Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board

(1)

SIFAT DASAR KAYU SENTANG (Melia excelsa Jack) DAN

PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN BAKU

ORIENTED STRAND BOARD

APRI HERI ISWANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

ABSTRACT

APRI HERI ISWANTO. Basic Properties of Sentang Wood (Melia excelsa Jack) and Its Utilization as Oriented Strand Board Materials. Supervised by FAUZI FEBRIANTO and IMAM WAHYUDI

Objectives of this research were to study the suitability of sentang wood as OSB material based on its basic properties, and to evaluate pretreatments effect of strands to the quality of OSB. The methods used were maseration and microtom techniques for wood structure, small clear specimen test based on BS-373 standard for physical and mechanical of wood properties, TAPPI standard for chemical component, grave yard test for natural durability, JIS A5908 (2003) standard for board quality and modified wood block test for evaluating the resistance of OSB againts to termite attack. Prior to be manufactured for OSB, the strands were immersed in cold and hot water, immersed in preservative solution and autoclaved.

The result show that (1) Sentang wood is suitable for OSB manufacturing since its fibre cell wall is thin to moderate. Moreover, it has a rather more of pore. These two factors made either the adhesive process or the pressuring process become better. (2) Pretreatment of strands resulted in the improvement on physical, mechanical, and durability of OSB.


(3)

ABSTRAK

APRI HERI ISWANTO. Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Fauzi febrianto, MS dan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sifat dasar kayu sentang (M. excelsa Jack) untuk menilai kesesuaiannya sebagai bahan baku OSB serta mengevaluasi pengaruh perlakuan awal strand terhadap sifat fisis, mekanis dan keawetan OSB yang dihasilkan. Penelitian anatomi kayu menggunakan teknik maserasi dan mikrotom, sifat fisis dan mekanis kayu dengan teknik pengujian contoh kecil bebas cacat, sifat kimia merujuk pada TAPPI T 257 om-85 dan keawetan alami kayu melalui uji kubur. Sifat fisis mekanis papan merujuk pada standar JIS A5908 (2003) dan uji keawetan papan merujuk pada teknik modified wood block test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Kayu sentang cocok digunakan sebagai bahan baku OSB mengingat tebal dinding seratnya tergolong tipis hingga sedang dengan jumlah pori agak banyak yang memungkinkan proses perekatan dan pengempaan dapat berjalan dengan baik. (2) Perlakuan awal strand berupa perebusan dan perendaman dalam bahan pengawet menghasilkan papan dengan kualitas terbaik bila dibandingkan papan dengan perlakuan yang lain dan kontrol.

Kata kunci: Kayu sentang , sifat dasar, OSB, perlakuan awal strand  

   


(4)

RINGKASAN

APRI HERI ISWANTO. Sifat Dasar Kayu sentang (Melia excelsa Jack) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board. Dibimbing oleh FAUZI FEBRIANTO dan IMAM WAHYUDI

Kebutuhan kayu sebagai bahan konstruksi bangunan dan bahan baku meubel semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, namun di sisi lain produksi kayu dari hutan alam cenderung menurun tiap tahunnya. Solusi dari permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan jenis kayu cepat tumbuh. Melalui teknologi pengolahan kayu yang tepat diharapkan kelemahan yang ada pada kayu cepat tumbuh tersebut dapat diatasi.

Salah satu jenis kayu cepat tumbuh yang berpotensi untuk dikembangkan adalah Melia excelsa. Menurut Oey Djoen Seng (1951) dalam Soewarsono (1990), pada kadar air 15% kayu ini memiliki berat jenis (BJ) sekitar 0,49-0,7 (0,6). Selain dimanfaatkan sebagai kayu solid, bila ditinjau dari BJ-nya maka kayu sentang cocok dipakai sebagai bahan baku papan komposit. Salah satu produk komposit yang dapat berfungsi sebagai papan struktural adalah oriented strand board (OSB).

Untuk menghasilkan OSB yang memenuhi standar sebagai bahan konstruksi, harus diketahui sifat dasar (sifat anatomi, fisis, mekanis dan kimia) dari kayu tersebut, sehingga dapat ditentukan perlakuan awal terhadap strand yang akan dipergunakan. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari sifat dasar kayu sentang (M. excelsa Jack) dalam rangka menilai kesesuaiannya sebagai bahan baku OSB serta mengevaluasi pengaruh perlakuan awal strand terhadap sifat fisis, mekanis dan keawetan OSB.

Struktur anatomi kayu diteliti menggunakan teknik maserasi dan mikrotom, sedangkan sifat fisis dan mekanisnya melalui pengujian contoh kecil bebas cacat. Sifat kimia merujuk pada TAPPI T 257 om-85 sementara keawetan alami kayu diteliti melalui uji kubur. Sifat fisis mekanis papan merujuk pada standar JIS A5908 (2003) sedangkan uji keawetan papan merujuk pada teknik modified wood block test. 


(5)

Hasil penelitian sifat dasar kayu M. excelsa menunjukkan bahwa berdasarkan ukuran dinding seratnya, kayu sentang cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan OSB karena dapat dipastikan bahwa strand kayu sentang tidak akan mengalami kesulitan saat dikempa sehingga dapat dihasilkan papan dengan kerapatan yang dikehendaki. Berdasarkan ukuran diameter pori dan jumlah porinya, maka perlakuan pendahuluan yang sederhana terhadap strand seperti perendaman dan sedikit pemanasan sudah dapat memperbaiki tingkat penetrasi perekat ke dalam kayu.

Kondisi di atas diperkuat dengan nilai BJ kayu sentang yang tergolong sedang, yakni berkisar antara 0,42-0,52. Terkait dengan nilai rasio kompresi yang dipersyaratkan minimal sebesar 1,3 maka kayu sentang sangat cocok dipakai sebagai bahan baku OSB untuk menghasilkan papan berkerapatan rendah dengan kekuatan yang tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian sifat kimianya diketahui bahwa kadar ekstraktif kayu sentang tergolong sedang. Dengan kadar ektraktif yang demikian ditambah lagi tingkat keterawetannya yang tegolong rendah, maka perlu dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap strand dalam rangka meningkatkan kualitas papan yang dihasilkan.

Hasil total skoring yang ditinjau dari nilai rata-rata dan pencapaian standar diketahui bahwa perlakuan awal strand yang berupa perebusan dan perendaman dalam bahan pengawet merupakan skor tertinggi sehingga direkomendasikan sebagai papan dengan kualitas terbaik. Namun, ditinjau dari segi efisiensi teknis dan ekonomis, maka papan tanpa perlakuan (kontrol) merupakan papan yang layak dipertimbangkan karena secara keseluruhan, papan kontrol yang dihasilkan telah memenuhi standar JIS A 5908 (2003) sebagai papan komposit struktural.


(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ini adalah sifat dasar dan panel-panel kayu, dengan judul Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan untuk melanjutkan studi ke Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga disampaikan kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) T.A 2006-2008.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS dan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan dan motivasi dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Keberhasilan ini juga tidak terlepas dari do’a dan dukungan kedua orang tua, istri dan keluarga, terima kasih untuk semuanya.

Semoga dengan adanya karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Bogor, Juli 2008 Apri Heri Iswanto


(7)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2008 Apri Heri Iswanto


(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(9)

Judul Tesis : Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board

Nama : Apri Heri Iswanto

NIM : E051060101

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS Pror. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(10)

(11)

(12)

SIFAT DASAR KAYU SENTANG (Melia excelsa Jack) DAN

PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN BAKU

ORIENTED STRAND BOARD

APRI HERI ISWANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada tanggal 21 april 1980 sebagai anak pertama dari pasangan ayah Subardi, S.Pd dan ibu Kusnanti, S.Pd. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB, lulus pada bulan Februari 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke program master pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun ajaran 2006/2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Beberapa mata kuliah yang pernah diasuh antara lain Mekanika Kayu, Kayu Sebagai Bahan Bangunan dan Perlindungan Bangunan.

Bogor, Juli 2008 Apri Heri Iswanto


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat ... 3

D. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Melia excelsa ... 5

B. Sifat Dasar Kayu Sentang... 7

C. Oriented Strand Board (OSB) ... 8

D. Perlakuan Pendahuluan ... 15

METODOLOGI PENELITIAN ... 17

A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

B. Bahan dan Alat ... 17

C. Metode ... 18

D. Analisis Data ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Sifar Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang ... 33

A.1.Anatomi kayu ... 33

A.2.Sifat fisis kayu ... 36

A.3.Sifat mekanis kayu ... 42

A.4.Sifat kimia kayu ... 46

A.5.Keawetan alami kayu ... 49

B. Geometri dan Klasifikasi Penggulungan Strand ... 50

B.1.Geometri strand ... 50

B.2.Klasifikasi penggulungan strand ... 51


(15)

ii

 

C.1.Sifat fisis OSB ... 52

C.2.Sifat mekanis OSB ... 58

C.3.Keawetan OSB ... 64

D. Skoring OSB Hasil Penelitian ... 67

KESIMPULAN ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(16)

iii

 

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Dimensi strand (hasil pengukuran 100 strand) 12 2 Skala ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah 23

3 Penilaian visual grave yard test 24

4 Klasifikasi penggulungan strand 25

5 Komposisi kebutuhan bahan untuk satu papan berdasarkan

perlakuan perendaman 26

6 Klasifikasi antifeedant 30

7 Klasifikasi tingkat ketahanan kayu terhadap serangan rayap 30

8 Rata-rata ukuran dimensi serat 33

9 Ukuran diameter dan jumlah pori 34

10 Ukuran dimensi dan frekuensi jari-jari 35 11 Panjang, lebar, tebal, slenderness ratio dan aspect ratio strand 50

12 Klasifikasi penggulungan strand 51


(17)

iv

 

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram kerangka pemikiran 4

2 Arah orientasi strand (structural board association 2004) 10

3 Tipe strand (Nishimura et al. 2004) 12

4 Cara pengukuran panjang dan lebar strand (Nishimura et al. 2004)

12

5 Penguburan contoh uji 23

6 Denah uji kubur (grave yard test) 24

7 a) Pori gabung radial; b) pori gabung tangensial (perbesaran 200x)

35 8 a) Sel baring; b) sel tegak pada bidang radial (perbesaran

200x)

35 9 a) Tipe jari-jari multiseriet 2-4 seri pada bidang tangensial

(perbesaran 200x)

36

10 Histogram berat jenis kayu sentang 36

11 Histogram kadar air kayu sentang 38

12 Histogram penyusutan longitudinal, radial, tangensial dan nilai T/R kayu sentang

39 13 Histogram penyusutan volume kayu sentang 41

14 Histogram MOR kayu sentang 42

15 Histogram MOE kayu sentang 43

16 Histogram keteguhan tekan sejajar serat kayu sentang 44 17 Histogram keteguhan tarik sejajar serat kayu sentang 45

18 Histogram kekerasan kayu sentang 45

19 Histogram kelarutan zat ekstraktif kayu sentang 46 20 Histogram kadar holoselulosa, selulosa, hemiselulosa, dan

lignin kayu sentang

48

21 Histogram kadar abu kayu sentang 49

22 Histogram kehilangan berat akibat serangan rayap tanah pada kayu sentang

49 23 Strand (a) datar (b) curl, quarter round (c) curl, half round 52


(18)

v

 

25 Histogram kadar air papan 53

26 Histogram daya serap air papan 55

27 Sudut kontak strand dengan perlakuan perendaman dalam bahan pengawet

57

28 Histogram pengembangan tebal papan 57

29 Histogram pengembangan linier papan 58

30 Histogram MOR Papan 58

31 Delaminasi pada contoh uji MOR dan MOE 60

32 Histogram MOE Papan 60

33 Histogram keteguhan rekat internal papan 62

34 Histogram kuat pegang sekrup papan 63

35 Histogram kehilangan berat papan 64

36 Histogram kehilangan antifeedant 65


(19)

vi

 

DAFTAR LAMPIRAN

 

Halaman

1 Pembagian posisi batang untuk pengujian sifat dasar kayu 74 2 Teknik pembuatan strand dengan menggunakan disk flaker 75 3 Klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia 76 4 Kerusakan contoh uji setelah dilakukan uji kubur selama 100

hari (3 bulan)

76 5 Persentase rata-rata pencapaian target kerapatan 76


(20)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan kayu sebagai bahan konstruksi bangunan dan bahan baku meubel semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Di sisi lain produksi kayu dari hutan alam cenderung menurun, sehingga banyak industri perkayuan yang selama ini mengandalkan kayu dari hutan alam sebagai bahan baku mengalami gulung tikar (Forest Watch Indonesia 2001).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan pembangunan dan pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI). Pada HTI, jenis kayu yang ditanam merupakan jenis kayu yang cepat tumbuh (fast growing species), yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku kayu bagi industri perkayuan di tanah air.

Permasalahan yang timbul pada kayu cepat tumbuh adalah kualitas kayu yang lebih inferior dibandingkan dengan kayu dari hutan alam. Kayu cepat tumbuh memiliki beberapa kelemahan seperti berat jenis yang lebih rendah sehingga berpengaruh terhadap kekuatan kayu, banyak mengandung mata kayu seperti pada Acacia mangium, tingkat keawetan alami kayunya rendah, dan lain-lain.

Melalui perkembangan ilmu dan teknologi pengolahan kayu, beberapa permasalahan tersebut dapat diatasi. Rendahnya berat jenis kayu dapat diatasi dengan teknik densifikasi (staypack/ pemadatan) kayu, keberadaan cacat kayu dengan teknik pembuatan balok laminasi/ gluelam (seperti pembuatan papan sambung), sementara rendahnya tingkat keawetan diatasi dengan memasukkan bahan pengawet ke dalam kayu melalui proses pengawetan. Keberadaan dari teknologi papan komposit seperti papan partikel, papan serat, papan semen, oriented strand board/ OSB, dan lain sebagainya juga turut berperan dalam mengatasi permasalahan yang ada, karena papan komposit dapat dihasilkan dari semua bahan yang berlignoselulosa baik kayu maupun limbah pengolahan kayu.


(21)

2 Salah satu jenis tanaman cepat tumbuh yang keberadaannya belum banyak diketahui dan diteliti khususnya di Indonesia adalah Melia excelsa Jack atau Azadirachta excelsa Jack (sentang). Menurut Florido dan Mesa (2001), A. excelsa Jack merupakan jenis tanaman cepat tumbuh dan multi fungsi. Jenis

ini dapat dipanen pada umur 6 -7 tahun dengan rata-rata diameter setinggi dada 24 – 30 cm sehingga tanaman ini sangat potensial sebagai alternatif pengganti kayu dari hutan alam. Sayangnya kayu ini memiliki kelemahan dalam hal tingkat keawetannya yang rendah sehingga mudah diserang oleh kumbang penggerek, rayap dan jamur (Ujang et al. 2005).

Menurut Oey Djoen Seng (1961) dalam Soewarsono (1990), kayu sentang memiliki berat jenis (BJ) sekitar 0,49 - 0,7 (0,6). Bila ditinjau dari nilai BJ-nya, maka kayu ini dapat digunakan sebagai bahan baku papan komposit. Salah satu produk komposit yang dapat berfungsi sebagai papan struktural adalah OSB karena banyak dipakai sebagai komponen konstruksi. OSB merupakan panel yang terbuat dari strand kayu, direkat dengan perekat tipe eksterior dan dikempa panas (Structural Board Association 2005). Menurut APA (2000), orientasi arah strand menyerupai orientasi vinir pada kayu lapis dimana strand antar lapisan disusun saling bersilangan tegak lurus. Hal ini bertujuan untuk memperoleh kekuatan dan kekakuan panel yang dihasilkan.

Keberadaan OSB pada awalnya merujuk pada waferboard yang telah ada sejak tahun 1962, baru kemudian pada tahun 1981 secara komersial muncul OSB dan sekarang ini keberadaannya telah menggantikan waferboard. Di Indonesia, industri OSB masih belum berkembang tidak seperti di luar negeri. Pada tahun 2004 di Amerika Utara terdapat 64 industri OSB (40 di Amerika dan 24 di Kanada) dengan kapasitas produksi 27 milyar feet2 (Structural Board Association 2005).

Dalam rangka pemanfaatan potensi kayu sentang sebagai bahan baku OSB, terlebih dahulu harus diketahui sifat dasar (sifat anatomi, fisis, mekanis dan kimia) dari kayu tersebut, sehingga nantinya dapat ditentukan perlakuan awal terhadap strand agar dapat dihasilkan OSB yang memenuhi standar untuk bahan konstruksi dan meubel. Atas dasar pemikiran tersebut dilakukan


(22)

3 penelitian mengenai “Sifat Dasar Kayu Sentang (Melia excelsa Jack) dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan Baku Oriented Strand Board”.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mempelajari sifat dasar kayu sentang (M. excelsa Jack) untuk menilai kesesuaiannya sebagai bahan baku OSB.

2. Mengevaluasi pengaruh perlakuan awal strand kayu sentang terhadap sifat fisis, mekanis dan keawetan OSB yang dihasilkan.

C. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk pengolahan kayu M. excelsa Jack sebagai bahan substitusi untuk konstruksi dan meubel. Melalui teknologi pengolahan kayu diharapkan dapat mengurangi kelemahan yang ada pada kayu M. excelsa Jack yang tergolong sebagai jenis cepat tumbuh.

Teknologi papan komposit salah satunya OSB diharapkan dapat menciptakan suatu produk yang dapat dipergunakan sebagai panel struktural dalam rangka substitusi produk kayu lapis. Dimana produk OSB ini nantinya dapat dipergunakan sebagai bahan konstruksi (penyekat dinding, langit-langit, lantai, dan lain) dan bahan baku meubel (meja, kursi, lemari, dan lain-lain).

D. Kerangka Pemikiran Penelitian


(23)

4 Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian.

Penurunan suplai kayu dari hutan alam Excess demand

kayu konstruksi dan

meubel Hutan tanaman industri

(fast growing species)

Kelemahan: Berat jenis, kekuatan

dan keawetannya rendah

Modifikasi kayu dan komposit kayu

Balok laminasi Papan semen dan gypsum

Papan partikel Papan serat

Oriented strand board (OSB)

Masalah:

Daya serap air dan pengembangan tebalnya tinggi

Perlakuan awal terhadap strand rendaman dalam air dingin, air panas,

bahan pengawet dan autoklaf

Sifat fisis, mekanis dan keawetan papan


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Melia excelsa A.1. Taksonomi

Joker (2000) mengemukakan taksonomi dari tanaman Melia excelsa sebagai berikut:

Dunia : Plantae

Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Rutales

Suku : Meliaceae

Marga : Melia

Jenis : Melia excelsa

Nama lain :Azadirachta integrifolia Merr., Azedarach excelsa (Jack) Kuntze, M. excelsa Jack, Trichilia excelsa (Jack) Spreng. Nama umum :sentang (nama dagang), kayu bawang (Indonesia).

Tanaman ini berkerabat dekat dengan Azadirachta indica A. Juss yang menyebar lebih ke barat dan lebih kering. Bastar (hibrid) diyakini terjadi dimana dua jenis ini bertemu. Genus ini berkerabat dekat dengan Melia.

A.2. Morfologi

Joker (2000) mengemukakan bahwa M. excelsa merupakan tanaman meranggas, tinggi mencapai 50 m, diameter sampai 125 cm, tanpa banir. Daun majemuk dengan anak daun berpasangan, panjang 60-90 cm, dengan 7-11 pasang anak daun. Anak daun asimetris, lanset sampai elips, panjang mencapai 12,5 cm, lebar 3,5 cm, tepi daun tidak bergerigi seperti neem. Bunga kecil, putih kehijauan, panjang malai sampai 70 cm.

A.3. Penyebaran

Joker (2000) mengemukakan bahwa tanaman ini tumbuh di hutan sekunder tua atau hutan yang telah ditebang lama, dan juga di hutan Dipterokarpa primer. Merupakan jenis asli Semenanjung Malaysia, Sumatera,


(25)

6 Kalimantan, Sulawesi, Filipina, Kepulauan Aru dan Papua New Guinea. Ditemukan sampai ketinggian 350 m dpl. Tumbuh paling baik didaerah bercurah hujan tahunan lebih 2.000 mm, suhu rata-rata tahunan 22-27 °C, dan musim kering tidak lebih 2-3 bulan. Tidak tahan dingin atau es. Membutuhkan tanah subur, menyukai tanah geluh berpasir, drainase dan aerasi baik. Pertumbuhan di areal datar lebih baik daripada daerah miring atau pegunungan. Tidak ada pemuliaan atau uji provenan untuk A. excelsa. Bahan pertanaman yang digunakan sekarang kebanyakan dari pohon tidak terseleksi. A.4. Kegunaan

Joker (2000) mengemukakan bahwa manfaat dari kayu sentang adalah untuk konstruksi ringan, mebel, panel dan vinir. Tunas muda dan bunganya dikonsumsi sebagai sayuran. Biasanya ditanam di sepanjang jalan, batas peternakan atau batas kebun karet. Seperti neem, bijinya mengandung azadirachtin, digunakan sebagai insektisida. Pada agroforestry, tanaman A. excelsa muda ditanam secara tumpangsari dengan padi, kacang tanah, buncis, kedelai dan sayuran.

Florido dan Mesa (2001) mengelompokkan kegunaan tanaman M. excelsa sebagai berikut:

Kayu : Konstruksi, langit-langit, jendela, pintu, meubel dan ukir-ukiran Biji : Ekstraksi minyak neem, sabun, produk obat-obatan, kosmetik dan

dipakai pada industri pasta gigi.

Daun : Insektisida/anti serangga, ekstrak daunnya dapat dipakai sebagai kontrasepsi laki-laki

Bunga : Dapat dimakan, sebagai obat bagi penyakit yang berkaitan dengan perut dan hidung

Kayu gubal : Obat untuk penyakit kantong empedu Kayu teras : Pencegah gangguan penyakit pencernaan

Tanaman : Tanaman agroforestri, pemecah angin, tanaman pinggir jalan, tanaman pagar dan kayu bakar.


(26)

7 B. Sifat Dasar Kayu sentang

B.1. Anatomi

Kayu sentang memiliki tekstur cukup kasar, serat berpadu (interlock grain), dan bau menyengat seperti pohon cedar pada saat kondisi basah dan bau berangsur-angsur hilang pada kondisi kering. Menurut Ching (2003), kayu sentang memiliki jumlah pori lebih banyak dan ukurannya lebih besar dari kayu karet. Kandungan getah pada kayu sentang lebih banyak ditemukan pada kayu teras dari pada bagian gubal. Kayu gubal memiliki noktah berbentuk tangga (schalariform) dan vestured. Tilosis ditemukan pada kayu teras tetapi tidak ditemukan pada kayu gubal. Menurut Selamat dan Hasim (2002), kayu sentang memiliki jari-jari biseriat sampai multiseriat.

B.2. Sifat fisis

Menurut Trockenbrodt et al. (1999), kayu sentang memiliki kadar air awal 49,2%, kerapatan kondisi basah 0,74 g/cm3, kerapatan kering oven 0,48 g/cm3, penyusutan dari kondisi basah ke kering udara sebesar 3,1% (tangensial), 1,7% (radial) dan 0,2% (longitudinal), sementara penyusutan dari kondisi basah ke kering oven mencapai 5,5% (tangensial), 3,7% (radial) dan 0,4% (longitudinal). Menurut Oey Djoen Seng (1961) dalam Soewarsono (1990), pada kondisi kadar air 15% kayu sentang memiliki kerapatan 490-700 (600) kg/m3. Menurut Budiarso (2000), kualitas pengeringan kayu sentang relatif cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan kategori cacat akibat pengeringan meliputi pecah ujung, pecah dalam, pecah permukaan dan collapse yang relatif sedikit.

B.3. Sifat mekanis

Menurut Trockenbrodt et al. (1999), kayu sentang memiliki modulus of rupture (modulus patah) 75,7 N/mm2, modulus of elasticity (modulus lentur) 7060 N/mm2, keteguhan tekan sejajar serat 39,5 N/mm2, keteguhan geser 14 N/mm2 (tangensial) dan 11,7 N/mm2 (radial), serta kekerasan 3,74 kN (tangensial) dan 3,24 kN (radial).


(27)

8 B.4. Sifat kimia

Menurut Pari et al. (2006) kayu ki bawang (Melia excelsa) memiliki kandungan holoselulosa sebesar 69,88%, lignin 27,31%, pentosan 16,44%; kelarutan ekstraktif 6,94% (air dingin), 4,23% (air panas), 2,6% (alkohol benzena), 15,18% (NaOH 1%), kadar abu 0,47%, dan kadar silika 0,14%. Berdasarkan hasil penelitian Tamizi (2003), kadar abu dari kayu sentang tidak dipengaruhi oleh perbedaan umur pohon. Nilai kadar abu berkisar antara 1,87-2,33%. Ditemukan tiga unsur anorganik utama yaitu potasium, kalsium dan magnesium. Selain itu juga terdapat unsur lain seperti natrium, tembaga, seng, mangan, besi dan nikel.

B.5. Keawetan alami kayu

Hasil pengujian keawetan menunjukkan bahwa kayu sentang baik teras maupun gubal tidak tahan terhadap serangan jamur pelapuk. Ketahanan kayu teras lebih besar dibandingkan kayu gubalnya. Tingkat keparahan serangan jamur soft rot lebih besar dari brown rot dan white rot. Kayu sentang yang telah diawetkan dengan bahan pengawet Chrom Cupprum Arsenic (CCA) termasuk kedalam kelas IV (Ching 2003). Keawetan alami kayu teras termasuk sedang dan mudah terserang oleh rayap; kayu gubal sangat mudah diserang lyctus.

C. Oriented Strand Board (OSB) C.1. Sejarah perkembangan

Menurut Structural Board Association (2004), OSB dan pendahulunya (waferboard) telah dikembangkan sejak tahun 1960-an. Pada awalnya OSB dan waferboard diaplikasikan sebagai pelapis struktural pada bagian permukaan luar rangka sebelum ditempel dinding, atap ataupun lantai (sheating) pada bangunan rumah. Selanjutnya diaplikasikan sebagai elemen bangunan yang memberikan kekuatan geser terhadap beban angin dan gempa (shearwall).

Menurut Structural Board Association (2005), keberadaan OSB ini pada awalnya merujuk pada waferboard yang telah ada sejak tahun 1962, baru kemudian pada tahun 1981 secara komersial muncul OSB dan sekarang ini


(28)

9 keberadaannya telah menggantikan waferboard. Menurut Bowyer et al. (2003), antara tahun 1985-1999 produksi OSB di USA meningkat hingga 300% dari 2,7 menjadi 10,3 juta m3 per tahun.

Pada tahun 2004 di Amerika Utara terdapat 64 industri OSB (40 di Amerika dan 24 di Kanada) dengan kapasitas produksi 27 milyar feet2. Kapasitas produksi OSB di Eropa pada akhir tahun 2000 mencapai 2.005.000 m3 per tahun dan tahun 2001 bertambah sebesar 1.085.000 m3 per tahun (Bowyer et al. 2003; Nishimura et al. 2004). Di Kanada dan Amerika, OSB sudah dikembangkan dan diaplikasikan pada konstruksi bangunan rumah dan bangunan komersial industri. Menurut Nishimura et al. (2004), di China sudah dikembangkan perumahan Western Style yang dibangun dengan bahan baku kayu dan OSB.

C.2. Definisi

Menurut APA (1997), OSB adalah panil kayu struktural yang dibuat dari strand kayu yang diikat dengan perekat menggunakan kempa panas. Orientasi strand dibuat sebagai pusat lapisan komposit atau disusun bersilangan antar lapisan panil.

Menurut Structural Board Association (2004), OSB adalah panel struktural yang cocok untuk konstruksi. Lembaran panilnya terbuat dari sayatan strand dari kayu berdiameter kecil atau kayu jenis cepat tumbuh dan diikat dengan perekat tipe eksterior melalui proses pengempaan panas. Kekuatan OSB berasal dari strand yang diorientasikan pada lembaran. Pada bagian permukaan lapisan, strand diorientasikan pada arah memanjang panil. Lapisan inti disusun secara acak atau bersilangan tegak lurus dengan lapisan permukaan sebagaimana yang disajikan pada Gambar 2.


(29)

10 Gambar 2 Arah orientasi strand (Structural Board Association 2004).

Gambar (A) Strand pada lapisan permukaan diorientasikan sedangkan bagian inti disusun secara acak; (B) Strand pada lapisan permukaan dan lapisan inti diorientasikan, dimana arah orientasi lapisan inti tegak lurus dengan lapisan permukaan.

Menurut Forest Product Laboratory (1999); Rahim et al. (2006); Pressnail & Stritesky (2005), OSB merupakan panel untuk penggunaan struktural yang terbuat dari strand-strand kayu tipis yang diikat bersama menggunakan perekat resin tahan air (waterproof) atau tipe eksterior dan dikempa panas.

OSB adalah panel bukan vinir yang terbuat dari strand yang diorientasikan, diikat dengan perekat penolik kemudian dikempa. Strand disusun pada arah tegak lurus pada masing-masing lapis (biasanya 3 atau 5 lapis) yang selanjutnya akan saling berikatan silang seperti pada kayu lapis (Rahman et al. 2006; Tsoumis (1991). OSB didesain sebagai struktural untuk menggantikan bahan pelapis seperti kayu lapis (Nishimura et al. 2004).

Menurut Pressnail & Stritesky (2005), OSB berbentuk lembaran yang umumnya berukuran 4 ft (1220 mm) x 8 ft (2440 mm) dan tebalnya antara 0,25 inch (6,5 mm) sampai 1,5 inch (38 mm) dan biasanya penggunaan utamanya adalah sebagai konstruksi perumahan dan konstruksi ringan.

C.3. Penggunaan

Menurut Structural Board Association (2004) dan Forest Product Laboratory (1999), OSB merupakan panil kayu untuk penggunaan struktural. OSB dipergunakan untuk konstruksi rumah, pallet, display, furniture, I-joist web. OSB digunakan untuk pelapis atap, dinding, lantai perumahan dan


(30)

11 konstruksi komersial. Menurut Structural Board Association (2005), OSB dapat dipergunakan untuk dinding, panel atap, sub lantai, pelapis lantai, lantai, panil penyekat dan I- Joist. OSB didesain sebagai panil struktural untuk menggantikan kayu lapis yang diaplikasikan sebagai dinding, sub pelapis lantai, balok web, dan pelapis lantai tunggal (Rahman et al. 2006).

C.4. Tahapan pembuatan OSB

Menurut Forest Product Laboratory (1999) tahapan pembuatan OSB adalah sebagai berikut

1. Bahan baku

Menurut Caesar (1997) dalam Misran (2005), OSB dapat dibuat dengan menggunakan kayu yang memiliki kerapatan 350-700 kg/m3. Bahan baku yang akan dipergunakan sebagai strand harus bersih dari kulit karena kulit kayu akan menghambat proses perekatan.

2. Pembuatan strand

Secara umum penggunaan strand berukuran kecil sebagai bahan baku dapat memperbaiki keseragaman dan stabilitas. Pada kasus OSB, ukuran strand yang besar akan berpengaruh pada sifat keseragaman dan stabilitas (Steiner 1995 dalam Nishimura et al. (2004). Ukuran strand dan orientasinya harus dikontrol selama proses produksi.

Pengelompokan strand menurut Nishimura et al. (2004) sebagaimana disajikan pada Gambar 2 adalah sebagai berikut:

a. Strand Tipe 1, bentuk panjang dan sangat lebar.

b. Strand Tipe 2, bentuk panjang namun tidak selebar tipe 1. c. Strand Tipe 3, bentuk panjang dan sempit.

d. Strand Tipe 4, bentuknya pendek dan sempit. e. Strand Tipe 5, bentuknya kecil-kecil.


(31)

12 Gambar 3 Tipe strand (Nishimura et al. 2004).

Berbagai tipe strand selanjutnya diambil sampel sejumlah 100 strand untuk diukur aspect ratio, rasio kelangsingannya (slenderness ratio), lebar dan tebal seperti yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Cara pengukuran panjang dan lebar strand (Nishimura et al. 2004).

Keterangan: L (panjang), b1+b2 (lebar strand),

Berdasarkan hasil penelitian Nishimura et al. (2004) dilaporkan bahwa dimensi strand dari hasil pengukuran 100 strand pada 5 tipe strand disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Dimensi strand (hasil pengukuran terhadap 100 strand) Bentuk

Geometri Strand

Panjang (mm)

Lebar (mm)

Tebal (mm)

Aspect Ratio

Slenderness Ratio Tipe I

Rata-rata 109,93 65,51 0,67 1,77 173

Tipe II

Rata-rata 99,6 38,75 0,61 2,75 177,11

Tipe III

Rata-rata 99,68 23,56 0,61 4,70 175,42

Tipe IV

Rata-rata 83,23 34,67 0,63 2,68 141,47

Tipe V


(32)

13 3. Pengeringan

Ayrilmis et al. (2005) merekomendasikan pengeringan strand hingga mencapai kadar air 2-3%. Menurut Structural Board Association (2004), strand untuk OSB dikeringkan sampai kadar airnya 3% untuk perekat PF atau seperti panil sebesar 8% dengan perekat cair.

Dalam kondisi normal, strand dikeringkan hingga mencapai kadar air 3-5% sebelum dicampur dengan PF cair. Penggunaan PF bubuk memerlukan pengeringan hingga mencapai kadar air 6%. Pengeringan strand dari kayu Aspen hingga mencapai kadar air 4% untuk perekat dengan kandungan 3% isocyanat. Kadar air strand 5-6% apabila menggunakan perekat UF (Misran 2005).

4. Pencampuran strand, perekat dan bahan aditif

Menurut Structural Board Association (2004), Liquid polymeric diphenyl methane diisocyanate (MDI) binder merupakan alternatif binder yang dipergunakan oleh 35% industri OSB (baik MDI sendiri ataupun dicampur dengan fenol). Berdasarkan hasil penelitian MDI binder bereaksi dengan molekul yang mengandung hidrogen aktif untuk menghasilkan molekul dasar polyurethane dan polyurea. Sumber hidogen aktif dapat berikatan dengan gugus hidroksil didalam kayu, ekstraktif kayu, dan atau resin kayu sebagaimana halnya kadar air dalam kayu. Serbuk gergaji yang berasal dari papan yang dibuat dengan MDI aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Menurut Teco (2005); Marra (1993) Polydiphenylmethane diisocyanate, pMDI atau MDI dipakai sebagai resin pada pembuatan OSB, namun harganya lebih mahal dari PF. Seperti halnya PF, MDI merupakan perekat tipe eksterior. Tidak seperti PF, MDI tidak membentuk ikatan mekanis dengan kayu, namun ikatan yang terjadi adalah ikatan kimia dimana ikatan kimia ini lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan dengan ikatan mekanis sehingga membuat kinerja MDI lebih baik dibandingkan PF. Walaupun penggunaan MDI dalam jumlah sedikit namun dapat memberikan hasil yang lebih baik dari PF. Kayu memiliki gugus fungsi kimia yang dikenal dengan gugus hidroksil. MDI dalam gugus isocyanat (–N=C=O) bereaksi dengan gugus hidroksil pada kayu membentuk rantai urethane. Kombinasi faktor


(33)

14 seperti nonpolar, komponen aromatik dari MDI tahan terhadap hidrolisis. Beberapa keuntungan menggunakan perekat MDI:

a. Lebih toleran terhadap partikel dengan kadar air yang tinggi. b. Suhu kempa yang lebih rendah dan siklus kempa dapat lebih cepat

sehingga konsumsi energinya lebih rendah. c. Tidak ada emisi formaldehida.

d. Pemakaian dalam jumlah sedikit dapat memberikan hasil yang maksimal.

e. Stabilitas dimensi papan yang dihasilkan tinggi.

Bahan aditif yang biasanya ditambahkan pada saat pembuatan OSB adalah lilin/parafin. Biasanya lilin/ parafin ini ditambahkan dalam jumlah yang sedikit (besarnya kurang dari 1,5% berdasarkan berat).

5. Pembentukan lembaran

Menurut Misran (2005), pengorientasian arah strand dapat dilakukan dengan menggunakan mechanical orienter dimana alat ini terdiri atas dua bagian yaitu disk type orienter (mengarahkan strand kearah panjang panil) dan star type orienter (mengorientasikan strand tegak lurus arah panjang). Namun menurut Nishimura et al. (2004), pengorientasian strand dalam pembentukan lembaran panil dapat dilakukan secara manual ataupun dengan bantuan alat sederhana (former device).

6. Pengempaan panas

Tujuan pengempaan panas adalah untuk mendapatkan kerapatan dan ketebalan sesuai yang diinginkan serta mematangkan perekat khususnya perekat termoseting. Menurut Forest Product Laboratory (1999), pengempaan panas pada OSB dilakukan pada suhu 177-204 0C selama 3-5 menit. Ayrilmis et al. (2005) menggunakan tekanan 3,5-4 Mpa dan suhu 210-215 0C (menggunakan resin PF cair) untuk target ketebalan 10 mm membutuhkan waktu kempa selama 295 detik dengan rincian posisi kontrol 5 detik hingga mencapai ketebalan 20 mm, 20 detik untuk menekan hingga ketebalan 10 mm dan 255 detik pengempaan dipertahankan pada ketebalan 10 mm, serta 15 detik terakhir untuk membuka kempa hingga 14 mm.


(34)

15 D. Perlakuan Pendahuluan

D.1. Perendaman dalam air dingin dan panas

Menurut Hadi (1991, 1998), perlakuan pendahuluan menyebabkan perubahan sifat partikel kayu seperti keasamannya berubah, zat ekstraktifnya berkurang atau partikel lebih stabil terhadap pengaruh air. Dengan adanya perubahan sifat partikel tersebut, maka papan partikel yang dihasilkan akan memiliki sifat-sifat tertentu yang lebih baik. Perendaman selumbar dengan air panas selama 2 jam merupakan perlakuan yang optimal karena tidak berbeda nyata dengan perendaman 3 dan 4 jam untuk meningkatkan stabilitas dimensi papan partikelnya.

Komponen yang terlarut dalam air dingin meliputi tanin, gum, gula dan pigmen, sedangkan yang terlarut dalam air panas adalah sama dengan yang terlarut dalam air dingin ditambah dengan komponen pati (Anonim 1995 dalam Pari et al. 2006).

D.2. Bahan pengawet

Menurut Kamdem et al. (2004), telah terjadi peningkatan sifat kekuatan dan sifat anti fotodegradasi pada papan partikel yang terbuat dari limbah kayu yang telah diawetkan dengan chromated copper arsenate (CCA). Peningkatan kekuatan disebabkan oleh peningkatan difusi panas dengan kehadiran copper chromium dan arsenic kompleks pada kayu yang diawetkan dengan CCA. Selain itu papan yang dihasilkan tahan terhadap organisme perusak, hal ini dikarenakan partikel mengandung racun dari bahan pengawet CCA.

D.3. Autoklaf (pengukusan)

Menurut Boonstra et al. (2006), perlakuan pemanasan dibagi kedalam 3 kelompok: 1) Perlakuan pendahuluan kayu sebelum dikempa, 2) Steam injection pressing dimana perlakuan steam tidak hanya pada kayu namun juga berpengaruh pada pematangan perekat, 3) Perlakuan steam setelah menjadi papan. Perlakuan pemanasan seperti steam dapat memperbaiki stabilitas dimensi produk panel (Heebink and Hefty 1969, Shen 1973, Tomimura and Matsuda 1986, Hsu et al. 1988, Subyanto et al. 1991, Sekino et al. 1997,


(35)

16 Goroyias & Hale 2002, Ohlmeyer & Lukowsky 2004 dalam Boonstra et al. 2006).

Menurut Paul et al. (2005), perlakuan panas pada kayu solid dapat meningkatkan stabilitas dimensi dan keawetan. Penerapan perlakuan ini pada panil-panil kayu terutama untuk penggunaan eksterior dapat memperbaiki sifat kadar air dan daya tahan terhadap serangan jamur. Berdasarkan hasil penelitian Paul et al. (2007), perlakuan panas terhadap strand Scots pine memberikan pengaruh pada sifat mekanis dan penggunaan perekat. Selain itu pengembangan tebal berkurang sehingga stabilitas dimensinya meningkat, namun keteguhan rekat tidak terpengaruh dengan perlakuan. Menurut Highley (1987) dalam Paul et al. (2007), karbohidrat lebih mudah didekomposisi oleh jamur.

Kadar zat ekstraktif menurun dengan semakin meningkatnya waktu pengukusan. Perlakuan pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan pada saluran pembuluh. Zat ekstraktif yang terdapat didalam kayu akan berkurang sehingga memudahkan bagi aliran perekat untuk diserap kayu (Kubunsky & Itju 1972 dalam Yusfiandrita 1998). Pengaruh pengukusan selama 3 dan 6 jam pada partikel meranti merah yang berukuran panjang, lebar dan tebal masing-masing 10-50 mm, 2-25 mm, dan 0,2-0,5 mm menghasilkan peningkatan sifat fisis dan mekanis papan partikel yang dihasilkan (Priyatna 1988 dalam Yusfiandrita 1998).

Menurut Hunt & Garratt (1986), akibat dari pengukusan strand adalah terbentuknya ikatan yang lemah antara mulut noktah dengan torus, adanya ikatan yang lemah pada saluran noktah akan meningkatkan penetrasi perekat terhadap kayu dan menyebabkan terisinya ruang-ruang kosong yang ada dalam strand. Dengan terisinya ruang-ruang kosong tersebut dapat menghambat air dan uap air untuk menembus dinding sel sehingga kadar air papan yang dihasilkan lebih rendah dibanding papan tanpa perlakuan.


(36)

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan. Penelitian sifat dasar dilaksanakan di Laboratorium Kayu Solid dan Laboratorium Kimia Hasil

Hutan, pembuatan Oriented Strand Board (OSB) di Laboratorium

Biokomposit, dan pengujian sifat mekanis dilaksanakan di Laboratorium Keteknikan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

B. Bahan dan Alat B.1. Bahan

Bahan baku yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bahan untuk pengujian anatomi kayu: Kayu sentang yang diperoleh dari

daerah Parung Kuda, alkohol, gliserin yang diperoleh dari toko bahan kimia di Bogor.

2. Bahan untuk pengujian sifat fisis, mekanis dan keawetan alami kayu: Kayu sentang yang dibagi:

a. Berdasarkan arah vertikal batang meliputi bagian pangkal (P), tengah (T) dan ujung (U)

b. Berdasarkan arah horizontal batang meliputi bagian pinggir (G), tengah (T) dan inti (R).

Ilustrasi pembagian posisi batang disajikan pada Lampiran 1.

3. Bahan untuk pengujian sifat kimia: Serbuk kayu sentang berukuran 40

mesh, akuades, kertas saring, ethanol, benzene, natrium hidroksida (NaOH), asam asetat (CH3COOH), natrium sulfit (NaSO3), natrium hipoklorit

(NaClO3), dan asam sulfat (H2SO4).

4. Bahan untuk pembuatan OSB: Strand dari kayu sentang, perekat isocianat diperoleh dari PT Polychemi Asia Pasifik, Jakarta, lilin (wax) dan bahan pengawet Chrom Copper Boron (CKB) yang diperoleh dari toko bahan kimia di Bogor.


(37)

18 B.2. Alat

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi gergaji, disk flaker,

circular saw, kaliper, mikrometer sekrup, oven, neraca digital, blender, hot press, dan alat uji mekanis (Instron).

.

C. Metode

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap:

a. Tahap I, penelitian mengenai sifat dasar kayu sentang dan keawetan alaminya.

b. Tahap II, penelitian mengenai pembuatan dan pengujian kualitas dan keawetan oriented strand board (OSB).

Tahap I.Penelitian sifat dasar kayu sentang dan keawetan alaminya 1. Sifat mikroskopis kayu

Pengamatan sifat mikroskopis dilakukan dengan bantuan mikroskop terhadap preparat maserasi dan sayatan mikrotom. Beberapa parameter yang diukur dan diamati antara lain:

a. Dimensi serat meliputi panjang dan diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding sel.

b. Pori meliputi ukuran pori, jumlah per-mm dan arah gabungan.

c. Jari-jari meliputi komposisi, jumlah baris sel penyusun jari-jari (uniseriate, biseriate, dan multiseriate), ukuran dan jumlah jari-jari per-mm.

2. Sifat fisis kayu A. Kadar air

Prosedur pengujian kadar air adalah sebagai berikut:

Contoh uji dibuat berukuran (2x2x2) cm berdasarkan British Standard

(BS-373). Selanjutnya contoh uji ditimbang untuk mendapatkan berat awalnya (BA), kemudian dikering udarakan selama 2 minggu sampai beratnya konstan sehingga diperoleh berat kering udara (BKU). Setelah diperoleh berat kering udara, contoh uji dioven pada suhu 103±2 0C


(38)

19

selama 24 jam sampai beratnya konstan sehingga diperoleh berat kering oven (BKO).

B. Berat jenis

Prosedur pengujian berat jenis adalah sebagai berikut:

Contoh uji dibuat berukuran (2x2x2) cm berdasarkan British Standard

(BS-373). Kemudian contoh uji diukur panjang, lebar dan tebal dengan menggunakan kaliper untuk mendapatkan volume awal (V0). Setelah itu

contoh uji dioven pada suhu 103±2 0C selama 24 jam sampai beratnya konstan sehingga diperoleh berat kering oven (BKO).

C. Penyusutan

Prosedur pengujian penyusutan adalah sebagai berikut:

Contoh uji dibuat berukuran (2x2x2) cm berdasarkan British Standard

(BS-373). Kemudian contoh uji diukur panjang (arah longitudinal), lebar (arah tangensial) dan tebal (arah radial) dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi panjang, lebar dan tebal awal. Selanjutnya contoh uji dikering udarakan selama 2 minggu. Setelah 2 minggu, contoh uji diukur panjang (arah longitudinal), lebar (arah tangensial) dan tebal (arah radial) dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi panjang, lebar dan tebal pada kondisi kering udara. Contoh uji dioven pada suhu 103±2 0C selama 24 jam kemudian diukur panjang (arah longitudinal), lebar (arah tangensial) dan tebal (arah radial) dengan menggunakan kaliper sehingga diperoleh dimensi pada kondisi kering oven.

3. Sifat mekanis kayu

A. Modulus of elasticity (MOE)dan Modulus of rupture (MOR)

Prosedur pengujian MOE dan MOR adalah sebagai berikut:

Contoh uji MOE dan MOR diambil dari setiap stick dengan ukuran (2x2 x30) cm berdasarkan British Standard (BS-373) dalam kondisi kering udara. Selanjutnya contoh uji dipasang sesuai tempat pengujian. Beban tekan diberikan di tengah-tengah bentang contoh uji kemudian nilai defleksinya dicatat. Dalam penentuan nilai MOR dicatat beban maksimum sampai kayu patah. Kecepatan tetap pembebanan sebesar 0,26 inch/menit.


(39)

20 B. Keteguhan tarik sejajat serat

Prosedur pengujian keteguhan tarik sejajar serat adalah sebagai berikut: Contoh uji sifat tarik sejajar serat diambil dari setiap stick dengan ukuran (30x0,3x0,6) cm berdasarkan British Standard (BS-373) dalam kondisi kering udara. Selanjutnya contoh uji tersebut ditempatkan sesuai tempat pengujian kemudian diberikan beban tarik sampai kayu tersebut putus. Kecepatan tetap pembebanan sebesar 0,05 inch/menit.

C. Keteguhan tekan sejajar serat

Prosedur pengujian keteguhan tekan sejajar serat adalah sebagai berikut: Contoh uji keteguhan tekan sejajar serat diambil dari setiap stick dengan ukuran (2x2x6) cm berdasarkan British Standard (BS-373) dalam kondisi kering udara. Selanjutnya contoh uji tersebut dipasang sesuai tempat pengujian kemudian diberikan beban tekan sampai kayu tersebut rusak. Kecepatan tetap pembebanan sebesar 0,025 inch/menit.

D. Kekerasan

Prosedur pengujian kekerasan adalah sebagai berikut:

Contoh uji sifat kekerasan diambil dari stick dengan ukuran (2x2x6) cm berdasarkan British Standard (BS-373) dalam kondisi kering udara. Selanjutnya pengujian dilakukan dengan cara memasukkan setengah bola baja yang berdiameter 0,444 inchi dengan luas penampang tekan 1 cm2 ke dalam kayu.

4. Sifat kimia kayu

A. Kelarutan ektraktif dalam air dingin

Penetapan kelarutan kayu dalam air dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 207 om-88. Dalam pengujian kelarutan kayu dalam air dingin dilakukan penimbangan serbuk sebanyak 2 ± 0,1 gram, kemudian serbuk dimasukkan kedalam gelas piala 400 ml. Sebanyak 300 ml akuades dimasukkan kedalam gelas piala yang telah berisi serbuk, kemudian diaduk hingga merata diamkan selama 48 jam pada suhu kamar. Larutan serbuk dan akuades disaring selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105±3 0C selama 4 jam atau sampai beratnya konstan, sampel didinginkan selanjutnya ditimbang beratnya.


(40)

21 B. Kelarutan ekstraktif dalam air panas

Dalam pengujian kelarutan kayu dalam air panas dilakukan penimbangan serbuk sebanyak 2±0,1 gram, kemudian serbuk dimasukkan kedalam gelas piala 400 ml. Sebanyak 100 ml air panas dimasukkan kedalam gelas piala yang telah berisi serbuk, kemudian dipanaskan diatas penangas selama 3 jam. Larutan tersebut disaring selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105±3 0C selama 4 jam atau sampai beratnya konstan, sampel didinginkan selanjutnya ditimbang beratnya.

C. Kelarutan ekstraktif dalam alkohol benzene 1:2

Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 204 om-88. Serbuk kayu ditimbang sebanyak 2±0,1 gram. Serbuk dimasukkan kedalam timbel kertas saring yang telah ditentukan beratnya. Timbel diikat dan diberi pemberat lalu dimasukkan kedalam tabung ekstraksi dan diatur hingga cawan terendam dalam pelarut. Ekstraksi dilakukan selama 6-8jam dan setelah selesai timbel dikeluarkan. Selanjutnya dicuci dengan 50 ml ethanol untuk mengeluarkan benzene, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105±3 0C selama 2 jam, dan timbang beratnya.

D. Kelarutan ekstraktif dalam NaOH 1%

Pengujian ini dilakukan berdasarkan standar TAPPI T 212 om-93. Serbuk ditimbang sebanyak 2±0,1 gram. Serbuk tersebut dicampur dengan 100±1 ml larutan NaOH 1%. Campuran ditempatkan dalam water bath

paa suhu 97-100 0C selama 60 menit. Larutan diaduk masing-masing 5 detik setelah pemanasan 10, 15 dan 25 menit. Setelah 60 menit sampel dicuci dengan air panas, kemudian ditambahkan 25 ml asam asetat 10% dan dibiarkan selama 1 menit sebelum larutan asam asetat dihilangkan. 25 ml asam asetat 10% dimasukkan kembali, kemudian sampel dicuci dengan air panas hingga bebas asam. Sampel dikeringkan pada suhu 105±3 0C, selanjutnya sampel ditimbang.

E. Kadar selulosa

Sebanyak 2,5 gram serbuk kayu bebas ekstraktif ditambah 125 ml larutan asam nitrat 3,5% ditempatkan dalam Erlenmeyer 300 ml. Campuran tersebut dipanaskan dalam waterbath selama 12 jam pada suhu 80 0C.


(41)

22

Setelah pemanasan, sampel disaring dengan air destilata hingga tidak berwarna selanjutnya dikering udarakan. Sampel dipindahkan kedalam erlenmeyer kembali lalu ditambahkan 125 ml larutan campuran NaOH dan Na2SO3 (20 g : 20 g dalam 1 liter aquades) kemudian dipanaskan selama 2

jam pada suhu 50 0C. Sampel disaring dengan cawan saring dan dicuci dengan aquades hingga filtrat tidak berwarna. 50 ml larutan sodium klorid 10% ditambahkan selanjutnya sampel dicuci dengan air hingga diperoleh endapan berwarna putih. 100 ml asam asetat 10% ditambahkan, kemudian sampel dicuci hingga bebas asam. Sampel dioven pada suhu 105±3 0C, kemudian ditimbang beratnya.

F. Kadar lignin (Lignin Klason)

Sampel kayu bebas ekstraktif ekuivalen berat kering 1±0,1 gram dimasukkan dalam gelas piala. Larutan asam sulfat 72% sebanyak 15 ml ditambahkan kedalamnya. Penambahan asam dilakukan secara perlahan dan bertahap sambil diaduk dengan suhu dijaga pada 2±1 0C. Setelah tercampur sempurna, gelas piala disimpan pada suhu 20±1 0C selama 2 jam sambil diaduk sesekali. Sekitar 300-400 ml air ditambahkan kedalam erlenmeyer 1000 ml dan sampel dipindahkan dari gelas piala kedalam erlenmeyer. Sampel dibilas dan diencerkan larutan dengan air hingga dicapai konsentrasi asam sulfat 3% yaitu hingga total volume 575 ml. Larutan dididihkan selama 4 jam dan jaga agar volume larutan konstan dengan penambahan air panas. Lignin disaring dengan glass filter dan dicuci dengan air panas hingga bebas asam. Sampel lignin dikeringkan dalam oven pada suhu 105±3 0C hingga beratnya konstan, selanjutnya ditimbang.

G. Kadar abu

Kadar abu ditetapkan menurut standar TAPPI T 211 om-93. Cawan abu kosong dibersihkan dan dipanaskan pada suhu 525 ± 25 0C selama 30-60 menit. Setelah dipanaskan, cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel uji ekuivalen 1 gram kering oven dimasukkan kedalam cawan abu. Sampel dipanaskan pada suhu 100 0C, kemudian suhu dinaikkan sampai 525 0C secara bertahap hingga terjadi karbonisasi tanpa


(42)

23

pembakaran. Suhu pengabuan diatur pada 525±25 0C. Pembakaran selesai jika partikel hitam telah hilang, kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

5. Keawetan alami kayu

Pengujian dilakukan di lapangan dengan menggunakan metode uji kubur (grave yard test). Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

Contoh uji dibuat berukuran (3x3x20) cm. Selanjutnya contoh uji dikering ovenkan pada suhu 103±2 0C selama 24 jam untuk mendapatkan berat kering sebelum pengujian (B0). Contoh uji yang telah diketahui BKT nya kemudian ditanam didalam tanah hingga menyisakan sekitar 5 cm bagian yang diatas permukaan sebagaimana disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Penguburan contoh uji.

Lama waktu pengujian sekitar 100 hari (3 bulan). Setelah 3 bulan, contoh uji diambil dan dibersihkan dari tanah yang menempel. Kemudian contoh uji dikering ovenkan pada suhu 103±2 0C selama 24 jam sehingga diperoleh berat kering setelah pengujian (B1). Parameter yang diamati yaitu persen kerusakan dan kehilangan berat. Berdasarkan Sornnuwat et al. (1995) dalam Susilowati

et al. (1998) skala ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Skala ketahanan kayu terhadap serangan rayap tanah

Kehilangan berat (%) Tingkat ketahanan kayu

0 Sangat Tahan

1-3 Tahan 4-8 Sedang

9-15 Tidak Tahan

>15 Rentan 5 cm

15 cm


(43)

24 Tabel 3 Penilaian visual grave yard test

Kelas Penilaian kualitatif Penilaian

kuantitatif

Tingkat serangan Keterangan Nilai

A Tidak Diserang Kayu Tidak Diserang (0%) 0

B Sedikit Terserang Terdapat serangan rayap

seperti bekas-bekas gigitan dengan kedalaman 12,5%

1-10

C Serangan Ringan Terdapat saluran dengan

kedalaman 25%

11-20

D Serangan Berat Terdapat saluran nyata sampai

kedalaman 37,5%

21-30

E Serangan Hancur Serangan mencapai kedalaman

>50% dari kayu utuh

31-40

Denah uji kubur (grave yard test) disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Denah uji kubur (grave yard test).

Tahap II. Penelitian mengenai pembuatan dan pengujian oriented strand board (OSB)

1. Persiapan bahan baku

Secara ideal, pembuatan strand seharusnya menggunakan strander, namun demikian menurut Nuryawan & Massijaya (2006), disk flaker dapat dimanfaatkan untuk membuat strand dengan beberapa rekayasa diantaranya kayu bulat yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan strand harus dikonversi terlebih dahulu menjadi kayu gergajian.

R2

G1

T1

G2

R3

T3

T2

G3

R1

= Jarak antar kayu 60 cm Keterangan


(44)

25

Log yang akan dipergunakan dalam pembuatan strand dikuliti terlebih dahulu (debarking). Setelah log bersih dari kulit, selanjutnya digergaji menjadi papan tangensial dengan tebal 20 mm. Papan tangensial tersebut dipotong dengan ukuran panjang 70 mm disesuaikan dengan ukuran maksimum dari disk flaker yang ada. Potongan-potongan kayu ini yang akan diumpankan kedalam disk flaker untuk dikonversi menjadi strand, sehingga diharapkan dari potongan tersebut dihasilkan strand dengan ukuran geometri panjang sekitar 70 mm, lebar 25 mm dan tebal 0,5 mm. Teknik pengukuran geometri berdasarkan metode Nishimura et al. (2004). Teknik konversi log kedalam bentuk strand disajikan pada Lampiran 2. Penelitian Pembuatan dan Pengujian OSB terdiri atas:

a. Bagian pertama: meneliti geometri dan klasifikasi penggulungan

strand.

b. Bagian kedua: pembuatan OSB dengan menggunakan strand yang telah diberi perlakuan perendaman air dingin dan panas, bahan pengawet (Chrom cupprum boron/ CCB) dan autoklaf.

c. Bagian ketiga: pengujian sifat fisis, mekanis dan daya tahan OSB terhadap serangan rayap tanah.

2. Geometri dan klasifikasi penggulungan strand

Diambil sampel secara acak sebanyak 100 strand, kemudian diukur panjang, lebar tebal, slenderness ratio dan aspect ratio strand. Penentuan klasifikasi penggulungan strand (100 sampel) yang dihasilkan sesuai dengan klasifikasi penggulungan strand yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi penggulungan strand Kelas Deskripsi

1 Flat

2 Curl, quarter round

3 Curl, half round

4 Curl, round

5 Curl, rolled


(45)

26 3. Perlakuan awal terhadap strand

• Rendaman dingin dan rendaman panas

Strand direndam dalam air dingin selama 72 jam dan direndam dalam air panas selama 2 jam. Setelah direndam, strand dikeringkan.

• Rendaman dalam bahan pengawet CKB

Konsentrasi CKB yang dipergunakan sebesar 2,5%. Lama perendaman 48 jam. Setelah direndam, strand dikeringkan.

• Autoklaf

Strand di masukkan dalam autoklaf pada suhu 1260C, tekanan 1,4 kg/cm2 selama 1 jam.

4. Pembuatan OSB

Sebelum masuk pada proses pembuatan papan, harus diketahui terlebih dahulu solid content (SC) dari perekat yang dipergunakan. Pada penelitian ini, nilai SC dari perekat isocianat sebesar 97%. Nilai SC perekat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Komposisi kebutuhan campuran strand yang diperlukan untuk membuat satu papan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi kebutuhan bahan untuk satu papan berdasarkan perlakuan perendaman

Bahan

Target kerapatan

papan

Kebutuhan bahan (gram) Kontrol Air dingin

(72 jam)

Air panas (2 jam)

CCB

2,5% Autoklaf

Strand

0,7

546 546 546 546 546

Perekat 43 43 43 43 43

Parafin 6 6 6 6 6

Total 595 595 595 595 595

BKT Perekat

SC (%) = --- x 100% Berat Awal Perekat


(46)

27 Keterangan:

1. Ukuran papan yang dibuat adalah 30 x 30 x 0,9 cm

2. Kadar air strand sebesar 3%

3. Kadar perekat sebesar 7% berdasarkan berat kering strand

4. Kadar parafin 1%

5. Face layer: 25%; core layer: 50%; back layer: 25%

6. Jumlah papan yang dibuat sebanyak 15 papan

7. Kondisi pengempaan:

Suhu 160 0C, waktu pengempaan 6 menit, dan tekanan 25 kg/cm2 Proses pembuatan

a. Strand dicampur perekat dengan menggunakan rotaryblending machine. b. Strand disusun dengan arah bersilangan antar lapisan pada alat pencetak

lembaran berukuran 30x30x0,9 cm. Komposisi strand didalam lapisan dibagi menjadi 3 bagian yaitu surface layer (25%), core layer (50%) dan

back layer (25%).

c. Selanjutnya cetakan diletakkan di antara dua plat kempa dan dilakukan pengempaan panas hingga mencapai ketebalan 0,9 cm sesuai dengan kondisi pengempaan yang telah dikemukakan sebelumnya.

d. Papan yang telah dikempa selanjutnya dikondisikan selama 2 minggu sebelum dilakukan pengujian.

5. Pengujian OSB Sifat fisis

a. Kerapatan

Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume kering udara. Contoh uji berukuran (10x10x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) ditimbang beratnya, lalu diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji.

b. Kadar air (KA)

Contoh uji berukuran (10x10x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) yang digunakan adalah bekas contoh uji kerapatan. Kadar air papan dihitung berdasarkan berat awal (BA) dan berat kering oven (BKO) selama 24 jam pada suhu 103±2 0C.


(47)

28

c. Daya serap air (DSA)

Contoh uji berukuran (5x5x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) ditimbang berat awalnya (B1). Kemudian direndam dalam air

dingin selama 2 dan 24 jam, setelah itu ditimbang beratnya (B2).

d. Pengembangan tebal (PT)

Contoh uji pengembangan tebal berukuran (5x5x0,9) cm sama dengan contoh uji daya serap air. Pengembangan tebal didasarkan pada tebal sebelum (T1) yang diukur pada keempat sudut dan dirata-ratakan dalam

kondisi kering udara dan tebal setelah perendaman (T2) dalam air dingin

selama 2 jam dan 24 jam.

Sifat mekanis

a. MOR (Modulus of rupture)

Pengujian keteguhan patah dilakukan dengan menggunakan Instron

dengan menggunakan lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari 15 cm. Contoh uji yang digunakan berukuran (5x20x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) pada kondisi kering udara dan basah.

b. MOE (Modulus of elasticity)

Pengujian MOE dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan patah dengan memakai contoh uji yang sama. Besarnya defleksi yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada setiap selang beban tertentu. c. Keteguhan rekat internal (IB)

Contoh uji berukuran (5x5x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003) direkatkan pada dua buah blok alumunium dengan perekat dan dibiarkan mengering. Kedua blok ditarik tegak lurus permukaan contoh uji sampai beban maksimum.

d. Kuat pegang sekrup (KPS)

Contoh uji berukuran (5x10x0,9) cm berdasarkan standar JIS A 5908 (2003). Untuk kuat pegang sekrup permukaan dibuat pada sisi permukaan panil yang disajikan Gambar 7. Sekrup yang digunakan berdiameter 2,7 mm, panjang 16 mm dimasukkan hingga mencapai


(48)

29

kedalaman 8 mm. Nilai kuat pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam kilogram.

Daya tahan terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)

Pengujian terhadap rayap tanah dilakukan dengan menggunakan metode

modified wood block test. Aspek yang diamati adalah persen kehilangan berat, penghambatan aktifitas makan (antifeedant) dan mortalitas rayap. Pengujian ini dilakukan untuk melihat pengaruh perlakuan awal strand terhadap keawetan papan yang dihasilkan.

Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:

a. Contoh uji berukuran (2x2x1) cm dikeringkan pada suhu 103±2 0C untuk mendapatkan berat kering tanurnya (BKT)

b. Contoh uji masing-masing ditempatkan dalam botol pengujian

c. Masukkan rayap masing-masing sebanyak 50 ekor (45 rayap pekerja dan 5 ekor rayap prajurit)

d. Simpan di tempat gelap dan pengumpanan dilakukan selama 4 minggu e. Pada akhir pengujian, contoh uji dibersihkan, dikeringkan dan dihitung

BKT-nya

f. Kehilangan berat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Kehilangan Berat = [(BKTa – BKTt)/BKTa] x 100% BKTa = Berat kering kayu awal (gram)

BKTt = Berat kering kayu setelah pengumpanan (gram)

g. Nilai penghambatan aktivitas makan (antifeedant) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

A = (KK – KT) / (KK + KT) x 100% KK = Kehilangan bobot papan kontrol (gram)


(49)

30 Tabel 6 Klasifikasi antifeedant

Kelas Nilai Antifeedant (%) Tingkat Ketahanan Kayu

IV III II

I

75 ≤ x < 100 50 ≤ x < 75 25 ≤ x < 50 0 ≤ x < 25

Sangat Kuat Kuat Sedang Lemah

h. Mortalitas rayap dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

Mortalitas rayap = (N2/N1) x 100%

N1 = Jumlah rayap awal N2 = Jumlah rayap yang mati

Tabel 7 Klasifikasi tingkat ketahanan kayu terhadap serangan rayap

Mortalitas (%) Tingkat Ketahanan

≥ 95 75 ≤ x < 95 60 ≤ x < 75 40 ≤ x < 60 25 ≤ x < 40≤ 5 ≤ x < 25

< 5 Sangat kuat Kuat Cukup kuat Sedang Agak lemah Lemah Tidak lktif

D.Analisis Data

D.1. Penelitian mengenai sifat dasar kayu sentang

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola

faktorial 2 faktor dengan faktor A adalah arah vertikal batang terdiri dari pangkal, tengah, ujung dan faktor B adalah arah horizontal batang terdiri dari tepi, tengah, dalam dengan menggunakan 5 kali ulangan.

Model rancangan statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + αi+ βj + (αβ)ijk + εijk Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan faktor ketinggian taraf ke-i dan faktor kedalaman taraf ke-j pada ulangan ke-k

μ = nilai rata-rata harapan.

αi = pengaruh sebenarnya dari macam ke-i faktor arah vertikal batang. βj = pengaruh sebenarnya dari taraf ke-j faktor arah horizontal batang.

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor arah vertikal batang dan taraf ke-j faktor arah horizontal batang


(50)

31

Hipotesis yang digunakan adalah : 1. Pengaruh utama faktor A :

H0 : Arah vertikal batang tidak berpengaruh terhadap variasi sifat fisis dan mekanis.

H1 : Arah vertikal batang berpengaruh terhadap variasi sifat fisis dan mekanis.

2. Pengaruh utama faktor B :

H0 : Arah horizontal batang tidak berpengaruh terhadap variasi sifat fisis dan mekanis .

H1 : Arah horizontal batang berpengaruh terhadap variasi sifat fisis dan mekanis.

3. Pengaruh interaksi faktor A dengan faktor B :

H0 : Arah vertikal dan arah horizontal batang tidak berpengaruh terhadap variasi sifat fisis dan mekanis.

H1 : Arah vertikal dan arah horizontal batang berpengaruh terhadap variasi sifat fisis dan mekanis.

Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan terhadap sifat fisis dan mekanis kayu sentang dilakukan analisis keragaman dengan kriteria uji jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima, dan jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak. Untuk

mengetahui taraf perlakuan mana yang berpengaruh di antara faktor A dan faktor B maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji beda jarak nyata Duncan(Duncan multiple range test).

D.2. Penelitian mengenai pembuatan dan pengujian OSB

Penelitian ini menggunakan analisis dengan RAL. Perlakuan terhadap strand terdiri dari kontrol, perendaman air dingin, perendaman air panas, perendaman bahan pengawet, dan autoklaf masing-masing terdiri dari 3 ulangan. Model statistik linier dari rancangan percobaan ini dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:


(51)

32 Yij = μ + αi + Σij

Keterangan : Yij = Respon pengamatan pada perlakuan perendaman strand taraf ke-i dan ulangan ke-j

μ = Nilai rata-rata umum

αi = Pengaruh perlakuan perendaman strand taraf ke-i

Σij = Sisaan acak dari satuan percobaan ulangan ke-j yang dikenai

perlakuan perendaman strand taraf ke-i i = 1,2,3,…

j = 1,2,3,…

Adapun hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Perendaman terhadap strand tidak berpengaruh terhadap sifat fisis

mekanis dan keawetan OSB

H1 : Perendaman terhadap strand berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis dan

keawetan OSB

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan perendaman terhadap sifat fisis mekanis dan keawetan OSB maka dilakukan analisis keragaman (analysis of variance). Analisis keragaman tersebut menggunakan kriteria uji sebagai berikut:

a. Jika Fhitung < Ftabel maka H0 diterima atau perlakuan tidak memberikan

pengaruh pada suatu selang kepercayaan tertentu

b. Jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak atau perlakuan memberikan

pengaruh pada suatu selang kepercayaan tertentu.

Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan maka dilanjutkan dengan pengujian menggunakan uji wilayah berganda Duncan (DMRT). Selanjutnya setelah data hasil pengujian untuk setiap respon yang diuji dianalisis, lalu dibandingkan dengan persyaratan JIS A 5908 (2003) dengan maksud untuk mengetahui apakah sifat-sifat papan yang dibuat memenuhi standar atau tidak.


(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Dasar dan Keawetan Alami Kayu Sentang A.1. Anatomi kayu

Struktur anatomi kayu mencirikan macam sel penyusun kayu berikut bentuk dan ukurannya. Sebagaimana jenis kayu daun lebar lainnya, sel penyusun kayu sentang terdiri dari sel serabut (serat), sel pembuluh (pori-pori), jari-jari, dan sel parenkim. Dalam kaitannya sebagai bahan baku OSB, maka struktur anatomi yang harus diperhatikan adalah struktur yang mempengaruhi kualitas perekatan kayu terutama dalam hal kemudahan masuknya perekat (penetrasi) kedalam struktur kayu (Ruhendi et al. 2007). Dalamnya penetrasi perekat tersebut dipengaruhi oleh diameter lumen serat dan diameter pori-pori, serta banyak-sedikitnya pori, jari-jari dan parenkim kayu. Diameter pori-pori dan serat akan mempengaruhi tingkat kehalusan permukaan kayu (tekstur). Tekstur kayu akan mempengaruhi besaran sudut kontak antara perekat dengan permukaan kayu.

A.1.1. Serat

Nilai rata-rata panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding hasil penelitian disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Rata-rata ukuran dimensi serat

Parameter Perbesaran Rata-rata

Panjang serat (μm) 100x 1323,93±112,77

Diameter serat (μm) 450x 48,18±5,62

Diameter lumen (μm) 450x 41,57±5,63

Tebal dinding (μm) 450x 3,30±0,56

Berdasarkan klasifikasi menurut Priasukmana dan Silitonga (1972) dalam Anggraini (2005), maka panjang serat kayu sentang yang diteliti termasuk kedalam kelas sedang, sedangkan diameter serat maupun tebal dindingnya tergolong tipis hingga sedang. Dibandingkan dengan diameter seratnya, maka diameter lumen kayu sentang tergolong sedang.

Berdasarkan ukuran dinding seratnya, maka kayu sentang cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan papan komposit termasuk OSB


(53)

34

 

karena dapat dipastikan bahwa BJ kayu sentang tergolong rendah hingga sedang. Hal ini juga berkaitan dengan nilai rasio kompresi dan kerapatan papan sebagaimana yang diharapkan.

A.1.2. Pori / Pembuluh

Nilai rata-rata diameter dan jumlah pori disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Ukuran diameter dan jumlah pori

Parameter Perbesaran Rata-rata Keterangana

Diameter pori (μm) 100x 110,00±16,42 Agak kecil Jumlah pori per-mm2 100x 10,92±2,27 Agak banyak

Keterangan: a) Penggolongan menurut Den Berger (1926) dalam Martawijaya et al. (1981)

Berdasarkan klasifikasi Den Berger (1926) dalam Martawijaya et al. (1981), maka diameter pori kayu sentang yang diteliti termasuk kedalam agak kecil, sedangkan jumlah porinya agak banyak. Berdasarkan ukuran diameter pori tersebut, maka permeabilitas kayu sentang dapat dipastikan rendah. Hal ini sesuai dengan Ching (2003) yang mengatakan bahwa kayu sentang sulit dimasuki oleh bahan pengawet (keterawetannya rendah) meski mampu mengikat bahan pengawet yang masuk. Dalam rangka memperbaiki permeabilitas sekaligus meningkatkan kemampuan penetrasi perekat ke dalam kayu, maka perlu dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap strand-nya. Dengan jumlah pori yang tergolong agak banyak, maka perlakuan pendahuluan yang sederhana terhadap strand seperti perendaman dan sedikit pemanasan dirasa dapat memperbaiki tingkat penetrasi perekat ke dalam kayu.

Hasil pengamatan mikroskopis memperlihatkan bahwa pori-pori kayu sentang tersusun secara tata baur dimana pori dengan berbagai macam ukuran tersebar pada seluruh permukaan lintang kayu. Pori sebagian soliter, namun ada juga yang bergabung dimana pori bergabung radial lebih banyak dibandingkan pori bergabung tangensial (Gambar 7). Parenkim ditemukan dalam bentuk parenkim paratrakeal jarang yaitu parenkim yang berbentuk selubung sebagian atau berupa sel tunggal dibeberapa tempat disekeliling pembuluh. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu (Selamat dan Hasim, 2002; Ching, 2003). Perbedaan yang ada terkait dengan perbedaan sampel yang digunakan.


(54)

G

A.1.3 Nil Tabel 10 P Lebar (μm Tinggi (m Frekuensi

Keterangan:

Ber (1981), m dan agak tergolong baring (G

Gambar 7 a) (p

3. Jari-jari ai rata-rata d Ukuran di Parameter m) mm)

i (jml/mm)

: a) Penggolong

rdasarkan kl maka jari-jar k jarang. P g heteroselul Gambar 8), se

Gambar 8.

) Pori gabu perbesaran 2 dimensi dan imensi dan Perb 1 1 3

an menurut Den

lasifikasi D ri kayu sent Pengamatan lar dimana j erta multiser

a) Sel bari (perbesara

ng radial; b 200x)

frekuensi ja frekuensi ja besaran R

00x 6

00x 0

32x 5

n Berger (1926) d

en Berger ( tang tergolo

mikroskopi jari-jari kay riet 2-4 sel (G

ng; b) Sel te an 200x)

a

b

a

b) Pori gabu

ari-jari disajik ari-jari Rata- Rata 64,29±7,53 0,49±0,05 5,80±1,23

dalam Martawij

(1926) dala ng agak leb s memperlih yu tersusun

Gambar 7 da

egak pada b

b

b

ung tangens

kan pada Ta

Keteran Agak lebar Luar biasa pe Agak jarang

jaya et al. (1981

am Martawij bar, luar bia

hatkan bahw atas sel teg an 9). bidang radia 35 sial abel 10. ngana endek 1)

jaya et al. asa pendek,

wa jari-jari gak dan sel


(55)

36

 

Gambar 9. a) Tipe jari-jari multiseriet 2-4 seri pada bidang tangensial (perbesaran 200x)

Diameter pori, jumlah pori dan frekuensi jari-jari berpengaruh pada kemampuan kayu untuk menyerap perekat. Menurut Vick (1999), sel jari-jari yang orientasinya radial dapat memberikan aliran dan penetrasi yang berlebihan. Penetrasi yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya rekatan miskin perekat.

A.2. Sifat fisis kayu A.2.1. Berat jenis (BJ)

Histogram rata-rata BJ disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Histogram berat jenis kayu sentang

Nilai BJ kayu sentang berkisar 0,42-0,52 (0,46±0,04). Nilai tertinggi berada pada posisi batang pangkal bagian tepi (PG), sedangkan terendah pada posisi batang ujung bagian dalam (UR). Nilai BJ ini menurut klasifikasi kelas kuat kayu Indonesia, termasuk kedalam kelas kuat III. Kayu sentang hasil

0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00

Pangkal Tengah Ujung

Berat J

e

nis


(56)

37

 

penelitian termasuk kedalam kategori kayu dengan BJ sedang. Ditinjau dari BJ-nya, kayu sentang cocok untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku papan komposit, hal ini berkaitan dengan pencapaian kompresi rasio dari papan yang dihasilkan. Dengan kisaran BJ ini akan dapat dihasilkan papan ringan dengan kekuatan yang tinggi.

Berkaitan dengan proses perekatan, kayu dengan BJ tinggi akan sulit untuk merekat karena dinding selnya lebih tebal dan lumennya kecil sehingga menyebabkan perekat tidak dapat berpenetrasi dengan baik, akibatnya aksi bersikunci hanya sebatas pada lapisan sel pertama atau kedua (Ruhendi et al. 2007). Menurut Bowyer et al. (2003), kerapatan kayu yang rendah akan lebih mudah dipadatkan pada saat dikempa dan menghasilkan kontak strand yang lebih baik sehingga meningkatkan ikatan antar strand dan menghasilkan kekuatan yang tinggi.

Secara keseluruhan pada arah batang secara vertikal, semakin ke ujung BJ kayu semakin rendah. Pada arah horizontal batang, semakin kedalam BJ semakin rendah. Menurut Bowyer et al. (2003), kayu bulat pangkal cenderung memiliki BJ yang lebih tinggi daripada kayu bulat yang dipotong lebih tinggi dalam batang utama. Menurut Brown et al. (1952), BJ kayu bervariasi dimana variasi tersebut disebabkan oleh jumlah zat penyusun dinding sel dan kandungan zat ekstraktif per unit volume. Ketebalan dinding sel berpengaruh besar terhadap BJ kayu.

Berdasarkan sidik ragam terhadap nilai BJ pada selang kepercayaan 95% dan 99% diperoleh hasil bahwa posisi batang secara vertikal (P, T, U) dan horizontal (G, T, R) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Sedangkan interaksi antara batang pada posisi horizontal dan vertikal tidak berbeda nyata. Hasil uji Duncan pada selang kepercayaan 95% memperlihatkan bahwa pada posisi batang secara vertikal, batang bagian pangkal berbeda nyata dengan batang bagian tengah dan ujung, sedangkan antara batang bagian tengah dengan ujung tidak berbeda nyata. Pada posisi batang secara horizontal, batang bagian tepi berbeda nyata dengan batang bagian tengah dan dalam, sedangkan antara batang bagian tengah dengan dalam tidak berbeda nyata.


(1)

71 Forest Watch Indonesia. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor: Forest

watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch.

Hadi YS. 1988. Pengaruh Perendaman Panas Partikel Kayu terhadap stabilitas Dimensi papan Partikel Meranti Merah. J. Teknologi Hasil Hutan 2 (1): 16-24.

---. 1991. Pengaruh Perendaman Panas dan Asetilasi selumbar Terhadap Sifat Papan Partikel [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hunt GM, Garratt GA. 1986. Pengawetan Kayu. Terjemahan. Jakarta: Akademika Presindo.

Johnson R, Jayawickrama K. 2002. Genetics of wood specific gravity in coastal Douglas-fir. PNWTIRC / NWTIC workshop on Genetic Improvement of Wood Quality in coastal Douglas-fir and western hemlockî, June 27, 2002. Oregon State University, Corvallis, OR.

Japanese Standard Association. 2003. Japanesse Industrial Standard Particle Board JIS A 5908. Japanese Standard Association. Jepang.

Joker D. 2000. Azadirachta excelsa (Jack) M. Jacobs. Seed leaflet No. 13 (September 2000). Danida Forest Seed Centre. Denmark.

Kamdem DP, Jiang H, Cui W, Freed J, Matuana LM. 2004. J of Elsevier. Composites: Part A 35: 347-355.

Maemuna A. 1994. Pengaruh Perlakuan Natrium Hidroksida Terhadap Sifat Kimia dan Fisis-Mekanis Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.). [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard Manufacturing. San Francisco: Miller Freeman Inc.

Marra AA. 1992. Technology of Wood Bonding Principles in Practise. New York: Van Nostrand Reinhold.

Martawijaya AI, Kartasujana, Mandang YI, Prawira SA dan Kadir K. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor: Balai Penelitian Hasil Hutan.

Misran S. 2005. Evaluation of Oriented Strand Board Made From Rubber Wood Using Phenol Formaldehyde As a Binder. [Thesis]. Malaysia: Universiti Putra Malaysia.

Nishimura T, Ansell MP, Ando N. 2002. Evaluation of the arrangement of wood strands at the surface of OSB by image analysis. Wood Sci. Technol. 36: 93-99.


(2)

72 Nishimura T, Amin J, Ansell MP, Ando N. 2004. Image Analysis and Bending properties of Model OSB Panels as A Function of Strand Distribution, Shape and Size. Wood Sci. Technol. 38 (4-5): 297 - 309

Nuryawan, Massijaya MY. 2006. Mengenal Oriented Strand Board. Kerjasama Fakultas Pertanian USU Medan dan Fakultas Kehutanan IPB Bogor.

Pandit IKN. 1995. Diktat anatomi: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Fahutan IPB.

Panshin AJ, de Zeeuw C. 1980. Text Book of Wood Technology. Structure, Identification, Properties and Uses of The Commercial Woods of The United States and Canada. New york: McGraw-Hill Book Company, Inc.

Pari Gustan, Roliadi H, Setiawan D, Saepuloh. 2006. Komponen Kimia Sepuluh Jenis Kayu Tanaman Dari Jawa Barat. J Penelitian Hasil Hutan 24: 89-97. Paul W, Ohlmeyer M, Leithoff H. 2005. Optimising the properties of OSB by a

one-step heat pre-treatment process. J Holz als Roh-und Werkstoff 64: 227-234.

---. 2007. Thermal modification of OSB-strands by a one-step heat pre-treatment-Influence of temperature on weight loss, hygroscopicity and improved fungal resistance. J Holz als Roh-und Werkstoff 65: 1.

Peniyati D. 1992. Pengaruh Perendaman Panas dan Dingin selumbar Pada Empat Tingkat Umur Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pressnail KD, Stritesky VF. 2005. Moisture Related Properties of Oriented Strand Board (OSB). 10DBMC International Conférence On Durability of Building Materials and Components LYON [France] 17-20 April 2005. Riyadi C. 2004. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Serat dari Limbah Batang Pisang

(Musa sp.) pada Berbagai Perlakuan Pendahuluan dan Kadar Parafin. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Rowell R, Lange S, McSweeny J, Davis M. 2002. Modification of Wood Fiber Using Steam. Proceeding of 6th Rim Bio-Based Composites Symposium. Oregon, USA.

Selamat S, Hasim S. 2002. Treatibility of Acacia mangium and Sentang (Azadirachta excelsa) in Relation to Wood Structure. Report of Forest Research Institute Malaysia.

Skaar C. 1972. Water in Wood. Syracuce Wood Science Series. University Press New york.


(3)

73 Soewarsono. 1990. Specific Gravity of Indonesian Woods and its Significance

for Practical Use, FRDC, Forestry Department, Bogor, Indonesia p:134. Structural Board Association. 2004. OSB Design Manual: Construction

Sheathing And Design Rated Oriented Strand Board. Canada.

---. 2004. OSB Performance Under High Humidity Conditions. Technical Bulletin nomor 113. Canada.

---. 2004. Oriented Strand Board in Landfills. Technical Bulletin nomor 110. Canada.

---. 2004. Binders and Waxes In Osb. Technical Bulletin nomor 114. Canada.

---. 2004. Oriented Strand Board and Waferboard. Technical Bulletin nomor 104. Canada.

---. 2005. OSB in Wood Frame Construction. USA. Susilowati RS, Tarumingkeng RC, Nandika D. 1998. Keawetan Alami Kayu

Akasia (Acacia mangium Willd) dan Keterawetannya Bagi Senyawa Boron Secara Vakum Tekan. J Teknologi Hasil Hutan XI (1): 13-17.

Sutigno P. 2000. Perekat dan Perekatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Tamizi M. 2003. Sifat-Sifat Asas dan Kualiti Kayu Sentang (Azadirachta Excelsa) Pada Umur Yang Berbeza. Thesis. Malaysia.

Teco. 2005. Resins Used In The Production Of Oriented Strand Board. Tech tips No. 14. USA.

Trockenbrotd M, Misalam K, Lijangga J. 1999. Physical and Elasto-Mechanical Wood Properti of Young Sentang (Azadirachta excelsa) Planted Sabah, Malaysia. J Holz als Roh-und Werkstoff 57: 210-214.

Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Reinhold, New York.

Ujang S, Hasim S, Kadir R, Selamat S. 2005. Performance of Treated Sentang in Aboveground Exposure. Forest Research Institute Malaysia.

Yusfiandrita. 1998. Pengaruh Pengukusan Strand Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Oriented Strand Board (OSB) Dari Jenis Kayu Terap (Artocarpus elasticus Reinw) dan Kayu Weru (Albizia procera Benth). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.


(4)

Lampiran 1 Pembagian batang untuk pengujian sifat dasar kayu

sampel fisis sampel mekanis


(5)

75

 

Lampiran 2 Teknik pembuatan strand dengan menggunakan disk flaker

     

Log  

Papan 

Tangensial

70 mm 

70 mm 

70 mm 

Disk flaker    

Strand  Panjang : 70 mm   Lebar : 25 mm    Tebal     : 0,5 mm  


(6)

76

 

Lampiran 3 Klasifikasi komponen kimia kayu daun lebar Indonesia

Komponen kimia Kelas komponen

(%) ringgi redang rendah

Selulosa >45 40-45 <40

Lignin >33 18-33 <18

Pentosan >24 21-24 <21

Zat ekstraktif >4 2,0-4,0 <2

Abu >6 0,2-6 <0,2

Lampiran 4 Kerusakan contoh uji setelah dilakukan uji kubur selama 100 hari (3 bulan)

Lampiran 5 Persentase rata-rata pencapaian target kerapatan

Perlakuan Kerapatan target Kerapatan hasil Persen pencapaian

Kontrol (K) 0,7 0,59 84,29

Air dingin (AD) 0,7 0,6 85,71

Rebus (AP) 0,7 0,58 82,86

Bahan pengawet (BP) 0,7 0,6 85,71

Autoklaf (AU) 0,7 0,6 85,71