DAN AKULTURASI MAHASISWA NGADA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  TO’O PENGA TO’O, REJO PENGA REJO DAN AKULTURASI MAHASISWA NGADA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun Oleh: Timotius Aditya Lodo Ratu NIM : 069114083 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013

  

“Ojo Dumeh, Eling lan Waspada”

  

“Pendidikan seharusnya dilihat sebagai hadiah berharga bukan kewajiban yang

membebani

  • -Albert Einstein-

  Karya ini saya persembahkan kepada mereka yang menyukai keunikan, mencintai keberagaman dan berusaha mempraktekkan filosofi agung bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika”

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 23 Mei 2013 Timotius Aditya Lodo Ratu

  

TO’O PENGA TO’O, REJO PENGA REJO

DAN AKULTURASI MAHASISWA NGADA

  

Timotius Aditya Lodo Ratu

ABSTRAK

  Penelitian ini merupakan studi deskriptif mengenai kehidupan mahasiswa asal Ngada

(NTT) selama hidup di Yogyakarta. Pengalaman kehidupan mahasiswa Ngada di Yogyakarta

kemudian dibingkai menurut teori akulturasi. Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran

proses akulturasi dan strategi akulturasi mahasiswa Ngada di Yogyakarta. Dalam kehidupannya,

mahasiswa Ngada sebagai bagian dari Mahasiswa Indonesia Timur (MIT) dipandang sebagai

orang yang berwatak keras, berperangai kasar dan identik dengan perilaku kekerasan. Selain itu,

mahasiswa Ngada juga dipandang sebagai mahasiswa yang eksklusif. Hal tersebut menjadi

ketertarikan tersendiri untuk mengetahui bagaimana proses dan strategi akulturasi mahasiswa

Ngada. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik

pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mahasiswa Ngada menggunakan strategi akulturasi separasi selama proses akulturasinya di

Yogyakarta. Mahasiswa Ngada membawa dan melestarikan prinsip solidaritas orang Ngada yang

dikenal dengan istilah

  To‟o penga to‟o, Rejo penga rejo selama hidup akulturasinya di Yogyakarta.

  Kata kunci: Akulturasi, Strategi separasi, Mahasiswa Ngada, To‟ o penga to‟o, Rejo penga rejo.

  

TO’O PENGA TO’O, REJO PENGA REJO

AND NGADA’S STUDENT ACCULTURATION

  

Timotius Aditya Lodo Ratu

ABSTRACT

  This research is a descriptive study of the lives of students from Ngada (NTT) who live in

Yogyakarta. The experience of Ngada student in Yogyakarta was framed in to the theory of

acculturation. This study aims to describe the process of acculturation and acculturation

strategies Ngada students in Yogyakarta. Ngada students as part of the East Indonesian Students

(MIT) is seen as a person who rampart, identical to behave rude and violent behavior. In addition,

students Ngada also seen as an exclusive student. It became interesting to know how the process

and strategies of acculturation of Ngada student. The method used in this research is descriptive

qualitative. Data collection techniques used were interviews. The results showed that during the

process of acculturation in Yogyakarta, separation strategies is used by Ngada students. Ngada

students carry and preserve the principle of solidarity Ngada known as To 'o penga to'o, rejo

penga rejo during acculturation in Yogyakarta. This principle is manifested by a strong sense of

brotherhood among fellow students Ngada.

  Kata kunci: Acculturation, Separation strategies, Ngada student, To‟ o penga to‟o, Rejo penga rejo .

  

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata Dharma NAMA : TIMOTIUS ADITYA LODO RATU NIM : 069114083 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  

To’o Penga To’o, Rejo Penga Rejo dan Akulturasi Mahasiswa Ngada di

Yogyakarta

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 23 Mei 2013 Yang menyatakan, (Timotius Aditya Lodo Ratu)

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan karunia dan kasihNya atas terselesaikannya karya tulis ini. Segala penyertaanNya sungguh penulis rasakan dan memberikan kekuatan selama proses penyelesaian karya tulis ini.

  Segala keterbatasan penulis dalam mengerjakan karya tulis ini dapat penulis atasi lewat dukungan dari semua pihak yang telah mencurahkan kritik yang membangun, saran, dan semangat kepada penulis. Semua itu membangkitkan semangat dan memunculkan inspirasi penulis. Dalam kesempatan yang baik ini, penulis memberikan penghargaan bagi semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu selama proses penelitian ini. Terima kasih penulis haturkan kepada : 1.

  Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku pembimbing yang dalam setiap kesempatan yang ada bersedia memberikan tenaga, pikiran dan kesabarannya. Terima kasih untuk segala proses pembelajaran yang bisa saya peroleh selama ini.

2. Bapak Minto Istono dan Ibu A. Tanti Arini selaku dosen pembimbing akademik.

  3. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma atas ilmu dan petuah yang sungguh berarti bagi penulis. Terima kasih untuk pelayanannya.

  4. Staf Fakultas Psikologi; Bu Nanik, Mas Doni, Mas Gandung, Mas Muji dan Pak Giyono untuk bantuan dan pelayanannya.

  5. Bapak Drs. Mikha Ratu dan Ibu Dra. L Ermintarsih, serta saudara- saudariku Mas David Hermantya Lomi Ratu, Sarlotha Widiatri Anita Ratu dan Eunike Merlinda Kusuma Ratu untuk segala doa, dukungan dan kasih sayang yang tak henti-hentinya dicurahkan kepada penulis.

  6. Semua pihak yang memberikan data dalam penelitian ini; para subyek, signifanct others .

  7. Felicita Noviani Tyas Utami untuk waktu dan pengalaman yang bermakna yang telah dibagikan.

  8. Teman-teman seperjuangan dan sepenanggungan ; Arya Primaditya, Maria Eliza, Guntur Prabawanto, Yohanes De Deo Yustiananta (Komeng), Yosephin Harsentya, Laurensia Wulan, Yohanes Dody.

  9. Teman-teman ITJAS (Ikatan Tjatjat Asmara) ; Adhitya Hari Saputra, Albertus Harimurti, Arga Yudha, Bayu Mahendra, Budi Setiyana, Dyan Martikatama, Galih Pambudi, Setya Dharma, Setyo Adi Sejati, Wahyu Kristianto, Wahyu Setia Jati.

  10. Teman-teman UKF Sepakbola Psikologi Sanata Dharma, Kineta, Ska Phobia, Red Pavlov.

  11. Serta semua pihak yang dalam keberadaannya turut membantu.

  Yogyakarta, 23 Mei 2013

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .............................. ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii HALAMAN MOTTO .................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................... v ABSTRAK ..................................................................................................... vi ABSTRACT ................................................................................................... vii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................. viii KATA PENGANTAR ................................................................................... ix DAFTAR ISI .................................................................................................. xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................. 7 C.

  Tujuan Penelitian .................................................................... 7 D.

  Manfaat Penelitian .................................................................. 7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................

  9 A. Akulturasi ............................................................................... 9 1.

  Pengertian .......................................................................... 9

  3. Sikap terhadap Akulturasi .................................................. 13 4.

  Strategi Akulturasi ............................................................. 13 B. Ngada ...................................................................................... 15 C. Mahasiswa Ngada di Yogyakarta ........................................... 18 D.

  Akulturasi Mahasiswa Ngada di Yogyakarta ......................... 20 E. Batasan Konseptual ................................................................ 21

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 23 A. Pendekatan Penelitian ............................................................. 23 B. Prosedur Penelitian ................................................................. 24 1. Tahap Pra-lapangan ........................................................... 24 2. Tahap Pekerjaan Lapangan ................................................ 24 3. Analisis Data ...................................................................... 24 C. Subyek Penelitian ................................................................... 25 D. Batasan Penelitian .................................................................. 26 E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 26 F. Kredibilitas Penelitian ............................................................ 28 BAB IV. PENYAJIAN HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 30 A. Proses Penelitian ..................................................................... 30 B. Hasil Penelitian ....................................................................... 32 1. Data Demografi Subyek .................................................... 32 2. Dinamika Psikologis Subyek ............................................. 33

  C.

  Pembahasan ............................................................................ 61 1.

  Proses Akulturasi ............................................................... 62 2. Strategi Akulturasi ............................................................. 69

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 73 A. Kesimpulan ............................................................................. 73 B. Saran ....................................................................................... 75 1. Bagi peneliti yang menaruh perhatian pada tema penelitian yang serupa ....................................................... 75

  2. Bagi mahasiswa dan calon mahasiswa Indonesia Timur pada umumnya dan mahasiswa dan calon mahasiswa Ngada pada khususnya yang telah maupun akan melanjutkan studi. .............................................................. 76

  DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 78 LAMPIRAN ................................................................................................... 81

  

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pedoman Wawancara .......................................................................

  27 Tabel 2. Data Demografi Subyek ...................................................................

  32 Tabel 3. Alasan Merantau ke Yogyakarta ......................................................

  43 Tabel 4. Pemahaman Awal Tentang Yogyakarta ...........................................

  44 Tabel 5. Harapan Kuliah di Yogyakarta ........................................................

  46 Tabel 6. Interaksi dengan Masyarakat Yogyakarta ........................................

  47 Tabel 7. Interaksi dengan Teman Satu Daerah ..............................................

  50

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu destinasi pendidikan bagi orang Indonesia timur. Tidak heran apabila dalam perjalanan intelektualnya

  mahasiswa Indonesia Timur (MIT) kemudian melanjutkan kuliah di UPN Veteran, UAJY, USD, STTNAS, INSTIPER, dan UNRIYO. Kebanyakan dari mereka kemudian menetap di kawasan Tambak Bayan, Yogyakarta dengan alasan jarak tempuh yang cenderung dekat dengan perguruan tinggi.

  Dengan hidup di Yogyakarta, MIT menghadapi tantangan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi sosial budaya yang baru, yang berbeda dengan kondisi sosial budaya yang dihidupi di tempat asal. Situasi di mana individu berhadapan dengan konteks budaya yang baru dan berinteraksi secara langsung dengan individu atau kelompok budaya yang berbeda ini dikenal dengan istilah akulturasi (Berry, Poortiga, Segal, & Dasen, 1999).

  Dengan demikian, akulturasi adalah sebuah proses. Proses ini dapat mencapai hasil tertentu dari „bagaimana mereka berinteraksi‟ dalam konteks budaya yang baru.

  Dalam hal ini „bagaimana mereka berinteraksi‟ merupakan suatu deskripsi yang menuntut seseorang mengatasi keadaan. Dan untuk mengatasi keadaan, seseorang membutuhkan suatu strategi. Demikian pula selama proses akulturasi, seseorang menciptakan suatu strategi akulturasi begitu Menurut beberapa tokoh adat Indonesia Timur, dalam kehidupan MIT masih dijumpai kesan eksklusif dan tertutup di lingkungan kampus maupun di lingkungan tempat tinggal (wawancara lapangan, 20 Mei 2011).

  Eksklusivitas ini dapat dijumpai maupun mewujud dalam pemilihan jenis kegiatan (cenderung mengikuti organisasi yang primordialistis), pemilihan indekos (mayoritas penghuni kos adalah MIT), dan intensitas pergaulan dengan etnis lain (sebatas urusan kuliah atau akademis belaka).

  Padahal, dari wawancara terdahulu terhadap para partisipan, keinginan untuk membuka diri seluas-luasnya di lingkungan rantau menjadi motif yang cukup kuat. Tentu saja keterbukaan diri dalam wujud interaksi sosial adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan akulturasi seseorang (Sullivan, 2008). Dalam penelitian Sullivan mengenai akulturasi Mahasiswa Taiwan di Australia, ditemukan bahwa interaksi sosial yang luas dan kesediaan untuk belajar serta memperoleh pengetahuan tentang budaya setempat secara positif berhubungan dengan kualitas hidup mahasiswa perantau dalam kehidupan akulturasinya. Kualitas hidup tersebut, menurut Johnson (dalam Dayaksini & Yuniardi, 2008), akan membuat individu mengembangkan diri, mendapatkan banyak wacana baru, dan menambah lebih banyak relasi.

  Kualitas hidup yang dicapai individu yang berakulturasi juga menjadi fokus penelitian Olivas, dan Li (2006). Olivas, dan Li, dalam penelitiannya mengenai kehidupan akulturasi mahasiswa asal Asia timur yang dengan mengembangkan hubungan dengan mahasiswa lokal, dapat mengurangi tingkat kecemasan dan keterasingan individu serta secara positif dapat mempengaruhi kesuksesan akademik mahasiswa perantau.

  Kurangnya interaksi sosial antara mahasiswa perantau dengan mahasiswa dari etnis lain terutama dengan mahasiswa lokal kemudian berimplikasi pada hadirnya kesulitan-kesulitan dalam kehidupan akulturasinya. Ketidakmampuan menghadapi kesulitan yang muncul tersebut kemudian dapat membuat individu mengalami stres psikologis seperti kesepian, homesick, ketidakberdayaan dan depresi (Poyrazli dan Grahame 2006).

  Lebih lanjut, Volet dan Ang (1998) dalam penelitiannya mengenai interaksi antara kelompok budaya menemukan bahwa stres yang muncul oleh karena kontak antar budaya, jaringan sosial dan pertemanan secara positif mempengaruhi akulturasi secara umum. Keadaan diri dan penyesuaian psikologis individu yang merantau kemudian menjadi hal yang vital untuk dikaji dalam dinamika hubungan/interaksi sosial dalam kontak antar budaya.

  Dayaksini & Yuniardi (2008) menggambarkan bahwa sikap tidak membuka diri dan hanya bergaul dengan orang dalam kelompoknya sendiri merupakan wujud dari sikap menghindari konflik. Sikap ini ditunjukkan dengan jalan menghindari pertemuan dengan individu dari latar belakang budaya berbeda dan hanya berdiam dalam kelompoknya. Dengan hanya bergaul dalam kelompoknya, rasa aman akan diperoleh individu. karena sudah adanya kesamaan identitas dan lepas dari kemungkinan konflik karena tidak ada perbedaan kebiasaan. Namun, dengan mengembangkan hidup hanya pada satu kelompok berarti membedakan diri dan menjadikan orang lain semakin berbeda. Fatalnya, hal tersebut pada dasarnya justru menciptakan kerentanan terhadap konflik.

  Rentannya konflik terlukis dalam wawancara lapangan terhadap kapolsek Depok Barat pada tanggal 12 April 2011. Ditengarai, yang menjadi pematik konflik adalah salah paham antar individu. Salah paham antar individu ini terkadang sampai merembet menjadi masalah kelompok. Rasa kesukuan yang tinggi (etnosentrisme) juga ditengarai menjadi penyebab konflik. Rasa kesukuan ini terejawantahkan dalam paham kedaerahan yang sempit dan menganggap kelompok suku sendiri paling baik. Anggapan bahwa “suku saya yang terbaik” ini berimplikasi pada reaktivitas terhadap pandangan rendah dari kelompok lain. Tidak kalah penting dari yang telah disebutkan, kebiasaan mengkonsumsi alkohol juga dianggap menjadi pemicu konflik (mengkonsumsi alkohol secara berlebihan). Tentu saja, konflik bernuansa kekerasan ini menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat sekitar konflik. Selain ketidaknyamanan, kerugian material seperti kerusakan bagian rumah juga dialami masyarakat sekitar (catatan lapangan Kanit Serse Polsek Depok, 19 April 2011).

  Selain dampak negatif yang dialami masyarakat, kasus kekerasan yang terjadi juga membawa dampak tersendiri bagi MIT di tengah kehidupan sebagai orang yang berwatak keras, berperangai kasar dan identik dengan perilaku kekerasan (catatan lapangan 12 April 2011).

  Tidak menutup kemungkinan pandangan ini bisa saja meluas menjadi prasangka yang sifatnya merugikan MIT secara keseluruhan. Liliweri (2002) mengklaim bahwa prasangka bisa meluas sehingga terarah pada sebuah kelompok secara keseluruhan atau kepada individu hanya karena orang itu adalah anggota kelompok. Padahal, kenyataan di lapangan menunjukkan tidak semua MIT terlibat dalam aksi kekerasan. Akibat lebih jauhnya adalah potensi munculnya sikap “menghindari” maupun “mengucilkan” atau diskriminasi terhadap MIT oleh masyarakat.

  Diskriminasi merupakan salah satu stresor akulturasi yang potensial dialami mahasiswa perantau (Smith, Rachel & Khawaja, Nigar 2011). JJ. Lee dan Rice (dalam Smith, Rachel & Khawaja, Nigar, 2011) mengungkapkan diskriminasi yang signifikan dialami mahasiswa perantau berkisar pada perasaan inferioritas, penghinaan langsung secara lisan, diskriminasi dalam mencari pekerjaan dan penyerangan fisik. Perilaku diskriminasi di lingkungan kampus terhadap mahasiswa perantau pun bergerak dari samar-samar menjadi semakin jelas. Poyrazli dan Grahame‟s (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa pengalaman dan perasaan didiskriminasi yang dialami mahasiswa perantau pun dapat berdampak negatif terhadap proses penyesuaian diri dalam kehidupan akulturasinya dan dihubungkan juga dengan rapuhnya kondisi psikologis serta depresi.

  Salah satu etnis MIT yang merasa mengalami diskriminasi adalah etnis Ngada. Satu hal menarik dari kelompok ini adalah bahwa secara kuantitatif mahasiswa asal Ngada jarang terlibat dalam aksi kekerasan. Walaupun begitu, pengucilan dengan mudah dapat saja terjadi terhadap mahasiswa Ngada melihat kecenderungan mahasiswa Ngada seperti MIT lainya yang tertutup dalam pergaulan dan keterlibatannya dalam beberapa kasus kekerasan. Ketertutupan dan keterlibatan Mahasiswa Ngada dalam beberapa kasus kekerasan serta keresahan warga masyarakat sekitar mengindikasikan adanya permasalahan dalam proses akulturasi mahasiswa Ngada. Bahkan dalam mahasiswa yang cenderung dinilai baik oleh tokoh dari Indonesia Timur ini juga mengalami permasalahan dalam interaksi sosialnya.

  Berdasarkan uraian di atas, urgensi penelitian ini adalah untuk memahami dinamika kehidupan akulturasi mahasiswa Ngada dengan melihat proses akulturasi individual mahasiswa Ngada. Selain itu, strategi akulturasi yang dipilih mahasiswa Ngada menjadi hal penting untuk dipahami sebagai upaya melihat bagaimana mahasiswa Ngada menyesuaikan diri dalam menghadapi kendala yang muncul selama proses akulturasi. Proses dan strategi akulturasi individual MIT Ngada ini akan menjadi cerminan proses dan strategi akulturasi individual MIT lain. Oleh karena itu, jawaban atas proses dan strategi akulturasi individual ini akan membawa pada pemahaman terhadap MIT secara individual yang menerapkannya dalam kehidupan komunal.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana proses dan strategi akulturasi mahasiswa Ngada yang hidup di Yogyakarta?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan proses dan strategi akulturasi mahasiswa Ngada yang hidup di Yogyakarta.

  D. Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian adalah : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur mengenai Etnis Ngada, terutama etnis Ngada di perantauan.

  2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pada masyarakat mengenai mahasiswa Indonesia timur khususnya mahasiswa Ngada.

  3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pengetahuan lembaga terkait dalam menangani penyelesaian masalah yang melibatkan mahasiswa Indonesia timur khususnya mahasiswa Ngada.

  4. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan tersendiri bagi calon mahasiswa Ngada yang akan menjalani pendidikan di Yogyakarta. Informasi seputar kehidupan para seniornya diharapkan dapat menjadi modal persiapan serta pembelajaran supaya calon mahasiswa nantinya dapat menyiasati diri untuk tidak terlibat dalam masalah yang sifatnya destruktif.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Akulturasi 1. Pengertian Redfield, Linton, & Herkovits (dalam Berry, Poortiga, Segal,

  & Dasen, 1999) memahami akulturasi sebagai fenomena yang akan terjadi ketika kelompok-kelompok individu yang memiliki budaya berbeda terlibat dalam kontak yang terjadi secara langsung. Pada definisi ini, akulturasi dipandang terjadi sebagai akibat dari kontak antar budaya. Akulturasi terjadi ketika kelompok individu berinteraksi dengan kelompok budaya lain, dan sebaliknya. Interaksi tersebut melibatkan posisi individu secara personal (melibatkan elemen psikologis seperti sikap dan persepsi) maupun dengan atribut yang melekat (misalnya; identitas etnis).

  Definisi lain menyebutkan bahwa akulturasi merupakan perubahan budaya dan psikologis karena perjumpaan dengan orang dari budaya lain yang memperlihatkan budaya yang berbeda (Berry dkk, 1999). Pada definisi ini, perubahan perilaku dan psikologis dalam pengalaman individu dipandang sebagai hasil dari kontak dengan budaya lain. Menurut Social Sience Research Council (dalam Berry dkk, 1999) perubahan budaya diawali dengan perkenalan dua atau terjadi sebagai konsekuensi dari kontak budaya secara langsung. Perubahan bisa saja tidak berasal atauberbentuk budaya (tradisi atau ritual) misalnya perubahan lingkungan atau demografi sebagai akibat dari suatu pergeseran budaya. Perubahan bisa saja tertunda, tergantung dari penyesuaian diri dan penerimaan terhadap bentuk atau sifat dari pengaruh asing, bisa juga terjadi begitu saja lewat adaptasi dalam kehidupan sehari-hari.

  Fleksibilitas dalam proses akulturasi ini menjadi sebuah proses yang dinamis dan melibatkan elemen psikologis seperti sikap dan persepsi serta elemen-elemen kebudayaan dari tiap budaya yang bertemu. Proses akulturasi ini terjadi pada dua ranah yaitu ranah individu dan ranah kelompok.

  Berry dkk (1999) mengungkapkan pentingnya membedakan akulturasi kelompok dan individual. Graves (dalam Berry dkk, 1999) mengungkapkan istilah akulturasi psikologis untuk menunjuk perubahan yang dialami individu akibat kontak dengan budaya lain dan akibat keikutsertaannya dalam proses akulturasi yang memungkinkan budaya dan kelompok etniknya menyesuaikan diri. Pada ranah kelompok perubahan kadang terjadi dalam struktur sosial, landasan ekonomi dan organisasi politik. Sementara pada ranah individu, perubahan-perubahan terjadi dalam jati diri, nilai dan sikap. Selain itu, tidak setiap individu yang berakulturasi berpartisipasi dalam perubahan-perubahan kolektif yang sedang berlangsung dalam banyak hal ataupun dalam cara yang sama.

  Dari definisi dan penjelasan di atas, akulturasi dapat dipahami sebagai proses dinamis yang terjadi terus menerus akibat adanya interaksi dengan individu atau kelompok budaya yang berbeda di konteks lingkungan budaya yang baru. Dampak dari interaksi bagi individu dalam akulturasi dapat memunculkan perubahan psikologis dan perubahan budaya. Guna memahami proses dinamis yang terjadi dalam akulturasi, maka uraian di bawah ini akan membantu pemahaman kita mengenai akulturasi.

2. Proses Akulturasi

  Berry dkk (1999) menguraikan tahapan yang dilewati oleh individu atau kelompok budaya dalam proses akulturasi. Proses tersebut adalah: a.

   Pra Kontak

  Tahap pra kontak merupakan tahap awal sebelum perjumpaan individu atau kelompok dengan konteks budaya lain.

  Tahap ini menggambarkan pengetahuan individu atau kelompok individu mengenai kondisi sosial dan budaya lain.

  b. Kontak

  Tahap kontak menggambarkan bahwa individu atau kelompok budaya telah terlibat langsung dalam kontak/interaksi dengan budaya lain.

  c. Konflik

  Dalam tahap ini individu atau kelompok budaya menghadapi kendala-kendala yang muncul dari perbedaan kebudayaan, perlakuan, kondisi lingkungan, kondisi sosial, serta permasalahan lain yang muncul selama berinteraksi dengan individu atau kelompok budaya lain.

  d. Krisis

  Merupakan tahap individu atau kelompok yang berakulturasi mengalami masa krisis baik secara individu maupun kelompok.

  e. Adaptasi

  Dalam tahap ini kendala-kendala yang muncul dihadapi individu

  atau kelompok budaya dengan menerapkan alternatif atau strategi akulturasi.

  3. Sikap terhadap Akulturasi

  Sikap individu yang berakulturasi terhadap masyarakat dominan memiliki beberapa kaitan dengan cara individu masuk dalam proses akulturasi (Berry dkk, 1999). Jika sikap-sikap kelompok sendiri sangat positif dan sikap kelompok luar sangat negatif maka pengaruh akulturasi mungkin sudah tersaring, tertahan, tertolak atau dapat dikatakan kurang efektif. Disisi lain, jika pola sikap yang berlawanan cocok diantara individu-individu yang mengalami akulturasi maka pengaruh-pengaruh akulturatif mungkin lebih dapat ditertima. Sikap terhadap akulturasi terkait erat dengan perbedaan keinginan individu untuk berinteraksi dan bagaimana individu mempertahankan nilai budayanya. Sikap inilah yang kemudian menentukan strategi akulturasi yang dipilih individu.

  4. Strategi Akulturasi

  Strategi akulturasi dipahami sebagai cara individu atau kelompok budaya yang sedang berakulturasi dalam interaksi atau kontak dengan individu atau kelompok dari budaya lain (Berry dkk, 1999). Ada dua dimensi fundamental yang nantinya akan berpengaruh terhadap strategi akulturasi yang dipilih individu atau kelompok yang sedang berakulturasi. Dua dimensi itu adalah menjaga identitas budaya aslinya dan menjaga hubungan dengan kelompok budaya lain (Berry ketika respon evaluatif terhadap dua dimensi tersebut bersifat dikotomi.

  “Ya atau tidak” untuk menjaga budaya aslinya dan “ya atau tidak” untuk mengadopsi budaya lain.

  Ada 4 strategi yang disodorkan Berry dkk (1999), strategi itu antara lain: a.

  Integrasi Individu yang dalam berhubungan dengan individu atau kelompok budaya setempat menjaga dan mempertahankan budayanya dan mengadopsi nilai budaya setempat.

  b.

  Separasi Individu yang dalam berhubungan dengan individu atau kelompok lain menjaga dan mempertahankan nilai budayanya sendiri, namun relatif tidak peduli dengan nilai budaya lain.

  c.

  Asimilasi Individu yang dalam berhubungan dengan individu atau kelompok lain mau menerima nilai budaya lain, namun secara relatif tidak memperdulikan/melestarikan nilai budayanya sendiri. d.

  Marjinalisasi Individu yang dalam berhubungan dengan individu atau kelompok lain tidak memperdulikan nilai budayanya sendiri maupun nilai budaya yang lain. Individu mengalami perasaan ambivalen dan terasing dari nilai budayanya sendiri maupun nilai budaya yang lain.

B. Ngada

  Kabupaten Ngada terletak diantara 8- 9‟ lintang selatan dan 120‟45-

  12 1‟-50‟ bujur timur. Bagian utara berbatasan dengan laut Flores, bagian selatan berbatasan dengan laut Sawu, bagian timur berbatasan dengan

  Kabupaten Nagekeo dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Manggarai.

  Ada dua kelompok budaya yang hidup di kabupaten Ngada. Pembagian ini didasari pada kelompok etnis yaitu etnis Riung dan etnis Bajawa/Ngada (kemudian akan disebut Ngada dalam penelitian ini).

  Kedua kelompok budaya tersebut memiliki beberapa kesamaan dan kemiripan, tetapi dalam beberapa hal nampak berbeda (Bolong, 2005).

  Jenis budaya yang sama antara lain seperti Para/paras yaitu suatu upacara adat pamancangan Ngadu (batu bulat atau persegi panjang) dan Nambe (batu besar berbentuk bulat ceper) di tengah kampung disertai pembunuhan hewan kurban berupa kerbau sebagai simbol identitas, yang berbeda antara lain upacara adat reba di etnis Ngada dan larik (caci) di etnis Riung.

  Etnis Ngada mengenal adanya kelas sosial atau starata sosial atau kasta, dalam bahasa setempat disebut Rang (Bolong, 2005). Kelas sosial ini sangat mempengaruhi status sosial dalam kehidupan masyarakat. Status kemudian berpengaruh dalam relasi sosial dan dalam penguasaan tanah.

  Struktur kekuasaan adat dalam masyarakat adat Ngada juga berlaku menurut kelas sosial. Tugas dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pengaturan adat istiadat dalam masyarakat dijalankan sesuai dengan strata sosial yang ada.

  Selain itu, Orang Ngada memiliki kebudayaan unik terkait dengan kekerasan. Masyarakat suku Ngada memiliki satu ritual atraksi tinju tradisional yang dinamakan Caci. Bukan hanya di Ngada, tapi beberapa suku disekitar Ngada juga mengenal ritual ini. Tinju adat ini dilangsungkan ketika menyambut musim panen dan diadakan setiap setahun sekali yang diikuti oleh kaum lelaki dewasa. Jika ada petinju yang berdarah, dipercayai menandakan hasil panen akan melimpah. Bagi banyak orang, tinju merupakan olahraga keras, namun orang Ngada dan suku lain disekitarnya menjadikan Caci sebagai tarian, olahraga dan hiburan (Alo Liliweri, 2002).

  Orang Ngada memiliki beberapa prinsip hidup dalam keterkaitannya dengan adat istiadatnya. Dasnan (dalam Bolong, 2005) solidaritas (To

  ‟o Penga To‟o, Rejo Penga Rejo). Dalam prinsip ini ada

  kepercayaan orang Ngada bahwa ketika seseorang tidak sanggup melaksanakan tugas pengabdian dengan baik, maka ia sudah memiliki keyakinan untuk percaya kepada bantuan yang diatur dari sesamanya. Sebaliknya, jika ada anggota masyarakat lain dikala membutuhkan bantuan untuk memenuhi kebutuhan akan kesejahteraannya, akan diadakan kumpul bersama (Utu Bhou) untuk membahas apa saja yang bisa dilakukan secara bersama untuk membantu anggota masyarakatnya yang membutuhkan bantuan tersebut.

  Kedua, prinsip toleransi (

  Modhe Ne‟e Hoga Woe, Meku Ne‟e Doa Delu ). Toleransi dipahami sebagai sikap pribadi atau kelompok dalam

  menghargai keberadaan pribadi atau kelompok lain yang memiliki ciri-ciri yang berbeda agar dapat selalu hidup rukun antar sesama. Orang Ngada percaya bahwa pemaksaan kehendak bukanlah cara yang dipakai ketika terjadi masalah terkait adanya perbedaan pribadi atau kelompok.

  Ungkapan adat setempat mengatakan “Ma‟e beke meze kasa kapa” atau jangan membusungkan dada untuk melakukan pemaksaan kehendak, akan tetapi berusaha menghapi masalah dengan kumpul bersama (musyawarah). Sebagai contoh jika terjadi konflik tanah antara masyarakat adat selalu diselesaikan secara musyawarah bersama. Pendekatan kekeluargaan dalam menyelesaikan konflik ini biasanya melalui ketua suku atau tokoh masyarakat setempat. Masyarakat Ngada juga memiliki sifat saling beragama, hidup antara umat beragama sangat rukun. Dalam sejarah Ngada sampai sekarang, belum pernah terjadi konflik yang disebabkan oleh fanatisme sempit terhadap ajaran agama. Antara umat beragama selalu saling membantu dan menghargai satu sama lain.

  Ketiga, prinsip tertib budi pekerti (Sui Uwi) Masyarakat adat Ngada mengenal budi pekerti sebagai norma-norma yang bersumber pada ajaran kehidupan para leluhur sebagaimana diwariskan secara turun temurun dan masih dipatuhi oleh masyarakat adat dalam kehidupan sehari-hari. Norma- norma yang bersumber pada ajaran kehidupan para leluhur tersebut tidak tertulis dan terus berkembang sesuai dengan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, inkulturasi ajaran agama serta hukum tertulis pemerintah.

C. Mahasiswa Ngada di Yogyakarta

  Mahasiswa Ngada terkesan eksklusif baik di lingkungan kampus maupun di lingkungan tempat tinggal (wawancara lapangan, 20 Mei 2011). Ketika berada di lingkungan kampus, mahasiswa Ngada cenderung hanya bergaul dengan mahasiswa kelompok etnisnya (etnis Ngada) dan beberapa mahasiswa yang berasal dari wilayah yang sama (Flores/NTT). Pergaulan dengan etnis lain hanya sebatas urusan kuliah, tidak kemudian akrab dengan mahasiswa dari etnis lain. Mahasiswa Ngada pun dikenal sangat jarang terlibat dalam organisasi kampus. Mereka lebih memilih yang ada di Yogyakarta seperti KBNY (Keluarga Besar Ngada Yogyakarta).

  Kesan ekslusif dan tertutup juga dijumpai di lingkungan tempat tinggal. Mahasiswa Ngada cenderung memilih untuk tinggal bersama dengan sesama mahasiswa Ngada atau mahasiswa dari wilayah yang sama (Flores/NTT). Dalam pemilihan tempat kos, mahasiswa Ngada akan membicarakannya terlebih dahulu dengan mahasiswa Ngada yang lain kemudian bersama-sama mencari kos yang sesuai. Kriteria pemilihan kos yang sesuai tidak hanya mengenai fasilitas kos yang ada, tetapi juga mengenai penghuni kos yang sudah ada, apakah mayoritas penghuni kos berasal dari etnis Ngada atau Flores/NTT ataukah dari etnis lain. Pada akhirnya mahasiswa Ngada akan cenderung memilih kos yang mayoritas penghuninya berasal dari wilyah yang sama atau daerah yang sama. Jika kemudian akhirnya memilih kos yang heterogen dimana penghuninya terdiri dari beberapa etnis, kecenderungan yang muncul adalah mereka kurang membuka diri untuk bergaul dan hanya bergaul dengan sesama orang Ngada saja.

  Oleh karena sikap dan perilaku keeksklusifan mahasiswa Ngada itu, solidaritas kelompok/etnis menjadi kuat. Salah satu bentuk solidaritas itu dapat dilihat ketika salah satu mahasiswa Ngada terlibat konflik dengan etnis lain. Mahasiswa Ngada yang lain akan ikut membantu menyelesaikan konflik yang terjadi bahkan dengan cara kekerasan. Solidaritas yang kuat

D. Akulturasi Mahasiswa Ngada di Yogyakarta

  Secara singkat, kehidupan akulturasi mahasiswa Ngada akan dijelaskan berdasarkan proses akulturasi dimulai dari latar belakang kedatangan mahasiswa Ngada ke Yogyakarta dan bagaimana interaksi dan kendala yang dihadapi mahasiswa Ngada di Yogyakarta.

  Alasan utama kedatangan mahasiswa Ngada ke Yogyakarta adalah melanjutkan pendidikan. Sebelum sampai di Yogyakarta kebanyakan mahasiswa Ngada mengenal Yogyakarta sebagai tempat yang unggul dalam pendidikan. Oleh karena keunggulan Yogyakartalah mahasiswa Ngada kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Yogyakarta. Alasan lain yang mendorong kedatangan mereka ke Yogyakarta berbeda antara individu yang satu dan yang lain.

  Sikap yang ditunjukkan mahasiswa Ngada terhadap mahasiswa lain dalam interaksinya pun berbeda, sikap terhadap mahasiswa yang berasal dari suatu wilayah/etnis yang satu dengan mahasiswa dari wilayah etnis yang lain (wawancara lapangan, 20 Mei 2011). Mahasiswa Ngada lebih sering berinteraksi dengan sesama mahasiswa Ngada lainnya. Selain itu, mahasiswa Ngada juga lebih sering berinteraksi dengan mahasiswa yang berasal dari kawasan yang sama seperti etnis-etnis yang ada di NTT, Maluku atau Papua. Interaksi yang dilakukan antara lain saat kegiatan kuliah, kegiatan olahraga, kegiatan di tampat tinggal, acara keagamaan maupun pertemuan rutin komunitas antar mahasiswa Ngada (KBNY).

  Interaksi mahasiswa Ngada dengan masyarakat Yogyakarta sendiri lebih banyak terjadi dalam urusan bisnis seperti tempat tinggal (kos atau kontrakan), makan (warung makan), laundry, ataupun kebutuhan jasa lainnya seperti rental komputer.

  Sedangkan kendala yang dihadapi mahasiswa Ngada dalam kehidupan akulturasinya di Yogyakarta justru lebih terlihat ketika mereka berinteraksi dengan mahasiswa etnis lain yang berasal dari wilayah yang sama (Indonesia Timur). Berbagai konflik antara mahasiswa Indonesia timur justru terjadi ketika mereka saling berinteraksi. Konflik muncul misalya ketika pertandingan sepakbola atau saat pesta syukuran (kelulusan mahasiswa, acara keagamaan) yang diadakan oleh mereka. Konflik tersebut biasanya berujung pada kekerasan seperti perkelahian ataupun tawuran antara kelompok mahasiswa Indonesia Timur.

E. Batasan Konseptual

  Dalam penelitian ini batasan pemahaman mengenai akulturasi adalah akulturasi yang terjadi pada tingkat individu atau akulturasi psikologis. Guna memahami pola dan proses akulturasi individu mahasiswa Ngada, gambaran mengenai tahap-tahap akulturasi serta strategi akulturasi yang dipilih oleh informan menjadi bagian penting yang akan diungkap untuk melihat kehidupan akulturasi mereka.

  Proses akulturasi dan strategi akulturasi mahasiswa Ngada dengan Masyarakat Yogyakarta yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mendiami Yogyakarta terutama dari etnis Jawa sebagai etnis dominan serta mahasiswa dari etnis lain yang dijumpai mahasiswa Ngada.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan

  kualitatif memungkinkan peneliti mempelajari isu atau tema tertentu secara mendalam dan komprehensif. Penelitian ini melihat suatu gejala sebagai sesuatu yang dinamis dan berkembang, dengan mendeskripsikan dan memahami proses dinamis yang terjadi berkenaan dengan gejala yang diteliti (Poerwandari, 1998).

  Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk menggambarkan proses dan strategi akulturasi dari pengalaman-pengalaman yang dihidupi oleh subyek baik perilaku, persepsi,motivasi, tindakan dll, secara holistik dan dengan cara diskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa (Moleong, 2009).

  Penelitian ini bertujuan mengungkap secara mendalam bagaimana dinamika kehidupan subyek dalam interaksinya dengan individu atau kelompok yang berbeda budaya di tengah lingkungan baru berdasarkan pengalaman subyek dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini dilakukan agar dapat menggambarkan proses dan strategi akulturasi dari subyek sebagai fokus dalam penelitian ini.

B. Prosedur Penelitian

  Prosedur dalam penelitian ini mengaju pada tahapan penelitian kualitatif menurut Moleong (2009). Tahapan tersebut antara lain :

  1. Tahap Pra-lapangan

  Pada tahap ini, peneliti menyusun rancangan penelitian sebelum turun ke lapangan. Selain itu, peneliti melakukan penjajakan/orientasi lapangan melalui kepustakaan atau melalui orang dalam (significant

  others ). Orientasi lapangan dilakukan untuk mendapatkan gambaran

  umum tentang berbagai hal terkait konteks penelitian. Pada tahap ini, peneliti juga perlu melakukan pendekatan awal secara terbuka kepada subyek penelitian.

  2. Tahap Pekerjaan Lapangan

  Pada tahap ini, peneliti mulai mengumpulkan data. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data yang sudah dirancang sebelumnya.

  3. Analisis Data

  Data yang didapat kemudian diolah dengan tahapan-tahapan yang dikemukakan oleh Smith (dalam Poerwandari, 1998). Tahapan tersebut antara lain : a.

  Membaca transkip berulang-ulang untuk mendapatkan pemahaman tentang kasus atau masalah. Pada tahap ini, peneliti dapat menuliskan kesimpulan sementara, suatu hal yang tiba-tiba muncul b.

  Peneliti kemudian menuliskan tema-tema yang muncul maupun kata- kata kunci yang dapat menangkap esensi data dari teks yang dibaca.

  c.

  Mendaftar tema-tema yang muncul kemudian mencoba memikirkan hubungan-hubungan antara tema.

  d.

  Setelah peneliti melakukan proses diatas pada tiap-tiap transkip, peneliti kemudian dapat menyusun „master‟ berisikan daftar tema- tema dan kategori-kategori yang telah disusun sehingga menampilkan pola hubungan antara katagori.

C. Subyek Penelitian

  Subyek penelitian dalam penelitian ini yaitu mahasiswa di Yogyakarta yang berasal dari Ngada (NTT). Teknik sampling yang digunakan yaitu teknik purposive sampling. Subyek penelitian dipilih sesuai dengan tujuan penelitian, dengan kriteria yang telah disusun oleh peneliti. Kriteria tersebut antara lain : 1.

  Mahasiswa yang berasal dari Ngada di Yogyakarta yang telah tinggal selama lebih dari 3 tahun. Mahasiswa yang telah tinggal selama lebih dari 3 tahun dianggap telah cukup banyak memiliki pengalaman berinteraksi dengan individu di sekitarnya.

  2. Ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial, baik di kampus maupun kegiatan diluar kampus. Dengan berpartisipasi dalam kegiatan sosial berarti semakin sering subyek berkesempatan untuk berinteraksi dengan

  Dari kriteria yang telah ditentukan, peneliti kemudian memilih subyek penelitian yang representatif. Peneliti memilih subyek yang tergabung dalam komunitas mahasiswa Ngada atau KBNY (Keluarga Besar Ngada Yogyakarta) D.

   Batasan Penelitian