Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

HUBUNGAN KOLONI PSEUDOMONAS AERUGINOSA

DENGAN PERSENTASE TAKE SPLIT THICKNESS SKIN

GRAFT (STSG) PADA PASIEN LUKA BAKAR DI

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh

dr. RONI MARZUKI NASUTION

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Tesis : Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama PPDS : Roni Marzuki Nasution Nomor CHS :

Bidang Ilmu : Kedokteran / Ilmu Bedah Kategori : Bedah Plastik

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH

Pembimbing :

dr. Frank Bietra Buchari, SpBP dr. Utama Abdi Tarigan, SpBP NIP : 197105172008011008 NIP: 1971061620012 1 001

Ketua Departemen Ilmu Bedah Ketua Program Studi Ilmu Bedah

dr. Emir Taris Pasaribu,SpB(K)Onk

NIP: 19520304198002100 NIP: 196103161986111001 dr. Marshal,SpB,SpB-TKV(K)


(3)

SURAT KETERANGAN Sudah diperiksa Tesis

Judul : Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

Peneliti : Roni Marzuki Nasution Departemen : Ilmu Bedah

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MEDAN, AGUSTUS 2014

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN FAKULTAS KEDOKTERAN USU

NIP: 195112021979021001 Prof. dr. H. Aznan Lelo,PhD,SpFK


(4)

TESIS

Judul : Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

Peneliti : Roni Marzuki Nasution Departemen : lmu Bedah

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MEDAN, AGUSTUS 2014 PEMBIMBING PATOLOGI KLINIK

NIP : 1961 0825 198802 2 001


(5)

Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor :……….

Yang bertanda tangan dibawah ini,Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :

Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan : Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. Roni Marzuki Nasution

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaan nya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.

Medan,………. Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU

(………. )


(6)

PERNYATAAN

Hubungan Koloni

Pseudomonas Aeruginosa

dengan Persentase

Split

Thickness Skin Graft

(STSG) pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam

Malik Medan

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam proposal ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2014


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena berkat segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis Magister ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Emir T Pasaribu, SpB(K)Onk dan Sekretaris Departemen, dr. Erjan Fikri, SpB,SpBA. Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal SpB,SpBTKV dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul S, SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.

Dr. Frank B. Buchari ; Ketua Divisi Bedah Plastik di Deparemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sekaligus Pembimbing penelitian saya, dr. Eddy Sutrisno, Sp.BP-RE (K), dr. Jailani, Sp.BP-RE(K), dr. Utama Tarigan, Sp.BP-RE terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis sampaikan, yang telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada guru-guru saya : Prof. Bachtiar Surya, SpB-KBD, Prof. Iskandar Japardi, SpBS(K), Prof. Adril A Hakim, SpS,SpBS(K), Prof. dr. A Gofar Sastrodiningrat SpBS (K), Prof. Nazar Moesbar, SpB,SpOT, Prof. Hafas Hanafiah, SpB,SpOT, dr. Asmui Yosodihardjo, SpB,SpBA, dr. Syahbuddin Harahap, SpB, DR. dr. Humala Hutagalung, SpB(K)ONK, dr. Gerhard Panjaitan, SpB(K)ONK, dr. Harry Soejatmiko, SpB,SpBTKV, dr. Chairiandi Siregar, SpOT, dr.


(8)

tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti program pendidikan ini.

Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini.

Dr. Ricke Loesnihari, M. Ked (Clin-Path), SpPK(K), yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu dalam penelitian ni.

Para Senior, dan sejawat peserta program studi Bedah yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan. Terima kasih kepada Yudi dan Hanny yang banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.

Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, dan para tenaga kesehatan yang berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan Bedah di RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi, dan di semua tempat bersama penulis selama penulis menimba ilmu.

Kedua orang tua, ayahanda Drs. H. Asroi Nasution dan ibunda Hj. Enni Derlina . Mertua, ayahanda H. Hamzah Ichsanuddin dan ibunda Hj. Wisdar, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai dan menjalani kehidupan.

Kepada abang, kakak, adik-adik dan seluruh keluarga besar, penulis mengucapkan terima kasih atas pengertian dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan. Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta dr. Ria Hartaty dan anakku Raisya Muntazzia Nasution dan Raihan Muhafiz Azrai Nasution atas segala pengorbanan, pengertian, dukungan semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan yang panjang ini.

Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan.

Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan Magister spesialisasi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.


(9)

Medan, Agustus 2014 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR………... xi

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Hipotesa ... 2

1.4. Tujuan Penelitian ... 2

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Luka Bakar ... 4

2.2. Patofisiologi Luka Bakar ... 4

2.3. Derajat Luka Bakar ... 5

2.4. Fase Penyembuhan Luka Bakar ... 5

2.4.1 Fase Inflamasi ... 6

2.4.2 Fase Proliferasi ... 6

2.4.3 Fase Remodelling ... 6

2.5. Infeksi pada Luka Bakar ... 7

2.5.1 Pseudomonas aeruginosas ... 8

2.6. Skin Graft ... 10

2.6.1 Split Thickness Skin Graft ... 11

2.6.2 Full Thickness Skin Graft ... 12

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 15

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 15

3.4. Besar Sampel ... 15

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 16

3.6. Cara Kerja ... 16

3.7. Analisa Data ... 16

3.8. Defenisi Operasional ... 17

3.9. Pertimbangan Etik ... 18

3.10. Persetujuan setelah Penjelasan ... 18

3.11 Kerangka Konsep ... 19

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Penderita Luka Bakar ... 20


(11)

4.2. Deskripsi Jenis Kuman pada Penderita Luka Bakar ... 20

4.3. Deskripsi Take Skin Graft pada Penderita Luka Bakar ... 20

4.4. Hubungan Koloni Pseudomonas aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar di RSUP H. Adam Malik ... 21

BAB 5 PEMBAHASAN ... 22

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN... 25

6.1. Simpulan ... 25

6.2 Saran ... 25


(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Penderita Luka Bakar 23 Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Kuman pada Penderita Luka

Bakar

23 Tabel 4.3 Deskripsi Take skin graft pada Penderita Luka

Bakar

24 Tabel 4.4 Hubungan Koloni Pseudomonas aeruginosa

dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar di RSUP H. Adam Malik Medan


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

Gambar 1 Struktur penampang kulit manusia 12


(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Susunan Peneliti

Lampiran 2 Rencana Anggaran Penelitian Lampiran 3 Jadwal Penelitian

Lampiran 4 Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian Lampiran 5 Persetujuan Setelah Penjelasan

Lampiran 6 Persetujuan dari Komite Penelitian Lampiran 7 Formulir Data Penelitian


(15)

Hubungan Koloni

Pseudomonas Aeruginosa

dengan Persentase

Take Split Thickness Skin Graft

(STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di

RSUP H. Adam Malik Medan

Roni Marzuki Nasution1, Frank Bietra Buchari2, Utama Tarigan2 1

PPDS Bedah Universitas Sumatera Utara, 2Divisi Bedah Plastik

Latar Belakang: Luka bakar masih merupakan masalah global. Insiden luka bakar di seluruh dunia pada tahun 2004 diperkirakan 1,1 per 100.000 penduduk. Dan hampir separuh terjadi di wilayah Asia Tenggara. Skin graft digunakan dalam berbagai situasi klinis termasuk

rekonstruksi luka bakar. ). Patogen yang paling umum yang menyebabkan kegagalan graft adalah coagulase positive staphylococcus, Pseudomonas dan beta-haemolytic Streptococcus.

Oleh karena itu, peneliti perlu meneliti hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian descriptive analitik dengan desain penelitian

crossectional, dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Plastik RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Februari sampai Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita luka bakaryang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada kurun waktu Februari sampai Juni 2014 yang dilakukan skin graft

Hasil: Dari 22 kasus luka bakar dijumpai persentase take skin graft > 80% pada 16 pasien (72.7%), persentase take skin graft antara 50-80% pada 5 pasien (22.7%), dan persentase take skin graft < 50% dijumpai pada 1 pasien. take skin graft >80% pada luka bakar dengan

Pseudomonas aeroginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeroginosa yaitu pada 13/15 kasus (86,67%). Take <80% pada penderita luka bakar dengan Pseudomonas aeroginosa ( 4/7 = 57.14% ) lebih banyak dari pada luka bakar dengan non Pseudomonas aeroginosa ( 2/15 = 13,33% ). Namun perbedaan ini secara statistik hampir bermakna (p=0,073)

Kesimpulan: Tingkat keberhasilan skin graft sebesar >80% pada luka bakar dengan

Pseudomonas aeroginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeroginosa yaitu pada 13/15 kasus (86,67%). Berdasarkan uji chi square tidak dijumpai adanya hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada penderita luka bakar (p=0,073)


(16)

Colonies of Pseudomonas aeruginosa relationship with the percentage of Split Thickness Skin Graft Take (STSG) In the Burn Patient In H. Adam Malik Hospital Medan

Roni Marzuki Nasution1, Frank Bietra Buchari2, Utama Tarigan2 1

Surgeon Resident of North Sumatera Faculty, 2Plastic Surgery Division

Background: Burns still a global problem. The incidence of burns around the world in 2004 is estimated to 1.1 per 100,000 population. And nearly half occurred in the Southeast Asian region. Skin grafts are used in a variety of clinical situations including burns reconstruction. The most common pathogens that cause graft failure was coagulase positive staphylococci, Pseudomonas and beta-haemolytic Streptococcus. Therefore, researchers need to examine the relationship colonies of Pseudomonas aeruginosa with a success rate of skin grafting in burn patients in H. Adam Malik Hospital Medan.

Methods: This study is a descriptive analytic cross-sectional study design, carried out at the Department of Plastic Surgery H. Adam Malik Hospital during the period February to June 2014 population in this study were all injured patients admitted to the H. Adam Malik hospital Medan the period February to June 2014 were performed skin graft

Results: Of the 22 cases encountered burns skin graft take percentage> 80% in 16 patients (72.7%), the percentage of skin graft take between 50-80% in 5 patients (22.7%), and skin graft take percentage <50% found in 1 patient. skin graft take> 80% burns with aeroginosa Pseudomonas found in 3/7 cases (42.86%) were lower in non-Pseudomonas burns

aeroginosa ie on 13/15 cases (86.67%). Take <80% in patients with Pseudomonas

aeroginosa burns (4/7 = 57.14%) more than in burns with non-Pseudomonas aeroginosa (2/15 = 13.33%). However, this difference was statistically almost significant (p = 0.073)

Conclusion: The success rate of skin graft of> 80% in burns with aeroginosa Pseudomonas found in 3/7 cases (42.86%) were lower in non-Pseudomonas burns aeroginosa ie on 13/15 cases (86.67%). Based on chi-square test found no correlation Pseudomonas aeruginosa colony with a success rate of skin graft on burn patients (p = 0.073)


(17)

Hubungan Koloni

Pseudomonas Aeruginosa

dengan Persentase

Take Split Thickness Skin Graft

(STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di

RSUP H. Adam Malik Medan

Roni Marzuki Nasution1, Frank Bietra Buchari2, Utama Tarigan2 1

PPDS Bedah Universitas Sumatera Utara, 2Divisi Bedah Plastik

Latar Belakang: Luka bakar masih merupakan masalah global. Insiden luka bakar di seluruh dunia pada tahun 2004 diperkirakan 1,1 per 100.000 penduduk. Dan hampir separuh terjadi di wilayah Asia Tenggara. Skin graft digunakan dalam berbagai situasi klinis termasuk

rekonstruksi luka bakar. ). Patogen yang paling umum yang menyebabkan kegagalan graft adalah coagulase positive staphylococcus, Pseudomonas dan beta-haemolytic Streptococcus.

Oleh karena itu, peneliti perlu meneliti hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian descriptive analitik dengan desain penelitian

crossectional, dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Plastik RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Februari sampai Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita luka bakaryang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada kurun waktu Februari sampai Juni 2014 yang dilakukan skin graft

Hasil: Dari 22 kasus luka bakar dijumpai persentase take skin graft > 80% pada 16 pasien (72.7%), persentase take skin graft antara 50-80% pada 5 pasien (22.7%), dan persentase take skin graft < 50% dijumpai pada 1 pasien. take skin graft >80% pada luka bakar dengan

Pseudomonas aeroginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeroginosa yaitu pada 13/15 kasus (86,67%). Take <80% pada penderita luka bakar dengan Pseudomonas aeroginosa ( 4/7 = 57.14% ) lebih banyak dari pada luka bakar dengan non Pseudomonas aeroginosa ( 2/15 = 13,33% ). Namun perbedaan ini secara statistik hampir bermakna (p=0,073)

Kesimpulan: Tingkat keberhasilan skin graft sebesar >80% pada luka bakar dengan

Pseudomonas aeroginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeroginosa yaitu pada 13/15 kasus (86,67%). Berdasarkan uji chi square tidak dijumpai adanya hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada penderita luka bakar (p=0,073)


(18)

Colonies of Pseudomonas aeruginosa relationship with the percentage of Split Thickness Skin Graft Take (STSG) In the Burn Patient In H. Adam Malik Hospital Medan

Roni Marzuki Nasution1, Frank Bietra Buchari2, Utama Tarigan2 1

Surgeon Resident of North Sumatera Faculty, 2Plastic Surgery Division

Background: Burns still a global problem. The incidence of burns around the world in 2004 is estimated to 1.1 per 100,000 population. And nearly half occurred in the Southeast Asian region. Skin grafts are used in a variety of clinical situations including burns reconstruction. The most common pathogens that cause graft failure was coagulase positive staphylococci, Pseudomonas and beta-haemolytic Streptococcus. Therefore, researchers need to examine the relationship colonies of Pseudomonas aeruginosa with a success rate of skin grafting in burn patients in H. Adam Malik Hospital Medan.

Methods: This study is a descriptive analytic cross-sectional study design, carried out at the Department of Plastic Surgery H. Adam Malik Hospital during the period February to June 2014 population in this study were all injured patients admitted to the H. Adam Malik hospital Medan the period February to June 2014 were performed skin graft

Results: Of the 22 cases encountered burns skin graft take percentage> 80% in 16 patients (72.7%), the percentage of skin graft take between 50-80% in 5 patients (22.7%), and skin graft take percentage <50% found in 1 patient. skin graft take> 80% burns with aeroginosa Pseudomonas found in 3/7 cases (42.86%) were lower in non-Pseudomonas burns

aeroginosa ie on 13/15 cases (86.67%). Take <80% in patients with Pseudomonas

aeroginosa burns (4/7 = 57.14%) more than in burns with non-Pseudomonas aeroginosa (2/15 = 13.33%). However, this difference was statistically almost significant (p = 0.073)

Conclusion: The success rate of skin graft of> 80% in burns with aeroginosa Pseudomonas found in 3/7 cases (42.86%) were lower in non-Pseudomonas burns aeroginosa ie on 13/15 cases (86.67%). Based on chi-square test found no correlation Pseudomonas aeruginosa colony with a success rate of skin graft on burn patients (p = 0.073)


(19)

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Luka bakar masih merupakan masalah global. Insiden luka bakar di seluruh dunia pada tahun 2004 diperkirakan 1,1 per 100.000 penduduk (Peck, 2013).Diperkirakan 195.000 kematian setiap tahun disebabkan oleh luka bakar dan sebagian besar terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2012).Dan hampir separuh terjadi di wilayah Asia Tenggara. Menurut Riset Kesehatan Dasar Depkes RI (2007) prevalensi kejadian luka bakar di Indonesia adalah sebesar 2,2%. Prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau sebesar 3,8%.

Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas, cairan, api, uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi (Sjamsuhidajat, 2005). Pada luka bakar sering terjadi infeksi baik berasal dari endogen dan eksogen (Pruit, 1998). Infeksi luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri (70%) diikuti oleh jamur (20-25%), anaerob dan virus (5-10%) (Capoor et al, 2010). Pada penelitian Saaiq (2012) organisme yang ditemukan pada luka bakar adalah Pseudomonas aeruginosa (n=23), Klebsiella (n=4), Staphylococcus aureus (n=3), methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (n=3), Candida albicans (n=3), E. coli (n=2) dan Proteus (n=2).

Skin graft adalah penempelan kulit dengan operasi dari satu area tubuh dan ditransplantasikan atau melekat ke daerah lain (Semer, 2001). Skin graft digunakan dalam berbagai situasi klinis termasuk rekonstruksi luka bakar. Skin graft dapat diklasifikasikan split thickness dan full thickness (Thome, 2007). Tingkat keberhasilan STSG tergantung beberapa faktor salah satunya adalah infeksi (Guo, 2010). Patogen yang paling umum yang menyebabkan kegagalan graft adalah coagulase positive staphylococcus, Pseudomonas dan beta-haemolytic Streptococcus (Magliacani, 1990). Kegagalan take STSG ini disebabkan karena kemampuan Pseudomonas aeruginosa untuk bertahan dan berkembang biak dalam biofilm. Biofilm merupakan agregat multiselular yang dibungkus dalam matriks ekstraselular polisakarida, protein, DNA, dibandingkan dengan satu bakteri bebas yang disebut sel planktonik (Hogsberg et al, 2011). Berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi, infeksi luka terjadi apabila djumpai koloni kuman lebih dari 100.000 (105) organisme atau koloni per


(20)

Data Departemen Mikrobiologi RSUP H.Adam Malik melaporkan kuman yang paling banyak dijumpai pada pasien rawat inap pada tahun 2013 yaitu Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeroginosa dan Staphylococcus aureus. Pada penelitian Hogsberg et al (2011) mengenai keberhasilan Split Thickness Skin Graft (STSG) pada penderita chronic venous leg ulcers dengan adanya bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan hasil keberhasilan STSG sebesar 33,3% (p=0,001).

Dari data - data di atas tampak bahwa adanya hubungan antara infeksi kuman dengan tingkat keberhasilan STSG. Di RSUP H. Adam Malik belum ada penelitian mengenai hubungan koloni kuman dengan tingkat keberhasilan skin graft, termasuk pasien luka bakar. Oleh karena itu, peneliti perlu meneliti hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa dengan rasio > 105persentase take skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3. Hipotesa

Ada hubungan jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa dengan persentase take skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui angka keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Mengetahui faktor kuman Pseudomonas aeruginosa yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan. 3. Mengetahui koloni maksimal kuman Pseudomonas aeruginosa sebagai syarat

keberhasilan untuk dilakukan skin graft terdapat pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan


(21)

1.5. Manfaat

1.5.1. Bidang Akademik/Ilmiah

Meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang bedah plastik, khususnya Mengetahui hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan persentase take skin graft pada pasien luka bakar di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1.5.2. Bidang Pelayanan Masyarakat

Meningkatkan keberhasilan penanganan penderita luka bakar, khususnya pelayanan di bidang bedah plastik.

1.5.3. Bidang Pengembangan Penelitian

Memberikan data awal terhadap departemen bedah plastik tentang kebehasilan STSG berdasarkan koloni maksimal kuman pada pasien luka bakar di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka Bakar

Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api, uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi (Sjamsuhidayat, 2005).

2.2 Patofisiologi Luka Bakar

Panas tidak hanya merusak kulit secara lokal tetapi memiliki banyak efek umum pada tubuh. Perubahan ini khusus untuk luka bakar dan umumnya tidak mengalami pada luka yang disebabkan oleh cedera lainnya (Vartak A, 2010).

Ada peningkatan dalam permeabilitas kapiler karena efek panas dan kerusakan. Hal ini menyebabkan plasma bocor keluar dari kapiler ke interstitial. Hasil dari peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma berlanjut sampai 48 jam dan maksimum 8 jam pertama. Dalam 48 jam baik permeabilitas kapiler kembali menjadi normal atau trombosis dan tidak lebih bagian dari sirkulasi. Hilangnya plasma ini adalah penyebab syok hipovolemik pada luka bakar.

Berikut ini adalah penyebab dari kehilangan darah pada luka bakar:

1. Sel darah merah yang hilang dalam pembuluh dasar kulit terbakar pada fase akut. Oleh karena itu, lebih dalam luka bakar lebih banyak kehilangan darah. Darah akan ditransfusikan setelah 48 jam kecuali dinyatakan seperti pada anemia yang sudah ada atau kehilangan darah secara keseluruhan karena penyebab lainnya.

2. Masa hidup sirkulasi sel darah merah berkurang karena dengan efek langsung dari panas dan mereka hemolyse diawal. Luka bakar yang luas juga menyebabkan sumsum tulang depresi yang mengarah ke anemia.

3. Pada tahap kronis luka bakar, kehilangan darah dari granulasi luka dan infeksi bertanggung jawab untuk anemia. Tidak seperti kebanyakan luka lain, luka bakar biasanya steril pada saat cedera. Panas menjadi agen penyebab, juga membunuh semua mikroorganisme pada permukaan. Itu hanya setelah minggu pertama luka bakar yang luka permukaan ini cenderung terinfeksi, sehingga membuat sepsis sebagai penyebab utama kematian diluka bakar. Di luka lain misalnya, luka gigit, luka tusuk dan luka lecet yang terkontaminasi pada saat diderita jarang penyebab sepsis sistemik.


(23)

2.3 Derajat Luka Bakar

Kedalaman luka bakar penting untuk menilai beratnya luka bakar, merencanakan perawatan luka, dan memprediksi hasil dari segi fungsional maupun kosmetik. Derajat luka bakar dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Derajat satu (superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar mata hari ringan. Tampak 24 jam setelah terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari.

2. Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari.

3. Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai jaringan termasuk (fascia, otot, tendon dan tulang).

2.4 Fase Penyembuhan Luka Bakar

Penyembuhan luka bakar tergantung pada kedalaman luka bakar. Jackson (1959) menggambarkan tiga zona kerusakan jaringan luka bakar (Arturson, 1996):

- Zona pusat koagulasi ini adalah bagian tengah dari luka bakar dengan nekrosis coagulative lengkap.

- Zona stasis adalah dipinggiran zona koagulasi. Sirkulasi lamban dalam zona ini tetapi dapat pulih setelah resusitasi awal yang memadai dan perawatan luka yang tepat.

- Zona terluar dari hiperemi ini adalah perangkat untuk zona stasis. Ini adalah hasil dari vasodilatasi intens seperti yang terlihat dalam fase inflamasi setelah trauma. Hal ini akhirnya pulih sepenuhnya.

Pada tingkat pertama dan kedua derajat luka bakar ringan, penyembuhan spontan adalah tujuan utama. Tingkat dua luka bakar ringan sembuh dari epitel folikel rambut sisa, yang berada banyak dalam dermis superfisial. Penyembuhan selesai dalam waktu 5-7 hari dan bekas luka hampir kurang. Ditingkat dua dalam dan luka bakar tingkat tiga, penyembuhan secara sekunder, yang melibatkan proses epithelisasi dan kontraksi (Gambar2), Inflamasi (reaktif), proliferasi (reparatif) dan pematangan (renovasi) merupakan tiga fase


(24)

2.4.1 Fase Inflamasi

Fase ini sama di semua luka traumatis segera setelah cedera, respon inflamasi tubuh yang dimulai pembuluh darah dan komponen seluler (Werner S, 2003).

• Respon Vaskular: Segera setelah luka bakar ada sebuah vasodilatasi lokal dengan ekstravasasi cairan diruang ketiga. Dalam luka bakar yang luas peningkatan permeabilitas kapiler dapat digeneralisasi dengan ekstravasasi besar cairan plasma dan membutuhkan pengganti.

• Respon seluler: Neutrofil dan monosit adalah sel pertama yang bermigrasi di lokasi peradangan. Kemudian pada neutrofil mulai menurun dan digantikan oleh makrofag. Migrasi sel ini diinisiasi oleh faktor chemotactic seperti kalikrein dan peptida fibrin dilepaskan dari proses koagulasi dan zat dilepaskan dari sel mast seperti tumor necrosis faktor, histamin, protease, leukotreins dan sitokin. Respon seluler membantu dalam fagositosis dan pembersihan jaringan yang mati serta racun yang dikeluarkan oleh jaringan luka bakar.

2.4.2 Fase Proliferasi

Pada luka bakar ketebalan parsial re-epitelisasi dimulaidalam bentuk migrasi keratinosit dari lapisan kulit unsur tambahan dalam dermis beberapa jam setelah cedera, inibiasanya meliputi luka dalam waktu 5-7 hari. Setelah reepithelisasi membentuk zona membran antara dermis dan epidermis. Angiogenesis dan fibrogenesis membantu dalam pemulihan dermis. Penyembuhan setelah luka bakar dieksisi dan grafting.

2.4.3 Fase Remodelling

Fase Remodelling adalah fase ketiga dari penyembuhan dimana pematangan graft atau bekas luka terjadi. Pada tugas akhir ini fase penyembuhan luka pada awalnya ada peletakan protein struktural berserat yaitu kolagen dan elastin sekitar epitel, endotel dan otot polos sebagai matriks ekstraseluler. Kemudian dalam fase resolusi matriks ekstraseluler ini remodeling menjadi jaringan parut dan fibroblast menjadi fenotip myofibroblast yang bertanggung jawab untuk kontraksi bekas luka.

Di tingkat dua dermal mendalam dan ketebalan penuh luka bakar yang tersisa untuk penyembuhan sendiri dari fase resolusi ini adalah berkepanjangan dan waktu bertahun-tahun dan bertanggung jawab untuk jaringan parut hipertrofik dan kontraktur. Hiperpigmentasi pada luka bakar ringan adalah karena respon terlalu aktif dari melanosit dan hipopigmentasi


(25)

terlihat pada luka bakar dalam adalah karena penghancuran melanosit dari pelengkap kulit. Didaerah kulit yang dicangkokkan sekali inervasi dimulai, tumbuh dengan saraf mengubah kontrol melanosit yang biasanya mengarah untuk hiperpigmentasi pada individu berkulit gelap dan hipopigmentasi pada individu berkulit putih.

2.5. Infeksi pada Luka Bakar

Luka yang disebabkan oleh energi panas merupakan lokus minoris resistentiae, yang efektif pada pengembangan agen kemoterapi topikal antimikroba pada pertengahan 1960-an merupakan lokasi yang paling umum infeksi penyebab morbiditas dan meningkatkan angka kematian hampir secara universal pada pasien luka bakar. Insiden sepsis luka bakar sebanding dengan luasnya luka bakar dan dipengaruhi oleh kedalaman luka bakar dan usia pasien. Infeksi luka bakar jarang terjadi pada cedera parsial, mereka terjadi dengan frekuensi terbesar pada anak-anak selanjutnya orang tua dan dengan frekuensi terendah pada dewasa muda (15 - 40 tahun). Infeksi luka bakar merupakan efek gabungan dari adanya gumpalan protein dan nutrisi mikroba lainnya dalam luka dan tidak adanya vaskularisasi, yang mencegah pengiriman sel imunologis aktif, faktor humoral dan antibiotik.

Flora luka bakar juga mempengaruhi risiko infeksi dan potensi invasif infeksi yang terjadi. Populasi mikroba luka segera setelah luka bakar jarang (bakteri dalam kulit pelengkap biasanya bertahan luka) dan dominan gram positif. Dengan berjalannya waktu organisme gram negatif menjadi escar dan pada akhir minggu pertama setelah trauma kuman menjadi dominan pada luka bakar. Sebelum penemuan antibiotik, streptokokus grup A beta hemolytic adalah penyebab paling sering mengancam jiwa luka bakar dan infeksi sistemik, tetapi terapi penisilin telah menghilangkan angka kematian tersebut. Penggunaan penisilin menyebabkan munculnya Staphylococcus aureus yang paling umum gram positif dari luka bakar.

Infeksi luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri (70%) diikuti oleh jamur (20-25%), anaerob dan virus (5-10%). Infeksi luka bakar dapat diklasifikasikan atas dasarorganisme penyebab, kedalaman invasi, dan respon jaringan (Capoor et al, 2010).Adanya infeksi jamur pada luka bakar banyak dilaporkan oleh Becker WK et al. dalam penelitian mereka di1991 dan Candida albicans ditemukan menjadi organisme penyebab utama. Dalam sebuah penelitian terbaru yang dilakukan pada tahun 2012 olehSarabahi et al., pada perubahan pola jamur pada infeksi luka bakar, C. albicans telah diganti dengan Candida


(26)

terhadap azol konvensional. Organismenya hanya sensitif terhadap echinocandins dan Amphoteracin B.

Penyebab utama dari invasif sepsis luka bakar adalah imunosupresi mendalam. Luka bakar mempengaruhi baik komponen nonspesifik dan spesifik dari sistem kekebalan tubuh. Pertahanan nonspesifik terdiri dari sel beredar dan sel fagosit tetap dan jumlah protein plasma yang memediasi respon inflamasi. Pada pasien luka bakar yang ekstensif, fagosit polimorfonuklear menjadi tidak efektif dalam chemotactic, fagositosis dan tindakan mengeliminasi didalam seluler. Demikian pula mononuklear sistem fagositosis juga tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai fagositosis dan sitokinin rilis (Zembola, 1984). Komponen sistem kekebalan tubuh sel dimediasi oleh respon imunosupresi sebagai bukti dengan berkepanjangan kelangsungan hidup pada pasien homograft luka bakar.Respon imunhumoral juga tertekan seperti yang jelas terlihat dengan penurunan yang signifikan dalam konsentrasi serum dari semua kelas imunoglobulin pada pasien luka bakar parah (Daniels JC, 1974).

Tidak hanya menurunnya tingkat kuantitatif immunoglobulin pada pasien luka bakar, secara kualitatif sisa imunoglobulin yang beredar juga tidak efisien. Produksi antibodi T-cell-dependent ditekan untuk waktu yang lama pada pasien luka bakar luas karena kekurangan pengaturan sekresi interleukin-2 dan penekanan pada sekresi sel T-helper yang menurunkan faktor yang diperlukan untuk diferensiasi sel-B menjadi sel antibodi (Teodorczyk JA, 1989). Insiden tertinggi septikemia pada luka bakar terjadi pada 10 hari pertama ketika titer serum immunoglobulin sangat tinggi.

2.5.1 Pseudomonas aeruginosa

Kelompok Pseudomonas adalah batang gram negatif, bergerak, aerob; ukuran 0,6x2 μm, beberapa diantaranya menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Pseudomonas ditemukan secara luas di tanah, air, tumbuhan, dan hewan. Dalam jumlah kecil P. aeruginosa sering terdapat dalam flora usus normal dan pada kulit manusia dan merupakan patogen utama dari kelompoknya. Spesies Pseudomonas lain jarang menyebabkan penyakit. Klasifikasi pseudomonas didasarkan pada homologi rRNA/DNA dan ciri khas biakan lazim (Brooks et al, 2010).

Biakan

P. aeruginosa adalah aerob obligat yang tumbuh dengan mudah pada banyak jenis biakan, kadang-kadang menghasilkan bau yang manis atau menyerupai anggur. Beberapa


(27)

strain menghemolisis darah P. aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan warna fluoresensi kehijauan. Bakteri ini sering menghasikan piosianin, pigmen kebiru-biruan yang tak berflouresensi, yang berdifusi ke dalam agar. Spesies Pseudomonas lain tidak menghasilkan piosianin. Banyak strain P. aeruginosa juga menghasilkan pigmen piorubin yang berwarna merah gelap atau pigmen piomelanin yang hitam (Brooks et al, 2010).

P. aeruginosa dalam biakan dapat menghasilkan berbagai jenis koloni, sehingga memberi kesan biakan dari campuran berbagai spesies bakteri. P. aeruginosa yang jenis koloninya berbeda dapat mempunyai aktivitas biokimia dan enzimatik yang berbeda dan pola kepekaan antimikroba yang berbeda pula. Biakan dari pasien dengan fibrosis kistik sering menghasilkan P. aeruginosa sebagai hasil produksi berlebihan dari alginat, suatu aksopolisakarida (Brooks et al, 2010).

Ciri-ciri Pertumbuhan

P. aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-42°C; pertumbuhannya pada suhu 42°C membantu membedakan spesies ini dari spesies Pseudomonas lain. Bakteri ini oksidase positif dan tidak meragikan karbohidrat. Tetapi banyak strain mengoksidasi glukosa. Pengenalan biasanya berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase positif, adanya pigmen yang khas dan pertumbuhan pada suhu 42°C. Untuk membedakan P. aeruginosa dari pseudomonas yang lain berdasarkan aktivitas biokimiawi, dibutuhkan pengujian dengan berbagai subsrat (Brooks et al, 2010).

Patogenesis

P. aeruginosa hanya bersifat patogen bila masuk ke daerah yang fungsi pertahanannya abnormal, misalnya bila selaput mukosa dan kulit “robek” karena kerusakan jaringan langsung; pada pemakaian kateter intravena atau kateter air kemih atau kateter air kemih atau bila terdapat netropenia, misalnya pada kemoterapi kanker. Kuman melekat dan mengkoloni selaput mukosa atau kulit, menginvasi secara lokal dan menimbulkan penyakit sistemik. Proses ini dibantu oleh pili, enzimdan toksin yang diuraikan di atas. Lipopolisakarida berperan langsung dalam menyebabkan demam, syok, oliguria, leukositosis dan leukopenia, disseminated intravascular coagulation dan respiratory distress syndrome pada orang dewasa (Brooks et al, 2010).


(28)

2.6 Skin Graft

Skin graft (cangkok kulit) adalah tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari satu tempat ke tempat lain supaya hidup di tempat yang baru tersebut dan dibutuhkan suplai darah baru (revaskularisasi) untuk menjamin kelangsungan hidup kulit yang dipindahkan tersebut. Pembagian skin graft menurut ketebalannya terdiri dari split thickness skin graft (STSG) dan full thickness skin graft (FTSG).


(29)

2.6.1 Split Thickness Skin Graft

Split Thickness Skin Graft (STSG) terdiri dari lapisan atas kulit (epidermis dan dermis). Cangkok ditempatkan di atas luka terbuka untuk menyediakan cakupan dan proses penyembuhan. Letak donor STSG pada dasarnya adalah luka bakar tingkat dua karena hanya bagian dari dermis termasuk dalam cangkok. Letak donor akan sembuh dengan sendirinya karena beberapa elemen dermal tetap. STSG dikategorikan lebih tipis (0,005-0,012 in), sedang (0,012-0,018 in), atau tebal (0,018-0,030 in), berdasarkan ketebalan harvested graft.

Pilihan antara FTSG (Full Thickness Skin Grafting) dan STSG tergantung pada kondisi luka, lokasi, ketebalan, ukuran, dan estetika. STSG digunakan untuk melapisi luka yang besar, rongga baris, muncul kembali defisit mukosa, letak donor tutup dekat, dan muncul kembali flaps otot. Hal ini juga diindikasikan untuk luka yang relatif besar (>5-6 cm diameter) yang akan memerlukan beberapa minggu untuk menyembuhkan sekunder.

Namun, STSG memiliki kelemahan yang signifikan yang harus diperhatikan. STSG lebih rentan, terutama ketika ditempatkan di daerah dengan sedikit dukungan jaringan lunak, dan biasanya tidak tahan terapi radiasi berikutnya. Lokasi STSG dapat berkontraksi secara signifikan selama penyembuhan. Kulit cenderung hipo atau hiperpigmentasi, terutama pada individu berkulit gelap. Ketipisan STSG, pigmentasi abnormal, dan sering kekurangan tekstur halus dan pertumbuhan rambut membuat STSG lebih fungsional dari kosmetik. Ketika digunakan untuk melapisi luka bakar besar wajah, STSG dapat menghasilkan penampilan yang tidak diinginkan. Meskipun kedua FTSG dan letak donor STSG meninggalkan luka kedua, reepitelisasi letak donor STSG sering menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan dan memiliki kebutuhan perawatan luka berlangsung sampai sembuh. Namun, letak ini dapat tumbuh setelah penyembuhan selesai.

Cangkok kulit memberikan cakupan yang lebih stabil untuk luka besar daripada bekas luka yang dihasilkan dari penutupan sekunder. Luka dengan luas yang besar juga lebih cepat sembuh dengan cangkok kulit dibandingkan dengan penyembuhan sendiri. Luka harus bersih. Semua jaringan nekrotik harus dilepaskan sebelum pencangkokan kulit, dan tidak boleh ada tanda-tanda infeksi pada jaringan sekitarnya. Graft take pada hari ke 14 karena epitelisasi sudah terbentuk.

Split Thickness Skin Graft (STSG) dapat diambil dari setiap permukaan tubuh. Lokasi umum meliputi anterior atas dan paha lateral. Bokong dapat digunakan sebagai lokasi donor,


(30)

Pencangkokan kulit mungkin tidak berhasil untuk berbagai alasan.Alasan paling umum untuk kegagalan skin graft adalah hematoma di bawah graft. Demikian pula, pembentukan seroma dapat mencegah graft take ke dasar luka yang mendasarinya, mencegah nutrisi yang diperlukan, seperti yang dijelaskan di atas. Gerakan pada lokasi graft menyebabkan kegagalan. Hal ini sering terjadi ketika graft ditempatkan di atas sebuah fleksor atau ekstensor permukaan atau di atas selubung tendon mobile. Sumber lain yang umum dari kegagalan adalah lokasi penerima yang buruk. Luka mungkin memiliki vaskularisasi yang buruk, atau kontaminasi permukaan mungkin terlalu besar untuk memungkinkan kelangsungan hidup graft. Bakteri dan respon inflamasi terhadap bakteri merangsang pelepasan enzim dan zat berbahaya lainnya yang mengganggu fibrin graft. Kesalahan teknis juga dapat menghasilkan kegagalan graft.

2.6.2. Full Thickness Skin Graft (FTSG)

Digunakan untuk menutup defek pada wajah, leher, ketiak, volar manus atau menutup daerah yang diinginkan secara estetik tidak terlalu jelek.

Keuntungan dari FTSG :

• Kecenderungan untuk terjadi kontraksi lebih kecil • Kecenderungan untuk berubah warna lebih kecil • Kecenderungan permukaan kulit mengkilat lebih kecil • Secara estetika lebih baik dari split thickness skin graft Kerugian:

• Kemungkinan take lebih kecil dibandingkan split thickness skin graft • Hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas

• Donor harus dijahit atau ditutup oleh split thickness skin graft bila luka donor agak luas sehingga tidak dapat ditutup primer

• Donor terbatas pada tempat-tempat tertentu seperti inguinal, supraklavikular, retroaurikular

Indikasi:


(31)

Kontraindikasi:

• Tidak terdapatnya suplai darah

2.6.3. Sebab-Sebab Kegagalan Tindakan Skin Graft Penyebab kegagalan skin graft yaitu:

1.Hematoma dibawah skin graft

Hematoma atau perdarahan merupakan penyebab kegagalan skin graft yang paling penting. Bekuan darah dan seroma akan menghalangi kontak dan proses revaskularisasi, sehingga tindakan hemostasis yang baik harus dilakukan sebelum penempelan skin graft

2.Pergeseran skin graft

Pergeseran akan menghalangi/merusak jalinan hubungan (revaskularisasi) dengan resipien. Harus diusahakan terhindarnya daerah operasi dari geseran dengan cara fiksasi dan imobilisasi yang baik

3.Daerah resipien yang kurang vital

Suplai darah yang kurang baik pada daerah resipien, misalnya daerah bekas crush injury, akan mengurangi kemungkinan take, kecuali telah dilakukan debridement yang adekuat. Penempelan skin graft pada daerah yang avaskulaer seperti tulang, tendon, syaraf, membuat tindakan skin graft gagal

4.Infeksi

Merupakan penyebab kegagalan yang sebenarnya tidak sering. Infeksi luka ditentukan oleh keseimbangan antara daya tahan luka dan jumlah mikroorganisme. Bila jumlah mikroorganisme lebih dari 104/gram jaringan kemungkinan terjadinya infeksi yaitu 89%, sedangkan bila jumlah mikroorganisma dibawah 104/gram jaringan kemungkinan terjadi infeksi yaitu 6%. Pada luka-luka dengan jumlah mikroorganisma lebih dari 105/gram hampir dipastikan akan selalu gagal.

5.Teknik yang salah

a. Menempelkan skin graft pada daerah berepitel (sel basal epidermis) dipermukaannya

b. Penempelan skin graft terbalik c. Skin graft teralu tebal


(32)

2.7. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Luka Bakar

Infeksi Pseudomonas aeruginosa

Skin Graft


(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian descriptive analitik dengan desain penelitian crossectional.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Plastik RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Februari sampai Juni 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita luka bakaryang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada kurun waktu Februari sampai Juni 2014 yang dilakukan skin graft

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah seluruh penderita luka bakar yang memenuhi kriteria inklusi yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan yang dilakukan skin graft.

3.4 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus: n = Zα2 PQ

d2

n = 1,962. 0,3. 0,7 n = 20,16 dibulatkan 21 orang 0,22

Keterangan:

n : Jumlah sampel


(34)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Yang termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini adalah: • Penderita luka bakaryang akan dilakukan skin graft

• Usia penderita anak-anak dan dewasa

• Luka bakar dengan jaringan jaringan granulasi berwarna merah cerah

• Kondisi pasien yg akan di STSG sudah optimal ( Hb> 10, albumin > 2,5 gr/dl) Yang termasuk dalam kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

• Luka bakar pada sendi

• Luka bakar pada daerah genitalia

• Penderita dengan penyakit diabetes mellitus

• Penderita dengan immunecompromise ( malnutrisi, HIV/AIDS, autoimmune) 3.6 Cara Kerja

Gambar 3.1 Cara Kerja

3.7 Analisa Data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah, dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan diagram. Penjelasan tabel dan diagram akan disajikan dalam bentuk narasi. Data bivariat akan dianalisa melalui chi-square.

Penderita Luka Bakar

Kriteria Inklusi dan Eklusi

Dilakukan swab sebelum tindakan skin graft

Melakukan penilaian take skin graft pada hari ke-5 , ke-11 dan


(35)

3.8 Defenisi Operasional

1. Usia adalah usia kronologis seseorang yang didata berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau kartu keluarga

2. Jenis kelamin ditetapkan dengan menilai langsung jenis kelamin penderita dan melihat tanda pengenal

3. Luka bakar adalahkerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api, uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi.

4. Derajat luka bakar adalah tingkat keparahan luka bakar. Derajat luka bakar dibagi atas:

a. Derajat satu (superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar mata hari ringan. Tampak 24 jam setelah terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari.

b. Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari.

5. Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai jaringan termasuk (fascia, otot, tendon dan tulang).Cara pengambilan swab pada luka bakar yang akan dilakukan STSG :

- Luka dibersihkan dengan NaCl steril

- Dilakukan pengambilan swab menggunakan lidi cotton steril dari dasar luka, lidi cotton dimasukkan ke dalam container sesuai standar laboratorium Patologi Klinik

- Sampel diantarkan ke laboratorium Patologi Klinik dalam waktu 2 jam

6. Koloni kuman adalah jumlah kuman yang diperoleh dari kultur. Koloni kuman diperiksa melalui kultur dari swab. Hasil dari koloni kuman diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu >105 CFU dan < 105 CFU.\

7. Koloni maksimal kuman adalah jumlah kuman dengan hasil tertinggi dari hasil pemeriksaan kultur yang akan diketahui setelah penelitian dilakukan.


(36)

dari luka bakar sebelum dilakukan STSG pada hari yang sama. Kuman akan dibiakkan di media agar darah.

9. Skin graft (cangkok kulit) adalah mengambil sepotong kulit dari tubuh (disebut donor) dan digunakan untuk menutupi luka terbuka. Pasien luka bakar telah mendapatkan terapi antibiotic sistemik dengan injeksi Ceftriaxone. Pengambilan STSG dilakukan oleh residen bedah plastik atau dokter spesialis bedah plastik. Pengambilan STSG menggunakan alat Dermatom dengan ukuran 0.2 mm. Dressing pasien post STSG dengan menggunakan tulle, kassa dan elastik perban. Penilaian take skin graft dilakukan pada hari ke-14. Penilaian take skin graft dilakukan oleh dr. Frank B. Buchari Sp.BP - RE (K).

3.9 Pertimbangan Etik

Karena peneliti menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, maka sebagai manusia harus dilindungi dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pertimbangan etik yaitu: responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah ia bersedia untuk menjadi subjek atau tidak tanpa sanksi apapun. Responden juga mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya nama (anonimity) dan confidentiality.

3.10 Persetujuan Setelah Penjelasan

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari pasien dan keluarga pasien setelah diberi penjelasan mengenai kondisi pasien dan tindakan yang akan dilakukan


(37)

3.11 KerangkaKonsep

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Luas Skin Graft • Luka bakar pada

sendi

• Luka bakar pada daerah genitalia

• Penderita dengan penyakit diabetes mellitus

• Penderita yang tidak ditemukan

Pseudomonas

oaeruginosa pada pemeriksaan kultur

Koloni kuman Pseudomonas aeruginosa melalui

kultur

Persentase take Skin Graft


(38)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Penderita Luka Bakar

Pada penelitian ini terkumpul jumlah sampel sebesar 22 kasus penderita luka bakar selama periode Februari sampai Juni 2014. Dari 22 kasus penderita luka bakar yang dijumpai rata-rata usia penderita 31.72 ± 3.16 tahun.

Jenis kelamin penderita luka bakar banyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 15 (65.2%) dan wanita 7 (30.4%).Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Penderita Luka Bakar

Karakteristik Frekuensi

N %

Usia 31,72 ± 3,16

Jenis Kelamin

Pria 15 65,2

Wanita 7 30,4

4.2. Deskripsi Jenis Kuman pada Penderita Luka Bakar

Dari 22 kasus luka bakar dijumpai jumlah kuman yang terbanyak adalah Staphylococcus aureus sebanyak 7 (30,4%) kasus dan Pseudomonas aeruginosa sebanyak 7 (30,4%) kasus dengan keseluruhan kasus terdapat koloni kuman > 105. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Deskripsi Jenis Kuman pada Penderita Luka Bakar

Jenis Kuman Frekuensi

N %

Staphylococcus aureus 7 30,4

Pseudomonas aeruginosa 7 30,4

Proteus mirabilis 3 13

Klebsiella pneumonia 2 8,7

Burkholderia cepacia 1 4,3

Serratia liquefaciens 2 8,7

4.3. Deskripsi Take skin graft pada Penderita Luka Bakar

Dari 22 kasus luka bakar dijumpai persentase take skin graft > 80% pada 16 pasien (72.7%), persentase take skin graft antara 50-80% pada 5 pasien (22.7%), dan persentase take skin graft < 50% dijumpai pada 1 pasien (4.5%). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.3


(39)

Tabel 4.3. Deskripsi Take Skin graft pada Penderita Luka Bakar

Take Skin Graft Frekuensi

N %

> 80% 16 72.7

50 - 80% < 50%

5 1

22.7 4.5

4.4. Hubungan Koloni Pseudomonas aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar di RSUP H. Adam Malik Medan

Dari 22 kasus luka bakar dijumpai koloni Pseudomonas aeruginosa sebanyak 7 kasus dan kuman lain sebanyak 15 kasus. Hal ini dapat dilihat pada table 4.4.

Tabel 4.4 Hubungan Koloni Pseudomonas aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar di RSUP H. Adam Malik

Medan Jenis Kuman Take Skin Graft

Total >80% 50-80% <50%

Pseudomonas aeruginosa 3 3 1 7

Non-Pseudomonas 13 2 0 15

Total 16 5 1 22

p= 0,073

Tabel 4.4 memperlihatkan take skin graft >80% pada luka bakar dengan Pseudomonas aeruginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeruginosa yaitu pada 13/15 kasus (86,67%). Take <80% pada penderita luka bakar dengan Pseudomonas aeruginosa ( 4/7 = 57.14% ) lebih banyak dari pada luka bakar dengan non Pseudomonas aeruginosa ( 2/15 = 13,33% ).


(40)

BAB 5 PEMBAHASAN

Luka bakar masih merupakan masalah global. Insiden luka bakar di seluruh dunia pada tahun 2004 diperkirakan 1,1 per 100.000 penduduk (Peck, 2013). Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api, uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi (Sjamsuhidajat, 2005). Pada luka bakar sering terjadi infeksi baik berasal dari endogen dan eksogen (Pruit, 1998). Infeksi luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri (70%) diikuti oleh jamur (20-25%), anaerob dan virus (5-10%) (Capoor et al, 2010).

Skin graft adalah penempelan kulit dengan operasi dari satu area tubuh dan ditransplantasikan atau melekat ke daerah lain (Semer, 2001). Tingkat keberhasilan STSG tergantung beberapa faktor salah satunya adalah infeksi (Guo, 2010).

Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian terhadap 22 kasus luka bakar yang dilakukan skin graft selama periode Februari – Juni 2014. Dari 22 kasus luka bakar yang terjadi usia rata- rata adalah 31,72 ± 3,16 tahun. Pada penelitian Gowri et al (2012) rata-rata usia penderita luka bakar adalah 29,32 tahun dengan rentang usia dari 4 bulan sampai 95 tahun. Pada penelitian Othman (2010) rata- rata usia penderita luka bakar adalah 18 dan 25 tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini dijumpai proporsi penderita luka bakar terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 15 sampel (65,2%). Serupa dengan penelitian Mahandaru dan Aditya Wardhana (2012) mengenai Infeksi nosocomial di Unit Luka Bakar RS Cipto Mangunkusumo dijumpai penderita laki-laki sebanyak 27 sampel dan perempuan sebesar 8 sampel.

Jumlah kuman yang terbanyak yang dijumpai pada penelitian ini adalah Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa masing- masing sebanyak 7 sampel (30,4%). Serupa dengan penelitian Ekrami dan Kalantar (2007) bahwa kuman infeksi yang terbanyak pada penderita luka bakar adalah Pseudomonas aeruginosa (37,5%), Staphylococcus aureus (20,2%) dan Acinetobacter baumanni (10,4%). Begitu juga dengan penelitian Saaiq M, Zaib S dan Ahmad S (2012) dijumpai kuman terbanyak pada penderita luka bakar adalah Pseudomonas aeruginosa sebanyak 23 kasus. Berbeda dengan penelitian Mahandaru dan Aditya Wardhana (2012) dijumpai kuman terbanyak pada penderita luka bakar adalah Klebsiella pneumonia sebanyak 8 kasus (23%) diikuti dengan Pseudomonas Sp sebanyak 7 kasus (20%). Pemeriksaan kultur pada penderita luka bakar sebaiknya secara rutin diperiksa


(41)

untuk menentukan organisme pertumbuhan kuman dan memonitoring efektivitas pengobatan luka.

Staphylococcus aureus adalah flora normal di saluran pernapasan dan kulit manusia, pada saat terjadi luka bakar awalnya permukaan luka bakar tidak mengandung mikroorganisme akan tetapi struktur kulit yang lebih dalam yang tidak rusak saat terjadi luka bakar sering kali mengandung Staphylococcus yang mana Staphylococcus itu akan menbentuk koloni pada permukaan luka bakar dalam 48 jam. Fungsi kulit sebagai barrier tubuh hilang mengakibatkan terjadinya perubahan pada flora normal kulit menjadi pathogen, sehingga infeksi Staphylococcus aureus cenderung tinggi. Pada luka bakar telah kehilangan barrier utama dan terjadi invasi mikroorganisme pathogen secara terus menerus (Alebachew, 2012).

Beberapa penelitian melaporkan bahwa infeksi kuman Streptococcus b-hemolitikus dan Pseudomonas menyebabkan kegagalan skin graft pada pasien dengan luka bakar. Infeksi kuman ini menyebabkan pelepasan toksin dan enzim yang akan mengganggu proses penyembuhan skin graft.

Dari 22 kasus luka bakar dijumpai koloni Pseudomonas aeruginosa sebanyak 7 kasus dan kuman lain sebanyak 15 kasus. Dari 7 kasus dengan koloni Pseudomonas aeruginosa 3 kasus didapati hasil skin graft > 80% take, 3 kasus skin graft 50-80% take dan 1 kasus dengan persentase take < 50%. Berdasarkan chi-square dijumpai p = 0,073 (p > 0,05) yang menandakan bahwa tidak ada perbedaan persentase take skin graft antara koloni Pseudomonas aeruginosa dengan koloni Non-Pseudomonas aeruginosa dalam keberhasilan suatu skin graft pada penderita luka bakar. Hal ini berbeda dengan penelitian Hogsberg T et al (2011) pada penilaian take skin graft pada Luka Kronis Venous Leg Ulcers dengan adanya kuman Pseudomonas aeruginosa, tingkat keberhasilan skin graft sebesar 33,3% sedangkan pada kuman non Pseduomonas aeruginosa tingkat keberasilan skin graft sebesar 73,1% dengan nilai p= 0,001. Pada penelitian Saaiq M, Zaib S dan Ahmad S (2012) tingkat keberhasilan skin graft pada early excision dan skin grafting mencapai 90% dibandingkan dengan delayed excision dan grafting. Hal ini dikarenakan karena pada delayed excisison dan grafting telah dijumpai pertumbuhan kuman. Dari 60 sampel delayed excision dan grafting 39 sampel menunjukkan hasil kultur yang positif terhadap kuman.


(42)

itu kekurangan dari penelitian ini adalah tindakan STSG yang dilakukan oleh beberapa orang yang memungkinkan adanya perbedaan dari teknik pengerjaan.


(43)

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan

Dari penelitian hubungan jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan dijumpai sampel sebesar 22 kasus luka bakar dengan infeksi kuman Streptococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa masing-masing sebanyak 7 sampel (30,4%). Tingkat keberhasilan skin graft sebesar >80% pada luka bakar dengan Pseudomonas aeroginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeroginosa yaitu pada 13/15 kasus (86,67%). Berdasarkan uji chi square tidak dijumpai adanya hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada penderita luka bakar (p=0,073)

6.2. Saran

1. Karena koloni Pseudomonas aeruginosa mempengaruhi tingkat keberhasilan skin graft maka pemberian antibiotik yang adekuat pada penderita luka bakar sebaiknya diberikan.

2. Pada penderita luka bakar sebaiknya dilakukan perawatan yang lebih baik untuk menurunkan tingkat infeksi


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Arturson G. Cross reference from ‘Local effects: Principles and Practice of Burn Management. 1st ed. Setle JAD, editor. New York: Churchill Livingstone; 1996. Alebachew et al. Staphylococcus Aureus Burn Wound Infection Among Patients Attending

Yekatit 12 Hospital Burn Unit, Addis Ababa, Ethiopia. Ethiop J Health Sci. Vol. 22, No. 3 November 2012

Ballard J, Edelman L, Saffle J, Sheridan R, Kagan R, Bracco D, et al. Multicentre Trials Group. American Burn Association. J Burn Care Res 2008; 29:213-21.

Caetano M, Ramos S, Abreu J, Casalta J, Pinheiro S, Diogo C, et al. Fungal Infections at A Coimbra Burns Unit: 2003–2007 Abstract number: R2459. 18th European Congress of Clinical Microbiology and Infectious Diseases Barcelona, Spain, 19–22 April 2008. Caison’s JS. Treatment of Burns. London: Chapman and Hall; 1981. p. 14-57.

Church D, Elsayed S, Reid O, Winston B, Lindsay R. Burn Wound Infections. Clin Microbiol Rev 2006;19:403-34.

Cochran A. Systemic Candida Infection In Burn Patients: A Casecontrol Study Of Management Patterns and Outcomes. Surg Infect (Larchmt) 2002;3:367-74.

Constantinides J, Misra A, Nassab R, Wilson Y. Absidia Corymbifera Fungal Infection In Burns: A Case Report and Review of Literature. J Burn Care Res 2008;29:416-9. Daniels JC, Larson DL, Abston S, Ritzmann SE. Serum Protein Profiles In Thermal Burns. J

Trauma 1974;14:137-52.

Deodhar AK, Rana RE. Surgical Physiology of Wound Healing: A Review. J Postgrad Med 1997;43:52-6.

Gallagher LA, McKnight SL, Kuznetsova MS, Pesci EC, Manoil C (2007) Functions Required For Extracellular Quinolone Signaling By Pseudomonas Aeruginosa. J Bacteriol 184(23):6472–6480.

Greenhalgh DG, Saffle JR, Holmes JH 4th, Gamelli RL, Palmieri TL, Horton JW, et al. American Burns Association Consensus Conference to define sepsis and infection in burns. J Burn Care Res 2007;28:776-90.

Gowri S, Vijaya A N, Powar P, Honnungar R, Mallapur. Epidemiology and Outcome of Burn Injuries. J Indian Acad Forensic Med. October-December 2012, Vol. 34, No. 4.


(45)

Høgsberg T, Bjarnsholt T, Thomsen JS, Kirketerp-Møller K. Success Rate of Split-Thickness Skin Grafting of Chronic Venous Leg Ulcers Depends on the Presence of Pseudomonas aeruginosa: A Retrospective Study. Plos One. 2011.

Horvath EE, Murray CK, Vaghan GM, Chung KK, Hospenthal DR, Wade CE, et al. Fungal wound infection (not colonization) is independently associated with mortality in burn patients. Ann Surg 2007. 245:978-85.

Latenser BA, Kowal-Vern A, Kimball D, Chakrin A, Dujovny N. A pilot study comparing percutaneous decompression with decompressive laparotomy for acute abdominal compartment syndrome in thermal injury. J Burn Care Rehabil 2002;23:190-5.

Kumar P. Surgical excision of burn wound and skin grafting. In: Sarabahi S, Tiwari VK, editors. Principles and practice of wound care. 1st ed. New Delhi (India): Jaypee Publishers; 2012. p. 196-207.

Macedo JL, Santos JB. Bacterial and fungal colonization of burn wounds. Braz J Infect Dis 2005;100:535-9.

Mahandaru D, Wardhana A. Nosocomial Infection in Burn Unit of Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Jurnal Plastik Rekonstruksi - May 2012.

Mousa HA. Fungal infection of burn wound in patients with open and occlusive treatment methods. East Mediterr Health J 1999;5:333-6.

Murray C, Loo F, Hospenthal D, Cancio L, Jones J, Kim S, et al. Incidence of fungal infections and related mortality following severe burns. Burns 2008;34:1108-12. Othman N and Kendrick D. Epidemiology of Burn Injuries In The East Mediterranean

Region: A Systematic Review. BMC Public Health 2010, 10:83.

Paz RN, Strahilevitz J, Shapiro M, Keller N, Goldshmied-Reoven A, Yarden O, et al. Clinical and epidemiological aspect of infectious caused by Fusarium spp.: A collaborative study from Israel. J Clin Microbiol 2004;42:3456-61.

Peck, MD. Epidemiology of Burn Injuries Globally. 2013. Available from: http://www.uptodate.com/contents/epidemiology-of-burn-injuries-globally [Accessed 1 Januari 2014].

Pruitt BA Jr, McManus AT. The changing epidemiology of infection in burn patients. World J Surg 1998;16:57-67.


(46)

Saaiq M, Zaib S, Ahmad S. Early Excixsion and Grafting Versus Delayed Excision and Grafting of Deep Thermal Burns up to 40% Total Body Surface Area: A Comparison of Outcome. Annals of Burns and Fire Disasters. 2012; 143-147.

Sarabahi S, Tiwari VK, Arora S,Capoor M, Pandey A. Changing pattern of fungal infection in burn in a large burn unit in Asia.Burns 2012;38:520-8.

Semer NB. Skin Graft. In: Practical Plastic Surgery For Nonsurgeons. Philadelphia: Global Help; 2014

Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong. Luka. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. 2005: 73-81.

Struck MF. Infection control in burn patients: Are fungal infections under estimated Scand J Trauma Resusc Emerg Med 2009;17:51.

Teodorczyk JA, Sparkes BG, Peters WJ. Regulation of IgM production in thermally injured patients. Burns 1989;15:241-7.

Vartak A: Pathophysiology of Burn shock. In: Sarabahi S, Tiwari VK,Goel A, editors. Principles and practice of burn care. 1st ed. New Delhi (India): Jaypee Publishers; 2010. p. 37-41.

Verma PK. Anaesthesia for the thermally injured. In: Sarabahi S, Tiwari VK, editors. Principles and practice of wound care. 1st ed. New Delhi (India): Jaypee Publishers; 2012. p. 208-22.

Werner S, Grose R. regulation of wound healing by growth factors and cytokines. Physiol Rev 2003;83:835-70.

Zembola M, Uracz W, Ruggiero I. Isolation and functional characteristics of FcR+ and FcR- human monocyte subsets. J Immunol 1984;133:1293-9.


(47)

Lampiran 1 Susunan Peneliti

Peneliti

Nama Lengkap : dr. Roni Marzuki Nasution

Pangkat/Gol/NIP : Penata/ III-D/ 19790111 200502 1 002 Jabatan Fungsional : PPDS Ilmu Bedah

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing :

Nama Lengkap : dr. Frank Bietra Buchari, Sp.BP-RE(K) Pangkat/Gol/NIP : 197105172008011008

Jabatan Fungsional : Ketua Divisi Bedah Plastik FK USU

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian : Ilmu Bedah Plastik

Nama Lengkap : dr. Utama Abdi Tarigan, Sp.BP Pangkat/Gol/NIP : 1971061620012 1 001

Jabatan Fungsional : Divisi Bedah Plastik FK USU

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Bidang Keahlian : Ilmu Bedah Plastik


(48)

Lampiran 2 Rencana Anggaran Penelitian

No Uraian Jumlah

1 Honorarium Rp. 1.800.000,-

2 Fotocopy kuesioner, dll ( 800 lbr x Rp. 200 ) Rp. 1.600.000,- 3 Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian Rp. 800.000,- 4 Penggandaan Proposal dan Laporan Penelitian Rp. 1.600.000,-

Total Rp. 5.800.000,-


(49)

Lampiran 3 Jadwal Penelitian

Februari 2014 Maret 2014 April-Agustus 2014

PERSIAPAN

PELAKSANAAN

PENYUSUNAN LAPORAN

PENGGANDAAN LAPORAN


(50)

Lampiran 4

Naskah Penjelasan Kepada OrangTua / Kerabat Pasien Lainnya Yth.Bapak/Ibu

………..

Saya ingin memperkenalkan diri. Saya dokter Roni Marzuki Nasution dan kawan-kawan, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU/RSUP H Adam Malik Medan, Saat ini kami sedang melakukan penelitian tentang Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan.

Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu/kerabat pasien atas nama……….. untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan kerabat Bapak/Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Kerabat/ Bapak/Ibu untuk melakukan swab dan menilai tingkat keberhasilan pencangkokan kulit.

Persetujuan keikutsertaan Bapak/Ibu terhadap pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan penelitian ini dituangkan dalam naskah Persetujaun Setelah Penjelasan (PSP). Demikian yang dapat kami sampaikan, Atas perhatian Bapak/Ibu diucapkan terima kasih.

Hormat Kami, Peneliti


(51)

Lampiran 5

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ………..

Umur :………Tahun L/P

Alamat :………

Hubungan dengan pasien : Bapak / Ibu / Anak/ hubungan kerabat lainnya Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

Untuk dilakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak/ Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan kadar swab sebelum dilakukan tindakan pencangkokan kulit dan menilai tingkat keberhasilan

pencangkokan kulit pada pasien luka bakar anak/kerabat di RSUP H Adam Malik Medan :

Nama :………..Umur…………Tahun

Alamat Rumah :………..

Yang tujuan,sifat dan perlunya pemeriksaan tersebut diatas ,serta resiko yang dapat ditimbulkan telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikianlah pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan,………2014 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan


(52)

Lampiran 6

Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor :……….

Yang bertanda tangan dibawah ini,Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :

Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan : Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. Roni Marzuki Nasution

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaan nya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.

Medan,………. Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran USU

(………) Ketua


(53)

Lampiran 7 FORMULIR DATA PENELITIAN

Nama :

IDENTITAS PASIEN

Usia :

JenisKelamin :

Suku :

Pekerjaan :

No. Rekam Medis :

Tanggal Operasi :

Diagnosis :

Status/Jaminan : Umum/Askes/Jamkesmas

Alamat :

PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis :

Pemeriksaan Fisik :

Tanda vital : Status generalis :

Hasil kultur :

PEMERIKSAAN SWAB

Hari 14 :


(1)

Rencana Anggaran Penelitian

No Uraian Jumlah

1 Honorarium Rp. 1.800.000,-

2 Fotocopy kuesioner, dll ( 800 lbr x Rp. 200 ) Rp. 1.600.000,- 3 Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian Rp. 800.000,- 4 Penggandaan Proposal dan Laporan Penelitian Rp. 1.600.000,-

Total Rp. 5.800.000,-


(2)

Februari 2014 Maret 2014 April-Agustus 2014

PERSIAPAN

PELAKSANAAN

PENYUSUNAN LAPORAN

PENGGANDAAN LAPORAN


(3)

Naskah Penjelasan Kepada OrangTua / Kerabat Pasien Lainnya Yth.Bapak/Ibu

………..

Saya ingin memperkenalkan diri. Saya dokter Roni Marzuki Nasution dan kawan-kawan, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU/RSUP H Adam Malik Medan, Saat ini kami sedang melakukan penelitian tentang Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan.

Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu/kerabat pasien atas nama……….. untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan kerabat Bapak/Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Kerabat/ Bapak/Ibu untuk melakukan swab dan menilai tingkat keberhasilan pencangkokan kulit.

Persetujuan keikutsertaan Bapak/Ibu terhadap pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan penelitian ini dituangkan dalam naskah Persetujaun Setelah Penjelasan (PSP). Demikian yang dapat kami sampaikan, Atas perhatian Bapak/Ibu diucapkan terima kasih.

Hormat Kami, Peneliti


(4)

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ………..

Umur :………Tahun L/P

Alamat :………

Hubungan dengan pasien : Bapak / Ibu / Anak/ hubungan kerabat lainnya Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

Untuk dilakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak/ Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan kadar swab sebelum dilakukan tindakan pencangkokan kulit dan menilai tingkat keberhasilan

pencangkokan kulit pada pasien luka bakar anak/kerabat di RSUP H Adam Malik Medan :

Nama :………..Umur…………Tahun

Alamat Rumah :………..

Yang tujuan,sifat dan perlunya pemeriksaan tersebut diatas ,serta resiko yang dapat ditimbulkan telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikianlah pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan,………2014 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan


(5)

Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor :……….

Yang bertanda tangan dibawah ini,Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :

Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan : Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. Roni Marzuki Nasution

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaan nya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.

Medan,………. Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran USU

(………) Ketua


(6)

Nama : IDENTITAS PASIEN

Usia :

JenisKelamin :

Suku :

Pekerjaan :

No. Rekam Medis :

Tanggal Operasi :

Diagnosis :

Status/Jaminan : Umum/Askes/Jamkesmas

Alamat :

PEMERIKSAAN KLINIS

Anamnesis :

Pemeriksaan Fisik : Tanda vital :

Status generalis :

Hasil kultur :

PEMERIKSAAN SWAB

Hari 14 :