. Setelah setahun menikah, Sari akan meminta
cerai dan kembali ke Indonesia dengan status janda sehingga Sari bisa menikah lagi dengan pacarnya.
”Dari situlah...terakhir itulah ee...mamak kami disuruh ke Arab Saudi mau disuruh ngambil haji. Pikir aku dulunya mau kesana aku mau kawin sama
orang Arab mau cari status, kalo disanakan gak tahu orang kalo udah bolong. Pikiran awak namanya pikiran-pikiran-pikiran rendah kali gak
ada...ini...gak ada...”
P3.W1k.263-269hal.9 ”Jadi...dari situ pigi aja aku ke Arab, kawin sama orang sana, nanti kalo
udah cerai kan statusku janda, bisa...pikiranku gitulah dulu. Jadi...berangkatlah aku. Itu cowokku masih nunggu juga itu”
P3.W1k.271-274hal.9
Universitas Sumatera Utara
95 ”Aku pun berangkat ke Arab. Jadi janjilah kami nanti Sari setahun pulang
ya Sari, he’eh kubilang, nanti aku tunggu ya...he’eh. ini aku mau cari status maksud aku ke Arab sana he...he...Mir...”
P3.W1k.292-296hal.10
Setibanya di Arab, Sari tinggal bersama kakak tirinya dan kakak tirinya berniat menikahkan Sari dengan orang Arab tapi Sari menolak karena merasa
masih sangat muda. Sari merasa susah beradaptasi dengan lingkungan barunya karena Sari tidak mampu berbahasa Arab sehingga Sari hanya menggunakan
gerakan tangan untuk menjelaskan sesuatu. ”Iya, namanya bahasa Arab disanakan...kita kan belum dapat cepat, mau
belanja-belanja awak...gak tahu...ngomong gini-gini orang bisu” P3.W1k.356-359hal.12
Sari sempat menangis dan berpikir untuk pulang dan melanjutkan sekolah lagi tapi kakaknya justru menyuruhnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga
pada sebuah rumah mewah. Sari merasa senang dengan pekerjaannya dan menganggap ini adalah pengalaman yang menarik.
”Sampe setahun disana nangis-nangis aku Mir? Mau pulang” P3.W1k.353-354hal.12
”Jadi terakhir mau pulanglah aku ma Kakakku, pulang aku lah, nangis- nangisnya mau minta sekolah lagi memang, terakhir dibawa Kakakku lah
pigi kerja sama orang Arab” P3.W1k.364-367hal.12
”Hem...banyak senangnya, tadi ada lucu-lucunya” P3.W1k.401hal.13
Selama di Arab, Sari masih merasa dirinya tidak mungkin diterima oleh
orang lain karena ketidakperawanannya. Namun, Sari tetap berusaha mempercantik dirinya untuk menarik perhatian pria Arab. Sari mulai menjalin
hubungan pacaran lagi dengan seorang pria tapi kakaknya tidak setuju. Sehingga
Universitas Sumatera Utara
96 Sari terlibat pertengkaran dengan kakaknya. Kakaknya memukulinya dan
mengusir Sari dari rumah. ”Itulah terakhir kakakku ngamuk Dipukulin aku, sampe ditamparinya aku
ma kakakku, trus sampe putus kalung, koyak-koyak bajuku diusir aku jam 2 malam”
P3.W1k.500-503hal.16 Sari keluar dari rumah kakaknya dan tidur di Mesjid layaknya
gelandangan selama kurang lebih setengah bulan. Sebenarnya Sari ingin pulang ke Indonesia tapi tidak punya biaya. Saat itu, Sari merasa sangat sedih karena tidak
punya uang, bahasa Arab tidak tahu dan kakak tidak peduli dengan keadaan Sari. ”Huh...gak tahu rasanya...kek mana, punya duit gak? Bahasa Arab gak
ngerti? Kakak gak ada nyari-nyari ya kan? Jadi pokoknya itulah sedih kali, punya uang gak ada, makan diatas...nanti keluar aku tengah malam jam 3
malam dari Mesjid itu kan ada orang Arab-Arab itu ngasih roti, sedekah- sedekah roti itu, situlah aku makan, minta aku roti, makan, minum air
Zam-zam itu, kalo nanti malam itu didalam-dalam disitu ada orang makan- makan kurma ya kan, dikasih orang itu nanti, awak duduk...sambil baca
Quran itulah ya kan, Tawaf, sembahyang, ya...yang aku kerjakan ibadah lah ibaratnya disitu walaupun aku sengsara aku, tapi ibaratnya ibadah ya
kan, ada aja yang ngasih kurma itu, dikasih kurma kuambil, minum air Zam-zam, kenyang ya, itulah berkah juga ya kan, terakhir itulah kerjalah
aku. Pinginlah aku ah...biar punya duit, cari kerja”
P3.W1k.531-547hal.17-18 Selanjutnya, Sari termotivasi untuk mencari pekerjaan demi memperbaiki
hidupnya. Sari menerima tawaran kerja menjadi pembantu rumah tangga. Akan tetapi, Sari tidak mampu bertahan lama bekerja pada majikannya karena
majikannya keras dan kejam. Sari mengundurkan diri dengan alasan tidak sanggup bekerja.
Kemudian Sari bertemu dengan seorang wanita asal Indonesia yang menjanjikannya pekerjaan untuk Sari. Lama kelamaan Sari tahu bahwa pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
97 yang ditawarkan oleh wanita tersebut adalah sebagai pekerja seks komersil PSK
sedangkan Sari tidak mau bekerja sebagai PSK. ”Gak lama aku jumpalah ada perempuan, jadi pikir orang kita Indonesia,
ya sama-sama orang Indonesia ya menolong. Mbak-mbak katanya, Mbak gak pulang? Gak, aku lari dari rumah Kakakku. Udah kerumah aja,
dirumahku gak ada orang, aku sendirian, katanya. Ehm...iya jugalah pigilah aku ikut-ikut dia tadi, rupanya germo, germo juga disana ada orang
kita, orang Madura. Trus aku diajaknya kerumah, rupanya dia pun, sebentar-sebentar ada jantan lain-lain datang, aku diam aja namanya...mau
dipromosikan dialah aku, ibaratnya masih muda ya kan”
P3.W1k.585-597hal.19 Wanita asal Indonesia tersebut marah dan mengajak Sari pindah ketempat
lain. Lalu Sari berkenalan dengan seorang pria suami I yang saat itu berstatus duda. Pria ini sudah mapan secara finansial sehingga dia bisa mencukupi semua
kebutuhan Sari dan Sari merasa senang. ”...Kenallan sama Bapak ND itu, Bapak anakku itu, kenal sama dia, diapun
udah ada bininya, bininya tapi pulang ke Indonesia ya kan” P3.W1k.624-626hal.20
”Hem...waktu itu duit segini-segini, banyak kali, aku pun terikut jugalah, mau beli jajan, mau beli jajan, mau beli apa dikasih dia tapi gak tahu,
ibaratnya ada maunya gitu gak tahu” P3.W1k.630-635hal.21
Saat itu, pria ini mengajak Sari menikah tapi Sari menolak karena jarak usia mereka yang jauh berbeda. Usia suami I-nya jauh lebih tua dari usia Sari.
Suatu ketika wanita asal Indonesia tadi menyuruh Sari dan seorang temannya pergi ke suatu tempat dengan maksud sebenarnya untuk menjual Sari. Sari
mengalami percobaan perkosaan ditempat tersebut. Sari berusaha melarikan diri sambil menangis dan memanggil temannya. Sari sadar bahwa dirinya akan dijual.
Sari marah dan minta bantuan pada suami I-nya untuk diantar pulang. ”Malam, sekitar jam 4 pagi, aku udah dikangkanginya Macam si ini Jay
macam si Mandra juga he...he...dikangkangi udah gini, terkejut aku apa
Universitas Sumatera Utara
98 kau kubilang, mau ngapain aku? sambil meraba cari lampu ini aku,
terus dia lari gak nampak orangnya, gak tahu siapa orangnya cuman aku terus laaari aku jalan, ngejar, sambil nangis-nangis ini, nggedor rumah
satpam itu, Romlah Romlah Kugedor-gedorlah ntah orang itu lagi ngambil gak tahulah, aku nangis-nangis belum sempat diapa-apain,
memang udah di ini’in. Ada apa? Yok pulang aku gak mau disini, kau mau jual aku ya? Aku mau diperkosa, kubilang gitulah, kau pikir aku lonte apa?
Kalian bagus-bagus sama aku merepet aku habis-habisan aku...jadi, aku mau pulang sekarang, jadi naik apa kita pulang nantilah tunggu pagi. Gak
mau udah telepon si M kubilang, Bapak ND, memang ya dia baik juga, kek manapun jahatnya aku sama dia. Jadi aku minta tolonglah sama dia,
teleponlah dia, M...M...aku mau pulang, iya...ya... nanti aku jemput. Dijemputlah jam 4 pagi, jadi aku udah nangis mataku bengkak ini udah,
yang mau memperkosa aku ini tadi…”
P3.W1k.703-725hal.23 Sari sadar bahwa lingkungan tempatnya tinggal tidak aman lagi baginya
karena lama-kelamaan bisa membuatnya menjadi PSK. Sari memutuskan untuk menikah dengan suami I-nya. Akhirnya, Sari menikah dengan suami I-nya, yang
saat itu berstatus duda, pada tahun 1999. Motivasi Sari menikah saat itu tetap untuk mencari status seperti motivasi awal. Kehidupan setelah menikah lumayan
membaik dan Sari bekerja sebagai pedagang sama seperti suaminya. Sekitar tahun 1995, Sari kembali ke Indonesia tepatnya ke Medan yaitu rumah mertuanya. Sari
pulang dengan membawa banyak uang sebagai modal usaha dan bermacam- macam barang khas Arab. Sari merasa kehidupannya lumayan baik setelah pulang
dari Arab. ”Masih kerja disana, 6 bulan sekali dia pulang, jadi Mamakku pulang ke
BJ, aku pulang ke Medan, sampe di Jakarta aku dijemput adek iparku. Jadi aku pulang ke Medan. Aku pulang maksudku mau bikin rumah, buka
usaha, mau jahit baju, bikin-bikin manis-manisan, dulu ceritanya ya, bawa duit aku 10 juta, uang dolar 1500 dolar, iya...banyak juga dulu, emas
london kubawa 130 gram, ha...banyak Jay...” P3.W1k.892-899hal.29
”Itulah jadi aku pulang, penuhlah pokoknya lumayanlah, sampe Jakarta aku masih hepi-hepi, jalan-jalanlah, keliling-keliling sama adek iparku.
Pulang ke Medan, udah aman, sampe sini aku udah punya rumah sendiri
Universitas Sumatera Utara
99 ya kan, beli kereta aku disini tapi...hepi aku berakhir, itu...lakiku ngulah
lagi, kawin lagi” P3.W1k.901-907hal.29
Sari sangat terkejut mendengar kabar bahwa suaminya menikah lagi. Sari
merasa sangat kecewa karena selama ini dia sudah berusaha untuk menjadi istri yang baik tapi semua itu dirasakan sia-sia saja. Sari marah melihat perilaku suami,
Sari sering menangis, dan memaki-maki suaminya. “Kagetlah. Jadi si M kawin lagi? Iya, katanya, ini aku disini keadaan jadi
istri baeeek kali disini walaupun suamiku disana, aku disini baek, ngurus anak, anak tiri satu yan kuurus”
P3.W1k.927-930hal.30 “Istrinya...semua lima, tapi yang dipake satu abis satu, satu gitu,
dicerikannya, gitu, gak dipake semua, ngamuklah aku nangis-nangis Aku baik-baik, aku pakai telekung, aku pake baju tangan panjang dulu,
iya...ingat kali aku gak kayak sekarang ini. Baik kali aku, dirumah aja aku nanti, terakhir itulah dibilangnya nangis aku dimuka pintu saking
sedihnya, Anjinglah... hikz...hikz...hikz...gitulah kubilang kayak macam anak-anak. Aku baek-baek sama kalian, aku tercampak ke Medan, aku gak
dikasih pulang ke BJ aku, rupanya dia kawin lagi...” P3.W1k.942-952hal.30
Keadaan Sari yang stress karena tidak bisa pulang ke kampung
halamannya membuat perilaku Sari juga berubah. Sari mulai suka bepergian ketempat teman-temannya, membuka jilbab dan berpenampilan lebih terbuka.
”Jadi terakhir, betul juga aku pikir, bodoh kali aku, dari situlah aku mulai melalak, bukalah jilbab, bukalah, pakelah baju pendek, dari situ terbukalah
semua, terus stresslah aku udah kayak orang gila, pulang gak bisa pulang Terakhir selama hampir itu...kujalanilah hampir setahun lebih aku...
memang pulang dia pulang tapi udah gak ku open ya kan. 6 bulan cuman ngirim duit aja, duit ngirim terus itu, tiap bulan 900 ribu, tahun 95 belum
krismon itu, krismon tahun...?”
P3.W1k.958-968hal.31 Sari mulai hidup berfoya-foya dan menghabiskan harta yang dia punya
hanya untuk belanja, jalan-jalan bersama teman-temannya dan dibagi-bagikan
Universitas Sumatera Utara
100 pada mertua dan adik iparnya. Akibatnya Sari bangkrut dan mulai bingung
bagaimana mendapatkan uang lagi karena selama ini dia tidak bekerja tetapi hanya mengharapkan uang dan harta yang dia bawa dari Arab. Disisi lain adik
ipar dan mertuanya mulai meninggalkan Sari disaat Sari mulai bangkrut. Sari sedih sekali karena selama ini dia sudah berusaha bersikap baik terhadap keluarga
suami tapi mertuanya tidak pernah menganggap Sari sebagai bagian dari keluarga mereka. Sari merasa bahwa mertua dan adik iparnya hanya mengharapkan
hartanya saja, ketika harta habis Sari pun ditinggalkan. ”...ih...sedih kali aku kok kayak ginilah, tapi karena aku orangnya gak
perhitungan udahlah gak apa-apa. Tahan aku hari raya, belikan anakku kubelikan baju yang harga 20.000 rupiah, anak tiri aku yang harga 45.000
rupiah, kubedakan, itulah demi ambil hati sama keluarga orang itu tapi gak ada bisa aku masuk ke keluarga orang itu, ibaratnya gak pernah dianggap
aku, karena aku gak ada...gak ada keluarga, satu pun gak ada, jadi rasaku itu, keluarga orang itu kuanggap bukan mertuaku tapi kayak orang tuaku
sendiri, aku itu nganggap kayak gitu” P3.W1k.1005-1016hal.32
Keadaan bertambah berat karena Sari tidak bisa pulang ke kampung
halamannya. Suaminya selalu menjanjikan untuk segera memulangkannya tapi tidak pernah terlaksana. Sari menjadi semakin frustasi, putus asa dan hancur.
”...Jadi dari situlah kupikir udahlah habislah hartaku, terakhir aku gak punya apa pun gak apa-apa. Jadi dari situ main-main, ini dalam keadaan
udah frustasi, rasanya awak putus asa, semuanya hancur-hancuran Pulang pun aku gak mungkin pulang lagi, aku pulang jadi anjinglah”
P3.W1k.1084-1090hal.35
Dalam keadaan frustasi ini Sari kemudian bertemu dengan seorang pria yang saat ini menjadi suami II-nya. Sari berkenalan lalu pacaran dengan suami II
yang ternyata adalah seorang pemabuk. Setelah terjadi pertengkaran hebat antara Sari dan mertuanya akhirnya Sari memutuskan untuk lari dari rumah dan mencari
Universitas Sumatera Utara
101 tempat tinggal sendiri. Tak lama kemudian suami I mengetahui bahwa sari
pacaran dengan calon suami II. Setelah terjadi diskusi yang disertai pertengkaran, suami I memutuskan untuk menikahkan Sari dengan suami II. Motivasi Sari
menikah hanya sebagai pelarian karena karena sakit hati melihat suami I-nya menikah lagi. Sari menikah dengan suami II tanpa ada rasa cinta yang tulus dan
waktu kenalan yang sangat singkat hanya sebulan. ”Pelarian karena lakiku kawin lagi ya kan, sakit hati gitu, jadi karena
trauma punya mertua, dengar dia gak punya Mamak gak punya Bapak jadi rasanya merdeka gitu, ha…jadi ah pikirku bisalah jadi laki karena rasanya
bebas gitu, makanya aku mau”
P3.W2k.11-15hal.1 ”Cinta dulu memang ya…ada cinta itu…cinta itu ada tapi cinta itu gak
tulus gitu, gak tulus itu macam mana ya…itulah tadi mau coba-coba ya kayak gitu jadinya, jadi ya mau kawin, kawinnya pun bukan kawin kayak
mana gitu, gara-garanya karena…udah pacaran ketahuan laki pertama, ketahuan, trus dikawinkan kami, itulah makanya gak sampe sebulan”
P3.W2k.17-23hal.1 Sari tidak memikirkan bagaimana masa depannya jika menikah dengan
suami II yang seorang pemabuk dan tidak punya pekerjaan. Sari hanya berharap suatu saat keluarga dari pihak suaminya dapat membantu suaminya untuk mencari
pekerjaan. ”Itulah maksud aku kawin tadi karena kawin gak… kawin karena pelarian
gak kupikirkan itu pekerjaan dia, memang aku tahu keluarganya orang senang semua, pikirku ah…mungkin nanti…karena dia pun ngomong
ah…aku pun kalo untuk kerja gampang kerja, karena keluargaku orang…ada banyak yang bisa diandalkanlah sama dia, tapi ternyata
keluarganya semua membiarkan gitu aja, hidup mandiri sendirilah kami, itulah aku sabar, maaa…bok tiap hari sama kawannya...”
P3.W2k.47-56hal.2
Setelah menikah dengan suami II, Sari selalu diperlakukan tidak adil. Suaminya selalu menghabiskan uang untuk mabuk-mabukan dan pesta bersama
Universitas Sumatera Utara
102 teman-temannya. Suami II juga tidak punya pekerjaan sehingga dia tidak pernah
memberikan nafkah untuk Sari dan anak-anaknya. Sari merasa sangat sedih dengan kondisinya ini dimana uang habis, barang-barang berharga juga habis
terjual sedangkan suami tidak bekerja tapi hanya mabuk-mabukan. “Duit aku udah habis, habis duit aku Barang aku habis, orang dia gak
ngasih makan aku, mabuk aja, terakhir macam kayak di film-film di Indosiar itu kubilang aku, Iyalah Sedih...kali aku... aku ngurus sendiri
anakku ya kan, pulang malam jam 2 malam itu mabuk, pigi pagi, abis melek pigi lagi dia ha...pulang jam 3 kadang mabuk diantar sama kadang
pulang sendiri...” P3.W1k.1361-1368hal.43
Meskipun Sari merasa sangat tertekan dengan perlakuan suaminya II-nya
tapi suami I-nya masih sangat memperhatikan Sari dan membantu Sari dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Akan tetapi, setelah suami I
meninggal dunia perlakuan suami II semakin kasar terhadap Sari. Awalnya suami II tidak pernah melakukan kekerasan fisik tapi sejak suami I meninggal, suami II
mulai berani melakukan kekerasan fisik terhadap Sari. ”Gak ada musuhan, jadi dia tetap ngontrol aku, dibilangnya walaupun kita
udah pisah, kau bukan orang lain, kau adik aku, masih tanggung jawab aku, dibilangnya gitu. Itulah makanya sekarang ini, dia kayak gini karena
udah meninggal, Bapak ND, maka berani nyiksa aku, kalo masih hidup dia gak akan berani dia mukul-mukul aku, gak pernah mukul dulu, sesudah
meninggal ha...dari situlah...” P3.W1k.1445-1452hal.46
Tidak berapa lama kemudian Sari pindah rumah karena sangat tidak
nyaman dan sering terjadi perang antar pemuda setempat. Suaminya juga termasuk salah satu dari orang-orang yang sering ikut perang. Ditempat yang
baru, suami II-nya masih sering mabuk-mabukan, membatasi kebebasan Sari, tidak memberi nafkah untuk Sari dan anak-anaknya dan sering memukuli Sari
Universitas Sumatera Utara
103 setelah pulang kerumah. Peristiwa pemukulan tersebut terjadi tanpa alasan yang
jelas. ”Mabuk, mabuk, minum-minum di Perumnas itu, maaa…bok aja, mana
gak pernah ngasih duit” P3.W2k.63-64hal.4
“Kutengok dia terkekang kali sama kau, makanya dia kusuruh ke BR itu, biar dia jalan-jalan, sampe sana kan ku kasih kunci kereta biar dia jalan-
jalan” P3.W1k.1408-1411hal.45
”Gak tahu aku, yah…mungkin namanya preman, orang suka berantam- berantam aja dulu, itulah namanya Perumnas MD. Itulah aku pening, tiap
hari berantam aja...” P3.W2k.66-69hal.3
”Gak pedulilah...gak adalah orang itu mau peduli semua. Terakhir, dibikin orang itulah, tempat aku itu, orang itu kan suka main judi di rumah, aku
cuman ngarapin uang lapaklah, dikasihlah nanti sama orang itu, itulah makan aku, dia gak kerja nanti pulang mukuli, dia tiap hari keluar ntah ke
Perumnas, pokoknya keluar tiap hari, pulang mabuk, nanti pulang mukuli, sampe orang itu lagi main judi ku tetap dipukulinya”
P3.W1k.1513-1521hal.48 Kekerasan fisik sering sekali dilakukan oleh suami II-nya, kekerasan
tersebut antara lain, memukuli, menyiksa, menjambak rambut, dan menginjak- injak kepala Sari dengan sepatu dengan asalan tidak bisa mengurus anak dengan
baik. ”Pake sepatu tentara itu dipijak-pijaknya ini biru, sini biru, ini biru juga
ini ada disini, ini, pokoknya bengkak ini kepalaku semua dipukulinya” P3.W3k.132-134hal.5
”...terakhir itulah...gak tenang dia, berdiri dia, udah pake sepatu, mau kerja, ma...datang ketempat tidur, dijambak, dipukuli aku”
P3.W3k.196-198hal.7 Selain kekerasan fisik, Sari juga sering mendapat caci maki, fitnah,
ancaman akan dibunuh dan kata-kata kasar lainnya yang merendahkan Sari dan
Universitas Sumatera Utara
104 anak-anaknya. Suaminya tidak segan-segan mengatakan bahwa Sari berasal dari
keluarga binatang yang seharusnya menjadi wanita pekerja seks komersil PSK. ”...nanti anak kau itu melonte katanya, kok gitu Abang ngomongnya
kubilang, apa pernah kau tahu anakku melonte? apa kau pernah melonte sama dia? maka jadi kau bisa bilang kayak gitu kubilang gitu, yang
palaklah dibilang anakku melonte pula ya kan ...” P3.W3k.161-166hal.6
”Iya ngancam mbunuh, setiap dia mukul itu ngancam mbunuh, makanya sampe...malam semalam lagi aku ngomong, kan betekak mulut, lama-lama
kau mati kau kubikin katanya, kau ngancam aku terus kubilang ya tapi sekali ini bang kalo kau mukul aku kena, kalo aku sempat keluar sekali
keluar aku dari rumah ini jangan harap aku balek lagi kubilang, iya...ngancam mbunuh terus ini, memang lama-lama kau mati ditangan
aku katanya, dibilangnya gitu, kadang aku berpikir juga, takut juga aku Jay...cemana ya... ibaratnya...kadang timbul takut aku memang rasaku...
lama-lama...kalo lagi berantam gitu aku, kadang tidur pun takut aku, takut dibunuhnya aku lagi tidur gitu”
P3.W3k.335-347hal.11-12
“Iya makanya kubilang, kusumpahkan kau asal ada duitku ada jangan sampe kau pulang kekampungku, jangan sampe ada kau bisa kenal sama
keluargaku kubilang sama dia, karena apa? nanti kau...keluarga binatang kurasa kau katanya bilangin aku itu, maka pantas dia kurasa mukulin aku
kayak binatang ga ada kayak manusia, orang dianggap aku kayak binatang jadi kalo kau anggap aku binatang kenapa kau mau kawin sama binatang,
berarti kau lebih dari binatang kubilang gitu, marah dia kubilang gitu, makanya geram kali aku sama dia. Makanya aku diam-diam ajalah”
P3.W3k.578-589hal.19 Hubungan antar Sari dengan suami II-nya tidak berjalan seperti layaknya
keluarga yang diidam-idamkan banyak orang yaitu keluarga yang harmonis. Antar Sari dan suami tidak pernanh sikap untuk saling layan-melayani satu dengan yang
lain. Sari dan suaminya hidup dengan cara masing-masing. “Aku dulu berangan-angan dari Arab itu sampe ke Medan ini kubilang,
biarlah aku gak kaya kubilang, yang penting bisa laki bini itu kubilang, duduk santai kayak orang, kalo udah sore duduk-duduk minum kopi laki
bini, sepaham, eh...rupanya tak dialami itu semua ya kan, yang ada
Universitas Sumatera Utara
105 sebaliknya...ntah kapanlah itu...gak ada rasanya, ntah merasakan ntah gak
kubilang rumah tangga...” P3.W3k.493-500hal.16
“Aku gak pernah sejarahnya kami berumah tangga ini karena posisinya mabuk aja, jadi gak pernah kayak orang berumahtangga gitu, melayani
apa…gak pernah aku namanya dia aja gak pernah makan dirumah gak pernah apa-apa dirumah…ha…hidup masing-masing...”
P3.W2k.105-112hal.4 Sari juga mengalami kekerasan seksual oleh suaminya. Suaminya sering
memaksa Sari untuk melayaninya dan jika Sari tidak mau atau menolak maka suaminya tidak segan-segan untuk memarahinya. Sari melakukan hubungan
seksual dengan suani hanya sekedar untuk melepaskan nafus suami tanpa mendapatkan kepuasan tertentu.
“Itulah kalo kubilang selama ini...selama ini...memang uda lama jugalah kami kalo masalah hubungan gitu, memang aku udah gak ada sama dia itu
ibaratnya... namanya kita udah sakit hati ya mungkin, kalo hubungan itu ya untuk melepaskan dia aja, udah, mau dia, udah”
P3.W3k.1764-1770hal.56 “Iya, kalo kubilang dia ya maniak juga, dia kalo udah minta jangan bilang
gak, gak bisa kita bilang capek, bilang ini gak bisa, trus marah dia, ngamuk dia, itulah kadang-kadang malam diusirnya, ditendang-
tendangnya awak” P3.W3k.1774-1778hal.56
“Ha...lagipula itu kubilang orang....aku kalo campur sama dia aja gak pernah aku kayak orang cium-ciuman gitu aku gak pernah lagi, malas udah
nengok muka dia itu, kan kita ngambil itu ibaratnya hadap-hadapan muka, nengok muka dia itu jijik aku ha..nengok muka dia itu kalo udah hadap-
hadapan rasanya kayak macam besetan Rasanya tapi kita gak berdaya aku, gak ada keberanian untuk apa...tapi rasanya udah muak”
P3.W3k.1812-1820hal.57 Kondisi hidup yang semakin sulit membuat Sari semakin tidak tahan
mengahadapi perilaku suami II-nya.sehingga Sari merasa sangat kesal, kecewa, stress dan kecewa dengan keadaan suami yang tidak kunjung berubah. Hingga
Universitas Sumatera Utara
106 pada suatu saat Sari berani melakukan percobaan bunuh diri dengan meminum
racun serangga. ”Pernah minum Baygon aku, udah minum, itulah disuruh aku minum
apa…minyak makan setengah kilo sama orang itu, saking udah kesal, rasanya udah putus asa aku, udah rasaku kek manalah…kek manalah
rasaku udah pisah lagi dari lakiku itu, waktu pertama aku pikir mana tahu bisa berobah dia, ha…pikiranku gitu, kalau bisa berubah bisalah hidupku
lebih baik, gak apa-apa lah, rasanya bagus juga aku biar orang itu jadi baik walaupun jahat kayak mana pikiranku. Itulah gak bisa juga sampe 2 bulan
aku itu, terakhir minum Baygon aku” P3.W2k.75-85hal.3
Perilaku suami yang kasar juga telah membuat Sari benci dan dendam
pada suami. Hanya saja Sari tidak mau melampiaskan rasa benci karena takut anak-anaknya akan menjadi korban jika nanti dia harus berpisah dengan
suaminya. ”Makanya kata orang ehm...memang cinta kau sama laki kau. Bukan
masalah cinta sih...gak ada lagi, kubilang kurasa banyak benci, dendam pun ada, cuma awak berpikir itu tadilah anak awak lagi”
P3.W3k.543-547hal.18 “Itulah, anak nanti takut dia dendam sama awak, anakku kek mana?
Bisalah awak mati dengan tenang, anak? Itu yang kupikirkan. Orangnya karena...kejam orangnya, lakiku itu kejam kali orangnya, gak berpikir.
Kubilang tadi kayak orang tanda kelainan jiwa gak ada perasaannya” P3.W3k.550-555hal.18
”Gak ada rasa kasihan itu gak ada, kalo dia mukul... cobalah kalo dia mukul itu, kalo gak awak sampe lumpuh, kayak ntah macam mana, macam
mana, udah mau mampus Gak berhenti dia mukulin” P3.W3k.557-560hal.18
Biasanya Sari akan menyibukkan dirinya untuk melepaskan rasa benci dan
marah pada suami. Sari juga akan keluar rumah dan duduk-duduk di warung, bertemu dengan tetangga, saling bercerita dan tertawa. Dengan demikian maka
Sari bisa melupakan masalah-masalah yang sedang dihadapinya.
Universitas Sumatera Utara
107 ”Iya, makanya kadang-kadang aku udah habis kerjaan gitu supaya aku
jangan...stress, duduk-duduk aku, kemana ajalah, merokok, ngerumpi pun aku gak suka, ceritain orang gak suka aku, kayak tadilah duduk kede,
duduk merokok, duduk, jajan aku, makan ceker, duduk, abis itu merokok aku, nanti duduk aku, mana peduli aku, duduk aja rumah orang merokok
aku, nanti capek sini pindah sana, tapi kalo duduk gitu di pintu-pintu nyeritain orang gak suka aku nanti udah capek pulang aku, pulang aku,
nonton TV lagi” P3.W3k.618-627hal.20
Setelah Sari diperlakukan secara tidak adil oleh suaminya, Sari masih bisa
kembali berhubungan baik dengan suami. Sari bisa menerima keadaan suami yang suka bersikap kasar tiba-tiba berubah menjadi baik kembali. Sari mengaku bahwa
suaminya memang suka berubah-ubah, kadang-kadang baik dan kadang-kadang juga sangat jahat terhadapnya. Saat suami bersikap sangat jahat, Sari juga sangat
membencinya tapi saat suaminya bersikap sangat baik, Sari juga merasa sangat senang terhadap suami karena suami mau membantu pekerjaan rumah, bertukar
pikiran dan memanjakannya. Peristiwa ini terjadi terus menerus dan membentuk suatu lingkaran kekerasan.
”Iya, itu lakiku gak kerja, bayangin ajalah aku sendiri yang kerja. Anakku yang kukasih makan lima, sama kami berdua ada tujuh. Nadia hari itu gak
ikut asik melalak-melalak melanglang buana, ya kan kadang aku berpikir juga aku kok paten juga kadang kuberpikir ya kan, anakku...kami tujuh
orang makan bukan gak banyak tapi dia bantuin aku juga memang mau dirumah dia”
P3.W3k.1345-1352hal.43 ”Jadi kubilang lumayanlah ya tapi yang penting kubilang kalo bisa
walaupun memang ya gak jujur-jujur kali sekarang dia, tapi agak lumayanlah dia kayak tadi kubilang ada berubahnya ibarat mau ngerti.
Kadang aku kepepet uangku belum ada Bang, kalo ada duit Abang bayarkan tarikanku napa? Ha...itulah mau juga dia”
P3.W3k.1376-1382hal.44 ”Iya sementara anak dua diayunan ya kan, aku di luar kan cocok juga,
jagain anaknya bikin susu ya kan, bikin apa...kadang-kadang kalo malam mau juga dia bantuin bikin susu anak orang itu, kalo dia... Gak, memang
dia mau juga kalo jam 1 malam, jam 2 malam, dia kan suka nonton TV,
Universitas Sumatera Utara
108 anak-anak itukan minum susu nanti dibikinin dia, udah mulai jam 3 jam 4
lah baru aku bikin susu. Terakhir tidurlah aku di luar sudah kuambil bantal selimut, sudah tidur di luar aku, rupanya disuruh bangun lagi udah masuk
kedalam kau, memanglah kau ku bilang gitu teriaklah aku, memang kau sakit jiwa kubilang kau suruh aku tidur luar kau suruh lagi aku masuk
kubilang”
P3.W3k.1415-1428hal.45 Kondisi Sari ini memperlihatkan bahwa Sari belum dapat memaafkan
perilaku suami. Sari dengan tegas bahwa dirinya tidak akan memaafkan perilaku suami dan justru Sari berkeinginan untuk meninggalkan suami dan pulang
kekampung halaman jika anak-anaknya sudah cukup dewasa.
”Kalo memaafkan memang aku gak bisa maafkan dia, setiap hari raya aku gak pernah minta maaf sama dia, terus terang aku, aku ngomong sama dia
memang sebelum kau berubah sifat tingkah laku kau aku gak akan memaafkan kau kubilang, itulah memang karena aku terlalu sakit kubilang
aku memang udah terus terang sampe aku...aku memang ngomong sama lakiku terus terang, demi Tuhan, demi Allah kubilang dari lubuk hatiku
yang dalam ya...aku bertahan dirumah ini kubilang bukan aku karena kau tapi karena anak-anakku yang masih kecil-kecil ini kubilang aku gak
sampe hati, aku bukan macam perempuan-perempuan, orang-orang yang... yang gampang ninggalkan anaknya gak ada tanggungjawab kubilang, aku
gak kubilang, kek manapun ceritanya aku, kek manapun terciptanya aku, aku di amanahin anak aku tanggung jawab kubilang, gitu”
P3.W3k.1080-1096hal.34-35 ”Belum bisa aku, memang iya, memang gak bisa aku maafkan dia.
kubilang dendam itu ada sama dia, memang aku niat, aku bilang suatu saat aku memang... memang...maka itu mungkin juga aku gak dikasih rejeki
lebih, memang ada niatku untuk kutinggalkan pulang kampung” P3.W3k.1101-1106hal.35
“Itulah makanya kadang-kadang sama dia itu gak tahu aku bilangnya, hari raya gak ada kami minta maaf, dia bilang memang, kau bukannya minta
maaf kau hari raya? kubilang aku minta maaf sama kau hari raya ini pas orang lagi sembahyang hari raya semua awak dirumah kan mandi, udah
mandi aku ini, mandi hari raya ini memang, gak minta maaf kau sama aku? ga salah kubilang seharusnya kau yang minta maaf sama aku karena
aku ngerasa aku gak ada salah kubilang, memang aku tukang ngoceh kubilang, tukang ngerocos, tukang merepet tapi kau tukang menganiaya
aku kubilang seharusnya kau yang minta maaf samaku kalau nunggu aku
Universitas Sumatera Utara
109 minta maaf nantilah kubilang tunggu sampe apa kubilang... tunggu
sampe...hatiku luluh untuk minta maaf sama kau, memang gak pernah aku minta maaf, udah berapa tahun ini”
P3.W3k.1454-1471hal.46-47
Sampai saat ini, Sari masih tinggal bersama suami dan anak-anaknya dan perilaku kekerasan suami terhadap Sari masih terus berlanjut. Suami masih sering
memukul, menganiaya, memaksa, berkata-kata kasar dan sebagainya kepada Sari. Suami tidak segan-segan berbuat seperti itu walaupun tanpa alasan yang jelas dan
masalah kecil.
Universitas Sumatera Utara
110
IV.C.4. Analisa Partisipan Sari
Sejak menikah dengan suami, Sari mulai dibatasi dalam hal pergaulan diluar rumah sehingga Sari tidak punya kesempatan untuk mencari pekerjaan.
Disisi lain, suami Sari tidak punya pekerjaan tetap dan ketika suami punya uang sebagai hasil dari pekerjaannya, suami juga tetap tidak memberi nafkah pada istri
dan anak-anaknya. Suami merasa lebih baik mabuk-mabukan dan judi dari pada harus memberi nafkah istri dan anak-anak. Oleh karena situasi ini Sari juga tidak
bisa berbuat apa-apa, dan Sari pernah makan ubi kayu ebus selama 3 hari kaena sama sekali tidak punya uang untuk belanja makan. Suami yang juga tahu kondisi
ini hanya diam saja. Menurut Poerwandari 2000 kondisi ini merupakan bentuk dari kekerasan finansial karena suami tidak punya uang bukan kaerna benar-benar
tidak bekerja tapi karena uang hasil bekerja digunakan untuk judi dan mabuk. Setelah kekerasan finansial, Sari juga mulai mengalami kekerasan fisik
berupa pemukulan, penamparan, ditendang, diinjak-injak, dan sebagainya yang menyebabkan badan Sari sering biru-biru, lebam-lebam, kepala bengkak,
punggung sakit-sakit dan sebagainya. Kekerasan fisik ini juga disertai dengan kekerasan psikologis berupa caci maki, kata-kata kasar yang merendahkan Sari,
penelantaran, membuat malu Sari dihadapan tetangga dan sebagainya yang menyebabkan Sari merasa tidak berdaya, ketakutan, susah tidur, mimpi buruk,
harga diri yang rendah, dan merasa sangat tersiksa. Kekerasan seksual juga sering dia alami, suami sering memaksa Sari untuk melayani hawa nafsunya meskipun
Sari menolak. Sari hanya pasrah karena jika menolak maka suami akan memukulinya lagi.
Universitas Sumatera Utara
111 Kekerasan yang dialami Sari ini membuat Sari semakin merasa tidak
berdaya, takut terhadap suami dan takut melaporkan peristiwa yang dialaminya kepada pihak berwajib atau pada pihak-pihak terdekat karena Sari merasa bahwa
ini adalah persoalan rumah tangganya maka dia juga yang harus menyelesaikannya Poerwandari, 2000.
Faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada Sari adalah pandangan sociohistoris yang memandang bahwa laki-laki lebih dominan
daripada perempuan. Suami Sari selalu menganggap Sari sebagai pihak yang lemah sehingga dengan semena-mena berperilaku kasar pada Sari. Suami juga
tidak segan-segan mengatakan bahwa Sari berasal dari keluarga “binatang”. Setelah mengalami kekerasan ini Sari banyak mengalami emosi-emosi
negatif uncovering phase seperti rasa benci dan dendam pada suami dan protes pada suami bahwa dirinya tidak tertarik lagi berhubngan seksual dengan suami.
Setiap kali Sari merasa tertekan biasanya Sari akan merokok dan duduk diwarung sambil bercerita-cerita dengan tetangga. Sari sangat senang jika dia bisa bercanda
dan tertawa dengan teman-temannya dengan begitu sejenak Sari akan lupa pada masalah yang sedang dihadapi.
Selang beberapa hari biasanya sari akan melihat perubahan pada perilaku suami work phase. Sari merasa suami sebagai seseorang yang sangat baik yang
selalu memanjakannya. Sikap suami ini membuat Sari tidak lagi merasakan ada emosi-emosi negatif tetapi diganti dengan perasaan sangat dihargai dan
dibutuhkan oleh suami. Sari menjelaskan hal ini terjadi karena sifat suami yang bisa berubah dari sangat jahat menjadi sangat baik. Akan tetapi selang beberapa
Universitas Sumatera Utara
112 lama kemudian ketegangan terjadi lagi demikian seterusnya. Komnas Perempuan
mengistilahkan kondisi ini sebagai suatu pola yang menunjukkan siklus kekerasan. Siklus ini terdiri dari tiga tahapan atau tiga fase utama, yaitu fase
ketegangan, fase penganiayaan dan fase bulan madu Tamtiari, 2005. Sampai saat ini Sari masih berada dalam siklus tersebut.
Universitas Sumatera Utara
113
IV.C.4. Rangkuman Partisipan Sari
Hubungan Sari dan suami tidak
harmonis, tidak pernah saling
melayani Uncovering
phase Decision
phase Work phase
Outcome phase
Tidak menafkahi istri dan anak-
anak, tidak bekerja, hanya
menghabiskan uang untuk
mabuk dan judi Membatasi
kebebasan istri
Sering memukuli istri, menyiksa,
menjambak rambut,
menginjak-injak kepala dengan
sepatu Sari mengaku
sangat benci dan dendam
Memaksa berhubungan
seksual Menghina istri
dan anak sebagai PSK, keluarga
binatang, mengancam akan
membunuh Sari juga
membandingkan dirinya yang tidak
dapat uang belanja dengan suami yang
enak-enakan berjudi
Sari berusaha menghilangkan
stress dengan duduk-duduk
diwarung, merokok, tertawa dan
bercanda dengan tetangga
Menyatakan ketidaktertarikan
lagi pada suami Sari melihat
perubahan sikap pada suami
Empati terhadap suami
Memahami bahwa sifat
suami kadang baik kadang jahat
Berhubungan baik lagi dengan
suami
Universitas Sumatera Utara
114
IV.D. Rangkuman Analisa Antar Partisipan
Berdasarkan analisa masing-masing partisipan yang telah dilakukan sebelumnya maka pada tabel berikut ini akan dijelaskan dengan lebih ringkas
rangkuman analisa antar ketiga partisipan.
No. Dimensi Mira
Nina Sari
1. Awal terjadi
kekerasan Setelah menikah,
suami menelantarkan istri dan anaknya
Setelah menikah, suami tidak bekerja
sehingga sering terjadi pertengkaran
Setelah menikah, suami tidak bekerja
dan membatasi kebebasan istri
2. Pemicu kekerasan
Mira difitnah berselingkuh dengan
pria lain dan dipaksa mengaku padahal
suami sendiri yang selingkuh dengan
wanita lain Kondisi ekonomi
yang semakin sulit sehingga Nina
menuntut suami untuk kerja tapi
suami tidak mau bekerja
Kesulitan ekonomi, perilaku suami
yang selalu mabuk dan berjudi
membuat situasi semakin sulit
3. Kekerasan yang
dialami Kekerasan fisik,
psikologis, seksual, finansial
Kekerasan fisik, psikologis, finansial
Kekerasan fisik, psikologis, seksual,
finansial
4. Dampak psikologis yang
dialami Mengalami trauma,
ketakutan, cedera fisik, harga diri
rendah, dan meninggalkan
aktifitas religius Rasa malu, stress,
cedera fisik, kondisi emocional yang
dipenuhi oleh benci, marah, kesal dan jijik
melihat suami Sakit hati, kecewa,
kesal, stress, penuh ketakutan, cedera
fisik bahkan percobaan bunuh
diri
5. Tahapan forgiveness
Uncovering phase :
Iri dengan pasangan lain,
melamun, mengkhayal,
menangisi nasib
Mira bersumpah
tidak melakukan seperti yang
difitnahkan
Melaporkan ND
pada suami dan orang tua ND,
memergoki suami dan ND
Uncovering phase :
Nina melawan dan membalas dengan
amarah
Nina masih sangat benci, dendam dan
kecewa pada suami
Nina merasa semakin susah,
stress, sakit kepala jika bertemu suami
Nina merasa malu
pada tetangga
Tidak peduli lagi pada suami dan
Uncovering phase :
Ssari mengaku sangat benci dan
dendam
Menghilangkan stress dengan
duduk-duduk diwarung,
merokok, tertawa dan bercanda
dengan tetangga
Membandingkan
dirinya yang tidak dapat uang
belanja dengan
Universitas Sumatera Utara
115
Tidak mau mengingat-ingat
kejadian
Decisión phase :
Anak sakit diduga ingin bertemu
ayahnya sehingga Mira memutuskan
untuk pergi mencari suami
Orang tua meminta
untuk memper- timbangkan anak
sehingga Mira memutuskan untuk
memperbaiki keadaan
Work phase :
Bekerja mencari ongkos mencari
suami
Memperbaiki keadaan :
membayar hutang- hutang suami
Memberi nasita
atau peringatan pada suami
Karena ucapan
Mira sering tidak ditanggapi maka
Mira diam saja dan mencari teman
berbagi
Membangun
kembali rumah yang lebih
sederhana
Outcome phase :
Bertemu kembali dengan suami
Keadaan keluarga
cukup lumayan dan harmonis
Demi masa depan
anak-anak keluarganya
Nina jijik melihat
wajah suami dan mengusir suami
jika datang kerumah
Nina tidak ingim
memikirkan suami
Nina mengatasi rasa sakit hati
dengan menyibukkan diri
sehinggga lupa suami yang
enak-enakan berjudi
Menyatakan
ketidaktertarikan nya lagi pada
suami
Decision phase:
Sari melihat perubahan sikap
pada suami.
Work phase :
Empati terhadap suami
memahami
bahwa sifat suami kadang
baik kadang jahat
Berhubunganbai
k lagi dengan suami
Universitas Sumatera Utara
116
Perilaku suami mulai berkurang
Masih sangat
mencintai dan menyayangi suami
Tudak ingin
pengalaman Mira juga terjadi pada
anaknya
Universitas Sumatera Utara
66
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN