PENGUKURAN TINGKAT FLEKSIBILITAS SUPPLY CHAIN DI PT. SWABINA GATRA GRESIK.

(1)

SKRIPSI

Oleh :

NPM : 0632010099

IMANIAR MAWASA

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

i Assalamualaikum WR. WB.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangNYA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGUKURAN TINGKAT FLEKSIBILITAS SUPPLY CHAIN DI PT. SWABINA GATRA GRESIK”. Tak ada kata yang pantas untuk diucapkan

selain rasa syukur atas nikmat yang diberikan olehNYA.

Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. H. MT. Safirin, MT. Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Enny Ariyani, ST, MT selaku Dosen Pembimbing I. 5. Bapak Ir. Hari Purwoadi, MM selaku Dosen Pembimbing II.

6. Bapak Ir. Irwan Soejanto, MT, Ibu Ir. Rr. Rochmoeljati, MMT, dan Ibu Endang PW, MMT selaku dosen penguji seminar


(3)

ii

8. Bapak Wiwit Setiyawan, Spdl, selaku pembimbing pabrik yang telah membantu memberikan banyak informasi tentang skripsi saya.

9. Seluruh Pimpinan, Karyawan dan Staff di PT. Swabina Gatra Gresik yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi saya.

10.Papa, Ibuk, dan Dalbo yang telah mendukung baik moral maupun materi serta memberikan doa kepada aku dalam penyelesaian skripsi ini, matur sembah nuwun sanget...

11.Someone special, thanks a lot for your prayer, advice, and always give me a spirit...

12.Buat teman-teman Asslab OTISTA tahun 2009-2010, yang telah menghibur dengan joke-joke lucu....ayoo sama-sama kita harus berusaha lulus tahun ini...amin...

13.All my prends yang gak bisa disebut satu – satu, mulai dari angkatan ’05, ’06, ’07, ’08, ’09 terima kasih atas dukungannya hingga selesai skripsi ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan atas kebaikan yang telah diberikan. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga hasil pemikiran yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya dan PT. Swabina Gatra pada khususnya.

Wassalamualaikum WR. WB.


(4)

iii

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Gambar ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Lampiran ... xi

Abstraksi ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..……… 1

1.2 Perumusan Masalah..……… 2

1.3 Batasan Masalah..………. 3

1.4 Asumsi...……… 3

1.5 Tujuan Penelitian..……… 3

1.6 Manfaat Penelitian…...……….. 4

1.7 Sistematika Penulisan…..………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Supply Chain..……….………. 7

2.2 Fleksibilitas………….……….………. 8

2.3 Dimensi-Dimensi Fleksibilitas... 8

2.3.1 Fleksibilitas Manufaktur ... 8

2.3.1.1 Tipe Fleksibilitas Manufaktur... 14


(5)

iv

2.4 Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model... 26

2.5 Perhitungan Skor Gap……….. 29

2.6 Uji Validitas...…………...………..……… 30

2.7 Uji Reliabilitas...………..………….…… 31

2.8 Analitical Hierarchy Process (AHP)……….……….….……. 32

2.9 Program Expert Choice………..……….………... 38

2.10 Skala Servqual... 38

2.11 Penelitian Terdahulu... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian…...………... 44

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel…..……..……... 44

3.3 Metode Pengumpulan Data………....…… 47

3.3.1 Data Primer……….….. 47

3.3.2 Data Sekunder……….….. 48

3.4 Metode Pengolahan Data……..……….……… 48

3.5 Langkah-langkah Pemecahan Masalah……….. 51

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data... 58

4.1.1 Penentuan Parameter – parameter Fleksibilitas Supply Chain... 58 4.1.2 Penentuan Parameter – parameter Yang Relevan


(6)

v

Tiap Parameter Fleksibilitas Supply Chain... 69

4.1.4 Penentuan Sampel... 70

4.1.5 Uji Validitas... 70

4.1.6 Uji Reliabilitas... 72

4.2 Pengolahan Data... 73

4.2.1 Perhitungan Nilai Kebutuhan dan Kemampuan Fleksibilitas Supply Chain... 73

4.2.1.1 Pembuatan Grafik Kebutuhan dan Kemampuan Parameter Fleksibilitas Supply Chain... 76

4.2.2 Analisa Bobot Parameter Fleksibilitas Supply Chain... 78

4.2.2.1 Pembuatan Grafik Terbobot Kebutuhan dan Kemampuan Parameter Fleksibilitas Supply Chain81 4.2.3 Pengukuran Tingkat Fleksibilitas Menurut Dimensi... 86

4.2.3.1 Pembuatan Grafik Niliai Tingkat Fleksibilitas Supply Chain... 89

4.2.3.2 Pembuatan Peta (Mapping) Kuadran Fleksibilitas..91

4.2.4 Parameter-Parameter Yang Perlu Diperbaiki... 97


(7)

vi

5.2 Saran... 103

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

xii

Fleksibilitas perusahaan menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam menghadapi persaingan, karena dengan fleksibilitas diharapkan customer satisfaction dapat tercapai. Namun saat ini masih banyak perusahaan yang hanya menilai level fleksibilitas dalam konteks sistem produksi sehingga perlu adanya penilaian fleksibilitas. Dalam konteks supply chain, tidak hanya memperhatikan faktor internal tetapi juga faktor eksternal mulai dari suplier sampai retailer. Untuk mencapai fleksibilitas yang tinggi, keseluruhan channel harus saling mendukung.

PT. Swabina Gatra merupakan satu perusahaan yang memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) merk “SWA” dengan bahan baku utama air. Pada saat ini, penilaian fleksibilitas supply chain perlu dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui level fleksibilitas supply chain. Selama ini perusahaan belum melakukan pengukuran kinerja, hanyalah penilaian secara subyektif dan fungsional dari pemimpin bagian tanpa suatu kerangka yang jelas. Pengukuran kinerja hanya diterapkan pada bagian produksi dengan indikator kinerja seperti efisiensi mesin dan efisiensi total.

Tujuan dilakukan penelitian ini tentang fleksibilitas supply chain yang mencakup empat dimensi yaitu Supplier System, Product Design, Production System, dan Delivery System adalah dengan harapan dapat diketahui fleksibilitas supply chain yang ada di PT. Swabina Gatra dan parameter-parameter apa saja yang diprioritaskan untuk diperbaiki yang ada di PT. Swabina Gatra.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di PT. Swabina Gatra menunjukkan bahwa tingkat fleksibilitas supply chain yang ada di perusahaan secara keseluruhan flesksibel (baik) dimana seluruh dimensi utama mencapai presentase di atas 85%, secara berurutan presentase dari yang terkecil hingga terbesar yang yaitu Delivery System 91,88%, Product Design 93,32%, Supplier System 93,76%, dan Production System 93,77%. Lima besar prioritas yang diprioritaskan untuk diperbaiki adalah memiliki model transportasi yang berbeda untuk pengiriman produk ke pelanggan (Delivery System), secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari perusahaan ke pelanggan (Delivery System), ketika produksi menurun, sebagian pekerja bisa difungsikan di divisi lain (Product Design), sebagian besar pemasok memiliki kemampuan produksi/memasok bermacam-macam tipe produk yang berbeda (Supplier System), memiliki kapasitas produksi yang besar sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen yang tinggi (Production System).

Kata kunci : Fleksibilitas supply chain, supplier system, product design, production system,delivery system, efisiensi, level, subyektif, fungsional


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Semakin tingginya persaingan di era globalisasi saat ini dan semakin mudahnya memperoleh informasi maka tingkat persaingan usaha akan semakin ketat. Setiap perusahaan dituntut tidak hanya sekedar mempertahankan kinerja yang sudah diraih tapi juga harus meningkatkan service level yang sudah ada dalam memenuhi permintaan konsumen dan memenangkan persaingan.

PT. Swabina Gatra merupakan satu perusahaan yang memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) merk “SWA” dengan bahan baku utama air. Pada saat ini, penilaian fleksibilitas supply chain perlu dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui level fleksibilitas supply chain. Selama ini perusahaan belum melakukan penilaian fleksibilitas supply chain, hanyalah penilaian secara subyektif dan fungsional dari pemimpin bagian tanpa suatu kerangka yang jelas. Pengukuran hanya diterapkan pada bagian produksi dengan indikator kinerja seperti efisiensi mesin dan efisiensi total, sedangkan untuk penilaian fleksibilitas di perusahaan yang mencakup empat dimensi yaitu Supplier System, Product Design, Production System, dan Delivery System masih belum ada sehingga belum dapat menginformasikan fleksibilitas supply chain secara menyeluruh.

Fleksibilitas perusahaan menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam menghadapi persaingan, karena dengan fleksibilitas diharapkan customer satisfaction dapat tercapai. Namun saat ini masih banyak perusahaan yang hanya menilai level fleksibilitas dalam konteks sistem produksi sehingga perlu adanya


(10)

penilaian fleksibilitas dalam konteks supply chain. Dalam konteks supply chain, tidak hanya memperhatikan faktor internal tetapi juga faktor eksternal mulai dari supplier sampai retailer. Untuk mencapai fleksibilitas yang tinggi, keseluruhan channel harus saling mendukung.

Pada prinsipnya manajemen supply chain adalah pendekatan integratif antara supplier, manufaktur, warehouse dan retailer untuk mengelola barang, informasi, dan uang sehingga produk dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, dan pada saat yang tepat untuk mengurangi pengeluaran biaya dan memenuhi tingkat kepuasan pelanggan.

Fleksibilitas supply chain perusahaan dititik beratkan pada kemampuan mengakomodasi fluktuasi yang terjadi pada komponen-komponen dari supply chain yaitu supplier, distributor, dan konsumen. Pengukuran fleksibilitas supply chain ini sangat diperlukan untuk mengetahui seberapa fleksibel suatu supply chain terhadap perubahan-perubahan dan fluktuasi-fluktuasi yang mungkin akan dihadapinya.

Dengan adanya masalah tersebut maka dilakukan penelitian fleksibilitas supply chain yang mencakup empat dimensi yaitu Supplier System, Product Design, Production System, dan Delivery System dengan harapan dapat diketahui fleksibilitas supply chain yang ada di PT. Swabina Gatra dan parameter-parameter apa saja yang diprioritaskan untuk diperbaiki yang ada di PT. Swabina Gatra.

1.2.Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah yang dimunculkan pada penelitian ini adalah : “Berapa tingkat fleksibilitas supply


(11)

chain di PT. Swabina Gatra dan parameter-parameter apa saja yang perlu diprioritaskan untuk diperbaiki?”

1.3.Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan pada Supplier System, Product Design, Production System, dan Delivery System.

2. Penelitian dilakukan pada intern perusahaan tersebut.

3. Penyebaran kuisioner dilakukan hanya pada staf departemen yang mengerti tentang Supplier System, Product Design, Production System, dan Delivery System sebagai objek penelitian ini.

1.4.Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan diasumsikan dapat mewakili kinerja perusahaan.

2. Bahan baku yang dibutuhkan oleh perusahaan tersedia setiap saat dari supplier dengan kualitas yang dikehendaki oleh perusahaan.

3. Parameter-parameter fleksibilitas supply chain yang disusun dapat mewakili kinerja yang ada di perusahaan.

1.5.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengukur tingkat fleksibilitas supply chain.


(12)

1.6.Manfaat Penelitian

Dari latar belakang yang telah dibahas diatas, maka dalam penelitian ini dapat diperoleh manfaat yaitu :

1. Bagi Perusahaan

Perusahaan mampu mengetahui fleksibilitas supply chain yang lebih terintegrasi, mampu mengetahui nilai pencapaian kinerja supply chain untuk setiap periode tertentu, serta mampu mengadakan perbaikan kinerja sesuai kerangka sistem pengukuran supply chain perusahaan.

2. Bagi Peneliti

Menambah wawasan tentang pengukuran fleksibilitas supply chain dan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu dan memperoleh pengalaman praktis dalam mempraktekkan teori-teori yang pernah didapat, baik dalam perkuliahan maupun dalam literatur-literatur yang telah ada mengenai supply chain.

3. Bagi Universitas

Sebagai bahan pengetahuan di perpustakaan, yang mungkin dapat berguna bagi mahasiswa Jurusan Teknik Industri pada khususnya. Terutama memberikan informasi mengenai fleksibilitas supply chain.


(13)

1.7.Sistematika Penulisan

Didalam penyusunan proposal ini penulis menggunakan sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan yaitu kondisi yang menyebabkan penelitian dilakukan, pokok permasalahan, tujuan penelitian yaitu hasil akhir yang dicapai, batasan masalah yaitu agar penelitian yang dilakukan tidak menyimpang dari pokok permasalahan, serta sistematika penulisan yang mendeskripsikan isi laporan penelitian ini secara keseluruhan dan singkat.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini dijelaskan tentang teori-teori yang mendasari dan mendukung pokok bahasan yang diperlukan penelitian ini yang berhubungan dengan fleksibilitas supply chain dan pendekatan AHP. Dimana nantinya tinjauan pustaka ini akan dijadikan referensi di dalam menyelesaikan permasalahan yang ada baik dalam pengolahan data maupun dalam menginterprestasikan hasil dari pengolahan data.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan langkah-langkah dan metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian masalah dalam tugas akhir ini. Dengan adanya urutan-urutan langkah ini diharapkan tercapainya tujuan dari penelitian ini.


(14)

BAB IV : ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini dan pengolahan terhadap data-data tersebut untuk mencapai tujuan dari penelitian ini.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan hasil pengolahan data akan didapatkan penyelesaian permasalahan sehingga dapat memberikan kesimpulan yang didapat dari penelitian ini dan sekaligus saran yang membangun untuk perusahaan yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Supply Chain

Supply Chain (rantai pengadaan) adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut.

Konsep supply chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing-masing perusahaan, dan pemecahannya dititikberatkan pada pemecahan secara intern di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang.

Oleh karena itu, manajemen supply chain dapat didefinisikan sebagai berikut : manajemen supply chain adalah sebuah rangkaian dari pendekatan untuk mengefisiensi integrasi suplier, manufaktur, gudang dan pasar, jadi semua diproduksi dan didistribusikan pada jumlah, lokasi dan waktu yang tepat agar meminimalkan biaya dan kebutuhan kepuasan pelayanan (David Simchi Levi, et al., 2000).


(16)

2.2. Fleksibilitas

Fleksibilitas merupakan faktor utama yang menentukan daya saing perusahaan dalam mengantisipasi berkembangnya pasar yang penuh dengan pertumbuhan teknologi yang sangat cepat dan berkembangnya ekspektasi dari permintaan customer. Fleksibilitas sendiri berhubungan dengan mesin, proses, aliran bahan baku, tipe, pekerja, dan semua digabung menjadi sebuah sistem manufaktur dan sistem produksi. Fleksibilitas disini akan dijelaskan tentang sistem fleksibilitas manufaktur dan sistem fleksibilitas supply chain.

2.3. Dimensi-Dimensi Fleksibilitas 2.3.1. Fleksibilitas Manufaktur

Pengertian fleksibilitas pada fleksibilitas manufaktur disini adalah kemampuan untuk memproses bermacam-macam benda dengan bentuk yang berbeda-beda dan pada sistem kerja yang berbeda-beda pula, fleksibilitas juga berarti kemampuan untuk mengubah bentuk benda produksi sesuai dengan permintaan yang datang ( Groover 2000 ), sedangkan menurut Zhang ( 2003 ) fleksibilitas didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk memenuhi setiap peningkatan varietas dari ekspektasi yang dipunyai oleh konsumennya tanpa menimbulkan pengurangan pada cost, waktu, dan perubahan pada organisasi, sedangkan fleksibilitas manufaktur di definisikan sebagai kemampuan dari organisasi untuk memanage sumberdaya produksi dan ketidakpastian yang ada untuk menemukan berbagai permintaan dari konsumennya, fleksibilitas manufaktur sering kali diidentikkan dengan system fleksibel mesin (flexible machine system ).


(17)

Menurut Groover (2000) sebuah sistem manufaktur baru dapat dikatakan fleksibel jika :

1. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasikan dan memisahkan proses produksi yang mempunyai ciri yang berbeda ataupun benda yang berbeda berdasarkan system.

2. Mampu dengan cepat mengubah instruksi operasi. 3. Mampu dengan cepat mengubah set up.

Sebenarnya fleksibilitas dapat diterapkan baik itu pada sistem manual maupun pada sistem otomatis. Pada sistem manual, karena sebagian besar operasi dikerjakan oleh tenaga kerja manusia maka pekerjaannyalah yang memungkinkan untuk difleksibilitaskan.

Empat hal yang dapat digunakan untuk menggolongkan suatu sistem manufaktur sebagai sistem yang fleksibel adalah : (Groover, 2000)

1. Part Variety Test

Pada tes ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur dapat memproses part dengan style yang berbeda-beda.

2. Schedule Change Test

Pada tes ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur siap menerima perubahan pada jadwal produksi dan mengubah jumlah benda atau produksi.

3. Error Recovery Test.

Pada test ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur mampu memperbaiki peralatan-peralatan yang tidak berfungsi dengan baik dan membreak down nya, sehingga produksi secara umum tidak terganggu.


(18)

4. New Part Test

Pada test ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur dapat mengidentifikasikan produk yang mempunyai desain yang baru yang belum ada sebelumnya kedalam produk yang telah ada dilantai produksi dengan baik.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa fleksibilitas tidak hanya tersusun dari single variable, namun merupakan suatu multi-dimensi banyak teori yang menyatakan dimensi-dimensi (type) apa saja yang menyusun fleksibilitas manufaktur seperti dikutip oleh Duclos, yaitu teori Browne Dubois, et al (1984) membagi fleksibilitas manufaktur menjadi 8 dimensi, Sethi dan Sethi (1990) 11 dimensi, Vokurka dan O’leary-kelly (2000) 15 dimensi, dan masih banyak lagi. Menurut Tsourveloudis dan Phillpis (2000), terdapat 9 dimensi atau tipe, yaitu : 1. Fleksibilitas Mesin

Merupakan kemampuan membuat perubahan diantara operasi-operasi yang memproduksi beberapa produk diukur dari jumlah operasi dan waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu operasi ke operasi yang lain.

Parameter yang digunakan : a. Setup atau chargeover time

Yaitu berhubungan dengan variasi persiapan seperti peralatan, positioning part dan release, perubahan software dan lain-lain.

b. Versatility


(19)

c. Adjustability

Yaitu berhubungan dengan ukuran ruang kerja dan dimensi yang dapat ditangani mesin

2. Fleksibilitas Routing

Merupakan kemampuan sistem untuk memproduksi part dengan menggunakan beberapa alternatif rute dan dibagi menjadi beberapa rute professional, dan mesin cadangan untuk mengatasi terjadinya breakdown.

Parameter yang digunakan : a. Operation Commonality

Merupakan jumlah operasi yang mampu dilakukan oleh sekelompok mesin secara bersamaan untuk memproduksi satu set part.

b. Substitutability

Merupakan kemampuan sistem untuk mengatur kembali rute dan schedule secara efektif pada saat terjadi kegagalan.

3. Fleksibilitas Material Handling System

Merupakan kemampuan sistem transportasi untuk memindah beberapa jenis part dari suatu tempat ke tempat lain secara efisien.

Parameter yang digunakan : a. Faktor Rerouting

Kemampuan material handling yang mengubah jalur perpindahan secara otomatis atau hanya dengan sedikit setup delay dan biaya.


(20)

b. Variasi Lead

Batasan yang dimiliki oleh MHS mulai dari volume dimensi dan berat untuk dapat memindahkan bawaannya yang ada, seperti work places, tools, jugs, fixlures dan lain-lain

c. Kecepatan Transfer

Fleksibilitas dari transportasi 4. Fleksibilitas Produk

Merupakan kemampuan dalam mengubah part ini dalam rangka produksi baru secara kuantitatif dapat diukur melalui waktu dan cost yang diperlukan untuk setiap perubahan yang terjadi.

Parameter yang digunakan : a. Variasi Part

Jumlah produk baru pada sistem manufaktur yang mampu diproduksi tanpa adanya tambahan investor namun cukup dengan menggunakan mesin yang telah ada saat ini.

b. Chargeover Part

Menggambarkan kemampuan untuk menampung variasi yang menjadi tuntutan pasar.

c. Part Commonality

Namun merupakan jumlah part yang sama, diassembly untuk menghasilkan produk final. Hal ini juga menunjukkan kamampuan untuk membuat produk baru dengan cepat dan ekonomis, dan juga mengindikasikan perbedaan antara dua part.


(21)

5. Fleksibilitas Operasi

Merupakan kemudahan mengubah urutan operasi dari proses produksi. Dapat diukur dengan mengatur jumlah urutan proses yang berbeda yang dapat dilakukan.Parameter yang digunakan adalah : Jumlah urutan produksi

6. Fleksibilitas Proses

Merupakan kemampuan sistem manufaktur untuk memproduksi beberapa jenis part tanpa melakukan konfigurasi ulang.

Parameter yang digunakan : a. Set Tipe Part

b. Setup Cost

7. Fleksibilitas Volume

Merupakan kemampuan sistem untuk mengubah volume produksi dan tetap mampu beroperasi untuk mencapai keuntungan. Parameter yang digunakan adalah Range Volume

8. Fleksibilitas Ekspansi

Merupakan kemampuan sistem disusun dalam bentuk model-model dan melakukan perluasan.

Parameter yang digunakan : a. Modularity Index

Merepresentasikan kemudahan dalam menambah mesin-mesin pada sistem produksi tanpa melakukan effort dan perubahan yang signifikan.

b. Kemampuan Ekspansi

Kemampuan untuk menambah kapasitas tanpa harus membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar.


(22)

9. Fleksibilitas Labour

Merupakan kemudahan untuk menempatkan personel pada suatu departemen yang dapat dicapai dengan adanya multi-trained off, sehingga mampu melakukan berbagai macam tugas.

a. Trainning Level b. Job Rotation

Terhadap beberapa tipe fleksibilitas manufacturing, suarez et al (1996) dan Beamon (1999) membagi menjadi Aframe work yaitu Mix Fleksibilitas, di bawah ini akan disebutkan beberapa tipe fleksibilitas, dan definisi dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.

2.3.1.1. Tipe Fleksibilitas Manufaktur

Tabel 2.1 Tipe Fleksibilitas Manufakturing Tipe

Fleksibilitas Definisi

Fleksibilitas Manufakturing

Kemampuan organisasi untuk mengatur sumber produksi dan ketidakpastian untuk memenuhi pesanan pelanggan Fleksibilitas

Mesin

Kemampuan untuk melakukan operasi yang berbeda secara ekonomis dan efektif

Fleksibilitas Tenaga Kerja

Kemampuan untuk melakukan tugas dengan ekonomis dan efektif

Fleksibilitas Penanganan Material

Kemampuan untuk mengatur berbagai pengolahan material secara ekonomis dan efektif Fleksibilitas

Routing

Kemampuan untuk memproses berbagai tipe rute dengan ekonomis dan efektif

Fleksibilitas Volume

Kemampuan untuk mengakomodasikan produksi part yang tinggi dan merendahkan kuantitas total pada

produksi, memberikan invers tatap pada sistem. Fleksibilitas

Campuran

Kemampuan untuk mengubah campuran produk dimana pada saat yang sama sehingga menangani kualitas produk

secara keseluruhan, sehingga produk part yang sama hanya berbeda pada proporsinya saja.


(23)

Gambar 2.1 Dampak dari wewenang fleksibel manufacturing di kemampuan dan kepuasan pelanggan

Zhang, Q., Vonderembse, M. A., Lim, J. (2003). Manufacturing flexibility ; defining and analyzing relationships among competence, capability, and customer satisfaction, Journal of Operations

Management, 173-191

Gambar tersebut menggambarkan hubungan antara fleksibilitas manufaktur dangan customer satisfaction.

Keterangan :

H1a : Hipotesis 1a , Fleksibilitas manufacturing Competence mempunyai dampak positif secara signifikan terhadap volume flexibility.

H1b : Hipotesis 1b fleksibilitas manufacturing Competence mempunyai dampak positif secara signifikan terhadap mix flexibility.

H2a : Hipotesis 2a, volume flexibility mempunyai dampak positif terhadap customer satisfaction.

H2b : Hipotesis 2b, mix flexibility mempunyai dampak positif tehadap customer satisfaction.

Keuntungan dari fleksibilitas manufaktur (Groover 2000) : a. Menambah utilisasi mesin

b. Berkurangnya mesin yang membutuhkan perbaikan c. Mengurangi kebutuhan factory floor space

d. Lebih mudah untuk melakukan perubahan e. Mengurangi kebutuhan inventory

Flexibel Manufacturing Competence

Machine Flexibility Labor Flexibility

Material Handling Flexibility Routing Flexibility

Flexible Manufakturing

Capability

Volume Flexibility Mix Flexibility

Customer satisfaction H1a

H1b

H2a


(24)

f. Mengurangi lead time manufacturing

g. Mengurangi kebutuhan tenaga kerja langsung dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

h. Kesempatan untuk melakukan unattended production.

2.3.2 Fleksibilitas Supply Chain

Supply Manufacturing Distribution Customer Gambar 2.2 Rangkaian Supply Chain

(Sumber : Beamon, B. M. (1999) Measuring Supply Chain Performance, International Journal Of Operation and Production Management).

Rantai penyediaan (supply chain) terdiri dari berbagai aspek yang secara langsung maupun tak langsung dapat memenuhi permintaan dari pelanggan, supply chain tidak terdiri dari manufaktur dan suplier tetapi juga termasuk di dalamnya transportasi, informasi, warehouse, retailer dan pelanggan itu sendiri.

Fleksibilitas di titik beratkan pada kemampuan mengalokasikan fluktuasi yang terjadi pada komponen-komponen dari supply chain yaitu supplier, distributor dan konsumen. Pengukuran fleksibiltas supply chain ini sangat


(25)

diperlukan untuk mengetahui seberapa fleksibel suatu supply chain terhadap perubahan-perubahan dan fluktuasi-fluktuasi yang mungkin akan dihadapi.

Menurut Beamon (1999) supply chain adalah sebuah proses yang terintegrasi dimana didalamnya bahan baku dikenai proses manufaktur untuk dijadikan produk akhir, kemudian dikirimkan kepada konsumen (baik itu melalui distribusi, retail, ataupun keduanya).

Dari pemahaman inilah berkembang sebuah ide untuk menganalisa tentang supply chain lebih jauh termasuk dalam hal ini melakukan pengukuran terhadap fleksibilitas supply chain tersebut.

Penyelesaian tentang fleksibilitas dalam sistem manufakturing diatas sangat berhubungan dengan fleksibilitas yang ada pada supply chain hal ini dikarenakan fleksibilitas manufakturing mempunyai peranan yang sangat penting dalam internal perusahaan sedangkan supply chain sendiri juga berpengaruh pada internal perusahaan, sehingga pengaruh fleksibilitas manufakturing terhadap fleksibilitas dalam supply chain sangat luas dibandingkan dengan fleksibilitas dalam internal perusahaan, hal ini tidak lain disebabkan oleh luasnya jaringan dalam supply chain itu sendiri. Fleksibilitas supply chain dapat digunakan untuk menganalisa terhadap kemampuan sistem secara keseluruhan untuk menghandel fluktuatif yang bisa terjadi pada volume dan jadwal dari supplier, pabrik dan konsumen yang merupakan rangkaian dari pada supply chain itu sendiri.

Fleksibilitas supply chain sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan supply chain itu sendiri, terlebih lagi pada perusahaan yang mempunyai kondisi ketidakpastian yang sangat tinggi.


(26)

Fleksibilitas merupakan tanggung jawab setiap elemen yang berada dalam supply chain, baik itu internal perusahaan, yakni departemen-departemen yang ada dalam perusahaan maupun eksternal perusahaan mulai dari supplier, distributor, retailer termasuk disini pihak yang membantu dalam penyediaan informasi.

Komponen–komponen dari fleksibilitas yang mempengaruhi pada aktivitas dalam supply chain, termasuk di dalamnya fleksibilitas untuk memperoleh informasi mengenai permintaan dan selanjutnya digunakan sebagai pertukaran informasi antar organisasi yang ada dalam supply chain tersebut.

Menurut Garavelli (2003) fleksibilitas dalam suatu supply chain sangat kompleks dan terdiri dari multi dimensi konsep dan sangat sulit untuk diringkas. Namun satu hal yang perlu ditekankan pada fleksibilitas dalam suatu supply chain haruslah mempunyai kemampuan untuk merespon perubahan yang terjadi baik itu perubahan yang datang dari dalam perusahaan sebaik dengan perubahan yang datang dari luar perusahaan.

Menurut Duklos et al (2001) enam komponen fleksibilitas supply chain telah diidentifikasikan berdasarkan fleksibilitas manufacturing yang telah dibahas sebelumnya, yaitu :

1. Production System Flexibility

Kemampuan untuk menyusun modal dan operasi-operasi untuk melakukan respon dari kecenderungan yang dimiliki oleh konsumen (perubahan produk, volume) pada setiap titik dalam supply chain.


(27)

2. Market Flexibility

Kemampuan untuk dapat melakukan produksi sesuai pesanan dan mampu membangun hubungan dekat dengan konsumen dan melibatkan mereka (konsumen) dalam design dan melakukan modifikasi produksi baru maupun produksi yang telah ada.

3. Logistic Flexibility

Kemampuan melakukan perubahan dalam penerimaan dan delivery produksi baik dari pihak supplier maupun konsumen dengan pengeluaran biaya yang seefektif mungkin ( perubahan lokasi konsumen, globalisasi dan penundaan). 4. Supply Flexibility

Kemampuan untuk mengatasi perubahan permintaan supply, seiring dengan permintaan dari konsumen.

5. Organizazional flexibility

Kemampuan untuk menggalang tenaga kerja ahli untuk kebutuhan supply chain dalam menentukan permintaan dari konsumen.

6. Information Flexibility

Kemampuan untuk menyusun struktur system informasi sesuai dengan dinamika perubahan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam rangka untuk memenuhi permintaan dari konsumen.

Penggambaran fleksibilitas suatu supply chain pada dasarnya haruslah meliputi secara keseluruhan dari pada sistem yang ada dalam supply chain itu sendiri, yaitu dimulai dari supplier sampai dengan konsumen, dimensi-dimensi fleksibilitas yang ada dalam suatu supply chain haruslah mampu mencerminkan seluruh elemen tersebut.


(28)

Kemudian model dan karakteristik tersebut dikembangkan oleh Stafford (2001) yang menyatakan bahwa dimensi-dimensi fleksibilitas yang lebih umum namun mencakup keseluruhan elemen dalam supply chain, dimensi-dimensi itu adalah sourcing, product development, production, delivery.

Sourcing adalah penilaian yang diberikan pada kemampuan yang di miliki dalam hal pengadaan bahan baku dan berkaitan dengan supplier system. Product development merupakan penilaian yang diberikan atas kemampuan yang dimiliki untuk membuat variasi produk dan melakukan perencanaan terhadap adanya produk baru yang disebut juga sebagai produk design. Production adalah penilaian yang diberikan atas kemampuan dari dalam perusahaan, yang pada bagian terdahulu lebih dikenal sebagai fleksibilitas manufakturing lebih tepatnya dikenal dengan production system. Delivery merupakan penilaian yang diberikan atas kemampuan untuk hal yang berhubungan langsung dengan konsumen untuk delivery system.

Penjelasan yang lebih lanjut dan untuk memudahkan melakukan penilaian (assessment) terhadap fleksibilitas yang telah disebutkan diatas diuraikan menjadi parameter-parameter yang lebih spesifik, seperti dapat dilihat pada tabel 2.2. yang secara umum dapat dipakai untuk melakukan penilaian terhadap target fleksibilitas supply chain.


(29)

Tabel 2.2. Parameter Fleksibilitas Supply Chain

No. Deskripsi

Supplier System

1.1 Perusahaan memiliki lebih dari satu pemasok untuk setiap produk

1.2 Biaya rendah untuk mengalihkan pembelian dari satu pemasok ke yang lainnya 1.3 Sebagian besar pemasok memiliki kemampuan produksi/memasok bermacam-macam

tipe produk yang berbeda

1.4 Sebagian besar produk memiliki kapasitas persediaan yang besar

1.5 Sebagian besar pemasok mampu memproduksi produk dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat

1.6 Dengan biaya setup yang rendah, sebagian besar pemasok mampu memproduksi dalam jumlah yang kecil

1.7 Memiliki bermacam-macam model transportasi untuk pengiriman produk dari pemasok 1.8 Jumlah pesanan kecil maupun jumlah pesanan banyak selalu ada

1.9 Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari pemasok ke perusahaan

1.10 Pemasok mampu mengirim permintaan yang mendesak dengan lebih cepat dan biaya murah

Product Design

2.1 Ketika produksi menurun, sebagian pekerja bisa difungsikan di divisi lain

2.2 Dengan biaya rendah, outsourcing kegiatan pengembangan produk dapat dilakukan 2.3 Tim pengembangan produk memiliki kemampuan mengembangkan beragam produk

dengan tipe dan spesifikasi yang berbeda

2.4 Memiliki software dan sumber daya lain untuk mempermudah membuat, memodifikasi, dan mensimulasi desain

2.5 Ketika desain produk melibatkan tim yang jauh lebih besar, ada jaringan untuk mempermudah berkomunikasi, tentang ide, desain dokumen, dsb

2.6 Tim mampu menghasilkan desain yang berbeda dalam jumlah besar

2.7 Ketika desain baru membutuhkan material baru, mudah untuk mendapatkan konfirmasi kemampuan pemasok untuk memasok material baru

Production System

3.1 Ada beragam fasilitas produksi yang terletak di lokasi yang berbeda

3.2 Memiliki kapasitas produksi yang besar sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen yang tinggi

3.3 Ketika total permintaan tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas/kemampuan gudang, mudah untuk melakukan outsourcing

3.4 Fluktuasi dalam permintaan dapat diatasi dengan kerja lembur

3.5 Sebagian besar pekerja adalah multi-terampil, sehingga mereka dapat mudah beralih dari satu pekerjaan/tugas lain

3.6 Mesin adalah serbaguna sehingga dapat mengolah tugas/pekerjaan yang berbeda 3.7 Mampu mengakomodasi sampai batas waktu tertentu bila ada perubahan dari

konsumen

3.8 Waktu setup untuk sebagian besar mesin rendah, sehingga untuk ukuran golongan rendah diproses secara ekonomis

3.9 Ada alternatif jalan yang ditempuh untuk menghasilkan produk

3.10 Sistem perencanaan produksi mampu merubah jadwal produksi yang sudah ada 3.11 Biaya merubah jadwal produksi rendah, sehingga perubahan jadwal dapat diselesaikan

dalam waktu yang cepat

Delivery System

4.1 Memiliki model transportasi yang berbeda untuk pengiriman produk ke pelanggan 4.2 Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali

pengiriman dari perusahaan ke pelanggan

4.3 Jumlah pengiriman sangat kecil, sehingga pengiriman pemesanan ke pelanggan dapat dipenuhi


(30)

No. Deskripsi

4.5 Jika ada permintaan mendadak, perusahaan dapat mengirimkan produk dengan memilih model transportasi yang lebih cepat

4.6 Dapat mengirimkan pesanan ke pelanggan lebih dari satu gudang atau pabrik, berguna untuk memuaskan pelanggan

4.7 Perusahaan merancang jadwal pengiriman lebih awal, sehingga pelanggan dapat mengubah jumlah, tipe, dan/atau tanggal jatuh tempo pengiriman dalam periode yang singkat

4.8 Biaya rendah untuk merubah jumlah, tipe dan/atau tanggal pengiriman

Sumber : “Assessing supply chain flexibility: a conceptual framework and case study", Pujawan, I Nyoman (2004), Int. J. Integrated Supply Management, Vol. 1, No. 1, pp.79–97

Perubahan demand adalah suatu hal yang menjadi sumber timbulnya kebutuhan untuk fleksibel. Gambar 2.3 memperlihatkan hubungan antara level uncertainty demand dengan level fleksibilitas yang harus dicapai. Uncertainty yang tinggi dapat menimbulkan nervousness dalam sistem produksi dan pengiriman, mempertinggi level inventory dan menurunkan derajat service level terhadap customer, hal ini dinyatakan oleh Nyoman Pujawan dan Brian G. Kingsman (2000).

Low demand Somewhat Somewhat high demand

Uncertainty certain uncertain uncertainty

demand demand

1 2 3 4

Semakin Fleksibel Gambar 2.3 Hubungan antara level uncertainty demand dengan level fleksibilitas


(31)

Keterangan :

1. Low demand uncertainty

Level dimana suatu supply chain perusahaan mengalami permintaan yang rendah dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi.

2. Somewhat certain demand

Level dimana suatu supply chain perusahaan mengalami permintaan yang sedang dengan tingkat kepastian tinggi.

3. Somewhat uncertain demand

Level dimana suatu supply chain perusahaan mengalami permintaan yang sedang dengan tingkat ketidakpastian tinggi.

4. High demand uncertainty

Level dimana suatu supply chain perusahaan mengalami permintaan yang tinggi dengan tingkat ketidak pastian yang tinggi pula.

2.3.2.1 Tingkat kebutuhan Fleksibilitas berdasarkan Demand

Perbedaan tingkat fleksibilitas pada supply chain berarti terjadi perbedaan pada parameter-parameter fleksibilitas yang dijadikan acuan, tidak semua parameter fleksibilitas yang disebutkan atas cocok untuk semua supply chain itu sendiri, pada suatu supply chain suatu parameter bisa jadi merupakan suatu faktor yang penting, namun pada model supply chain yang lain faktor tersebut, dianggap tidak terlalu penting.

Menurut Beamon (1999) keuntungan dari fleksibilitas supply chain adalah : • Mereduksi jumlah backorder yang ada.

• Mereduksi jumlah lost sales.


(32)

• Menambah kepuasan konsumen.

• Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi variasi demand, misalkan faktor musiman.

• Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi berkurangnya performansi mesin (machine breakdown).

• Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi berkurangnya performansi dari supplier.

• Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi berkurangnya performasi pengiriman.

• Memudahkan untuk merespondan mengakomodasi produk baru, pasar baru dan pesaing baru.

2.3.2.2 Pengukuran Fleksibilitas Supply Chain

Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan analisa terhadap fleksibilitas suatu supply chain adalah melakukan penilaian atau assessment mengenai seberapa fleksibel suatu supply chain untuk memenuhi kebutuhan pasar mengingat kebutuhan pasar yang sangat bersifat fluktuatif. Parameter-parameter fleksibilitas supply chain lah yang digunakan ketika melakukan penilaian ini dengan sebelumnya menyesuaikan parameter-parameter mana sesuai dengan kondisi perusahaan yang sedang diukur fleksibilitas supply chain yang dimilkinya menurut Pujawan (2002) yang dikutip oleh Eunike (2002), identifikasi kondisi fleksibilitas supply chain dapat digambarkan dalam kuadaran fleksibilitas sebagai berikut :


(33)

Gambar 2.4 Kuadran fleksibilitas Supply Chain

Pada kuadran Pertama dan Ketiga menunjukkan Kondisi yang seimbang, yakni antara kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki fleksibilitas sebanding. Dimana kebutuhan yang tinggi diimbangi dengan kemampuan yang tinggi pada kuadran I (pertama) dan kebutuhan yang rendah juga dapat diimbangi dengan kemampuan yang rendah pada kuadran III (ketiga).

Kondisi II dan IV menggambarkan keadaan yang bermasalah dan memerlukan penanganan. Kondisi II dapat terjadi pada saat kebutuhan akan fleksibilitas rendah namun kemampuan akan fleksibilitasnya tinggi, hal inilah yang dinamakan overdesign. Overdesign dapat mengakibatkan terjadinya ketidak efisien dalam perusahaan dan akan menyebabkan pula banyaknya cost yang akan terbuang secara sia-sia.

Kondisi IV merupakan kebalikan daripada kondisi II, pada kondisi IV ini yang terjadi ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi tuntutan akan tingkat fleksibilitas yang tinggi. Ketidakmampuan ini akan mengakibatkan

high II

Unmatched condition, Over design system

I

IV

Unmatched condition, Flexibility is too low III

low high

low capability


(34)

terjadinya nervousness. Nervousness ini akan menyebabkan terjadinya lost oppurtunity yaitu kondisi dimana terjadi ketidakmampuan memenuhi permintaan yang ada, dan lama kelamaan kondisi ini dapat mengakibatkan perusahaan tidak akan dapat bersaing dipasar. Selanjutnya dapat diketahui tingkat fleksibilitas supply chain sebagai berikut:

Tbk = x100%

Terbobot Kebutuhan

Nilai Total

Terbobot Kemampuan

Nilai Total

2.4. Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model

Salah satu metode pengukuran kinerja supply chain yang digunakan adalah SCOR. Model ini telah dikembangkan oleh Supply Chain Council dan dirilis pada tahun 1997. Model ini dikuasakan kepada seluruh industri standar yang digunakan untuk supply chain management. Model ini dikembangkan untuk mendeskripsikan aktivitas bisnis yang diasosiasikan dengan seluruh fase yang terlibat untuk memenuhi permintaan customer. Model ini diorganisasikan dalam 4 proses supply chain utama yaitu : Plan, Resource, Make dan Deliver yang memiliki elemen seperti berikut ini :

1. Plan : Perencanaan permintaan bahan baku, kebutuhan akan permintaan, perencanaan inventori, kebutuhan pendistribusian, produksi, serta bahan baku.

2. Source : Infrastruktur dalam melakukan sourcing dan mendapatkan bahan baku.

3. Make : Produksi dan elemen pelaksanaan

4. Delivery : Manajemen pemesanan, manajemen pergudangan dan komponen transportasi/ instalasi.


(35)

Sedangkan elemen proses yang kelima adalah Return, yang mana dalam keadaan yang krititikal pada beberapa perusahaan yang menggunakan pengiriman secara langsung kepada konsumen pada strategi pasar, ditambahkan kemudian. SCOR mendefinisikan supply chain sebagai integrasi dari proses plan, source, make, deliver, dan return, mulai dari perputaran supplier menuju customer, sejajar dengan strategi operasional, material, aliran pekerjaan dan informasi.

Gambar 2.5 Lima Proses Inti Supply Chain pada Model SCOR (Sumber : Pujawan (2005), Supply Chain Management, hal. 243)

Adapun definisi dari kelima proses manajemen utama Supply Chain dalam SCOR adalah sebagai berikut :

1. Plan

Proses perencanaan untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan Source, produksi dan pengiriman yang terbaik.

2. Source

Proses yang berkaitan dengan aktivitas untuk memperoleh material dan hubungan perusahaan dengan supplier.


(36)

3. Make

Proses untuk merubah (transformasi) material menjadi produk jadi untuk memenuhi permintaan customer.

4. Delivery

Proses mengirimkan produk jadi dan atau jasa untuk memenuhi permintaan. 5. Return

Proses yang dikaitkan dengan pengembalian dan penerimaan produk yang dikembalikan oleh pelanggan untuk berbagai alasan.

Sebagai suatu acuan proses model, SCOR mengkombinasikan konsep pengetahuan dari bisnis proses reengineering dengan pengukuran, latihan yang baik dan proses pengukuran kedalam suatu kerangka ”one stop shopping” dalam pelaksanaan supply chain proyek. Yang memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :

1. Meningkatkan kecepatan dalam pengembangan.

2. Mempercepat dan memperbesar pengembalian investasi.

3. Matriks yang digunakan oleh seluruh organisasi secara langsung terhubung ke dalam proses.

4. Kemiripan matriks dengan model acuan lain yang digunakan didalam industri dan model acuan memiliki bahasa yang sangat netral/ umum.

5. Fasilitas dalam penilaian gap lebih mudah.


(37)

2.5 Perhitungan Skor Gap

Penilaian fleksibilitas suatu supply chain berdasarkan perhitungan yang merupakan perbedaan antara penilaian terhadap pasangan pernyataan untuk requirement (kebutuhan) dan kapasitas untuk tiap parameter fleksibilitas untuk perhitungan ini perlu adanya suatu skala yang digunakan untuk menunjukkan kedua kondisi tersebut, skala yang digunakan untuk menunjukkan kedua kondisi tersebut skala yang digunakan untuk menunjukkan kedua kondisi tersebut yang digunakan disini adalah skala likert yaitu skala 1 s.d 5.

Definisi dari setiap skala untuk kebutuhan adalah:

1. Elemen fleksibilitas tidak relevan untuk supply chain tersebut dan tidak perlu dipertimbangkan.

2. Elemen fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang rendah. 3. Elemen fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang sedang. 4. Elemen fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang tinggi.

5. Elemen fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang sangat tinggi. Definisi dari setiap skala untuk kemampuan adalah :

1. Supply chain sangat tidak fleksibel untuk elemen fleksibilitas yang bersangkutan.

2. Supply chain memiliki fleksibel yang rendah untuk elemen fleksibilitas yang bersangkutan.

3. Supply chain memiliki fleksibilitas yang sedang untuk elemen fleksibilitas yang bersangkutan.

4. Supply chain memiliki fleksibilitas yang tinggi untuk elemen fleksibilitas yang bersangkutan.


(38)

5. Supply chain memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi untuk elemen fleksibilitas yang bersangkutan.

Perhitungan gap atau skor fleksibilitas untuk setiap pasangan pertanyaan dihitung sebagai berikut :

Flexibilitas = Requirement Score – Capability Score

Jika hasil pengurangan positif, maka menunjukkan bahwa perlu untuk dilakukan perbaikan terhadap elemen fleksibilitas yang bersangkutan, sedangkan bila hasil pengurangannya negatif menunjukkan sebaliknya. Hasil perhitungan tersebut kemudian dipetakan pada kuadran fleksibilitas seperti gambar 2.5.

2.6 Uji Validitas

Untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan kuesioner yang disebar, maka dilakukan uji validitas. Apabila data valid, dilanjutkan dengan pengujian reliabilitas. Apabila data tidak valid maka perlu ditinjau ulang pada penyusunan kuesionernya. Validitas dihitung dengan menggunakan rumus korelasi produk momen :

r = } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 Yi Yi n Xi Xi n Yi Xi XiYi n Σ − Σ Σ − Σ Σ Σ − Σ Dimana :

r = koefisien korelasi yang di cari n = jumlah responden

X = skor tiap- tiap variabel Y = skor total tiap responden

Data bisa dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dibandingkan dengan r tabel.


(39)

2.7 Uji Reliabilitas

Untuk menguji ketepatan hasil pengukuran kuesioner dilakukan uji reliabilitas. Suatu tes dikatakan mempunyai taraf kepercayaan jika tes tersebut memberikan hasil yang tepat. Cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus ‘alpha’ :

          −       −

=

2

1 2 11 1 ) 1 ( σ σ b k k

r

Dimana :

r

11 = reliabilitas instrument

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal.

2

b

σ = jumlah varians butir

2 1

σ

= varians total

Besarnya reliabilitas yang paling baik adalah 1 dan yang paling jelek adalah 0. Semakin besar nilai yang diperoleh, maka semakin besar reliable atribut tersebut, apabila perhitungan tidak reliable, maka perlu ditinjau pada penyusunan kuisionernya.

2.8 Analitical Hierarchy Process (AHP)

Pengertian AHP adalah merupakan model pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang merupakan suatu model yang komperhensif dan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kuantitatif dan kualitatif sekaligus.


(40)

Model AHP menggunakan persepsi manusia yang dianggap sebagai input utamanya. AHP menggunakan model hierarkis yang terdiri dari satu tujuan (goal), kriteria (atau beberapa sub criteria) dan alternatif untuk setiap masalah keputusan dalam menentukan penelitian diantara alternatif digunakan skala tertentu agar dapat dihasilkan bobot dari masing-masing alternatif keputusan, skala yang dipakai dalam perbandingan berpasangan terdiri dari 9 angka yaitu:

Tabel 2.3 Skala Perbandingan Berkala Intensitas

kepentingan Keterangan Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh

yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong suatu elemen dibandingkan

elemen yang lain.

5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sangat mendukung satu elemen dibandingkan

dengan elemen yang lain.

7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari elemen yang lain.

Satu elemen yang kuat didukung dan dominan terlihat

dalam praktek.

9 Satu elemen mutlak lebih penting dari pada elemen yang lain.

Bukti yang mendukung elemen

yang satu terhadap elemen lain dan memiliki tingkat penegasan tertinggi

yang mungkin menguatkan. 2,4,6,8 . Nilai-nilai antara 2 nilai

pertimbangan yang berdekatan

Nilai diberikan bila ada 2 kompromi diantara 2 pilihan. Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan

dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya

Sumber : Pengambilan Keputusan (bagi para pemimpin), Saaty, Thomas L,1993. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta


(41)

Kelebihan AHP

AHP mempunyai banyak keunggulan jika dibandingkan dengan proses pengambilan keputusan yang lainnya antara lain adalah sebagai berikut :

a. Konsistensi

AHP mempunyai kemampuan untuk melacak konsistensi langsung dari pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

b. Sintesis

AHP mampu menuntun kepada suatu taksiran yang bersifat menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

c. Pengukuran

AHP mempunyai kemampuan untuk memberikan suatu skala yang digunakan untuk mengukur hal yang tidak berwujud dan suatu metode untuk menetapkan prioritas.

d. Kompleksitas

AHP mempunyai kemampuan untuk memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan system untuk memecahkan suatu permasalahan yang kompleks.

e. Kesatuan

AHP mampu memberikan suatu model tunggal yang mudah untuk dimengerti, luwes untuk digunakan pada aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur. f. Saling ketergantungan

AHP mampu menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.


(42)

Salah satu keistimewaan dan keuntungan utama dari AHP yang berbeda dengan model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa keputusan yang dibuat oleh manusia sebagian didasari atas logika dan sebagian yang didasari atas unsur bukan logika seperti perasaan, pengalaman dan intuisi.

Langkah-langkah AHP :

Model AHP memiliki pendekatan yang hampir identik dengan model perilaku politis yaitu merupakan model keputusan (individual) dengan menggunakan pendekatan kolektif dari proses pengambilan keputusan, pada dasarnya langkah-langkah dalam melakukan metode AHP adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hierarchy yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, criteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan criteria yang paling bawah.

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau criteria yang setingkat diatasnya, perbandingan dilakukan berdasarkan “judgement” dari pengambil keputusan dengan menilai target kepentingan suatu elemen dibandingkan dengan elemen yang lainnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x [ ( n-1 ) / 2 ] buah , dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

5. Menghitung nilai Eigen (Eigen Value) dan menguji konsistensinya,jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.


(43)

6. Mengulang langkah 3, 4, 5 untuk seluruh tingkat hierarki .

7. Menghitung Vektor Eigen dari setiap matrik perbandingan berpasangan, riil vector eigen merupakan bobot setiap elemen, langkah ini dilakukan untuk mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hierarki terendah seperti pencapaian tujuan.

8. Memeriksakan konsistensi hierarki jika nilainya lebih besar dari 10% maka penilaian data Judgement harus diperbaiki.

Untuk mengukur bobot prioritas setiap element dalam matrik perbandingan maka digunakan operasi matematis berdasarkan operasi matrik dan vector yang disebut eigenvektor. Eigenvektor adalah sebuah vector yang apabila dikalikan dengan sebuah bilangan scalar / parameter yang tidak lain adalah eigen value, persamaannya adalah sebagai berikut :

A ×w=λ×w

Dimana : w = Eigenvektor λ = Eigenvalue

A = Matrik bujur sangkar

Pengukuran konsistensi dalam model AHP dilakukan dalam 2 tahap, yaitu mengukur konsistensi setiap matriks perbandingan dan mengukur konsistensi keseluruhan hierarki suatu matrik, misalnya dengan 3 unsur ( i, j, k ) dan setiap perbandingannya dinyatakan dengan a, akan konsistensi 100% jika memenuhi syarat : aij×ajk= aik

Pengukuran konsistensi dari suatu matrik itu sendiri didasarkan atas suatu eigen value maksimum dengan eigen value maksimum, inkonsistensi yang


(44)

biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Rumus dari hierarki konsistensi :

IK = ( maks – n ) / ( n – 1) Dimana : λ = Eigen Value

n = ukuran matrik IK = Indek konsistensi

Indek konsistensi tersebut dapat diubah kedalam bentuk rasio konsistensi dengan membaginya dengan suatu Indeks random, indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1-10. yang menunjukkan bahwa semakin besar ukuran matriksnya, makin tinggi tingkat konsistensi yang dihasilkan.

Berdasarkan perhitungan saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika judgement numeric diambil secara acak diri skala 1/9, 1/8, …,1, 2,…,9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran yang berbeda, adapun nilai indeks random dapat diperlihatkan pada tabel berikut ini :


(45)

Tabel 2.4 Nilai Random Indeks Nilai Random Indeks

Ukuran Matrik Random Indeks (inkonsisten)

1, 2 0.00

3 0.58

4 0.90

5 1.12

6 1.24

7 1.32

8 1.41

9 1.45

10 1.49

11 1.51

12 1.48

13 1.56

14 1.57

15 1.59

Sumber : Pengambilan Keputusan (bagi para pemimpin), Saaty, Thomas L, 1993. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

Perbandingan indeks konsistensi dibandingkan dengan indeks random dapat dituliskan sebagai berikut :

RK = IK / IR

Dimana : RK = rasio konsistensi IK = indeks konsistensi IR = indeks random

Untuk model Analitycal Hierarchy Process, matrik dapat diterima jika rasio konsistensi ( consistency ratio ) ≤ 0.1.


(46)

2.9 Program Expert Choice

Untuk memudahkan pengolahan data pada proses analytical hierarcy process maka digunakan software expert choice.

Expert Choice merupakan suatu software yang dipakai untuk melakukan pembobotan berdasarkan metode analytical hierarchy process, dalam penelitian tugas akhir ini pembobotan dilakukan dengan menggunakan expert choice agar proses pembobotan yang dilakukan lebih cepat.

Keuntungan dengan menggunakan software ini adalah :

1. Proses pembobotan dapat dilakukan dengan cepat dari pada dengan proses manual.

2. Nilai dari responden yang tidak konsisten bisa dicari sehingga hanya perlu meminta pertimbangan lagi kepada responden untuk nilai-nilai yang tidak konsisten tadi.

2.10 Skala Servqual

Konsep servqual disini digunakan untuk melakukan penelitian terhadap tingkat fleksibilitas supply chain dari perusahaan yang diteliti, kemampuan dari supply chain perusahaan untuk fleksibilitas diidentikkan dengan persepsi, sedangkan kebutuhan dari supply chain perusahaan untuk fleksibel diidentikkan dengan harapan skala yang digunakan adalah skala likert yaitu 1-5. Nilai gap didapatkan dengan mengurangi nilai kebutuhan dengan nilai kemampuan. Gap yang didapatkan akan dikalikan dengan bobot yang berasal dari pengolahan dengan software Expert Choice untuk menentukan prioritas perbaikan gap


(47)

terbobot suatu criteria, semakin besar nilai gap terbobot suatu kriteria, berarti semakin perlu dilakukan perbaikan terhadap kriteria tersebut.

2.11. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu perlu dijadikan referensi oleh peneliti, seperti pada Tugas Akhir yang berikut ini:

1. Eunike, Agustina. Analisis Terhadap Fleksibilitas Suatu Supply Chain (Studi Kasus PT. Philips Ralin Electronics Surabaya), Tugas Akhir Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 2002.

a. Permasalahan : mengenai cara untuk mengukur fleksibilitas supply chain di PT. Philips Ralin Electronics

b. Hasil penelitian :

1. Dari evaluasi bobot yang diberikan oleh pihak manajemen terhadap dimensi dan parameter-parameternya, dimensi delivery system dan production system memiliki prioritas yang lebih besar bagi supply chain Philips, yaitu masing-masing dengan bobot yang sama, sebesar 30.9%, supplier system diberi bobot 24.10%, dan terakhir product design dengan bobot 14.2%

2. Kemampuan dari supply chain Philips 87.5% masih dibawah kebutuhan yang ada, hanya 8.33% saja yang berada pada kondisi ideal, dan 4.17% yang mampu melebihi kebutuhan yang ada. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan diperoleh hasil bahwa untuk dapat mencapai tingkat fleksibilitas yang diinginkan terdapat 37.5% (9 dari 24) parameter fleksibilitas yang memerlukan prioritas untuk ditingkatkan. Dari


(48)

kesembilan parameter tersebut 44.4% berasal dari dimensi supplier system, ditambah 11.11% berasal dari product design namun juga berhubungan dengan kemampuan supplier. Ini berarti 50% dari parameter tersebut berhubungan dengan kemampuan supplier.

3. Dengan mengetahui nilai-nilai requirement dan capability parameter-parameter fleksibilitas dapat dilakukan perhitungan mengenai tingkat fleksibilitas dari supply chain Philips yaitu 75.51%, yang dapat diartikan bahwa kondisi fleksibilitas supply chain Philips adalah cukup baik, terutama yang berkaitan dengan kemampuan intern, namun demikian tingkat fleksibilitas menjadi kurang optimal akibat rendahnya fleksibilitas yang dimiliki oleh pihak supplier. Hal ini nampak pada angka fleksibilitas masing-masing dimensi tersebut, yaitu delivery system 79.77%, production system 79.67%, product design 73.70%, dan paling rendah adalah supplier system dengan tingkat fleksibilitas 65.38%. penyebaran nilai tingkat fleksibilitas yang merata menunjukkan kemampuan yang hampir sama pada masing-masing dimensi bila dibandingkan dengan kebutuhan yang ada, namun berbeda dengan kondisi dari supplier system, tingkat fleksibilitas yang dimiliki rendah, dan hal ini berpengaruh pada fleksibilitas supply chain secara keseluruhan.

2. Aprillianasari, Susan. Penilaian Fleksibilitas Supply Chain (Studi Kasus PT. Philips Ralin Electronics Surabaya), Tugas Akhir Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 2003.


(49)

a. Permasalahan : mengenai penilaian fleksibilitas supply chain di PT. Philips Ralin Electronics dengan menggunakan model yang relatif mudah

b. Hasil penelitian :

1. Perlu adanya penilaian terhadap fleksibilitas supply chain agar PT. Philips Ralin Electronics mengetahui level fleksibilitas supply chain perusahaan saat ini

2. Dimensi supply (weight = 0.22) adalah dimensi yang paling tidak fleksibel, sedangkan dimensi delivery (weight = 0.31) paling fleksibel. Oleh karena itu dimensi supply merupakan dimensi yang menjadi prioritas untuk diperbaiki dalam meningkatkan fleksibilitas supply chain. 3. Sucipto, Wawan. Pengukuran Dan Analisis Fleksibilitas Supply Chain Pada

Divisi General Engineering PT. PAL INDONESIA, Skripsi Teknik Industri UPN “Veteran” Surabaya, 2005.

a. Permasalahan : bagaimana pengukuran fleksibilitas suatu supply chain pada Divisi General Engineering PT. PAL Indonesia dan apakah hasil pengukuran terhadap fleksibilitas supply chain tersebut dapat digunakan untuk mengakomodasi Perubahan-perubahan yang dihadapinya

b. Hasil penelitian :

1. Tingkat Fleksibilitas Supply Chain pada Divisi General Engineering PT. PAL Indonesia masih cukup fleksibel dari masing – masing dimensi dan parameternya sebesar 70,35% sedangkan tingkat Fleksibilitas Supply Chain Dimensi Utama secara berurutan adalah Product Design 77,5%, Delivery System 72,20%, Production System 65,90% dan Supplier System 65,80%.


(50)

2. Tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi Supplier System tertinggi adalah Lead time suplier 91,7% dan yang terendah adalah Kemudahan menjalankan sistem penjadwalan 60,80%. Untuk tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi Product Design tertinggi adalah Menghasilkan desain berkulitas dengan cepat 85% dan terendah adalah Kemampuan mengkonfirmasikan suplier untuk menyediakan bahan baku pendukung produk baru 72,10%. Untuk tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi Production System yang tertinggi adalah Perbaikan mesin yang rusak dengan cepat 72,70%, sedangkan yang terendah adalah menggunakan beragam urutan proses 60%. Sedangkan untuk tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi Delivery System yang tertinggi adalah pemenuhan pemintaan berasal dari lebih dari satu distributor 86,50% dan yang terendah adalah pengiriman dengan kuantitas yang fleksibel 68,20%

3. Dari hasil perhitungan tingkat prioritas dapat dilihat prioritas yang harus diutamakan untuk meningkatkan tingkat fleksibilitas perusahaan adalah merubah jadwal produksi dengan cepat (Production System) dan prioritas terakhir adalah perbaikan pada Lead time suplier (Supplier System). 4. Sutaji, Slamet. Analisis dan Pengukuran Terhadap Fleksibilitas Supply Chain

pada PT. Pertiwi Mas Adi Kencana Waru Sidoarjo, Skripsi Teknik Industri UPN “Veteran” Surabaya, 2008.

a. Permasalahan : Bagaimana Fleksibilitas Supply Chain yang harus dilakukan PT. Pertiwi Mas Adi Kencana untuk mengatasi fluktuasi yang akan dihadapi


(51)

b. Hasil penelitian :

1. Tingkat Fleksibilitas Supply Chain secara keseluruhan cukup flesksibel. Tingkat Fleksibilitas Dimensi Utama secara berurutan sebagai berikut : Delivery System 97.91%, Production System 90.50%, dan Supplier System 94.32%

2. Secara berurutan prioritas yang harus dilakukan perbaikan beserta usulan perbaikannya sebagai berikut :

1. Produce various different routing (Production System). 2. Produce various different products (Production System). 3. Delivery urgent request (Supplier System).

4. Use multi modal delivery request (Delivery System). 5. Delivery flexible quantity (Delivery System).

6. Produce or revise production plans/schedule quickly (Production System).

7. Tranmit delivery request/information easily and quickly (Delivery System).

8. Backup supplier (Supplier System).

9. Use multi modal transportation system (Supplier System). 10. Supplier lead time (Supplier System).


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perusahaan pada PT. Swabina Gatra, yang berlokasi di Jl. R.A. Kartini No. 21 A Gresik, yaitu sebuah perusahaan yang memproduksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan merk “SWA”. Pengambilan data dan penyebaran kuisioner akan diadakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan selesai.

3.2 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel

Dalam identifikasi dan definisi operasional variabel disini dibagi menjadi 2 bagian lagi, yaitu :

a. Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu : 1. Variabel terikat

Yaitu variabel yang nilainya tergantung dari variasi perubahan variabel bebas. Dalam penelitian ini yang merupakan variabel terikat adalah fleksibilitas supply chain pada PT. Swabina Gatra.

2. Variabel bebas

Yaitu variabel yang mempengaruhi variasi perubahan nilai variabel terikat. Dalam penelitian ini mencakup empat dimensi yaitu Dimensi Supplier System, Dimensi Product Design, Dimensi Production System, dan


(53)

Dimensi Delivery System. Adapun parameter-parameter dalam hal ini seperti terlihat dalam tabel 3.1

b. Definisi Operasional Variabel

Dengan mengetahui keempat dimensi tersebut diatas maka penelitian ini dapat dijalankan sesuai dengan definisi operasional yang digunakan. Adapun definisi operasional dari keempat dimensi tersebut diatas yaitu:

1. Supplier System adalah berkaitan dengan supplier yang ada di PT. Swabina Gatra baik itu bahan baku maupun kemasan, perjanjian pengiriman, waktu lead time.

2. Product Design adalah berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk membuat variasi produk dan melakukan perencanaan terhadap adanya produk baru.

3. Production System adalah berkaitan dengan kemampuan dari dalam perusahaan termasuk perencanaan dan penjadwalan, perbaikan mesin. 4. Delivery System adalah berkaitan dengan sistem pengiriman produk yang

dilakukan oleh PT. Swabina Gatra, untuk memenuhi permintaan pesanan yang menjadi pertimbangan disini termasuk waktu pengiriman, alat transportasi yang digunakan, waktu pemesanan hingga barang sampai ke pelanggan, dan jangkauan pengiriman.


(54)

No. Deskripsi 1. Supplier System (SS)

1.1 (SS1)

Perusahaan memiliki lebih dari satu pemasok untuk setiap produk 1.2

(SS2)

Sebagian besar pemasok memiliki kemampuan produksi/memasok bermacam-macam tipe produk yang berbeda

1.3 (SS3)

Sebagian besar produk memiliki kapasitas persediaan yang besar 1.4

(SS4)

Sebagian besar pemasok mampu memproduksi produk dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat

1.5 (SS5)

Memiliki bermacam-macam model transportasi untuk pengiriman produk dari pemasok 1.6

(SS6)

Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari pemasok ke perusahaan

1.7 (SS7)

Pemasok mampu mengirim permintaan yang mendesak dengan lebih cepat dan biaya murah

2. Product Design (PD) 2.1

(PD1)

Ketika produksi menurun, sebagian pekerja bisa difungsikan di divisi lain 2.2

(PD2)

Memiliki software dan sumber daya lain untuk mempermudah membuat, memodifikasi, dan mensimulasi desain

2.3 (PD3)

Ketika desain produk melibatkan tim yang jauh lebih besar, ada jaringan untuk mempermudah berkomunikasi, tentang ide, desain dokumen, dsb

2.4 (PD4)

Ketika desain baru membutuhkan material baru, mudah untuk mendapatkan konfirmasi kemampuan pemasok untuk memasok material baru

3. Production System (PS) 3.1

(PS1)

Memiliki kapasitas produksi yang besar sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen yang tinggi

3.2 (PS2)

Fluktuasi dalam permintaan dapat diatasi dengan kerja lembur 3.3

(PS3)

Sebagian besar pekerja adalah multi-terampil, sehingga mereka dapat mudah beralih dari satu pekerjaan/tugas lain

3.4 (PS4)

Mesin adalah serbaguna sehingga dapat mengolah tugas/pekerjaan yang berbeda 3.5

(PS5)

Mampu mengakomodasi sampai batas waktu tertentu bila ada perubahan dari konsumen

3.6 (PS6)

Sistem perencanaan produksi mampu merubah jadwal produksi yang sudah ada 3.7

(PS7)

Biaya merubah jadwal produksi rendah, sehingga perubahan jadwal dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat

4 Delivery System (DS) 4.1

(DS1)

Memiliki model transportasi yang berbeda untuk pengiriman produk ke pelanggan 4.2

(DS2)

Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari perusahaan ke pelanggan

4.3 (DS3)

Dapat melakukan pengiriman walaupun dalam jumlah yang kecil 4.4

(DS4)

Jika ada permintaan mendadak, perusahaan dapat mengirimkan produk dengan memilih model transportasi yang lebih cepat

4.5 (DS5)

Dapat mengirimkan pesanan ke pelanggan lebih dari satu gudang atau pabrik, berguna untuk memuaskan pelanggan

4.6 (DS6)

Perusahaan merancang jadwal pengiriman lebih awal, sehingga pelanggan dapat mengubah jumlah, tipe, dan/atau tanggal jatuh tempo pengiriman dalam periode yang singkat


(55)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Suatu penelitian didukung oleh data yang akurat untuk menunjang agar dapat mencapai tujuan penelitian yang optimal. Yang dilakukan pada tahap ini adalah mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Berdasarkan cara untuk memperoleh data penelitian, data dibagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.

3.3.1.Data Primer

Data primer adalah data yang didapat dari penelitian secara langsung dengan cara menanyakan ke sumber yang memberikan informasi. Pengumpulan data primer bisa dilakukan dengan beberapa macam cara antara lain :

1. Pengamatan (observasi)

Yaitu pengumpulan data pada waktu penelitian dengan melakukan pengamatan langsung pada obyek untuk mendapatkan gambaran dan keadaan yang sebenarnya.

2. Wawancara (interview)

Yaitu pengambilan data waktu penelitian dengan melakukan sistem tanya jawab langsung dengan orang-orang yang memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti. Orang-orang tersebut seperti Kepala Produksi dan karyawan-karyawan PT. Swabina Gatra.

3. Daftar Pertanyaan (angket/kuisioner)

Yaitu pengumpulan data melalui kuisioner/penyebaran kepada responden, dalam hal ini pihak manajemen perusahaan yang terlibat secara langsung terhadap obyek yang bersangkutan dan masalah yang dikaji.


(56)

Pengumpulan data dengan kuisioner perlu memperhatikan beberapa hal yaitu : − Karena responden menuangkan pendapat secara tertulis, kuisioner tidak

sesuai untuk mengumpulkan data yang bersifat sensitif.

− Penggunaan kuisioner tepat apabila responden mempunyai pengetahuan yang memadai dan kemampuan yang cukup.

3.3.2.Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak secara langsung diperoleh dari sumber pertama dan telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen tertulis. Biasanya data sekunder berupa arsip/dokumen dari perusahaan yang bersangkutan.

3.4. Metode Pengolahan Data

Data yang telah digunakan kemudian diolah sesuai dengan literatur yang digunakan yaitu dengan melakukan pengukuran fleksibilitas supply chain melalui empat dimensi yaitu supplier system, product design, production system, dan delivery system. Hasil pengolahan data tersebut dianalisis untuk mengetahui parameter-parameter mana yang memerlukan perbaikan dan parameter mana yang dipertahankan. Adapun langkah-langkah pengolahan data adalah :

a. Pembobotan Keempat Dimensi Parameter-parameter Supply Chain

Teknik pembobotan yang digunakan untuk mengetahui tingkat kepentingan dan peranan dari tiap dimensi dan tiap parameter-parameter fleksibilitas supply chain adalah Analytical Hierarchy Process (AHP).


(1)

No. Dimensi Deskripsi Gap Terbobot

Prioritas Perbaikan 12. Supplier

System

Perusahaan memiliki lebih dari satu pemasok

untuk setiap produk 0,0370 12 13. Production

System

Mesin adalah serbaguna sehingga dapat

mengolah tugas/pekerjaan yang berbeda 0,0366 13 14. Production

System

Sebagian besar pekerja adalah multi-terampil, sehingga mereka dapat mudah beralih dari satu pekerjaan/tugas lain

0,0356 14 15. Production

System

Mampu mengakomodasi sampai batas waktu

tertentu bila ada perubahan dari konsumen 0,0324 15 16. Delivery

System

Dapat mengirimkan pesanan ke pelanggan lebih dari satu gudang atau pabrik, berguna untuk memuaskan pelanggan

0,0282 16 17. Supplier

System

Memiliki bermacam-macam model transportasi

untuk pengiriman produk dari pemasok 0,0223 17 18. Production

System

Sistem perencanaan produksi mampu merubah

jadwal produksi yang sudah ada 0,0222 18 19. Supplier

System

Sebagian besar pemasok mampu memproduksi produk dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat

0,0219 19 20. Supplier

System

Pemasok mampu mengirim permintaan yang

mendesak dengan lebih cepat dan biaya murah 0,0191 20 21. Production

System

Biaya merubah jadwal produksi rendah, sehingga perubahan jadwal dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat

0,0184 21 22. Supplier

System

Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari pemasok ke perusahaan

0,0164 22 23. Delivery

System

Perusahaan merancang jadwal pengiriman lebih awal, sehingga pelanggan dapat mengubah jumlah, tipe, dan/atau tanggal jatuh tempo pengiriman dalam periode yang singkat

0,0145 23 24. Product

Design

Ketika desain baru membutuhkan material baru, mudah untuk mendapatkan konfirmasi kemampuan pemasok untuk memasok material baru

0,0103 24

4.3.

Pembahasan

Dari hasil analisa diatas dapat diketahui tingkat fleksibilitas

supply

chain

dari masing – masing dimensi dan parameternya. Pada dimensi utama didapatkan

tingkat fleksibilitas

supply chain

secara berurutan dari yang terkecil hingga

terbesar yang yaitu

Delivery System

91,88%,

Product Design

93,32%,

Supplier

System

93,76%, dan

Production System

93,77%.

Dari kesemuanya tingkat fleksibilitas tersebut tidak ada yang mencapai

tingkat fleksibilitas tertinggi/terbesar (100%). Hal ini dikarenakan masih

terdapatnya gap dari masing – masing dimensi maupun parameternya, oleh karena


(2)

itu masih perlu adanya perbaikan. Secara berurutan prioritas yang harus dilakukan

perbaikan sebagai berikut :

Tabel 4.15 Prioritas Perbaikan Setelah Diurutkan

No. Dimensi Deskripsi Gap

Terbobot

Prioritas Perbaikan 1. Product

Design

Ketika produksi menurun, sebagian pekerja bisa

difungsikan di divisi lain 0,1807 1 2. Delivery

System

Memiliki model transportasi yang berbeda untuk

pengiriman produk ke pelanggan 0,1134 2 3. Delivery

System

Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari perusahaan ke pelanggan

0,1040 3 4. Supplier

System

Sebagian besar pemasok memiliki kemampuan produksi/memasok bermacam-macam tipe produk yang berbeda

0,1024 4 5. Production

System

Memiliki kapasitas produksi yang besar sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen yang tinggi

0,0597 5 6. Production

System

Fluktuasi dalam permintaan dapat diatasi dengan

kerja lembur 0,0593 6

7. Product Design

Memiliki software dan sumber daya lain untuk mempermudah membuat, memodifikasi, dan mensimulasi desain

0,0575 7 8. Delivery

System

Dapat melakukan pengiriman walaupun dalam

jumlah yang kecil 0,0533 8

9. Supplier System

Sebagian besar produk memiliki kapasitas

persediaan yang besar 0,0472 9 10. Product

Design

Ketika desain produk melibatkan tim yang jauh lebih besar, ada jaringan untuk mempermudah berkomunikasi, tentang ide, desain dokumen, dsb

0,0412 10 11. Delivery

System

Jika ada permintaan mendadak, perusahaan dapat mengirimkan produk dengan memilih model transportasi yang lebih cepat

0,0400 11 12. Supplier

System

Perusahaan memiliki lebih dari satu pemasok

untuk setiap produk 0,0370 12 13. Production

System

Mesin adalah serbaguna sehingga dapat

mengolah tugas/pekerjaan yang berbeda 0,0366 13 14. Production

System

Sebagian besar pekerja adalah multi-terampil, sehingga mereka dapat mudah beralih dari satu pekerjaan/tugas lain

0,0356 14 15. Production

System

Mampu mengakomodasi sampai batas waktu

tertentu bila ada perubahan dari konsumen 0,0324 15 16. Delivery

System

Dapat mengirimkan pesanan ke pelanggan lebih dari satu gudang atau pabrik, berguna untuk memuaskan pelanggan

0,0282 16 17. Supplier

System

Memiliki bermacam-macam model transportasi

untuk pengiriman produk dari pemasok 0,0223 17 18. Production

System

Sistem perencanaan produksi mampu merubah

jadwal produksi yang sudah ada 0,0222 18 19. Supplier

System

Sebagian besar pemasok mampu memproduksi produk dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat

0,0219 19 20. Supplier

System

Pemasok mampu mengirim permintaan yang

mendesak dengan lebih cepat dan biaya murah 0,0191 20 21. Production

System

Biaya merubah jadwal produksi rendah, sehingga perubahan jadwal dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat


(3)

No. Dimensi Deskripsi Gap Terbobot

Prioritas Perbaikan 22. Supplier

System

Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari

pemasok ke perusahaan 0,0164 22 23. Delivery

System

Perusahaan merancang jadwal pengiriman lebih awal, sehingga pelanggan dapat mengubah jumlah, tipe, dan/atau tanggal jatuh tempo pengiriman dalam periode yang singkat

0,0145 23 24. Product

Design

Ketika desain baru membutuhkan material baru, mudah untuk mendapatkan konfirmasi kemampuan pemasok untuk memasok material baru


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

Dari hasil penilitian pengukuran tingkat fleksibilitas

supply chain

di PT.

Swabina Gatra Gresik dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.

Tingkat fleksibilitas

supply chain

yang ada di perusahaan secara keseluruhan

flesksibel (baik) dimana seluruh dimensi utama mencapai presentase di atas

85%, secara berurutan presentase dari yang terkecil hingga terbesar yang

yaitu

Delivery System

91,88%,

Product Design

93,32%,

Supplier System

93,76%, dan

Production System

93,77%.

2.

Secara berurutan lima besar parameter-parameter yang perlu dilakukan

perbaikan oleh perusahaan yaitu

1)

Memiliki model transportasi yang berbeda untuk pengiriman produk ke

pelanggan (

Delivery System

) dengan nilai gap terbobot sebesar 0,1134

2)

Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam

sekali pengiriman dari perusahaan ke pelanggan (

Delivery System

)

dengan nilai gap terbobot sebesar 0,1040

3)

Ketika produksi menurun, sebagian pekerja bisa difungsikan di divisi

lain (

Product Design

) dengan nilai gap terbobot sebesar 0,1030

4)

Sebagian besar pemasok memiliki kemampuan produksi/memasok

bermacam-macam tipe produk yang berbeda (

Supplier System

) dengan

nilai gap terbobot sebesar 0,1024


(5)

5)

Memiliki kapasitas produksi yang besar sehingga mampu memenuhi

permintaan konsumen yang tinggi (

Production System

) dengan nilai gap

terbobot sebesar 0,0597

5.2.

Saran

Tingkat fleksibilitas yang ada di perusahaan adalah fleksibel (baik). Oleh

sebab itu disarankan untuk mempertahankan tingkat fleksibilitas yang sudah ada

di perusahaan saat ini.

Secara berurutan saran perbaikan yang dapat dilakukan perusahaan yaitu :

1.

Untuk kegiatan pengembangan produk perusahaan dapat menggunakan

beberapa

outsourcing

tidak hanya tim yang ada di dalam perusahaan saja

sehingga dapat menghasilkan inovasi yang segar di dalam pengembangan

produk ini (

Product Design

).

2.

Model transportasi yang ada pada saat ini lebih ditingkatkan agar pengiriman

produk ke pelanggan sesuai dengan harapan (

Delivery System

)

3.

Secara teknis dan ekonomis untuk mencampur produk yang berbeda ke dalam

satu beban pengiriman adalah baik karena dapat menghemat biaya

transportasi dan penghematan tenaga (

Delivery System

).

4.

Sebaiknya pemasok tidak hanya memiliki kemampuan produksi/memasok

bermacam-macam tipe produk yang berbeda tetapi juga dapat memberikan

variasi tipe- tipe produk yang terbaru (

Supplier System

)

5.

Kapasitas produksi yang ada saat ini sudah cukup baik untuk mengakomodasi

peningkatan yang besar yang ada di permintaan sehingga perusahaan tetap

mempertahankan agar kapasitas dan permintaan tetap seimbang (

Production

System

)


(6)

Aprillianasari, Susan. 2003.

Penilaian Fleksibilitas Supply Chain (Studi Kasus

PT. Philips Ralin Electronics Surabaya)

, Tugas Akhir Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Beamon, B.M., 1999,

Measuring Supply Chain Performance

, International

Journal of Operation and Production Management, Vol. 19 No. 3 PP

275 – 292.

Eunike, Agustina. 2002.

Analisis Terhadap Fleksibilitas Suatu Supply Chain

(Studi Kasus PT. Philips Ralin Electronics Surabaya)

, Tugas Akhir

Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

Indrajit, R. E dan Richardus D. 2002.

“Konsep Manajemen Supply Chain : Cara

Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang”.

PT. Gramedia

Indonesia.

Pujawan, I Nyoman. 2004. “

Assessing supply chain flexibility : a conceptual

framework and case study

Int. J. Integrated Supply Management,

Vol. 1, No.1, pp. 79-97

Pujawan, I Nyoman., 2005,

Supply Chain Management

, Guna Widya, Surabaya.

Saaty, T.L., 1993, “

Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses

Hirarki Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang

Kompleks”,

PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Santoso, Singgih. 2000.

Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik

. PT. Elex Media

Komputindo. Jakarta.

Sucipto, Wawan. 2005.

Pengukuran Dan Analisis Fleksibilitas Supply Chain

Pada Divisi General Engineering PT. PAL INDONESIA

, Skripsi

Teknik Industri UPN “Veteran”, Surabaya.

Sutaji, Slamet. 2008. Analisis dan Pengukuran Terhadap Fleksibilitas Supply

Chain pada PT. Pertiwi Mas Adi Kencana Waru Sidoarjo, Skripsi

Teknik Industri UPN “Veteran”, Surabaya.

Zhang, Q., Vonderembse, M. A., Lim, J. 2003.

Manufacturing flexibility ;

defining and analyzing relationships among competence, capability,

and customer satisfaction,

Journal of Operations Management,

173-191