Perubahan Warna pada Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas setelah Perendaman dalam Ekstrak Daun Jambu Biji 30%

(1)

PERUBAHAN WARNA PADA LEMPENG RESIN

AKRILIK POLIMERISASI PANAS SETELAH

PERENDAMAN DALAM EKSTRAK

DAUN JAMBU BIJI 30%

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

DENNY ANDRIAN 110600034

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Departemen Ilmu Material dan Teknologi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

Denny Andrian

Perubahan Warna pada Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas setelah Perendaman dalam Ekstrak Daun Jambu Biji 30%

xii + 48 halaman

Bahan basis gigi tiruan yang paling sering digunakan dalam dunia kedokteran gigi adalah resin akrilik polimerisasi panas. Stabilitas warna merupakan salah satu sifat dari bahan basis gigi tiruan yang sangat diutamakan dalam mencapai nilai estetik yang baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas warna adalah kandungan kimia yang terdapat pada bahan pembersih gigi tiruan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan warna pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas yang direndam di dalam ekstrak daun jambu biji 30%. Sampel yang digunakan adalah lempeng resin akrilik polimerisasi panas dengan ukuran panjang 20mm, lebar 10mm, dan tebal 1,5mm. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol (A), kelompok perendaman selama 8 jam (B), 16 jam (C), dan 24 jam (D) dengan besar sampel masing-masing 6 buah. Sampel pada kelompok (B), (C), dan (D) direndam dalam 15 ml ekstrak daun jambu biji pada suhu ruangan. Kemudian seluruh sampel diukur absorbansi cahayanya dengan menggunakan alat Spectrophotometer UV-Visible pada panjang gelombang 552 nm. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata absorbansi cahaya pada kelompok kontrol (A) adalah 0,055230±0,0016599, (B) adalah 0,045548±0,0027126, (C) adalah 0,033137±0,0009630, dan (D) adalah 0,016743±0,0016231. Dari hasil uji ANOVA satu arah terlihat bahwa p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada perubahan warna pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan warna


(3)

yang signifikan pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 16 Juni 2015

Pembimbing: Tanda tangan

1. Lasminda Syafiar, drg., M.Kes

NIP: 19540803 198003 2 001 ...

2. Kholidina Imanda Harahap, drg., MDSc


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 16 Juni 2015

TIM PENGUJI KETUA : Lasminda Syafiar, drg., M.Kes ANGGOTA : 1. Rusfian, drg., M.Kes


(6)

3. Kholidina Imanda Harahap, drg., MDSc

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resin Akrilik ... 5

2.1.1 Definisi dan Struktur Kimia ... 5

2.1.2 Klasifikasi Resin Akrilik ... 6

2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas ... 7

2.2.1 Komposisi ... 7

2.2.2 Reaksi Polimerisasi ... 8


(7)

2.2.4 Sifat-sifat ... 9

2.3 Stabilitas Warna ... 12

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Warna ... 12

2.3.1.1 Faktor Intrinsik ... 13

2.3.1.2 Faktor Ekstrinsik ... 13

2.4 Alat Pengukur Warna ... 13

2.4.1 Definisi dan Prinsip Kerja ... 13

2.4.2 Spectrophotometer Visible ... 13

2.4.3 Spectrophotometer Ultraviolet ... 14

2.4.4 Spectrophotometer UV-Visible ... 14

2.5 Metode Pembersihan Gigi Tiruan ... 14

2.6 Jambu Biji ... 16

2.6.1 Penyebaran Jambu Biji ... 16

2.6.2 Komposisi Kimia dan Manfaat Daun Jambu Biji ... 17

2.6.2.1 Tanin ... 17

2.6.2.2 Fenol ... 18

2.7 Metode Ekstraksi ... 19

2.7.1 Maserasi ... 19

2.7.2 Perkolasi ... 19

2.8 Kerangka Teori ... 20

2.9 Kerangka Konsep ... 21

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 22

3.2 Desain Penelitian ... 22

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.3.1 Tempat Pembuatan Sampel ... 22

3.3.2 Tempat Pengujian Sampel ... 22

3.3.3 Tempat Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji 30% ... 22

3.3.4 Waktu Penelitian ... 22

3.4 Sampel dan Besar Sampel ... 22

3.4.1 Sampel Penelitian ... 22

3.4.2 Besar Sampel Penelitian ... 23

3.4.3 Kriteria Sampel ... 23

3.4.3.1 Kriteria Inklusi ... 23

3.4.3.2 Kriteria Eksklusi ... 24

3.5 Variabel Penelitian ... 24

3.5.1 Variabel Bebas ... 24

3.5.2 Variabel Tergantung ... 24

3.5.3 Variabel Terkendali ... 24

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali ... 24

3.5.5 Definisi Operasional ... 25

3.6 Alat dan Bahan Penelitian ... 25


(8)

3.6.1.1 Alat yang Digunakan Untuk Menghasilkan dan

Merendam Sampel ... 25

3.6.1.2 Alat yang Digunakan untuk Menguji Sampel ... 28

3.6.2 Bahan Penelitian ... 28

3.7 Cara Penelitian ... 30

3.7.1 Persiapan Pembuatan Sampel Penelitian ... 30

3.7.2 Penyelesaian Akhir dan Pemolisan ... 33

3.7.3 Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji 30% ... 33

3.7.4 Perendaman Sampel dalam 15ml Ekstrak Daun Jambu Biji 30% ... 36

3.7.5 Pengukuran Absorbansi Cahaya ... 37

3.8 Analisis Data ... 37

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 38

BAB 5 PEMBAHASAN ... 42

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

6.1 Kesimpulan ... 45

6.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumus struktur resin akrilik ... 6

2. Reaksi polimerisasi resin akrilik polimerisasi panas ... 8

3. Perendaman gigi tiruan dalam larutan pembersih ... 16

4. Jambu biji ... 17

5. Sampel ... 23

6. Pot akrilik ... 25

7. Kuvetdan alat press ... 26

8. Waterbath ... 26

9. Mikromotor dan bur fraser ... 26

10. Wadah 15ml ... 27

11. Infusa dan vacum evaporator ... 27

12. Sonicator dan blender ... 27

13. Spectrophotometer UV-Visible ... 28

14. Resin akrilik polimerisasi panas ... 28

15. Wax dan plaster of paris ... 28

16. Akuades dan xylene ... 29

17. Emery dan etanol 70% ... 29

18. Wax sebagai model induk ... 30

19. Wax diletakkan pada gips ... 31


(10)

21. Peletakan plastik selopan pada kuvet atas dan bawah ... 32

22. Kelebihan resin akrilik dipotong dan press kedua ... 32

23. Proses kuring resin akrilik ... 33

24. Daun jambu biji segar ... 33

25. Daun jambu biji yang sudah kering ... 34

26. Daun jambu biji yang sudah dihaluskan ... 34

27. Maserasi selama 3 jam ... 34

28. Perkolasi serbuk daun jambu biji ... 35

29. Ekstrak kental daun jambu biji ... 35

30. Ekstrak daun jambu biji yang sudah diencerkan ... 36

31. Kelompok kontrol dan perendaman sampel ... 36

32. Penggerusan sampel lempeng resin akrilik polimerisasi panas ... 37

33. Sampel yang tidak direndam dan sampel setelah perendaman ... 39


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai Absorbansi Cahaya, Mean, dan Standar Deviasi Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas pada Sampel Kelompok Kontrol (A), Kelompok Perendaman 8 (B), 16 (C), dan 24 jam (D) dengan Panjang Gelombang Spectrophotometer UV-Visible 552 nm ... 38

2. Uji Normalitas Saphiro-Wilk ... 40 3. Nilai Absorbansi Cahaya Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas

dengan Uji ANOVA satu arah ... 40

4. Signifikansi Nilai Absorbansi Cahaya Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas dengan Uji Post Hoc LSD ... 41


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Alur pembuatan ekstrak daun jambu biji 2. Alur penelitian

3. Data absorbansi cahaya Spectrophotometer UV-Visible

4. Hasil analisis SPSS

5. Surat keterangan penelitian di Laboratorium Obat tradisional Farmasi USU 6. Surat keterangan penelitian di Laboratorium Penelitian Farmasi USU 7. Surat pemberitahuan pengolahan data SPSS di FKM USU


(13)

Departemen Ilmu Material dan Teknologi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara Tahun 2015

Denny Andrian

Perubahan Warna pada Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas setelah Perendaman dalam Ekstrak Daun Jambu Biji 30%

xii + 48 halaman

Bahan basis gigi tiruan yang paling sering digunakan dalam dunia kedokteran gigi adalah resin akrilik polimerisasi panas. Stabilitas warna merupakan salah satu sifat dari bahan basis gigi tiruan yang sangat diutamakan dalam mencapai nilai estetik yang baik. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas warna adalah kandungan kimia yang terdapat pada bahan pembersih gigi tiruan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan warna pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas yang direndam di dalam ekstrak daun jambu biji 30%. Sampel yang digunakan adalah lempeng resin akrilik polimerisasi panas dengan ukuran panjang 20mm, lebar 10mm, dan tebal 1,5mm. Sampel dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok kontrol (A), kelompok perendaman selama 8 jam (B), 16 jam (C), dan 24 jam (D) dengan besar sampel masing-masing 6 buah. Sampel pada kelompok (B), (C), dan (D) direndam dalam 15 ml ekstrak daun jambu biji pada suhu ruangan. Kemudian seluruh sampel diukur absorbansi cahayanya dengan menggunakan alat Spectrophotometer UV-Visible pada panjang gelombang 552 nm. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai rata-rata absorbansi cahaya pada kelompok kontrol (A) adalah 0,055230±0,0016599, (B) adalah 0,045548±0,0027126, (C) adalah 0,033137±0,0009630, dan (D) adalah 0,016743±0,0016231. Dari hasil uji ANOVA satu arah terlihat bahwa p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada perubahan warna pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan warna


(14)

yang signifikan pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahan basis gigitiruan polimer yang paling umum dan sering digunakan sampai sekarang oleh dokter gigi sejak pertengahan tahun 1940-an adalah resin akrilik atau polimetil metakrilat (PMMA). Hal ini disebabkan karena resin akrilik memiliki karakteristik antara lain biokompatibilitas, estetik yang baik, kekuatan ikatan yang tinggi terhadap anasir gigitiruan, mudah dimanipulasi, tidak bersifat toksik, radiopak, dan konduktivitas termal yang baik.1,2

Resin akrilik polimerisasi panas merupakan bahan yang paling sering digunakan pada pembuatan basis gigitiruan. Bahan ini dipakai karena tidak memiliki sifat toksik, tidak iritasi, tidak larut dalam cairan mulut, estetik baik, mudah dimanipulasi, reparasinya mudah, dan perubahan dimensinya kecil.3,4 Namun demikian resin akrilik polimerisasi panas juga memiliki kekurangan yaitu mudah mengalami perubahan warna setelah beberapa waktu dipakai dalam mulut.1,2,5

Stabilitas warna merupakan sifat klinis yang sangat penting pada bahan restorasi gigi dan bahan basis gigitiruan. Perubahan warna biasanya dapat terjadi disebabkan oleh dua faktor yaitu intrinsik dan ektrinsik.1,6 Faktor intrinsik seperti penambahan bahan penguat yaitu serat kaca menyebabkan perubahan warna pada basis gigitiruan, sedangkan faktor ekstrinsik seperti stain akibat absorbsi bahan pewarna dari sumber-sumber eksogen seperti bahan pembersih gigitiruan, teh, kopi, dan minuman ringan. Kedua faktor ini menyebabkan terjadinya reaksi kimia-fisik pada bahan basis gigitiruan.7,8

Pemakaian gigitiruan setiap hari menyebabkan basis gigitiruan berkontak dengan protein saliva yang merupakan asupan nutrisi bagi mikroorganisme untuk dapat bertahan hidup dan berkembang, terutama mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi terhadap pembentukan plak. Pencegahannya dapat dilakukan dengan cara melakukan pembersihan gigitiruan. Salah satu cara penggunaan bahan pembersih


(16)

gigitiruan yang paling sering digunakan adalah dengan merendam gigitiruan ke dalam cairan kimia yang mengandung bahan desinfektan. Bahan desinfektan yang biasa digunakan adalah alkalin peroksida dan hipoklorit. Jangka waktu perendaman secara umum ada dua, yaitu perendaman jangka pendek (10-15 menit) dan perendaman jangka panjang (6-8 jam) tergantung bahan pembersih yang digunakan. Penggunaan bahan pembersih ini juga berfungsi untuk mencegah terjadinya infeksi silang yan g biasanya terjadi antara pasien, dokter, dan teknisi laboratorium pada proses pembuatannya.1,8

Penelitian David dan Munadziroh E (2005) menyatakan bahwa terdapat perubahan warna yang signifikan pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam cairan desinfektan sodium hipoklorit 0,5% dan klorheksidin 0,2%.9

Penelitian Saptarini D, Nirwana I, dan Harijanto E (2013) menyatakan bahwa terdapat perubahan warna pada resin akrilik polimerisasi panas dengan penambahan

glass fiber 3% setelah perendaman dalam infusa daun sirih 35% selama 2 jam.10 World Health Organization (WHO) memperkirakan sebanyak 80% populasi penduduk di negara berkembang mengandalkan pemeliharaan kesehatan pada pengobatan tradisional, dan 85% pengobatan tradisional menggunakan tanaman obat.11 Jambu biji adalah salah satunya atau dalam bahasa latin disebut dengan

Psidium guajava Linn. Jambu biji kaya dengan kandungan tanin, fenol, triterpan, flavanoid, vitamin, minyak atsiri, serat, dan asam lemak. Menurut Nwinyi, dkk (2008) daun dan kulit jambu biji mempunyai riwayat pengobatan dan digunakan sampai saat ini. Menurut Limsong, dkk (2004) menyatakan bahwa ekstrak daun jambu biji mempunyai potensi anti plak yang tinggi untuk menghambat pertumbuhan

Streptococcus mutans. Penelitian Abdelrahim, dkk (2005) menyatakan bahwa ekstrak daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan Streptococcus aureus. Kandungan dalam ekstrak daun jambu biji seperti tanin, fenol, flavonoid, dan minyak atsiri berpotensi sebagai bahan antimikroba. Sudarsono, dkk (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa daun jambu biji mengandung flavanoid, tanin (17,4%), fenolat (575,3 mg/g) dan minyak atsiri.12


(17)

Menurut Darsono dan Artemisia (2003) ekstra daun jambu biji dari kultivar merah memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus auerus ATCC 25923.13

Sementara itu menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, ekstrak daun jambu biji konsentrasi 30%, 40%, 50%, 60% akan menghambat pertumbuhan S. Typhi, S. Paratyphi A, S. Paratyphi B.14 Penelitian Naini dan Salim (2008) juga menyatakan bahwa terdapat penurunan jumlah koloni Candida albicans setelah dilakukan perendaman lempeng resin akrilik polimerisasi panas ke dalam ekstrak daun jambu biji 38% selama 8 jam.15

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai khasiat dan manfaat daun jambu biji maka dapat disimpulkan bahwa kandungan kimia dari daun jambu biji mempunyai potensi sebagai antimikroba. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk memanfaatkan kandungan kimia dalam daun jambu biji dengan menggunakan metode esktrak sebagai bahan alternatif untuk mengurangi jumlah mikroorganisme pada basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas yang dapat merugikan kesehatan rongga mulut.15 Namun, salah satu kandungan kimia dalam daun jambu biji yaitu tanin sebagai zat pewarna alami tumbuhan dapat mempengaruhi stabilitas warna dari resin akrilik polimerisasi panas akibat reaksi kimia -fisik yang terjadi.10 Sejauh ini belum ada penelitian mengenai perubahan warna pada basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam bahan herbal alternatif yang mempunyai efek antimikroba yaitu ekstrak daun jambu biji 30%. Hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian tersebut.

1.2Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, diperoleh rumusan masalah yaitu apakah ada perubahan warna pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam.


(18)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan warna pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam.

1.4Hipotesis Penelitian

Tidak ada perubahan warna pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam.

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dalam melakukan pemilihan bahan pembersih basis gigitiruan resin akrilik polimerisasi panas.

2. Sebagai usaha untuk dapat memperbaiki kelemahan sifat bahan kedokteran gigi.

3. Sebagai usaha untuk dapat menghasilkan bahan basis gigitiruan yang lebih baik.

4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan atau kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya, khususnya di bidang Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resin Akrilik

Bahan dasar basis gigitiruan ada yang dibuat dari logam dan non logam. Bahan logam untuk pembuatan basis gigitiruan contohnya cobalt chromium, gold alloys, aluminium, dan stainless steel. Sedangkan bahan non logam contohnya resin akrilik dan resin vinyl. Diantara bahan tersebut resin akrilik merupakan bahan dasar basis gigitiruan non logam yang paling sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi sejak tahun 1946 sampai sekarang.1,2 Hal ini disebabkan karena resin akrilik sewarna dengan jaringan lunak di rongga mulut sehingga lebih estetis, harganya murah, mudah dalam proses pembuatannya, mudah diperbaiki, dimensinya stabil, resisten terhadap absorbsi dari cairan rongga mulut, mudah dimanipulasi, penghantar panas yang baik, radiopak, dan mudah dibersihkan.1,4,8

Sebanyak 98% dari semua basis gigitiruan dibuat dari polimer atau kopolimer metil metakrilat. Polimer (metil metakrilat) murni tidak berwarna dan padat. Menurut

American Dental Association (ADA) terdapat dua jenis resin akrilik yaitu heat cured polymer dan self cured polymer yang masing-masing terdiri dari bubuk yang disebut polimer dan cairan yang disebut monomer. Selain bisa digunakan sebagai basis gigitiruan, resin akrilik juga digunakan sebagai mahkota gigitiruan sementara, memperbaiki basis gigitiruan, dan sebagai obturator pada celah palatum.2,16

2.1.1 Definisi dan Struktur Kimia

Resin akrilik adalah turunan etilen yang mengandung gugus vinil dalam rumus strukturnya.1


(20)

Gambar 1. Rumus struktur resin akrilik

Berdasarkan pengelompokannya, ada dua kelompok resin akrilik dalam kedokteran gigi. Kelompok pertama adalah turunan asam akrilik, (CH2 + CHCOOH) dan kelompok lain dari asam metakrilik (CH2=C(CH3)COOH).1,2

2.1.2 Klasifikasi Resin Akrilik

Resin akrilik dibedakan atas 3 jenis yaitu resin akrilik polimerisasi panas, polimerisasi sinar, dan swapolimerisasi. Resin akrilik polimerisasi panas adalah resin akrilik yang memerlukan energi panas untuk melakukan proses polimerisasi dengan cara perendaman dalam waterbath yang berisi air. Ada juga jenis resin akrilik polimerisasi panas yang menggunakan gelombang mikro dalam proses polimerisasinya. Sedangkan resin akrilik polimerisasi sinar adalah resin akrilik yang dalam proses polimerisasinya diaktifkan dengan menggunakan sinar yang terlihat oleh mata. Sementara resin akrilik swapolimerisasi adalah resin akrilik yang diaktifkan suatu bahan kimia lain yang ditambahkan pada monomer, yaitu tertiary amine misalnya dumethyl – p – Toluidine (CH3C6H4N(CH3). Bahan ini dinamakan aktivator. Setelah polimer dicampur dengan monomer, aktivator akan bereaksi dengan inisiator membentuk radikal bebas dan reaksi polimerisasi mulai terjadi pada suhu ruangan.1,16


(21)

2.2 Resin Akrilik Polimerisasi Panas

Resin akrilik polimerisasi panas merupakan suatu polimer yang paling banyak digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan gigitiruan. Fungsi utama dari penggunaan resin akrilik polimerisasi panas adalah sebagai basis gigitiruan untuk menyangga gigitiruan agar tetap berada pada protesa. Selain itu, akrilik juga mempunyai peran dalam penyebaran daya kunyah selama proses pengunyahan.1 Resin akrilik merupakan pilihan utama dalam pembuatan basis gigitiruan. Pemilihan resin akrilik mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan lain. Resin akrilik mempunyai kelebihan sebagai basis gigitiruan yaitu memiliki tampilan warna dan translusen yang alami, mudah diproses dan diperbaiki, serta harganya yang terjangkau.1,2,7

Pada umumnya resin akrilik polimerisasi panas dapat diproses dengan dua siklus. Siklus panjang dengan cara menempatkan kuvet di dalam waterbath dimulai dengan suhu 0oC hingga mencapai 74oC selama 8 jam atau lebih, atau bisa juga dengan siklus pendek yaitu dengan cara pemrosesan yang dimulai dari suhu 0oC hingga mencapai 74oC dalam waterbath kurang lebih selama 1,5 jam dan kemudian temperatur ditingkatkan sampai pada suhu 100oC selama 1 jam.7

2.2.1 Komposisi

Pada dasarnya komposisi bahan resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari bubuk dan cairan. Bubuk pada bahan resin jenis ini ada yang bersifat transparan, sewarna gigi, atau berwarna merah muda seperti gingiva. Cairannya tersedia dalam botol berwarna coklat untuk mencegah premature polymerization yang bisa disebabkan oleh cahaya atau radiasi ultraviolet pada saat penyimpanan.1,2,7

Komposisi resin akrilik polimerisasi panas terdiri dari:1,7

1. Bubuk

Polimer : butiran atau granul poli (metil metakrilat) Inisiator : benzoil peroksida (0,2-0,5 %)


(22)

2. Cairan

Monomer : metil metakrilat Inhibitor : hidrokuinon (0,006 %)

Agen Cross-Linked : etilen glikol dimetil metakrilat (1-2 %)

2.2.2 Reaksi Polimerisasi

Proses polimerisasi dapat dicapai dengan menggunakan panas dan tekanan. Reaksinya dapat digambarkan sebagai berikut:1

Bubuk (polimer) + Cairan (monomer) + Panas (eksternal) Polimer + Panas (reaksi).1,2

Gambar 2. Reaksi polimerisasi resin akrilik polimerisasi panas


(23)

1. Induksi

Masa induksi merupakan masa berubahnya molekul dari isolator menjadi bertenaga atau bergerak dan memulai memindahkan energi pada molekul monomer. Tinggi rendahnya suhu dipengaruhi oleh masa induksi.

2.Propagasi

Merupakan tahap dimana radikal bebas dapat bereaksi dengan monomer. Berlangsungnya reaksi tersebut menyebabkan terbentuknya rantai polimer.

3.Terminasi

Merupakan tahap yang terjadi bila radikal bebas yang terbentuk bereaksi membentuk suatu molekul yang stabil.

4.Transfer rantai (chains transfer)

Merupakan tahap pengikatan antar rantai polimer dan monomer.

2.2.3 Manipulasi

Pada umumnya resin akrilik polimerisasi panas dapat diproses dalam sebuah kuvet dengan menggunakan teknik compression-moulding. Perbandingan polimer dan monomer biasanya 3:1 berdasarkan volumenya atau bisa juga 2:1 berdasarkan berat. Setelah bubuk dan cairan dicampur dengan perbandingan yang tepat, adonan atau campuran akrilik akan mengalami empat tahap yaitu:1,2

a. Tahap pertama: basah, seperti pasir (wet sand stage)

b. Tahap kedua: tahap lengket dan berserabut jika ditarik (tacky fibrous) selama polimer mulai larut dalam monomer (sticky stage)

c. Tahap ketiga: tahap lembut seperti adonan yang halus, homogen, dan liat. Tahap ini merupakan waktu yang paling tepat untuk memasukkan adonan ke dalam

mould.

d. Tahap keempat: tahap kaku seperti karet (rubbery-hard stage)

2.2.4 Sifat-sifat


(24)

1. Pengerutan

Kepadatan massa bahan akan berubah dari 0,94 menjadi 1,19 g/cm3 ketika monomer metil metakrilat terpolimerisasi untuk membentuk poli(metil metakrilat). Perubahan menghasilkan pengerutan volumetrik sebesar 21%. Akibatnya pengerutan volumetrik yang ditunjukkan oleh massa terpolimerisasi sekitar 6 -7% sesuai dengan nilai yang diamati dalam penelitian laboratorium dan klinis.1,4

2. Perubahan dimensi

Proses dalam pembuatan resin akrilik yang baik akan menghasilkan stabilitas yang baik juga. Teknik pemrosesan akrilik dengan menggunakan cara injection moulding

menunjukkan stabilitas dimensi yang lebih baik dibandingkan dengan teknik

compression moulding.1 Garfunkel dan Anderson dkk (1988) berdasarkan penelitiannya menyatakan bahwa perubahan dimensi pada teknik injection moulding

lebih rendah dibandingkan dengan compression moulding.17 3. Konduktivitas termal

Konduktivitas termal adalah pengukuran termofisika mengenai seberapa baik panas dihantarkan melalui suatu bahan. Basis resin memiliki konduktivitas termal yang rendah yaitu 0,0006 (oC/cm).6

4. Solubilitas

Basis gigitiruan resin akrilik dapat larut dalam berbagai cairan pelarut, namun pada umumnya tidak larut dalam cairan yang terdapat di dalam rongga mulut.2,6

5. Penyerapan air

Resin akrilik mempunyai sifat menyerap air secara perlahan-lahan dalam jangka waktu tertentu. Air yang terserap oleh resin akrilik menimbulkan efek yang nyata pada sifat mekanik, fisik, dan dimensi polimer. Nilai penyerapan air sebesar 0,69 mg/cm2. Mekanisme penyerapan air yang terjadi adalah difusi. Difusi merupakan suatu proses terjadinya perpindahan suatu substansi melalui rongga yang menyebabkan ekspansi pada resin akrilik atau melalui substansi yang dapat mempengaruhi kekuatan rantai polimer. Pada umumnya basis gigitiruan memerlukan periode 17 hari untuk menjadi jenuh dengan air.1


(25)

6. Porositas

Porositas disebabkan oleh penguapan monomer yang tidak bereaksi dan berat molekul primer yang rendah disertai temperatur resin mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut. Timbulnya porositas pada permukaan basis gigitiruan resin akrilik tentu saja dapat mempengaruhi sifat fisik, estetis, dan kebersihan basis gigitiruan.1 Porositas akan menyebabkan terjadinya kecenderungan peningkatan stain, penumpukan kalkulus, mempermudah perlekatan dari jamur dan bakteri biofilm yang akan mengakibatkan efek yang negatif terhadap kesehatan jaringan pendukung basis gigitiruan resin akrilik.7 Porositas cenderung terjadi pada bagian basis gigitiruan yang lebih tebal. Timbulnya porositas ini dapat dicegah dengan cara melakukan pengadukan yang tepat sehingga menghasilkan adonan resin akrilik yang homogen, ukuran perbandingan polimer dan monomer yang tepat, proses pengadukan yang terkontrol dengan baik dan waktu pengisian bahan resin akrilik pada mould secara tepat.1,4

Beberapa jenis porositas antara lain:4

a. Shrinkage porosity: kelihatan seperti gelembung yang tidak beraturan dan bisa terdapat pada seluruh massa resin akrilik, baik di dalam maupun di permukaan basis gigitiruan resin akrilik. Hal ini disebabkan karena mould yang tidak terisi adonan dengan penuh atau ketika pada saat proses curing adonan tidak menerima tekanan yang cukup.

b. Gasesus porosity atau internal porosity: gelembung kecil halus yang pada umumnya terdapat pada bagian yang tebal dan bagian yang jauh dari sumber panas. Bisa disebabkan karena massa resin akrilik yang belum mengalami polimerisasi secara tiba-tiba dimasukkan dalam air mendidih dan suhu bisa naik sampai 100,3oC (titik didih monomer) dan menyebabkan monomer yang menguap tidak bisa keluar udaranya sehingga terjadi pembentukan gelembung.

7. Stabilitas Warna

Resin akrilik polimerisasi panas memiliki stablitas warna yang baik. Yulin Lai, dkk (2003) melakukan penelitian stabilitas warna dan ketahanan terhadap stain dari nilon, silikon, dan dua jenis resin akrilik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resin


(26)

akrilik polimerisasi panas mempunyai nilai diskolorisasi yang paling rendah setelah direndam dalam salah satu larutan stain yaitu kopi.17

2.3 Stabilitas Warna

Warna merupakan salah satu sifat bahan restorasi gigi yang cukup penting. Suatu basis gigitiruan yang ideal seharusnya memiliki warna yang menyerupai warna alami jaringan rongga mulut. Stabilitas warna adalah kemampuan suatu bahan untuk mempertahankan warna atau perubahan sedikit warna dari warna asalnya. Lebih sedikit perubahan yang terjadi pada suatu bahan maka semakin baik pula stabilitas warna bahan tersebut. Resin akrilik polimerisasi panas memiliki kestabilan warna yang baik dibandingkan resin akrilik swapolimerisasi. Hal ini disebabkan karena pada resin akrilik swapolimerisasi terjadi oksidasi oleh tertiary amine.1,16,4

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Warna

Perubahan warna yang terjadi pada resin akrilik disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah ukuran sampel, mikroporositas sampel, dan lamanya kontak antara bahan. Semakin luas ukuran sampel maka semakin besar peluang untuk terjadinya perubahan fisik pada resin akrilik. Mikroporositas menentukan terjadinya penempelan partikel warna pada daerah yang poreus. Semakin banyak porositas maka akumulasi dari zat warna yang terabsorbsi melalui proses difusi juga akan semakin banyak. Lama kontak antara bahan resin akrilik dan zat berwarna akan mempengaruhi perubahan warna, contohnya pada saat proses pembersihan basis gigitiruan resin akrilik dengan cara perendaman menggunakan bahan pembersih. Semakin lama bahan resin akrilik direndam maka semakin besar perubahan warna yang terjadi.1,2,18 Stabilitas warna dan kekasaran permukaan juga mempunyai hubungan yang berkaitan satu sama lain. Hal ini disebabkan karena kekasaran permukaan akan mempengaruhi retensi plak dan akumulasi stain pada basis gigitiruan resin akrilik. Makin kasar permukaan basis gigitiruan resin akrilik maka semakin mudah akumulasi

stain pada permukaannya hingga pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan warna pada basis gigitiruan resin akrilik.1,2,19


(27)

Perubahan warna pada basis gigitiruan resin akrilik juga dapat disebabkan oleh dua faktor lain yaitu faktor intrinsik faktor ekstrinsik.1,2,7

2.3.1.1 Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik yaitu akibat dari penambahan bahan penguat pada basis gigitiruan contohnya serat kaca yang dapat menyebabkan perubahan warna pada basis gigitiruan resin akrilik.1,2,17

2.3.1.2 Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik yaitu stain akibat absorbsi bahan pewarna dari sumber-sumber eksogen seperti kopi, teh, minuman ringan, bahan pembersih gigitiruan, dan lain-lain. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia-fisik pada bahan resin akrilik. Ikatan reaksi kimia-fisik yang terjadi adalah penyerapan perlekatan partikel zat warna pada permukaan resin akrilik dan penyerapan perlekatan yang masuk ke bagian dalam melalui porositas yang terdapat pada resin akrilik. Konsentrasi dan lama paparan ketika penggunaan bahan pembersih gigitiruan juga dapat mempengaruhi perubahan warna pada resin akrilik.1,2,7,20

2.4 Alat Pengukur Warna

2.4.1 Definisi dan prinsip kerja

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dan panjang gelombang tertentu. Fotometer mengukur intensitas sinar suatu spektrofotometer yang tersusun dari sumber spektrum yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk sampel serta blanko dari suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dengan blanko tersebut.21

2.4.2 Spectrophotometer Visible

Pada spektrofotometer ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang


(28)

dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380-750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia seperti putih, merah, biru, hijau, dan lainnya. Sampel yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sampel yang memiliki warna. Oleh karena itu, untuk sampel yang tidak memiliki warna harus terlebih dahulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagent spesifik yang akan menghasilkan senyawa berwarna.21

2.4.3 Spectrophotometer UV (Ultraviolet)

Pada spektrofotometer ini cara kerjanya berdasarkan interaksi sampel dengan sinar

UV. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm. Sumber sinar digunakan lampu deuterium. Sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna, bening, dan transparan. Oleh karena itu, sampel tidak berwarna tidak perlu dibuat berwarna dengan penambahan reagent tertentu. Bahkan sampel dapat langsung dianalisa meskipun tanpa preparasi.21

2.4.4 Spectrophotometer UV-Visible

Spektrofotometer ini merupakan gabungan antara spektrofotometer UV dan

Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan

Visible. Untuk sistem spektrofotometer, UV-Visible paling banyak tersedia dan populer digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sampel berwarna dan tidak berwarna.21,22

2.5. Metode Pembersihan Gigitiruan

Secara ideal bahan pembersih gigitiruan hendaknya mempunyai karakteristik sebagai berikut:8

a. Tidak toksik, mudah hilang dan tidak meninggalkan sisa bahan yang bersifat mengiritasi.

b. Mempunyai kemampuan melarutkan tumpukan bahan organik dan anorganik yang terdapat pada gigitiruan.


(29)

c. Tidak merusak bahan-bahan yang dipergunakan dalam pembuatan gigitiruan. d. Stabil dalam penyimpanan.

e. Bersifat bakterisid dan fungisid.

f. Praktis dan tidak memerlukan waktu lama dalam pembuatan dan penggunaan.

Denture stomatitis adalah salah satu penyakit rongga mulut yang sering terjadi pada pengguna gigitiruan penuh. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang turut berkontribusi terhadap terjadinya denture stomatitis adalah kurangnya menjaga kebersihan gigitiruan. Pemakai gigitiruan dengan basis resin akrilik perlu memperhatikan kebersihan gigitiruan yang dipakai untuk menjaga kesehatan rongga mulut. Perawatan gigitiruan yang tidak benar dapat memberi efek merugikan yang serius pada gigitiruan dan kesehatan jaringan pendukung di dalam rongga mulut. Kehadiran plak pada gigitiruan dan laju akumulasi plak secara langsung dikaitkan dengan keberadaan saliva yang kaya protein dan ditambah lagi dengan sifat mikroporus basis gigitiruan menyebabkan penumpukan mikroorganisme, serta pembentukan kalkulus didalam rongga mulut. Untuk mencegah hal itu terjadi maka dibutuhkan suatu bahan dan metode untuk membersihkan gigitiruan.1,8

Pada umumnya ada dua cara yang sering digunakan untuk melakukan pembersihan pada gigitiruan, yaitu cara mekanik dan kimia. Pembersihan cara mekanik menggunakan alat ultrasonic cleaner atau sikat gigi dengan atau tanpa bahan abrasif yang efektif dalam menghilangkan plak, namun jika dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan keausan pada basis gigitiruan resin akrilik sehingga dapat menyebabkan gigitiruan menjadi tidak retentif. Pembersihan secara kimia dapat dilakukan dengan cara merendam gigitiruan dalam larutan pembersih. Perendaman dapat dilakukan selama 15 menit, 30 menit, 1 jam, dan sepanjang malam tergantung bahan pembersih yang digunakan. Bahan pembersih gigitiruan yang paling sering digunakan adalah alkalin peroksida dan hipoklorit.1,8


(30)

Gambar 3. Perendaman gigi tiruan dalam larutan

pembersih

2.6 Jambu Biji

2.6.1 Penyebaran Jambu Biji

Jambu biji merupakan pohon tropis kecil yang tumbuh di daerah tropis. Jambu biji secara taksonomi tergolong ke dalam famili Myrtaceae dengan 133 genera dan lebih dari 3800 spesis.12,14 Tanaman jambu biji merupakan tanaman asli dari Amerika Tropis. Menurut de Candolle diperkirakan berasal dari wilayah antara Meksiko (Amerika Tengah) dan Peru (Amerika Selatan). Tanaman ini disebarkan ke Filipina oleh pelaut Spanyol dan bangsa Portugis. Diperkirakan terdapat sekitar 150 spesis

Psidium guajava Linn yang menyebar ke daerah tropis dan berhawa sejuk. Sekarang tanaman ini sudah menyebar luas di Asia Tenggara termasuk Indonesia, sampai Asia Selatan, India, dan Srilangka. Di Jawa umumnya terdapat pada ketinggian 1200 mdpl dan sering tumbuh liar pada tanah yang gembur maupun liat, banyak air, dan tempat terbuka. Jambu biji yang terdapat di Indonesia pada umumnya berasal dari daerah tropis Amerika, kemudian dibudidayakan di seluruh kepulauan Indonesia sebagai pohon buah-buahan.12,24


(31)

Gambar 4. Jambu biji

2.6.2 Komposisi Kimia dan Manfaat Daun Jambu Biji

Daun, buah, dan kulit batang jambu biji mengandung tanin. Pada daunnya selain tanin, juga terdapat minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratagolat, asam oleanolat, asam guajaverin dan vitamin.11 Buah jambu biji kaya akan kandungan vitamin C (80 mg vitamin C dalam 100 g buah) dan vitamin A yang hampir sama jumlahnya. Beberapa senyawa dalam tanaman jambu biji terutama dalam daunnya seperti tanin, fenol, triterpen, minyak atsiri (eugenol), flavanoid, minyak esensial, vitamin, asam lemak, dan asam galat memungkinkan daun jambu biji memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai obat herbal. Beberapa penggunaan daun jambu biji yaitu sebagai antidiare, menurunkan glukosa darah, obat demam berdarah, obat batuk, obat luka, sariawan, dan sebagainya. Ekstrak etanol daun jambu biji juga dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare (Eschericia coli, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, dan Salmonella typhi) pada konsentrasi tertentu.15 Sementara itu penelitian dari Mailoa menyatakan bahwa ekstrak etanol dari tanin daun jambu biji pada konsentrasi 30% dapat menghambat pertumbuhan E. Coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Aspergillus niger, dan Candida albicans.24

2.6.2.1 Tanin

Tanin adalah senyawa organik yang sangat kompleks dan banyak terdapat pada bermacam-macam tumbuhan. Istilah tanin diperkenalkan oleh Seguil pada tahun 1796. Tanin dapat diartikan sebagai senyawa-senyawa alami dengan bobot molekul


(32)

antara 500 dan 3000, serta mempunyai gugus hidroksil fenolik (1-2 tiap 100 satuan bobot molekul) dan dapat membentuk ikatan silang yang stabil dengan protein dan tidak larut pada konsentrasi dan pH tertentu.25

Tanin dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Senyawa tanin terkondensasi tidak dapat dihidrolisa baik oleh asam, basa, maupun enzim. Sedangkan tanin terhidrolisis terdiri dari senyawa poliester dan glikosida yang satu sama lainnya dihubungkan oleh atom O dan mudah terhidrolisis dengan asam dan enzim. Tanin yang terkondensasi terdapat pada buah-buahan, biji-bijian, dan tanaman yang dapat dimanfaatkan manusia sebagai makanan. Sedangkan tanin yang dapat dihidrolisa banyak terdapat pada kelompok tanaman bukan makanan, tetapi mempunyai peranan penting dalam industri makanan, minuman dan obat-obatan.25

Tanin yang terdapat dalam tumbuhan berpembuluh dapat diekstraksi pada bagian kayu dan kulit kayu dengan menggunakan air atau pelarut organik seperti aseton atau etanol. Tanin dalam berbagai jenis tanaman memiliki struktur kimia dan reaksi yang berbeda-beda tetapi memiliki sifat yang sama yaitu dapat mengendapkan gelatin dan protein. Tanin alami larut dalam air dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan mulai dari warna terang, merah tua, dan cokelat, sehingga tiap-tiap tanin memiliki warna yang khas sesuai sumbernya. Tanin mempunyai aktivitas antioksidan dan berkhasiat sebagai antiseptik. Sehingga tanin dalam daun jambu biji mempunyai efektivitas dalam menghambat pertumbuhan atau bisa juga membunuh beberapa mikroorganisme.26 Kandungan tanin pada daun jambu biji sekitar 17%.23

2.6.2.2 Fenol

Fenol adalah senyawa dengan rumus ArOH, dimana Ar adalah fenil atau fenil terdistribusi atau aril. Fenol berbeda dari alkohol dari posisi gugus OH-nya yang langsung berikatan dengan cincin aromatik. Fenol adalah suatu senyawa aromatik yang struktur kimianya diturunkan dari benzene jika satu atau lebih atom hidrogen yang terikat pada inti benzena diganti dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Sehingga pada fenol, gugus hidroksil terikat langsung pada inti benzena dan disebut


(33)

gugus hidroksil fenolik. Larutan fenol dalam air dikenal sebagai asam karbol atau air karbol dan dipakai sebagai desinfektan. Hal ini didasarkan atas sifat fenol yang dapat mengkoagulasikan protein dan dengan cara ini fenol merusak protein mikroorganisme sehingga mikroorganisme tersebut mati (Sumardjo, 2006).25

2.7 Metode Ekstraksi

Menurut Depkes (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian, salah satunya adalah dengan cara dingin, antara lain yaitu:14

2.7.1 Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur ruangan. Maserisasi yang dilakukan dengan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik, sedangkan yang dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.14

2.7.2 Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini diberhentikan sampai tetesan hasil penyarian sudah tidak berwarna lagi.14


(34)

(35)

2.8 KERANGKA TEORI

Resin Akrilik

Kopi Nikotin Bahan pembersih

Kandungan kimia

Tanin Fenol

mekme

Ekstrak daun jambu biji

Obatherbal Faktor

ekstrinsik

Faktor intrinsik Pengerutan

Perubahan dimensi

Konduktivitas termal

Solubiliti

Porositas Penyerapan air

Pengertian Komposisi Sifat fisik Manipulasi Kuring

Bahan basis gigi tiruan resin

Polimerisasi panas Swapolimerisasi Polimerisasi sinar

Stabilitas warna


(36)

2.9 KERANGKA KONSEP

Obat herbal

Kandungan kimia

Tanin Fenol

Sifat fisik

Stabilitas

warna Faktor

ekstrinsik

Ekstrak daun jambu biji Resin akrilik


(37)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian : Eksperimental laboratoris

3.2 Desain Penelitian : Post Test Only Control Group Design

3.3 Tempat dan Waktu penelitian

3.3.1 Tempat Pembuatan Sampel

Departemen Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG USU

3.3.2 Tempat Pengujian Sampel

Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

3.3.3 Tempat Pembuat Ekstrak Daun Jambu Biji 30%

Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi USU

3.3.4 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Pebruari sampai April 2015

3.4 Sampel dan Besar Sampel

3.4.1 Sampel penelitian

Sampel pada penelitian ini menggunakan resin akrilik polimerisasi panas berbentuk persegi dengan ukuran panjang: 20mm, lebar: 10mm, dan tebal: 1,5 mm.26


(38)

10 mm 1,5 mm

20 mm Gambar 5. Sampel

3.4.2 Besar Sampel Penelitian

Pada penelitian ini jumlah sampel minimal diestimasi berdasarkan rumus Frederer sebagai berikut:27

(t-1) (r-1) 15

Keterangan:

t: Jumlah perlakuan r: Jumlah ulangan

Penelitian ini menggunakan 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perendaman 8, 16, dan 24 jam, sehingga t = 4. Besar sampel minimal tiap kelompok ditentukan sebagai berikut:

(t-1) (r-1) ≥ 15 (4-1) (r-1) ≥ 15

r ≥ 6

maka jumlah sampel minimal adalah 6 sampel untuk setiap kelompok. Jumlah seluruh sampel pada penelitian ini adalah 24 sampel.

3.4.3 Kriteria Sampel

3.4.3.1 Kriteria Inklusi

1. Sampel memiliki ukuran yang sama untuk setiap kelompok 2. Sampel licin dan kilat


(39)

3.4.3.2 Kriteria Eksklusi

1. Sampel yang mengalami porositas 2. Sampel yang patah

3. Sampel yang retak

3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas

Waktu perendaman resin akrilik polimerisasi panas dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam

3.5.2 Variabel Tergantung

Perubahan warna resin akrilik polimerisasi panas

3.5.3 Variabel Terkendali

1. Ukuran sampel dengan panjang: 20mm, lebar: 10mm, dan tebal: 1,5 mm 2. P/W ratio polimer dan monomer resin akrilik polimerisasi panas 9 gr : 3,6 ml 3. Perbandingan adonan gips dan air pada kuvet (300 gr : 90 ml)

4. Waktu pengadukan gips 30 detik

5. Suhu dan waktu kuring resin akrilik polimerisasi panas (740C selama 1,5 jam kemudian suhu ditingkatkan sampai 1000C selama 1 jam)

6. Teknik dan waktu pemolesan (Teknik otomatis dan manual dengan waktu ± 40 menit/sampel, kecepatan mikromotor 17.500 rpm)

7. Konsentrasi ekstrak daun jambu biji 30% 8. Volume ekstrak daun jambu biji 15ml 9. Suhu perendaman (suhu kamar)

3.5.4 Variabel Tidak Terkendali 1. Tekanan alat press


(40)

3.5.5 Definisi Operasional

1. Resin akrilik polimerisasi panas adalah resin akrilik yang terdiri atas polimer dan monomer pada waktu setelah pencampuran dan pemanasan membentuk suatu bahan yang padat dan kaku.

2. Perubahan warna adalah berubahnya warna bahan dari warna aslinya yang ditandai dengan berubahnya nilai absorbansi cahaya bahan tersebut, dapat diukur dengan menggunakan alat Spectrophotometer UV-Visible.

3. Ekstrak daun jambu biji 30% adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati daun jambu biji menggunakan pelarut etanol.

3.6 Alat dan Bahan Penelitian

3.6.1 Alat Penelitian

3.6.1.1 Alat yang Digunakan untuk Menghasilkan dan Merendam Sampel

1. Rubber bowl dan spatula 2. Pot akrilik

Gambar 6. Pot akrilik

3. Kuvet (Smic, China®) 4. Alat press


(41)

Gambar 7. Kuvet(kiri) dan mikromotor (kanan)

6. Waterbath (Schutzart DIN 40050-IP, Germany®)

Gambar 8. Waterbath

7. Mikromotor (Strong, Korea®) 8. Mata bur fraser

Gambar 9. Mikromotor (kiri) dan bur fraser (kanan) 9. Lekron


(42)

Gambar 10. Wadah 15ml

11. Infusa

12. Vacum evaporator

Gambar 11. Infusa (kiri) dan vacum evaporator (kanan)

13. Blender (Miyako) 14. Sonicator (Branson)


(43)

3.6.1.2 Alat yang Digunakan untuk Menguji Sampel

Alat UV-Visible Spectrophotometer (Shimadzu, UV mini 1240)

Gambar 13. Spectrophotometer UV-Visible

3.6.2 Bahan Penelitian

1. Resin akrilik polimerisasi panas (QC 20, England®)

Gambar 14. Resin akrilik polimerisasi panas

2. Wax (Anchor)

3. Plaster of Paris (Moldano, China®)


(44)

4. Vaselin

5. Cold mould seal

6. Vaselin

7. Kertas pasir waterproof (Taiyo, No. 150, 280, 600) 8. Akuades

9. Xylene

Gambar 16. Akuades (kiri) dan xylene (kanan)

10. Emery

11.Etanol 70%

Gambar 17. Emery (kiri) dan etanol 70%

13. Kertas perkamen 14. Aluminium foil


(45)

17. Kapas 18. CMC 0,2%

19. Ekstrak daun jambu biji 30%

3.7 Cara Penelitian

3.7.1 Persiapan Pembuatan Sampel Penelitian

1. Pembuatan Mould

a. Pembuatan sampel wax sebagai model induk dengan ukuran panjang: 20mm, lebar: 10mm, dan tebal: 1,5 mmsebanyak 40 buah.26

Gambar 18. Wax sebagai model induk

b. Membuat adonan gips putih, perbandingan gips putih dengan air untuk kuvet bawah adalah 300 gram : 90 ml.17

c. Adonan diaduk dengan spatula selama 30 detik.

d. Adonan dimasukkan ke dalam kuvet yang telah disiapkan.

e. Wax diletakkan pada adonan gips putih yang akan mulai mengeras pada kuvet.


(46)

Gambar 19. Wax diletakkan pada gips

f. Permukaan gips putih pada kuvet bawah diolesi vaselin dan kuvet atas diisi dengan adonan gips putih.

g. Setelah gips putih mengeras, pembuangan wax dilakukan dengan cara merendam kuvet di dalam air panas sehingga wax meleleh, kemudian kuvet dibuka dan wax yang masih tertinggal dibuang dengan cara pengecoran dengan air panas.

h. Setelah kering olesi dengan cold mould seal.

2. Pengisian Resin Akrilik Polimerisasi Panas pada Mould

a. Polimer dan monomer diaduk dalam pot akrilik dengan perbandingan 9 gr : 3,6 ml sehingga adonan mencapai dough stage.17

b. Mould yang telah diolesi separator diisi penuh dengan adonan resin akrilik.

Gambar 20. Mould diisi dengan resin akrilik

c. Letakkan plastik selopan di antara kuvet atas dan bawah, lalu ditutup dan ditekan perlahan dengan alat press.


(47)

Gambar 21. Peletakan plastik selopan pada kuvet atas dan bawah

d. Kuvet dibuka kembali dan kelebihan akrilik dipotong dengan menggunakan lekron, kemudian kuvet ditutup kembali, dilakukan penekanan kedua dengan alat

press, kemudian pemberian tekanan dilanjutkan sampai sebagian besar kuvet berkontak rapat satu sama lain lalu baut dipasang.

Gambar 22. Kelebihan resin akrilik dipotong (kiri) dan press kedua (kanan) 3. Kuring

Kuvet direndam di dalam water bath yang berisi air dimulai dari suhu 0oC hingga mencapai 740C selama 1,5 jam, kemudian suhunya ditingkatkan sampai 1000C selama 1 jam.7


(48)

Gambar 23. Proses kuring resin akrilik

3.7.2 Penyelesaian Akhir dan Pemolisan

1. Sampel dikeluarkan dari kuvet lalu dirapikan untuk menghilangkan bagian yang tajam dan mendapatkan permukaan yang rata dengan bur fraser selama ± 10 menit/sampel (kecepatan mikromotor 17.500 rpm).

2. Permukaan sampel dihaluskan menggunakan kertas pasir waterproof di bawah air selama ± 15 menit/sampel sehingga dihasilkan permukaan yang rata dan halus.

3. Pemolisan sampel dilakukan dengan menggunakan emery selama ± 15 menit sampai diperoleh permukaan yang mengkilat.

4. Setelah itu semua sampel dicuci dengan air untuk menghilangkan kotoran.

3.7.3 Pembuatan Ekstrak Daun Jambu Biji 30%

a. Daun jambu biji segar sebanyak 3kg dicuci bersih menggunakan air kran kemudian ditiriskan.


(49)

b. Daun jambu biji ditimbang.

c. Daun jambu biji dikeringkan pada lemari pengering dengan suhu ±400C.

d. Apabila daun sudah kering, lalu dihaluskan/digiling menjadi serbuk dengan menggunakan blender.

Gambar 25. Daun jambu biji yang Gambar 26. Daun jambu biji yang

sudah kering sudah dihaluskan

e. Serbuk yang diperoleh ditimbang (600g) kemudian dimasukkan ke dalam bejana tertutup dan direndam dengan etanol 70% sebanyak 6 liter selama 3 jam.

Gambar 27. Maserasi selama 3 jam

f. Kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, cairan etanol 70% dituangkan secukupnya ke dalam perkolator sampai terdapat selapis cairan di atasnya, diamkan selama 24 jam.


(50)

Gambar 28. Perkolasi serbuk daun jambu biji

g. Buka kran perkolator kemudian biarkan menetes dengan kecepatan 1ml permenit, cairan etanol 70% ditambahkan secukupnya 24 jam sekali sehingga selalu terdapat selapis cairan di atasnya..

h. Perkolasi dihentikan sampai perkolat yang menetes dari perkolator tersebut sudah tidak berwarna lagi.

i. Perkolat dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu ±400C untuk menguapkan etanol.

j. Setelah diperoleh ekstrak kental, kemudian dikeringkan dengan freeze dryer.


(51)

k. Ekstrak kental sebanyak 90gr tersebut kemudian dilakukan pengenceran dengan menggunakan akuades steril ±100ml ditambah larutan CMC 0,2% 600mg, aduk sampai tercampur homogen dan biarkan selama 30 menit.

Gambar 30. Ekstrak daun jambu biji yang sudah diencerkan

3.7.4 Perendaman Sampel dalam 15ml Ekstrak Daun Jambu Biji 30%

1. Sampel kelompok perendaman dibagi menjadi tiga kelompok, masing-masing 6 sampel untuk kelompok perendaman selama 8, 16, dan 24 jam dalam ekstrak daun jambu biji 30%. Setiap sampel direndam dalam wadah 15ml ekstrak daun jambu biji 30% pada suhu ruangan.

Gambar 31. Kelompok kontrol dan perendaman sampel

2. Sampel dikeluarkan dan dibersihkan dengan air kemudian diletakkan di atas tisu kering sehingga kering pada suhu kamar.


(52)

3.7.5 Pengukuran Absorbansi Cahaya

1. Pengukuran absorbansi cahaya dilakukan dengan menggunakan alat

Spectrophotometer UV-Visible.

2. Pengukuran dilakukan pada sampel kelompok kontrol (yang tidak direndam) dan sampel kelompok perendaman.

3. Setiap sampel sesuai dengan kelompoknya digerus, kemudian dilarutkan ke dalam pelarut xylene dengan perbandingan sampel : pelarut yaitu 0,3 gr : 10 ml dan diletakkan ke dalam alat sonicator selama ±5 menitagar larutan tercampur homogen, selanjutnya larutan diletakkan pada alat pengukur untuk mengukur absorbansi cahayanya dengan menggunakan panjang gelombang 552 nm.

Gambar 32. Penggerusan sampel lempeng resin akrilik polimerisasi panas

4. Nilai absorbansi cahaya pada sampel akan dibaca oleh alat

Spectrophotometer UV-Visible.

5. Didapatkan nilai absorbansi cahaya setiap sampel pada komputer yang terhubung pada alat tersebut.

3.8 Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah uji ANOVA satu arah


(53)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian yang didapat menunjukkan nilai rerata dan standar deviasi absorbansi cahaya lempeng resin akrilik polimerisasi panas pada kelompok kontrol (A) adalah 0,055230±0,0016599; kelompok perendaman selama 8 jam (B) adalah 0,045548±0,0027126; 16 jam (C) adalah 0,033137±0,0009630; dan 24 jam (D) adalah 0,016743±0,0016231 (Tabel 1).

Tabel 1. Nilai Absorbansi Cahaya, Rerata, dan Standar Deviasi Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas pada Sampel Kelompok Kontrol (A), Kelompok Perendaman 8 (B), 16 (C), dan 24 Jam (D) dengan Panjang Gelombang Spectrophotometer UV-Visible 552 nm

No.

Sampel Kelompok A Kelompok B Kelompok C Kelompok D

1 0,05725 0,04268 0,03355 0,01732

2 0,05409 0,04570 0,03206 0,01555

3 0,05731 0,04880 0,03343 0,01775

4 0,05496 0,04399 0,03339 0,01921

5 0,05432 0,04332 0,03194 0,01566

6 0.05345 0,04880 0,03445 0,01497

Rerata 0,055230 0,045548 0,033137 0,016743

SD 0,0016599 0,0027126 0,0009630 0,0016231

Berikut ini adalah tampilan visual sampel lempeng resin akrilik polimerisasi panas yang tidak direndam (A) dan setelah direndam dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam.


(54)

A B C D Gambar 33. Sampel yang tidak direndam (A), setelah direndam dalam ekstrak

daun jambu biji 30% selama 8 (B), 16 (C), dan 24 jam (D)

Jika ditampilkan dalam bentuk grafik, maka nilai rerata absorbansi cahaya lempeng resin akrilik polimerisasi panas pada kelompok (A), (B), (C), dan (D) dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 34. Grafik nilai rerata absorbansi cahaya sampel

Sebelum dilakukan uji ANOVA satu arah, data tersebut terlebih dahulu dilakukan uji Normalitas Shapiro-Wilk. Dari uji Normalitas Shapiro-Wilk terlihat bahwa p>0,05 yang membuktikan bahwa data tersebut terdistribusi normal (Tabel 2).


(55)

Tabel 2. Uji Normalitas Shapiro-Wilk

Kelompok Shapiro-Wilk

Statistic Df sig.

Kontrol .852 6 .163

8 jam .860 6 .188

16 jam .894 6 .338

24 jam .925 6 .540

Setelah itu dilakukan uji homogenitas dan terlihat bahwa p>0,05 yang membuktikan bahwa data tersebut homogen, sehingga bisa dilanjutkan untuk uji

ANOVA satu arah. Dari hasil uji ANOVA satu arah terlihat bahwa p=0,000 (p<0,05), hal ini menunjukkan bahwa hipotesa ditolak yang berarti ada perubahan warna pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam (Tabel 3).

Tabel 3. Nilai Absorbansi Cahaya Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas dengan Uji ANOVA Satu Arah

Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups Within Groups Total .005 .000 .005 3 20 23 .002 .000

26.119 .000*

Kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD untuk mengetahui perbedaan nilai antar kelompok. Dari hasil uji Post Hoc LSD antar kelompok kontrol dengan kelompok perendaman 8, 16, dan 24 jam terlihat bahwa p=0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan warna yang signifikan pada kelompok


(56)

perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam dibandingkan dengan kelompok kontrol (Tabel 4).

Tabel 4. Signifikansi Nilai Absorbansi Cahaya Lempeng Resin Akrilik Polimerisasi Panas dengan Post Hoc Test LSD

Post Hoc Test

(I) Group (J) Group Sig. Mean Difference

(I-J) LSD Kontrol Direndam 8 jam

Direndam 16 jam Direndam 24 jam

0,000 0,000 0,000

0,0096817 0,0220933 0,0384867


(57)

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada pengukuran intensitas warna resin akrilik polimerisasi panas dengan menggunakan alat Spectrophotometer UV-Visible panjang gelombang 552 nm diperoleh data nilai rata-rata absorbansi dan standar deviasi untuk kelompok kontrol (A) adalah 0,055230±0,0016599, kelompok perendaman 8 jam (B) adalah 0,045548±0,0027126, 16 jam (C) adalah 0,033137±0,0009630, dan 24 jam (D) adalah 0,016743±0,0016231. Kemudian dari hasil uji ANOVA satu arah diperoleh p=0,000 (p<0,05), hal ini menunjukkan bahwa hipotesa ditolak yang berarti ada perubahan warna pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam.

Dari hasil uji Post Hoc LSD juga diperoleh data perbedaan antara kelompok (A) dengan kelompok (B), (C), dan (D) dengan p=0,000 (p<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan warna yang signifikan pada kelompok perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Perubahan warna yang terjadi pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas dapat bervariasi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah ukuran sampel, mikroporositas sampel dan lamanya kontak antar bahan.1 Lama kontak antara lempeng resin akrilik polimerisasi panas dan zat warna yang terdapat dalam ekstrak daun jambu biji 30% berbanding lurus dengan perubahan warna yang terjadi, artinya semakin lama direndam maka semakin tinggi perubahan warna yang terjadi diikuti ikatan fisik dan kimia antara zat warna tersebut dengan lempeng resin akrilik polimerisasi panas.9,10 Hal ini karena kecendrungan kontak zat warna dari ekstrak tersebut juga akan semakin besar.16

Penurunan nilai absorbansi dari lempeng resin akrilik polimerisasi panas dipengaruhi oleh banyaknya zat warna dari ekstrak daun jambu biji 30% yang diserap


(58)

oleh lempeng resin akrilik polimerisasi panas. Tanin dan fenol yang terdapat dalam ekstrak daun jambu biji selain berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme juga diyakini berperan terhadap perubahan warna yang terjadi pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas.12,15

Seperti pada penelitian Saptarini D, Nirwana I, dan Harijanto E (2013) yang menyatakan bahwa kandungan tanin dan fenol dalam infusa daun sirih dapat menyebabkan perubahan warna pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah dilakukan penambahan glass fiber. Perubahan warna ini dapat terjadi disebabkan adanya penyerapan cairan diantara makromolekul dan menyebabkan makromolekul lebih mudah bergerak yang berdampak melemahnya ikatan rantai polimer. Melemahnya ikatan makromolekul tersebut kemungkinan menyebabkan pigmen terlepas dari lempeng resin akrilik polimerisasi panas sehingga dapat menyebabkan perubahan warna. Kandungan fenol dalam ekstrak daun jambu biji ini bersifat asam, apabila berkontak dengan lempeng resin akrilik polimerisasi panas dapat menyebabkan reaksi hidrolisis antara fenol dengan ester dari polimetil metakrilat sehingga rantai polimernya menjadi terganggu.10

Menurut Combe resin akrilik merupakan polimer bentuk polyester panjang yang terdiri dari unit polimetil metakrilat yang terulang dengan kepolaran rendah, sedangkan fenol bersifat asam dengan kepolaran tinggi. Ester dalam suasana asam akan terhidrolisis sehingga akan mengakibatkan polimer tersebut akan mengalami degradasi. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya rongga-rongga di dalam lempeng resin akrilik polimerisasi panas.10,19

Sementara untuk tanin yang merupakan zat warna alami dalam ekstrak daun jambu biji akan mengalami aliran kapiler secara difusi ke dalam porositas lempeng resin akrilik polimerisasi panas sehingga dapat mengubah struktur kisi ruang resin dan porositasnya serta mengakibatkan akumulasi pigmen warna tanin pada permukaannya. Hal ini disebabkan karena lama kontak zat kimia tanin dengan lempeng resin akrilik polimerisasi panas. Selain itu fenol dan tanin mudah teroksidasi oksigen, baik di udara bebas maupun dalam lingkungan air sehingga akan mudah mengakibatkan perubahan warna.10


(59)

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Khazil AS (2008) yang membuktikan adanya perubahan warna lempeng resin akrilik polimerisasi panas yang signifikan setelah direndam dalam larutan teh dan kopi yang banyak mengandung zat tanin.20 Porositas pada resin akilik polimerisasi panas juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas warna. Porositas ini dapat disebabkan oleh pengadukan yang tidak tepat antara polimer dan monomer, serta juga karena sisa monomer yang tidak berpolimerisasi sempurna dengan polimer. Hal ini karena tidak semua monomer akan bersatu dengan polimer, oleh karena itu monomer yang tersisa akan menguap dan menghasilkan porositas.1,4

Perubahan warna pada resin akrilik polimerisasi panas juga dapat disebabkan oleh salah satu sifat resin akrilik polimerisasi panas yaitu menyerap air.1 Perubahan ini disebabkan oleh kemampuan menyerap cairan pada bahan pembersih yang digunakan sehingga zat kimia yang terserap dapat bereaksi dengan unsur dalam resin akrilik polimerisasi panas. Mekanisme penyerapan air yang terjadi adalah difusi. Masuknya cairan ke dalam resin melalui proses difusi diikuti oleh penyerapan substansi lain dari cairan tersebut. Seperti pada penelitian David dan Munadziroh E (2005) yang menyatakan bahwa semakin lama perendaman lempeng resin akrilik dalam larutan desinfektan sodium hipoklorit dan klorhexidin menyebabkan pigmen warna lempeng akrilik semakin memudar sehingga perubahan warna yang terjadi semakin besar.9 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lempeng resin akrilik polimerisasi panas yang direndam dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam mempengaruhi perubahan warna dilihat secara perhitungan statistik, namun dalam jumlah yang sedikit sehingga tidak menimbulkan perubahan yang nyata pada tampilan visualnya sehingga tetap estetis.


(60)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian eksperimental laboratoris yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada perubahan warna pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam.

2. Terdapat perubahan warna yang signifikan pada lempeng resin akrilik polimerisasi panas setelah perendaman dalam ekstrak daun jambu biji 30% selama 8, 16, dan 24 jam.

6.2 Saran

1. Diharapkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hal-hal yang dapat mempengaruhi stabilitas warna resin akrilik polimerisasi panas.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek perubahan warna lempeng resin akrilik polimerisasi panas yang direndam di dalam bahan pembersih alternatif lainnya.

3. Diharapkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang paling efektif untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme namun tidak merusak struktur fisik dan kimia dari lempeng resin akrilik polimerisasi panas.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

1. Anusavice KJ, Shen C, Ralph Rawls H. Philips’ science of dental materials. 12nd ed. Missouri: Elsevier. 2013: 474-82.

2. Manappallil JJ. Basic dental materials. 2nd ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P), 1998: 98-137.

3. Gladwin M, Bagby M. Clinical aspects of dental materials.3rded.Philadelphia: Wolters Kluwer, 2009: 57-60.

4. Philips RW. Skinner science of dental materials.8thed. Philadelphia: WB Saunders, 1982: 177-215.

5. O’brien WJ. Dental materials and their selection.3rded. Chicago: Quintessence Publishing, 2002: 74-9.

6. Ferracane JL. Materials in dentistry: prinsiples and application. 2nded. Philadelphia: Lippinchott Williams & Walkins, 2001: 262-5.

7. Powers JM. Craig’s restorative dental materials.12thed. Philadelphia: Elsevier, 2006: 514-33.

8. Zarb G, Hobkirk JA, Eckert SE, Jacob RF. Prosthodontic treatment for edentulous patients. 13rded. Singapore: Elsevier, 2012: 133-56.

9. David, Munadziroh E. Perubahan warna lempeng resin akrilik yang direndam dalam larutan desinfektan sodium hipoklorit dan klorheksidin. Dent J (Maj. Ked. Gigi) 2005; 38(1): 36-40.

10.Saptarini D, Nirwana I, Harijanto E. Perubahan warna resin akrilik heat cured dengan penambahan glass fiber setelah kontak dengan infusa daun sirih. Material Dental Journal 2013; 4(1): 39-43.

11.BPOM RI. Acuan sediaan herbal. Volume kelima. Edisi pertama. Jakarta: Badan pengawas obat dan makanan Republik Indonesia, 2010: 107-9.

12.Joseph B. Review on nutritional, medicinal and pharmacological properties of guava (psidium guajava linn). International Journal of Pharma and Bio Sciences 2011; 2(1): 53-67.


(62)

13.Darsono FL, Artemisia SD. Aktivitas antimikroba ekstrak daun jambu biji dari beberapa kultivar terhadap staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan hole plate diffusion method. Berk Penel Hayati 2003; 9: 49-51.

14.Sundari D, Widowati L, Wahjoedi B, Wien Winarno M. Penelitian tanaman obat di beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2000: 240.

15.Naini A, Salim S. The effect of psidium guajava linn extract on candida albicans adherence and the transversal strength of acrylic resin. Dent J (Maj. Ked. Gigi) 2008; 41(1): 25-9.

16.Van Noort R. Introduction to dental materials. 3rded. Philadelphia: Elsevier, 2007: 216-21.

17.Kortrakulkij K. Effect of denture cleanser on color stability and flexural strength of denture base materials. Thesis. Bangkok: Faculty of Graduate Studies Mahidol University, 2008: 1-52.

18.Meng TR, Latta MA. Physical properties of four acrylic denture base resins. Journal of Contemporary Dental Practice 2005; 6(4): 2-4.

19.Savira, Salim S, Subianto A. Efek lama perendaman infusa daun salam (Eugenia Polyantha Wight) pada kekuatan transversal resin akrilik heat cured. Journal of Prosthodontics 2014; 5(1): 70-5.

20.Khazil AS. Evaluation of color alteration of heat polymerized acrylic resin. MDJ 2008; 5(4): 384-92.

21.Behera S, Ghanty S, Ahmad F, Santra S, Banerjee S. UV-Visible spectrophotometric method development and validation of assay of paracetamol tablet formulation. J Anal Bioanal Techniques 2012; 3(6): 1-6. 22.Huda N. Pemeriksaan kinerja spektrofotometer uv-vis. gbc 911a

menggunakan pewarna tetrazine cl 19140. Sigma Epsilon 2001; 20(21): 15-20.

23.Fachry AR, Arief Sastrawan RM, Svingkoe G. Kondisi optimal proses ekstrkasi tanin dari daun jambu biji menggunakan pelarut etanol. Prosiding SNTK TOPI. Pekan Baru, 2012: 69-73.


(63)

24.Nelce Mailoa M, Mahendradatta M, Laga A, Djide N. Antimicrobial activities of tannins extract from guava leaves (Psidium Guajava L) on pathogens microbial. International Journal of Scientfic & Technology Research 2014; 3(1): 236-40.

25.Sumardjo D. Pengantar kimia buku panduan kuliah mahasiswa kedokteran dan program strata I fakultas bioeksakta. Jakarta: EGC, 2006: 109-10.

26.Hersek N, Canay S, Uzun G, Yildiz F. Color stability of denture base acrylic resins in three food colorant. The Journal of Prosthetic Dentistry 1999; 81(4): 375-9.

27.Ali Hanafiah K. Rancangan percobaan teori & aplikasi. Edisi ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003: 9.


(64)

Lampiran 1

Alur Pembuatan Ekstrak Daun jambu Biji

Daun jambu biji segar sebanyak 3kg dicuci bersih

Dikeringkan di tempat pengeringan khusus (±400C)

Dihaluskan menjadi bentuk serbuk (±600 gr) dengan blender

Dimasukkan dalam bejana tertutup dan direndam dengan etanol 70% sebanyak 6 liter

Kemudian dimasukkan ke dalam perkolator, tuangkan 70% etanol sampai terdapat selapis cairan di atasnya, diamkan

selama 24 jam

Buka kran perkolator kemudian biarkan menetes dengan kecepatan 1 ml/menit

Perkolasi dihentikan sampai perkolat yang menetes sudah tidak berwarna lagi

Diuapkan dengan vakum evaporator pada suhu 400C sehingga ekstrak menjadi kental

Pengenceran dengan aquades steril ±100 ml ditambah larutan CMC 0,2% 600 mg, diaduk

sampai homogen

Diperoleh 90g ekstrak kental dengan konsentrasi 100%


(65)

Lampiran 2 (Alur penelitian)

Kelompok 2 (n=6) Sampel direndam

dalam ekstrak daun jambu biji

30% selama 8 jam Kelompok 1 (n=6) sampel tidak direndam (kontrol) Kelompok 4 (n=6) Sampel direndam dalam ekstrak daun jambu biji

30% selama 24 jam

Setiap sampel diukur absorbansi warna berdasarkan kelompok Kelompok 3

(n=6) Sampel direndam

dalam ekstrak daun jambu biji

30% selama 16 jam

Pembuatan plat malam ukuran 20mm x 10mm x 1,5mm

Penanaman plat malam pada kuvet bawah

Pengisian kuvet atas

Pengangkatan plat malam

Pengisian resin akrilik pada mould (8 : 1)

Pengepresan kuvet

Kuring di waterbath pada suhu 0oC sampai 74oC selama 1,5 jam kemudian suhu dinaikkan menjadi 100oC selama 1 jam

Proses akhir dan pemolisan

Sampel penelitian (n=6) masing-masing diletakkan dalam wadah 15ml


(66)

Lampiran 3

No

Nilai

Absorbansi Kelompok

1 0.05725

Kontrol 2 0.05409

3 0.05731

4 0.05496

5 0.05432

6 0.05345

7 0.04268

8 jam 8 0.04570

9 0.04880

10 0.04399

11 0.04332

12 0.04880

13 0.03355

16 jam 14 0.03206

15 0.03343

16 0.03339

17 0.03194

18 0.03445

19 0.01732

24 jam 20 0.01555

21 0.01775

22 0.01921

23 0.01566


(67)

Lampiran 4

Az

ONEWAY nilai BY kelompok

/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS /POSTHOC=LSD ALPHA(0.05).

Oneway

[DataSet2] Descriptives nilai

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

Kontrol 6 .055230 .0016599 .0006776 .053488 .056972 .0534 .0573

8 jam 6 .045548 .0027126 .0011074 .042702 .048395 .0427 .0488

16 jam 6 .033137 .0009630 .0003932 .032126 .034147 .0319 .0344

24 jam 6 .016743 .0016231 .0006626 .015040 .018447 .0150 .0192

Total 24 .037665 .0148056 .0030222 .031413 .043916 .0150 .0573

Tests of Normality

kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

nilai Kontrol .231 6 .200* .852 6 .163

8 jam .218 6 .200* .860 6 .188

16 jam .270 6 .194 .894 6 .338

24 jam .248 6 .200* .925 6 .540

a. Lilliefors Significance Correction


(68)

Test of Homogeneity of Variances

nilai

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3.268 3 20 .053

ANOVA

nilai

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .005 3 .002 484.902 .000

Within Groups .000 20 .000


(69)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

nilai LSD

(I) kelompok

(J) kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Kontrol 8 jam .0096817* .0010675 .000 .007455 .011908

16 jam .0220933* .0010675 .000 .019867 .024320

24 jam .0384867* .0010675 .000 .036260 .040713

8 jam Kontrol -.0096817* .0010675 .000 -.011908 -.007455

16 jam .0124117* .0010675 .000 .010185 .014638

24 jam .0288050* .0010675 .000 .026578 .031032

16 jam Kontrol -.0220933* .0010675 .000 -.024320 -.019867

8 jam -.0124117* .0010675 .000 -.014638 -.010185

24 jam .0163933* .0010675 .000 .014167 .018620

24 jam Kontrol -.0384867* .0010675 .000 -.040713 -.036260

8 jam -.0288050* .0010675 .000 -.031032 -.026578

16 jam -.0163933* .0010675 .000 -.018620 -.014167


(1)

Lampiran 1

Alur Pembuatan Ekstrak Daun jambu Biji

Daun jambu biji segar sebanyak 3kg dicuci bersih

Dikeringkan di tempat pengeringan khusus (±40

0

C)

Dihaluskan menjadi bentuk serbuk (±600 gr) dengan

blender

Dimasukkan dalam bejana tertutup dan direndam

dengan etanol 70% sebanyak 6 liter

Kemudian dimasukkan ke dalam perkolator, tuangkan 70%

etanol sampai terdapat selapis cairan di atasnya, diamkan

selama 24 jam

Buka kran perkolator kemudian biarkan menetes

dengan kecepatan 1 ml/menit

Perkolasi dihentikan sampai perkolat yang menetes

sudah tidak berwarna lagi

Diuapkan dengan vakum evaporator pada suhu 40

0

C

sehingga ekstrak menjadi kental

Pengenceran dengan aquades steril ±100 ml

ditambah larutan CMC 0,2% 600 mg, diaduk

sampai homogen

Diperoleh 90g ekstrak kental dengan konsentrasi

100%


(2)

Lampiran 2 (Alur penelitian)

Kelompok 2

(n=6)

Sampel direndam

dalam ekstrak

daun jambu biji

30% selama 8

jam

Kelompok 1

(n=6) sampel

tidak direndam

(kontrol)

Kelompok 4

(n=6)

Sampel direndam

dalam ekstrak

daun jambu biji

30% selama 24

jam

Setiap sampel diukur absorbansi warna berdasarkan kelompok

Analisis data

Kelompok 3

(n=6)

Sampel direndam

dalam ekstrak

daun jambu biji

30% selama 16

jam

Pembuatan plat malam ukuran 20mm x 10mm x 1,5mm

Penanaman plat malam pada kuvet bawah

Pengisian kuvet atas

Pengangkatan plat malam

Pengisian resin akrilik pada mould (8 : 1)

Pengepresan kuvet

Kuring di waterbath pada suhu 0

o

C sampai 74

o

C selama 1,5 jam

kemudian suhu dinaikkan menjadi 100

o

C selama 1 jam

Proses akhir dan pemolisan

Sampel penelitian (n=6) masing-masing

diletakkan dalam wadah 15ml


(3)

Lampiran 3

No

Nilai

Absorbansi

Kelompok

1

0.05725

Kontrol

2

0.05409

3

0.05731

4

0.05496

5

0.05432

6

0.05345

7

0.04268

8 jam

8

0.04570

9

0.04880

10

0.04399

11

0.04332

12

0.04880

13

0.03355

16 jam

14

0.03206

15

0.03343

16

0.03339

17

0.03194

18

0.03445

19

0.01732

24 jam

20

0.01555

21

0.01775

22

0.01921

23

0.01566

24

0.01497


(4)

Lampiran 4

Az

ONEWAY nilai BY kelompok

/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY /MISSING ANALYSIS

/POSTHOC=LSD ALPHA(0.05).

Oneway

[DataSet2]

Descriptives

nilai

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

Kontrol 6 .055230 .0016599 .0006776 .053488 .056972 .0534 .0573 8 jam 6 .045548 .0027126 .0011074 .042702 .048395 .0427 .0488 16 jam 6 .033137 .0009630 .0003932 .032126 .034147 .0319 .0344 24 jam 6 .016743 .0016231 .0006626 .015040 .018447 .0150 .0192 Total 24 .037665 .0148056 .0030222 .031413 .043916 .0150 .0573

Tests of Normality

kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig. nilai Kontrol .231 6 .200* .852 6 .163

8 jam .218 6 .200* .860 6 .188

16 jam .270 6 .194 .894 6 .338

24 jam .248 6 .200* .925 6 .540

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.


(5)

Test of Homogeneity of Variances

nilai

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3.268 3 20 .053

ANOVA

nilai

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups .005 3 .002 484.902 .000

Within Groups .000 20 .000

Total .005 23


(6)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

nilai LSD (I) kelompok

(J) kelompok

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Kontrol 8 jam .0096817* .0010675 .000 .007455 .011908

16 jam .0220933* .0010675 .000 .019867 .024320 24 jam .0384867* .0010675 .000 .036260 .040713 8 jam Kontrol -.0096817* .0010675 .000 -.011908 -.007455 16 jam .0124117* .0010675 .000 .010185 .014638 24 jam .0288050* .0010675 .000 .026578 .031032 16 jam Kontrol -.0220933* .0010675 .000 -.024320 -.019867 8 jam -.0124117* .0010675 .000 -.014638 -.010185 24 jam .0163933* .0010675 .000 .014167 .018620 24 jam Kontrol -.0384867* .0010675 .000 -.040713 -.036260 8 jam -.0288050* .0010675 .000 -.031032 -.026578 16 jam -.0163933* .0010675 .000 -.018620 -.014167 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.