Politik Pemikiran Hasan Al Banna .1 Agama

35 Banna percaya bahwa ajaran islam tidak bertentangan dengan kesimpulan ilmu, karena agama dan ilmu membahas realita yang berbeda. Sikap ini menunjukkan kontinuasi pemikiran reformis abad kesembilan belas. 50

2.2.2 Politik

Hasan Al Banna mengemukakan prinsip islam dapat diterapkan pada keyakinan yang banyak dianut dalam politik dan lembaga politik. Islam memerlukan suatu pemerintah yang mencegah anarki, namun tidak menetapkan bentuk pemerintahan tertentu. Islam hanya meletakkan tiga prinsip pokok. Pertama, penguasa bertanggung jawab kepada Allah SWT dan rakyat, bahkan dianggap sebagai abdi rakyat. Kedua bangsa muslim, harus bertindak secara bersatu, karena persaudaraan Muslim merupakan prinsip iman. Ketiga bangsa muslim berhak memonitor tindakan penguasa, menasehati penguasa, dan mengupayakan agar kehendak bangsa dihormati. Karena ketiganya merupakan prinsip yang sangat luas, maka negara islam bisa memiliki banyak bentuk, termasuk demokrasi parlementer konstitusional. 51 Sebagai tujuan jangka panjangnya, Banna menyerukan dihidupkannya kembali kekhalifahan. Dia berkata bahwa tugas ini memerlukan kerjasama penuh kaum muslim melalui pakta persekutuan, dan pada puncaknya Liga Bangsa-Bangsa Islam. 52 50. Charles Wendell, Five Tracts of Hasan al-Banna Berkeley : University Of California Press, 1975, hal 115-116. 51. Hasan Al banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2, terj : anis matta, rofi munawar dan wahid ahmadi, Solo : PT. Era Adicitra Intermedia, 2012 hal 358-359 52. Ibid, Hlm 284-285 Universitas Sumatera Utara 36 Barang siapa beranggapan bahwa agama terlebih lagi Islam tidak mengungkap masalah politik atau bahwa politik tidak termasuk dalam agenda pembahasannya, maka sungguh ia telah menganiaya diri sendiri dan pengetahuannya. Saya tidak mengatakan bahwa ia “menganiaya islam” karena islam itu syari’at Allah yang sama sekali tidak mengandung kebatilan, baik di depan maupun di belakang. Sungguh indah kata-kata Imam Al-Ghazali, “Ketahuilah bahwa syari’at itu pondasi, dan raja itu penjaganya. Sesuatu yang tidak ada pondasinya pasti akan hancur, dan sesuatu yang tidak ada penjaganya niscaya akan hilang.” Daulah islamiyah tidak akan tegak kecuali bertumpu di atas pondasi dakwah, sehingga ia menjadi sebuah pemerintahan yang mengusung suatu misi, bukan sekedar bagan struktur, dan bukan pula pemerintahan yang materialistis, yang gersang tanpa ruh didalamnya. Demikian pula dakwah tidak mungkin tegak kecuali jika ada jaminan perlindungan yang akan menjaga, menyebarkan dan mengokohkannya. Merupakan kesalahan yang fatal ketika kita melupakan akar pemikiran ini, sehingga dalam prakteknya kita sering memisahkan agama dari urusan politik meski secara teoritis kita mengikari pemisahan seperti ini. Kita tetapkan dalam UUD kita bahwa agama resmi negara adalah Islam, namun ternyata ketetapan ini tidak cukup bisa menghalangi para petinggi pemerintahan dan para tokoh politik untuk merusak citra Islam dalam persepsi dan pikiran khalayak, serta merusak keindahan Islam dan realita kehidupan. Hal ini mereka lakukan dengan keyakinan dan kesadaran penuh untuk menjauhkan pesan-pesan agama dari kancah politik. 53 53. Hasan Al banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 1, terj : anis matta, rofi munawar dan wahid ahmadi, Solo : PT. Era Adicitra Intermedia, 2012 hal 298. Universitas Sumatera Utara 37 Sistem Islam bukanlah slogan dan julukan semata, selama kaidah-kaidah pokok tidak bisa diwujudkan dan diterapkan secara tepat hingga dapat menjaga keseimbangan dalam berbagai situasi. Keseimbangan ini tidak mungkin bisa terpelihara tanpa adanya nurani yang selalu terjaga dan perasaan yang tulus akan kesakralan ajaran ini. Dengan memelihara dan menjaganya akan tergapailah keberuntungan di dunia dan keselamatan di akhirat. Inilah yang dalam istilah politik modern kita kenal sebagai kesadaran politik, atau kematangan politik, atau pendidikan politik, atau istilah-istilah sejenis yang semua itu bermuara pada satu hakikat: keyakinan akan kelayakan sistem dan rasa kepedulian untuk menjaganya. Teks-teks ajaran saja tidaklah cukup untuk mengembalikan umat. Demikian juga, sebuah undang-undang tak akan berguna jika tidak ada seorang hakim yang adil dan bersih yang mempelopori penerapannya. Dalam kehidupan modern ini kita telah mengadopsi sistem parlemen dari Eropa, yang di bawah naungannya pemerintahan kita ditegakkan di atas pondasinya. Kita membangun sistem perundang-undangan, bahkan sistem ini pernah berganti nama dengan nama ala mereka. Kita juga terlalu sering merasakan akibat-akibatnya. 54 Tidak ada satu pun yang membantah kenyataan bahwa penyelanggaraan pemerintahan yang sudah sudah, secara berturut-turut lemah dalam menunaikan tugas-tugasnya. Ia telah kehilangan kewibawaan di mata umat untuk layak di sebut sebagai sebuah pemerintahan. Hal ini bermula dari sikap melecehkan al-haq dan pada saat yang sama kebatilan tumbuh subur. 55 54. Ibid, hlm 301-302. 55. Ibid, hlm 315. Universitas Sumatera Utara 38 2.3 Partai Keadilan Sejahtera 2.3.1. Idiologi dan Asas Partai