Keller 1993, P.2. menawarkan definisi perseptual berikut: “efek diferensial pengetahuan brand pada respons konsumen terhadap pemasaran brand itu.“ Pengetahuan
brand didekomposisikan menjadi brand awareness ingat dan kenal dan brand image gabungan kesukaan, kekuatan, dan kekhasan brand association.
Di antara metode-metode yang lebih bersandar pada perilaku konsumen, Kamakura and Russel 1993 menggunakan data scanner untuk membersamakan tiga
ukuran brand image. Ukuran pertamanya-perceived value-ditentukan sebagai nilai brand yang tidak bisa dijelaskan dengan harga dan promosi. Ukuran keduanya-rasio dominan
brand- memberikan nilai objektif kemampuan brand untuk bersaing harga. Ukuran
ketiganya-nilai intangible-dioperasionalisasikan sebagai utilitas yang dirasa perceived untuk brand minus ukuran utilitas objektif.
Aaker 1991 merupakan seorang dari sedikit penulis yang memadukan dimensi sikap dan perilaku dalam definisinya. Dia memaparkan dengan menggunakan multiplier
perolehan brand yang didasarkan pada rata-rata weighted brand pada lima komponen kunci brand image
awareness, association, perceived quality, loyalitas dan aset propieter
seperti paten dan merek dagang. Biel 1992, pp. RC 7-RC8 mengamati, “Perilaku konsumen pada dasarnya
dikendalikan oleh persepsi brand.
2.4.1. Kepercayaan pada merek
Merek adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol atau desain bermaksud untuk mendefinisikan barang atau jasa yang dijual, dan untuk membedakan merek dari pesaing.
Kepercayaan pada merek, nilai yang dipercaya bukan manusianya, tetapi simbol. Dari
pembahasan mengenai kepercayaan pada awal tulisan ini didefinisikan kepercayan pada merek sebagai kemauan konsumen untuk mendasarkan dirinya pada merek dengan
harapan bahwa merek itu akan mendatangkan hasil yang positif. Tiga set faktor yang mempengaruhi kepercayaan pada merk sesuai dengan tiga
nilai yang terdapat dalam hubungan merek konsumen. Merek itu sendiri, perusahaan dibelakang merek, dan konsumen yang tertarik dengan merek. Kepercayaan pada merek
akan membawa pada loyalitas merek. Karakteristik memainkan peranan vital dalam menentukan apakah konsumen
memutuskan untuk mempercayainya. Seperti seseorang yang menentukan lebih dulu sebelum memutuskan siapa yang akan menjadi temannya, konsumen juga menetukan
merek sebelum memutuskan apakah ada hubungan dengan barang atau jasa itu. Reputasi merek mengacu pada pendapat orang-orang lain bahwa merek itu bagus
dan dapat diandalkan. Reputasi merek dapat dibangun melalui iklan dan public relation, namun hal itu juga dipengaruhi oleh kualitas produk dan kinerja. Creed dan Miles 1996
menemukan bahwa reputasi suatu pihak dapat membawa harapan positif yang berakibat pada terbangunnya saling pengertian diantara pihak-pihak yang ada. Jika konsumen
menerima pendapat dari orang lain bahwa suatu merek itu bagus, maka merek itu mempunyai reputasi bagus, konsumen itu akan merasa cukup percaya untuk membeli
merek itu. Setelah penggunaan, jika merek itu memenuhi harapan konsumen, maka reputasi bagus itu menguatkan kepercayaan konsumen yaitu, kesediaanya memilih .
Sebaliknya jika suatu merek tidak punya reputasi yang cukup bagus, konsumen akan lebih curiga. Sebagai akibat kepedulian yang tinggi mereka mungkin lebih sensitif
pada cacat yang dipunyai barang. Hal ini membuat merek tersebut lebih sulit untuk dipercayai.
Kompetensi Merek. Merek yang kompeten merupakan merek yang punya kemampuan untuk
meyelesaikan problem konsumen dan memenuhi kebutuhannya. Kemampuan mengacu pada ketrampilan-ketrampilan dan karakteristik yang memungkinkan bagian baru punya
pengaruh dalam sebuah domain Sitkin dan Roth,1993 ; semua kemampuan yang dipertimbangkan sebagai elemen penting yang mempengaruhi kepercayaan.
Konsumen mungkin menemukan kompetensi merek melalui penggunaan langsung atau komunikasi lisan saat meyakinkan bahwa merek dapat memecahkan
problemnya, konsumen mungkin mau memilih merek itu. Dalam pemasaran industrial, Swan dkk 1985 menemukan bahwa tenaga penjualan industrial yang disenangi
konsumen sebagai merek yang kompeten atau lebih dipercayai.
Kepuasaan Merek Kepuasan merek dapat didefinisikan sebagai hasil evaluasi subyektif bahwa
alternatif merek yang dipilih memenuhi harapan Bloemer dan Kosper, 1995. Butler
1991 juga mengidentifikasikan pemenuhan janji sebagai anteseden kepercayaan dalam hubungan pemasaran industrial. Ketika konsumen puas dengan suatu merek setelah
menggunakannya, situasi ini serupa dengan pemenuhan janji. Karena merek itu memenuhi janjinya, maka konsumen lebih percaya padanya, maka kepuasaan dengan
suatu merek berhubungan positif terhadap kepercayaan konsumen pada merek itu .
Brand awareness produk hanya dapat tercipta jika produk selalu tersedia dan mudah didapatkan. Sebaliknya meskipun konsumen memiliki brand loyalitas namun jika produk
sulit diperoleh, sementara kebutuhan makin mendesak, maka produk lain akan menjadi alternatif.
Telah dijelaskan bahwa persepsi brand dan reputasi merek, mempunyai pengaruh positip pada konsumen didalam menentukan pilihannya. Begitu juga dengan kepuasan
yang dirasakan konsumen pada suatu produk setelah menggunakannya akan menimbulkan kepercayaan, sehingga kepuasaan konsumen berhubungan positip dengan
kepercayaan pada suatu merek. Kepercayaan konsumen pada merek akan membawa pada loyalitas merek, yang tentunya akan berpengaruh positip pada kesuksesan penjualan
akan produk tersebut. Berdasarkan pernyataan di atas, dengan demikian dapat dimunculkan hipotesa sebagai
berikut: H3: Merek mempunyai pengaruh yang positip terhadap tingkat kesuksesan produk
baru.
2.5. Kinerja Outlet