Karakteristik PKS Partai Keadilan Sejahtera .1. Idiologi dan Asas Partai

43

2.3.3. Karakteristik PKS

PKS merupakan partai Islam yang mempunyai tujuh karakteristik : 1. Moralis; PKS berupaya menjadikan komitmen moral sebagai ciri seluruh perilaku individu dan poltiknya atau berusaha menampilkan sisi moralitas yang bersumber dari nilai-nilai Islam. 2. Profesional; hal ini dimaksudkan ke dalam pembentukan pribadi dengan memperhatikan aspek intelektualitas, sikap kritis dan sensitivitas yang lebih dalam aktivitas partai. 3. Patriotik; kehidupan berpartai adalah perjuangan. Diatas landasan inilah semangat dikobarkan dalam upaya meraih cita-cita masa depan. 4. Moderat; karakter ini sesungguhnya merupakan karakter Islam itu sendiri. Menurut Dr. Yusuf Qordhowi, moderat al-wasthiyah berarti keseimbangan at-tawazun. Karakteristik moderat yang ditampilkan oleh PKS inilah yang menjadikan PKS berbeda dengan partai lain. Sikap kemoderatan PKS ditunjukkan pada saat masih bernama PK, yaitu saat menentukan berkoalisi dengan PAN, dan juga saat memperjuangkan “Piagam Jakarta” sedangkan partai Islam lain seperti PPP, PBB, Masyumi memperjuangkan ide amandemen UUD 1945. 5. Demokrat; adalah menerima nilai-nilai universal demokrasi sebagai bentuk pengakuan kepada manusia dalam tanggung jawabnya sebagai khalifatullah Universitas Sumatera Utara 44 6. Reformis; PKS akan menempatkan posisinya sebagai reformis serta berusaha konsisten menjauhi segala bentuk karakter dan sifat-sifat yang menimbulkan kerusakan 7. Independen; PKS menyatakan partai dakwah akan tetap berada pada posisi kemerdekaan indepedensi dalam artian yang sebenarnya. 66 Karakteristik-karakteristik yang dimiliki PKS merupakan gambaran dari ketidaksamaan PKS dengan Islam Politik lain yang ada di Indonesia. 66. Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan; Transformasi 20 tahun Gerakan Tarbiyah Indonesia, Jakarta : Teraju, 2002, hal 29-30. Universitas Sumatera Utara 45

BAB III Pengaruh Pemikiran Hasan Al Banna terhadap Idiologi Partai

Keadilan Sejahtera

3.1. Agama

Hasan Al banna percaya bahwa kelemahan dan kerentanan muslim terhadap dominasi eropa disebabkan oleh penyimpangan kaum muslim dari islam “sejati”. Untuk membangkitkan mesir, kaum muslim harus bertekad untuk kembali memahami dan hidup menurut islam seperti di tegaskan dalam alqur’an dan sunnah . dan seperti dicontohkan generasi-generasi pertama muslim salaf juga sebagaimana telah dicontohkan secara konkrit oleh nabi Muhammad SAW dan khulafa ar-rasyidin tentang tatanan islam yang komprehensif. Dunia islam semakin lemah, hal ini karena beberapa faktor penyebabnya, antara lain perebutan kekuasan, perpecahan akibat soal-soal sekunder, kemewahan penguasa, pemerintahan oleh non arab seperti turki dan Persia yang tak pernah tahu islam sejati, kurangnya minat pada ilmu-ilmu praktis dan taklid buta pada otoritas. Semua faktor tersebut membuat dunia muslim rentan terhadap invasi mongol dan tentara salib. Meski dibawah mamluk dan usmaniah ada juga kebangkitan. Namun kaum muslimin mengabaikan prestasi eropa dalam ilmu dan politik, yang melicinkan jalan bagi hegemoni global eropa di zaman modern. Pada awal abad kedua puluh, dunia muslim sejak dari afrika sampai Indonesia, di bawah dominasi Eropa Barat . 67 Menurut Hasan al-Banna, pemahaman yang benar tentang Islam, Islam 67. Charles Wendell, Five Tracts of Hasan al-Banna Berkeley : University Of California Press, 1975, hal 17-24. Universitas Sumatera Utara 46 mensyaratkan pengenalan Alquran dan sunnah, dua sumber otoratif untuk menetapkan peraturan islam untuk setiap keadaan. Kaum muslim mempelajari kitab suci agar dapat mendasarkan keselarasan mereka dengan Islam pada pemahaman, bukannya pada ketaatan kepada otoritas agama. Dia mengakui bahwa orang bisa saja sering berselisih soal hal-hal kecil dalam hukum, namun dia berpendapat bahwa perselisihan seperti itu hendaknya tidak menimbulkan permusuhan di kalangan kaum muslim. Untuk memperkecil perselisihan seperti itu hendaknya tidak menimbulkan permusuhan dikalangan kaum muslim. Untuk memperkecil perselisihan seperti itu hendaknya tidak mendiskusikan soal-soal spekulatif dan hipotesis, karena tak ada nilai praktisnya. 68 Dalam hal ini pemikiran Hasan Al Banna tentang agama erat kaitannya dengan proses tarbiyah pendidikan untuk menghasilkan generasi yang kuat dalam menghadapi keadaan zaman yang ada.

3.1.1. Tarbiyah