Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

  PERBEDAAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL (UN) ANTARA SISWA LAKI-LAKI DAN SISWA PEREMPUAN DI SMA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Disusun oleh : Maria Agustina Trianna Puspita Dewi 06 9114 007 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010 ii

iii

iv

  MOTO DAN PERSEMBAHAN ..........................be your self.....................

  Karyaku ini kupersembahkan bagi: Tuhan Jesus Kristus dan Bunda Maria di Surga

  Ayahanda Bernardinus Rustamaji Ibunda Maria Suharmiyatun

  Thomas Aquino Ari Indratama Widiawan Polycarpus Ari Febriandita Twedihandoko v

  

PERBEDAAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN NASIONAL (UN)

ANTARA SISWA LAKI-LAKI DAN SISWA PEREMPUAN DI SMA

Maria Agustina Trianna Puspita Dewi

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kecemasan menghadapi Ujian Nasional (UN) antara siswa laki-laki dan siswa perempuan di SMA. Hipotesis yang diajukan adalah siswa perempuan memiliki kecemasan yang lebih tinggi dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) dibanding siswa laki-laki. Berdasarkan hasil uji seleksi item pada skala yang digunakan diperoleh koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,932, yang berarti bahwa reliabilitasnya sangat tinggi. Analisis data penelitian menghasilkan t-hitung sebesar 3,388 dan nilai p sebesar 0,002. Hasil ini menunjukkan bahwa p ฀ 0,05 = signifikan, yang berarti terdapat perbedaan kecemasan yang signifikan dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) antara siswa laki-laki dan siswa perempuan di SMA. Hasil penelitian juga menghasilkan mean empiris siswa laki-laki 94,36, sedangkan mean empiris siswa perempuan 104,45. Karena mean empiris siswa perempuan lebih tinggi dari mean empiris siswa laki-laki, siswa perempuan memiliki kecemasan yang lebih tinggi dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) dibanding siswa laki-laki. Hal tersebut membuktikan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Berdasarkan hasil uji tambahan diperoleh pula mean teoritis yakni 112,5. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mean empiris siswa laki-laki lebih kecil dari mean teoritis (94,36 ฀ 112,5) dengan p 0,000 dan mean empiris siswa perempuan lebih kecil dari mean teoritis (104,45

  ฀ 112,5) dengan p 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa keseluruhan subyek di SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan memiliki kecemasan yang rendah dalam menghadapi Ujian Nasional (UN).

  Kata kunci : kecemasan, Ujian Nasional, siswa laki-laki, siswa perempuan vi

  

THE DIFFERENCE OF ANXIETY WHILE HAVING NATIONAL

EXAMINATION BETWEEN MALE AND FEMALE STUDENTS IN

SENIOR HIGH SCHOOL

Maria Agustina Trianna Puspita Dewi

ABSTRACT

  The aim of this research is to know the difference of students’ anxiety while having

National Examination between male and female students in Senior High School. The hypothesis

is that female students have higher anxiety than male students in National Examination. Based on

item selection test scale used the researcher got coefficient alpha 0,932, means that the reliability

was high. The research data analysis results on t-content 3,388 and the value p 0,002. These result

showed p ฀ 0,005 = significant, means there is significant difference of anxiety while having

National Examination between male and female students in Senior High School. Result of the

research results on mean empirical the male students 94,36, whereas mean empirical the female

students 104,45. Mean empirical of female students was higher than mean empirical of male

students, female students have higher anxiety while having National Examination than male

students. This matter has stated that this research’s hypothesis is accepted. Based on the result of

“Uji Tambahan” the researcher got theoretical mean 112,5. Through the result can be concluded

that empirical mean of male students is smaller than theoretical mean (94,36 ฀ 112,5) with p

0,000 and empirical mean of female students is smaller than theoretical mean (104,45 ฀ 112,5)

with p 0,000. It shows that all the subjects in SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan have low

anxiety while they are going to face National Examination.

  Keyword : anxiety, National Examination, male student, female student vii viii

KATA PENGANTAR

  ix

  Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Perbedaan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) antara Siswa Laki-laki dan Siswa Perempuan di SMA.

  Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

  Penulis merasakan bahwa banyak bantuan yang diberikan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:

  1. Y. Heri Widodo S. Psi., M. Psi, selaku Dosen Pembimbing yang setia dan sabar membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

  2. Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi.

  3. Segenap dosen Psikologi yang telah memberikan pengetahuan, wawasan, dan ilmu pengetahuan yang berguna bagi penulis.

  4. Kedua orang tuaku Ayahanda Drs. Bernardinus Rustamaji dan Ibunda Maria Suharmiyatun yang telah memberikan banyak pelajaran hidup bagi penulis hingga penulis bisa menjadi seorang pribadi yang kuat dan tahan banting dalam menghadapi kenyataan hidup.

  5. Saudara kandungku, Thomas Aquino Ari Indratama Widiawan S.E dan Polycarpus Ary Febriandita Twedi Handoko yang telah memberikan dukungan moril bagi penulis dalam menyusun skripsi ini.

  6. Segenap staf karyawan perpustakaan yang dengan sabar membantu penulis dalam meminjam buku-buku di perpustakaan.

  7. Segenap teman-teman Psikologi angkatan 2006 yang telah menjadi teman seperjuangan dalam menjalani perkuliahan di Fakultas Psikologi.

  8. Bruder Warto selaku Kepala SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan yang telah memberikan ijin penelitian dan Ibu Kiswanti selaku guru mata pelajaran Bimbingan Konseling (BK) SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan yang telah membantu proses pengambilan data penelitian.

  9. Seluruh siswa-siswi kelas XII SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi angket.

  10. Saudara-saudari serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini.

  Yogyakarta, 15 April 2010 Penulis

  Maria Agustina Trianna P.D x

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL ...........................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ii HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iii HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN .................................................iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ v ABSTRAK ........................................................................................................vi

  ABSTRACT .......................................................................................................vii

  LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...........................vii KATA PENGANTAR ......................................................................................ix DAFTAR ISI .....................................................................................................xi DAFTAR TABEL............................................................................................. xvi DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii

  BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 xi

  xii

  3. Faktor Penyebab Kecemasan ........................................................... 15

  2. Remaja Laki-laki .............................................................................. 20

  b. Tahap Perkembangan Remaja ...................................................... 19

  a. Pengertian Remaja ....................................................................... 18

  1. Remaja .............................................................................................. 18

  B. Siswa Laki-laki dan Siswa Perempuan ........................................................ 18

  4. Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) ................................ 17

  2. Aspek Kecemasan ............................................................................ 13

  B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 10

  1. Definisi Kecemasan ......................................................................... 13

  BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 13 A. Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) ........................................... 13

  2. Manfaat Praktis ............................................................................... 11

  1. Manfaat Teoritis .............................................................................. 10

  D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 10

  C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 10

  3. Remaja Perempuan............................................................................ 21

  C. Dinamika Antar Variabel ............................................................................ 23

  D. Hipotesis ...................................................................................................... 28

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 29 A. Jenis Penelitian ............................................................................................ 29 B. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................................... 29 C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ..................................................... 29

  1. Jenis Kelamin .......................................................................................... 29

  2. Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) ...................................... 30

  D. Subyek Penelitian ........................................................................................ 31

  E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ........................................................... 32

  1. Metode .................................................................................................... 32

  2. Alat Pengumpulan Data .......................................................................... 33

  F. Metode Analisis Data ................................................................................... 34

  1. Uji Validitas ..................................................................................... 34

  2. Uji Reliabilitas ................................................................................. 35

  3. Uji Asumsi ....................................................................................... 36

  a. Uji Normalitas .............................................................................. 36 xiii

  b. Uji Homogenitas .......................................................................... 36

  4. Uji Hipotesis .................................................................................... 36

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 38 A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 38

  1. Persiapan ........................................................................................... 38

  2. Pelaksanaan ....................................................................................... 39

  B. Deskripsi Data Penelitian ............................................................................ 39

  C. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ........................................................... 39

  1. Uji Validitas ..................................................................................... 39

  2. Korelasi Item Total .......................................................................... 40

  3. Reliabilitas ....................................................................................... 41

  D. Uji Asumsi .................................................................................................. 42

  1. Uji Normalitas .................................................................................. 42

  2. Uji Homogenitas .............................................................................. 42

  E. Hasil ............................................................................................................. 43

  1. Uji Hipotesis .................................................................................... 43

  2. Hasil Tambahan ............................................................................... 45

  3. Pembahasan ...................................................................................... 46 xiv

  BAB V PENUTUP ........................................................................................... 51 A. Kesimpulan ................................................................................................ 51 B. Saran ........................................................................................................... 52

  1. Bagi Siswa ....................................................................................... 52

  a. Siswa Perempuan ......................................................................... 52

  b. Siswa Laki-laki ............................................................................ 52

  2. Bagi Sekolah ................................................................................... 53

  3. Bagi Instansi Pendidikan dan Pemerintah ....................................... 53 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 54 LAMPIRAN ..................................................................................................... 56 xv

  

DAFTAR TABEL

  Tabel Halaman

  Tabel 1 Tabel Spesifikasi Skala Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) .................................................... 33

  Tabel 2 Pemberian Skor Skala Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) ..................................................... 34

  Tabel 3 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Koefisien Alpha......................................................................... 35

  Tabel 4 Tabel Spesifikasi Skala Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) ..................................................... 41 xvi

  

DAFTAR BAGAN

  Bagan Halaman

  Bagan 1 Dinamika Antar Variabel ................................................................. 27 xvii

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran Halaman

  Lampiran 1 Korelasi Item Total dan Reliabilitas...................................56 Lampiran 2 Uji Asumsi..........................................................................65 Lampiran 3 Uji Hipotesis.......................................................................67 Lampiran 4 Uji Tambahan......................................................................68 Lampiran 5 Skala Kecemasan menghadapi Ujian Nasional (UN).........72 Lampiran 6 Verbatim Hasil Wawancara................................................78 Lampiran 7 Surat Keterangan................................................................83 Lampiran 8 Persetujuan Partisipasi dalam Penelitian............................84 xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Evaluasi adalah proses untuk mengetahui pencapaian hasil dan

  efektivitas pembelajaran. Dengan demikian, evaluasi merupakan salah satu komponen pokok yang selalu ada dalam pembelajaran. Dengan kata lain, pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan evaluasi. Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti “penilaian atau penaksiran” (“Pengembangan instrumen”, 2009).

  Penggunaan istilah evaluasi dalam dunia pendidikan sebenarnya dapat dikatakan masih relatif baru (“Pengembangan instrumen”, 2009). Rice, tokoh yang dianggap sebagai pemula kegiatan evaluasi di Amerika Serikat pada awal abad ini, belum menggunakan istilah evaluasi, meskipun pekerjaannya dapat dikategorikan sebagai pekerjaan evaluasi. Tyler baru mempergunakan istilah evaluasi dalam buku kecilnya yang terkenal berjudul Basic Principles

  of Curriculum and Instruction yang ditulis pada 1949. Tyler sebagaimana

  dikutip oleh Guba mendefinisikan evaluasi sebagai proses pembanding data empiris kinerja pembelajar dengan tujuan yang ditetapkan secara jelas/proses untuk menentukan sejauh mana tujuan telah direalisasikan. Sementara itu, Morrison sebagaimana dikutip oleh Oemar Hamalik merumuskan pengertian evaluasi sebagai perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggungjawabkan. Dari rumusan Morrison tersebut, terdapat tiga faktor utama dalam evaluasi, yaitu (1) pertimbangan (judgment), (2) deskripsi objek penilaian, dan (3) kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan (“Pengembangan instrumen”, 2009).

  Tujuan pendidikan mencakup domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiganya perlu dicapai secara komprehensif dan seimbang. Pencapaian tujuan domain kognitif akan menjadikan seseorang menjadi cerdas.

  Pencapaian tujuan domain afektif akan menjadikan seseorang menjadi berakhlak mulia, dan pencapaian tujuan psikomotor akan menjadikan seseorang menjadi terampil. Berdasarkan kondisi ini, evaluasi pendidikan yang ideal (seharusnya) mencakup ketiga domain tersebut secara komprehensif. Realitas menunjukkan bahwa evaluasi belum dilaksanakan secara komprehensif karena masih didominasi evaluasi pada domain kognitif (“Pengembangan instrumen”, 2009).

  Kesenjangan antara evaluasi yang ideal dan realitas evaluasi dapat divisualisasikan sebagai berikut. Realitas menunjukkan bahwa masih banyak yang mereduksi evaluasi sebagai kegiatan tes. Hal ini dibuktikan dengan kegiatan evaluasi yang menonjol di lembaga dan satuan pendidikan yang terwujud dalam pelaksanaan tes yang diselenggarakan setelah penyelesaikan pokok bahasan tertentu (kompetensi dasar tertentu) sebagai tes formatif, dan tes akhir semester yang dikenal dengan tes sumatif, serta tes yang diselenggarakan di akhir jenjang pendidikan tertentu dalam bentuk ujian akhir sekolah dan ujian nasional. Dari tes formatif, sumatif, hingga ujian akhir sekolah dan ujian nasional sebagian besar dalam bentuk tes, dan tes tersebut sebagian besar dalam bentuk tes tertulis. Padahal tes tertulis hanyalah salah satu bentuk tes (di samping tes lisan dan tindakan). Tes hanyalah salah satu dari teknik evaluasi (di samping teknik non tes/alternatif tes). Menggunakan teknis tes tertulis untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik yang mencakup berbagai domain (kognitif, afektif, dan psikomotor) tentu saja tidak dapat memberikan informasi yang valid dan reliabel, serta tidak selaras dengan prinsip kontinuitas, objektivitas, keseimbangan, dan komprehensifitas sebuah evaluasi. Tes tepat dipakai untuk mengukur pencapaian domain kognitif, tetapi tidak tepat untuk mengukur pencapaian ranah afektif. Padahal cakupan tujuan pendidikan, baik skala nasional, jenjang pendidikan, satuan pendidikan, bahkan hingga tujuan mata pelajaran (standar kompetensi mata pelajaran) meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotor (“Pengembangan instrumen”, 2009).

  Berdasarkan penjelasan di atas, ironis memang sebuah proses pembelajaran yang panjang, yakni 3 sampai dengan 6 tahun hanya ditentukan oleh hasil tes tertulis yang dilaksanakan beberapa jam pada mata pelajaran tertentu melalui Ujian Nasional (“Pengembangan instrumen”, 2009). Ujian Nasional juga menjadi suatu hal yang problematik karena perubahan dan peningkatan standar kelulusan terus dilakukan pemerintah dari tahun ke tahun (“Ujian nasional”, 2009). Maksud pemerintah sebenarnya baik, meningkatkan standar kompetensi siswa, akan tetapi upaya peningkatan itu tidak diiringi dengan dukungan perangkat pendidikan, terutama di daerah. Dibanding kota- kota di Pulau Jawa, perangkat pendidikan di daerah masih ketinggalan, baik fasilitas maupun profesionalitas. Setidaknya perlu waktu agar perangkat pendidikan di daerah bisa sama dengan perangkat pendidikan di kota-kota di Pulau Jawa. Hasil beberapa kali try out UN di Kalsel bisa menjadi bukti ada ketimpangan antara daerah dengan kota di Jawa. Seperti diketahui, try out UN di Kalimantan Selatan hasilnya jauh dari kata memuaskan. Dengan demikian, hasil buruk diraih sekolah pinggiran yang memang penuh keterbatasan (“Ujian nasional”, 2009).

  Hal di atas tentu saja bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi di negara Kanada, Amerika Serikat dan Swedia. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang asing dari beberapa negara, antara lain murid asing yang sedang menjalani pendidikannya di sebuah lembaga bahasa di Yogyakarta yakni James yang berasal dari Kanada mengemukakan bahwa untuk lulus dari SMA, seorang siswa tidak perlu melaksanakan Ujian Nasional (UN) melainkan dapat dilakukan hanya dengan mencapai nilai atau target tertentu pada mata pelajaran yang diambil. Jika nilai atau target tersebut belum tercapai, seorang siswa tidak perlu mengulang melainkan memperbaiki nilainya tersebut melalui proses remedial (“Wawancara subyek 1”, 2010).

  Selain pendapat dari James, ada pula pendapat dari Henry Joshua yang merupakan warga negara Indonesia yang sejak lahir hingga SMA berada di negara Amerika Serikat karena ayahnya merupakan warga Amerika Serikat. Ia mengatakan bahwa Ujian Nasional (UN) hanya dilakukan sebagai syarat untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negri, sedangkan bagi siswa yang ingin melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi swasta tidak perlu mengikuti

  Ujian Nasional (UN). Jadi, Ujian Nasional (UN) di Amerika Serikat mirip dengan UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negri) di Indonesia dan tidak menjadi penentu kelulusan siswa di jenjang SMA (“Wawancara subyek 2”, 2010). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Michele Tumiwa. Ia adalah seorang penduduk asli Indonesia yang pindah ke negara Swedia sejak SMP hingga ia lulus SMA kemudian pindah kembali ke Indonesia. Ia mengatakan bahwa negara Swedia merupakan negara bagian dari Uni Eropa dan Ujian Nasional (UN) hanya dilaksanakan untuk mendapatkan nilai standar Eropa yang akan digunakan sebagai syarat untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negri (“Wawancara subyek 3”, 2010).

  Kemunculan UN (yang dulu juga disebut Ebtanas) yang memasuki tahun ke -5 ini memberikan warna tersendiri bagi dunia pendidikan. Dari masalah kebocoran soal, “tim sukses”, mark-up nilai, kecemasan dan ketakutan yang berlebihan, peserta ujian yang sakit, bahkan bunuh diri (”Pemilu ujian”, 2009). Hal ini terlihat dari beberapa kasus yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, contohnya saja seperti kasus yang terjadi di kota Semarang. Sejumlah siswa kelas III jenjang SMP dan SMA Kota Semarang dilanda kecemasan menjelang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) pada 22-24 Mei untuk SMP/MTs dan 16-18 Mei 2006 untuk SMA/MA serta SMK. Rasa was-was juga melanda orang tua. Mereka khawatir apabila peserta didik tidak bisa mencapai nilai minimal 4,26 untuk setiap mata pelajaran, atau tidak mampu mendapatkan di atas 4,50 nilai rata-rata tiga mata pelajaran sebagai syarat kelulusan (“Siswa mulai”, 2006). Selain kasus di atas, rasa cemas juga dialami oleh para siswa di kota Medan. Rasa cemas dan takut gagal dalam Ujian Nasional (UN) yang akan dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia pada 20-24 April 2009 mulai melanda sejumlah siswa di Medan. “Meski jauh-jauh hari sudah mempersiapkan diri, tapi rasa cemas sangat sulit dihilangkan karena masa depan saya tergantung hasil ujian ini. Meskipun beberapa kali try out telah saya ikuti dan hasilnya cukup memuaskan, namun rasa cemas tetap saja sulit untuk dihilangkan”, kata Yusrizal, salah seorang siswa SMA ketika ditemui di lapangan Merdeka, Medan. Rasa cemas menghadapi Ujian Nasional (UN) juga dirasakan oleh Helmy, siswa SMA lainnya yang ditemui di tempat yang sama. Ia mengaku dalam beberapa hari ini selera makannya sedikit berkurang karena takut membayangkan gagal dalam Ujian Nasional (UN). “Bayangan tidak lulus UN selalu menghantui saya sehingga muncul rasa cemas.

  Meskipun begitu, saya tidak boleh larut karena mau tidak mau ujian harus dihadapi”, katanya (“Jelang UN”, 2009).

  Berdasarkan fenomena-fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan menghadapi ujian menjadi persoalan yang penting karena memiliki akibat luas, baik dalam area akademik maupun personal siswa. Cemas menghadapi ujian adalah respon seseorang terhadap situasi ujian, respon yang diperoleh dan ulangi sejak kecil, yang diperoleh sebagai hasil belajar lainnya, dan respon tersebut dapat diubah. Kecemasan dalam kadar yang proporsional tidak memiliki dampak yang negatif, malah memiliki dampak yang positif karena memotivasi kita untuk belajar lebih giat mempersiapkan diri menghadapi ujian. Secara akademik, kecemasan ini berakibat pada kegagalan akademik hingga penolakan terhadap sekolah (school refusal). Secara personal, kecemasan ini menyebabkan rendahnya harga diri siswa, ketergantungan, serta perilaku pasif dalam kehidupan sehari-hari (”Mengatasi cemas”, 2009).

  Dengan adanya berbagai persoalan yang terkait dengan kecemasan siswa, maka perlu diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan.

  Menurut Daradjat (1996) kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain lingkungan sosial budaya, usia, dan jenis kelamin. Individu yang dihadapkan pada lingkungan sosial budaya yang mengancam akan sangat mempengaruhi kecemasannya. Selain lingkungan sosial budaya, kecemasan juga dipengaruhi oleh faktor usia. Usia sangat mempengaruhi tingkat kecemasan karena gangguan kecemasan banyak dialami oleh individu yang memasuki masa remaja hingga mendekati masa dewasa dini yaitu rata-rata timbul pada usia 16-21 tahun. Thornburg (dalam Dariyo, 2004) mengemukakan bahwa pada rentang usia 16-21 seseorang berada di jenjang pendidikan SMA atau perguruan tinggi. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Frisca Panggabean (2006) yang menyatakan bahwa siswa SMA terutama siswa kelas 3 SMA memiliki tingkat kecemasan yang tinggi karena para pelajar yang duduk di kelas 3 SMA sudah mulai memiliki perencanaan untuk melanjutkan studi mereka ke tingkat perguruan tinggi ketika memasuki tahun-tahun akhirnya di tingkat menengah umum. Mereka memiliki harapan supaya mendapatkan pendidikan yang lebih baik lagi karena konsep pendidikan itu sendiri mengandung arti upaya mencerdaskan manusia atau subyek didik. Upaya untuk mendapatkan pendidikan lebih lanjut ini terwujud dalam melanjutkan studi ke perguruan tinggi baik Perguruan Tinggi Negeri (PTS), Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK), maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

  Di samping usia, kecemasan juga turut dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, yakni perempuan dan laki-laki. Perempuan memiliki sifat feminin, peduli dan perhatian. Perempuan juga cenderung memusatkan perhatian secara pribadi, melibatkan rasa emosional dengan orang lain, menganggap bahwa kualitas penerimaan dari lingkungan sangat dibutuhkan, dan dipengaruhi oleh tekanan lingkungan. Dengan adanya sifat perempuan yang dipengaruhi oleh tekanan lingkungan, dan menganggap bahwa kualitas penerimaan dari lingkungan sangat dibutuhkan, perempuan menjadi lebih sensitif terhadap penerimaan lingkungan sosial, sehingga perempuan cenderung lebih rentan terhadap kecemasan terutama ketika akan merespon dan menghadapi objek- objek yang menjadi penyebab kecemasannya (Retno, 2007).

  Bertolak belakang dengan hal-hal di atas, sifat yang dimiliki laki-laki antara lain sifat maskulin, cenderung mementingkan pada tercapainya apa yang menjadi tujuan dan sasaran ketika mereka berhubungan dengan orang lain. Laki-laki juga lebih rileks dalam menghadapi kehidupan sehari-hari, berhubungan dengan orang lain maupun ketika berhadapan dengan lingkungan sekitarnya, serta berani mengambil risiko ketika berhadapan dengan lingkungannya. Dengan adanya sifat rileks dalam menghadapi kehidupan sehari-hari, berhubungan dengan orang lain maupun ketika berhadapan dengan lingkungan sekitarnya, serta berani mengambil risiko ketika berhadapan dengan lingkungannya membuat laki-laki kurang sensitif terhadap penerimaan lingkungan, sehingga laki-laki cenderung kurang rentan terhadap kecemasan.

  Selain itu, laki-laki juga cukup tangguh dalam menghadapi dan merespon objek-objek yang menjadi penyebab kecemasannya serta lebih rileks dalam menghadapi kehidupan sehari-hari (Retno, 2007).

  UN merupakan sebuah realita yang “membebani” banyak siswa baik perempuan maupun laki-laki, bahkan para guru juga orang tua siswa. Beban kecemasan dan kekhawatiran akan menggejala mulai dari diinformasikannya standar kelulusan, persiapan yang harus dilakukan pra-UN, saat pelaksanaannya, hingga mempersiapkan kondisi pasca UN. Memang, sebagai bagian dari sebuah sistem, UN memiliki tujuan yang ideal bagi proses pendidikan, terutama sebagai salah satu alat ukur keberhasilan pembelajaran formal. Namun, dalam praktiknya, tingkat kesiapan dan kematangan tiap sekolah, guru dan siswanya berbeda-beda, bergantung kepada besar kecilnya kendala yang dihadapi masing-masing. Dengan adanya perbedaan sifat dan karakteristik yang dimiliki oleh siswa perempuan dan laki-laki, maka kesiapan dan kematangan yang dimiliki oleh siswa perempuan dan laki-laki ketika akan menghadapi Ujian Nasional juga pasti berbeda (“Mengatasi sindrom”, 2010).

  Hal di atas menjadi gagasan penelitian yang dilakukan oleh Retno (2007) yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan SMA Negri I Sewon- Bantul Yogyakarta. Tingkat kecemasan pada siswa perempuan lebih tinggi dibanding tingkat kecemasan pada siswa laki-laki.

  Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai perbedaan kecemasan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan di SMA khususnya perbedaan kecemasan menghadapi Ujian Nasional (UN). Dengan demikian peneitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi sekolah untuk merencanakan program yang dapat memberikan perlakuan yang berbeda kepada siswa laki-laki dan perempuan khususnya ketika akan menghadapi Ujian Nasional (UN).

  B. Rumusan Masalah

  Apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi Ujian Nasional (UN) antara siswa laki-laki dan siswa perempuan di SMA?

  C. Tujuan Penelitian

  Mengetahui ada tidaknya perbedaan kecemasan dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) antara siswa laki-laki dan siswa perempuan di SMA.

  D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

  a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan di bidang psikologi klinis mengenai masalah kecemasan, khususnya mengenai perbedaan kecemasan menghadapi Ujian Nasional (UN) antara siswa laki-laki dan siswa perempuan di SMA.

  b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan di bidang psikologi pendidikan, karena penelitian ini membahas mengenai Ujian Nasional (UN) di SMA.

  c. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan di bidang psikologi perkembangan, karena penelitian ini membahas mengenai siswa laki-laki dan siswa perempuan di SMA yang berada pada tahap masa perkembangan remaja tengah.

  d. Menjadi literatur bagi penelitian berikutnya.

2. Manfaat Praktis

  a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi sekolah khususnya SMA untuk lebih memperhatikan faktor-faktor penyebab kecemasan pada siswa laki-laki maupun siswa perempuan.

  b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi instansi pendidikan maupun pemerintah bahwa sistem evaluasi pendidikan di Indonesia khususnya evaluasi di akhir jenjang tingkat pendidikan menengah yakni Ujian Nasional (UN) kurang efektif dilaksanakan karena menimbulkan problematika dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirator untuk meninjau kembali keefektifan sistem evaluasi pendidikan yang ada di Indonesia, khusunya evaluasi di akhir jenjang tingkat pendidikan menengah.

BAB II LANDASAN TEORI A. Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN)

  1. Definisi Kecemasan Menurut Mahler (dalam Retno, 2007) kecemasan merupakan kondisi di saat kita membuang-buang energi fisik dan psikis serta kondisi di saat kita kehilangan tanggapan diri sehingga membuat kita merasa kecil dan tidak berdaya. Kehilangan tanggapan diri ini oleh Suparno (2001) digambarkan sebagai keadaan emosi yang dihubungkan dengan rasa takut, akan tetapi objek dari rasa takut itu tidak begitu jelas.

  Keadaan emosi yang dihubungkan dengan rasa takut yang telah dikemukakan oleh Suparno (2001) dianggap oleh Nevid, Rathus dan Greene (2005) sebagai suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.

  Jadi, kecemasan merupakan kondisi di saat kita membuang- buang energi fisik dan psikis yang dihubungkan dengan rasa takut sehingga mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi .

  2. Aspek Kecemasan Mahler (dalam Retno, 2007) menyatakan terdapat tiga aspek dalam kecemasan. Aspek-aspek tersebut adalah : a. Aspek afektif (emosional), yaitu munculnya kecemasan yang berkaitan dengan perasaan individu terhadap suatu hal yang dialami secara sadar dan mempunyai ketakutan yang mendalam. Misalnya cenderung selalu merasa khawatir akan sesuatu hal yang menimpanya, mudah tersinggung, tidak sabar, sering mengeluh, dan gampang marah.

  b. Aspek kognitif, yaitu ketakutan yang meningkat akhirnya mengganggu kemampuan seseorang untuk berpikir jernih dalam memecahkan masalah atau menangani tuntutan lingkungan. Aspek ini berkaitan dengan kekhawatiran individu terhadap konsekuensi- konsekuensi yang mungkin dialami, apabila meningkat dapat mengganggu kemampuan kognitif individu. Seperti sulit berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, khawatir terhadap sesuatu yang mengerikan dan seolah-olah akan terjadi, pelupa, pikiran kacau, mudah panik, dan bingung.

  c. Aspek fisiologis, yaitu respon tubuh terhadap ketakutan untuk mengerahkannya menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan.

  Secara fisik individu akan tampak berkeringat walaupun udara tidak panas, meningkatnya detak jantung, telapak kaki dingin, gangguan pencernaan, mulut dan tenggorokan terasa kering, muka tampak pucat, sering buang air kecil, otot dan persendian terasa kaku, sering mengalami gangguan tidur (susah tidur), mudah terkejut, tidak rileks, menggerakkan anggota tubuh secara berlebihan, membenahi dandanan atau tatanan rambut yang masih rapi.

  3. Faktor Penyebab Kecemasan Faktor penyebab timbulnya kecemasan menurut Collins

  (“Faktor-faktor penyebab”, 2009) bahwa kecemasan timbul karena adanya: a. Threat (ancaman) baik ancaman terhadap tubuh, jiwa atau psikisnya

  (seperti kehilangan kemerdekaan, kehilangan arti kehidupan) maupun ancaman terhadap eksistensinya (seperti kehilangan hak).

  b. Conflict (pertentangan) yaitu karena adanya dua keinginan yang keadaannya bertolak belakang, hampir setiap dua konflik, dua alternatif atau lebih yang masing-masing yang mempunyai sifat approach dan avoidance.

  c. Fear (ketakutan) kecemasan sering timbul karena ketakutan akan sesuatu, ketakutan akan kegagalan menimbulkan kecemasan, misalnya ketakutan akan kegagalan dalam menghadapi ujian atau ketakutan akan penolakan menimbulkan kecemasan setiap kali harus berhadapan dengan orang baru.

  d. Unfulled Need (kebutuhan yang tidak terpenuhi) kebutuhan manusia begitu kompleks dan bila ia gagal untuk memenuhinya maka timbullah kecemasan.

  Daradjat (1996) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu : a. Jenis Kelamin Jenis kelamin sangat mempengaruhi kecemasan seseorang terhadap objek tertentu karena fisik, kondisi emosional, dan kondisi psikologis antara pria dan wanita itu berbeda terutama ketika akan merespon dan menghadapi objek-objek yang menjadi penyebab kecemasannya.

  b. Usia Usia sangat mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang karena gangguan kecemasan banyak dialami oleh individu yang memasuki masa dewasa dini yaitu rata-rata timbul pada usia 16-21 tahun.

  c. Lingkungan Sosial Budaya Individu yang dihadapkan pada situasi dan kondisi lingkungan sosial-budaya yang mengancam akan sangat mempengaruhi kecemasannya. Lingkungan sosial yaitu tempat tinggal, sekolah, kampus, keluarga, pergaulan dengan teman, sedangkan lingkungan budaya yaitu daerah tempat asal, adat istiadat dan budaya setempat.

  Selanjutnya, Daradjat (1996) mengatakan bahwa rasa cemas timbul karena melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancam dirinya. Cemas ini lebih dekat kepada rasa takut karena sumbernya jelas terlihat dalam pikiran, misalnya seorang mahasiswa yang sepanjang tahun bermain-main saja, merasa cemas apabila ujian datang. Selain itu, cemas juga terjadi karena tidak terpenuhinya keinginan-keinginan seksuil, karena merasa diri (fisik) kurang dank arena pendidikan waktu kecil, atau sering terjadi frustrasi karena tidak tercapainya hal yang diinginkan baik material maupun sosial.

  4. Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (UN) Berdasarkan kesimpulan mengenai definisi kecemasan, kecemasan merupakan kondisi di saat kita membuang-buang energi fisik dan psikis yang dihubungkan dengan rasa takut sehingga mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Dengan demikian, kecemasan menghadapi Ujian Nasional (UN) merupakan kondisi di saat kita membuang-buang energi fisik dan psikis yang dihubungkan dengan rasa takut sehingga mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi di hari-hari menjelang Ujian Nasional (UN).

  Ujian Nasional (UN) merupakan suatu hal yang menimbulkan kecemasan karena Ujian Nasional (UN) dianggap sebagai penentu proses pembelajaran yang panjang yakni 3 sampai dengan 6 tahun (”Pengembangan instrumen”, 2009). Selain itu, Ujian Nasional juga menjadi penentu untuk melanjutkan studi ke tingkat perguruan tinggi (Panggabean, 2006). Dengan pentingnya peran Ujian Nasional (UN) bagi siswa menyebabkan para siswa menjadi cemas karena takut gagal dan tidak lulus dalam Ujian Nasional (UN) (”Jelang UN”, 2009).

B. Siswa Laki-laki dan Siswa Perempuan

  Dalam penelitian ini banyak digunakan teori tentang remaja karena subyek dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki dan siswa perempuan yang duduk di bangku SMA dengan usia kira-kira 15-17 tahun. Usia tersebut masuk dalam kategori remaja tengah (Dariyo, 2004).

  1. Remaja

  a. Pengertian Remaja Remaja atau Adolescene berasal dari bahasa Latin adolescere yang berarti ”tumbuh” atau ”tumbuh menjadi dewasa”.

  Istilah ini mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1999).

  Menurut Neidhart masa remaja (adolesensia) merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak-anak ke masa dewasa, dimana ia sudah harus dapat berdiri sendiri. Sedangkan menurut E.H.Erikson masa remaja (adolesensia) merupakan masa terbentuknya suatu perasaan baru mengenai identitas. Identitas mencakup cara hidup pribadi yang dialami sendiri dan sulit dikenal oleh orang lain. Anna Freud mengemukakan bahwa masa remaja (adolesensia) merupakan suatu masa yang meliputi proses perkembangan dimana terjadi perubahan-perubahan dalam hal motivasi seksuil, organisasi ego, dalam hubungannya dengan orangtua, orang lain dan cita-cita yang dikejarnya (Gunarsa, 1981).

  Jadi, masa remaja merupakan masa peralihan di saat seseorang sudah dapat berdiri sendiri dan mengalami perubahan motivasi seksuil, organisasi ego, dalam hubungannya dengan orangtua, orang lain dan cita-cita yang dikejarnya.

  b. Tahap Perkembangan Remaja Menurut Thornburg (dalam Dariyo, 2004), masa remaja digolongkan dalam 3 tahap, yaitu 1) remaja awal (usia 13-14 tahun) 2) remaja tengah (usia 15-17 tahun) 3) remaja akhir (usia 18-21 tahun).

  Masa remaja awal, umumnya individu telah memasuki pedidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama (SLTP).

  Sedangkan masa remaja tengah individu sudah duduk di sekolah menengah atas (SMA). Kemudian, mereka yang tergolong remaja akhir, umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMA dan mungkin sudah bekerja.

  Menurut Daradjat (1996) salah faktor penyebab kecemasan adalah usia. Usia sangat mempengaruhi tingkat kecemasan karena gangguan kecemasan banyak dialami oleh individu yang memasuki masa remaja hingga mendekati masa dewasa dini yaitu rata-rata timbul pada usia 16-21 tahun. Dengan demikian, berdasarkan Thornburg, kecemasan dialami oleh seseorang yang berada pada tahap perkembangan remaja tengah hingga akhir yang duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau memasuki Perguruan Tinggi.

  2. Remaja Laki-laki Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki antara lain pertumbuhan atau penebalan rambut di dada. Pembesaran buah dada pada remaja laki-laki tidak sama dengan pembesaran buah dada pada remaja perempuan. Bagian di sekitar putingnya akan lebih tua warnanya dan menebal. Penebalan tersebut sama seperti pembengkakan, yang bersifat tidak menetap dan akan menghilang. Hal ini sering menimbulkan kecemasan pada remaja laki-laki yang seharusnya tidak perlu dirisaukan (Gunarsa, 1981).

  Berdasarkan penelitian ”The Californian Adolescent Growth

  Study” menyatakan bahwa siswa laki-laki (usia 16-19 tahun) lebih

  menekankan pada ketrampilan sosial dan kemampuan bekerjasama dengan orang lain. Adapun bagi siswa laki-laki yang telah mencapai tingkat kematangan sosial yang lebih tinggi, memiliki ketertarikan di bidang olahraga, ketertarikan dalam hal-hal yang berkaitan dengan kemampuan intelektual dan pencapaian di bidang akademis, serta ketertarikan terhadap lawan jenis (Sarwono, 1989).

  Laki-laki juga lebih rileks dalam menghadapi kehidupan sehari- hari, berhubungan dengan orang lain maupun ketika berhadapan dengan lingkungan sekitarnya, lebih aktif dan eksploratif ketika mengungkapkan hal-hal yang disenangi atau tidak disukainya serta berani mengambil risiko ketika berhadapan dengan lingkungannya. Dengan adanya sifat rileks dalam menghadapi kehidupan sehari-hari, berhubungan dengan orang lain maupun ketika berhadapan dengan lingkungan di sekitarnya, serta berani mengambil risiko ketika berhadapan dengan lingkungannya membuat laki-laki kurang sensitif terhadap penerimaan lingkungan sosial, sehingga laki-laki cenderung kurang rentan terhadap kecemasan. Selain itu, laki-laki juga cukup tangguh dalam menghadapi dan merespon objek-objek yang menjadi penyebab kecemasannya serta lebih rileks dalam menghadapi kehidupan sehari-hari (Retno, 2007).

  3. Remaja Perempuan Menurut Muss (dalam Sarwono, 1989) perubahan fisik yang terjadi pada remaja perempuan antara lain pertumbuhan atau perubahan tinggi badan dan pembesaran payudara. Dengan adanya pertumbuhan atau perubahan tinggi badan yang mencolok dan pembesaran payudara yang cepat menyebabkan kecanggungan sehingga ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Selain itu, perubahan tinggi badan yang mencolok dan pembesaran payudara yang cepat membuat remaja perempuan cemas karena merasa tersisih dari teman-temannya.

  Pada masa ini seorang perempuan mengalami kematangan yang berlangsung secara lambat dan teratur. Masa ini merupakan kunci dari perkembangan seseorang, dimana introspeksi dan pencarian jati diri dimulai pada masa remaja. Oleh karena itu, perempuan yang matang dan berkepribadian banyak ditentukan oleh peristiwa-peristiwa dan pengalamannya pada masa remaja, baik itu pengalaman yang bersifat fisik maupun psikis (Kartono, 1977).

  Menurut Gilligan (1997), aspek kepedulian, perhatian, kasih sayang dan tanggung jawab terhadap orang lain lebih bayak ditemukan pada perempuan. Karena pada hakikatnya perempuan memiliki kecenderungan menjalin hubungan serta mempertahankan hubungan dengan orang lain. Perempuan juga cenderung memusatkan perhatian secara pribadi dan melibatkan rasa emosional dengan orang lain (Eagly & Crowley dalam Buss, 1995).

  Selain itu, perempuan juga menganggap bahwa kualitas penerimaan dari lingkungan sangat dibutuhkan, merasa tidak mampu menjalani tugas perkembangan sebagai perempuan dan menjalani fungsinya dalam masyarakat ataupun dalam keluarga, serta dipengaruhi oleh tekanan lingkungan. Dengan adanya sifat perempuan yang menganggap bahwa kualitas penerimaan dari lingkungan sangat dibutuhkan dan dipengaruhi oleh tekanan lingkungan membuat perempuan menjadi lebih sensitif terhadap penerimaan lingkungan, sehingga perempuan cenderung lebih rentan terhadap kecemasan terutama ketika akan merespon dan menghadapi objek-objek yang menjadi penyebab kecemasannya (Retno, 2007).