PENGUKURAN TINGKAT FLEKSIBILITAS SUPPLY CHAIN DI UD. AZAM JAYA SIDOARJO.

(1)

PENGUKURAN TINGKAT

FLEKSIBILITAS SUPPLY CHAIN

DI UD. AZAM JAYA SIDOARJO

DISUSUN OLEH :

SHINTA DEWI

0732010124

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum WR. WB.

Alhamdulillah segala puja dan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat yang telah di berikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS DAN PENGUKURAN TINGKAT FLEKSIBILITAS

SUPPLY CHAIN DI UD. AZAM JAYA SIDOARJO”. Tak ada kata yang

pantas untuk diucapkan selain rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh-NYA. Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam kesempatan ini pula dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT. Selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. H. MT. Safirin, MT. Selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Ir. Irwan Soejanto, MT. Selaku Dosen Pembimbing I saya, terima kasih telah membimbing saya dengan sabar dan terima kasih telah memberi masukak – masukan yang positif dalam laporan ini.


(3)

5. Drs. Pailan M.pd. selaku Dosen Pembimbing II, yang dengan sabar membimbing, mengarahkan dan memberi masukan-masukan yang positif dalam laporan ini.

6. Bapak Ir. Handoyo MT dan Ir. Sumiati MT selaku dosen penguji seminar 1. 7. Bapak Ir. Didik Samanhudi, MT dan Drs. Sartin, Mpd selaku dosen penguji

seminar II.

8. Bapak Ir. Nisa Masruroh, MT dan Drs. Sartin, Mpd selaku dosen penguji sidang skripsi.

9. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknologi Industri khususnya Jurusan Teknik Industri yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 10.Bu. Lis selaku pembimbing pabrik yang telah membantu memberikan banyak

informasi yang dibutuhkan oleh penulis.

11.Seluruh Pimpinan, Karyawan dan Staff di UD. Azam Jaya yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi penulis.

12.Daddy and Mommy, terima kasih atas Do’a, semangat, serta nasehat yang selalu menyertaiku dan untuk keluargaku yang telah memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini... Terima kasih banyak...

13.SomeOne special... Thanks a lot for your prayer, advice, always give me a spirit, support and everything... Terima kasih atas semuanya yah... 14.Teman-teman Gobel Community, yang telah menemani dalam suka dan

duka... Terima kasih dukungan dan semangatnya... Ayo kita harus lulus bareng tahun ini... Amin...


(4)

sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga hasil pemikiran yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya dan UD. Azam Jaya Sidoarjo pada khususnya. Wassalamualaikum WR. WB.

Surabaya, Maret 2011


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..……… 1

1.2 Perumusan Masalah..……… 3

1.3 Batasan Masalah..………. 3

1.4 Asumsi...……… 3

1.5 Tujuan Penelitian……… ……… 4

1.6 Manfaat Penelitian…...……….. 4

1.7 Sistematika Penulisan…..………. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Supply Chain Management..… ……….…………. 7

2.1.1 Tujuan Management Supply Chain..………. 9

2.2 Keuntungan dari Supply Chain..……… 10


(6)

2.4 Area Cakupan Supply Chain ...……….... 13

2.5 Pengertian Fleksibilitas..……… 14

2.6 Sistem Fleksibilitas Manufaktur..……… 15

2.7 Tipe Fleksibilitas Manufakturing..……… 18

2.8 Fleksibilitas Supply Chain………..………….……... 25

2.9 Tingkat kebutuhan Fleksibilitas berdasarkan Demand. .………… 36

2.10 Kuadran Pengukuran Fleksibilitas Supply Chain..……… 37

2.11 Perhitungan Skor Gap ………....…………... 39

2.12 Uji Validitas..………... 41

2.13 Uji Reliabilitas..………... 41

2.14 Analitic Hierarchy Process (AHP)………... . 42

2.15 Progam Expert Choise………... 50

2.16 Skala Servqual……….... 51

2.17 Pengertian Sampel………... 51

2.18 Penelitian Terdahulu……….. 52

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian…...……….. 57

3.2 Identifikasi dan Definisi Operational Variabel…..……..……….. 57

3.2.1 Identifikasi Variabel………….………. 57

3.2.2 Definisi Operasional Variabel……….……….. 58

3.3 Langkah-langkah Pemecahan Masalah……….. 61


(7)

3.4.2 Data Sekunder……….….. 70 3.5 Metode Pengolahan Data……..……….……… 70 3.5.1 Pengujian Kuisioner ….………... 71

3.5.2 Pembobotan Ketiga Dimensi Parameter-parameter

Suplly Chain ... 72 3.5.3 Perhitungan Gap... 72 3.5.4 Pemetaan (Mapping) Parameter-Parameter Fleksibilitas.... . 73 3.5.5 Metode Analisis Data……….……….….... 73 3.5.6 Kesimpulan dan Saran... 74

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan Data... 75 4.1.1 Penetapan Parameter – perameter Fleksibilitas

Supply Chain………... 76 4.1.2. Definisi Tiap – Tiap Parameter Yang Terpilih... 79 4.1.3 Data Kuisioner Pembobotan Fleksibilitas

Supply Chain……….. 86 4.2 Pengolahan Data... 93

4.2.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 93 4.2.2 Data Kuisioner Kebutuhan dan Kemampuan

Fleksibilitas Supply Chain………... 96 4.2.3 Analisa Bobot Parameter Fleksibilitas Supply Chain... 98


(8)

4.2.4 Analisa Gap Kebutuhan dan Kemampuan Fleksibilitas

Supply Chain……… 102 4.2.5 Pembuatan Grafik Kebutuhan dan Kemampuan

Parameter Fleksibilitas Supply Chain……… 104 4.2.6 Analisa Gap Terbobot dan Prioritas Perbaikan... 109 4.2.7 Pembuatan Grafik Terbobot Kebutuhan dan

Kemampuan Parameter Fleksibilitas Supply Chain……… 113 4.2.8 Pembuatan Peta (Mapping) Kuadran Fleksibilitas... 123 4.2.9 Analisa Nilai Tingkat Fleksibilitas Supply Chain... .129 4.2.10 Pembuatan Grafik Nilai Tingkat Fleksibilitas ... 132

Supply Chain

4.3 Pembahasan... 137 4.3.1 Prioritas Perbaikan………... 139

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 143 5.2 Saran ... 144

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 3 level dari Fleksibilitas 19

Gambar 2.2 Kategori fleksibilitas sel dan sistem 19

Gambar 2.3 Rangkaian Supply Chain 26

Gambar 2.4 Tingkat fleksibilitas Supply Chain 35 Gambar 2.5 Kuadran fleksibilitas Supply Chain 38 Gambar 3.1 Diagram Alir Lanakah Pemecahan Masalah 61-62

Gambar 4.1 Gambar Bobot Dimensi 99

Gambar 4.2 Grafik Kebutuhan dan Kemampuan Dimensi Utama 105 Gambar 4.3 Grafik Kebutuhan dan Kemampuan Sub Dimensi 106

Supplier System

Gambar 4.4 Grafik Kebutuhan dan Kemampuan Sub Dimensi 107 Product Design

Gambar 4.5 Grafik Kebutuhan dan Kemampuan Sub Dimensi 107 Production System

Gambar 4.6 Grafik Kebutuhan dan Kemampuan Sub Dimensi 108 Delivery System

Gambar 4.7 Grafik Terbobot Kebutuhan dan Kemampuan Dimensi Utama 114 Gambar 4.8 Grafik Terbobot Kebutuhan dan Kemampuan Dimensi 116

Supplier System

Gambar 4.9 Grafik Terbobot Kebutuhan dan Kemampuan Dimensi 118 Product Design


(10)

Gambar 4.10 Grafik Terbobot Kebutuhan dan Kemampuan Dimensi 120

Production System

Gambar 4.11 Grafik Terbobot Kebutuhan dan Kemampuan Dimensi 122 Delivery System

Gambar 4.12 Fleksibilitas Supply Chain Dimensi Utama 124 Gambar 4.13 Fleksibilitas Supply Chain Sub Dimensi 125

Supplier System

Gambar 4.14 Fleksibilitas Supply Chain Sub Dimensi Product Design 126 Gambar 4.15 Fleksibilitas Supply Chain SubDimensi Production System 127 Gambar 4.16 Fleksibilitas Supply Chain SubDimensi Delivery System 128 Gambar 4.17 Grafik Tingkat Fleksibilitas Supply Chain Dimensi Utama 132 Gambar 4.18 Grafik Tingkat Fleksibilitas Supply Chain Sub Dimensi 133

Supplier System

Gambar 4.19 Grafik Tingkat Fleksibilitas Supply Chain Sub Dimensi 134 Product Design

Gambar 4.20 Grafik Tingkat Fleksibilitas Supply Chain Sub Dimensi 135 Production System

Gambar 4.21 Grafik Tingkat Fleksibilitas Supply Chain Sub Dimensi 136 Delivery System


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Area Cakupan Supply Chain 13

Tabel 2.2 Tipe Fleksibilitas Manufakturing 18

Tabel 2.3 Parameter Fleksibilitas Supply Chain 32 Tabel 2.4 Skala Perbandingan Berskala 43 Tabel 2.5 Nilai Random Indeks 49 Tabel 3.1 Parameter-Parameter Fleksibilitas Supply Chain Pada 59

UD. Azan Jaya

Tabel 4.1 Parameter Fleksibilitas Supply Chain 76 Tabel 4.2 Parameter-Parameter Fleksibilitas Supply Chain 86

Di UD. Azam Jaya

Tabel 4.3 Data Penilaian rata – rata Penilaian 84 Tingkat Fleksibilitas Dimensi Utama

Tabel 4.4 Data Penilaian Rata – rata Penilaian 87 Tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi Supplier System

Tabel 4.5 Data Penilaian Rata – rata Penilaian 89 Tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi Product Design

Tabel 4.6 Data Penilaian Rata – rata Penilaian 90 Tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi Production System

Tabel 4.7 Data Penilaian Rata – rata Penilaian 92 Tingkat Fleksibilitas Sub Dimensi Delivery System


(12)

Tabel 4.9 Data Nilai Rata – rata Kebutuhan dan Kemampuan 96 Tabel 4.10 Bobot Dimensi Utama dan Sub Dimensi 100 Tabel 4.11 Nilai Gap Kebutuhan dan Kemampuan Fleksibilitas Supply Chain 102 Tabel 4.12 Nilai Gap Terbobot dan Prioritas Perbaikan 109 Tabel 4.13 Tabel analisa kebutuhan dan kemampuan terbobot Dimensi Utama 114 Tabel 4.14 Tabel analisa kebutuhan dan kemampuan terbobot sub dimensi 115

Supplier System

Tabel 4.15 Tabel analisa kemampuan dan kebutuhan terbobot sub dimensi 117 Product Design

Tabel 4.16 Tabel analisa Kebutuhan dan Kemampuan terbobot sub dimensi 119 Production System

Tabel 4.16 Tabel analisa Kebutuhan dan Kemampuan terbobot sub dimensi 121 Delivery System

Tabel 4.17 Hasil Analisa Total Nilai Gap Terbobot dan Tingkat Fleksibilitas 129

Supply Chain

Tabel 4.18 Hasil Analisa Total Nilai Gap Terbobot dan Tingkat Fleksibilitas 130 Supply Chain Sub Dimensi


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Gambaran Umum Perusahaan

LAMPIRAN B Kuisioner Kebutuhan Dan Kemampuan

LAMPIRAN C Data Kuisioner Kebutuhan Dan Kemampuan

LAMPIRAN D Output Validitas dan Realibilitas

LAMPIRAN E Kuisioner Pembobotan

LAMPIRAN F Data Kuisioner Pembobotan

LAMPIRAN G Perhitungan Manual AHP

LAMPIRAN H Output AHP


(14)

ABSTRAKSI

Saat ini konsep tentang Supply Chain telah banyak dibicarakan oleh pakar-pakar manajerial perusahaan, hal ini dimulai dengan adanya suatu kesadaran bahwa Supply Chain (rantai pengadaan) merupakan suatu bagian yang sangat penting bagi perusahaan. Untuk dapat bersaing dengan para pesaing-pesaingnya, suatu perusahaan harus mempunyai profit dan selalu menjaga kepuasan konsumennya, Supply Chain itu sendiri didukung oleh faktor Internal dan faktor Eksternal. Faktor Internal yang mana didalamnya terdiri dari Supplier Sistem, Product Design, Production System, dan Delivery Sistem. Faktor Eksternal yang didalamnya termasuk supplier dan distributor atau retailer yang merupakan konsumen dari perusahaan juga harus diperhatikan oleh perusahaan untuk dapat mendukung tercapainya 2 hal tersebut diatas.

UD. Azam Jaya merupakan salah satu perusahaan produksi yang menghasilkan produk sandal yang berada di Sidoarjo. Bidang usaha yang dilakukan UD. Azam Jaya adalah pembuat sandal sesuai dengan jenis pemesanan, mulai dari order (pemesanan dari pelanggan), input (bahan baku), proses transformasi (atau proses produksi) menjadi

output (barang jadi). Dengan ini, penilaian fleksibilitas supply chain perlu

dilakukan agar perusahaan dapat mengetahui tingkat fleksibilitas supply chain. Karena pengukuran hanya diterapkan pada bagian produksi dengan indikator kinerja seperti efisiensi mesin dan efisiensi total, sedangkan untuk penilaian fleksibilitas di perusahaan yang mencakup empat dimensi yaitu supplier system, product design, production system, dan delivery system masih belum ada sehingga belum dapat menginformasikan fleksibilitas supply chain secara menyeluruh.

Dengan adanya masalah tersebut maka dilakukan penelitian tentang fleksibilitas supply chain, yaitu kemampuan perusahaan dalam menghadapi fluktuasi-fluktuasi yang terjadi, dimana fleksibilitas sendiri berhubungan dengan mesin, proses, aliran bahan baku, tipe, pekerja, dan semua digabung menjadi sebuah sistem manufaktur dan sistem produksi. Fleksibelitas mencakup empat dimensi yaitu Supplier System, Product Design, Production System, dan Delivery System. Dengan harapan dapat diketahui fleksibilitas supply chain yang ada di UD. Azam Jaya dan parameter-parameter apa saja yang diprioritaskan untuk diperbaiki yang ada di UD. AZam Jaya.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di UD. Azam Jaya menunjukkan bahwa tingkat fleksibilitas supply chain yang ada di perusahaan secara keseluruhan baik dimana seluruh dimensi utama mencapai prosentase di atas 85%, secara berurutan prosentase dari yang terkecil hingga yang terbesar yaitu Delivery System 92.28%, Product Design 92.92%, Production System 93.62%, Supplier System 95.02%.

Kata kunci : Fleksibilitas supply chain, supplier system, product design, production system, delivery system, efisiensi, level, subyektif, fungsional


(15)

ABSTRACT

Currently, the concept of Supply Chain has been widely discussed by experts managerial enterprise, it starts with an awareness that the Supply Chain (supply chain) is a very important part for the company. To be able to compete with its competitors, the company should have an advantage and always keeping customer satisfaction, supply chain itself is supported by internal factors and external factors. Internal factors which involve a series of Supplier Systems, Product Design, Production Systems, and Delivery System. External factors which include suppliers and distributors or retailers who represents corporate clients should also be considered by the company in order to achieve 2 things above.

UD. Azam Jaya is one of the production company that produces products in Sidoarjo sandals. UD business field. Azam Jaya is a sandal maker in accordance with the type of booking, ranging from orders (bookings from customers), inputs (raw materials), the process of transformation (or production) into outputs (finished goods). With this, the assessment of supply chain flexibility necessary for companies to know the level of supply chain flexibility. Because the measurement is only applied to the production of performance indicators such as engine efficiency and total efficiency, while for the assessment of flexibility in a company that includes four dimensions of system suppliers, product design, production systems, and delivery system is still not there so not to inform the overall supply chain flexibility.

With the problem then do research on supply chain flexibility, namely the ability of the company deal with fluctuations that occur, which in itself relates to machine flexibility, process flow of raw material, type, worker, and all are incorporated into the manufacturing system and production system. Flexibility includes the four dimensions of Supplier Systems, Product Design, Production Systems, and Delivery System. With the hope of supply chain flexibility can be seen at UD. Azam Jaya and what priority to the improvement parameter in UD. Azam Jaya.

Based on research results obtained at UD. Azam Jaya showed that the level of supply chain flexibility in flesksibel, respectively from the smallest to the largest percentage Delivery Systems 92.28%, 92.92%, Product Design, Systems Production of 93.62%, 95.02% System Supplier.

Keywords: Flexibility in the supply chain, systems suppliers, product design, production systems, delivery systems, efficiency, degree, subjective, functional


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pada era globalisasi saat ini persaingan dunia usaha semakin meningkat tajam. Kemudahan dalam memperolah informasi melalui berbagai media mengakibatkan dunia usaha dituntut semakin kompetitif. Kemajuan teknologi di dunia semakin berkembang sejalan dengan kemajuan zaman. Berbagai macam teknologi-teknologi baru ditemukan untuk membantu meringankan kerja manusia dalam berbagai hal, misalnya dalam bidang komunikasi, perdagangan, permesinan dan lain sebagainya, khususnya perindustrian.

UD. Azam Jaya merupakan salah satu perusahaan produksi yang menghasilkan produk sandal yang berada di Sidoarjo. Bidang usaha yang dilakukan UD. Azam Jaya adalah pembuat sandal sesuai dengan jenis pemesanan, mulai dari order (pemesanan dari pelanggan), input (bahan baku), proses transformasi (atau proses produksi) menjadi output (barang jadi). Sandal ini terdiri atas dua merek yaitu Sandal Bel Air dan Sandal Air Bag. Pengiriman produk dilakukan tiap minggu dua kali sesuai dengan permintaan masing-masing agen.

Untuk dapat bersaing dengan kompetitornya, UD. Azam Jaya berusaha agar memenangkan persaingan. Adanya permintaan yang fluktuatif dari konsumen ditambah dengan banyaknya bahan baku yang diperlukan, dibutuhkannya fleksibilitas perusahaan yang tinggi. Untuk itu perlu mengukur fleksibilitas supply Chain. Selama ini kondisi yang ada di UD. Azam Jaya adalah


(17)

belum melakukan penilaian fleksibilitas supply chain, hanya melakukan penilaian secara subyektif dan fungsional dari pemimpin perusahaan. Sedangkan untuk penilaian fleksibilitas di perusahaan yang mencakup empat dimensi yaitu Supplier System, Product Design, Production System, dan Delivery System masih belum di terapkan sehingga belum dapat menginformasikan fleksibilitas supply chain secara menyeluruh.

Saat ini konsep tentang Supply Chain telah banyak dibicarakan oleh pakar-pakar manajerial perusahaan, hal ini dimulai dengan adanya suatu kesadaran bahwa Supply Chain (rantai pengadaan) merupakan suatu bagian yang sangat penting bagi perusahaan. Supply Chain itu sendiri didukung oleh faktor Internal dan faktor Eksternal. Faktor Internal yang mana didalamnya terdiri dari Supplier Sistem, Product Design, Production Sistem, dan Delivery Sistem. Fleksibilitas di titik beratkan pada kemampuan mengalokasikan fluktuasi yang terjadi pada komponen-komponen dari Supply Chain yaitu : supplier, distributor, dan konsumen. Namun saat ini masih banyak perusahaan yang hanya menilai level fleksibilitas dalam konteks sistem produksi sehingga perlu adanya dengan harapan dapat diketahui fleksibilitas supply chain yang ada di UD. Azam Jaya dan parameter-parameter apa saja yang diprioritaskan untuk diperbaiki yang ada di UD. Azam Jaya.


(18)

1.2.Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas maka perumusan masalah yang dimunculkan pada penelitian ini adalah : “Berapa tingkat fleksibilitas supply chain UD. Azam Jaya dalam menghadapi fluktuasi yang terjadi ?“

1.3.Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Penelitian dilakukan pada Supplier System, Product Design, Production System, dan Delivery System.

2. Penelitian dilakukan pada Intern perusahaan dan tidak melibatkan konsumen. 3. Penyebaran kuisioner dilakukan hanya pada staf departemen yang mengerti

tentang Supplier System, Product Design, Production System, dan Delivery System sebagai objek penelitian ini.

4. Dalam penelitian tidak membahas masalah biaya. 5. Data yang didapat dari data hasil kuisioner.

6. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai data-data terpenuhi.

1.4.Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan diasumsikan dapat mewakili kinerja perusahaan.


(19)

2. Bahan baku yang dibutuhkan oleh perusahaan tersedia setiap saat dari supplier dengan kualitas yang dikehendaki oleh perusahaan.

3. Parameter-parameter fleksibilitas supply chain yang disusun dapat mewakili kinerja yang ada di perusahaan.

1.5.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengukur tingkat fleksibilitas Supply Chain pada masing-masing dimensi sesuai dengan kondisi di UD. Azam Jaya.

2. Menentukan Parameter yang perlu diprioritaskan untuk diperbaiki agar fleksibilitas Supply Chain perusahaan dapat ditingkatkan.

1.6.Manfaat Penelitian

Dari latar belakang yang telah dibahas diatas, maka dalam penelitian ini dapat diperoleh manfaat yaitu :

1. Sebagai bahan acuan terhadap fleksibilitas supply chain yang dimilikinya, sejauh mana mampu mengakomodasi fluktuatif yang terjadi.

2. Dapat mengarahkan usaha-usaha perbaikan yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan fleksibilitas supply chain perusahaan.

3. Menambah wawasan tentang pengukuran fleksibilitas supply chain dan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu dan memperoleh pengalaman praktis dalam mempraktekkan teori-teori yang pernah didapat, baik dalam perkuliahan maupun dalam literatur-literatur yang telah ada mengenai supply chain.


(20)

4. Menambah literatur atau referensi dan bermanfaat bagi mahasiswa yang mengadakan penelitian dengan permasalahan yang serupa.

1.7.Sistematika Penulisan

Didalam penyusunan proposal ini penulis menggunakan sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan yaitu kondisi yang menyebabkan penelitian dilakukan, pokok permasalahan, tujuan penelitian yaitu hasil akhir yang dicapai, batasan masalah yaitu agar penelitian yang dilakukan tidak menyimpang dari pokok permasalahan, serta sistematika penulisan yang mendiskripsikan isi laporan penelitian ini secara keseluruhan dan singkat.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijelaskan tentang teori-teori yang mendasari dan mendukung pokok bahasan yang diperlukan penelitian ini yang berhubungan dengan pendekatan AHP. Dimana nantinya tinjauan pustaka ini akan dijadikan referensi di dalam menyelesaikan permasalahan yang ada baik dalam pengolahan data maupun dalam menginterprestasikan hasil dari pengolahan data.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisikan langkah-langkah dan metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian masalah dalam tugas akhir ini. Dengan adanya urutan-urutan langkah ini diharapkan tercapainya tujuan dari penelitian ini.


(21)

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini berisikan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini dan pengolahan terhadap data-data tersebut untuk mencapai tujuan dari penelitian ini.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil pengolahan data akan didapatkan penyelesaian permasalahan sehingga dapat memberikan kesimpulan yang didapat dari penelitian ini dan sekaligus saran yang membangun untuk perusahaan yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Supply Chain Management

Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat, perbaikan di internal sebuah perusahaan manufaktur tidaklah cukup. Ketiga aspek tersebut membutuhakan peran serta semua pihak mulai dari supplier yang mengelola bahan baku dari alam menjadi komponen, pabrik yang mengubah komponen dan bahan baku menjadi produk jadi, perusahaan jtransportasi yang mengirimkan bahan baku dari supplier ke pabrik, serta jaringan distribusi yang akan menyampaikan produk ke tangan pelanggan. Kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat inilah yang kemudian melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu supply chain management (SCM).

(Pujawan,I Nyoman, 2005)

Supply chain management mulai diperkenalkan pada tahun 1990 an sebagai sebuah konsep baru yang dilatarbelakangi oleh suatu kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk yang murah, berkualitas dan cepat. Konsep ini mengalami perkembangan yang sangat cepat dalam dunia industri, hal ini disebabkan supply chain memiliki framework yang dapat mengatur pergerakan material yang melalui proses produksi hingga didistribusikan ketangan customer. Pada saat ini supply chain tidak hanya di gunakan oleh industri manufaktur saja, akan tetapi semua jenis industri telah menggunakan supply chain dalam operasi, bahkan industri jasa pun telah menggunakan supply chain. Salah satu aspek fundamental dalam


(23)

suatu operasi perusahaan adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Begitu pula di dalam mangement supply chain pun diperlukan pengukuran performansi kinerja supply chain. Hal ini perlu dilakukan karena supply chain bukan hanya melibatkan internal perusahaan saja akan tetapi supplier pun harus memiliki kinerja yang bagus.

Supply Chain Management adalah kumpulan pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan supplier, manufacturer, warehouse, dan storage sehingga barang diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat, pada waktu yang tepat untuk meminimasi biaya sistem dan memuaskan permintaan pelanggan. Ada beberapa definisi tentang supply chain Management itu sendiri menurut para ahli, antara lain sebagai berikut :

1. David Sinchi Levi

Supply Chain Manajemen adalah sebuah rangkaian dari pendekatan untuk mengefisiensi integrasi supplier, manufaktur, gudang dan pasar. Jadi semua diproduksi dan didistribusikan pada jumlah dan waktu yang tepat agar meminimalkan biaya dan kebutuhan kepuasan pelayanan.  Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa supply chain adalah logisties network dalam hubungan ini, entity dalam network tersebut merupakan perusahaan – perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama yaitu suppliers, manufacturer, distribution, retail outlets, dan customers.


(24)

2. Schroeder

“Supply Chain Management (SCM) adalah perancangan, desain, dan kontrol arus material dan informasi sepanjang rantai pasokan dengan tujuan kepuasan konsumen sekarang dan di masa depan.”

(Scchoder 2000 dalam penelitian anton 2010) 3. Simchi-Levi et al

“Supply Chain Management (SCM) adalah suatu pendekatan dalam mengintegrasikan berbagai organisasi yang menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang, yaitu supplier, manufacturer, warehouse dan stores sehingga barang-barang tersebut dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang tepat, waktu yang tepat dan biaya yang seminimal mungkin.”

(Simchi-Levi at el dalam penelitian anton 2010)

2.1.1. Tujuan Management Supply Chain

Tujuan management supply chain adalah untuk menjamin kesatuan gerak dari jumlah dan kualitas yang memadai para persediaan yang meliputi banyak hal seperti perencanaan dan komunikasi. Lebih sederhana lagi dapat diartikan bahwa tujuan dari management supply chain adalah untuk memastikan seluruh item barang berada pada tempat dan waktu yang tepat agar dapat memberikan keuntungan yang terbaik dan service kepada customer.

Keuntungan dari management yang efektif adalah untuk mendapatkan kecepatan yang maksimal pada saat barang dan jasa bergerak melalui jalur supply


(25)

sementara itu terjadi penurunan biaya dan peningkatan nilai tambah untuk service ke customer. (Pujawan, I Nyoman, 2005)

2.2. keuntungan dari Supply Chain

Keuntungan – keuntungan supply chain adalah sebagai berikut : 1. mengurangi inventory barang

a) Inventory merupkan bagian paling besar dari aset perusahaan, yang berkisar antara 30%-40%.

b) Sedangkan biaya penyimpanan barang berkisar antara 20%-40% dari nilai barang yang disimpan.

c) Oleh karana itu, usaha dan cara harus dikembangkan untuk menemukan penimbunan barang di dalam gudang agar biaya dapat ditekan menjadi sedikit mungkin.

2. menjamin kelancaran penyediaan barang

a) Kelancaran barang yang perlu dijamin adalah mulai dari barang asal (pabrik pembuat), supplier perusahaan sendiri wholesaler, retaile, sampai pada final customers.

b) Jadi, rangkaian perjalanan dari bahan baku sampai menjadi barang jadi dan diterma oleh pemakai/pelanggan merupakan suatu mata rantai yang panjang (chain) yang perlu dikelola dengan baik.


(26)

3. Menjamin mutu

a) Mutu barang jadi ditentukan tidak hanya oleh proses produksi barang tersebut, tetapi juga mutu bahan mentahnya dan mutu keamanan dalam pengirimannya.

b) Jaminan mutu ini juga merupakan serangkaian mutu rantai panjang yang harus dikelola dengan baik.

Oleh karena itu, tercipta dan berkembanglah suatu sistem atau konsep yang disebut ”konsep supply chain”. Dengan sengaja istilah ”supply chain” ini tidak diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia, karena memang dalam logistics , istilah tersebut telah terkenal dalam bahasa inggrisnya.kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dapat digunakan istilah ”rantai pengadaan” atau ”rantai penyedian”.

(indrajit dan Djokopranoto, 2002)

2.3. Konsep Supply Chain

Supply chain adalah jaringan perusahaan – perusahaan yang secara bersama – sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan – perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan – perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Supply chain juga dapat diartikan sebagai rantai pengadaan yaitu suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan


(27)

yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut.

Pada suatu Supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu ke hilir. Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka di kirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel. Kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah aliran uang dan sejenisnya mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya.

Konsep Supply Chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing-masing perusahaan, dan pemecahannya di titikberatkan pada pemecahan secara intern di perusahaan masing-masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan dasar sampai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata rantai penyediaan barang. (Pujawan,I Nyoman, 2005)

Melihat dari definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa Supply Chain adalah Logistics Network. Dalam hubungan ini, ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan yang mempunyai kepentingan yang sama, yaitu :

1. Suppliers; 2. Manufacturer; 3. Ditribution;


(28)

4. Retail Outlets; 5. Customers

2.4. Area Cakupan Supply Chain

Area cakupan Supply Chain apabila mengacu pada sebuah perusahaan manufaktur, kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi Supply Chain adalah :

Table 2.1 lima bagian utama dalam sebuah perusahaan manufaktur yang terkait dengan fungsi – fungsi utama supply chain

Bagian Cakupan Kegiatan

Pengembangan Produk Melakukan riset pasar, merancang produk baru, melibatkan supplier, dalam perancangan produk baru

Pengadaan Memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara hubungan dengan supplier.

Perencanaan dan Pengendalian

Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan


(29)

Pengiriman atau Distribusi

Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat distribusi

(Pujawan,I Nyoman 2005),

Kelima klasifikasi tersebut biasanya tercemin dalam bentuk pembagian departemen atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian tersebut sering dinamakan functional division karena mereka dikelompokkan sesuai dengan fungsinya. Umunya sebuah perusahaan manufaktur akan memiliki bagian pengembangan produk, bagian pembelian atau bagian pengadaan (dalam bahasa Inggrisnya bisa disebut purchasing, procurement, atau supply function), bagian produksi, bagian perencanaan produksi (sering dinamakan bagian production planning and inventory control, PPIC), dan bagian-bagian pengiriman atau distribusi barang jadi.

2.5. Pengertian Fleksibilitas

Fleksibilitas dapat dipertimbangkan sebagai sebuah faktor yang menentukan dari persaingan dalam peningkatan pesaing di pasar. Fleksibilitas sendiri berhubungan dengan mesin, proses, aliran bahan baku, tipe, pekerja, dan semua digabung menjadi sebuah sistem manufaktur dan sistem produksi. Fleksibilitas disini akan dijelaskan tentang sistem fleksibilitas menufaktur dan sistem fleksibilitas Supply Chain.


(30)

Fleksibilitas di titik beratkan pada kemampuan mengalokasikan fluktuasi yang terjadi pada komponen-komponen dari Supply Chain yaitu : supplier, distributor dan konsumen. Fleksibilitas perusahaan menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam menghadapi persaingan, karena dengan fleksibilitas diharapkan customer satisfaction dapat tercapai. Namun saat ini masih banyak perusahaan yang hanya menilai level fleksibilitas dalam konteks sistem produksi sehingga perlu adanya penilaian fleksibilitas dalam konteks supply chain. Dalam konteks supply chain, tidak hanya memperhatikan faktor internal tetapi juga faktor eksternal mulai dari supplier sampai retailer. Untuk mencapai fleksibilitas yang tinggi, keseluruhan channel harus saling mendukung.

(Sumber :Penelitian Anton 2010 “Universitas Pembangunan Nasional Surabaya”)

2.6. Sistem Fleksibilitas Manufaktur

Pengertian Fleksibilitas pada Fleksibilitas manufaktur disini adalah kemampuan untuk memproses bermacam-macam benda dengan bentuk yamg berbeda-beda dan pada Sistem kerja yang berbeda-beda pula, Fleksibilitas juga berarti kemampuan untuk mengubah bentuk benda produksi sesuai dengan permintaan yang datang ( Groover 2000 ), Sedangkan menurut Zhang ( 2003 ) Fleksibilitas didefinisikan sebagai kemampuan Organisasi untuk memenuhi setiap peningkatan Varietas dari ekspektasi yang dipunyai oleh konsumennya tanpa menimbulkan pengurangan pada cost, waktu, dan perubahan pada organisasi, sedangkan fleksibilitas manufaktur di definisikan sebagai kemampuan dari organisasi untuk memanage sumber daya produksi dan ketidakpastian yang ada untuk menemukan berbagai permintaan dari konsumennya, fleksibilitas


(31)

manufaktur sering kali diidentikkan dengan sistem fleksibel mesin (fleksible machine system ).

Menurut Groover (2000) sebuah sistem manufaktur baru dapat dikatakan Fleksibel jika :

1. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasikan dan memisahkan proses produksi yang mempunyai ciri yang berbeda ataupun benda yang berbeda berdasarkan sistem.

2. Mampu dengan cepat mengubah instruksi operasi. 3. Mampu dengan cepat mengubah set up.

Sebenarnya Fleksibilitas dapat diterapkan baik itu pada sistem manual maupun pada sistem otomatis. Pada sistem manual, karena sebagian besar operasi dikerjakan oleh tenaga kerja manusia maka pekerjaannyalah yang memungkinkan untuk difleksibilitaskan.

Agar bisa dikualifikasikan sebagai fleksibel, sebuah sistem manufaktur harus memenuhi beberapa kriteria. Berikut ini akan disebutkan beberapa tes yang dapat digunakan untuk menguji suatu Fleksibilitas dari sebuah sistem manufaktur otomatis.

1. Menguji bervariasi produk

Pada tes ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur dapat memproses produk dengan jenis yang berbeda-beda yang tidak berada pada sekumpulan model.

Tipe fleksibilitas yang dihasilkan disini adalah : Machine Fleksibility, Production Fleksibility.


(32)

2. Menguji perubahan jadwal

Pada tes ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur siap menerima perubahan pada jadwal produksi dan merubah kuantitas benda atau produksi.

Tipe Fleksibilitas yang dihasilkan disini adalah : Mix Fleksibilitas, Volume Fleksibilitas, Expansion.

3. Menguji perbaikan kerusakan

Pada test ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur mampu merecover peralatan-peralatan yang tidak berfungsi dengan baik dan membreak down nya, sehingga produksi secara umum tidak terganggu.

Tipe fleksibilitas yang dihasilkan disini adalah : Routing Fleksibilitas

4. Menguji produk baru

Pada test ini akan dilakukan pengujian apakah sistem manufaktur dapat mengidentifikasikan produk yang mempunyai desain yang baru yang belum ada sebelumnya kedalam produk yang telah ada dilantai produksi dengan baik, tipe fleksibilitas yang telah ada di lantai dengan baik, Tipe fleksibilitas yang dihasilkan disini adalah : Product Fleksibility.

Terhadap beberapa tipe fleksibilitas manufacturing, suarez et al (1996) dan Beamon (1999) membagi menjadi Aframe work yaitu : Mix Fleksibilitas, di bawah ini akan disebutkan beberapa tipe fleksibilitas, dan definisi dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.


(33)

2.7. Tipe Fleksibilitas Manufakturing

Tabel 2.2 Tipe Fleksibilitas Manufakturing

Tipe Fleksibilitas Definisi Fleksibilitas

Manufakturing

Kemampuan organisasi untuk mengatur sumber produksi dan ketidakpastian untuk memenuhi pesanan pelanggan Fleksibilitas Mesin Kemampuan untuk melakukan operasi yang berbeda

secara ekonomis dan efektif Fleksibilitas Tenaga

Kerja

Kemampuan untuk melakukan tugas dengan ekonomis dan efektif

Fleksibilitas Penanganan Material

Kemampuan untuk mengatur berbagai pengolahan material secara ekonomis dan efektif

Fleksibilitas Routing Kemampuan untuk memproses berbagai tipe rute dengan ekonomis dan efektif

Fleksibilitas Volume

Kemampuan untuk mengakomodasikan produksi part yang tinggi dan merendahkan kuantitas total pada

produksi, memberikan invers tatap pada sistem.

leksibilitas Campuran

Kemampuan untuk mengubah campuran produk dimana pada saat yang sama sehingga menangani kualitas produk

secara keseluruhan, sehingga produk part yang sama hanya berbeda pada proporsinya saja.


(34)

Volume 

 

       

1 2 or 3 4 or more Number of (Groover, P. Mikell 2001)

Gambar 2.1 3 level dari Fleksibilitas

Gambar 2.2 Kategori fleksibilitas sel dan sistem (Groover, P. Mikell 2001)

Fleksibilitas Manufakturing

Machine Fleksibility  Labor Fleksibility 

Fleksibilitas 

Manufakturing Capability 

Volume Fleksibility Costumer  satisfaction

H1a

H1b

H2a 

H2b 

Single 

Machine Cell 

Fleksibilitas  Manufacturing 

Fleksibilitas  Manufacturing  


(35)

Gambar tersebut menggambarkan hubungan antara fleksibilitas manufaktur dangan customer satisfaction.

Keterangan :

H1a :Hipotesis Ia , Fleksibilitas manufacturing Competence mempunyai dampak positif secara signifikan terhadap volume fleksibility.

H1b : Hipotesis 1b fleksibilitas manufacturing Competence mempunyai dampak positif secara signifikan terhadap mix fleksibility.

H2a :Hipotesis 2a, Volume fleksibility mempunyai dampak positif terhadap costumer satisfaction.

H2b : Hipotesis 2b mix fleksibility mempunyai dampak positif tehadap costumer satisfaction.

Keuntungan dari fleksibilitas manufaktur (Groover 2000) : a. Menambah Utilisasi mesin

b. Berkurangnya mesin yang membutuhkan perbaikan. c. Mengurangi kebutuhan Factory floor space.

d. Lebih mudah untuk melakukan perubahan, e. Mengurangi kebutuhan inventory

f. Mengurangi lead time manufacturing.

g. Mengurangi kebutuhan tenaga kerja langsung dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja.


(36)

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa fleksibilitas tidak hanya tersusun dari single variable, namun merupakan suatu multi-dimensi banyak teori yang menyatakan dimensi-dimensi (type) apa saja yang menyusun fleksibilitas manufaktur seperti dikutip oleh Duclos, yaitu teori Browne Dubois, et al (1984) membagi fleksibilitas manufaktur menjadi 8 dimensi, Sethi dan Sethi (1990) 11 dimensi, Vokurka dan O’leary-kelly (2000) 15 dimensi, dan masih banyak lagi. Menurut Tsourveloudis dan Phillpis (2000), terdapat 9 dimensi atau type, yaitu : 1. Fleksibilitas Mesin

Merupakan kemampuan membuat perubahan diantara operasi-operasi yang memproduksi beberapa produk diukur dari jumlah operasi dan waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu operasi ke operasi yang lain.

Parameter yang digunakan : a. Setup atau chargeover time

Yaitu berhubungan dengan variasi persiapan seperti peralatan, positioning part dan release, perubahan software dan lain-lain.

b. Versatility

Yaitu variasi operasi yng mampu dilakukan untuk mesin

c. Adjustability

Yaitu berhubungan dengan ukuran ruang kerja dan dimensi yang dapat ditangani mesin.


(37)

2. Fleksibilitas Routing

Merupakan kemampuan sistem untuk memproduksi part dengan menggunakan beberapa alternatif rute dan dibagi menjadi beberapa rute professional, dan mesin cadangan untuk mengatasi terjadinya breakdown. Parameter yang digunakan :

a. Operation Commonality

Merupakan jumlah operasi yang mampu dilakukan oleh sekelompok mesin secara bersamaan untuk memproduksi satu set part.

b. Substitutability

Merupakan kemampuan sistem untuk mengatur kembali rute dan schedule secara efektif pada saat terjadi kegagalan.

3. Fleksibilitas Material Handling System

Merupakan kemampuan sistem transportasi untuk memindah beberapa jenis part dari suatu tempat ke tempat lain secara efisien.

Parameter yang digunakan :

a. Faktor Rerouting

Kemampuan material handling yang mengubah jalur perpindahan secara otomatis atau hanya dengan sedikit setup delay dan biaya.

b. Variasi Lead

Batasan yang dimiliki oleh MHS mulai dari volume dimensi dan berat untuk dapat memindahkan bawaannya yang ada, seperti work places, tools, jugs, fixlures dan lain-lain


(38)

4. Fleksibilitas Produk

Merupakan kemampuan dalam mengubah part ini dalam rangka produksi baru secara kwantitatif dapat diukur melalui waktu dan cost yang diperlukan untuk setiap perubahan yang terjadi.

Parameter yang digunakan : a. Variasi Part

Jumlah produk baru pada sistem manufaktur yang mampu diproduksi tanpa adanya tambahan investor namun cukup dengan menggunakan mesin yang telah ada saat ini.

b. Chargeover Part

Menggambarkan kemampuan untuk menampung variasi yang menjadi tuntutan pasar.

c. Part Commonality

Namun merupakan jumlah part yang sama, diassembly untuk menghasilkan produk final. Hal ini juga menunjukkan kamampuan untuk membuat produk baru dengan cepat dan ekonomis, dan juga mengindikasikan perbedaan antara dua part.

5. Fleksibilitas Operasi

Merupakan kemudahan mengubah urutan operasi dari proses produksi. Dapat diukur dengan mengatur jumlah urutan proses yang berbeda yang dapat dilakukan.Parameter yang digunakan adalah : Jumlah urutan produksi

6. Fleksibilitas Proses


(39)

Parameter yang digunakan : a. Set Tipe Part

b. Setup Cost 7. Fleksibilitas Volume

Merupakan kemampuan sistem untuk mengubah volume produksi dan tetap mampu beroperasi untuk mencapai keuntungan.

Parameter yang digunakan adalah Range Volume

8. Fleksibilitas Ekspansi

Merupakan kemampuan sistem disusun dalam bentuk model-model dan melakukan perluasan.

Parameter yang digunakan :

a. Modularity Index

Merepresentasikan kemudahan dalam menambah mesin-mesin pada sistem produksi tanpa melakukan effort dan perubahan yang signifikan.

b. Kemampuan Ekspansi

Kemampuan untuk menambah kapasitas tanpa harus membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar.

9. Fleksibilitas Labour

Merupakan kemudahan untuk menempatkan personel pada suatu departemen yang dapat dicapai dengan adanya multi-trained off, sehingga mampu melakukan berbagai macam tugas.


(40)

a. Trainning Level b. Job Rotation

2.8. Fleksibilitas Supply Chain

Rantai penyediaan (Supply Chain) terdiri dari berbagai aspek yang secara langsung maupun tak langsung dapat memenuhi permintaan dari pelanggan, Supply Chain tidak terdiri dari manufaktur dan supplier tetapi juga termasuk di dalamnya transportasi, informasi, warehouse, retailer dan pelanggan itu sendiri.

Pengukuran fleksibiltas Supply Chain ini sangat diperlukan untuk mengetahui seberapa fleksibel suatu Supply Chain terhadap perubahan-perubahan dan fluktuasi-fluktuasi yang mungkin akan dihadapi. Menurut Beamon (1999) Supply Chain adalah sebuah proses yang terintegrasi dimana didalamnya bahan baku dikenai proses manufaktur untuk dijadikan produk akhir, kemudian dikirimkan kepada konsumen (baik itu melalui distribusi, retail, ataupun keduanya). Berikut ini adalah contoh rangkaian supply chain oleh Beamon.


(41)

 

Supply Manufacturing Distribution Customer

Gambar 2.3 rangkaian Supply Chain (Beamon, B. M. 1999)

Keterangan :

Suppliers

Jaringan bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, di mana mata rantai penyaluran barang akan mulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies, suku cadang, dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan suppliers. Dalam artinya yang murni, ini termasuk juga suppliers’suppliers atau sub-suppliers. Jumlah suppliers bisa banyak atau sedikit, tetapi suppliers’suppliers biasanya berjumlah banyak sekali. Inilah mata rantai pertama.

Manufacture

Rantai pertama dihubungkan dengan ranatai kedua, yaitu manufacture. Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, inventories bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan


(42)

jadi yang berada di pihak suppliers, manufavturer,dan tempat transit merupakan target untuk penghematan ini. Tidak jarang penghematan sebesar 40%-60%, bahkan lebih, dapat diperoleh inventory carrying cost di mata rantai ini. Dengan menggunakan konsep suppliers partnering misalnya, penghematan ini dapat diperoleh.

Distribution

Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer sudah mulai harus disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagaian besar supply chain. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar, dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepad retailers atau pengecer.

Customer

Dari rak-raknya, para pengecer atau retailers ini menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlets adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, mal, club stores, dan sebagainya, pokoknya dimana pembeli akhir melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan bahwa ini merupakan mata rantai yang terakhir, sebetulnya masih ada satu mata rantai lagi, yaitu dari pembeli (yang mendatangi retail outlet tadi) ke real customers atau real user, karena pembeli belum tentu pengguna sesungguhnya. Mata rantai supply


(43)

baru betul-betul berhenti setelah barang yang bersangkutan tiba di pemakai langsung (pemakai yang sebenarnya) barang atau jasa yang dimaksud.

Dari pemahaman inilah berkembang sebuah ide untuk menganalisa tentang Supply Chain lebih jauh termasuk dalam hal ini melakukan pengukuran terhadap Fleksibilitas Supply Chain tersebut.

Penyelesaian tentang Fleksibilitas dalam sistem Manufakturing diatas sangat berhubungan dengan Fleksibilitas yang ada pada Supply Chain hal ini dikarenakan fleksibilitas manufakturing mempunyai peranan yang sangat penting dalam internal perusahaan sedangkan Supply Chain sendiri juga berpengaruh pada internal perusahaan, sehingga pengaruh Fleksibilitas Manufakturing terhadap Fleksibilitas dalam Supply Chain sangat luas dibandingkan dengan Fleksibilitas dalam Internal perusahaan, hal ini tidak lain disebabkan oleh luasnya jaringan dalam Supply Chain itu sendiri. Fleksibilitas Supply Chain dapat digunakan untuk menganalisa terhadap kemampuan system secara keseluruhan untuk menghandel fluktuatif yang bisa terjadi pada volume dan jadwal dari supplier, pabrik dan konsumen yang merupakan rangkaian dari pada Supply Chain itu sendiri.

Fleksibilitas Supply Chain sangat memegang peranan penting dalam keberhasilan Supply Chain itu sendiri, terlebih lagi pada perusahaan yang mempunyai kondisi ketidak pastian yang sangat tinggi.

Fleksibilitas merupakan tanggung jawab setiap elemen yang berada dalam Supply Chain, baik itu internal perusahaan, yakni departemen-departemen yang ada dalam perusahaan maupun eksternal perusahaan mulai dari supplier,


(44)

distributor, retailer termasuk disini pihak yang membantu dalam penyediaan informasi.

Komponen – komponen dari fleksibilitas yang mempengaruhi pada aktivitas dalam Supply Chain, termasuk di dalamnya fleksibilitas untuk memperoleh informasi mengenai permintaan dan selanjutnya digunakan sebagai pertukaran informasi antar organisasi yang ada dalam Supply Chain tersebut. (Beamon, B. M. 1999)

Menurut Garavelli (2003) fleksibilitas dalam suatu Supply Chain sangat kompleks dan terdiri dari multi dimensi konsep dan sangat sulit untuk diringkas. Namun satu hal yang perlu ditekankan pada fleksibilitas dalam suatu Supply Chain haruslah mempunyai kemampuan untuk merespon perubahan yang terjadi baik itu perubahan yang datang dari dalam perusahaan sebaik dengan perubahan yang datang dari luar perusahaan.

Menurut Duklos et al (2001) enam komponen fleksibilitas Supply Chain telah diidentifikasikan berdasarkan fleksibilitas manufacturing yang telah dibahas sebelumnya, yaitu :

1. Production System Fleksibility

Kemampuan untuk menyusun modal dan operasi-operasi untuk melakukan respon dari kecenderungan yang dimiliki oleh konsumen (perubahan produk, volume) pada setiap titik dalam Supply Chain.


(45)

2. Market Fleksibility

Kemampuan untuk dapat melakukan produksi sesuai pesanan dan mampu membangun hubungan dekat dengan konsumen dan melibatkan mereka ( konsumen) dalam design dan melakukan modifikasi produksi baru maupun produksi yang telah ada.

3. Logistik Fleksibility

Kemampuan melakukan perubahan dalam penerimaan dan delivery produksi baik dari pihak supplier maupun konsumen dengan pengeluaran biaya yang seefektif mungkin ( perubahan lokasi konsumen, globalisasi dan penundaan). 4. Supply Fleksibility

Kemampuan untuk mengatasi perubahan permintaan supply, seiring dengan permintaan dari konsumen.

5. Organizazional Fleksibility

Kemampuan untuk menggalang tenaga kerja ahli untuk kebutuhan Supply Chain dalam menentukan permintaan dari konsumen.

6. Information Fleksibility

Kemampuan untuk menyusun struktur system informasi sesuai dengan dinamika perubahan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam rangka untuk memenuhi permintaan dari konsumen.

Penggambaran Fleksibilitas suatu Supply Chain pada dasarnya haruslah meliputi secara keseluruhan dari pada sistem yang ada dalam Supply Chain itu sendiri, yaitu dimulai dari Supplier sampai dengan konsumen, dimensi-dimensi


(46)

fleksibilitas yang ada dalam suatu Supply Chain haruslah mampu mencerminkan seluruh elemen tersebut.

Kemudian model dan karakteristik tersebut dikembangkan oleh Swafort yang menyatakan bahwa dimensi-dimensi fleksibilitas yang lebih umum namun mencakup keseluruhan elemen dalam Supply Chain, dimensi-dimensi itu adalah: Sourcing, produck development, production, delivery.

Sourcing adalah penilaian yang diberikan pada kemampuan yang di miliki dalam hal pengadaan bahan baku dan berkaitan dengan supplier system. Product development merupakan penilaian yang diberikan atas kemampuan yang dimiliki untuk membuat variasi produk dan melakukan perencanaan terhadap adanya produk baru yang disebut juga sebagai produk design. Production adalah penilaian yang diberikan atas kemampuan dari dalam perusahaan, yang pada bagian terdahulu lebih dikenal sebagai Fleksibilitas Manufakturing lebih tepatnya dikenal dengan production system. Delivery merupakan penilaian yang diberikan atas kemampuan untuk hal yang berhubungan langsung dengan konsumen untuk delivery system.

Penjelasan yang lebih lanjut dan untuk memudahkan melakukan penilaian (assessment) terhadap fleksibilitas yang telah disebutkan diatas diuraikan menjadi parameter-parameter yang lebih spesifik, seperti dapat dilihat pada tabel 2.3 yang secara umum dapat dipakai untuk melakukan penilaian terhadap target Fleksibilitas Supply Chain.


(47)

No. Deskripsi 1. Supplier System (SS)

1.1 (SS1)

Perusahaan memiliki lebih dari satu pemasok untuk setiap produk

1.2 (SS2)

Biaya rendah untuk mengalihkan pembelian dari satu pemasok ke yang lainnya

1.3 (SS3)

Sebagian besar pemasok memiliki kemampuan produksi/memasok bermacam-macam tipe produk yang berbeda

1.4 (SS4)

Sebagian besar produk memiliki kapasitas persediaan yang besar

1.5 (SS5)

Sebagian besar pemasok mampu memproduksi produk dalam jumlah yang besar dalam waktu yang relatif singkat

1.6 (SS6)

Dengan biaya setup yang rendah, sebagian besar pemasok mampu memproduksi dalam jumlah yang kecil

1.7 (SS7)

Memiliki bermacam-macam model transportasi untuk pengiriman produk ke pemasok

1.8 (SS8)

Jumlah pesanan kecil maupun jumlah pesanan banyak selalu ada

1.9 (SS9)

Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari pemasok ke perusahaan

1.10 (SS10)

Pemasok mampu mengirim permintaan yang mendesak dengan lebih cepat dan biaya murah

2. Product Design (PD) 2.1

(PD1)

Ketika produksi menurun, sebagian pekerja bisa difungsikan di divisi lain

2.2 (PD2)

Dengan biaya rendah, outsourcing kegiatan pengembangan produk dapat dilakukan


(48)

2.3 (PD3)

Tim pengembangan produk memiliki kemampuan mengembangkan beragam produk dengan tipe dan spesifikasi yang berbeda

2.4 (PD4)

Memiliki software dan sumber daya lain untuk mempermudah membuat, memodifikasi, dan mensimulasi desain

2.5 (PD5)

Ketika desain produk melibatkan tim yang jauh lebih besar, ada jaringan untuk mempermudah berkomunikasi, tentang ide, desain dokumen, dsb

2.6 (PD6)

Tim mampu menghasilkan desain yang berbeda dalam jumlah besar

2.7 (PD7)

Ketika desain baru membutuhkan material baru, mudah untuk mendapatkan konfirmasi kemampuan pemasok untuk memasok material baru

3. Production System (PS) 3.1

(PS1)

Ada beragam fasilitas produksi yang terletak di lokasi yang berbeda

3.2 (PS2)

Memiliki kapasitas produksi yang besar sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen yang tinggi

3.3 (PS3)

Ketika total permintaan tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas/kemampuan gudang, mudah untuk melakukan outsourcing

3.4 (PS4)

Fluktuasi dalam permintaan dapat diatasi dengan kerja lembur

3.5 (PS5)

Sebagian besar pekerja adalah multi-terampil, sehingga mereka dapat mudah beralih dari satu pekerjaan/tugas lain

3.6 (PS6)

Mesin adalah serbaguna sehingga dapat mengolah tugas/pekerjaan yang berbeda

3.7 (PS7)

Mampu mengakomodasi sampai batas waktu tertentu bila ada perubahan dari konsumen

3.8 (PS8)

Waktu setup untuk sebagian besar mesin rendah, sehingga untuk ukuran golongan rendah diproses secara ekonomis

3.9 (PS9)


(49)

3.10 (PS10)

Sistem perencanaan produksi mampu merubah jadwal produksi yang sudah ada

3.11 (PS11)

Biaya merubah jadwal produksi rendah, sehingga perubahan jadwal dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat

4. Delivery System (DS) 4.1

(DS1)

Memiliki model transportasi yang berbeda untuk pengiriman produk ke pelanggan

4.2 (DS2)

Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari perusahaan ke pelanggan

4.3 (DS3)

Jumlah pengiriman sangat kecil, sehingga pengiriman pemesanan ke pelanggan dapat dipenuhi

4.4 (DS4)

Dapat melakukan pengiriman walaupun dalam jumlah yang kecil

4.5 (DS5)

Jika ada permintaan mendadak, perusahaan dapat mengirimkan produk dengan memilih model transportasi yang lebih cepat

4.6 (DS6)

Dapat mengirimkan pesanan ke pelanggan lebih dari satu gudang atau pabrik, berguna untuk memuaskan pelanggan

4.7 (DS7)

Perusahaan merancang jadwal pengiriman lebih awal, sehingga pelanggan dapat mengubah jumlah, tipe, dan/atau tanggal jatuh tempo pengiriman dalam periode yang singkat

4.8 (DS8)

Biaya rendah untuk merubah jumlah, tipe dan/atau tanggal pengiriman

 


(50)

Tingkat fleksibilitas untuk tiap Supply Chain belum tentu sama hal ini disebabkan pengaruh oleh tingkat ketidak pastian demand yang dialami tiap supply chain, semakin tinggi tingkat ketidakpastian, maka Supply Chain harus semakin Fleksibel, seperti ditunjukkan oleh gambar 2.4 berikut :

Low demand Somewhat Somewhat high demand

Uncertainty demand demand uncertainty

certainty uncertainty

1 2 3 4

Semakin Fleksibel

Gambar 2.4 Tingkat fleksibilitas Supply Chain

(Pujawan, I Nyoman 2002)

Keterangan :

1. Low demand uncertainty

Level dimana suatu Supply Chain perusahaan mengalami permintaan yang rendah dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi.

2. Somewhat demand certainty

Level dimana suatu Supply Chain perusahaan mengalami permintaan yang sedang dengan tingkat kepastian tinggi.


(51)

3. Somewhat demand uncertainty

Level dimana suatu Supply Chain perusahaan mengalami permintaan yang sedang dengan tingkat ketidak pastian tinggi.

4. High demand uncertainty

Level dimana suatu Supply Chain perusahaan mengalami permintaan yang tinggi dengan tingkat ketidak pastian yang tinggi pula.

2.9. Tingkat kebutuhan Fleksibilitas berdasarkan Demand

Perbedaan tingkat fleksibilitas pada Supply Chain berarti terjadi perbedaan pada parameter-parameter fleksibilitas yang dijadikan acuan, tidak semua parameter fleksibilitas yang disebutkan atas cocok untuk semua supply chain itu sendiri, pada suatu supply chain suatu parameter bisa jadi merupakan suatu faktor yang penting, namun pada model supply chain yang lain faktor tersebut, dianggap tidak terlalu penting.

Menurut Beamon (1999) keuntungan dari fleksibilitas Supply chain adalah :

a. Mereduksi jumlah backorder yang ada. b. Mereduksi jumlah lost sales.

c. Mereduksi jumlah order yang terlambat. d. Menambah kepuasan konsumen.

e. Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi variasi demand, misalkan Faktor musiman.

f. Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi berkurangnya performasi mesin (machine breakdown).


(52)

g. Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi berkurangnya performansi dari supplier.

h. Memudahkan untuk merespon dan mengakomodasi berkurangnya performasi pengiriman.

i. Memudahkan untuk merespondan mengakomodasi produk baru, pasar baru dan pesaing baru

2.10. Kuadran Pengukuran Fleksibilitas Supply Chain

Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan analisa terhadap fleksibilitas suatu supply chain adalah melakukan penilaian atau assessment mengenai seberapa fleksibel suatu supply chain untuk memenuhi kebutuhan pasar mengingat kebutuhan pasar yang sangat bersifat fluktuatif. Parameter-parameter fleksibilitas supply chain lah yang digunakan ketika melakukan penilaian ini dengan sebelumnya menyesuaikan parameter-parameter mana sesuai dengan kondisi perusahaan yang sedang diukur fleksibilitas supply chain yang dimilkinya menurut Pujawan (2002) yang dikutip oleh Eunike (2002), identifikasi kondisi fleksibilitas supply chain dapat digambarkan dalam kuadaran fleksibilitas sebagai berikut :


(53)

Gambar 2.5 Kuadran fleksibilitas Supply Chain.

(Sumber : Pujawan (2002))

Kondisi I dan III adalah keadaan yang menunjukkan keadaan seimbang, yakni antara kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki dan fleksibilitas sebanding, kebutuhan yang tinggi akan mampu memenuhi (I) dan walaupun fleksibilitasnya rendah, hal ini tidak menjadi masalah karena kebutuhan akan fleksibilitasnya juga rendah.

Kondisi II dan IV menggambarkan keadaan yang bermasalah dan memerlukan penanganan. Kondisi II dapat terjadi pada saat kebutuhan akan fleksibilitas rendah namun kemampuan akan fleksibilitasnya tinggi, hal inilah yang dinamakan Overdesign. Overdesign dapat mengakibatkan terjadinya ketidak efisien dalam perusahaan dan akan memyebabkan pula banyaknya cost yang akan terbuang secara sia-sia.

II 

Unmatched condition  Over design system 

Matched condition   

 

Unmatched condition  Fleksibility is too low  IV 

Low matched   Condition  III 


(54)

Kondisi IV merupakan kebalikan daripada kondisi II, pada kondisi IV ini yang terjadi ketidakmampuan perusahaan untuk memenuhi tuntutan akan tingkat fleksibilitas yang tinggi. Ketidakmampuan ini akan mengakibatkan terjadinya Nervousness. Nervousness ini akan menyebabkan terjadinya Lost Oppurtunity yaitu kondisi dimana terjadi ketidakmampuan memenuhi permintaan yang ada, dan lama kelamaan kondisi ini dapat mengakibatkan perusahaan tidak akan dapat bersaing dipasar. Selanjutnya dapat diketahui tingkat fleksibilitas Supply Chain sebagai berikut:

Tbk = x100%

Terbobot Kebutuhan

Nilai Total

Terbobot Kemampuan

Nilai Total

2.11. Perhitungan Skor Gap

Penilaian Fleksibilitas suatu Supply Chain berdasarkan perhitungan yang merupakan perbedaan antara penilaian terhadap pasangan pernyataan untuk requirement (kebutuhan) dan kapasitas untuk tiap parameter Fleksibilitas untuk perhitungan ini perlu adanya suatu skala yang digunakan untuk menunjukkan kedua kondisi tersebut, skala yang digunakan untuk menunjukkan kedua kondisi tersebut skala yang digunakan untuk menunjukkan kedua kondisi tersebut yang digunakan disini adalah skala Likert yaitu skala 1 s.d 5.

Definisi dari setiap skala untuk Kebutuhan adalah:

1. Elemen dan fleksibilitas tidak relevan untuk supply chain tersebut dan tidak perlu dipertimbangkan.

2. Elemen dan fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang rendah. 3. Elemen dan fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang sedang.


(55)

4. Elemen dan fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang tinggi.

5. Elemen dan fleksibilitas memiliki tingkat kepentingan yang sangat tinggi. Definisi dari setiap skala untuk Kemampuan adalah :

1. Supply Chain tidak fleksibel untuk elemen fleksibilitas yang bersangkutan. 2. Supply Chain sangat memiliki fleksibel yang rendah untuk elemen fleksibilitas

yang bersangkutan.

3. Supply Chain memiliki fleksibilitas yang sedang untuk elemen fleksibilitas yang bersangkutan.

4. Supply Chain memiliki Fleksibilitas yang tinggi untuk elemen fleksibilitas yang bersangkutan.

5. Supply Chain memiliki Fleksibilitas yang sangat tinggi untuk elemen fleksibilitas yang bersangkutan.

Perhitungan Gap atau skor fleksibilitas untuk setiap pasangan pertanyaan dihitung sebagai berikut :

Fleksibilitas = Nilai Kebutuhan – Nilai Kemampuan

(Sumber : Penelitian Anton 2010 “Universitas Pembangunan Nasional Surabaya”) Jika hasil pengurangan positif, maka menunjukkan bahwa perlu untuk dilakukan perbaikan terhadap elemen fleksibilitas yang bersangkutan, sedangkan bila hasil pengurangannya negatif menunjukkan sebaliknya.


(56)

2.12. Uji Validitas

Untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan kuesioner yang disebar, maka dilakukan uji validitas. Apabila data valid, dilanjutkan dengan pengujian reliabilitas. Apabila data tidak valid maka perlu ditinjau ulang pada penyusunan kuesionernya. Validitas dihitung dengan menggunakan rumus korelasi produk momen :

r = } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 Yi Yi n Xi Xi n Yi Xi XiYi n           Dimana :

r = koefisien korelasi yang di cari

n = jumlah responden

X = skor tiap- tiap variabel

Y = skor total tiap responden

(Santoso, (2001 : 277) di kutip oleh Djunaidi dkk, (2006))

Data bisa dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dibandingkan dengan r tabel.

2.13. Uji Reliabilitas

Untuk menguji ketepatan hasil pengukuran kuesioner dilakukan uji reliabilitas. Suatu tes dikatakan mempunyai taraf kepercayaan jika tes tersebut


(57)

memberikan hasil yang tepat. Cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus ‘alpha’ :

                 

2

1 2

11 ( 1) 1

  b k k

r

Dimana :

r

11 = reliabilitas instrument

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal.

2 b

 = jumlah varians butir

2 1

 = varians total

(Ronny.K (2003 :158) di kutip oleh Djunaidi dkk, (2006))

Besarnya reliabilitas yang paling baik adalah 1 dan yang paling jelek adalah 0. Semakin besar nilai yang diperoleh, maka semakin besar reliable atribut tersebut, apabila perhitungan tidak reliable, maka perlu ditinjau pada penyusunan kuisionernya.

2.14. Analitic Hierarchy Process (AHP)

Pengertian AHP adalah merupakan model pengambilan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty yang merupakan suatu model yang komperhensif dan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kuantitatif dan kualitatif sekaligus.


(58)

Model AHP menggunakan persepsi manusia yang dianggap sebagai input utamanya. AHP menggunakan model hierarkis yang terdiri dari satu tujuan (goal), kriteria (atau beberapa sub criteria) dan alternatif untuk setiap masalah keputusan dalam menentukan penelitian diantara alternatif digunakan skala tertentu agar dapat dihasilkan bobot dari masing-masing alternatif keputusan, skala yang dipakai dalam perbandingan berpasangan terdiri dari 9 angka yaitu:

Tabel 2.4 Skala Perbandingan Berkala Intensitas

kepentingan

Keterangan Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen

mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan. 3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting dari elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong suatu elemen dibandingkan elemen yang lain. 5 Elemen yang satu lebih penting

dari elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sangat mendukung satu


(59)

elemen dibandingkan dengan elemen yang lain.

7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting dari elemen yang lain.

Satu elemen yang kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek.

9 Satu elemen mutlak lebih penting dari pada elemen yang lain.

Bukti yang

mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain dan memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

Intensitas kepentingan

Keterangan Penjelasan

2,4,6,8 . Nilai-nilai antara 2 nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai diberikan bila ada 2 kompromi Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibandingkan

dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya (Saaty, Thomas L,1993)


(60)

Kelebihan AHP

AHP mempunyai banyak keunggulan jika dibandingkan dengan proses pengambilan keputusan yang lainnya antara lain adalah sebagai-berikut :

a. Konsistensi

AHP mempunyai kemampuan untuk melacak konsistensi langsung dari pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

b. Sintesis

AHP mampu menuntun kepada suatu taksiran yang bersifat menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

c. Pengukuran

AHP mempunyai kemampuan untuk memberikan suatu skala yang digunakan untuk mengukur hal yang tidak berwujud dan suatu metode untuk menetapkan prioritas.

d. Kompleksitas

AHP mempunyai kemampuan untuk memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan system untuk memecahkan suatu permasalahan yang kompleks.

e. Kesatuan

AHP mampu memberikan suatu model tunggal yang mudah untuk dimengerti, luwes untuk digunakan pada aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur. f. Saling ketergantungan

AHP mampu menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.


(61)

Salah satu keistimewaan dan keuntungan utama dari AHP yang berbeda dengan model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa keputusan yang dibuat oleh manusia sebagian didasari atas logika dan sebagian yang didasari atas unsur bukan logika seperti perasaan, pengalaman dan intuisi.

Model AHP memiliki pendekatan yang hampir identik dengan model perilaku politis yaitu merupakan model keputusan (individual) dengan menggunakan pendekatan kolektif dari proses pengambilan keputusan, pada dasarnya langkah-langkah dalam melakukan metode AHP adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hierarchy yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, criteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan criteria yang paling bawah.

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau criteria yang setingkat diatasnya, perbandingan dilakukan berdasarkan “judgement” dari pengambil keputusan dengan menilai target kepentingan suatu elemen dibandingkan dengan elemen yang lainnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak n x [ ( n-1 ) / 2 ] buah , dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

5. Menghitung nilai Eigen (Eigen Value) dan menguji konsistensinya,jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi.


(62)

7. Menghitung Vektor Eigen dari setiap matrik perbandingan berpasangan, riil vector eigen merupakan bobot setiap elemen, langkah ini dilakukan untuk mensintesis judgement dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hierarki terendah seperti pencapaian tujuan.

8. Memeriksakan konsistensi hierarki jika nilainya lebih besar dari 10% maka penilaian data Judgement harus diperbaiki.

Untuk mengukur bobot prioritas setiap element dalam matrik perbandingan maka digunakan operasi matematis berdasarkan operasi matrik dan vector yang disebut eigenvektor. Eigenvektor adalah sebuah vector yang apabila dikalikan dengan sebuah bilangan scalar / parameter yang tidak lain adalah eigen value, persamaannya adalah sebagai berikut :

A ww Dimana : w = Eigenvektor  = Eigenvalue

A = Matrik bujur sangkar

Pengukuran konsistensi dalam model AHP dilakukan dalam 2 tahap, yaitu mengukur konsistensi setiap matriks perbandingan dan mengukur konsistensi keseluruhan hierarki suatu matrik, misalnya dengan 3 unsur ( i, j, k ) dan setiap perbandingannya dinyatakan dengan a, akan konsistensi 100% jika memenuhi syarat : aijajk= aik

Pengukuran konsistensi dari suatu matrik itu sendiri didasarkan atas suatu eigen value maksimum dengan eigen value maksimum, inkonsistensi yang


(63)

biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminimumkan. Rumus dari hierarki konsistensi :

CI = ( maks – n ) / ( n – 1) Dimana : maks = Eigen Value

n = ukuran matrik CI = Indek konsistensi

Indek konsistensi tersebut dapat diubah kedalam bentuk rasio konsistensi dengan membaginya dengan suatu Indeks random, indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1-10. yang menunjukkan bahwa semakin besar ukuran matriksnya, makin tinggi tingkat konsistensi yang dihasilkan. . Sumber : Saaty, Thomas L,1993.

Berdasarkan perhitungan saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika judgement numeric diambil secara acak diri skala 1/9, 1/8, …,1, 2,…,9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran yang berbeda, adapun nilai indeks random dapat diperlihatkan pada tabel berikut ini :


(64)

Tabel 2.5 Nilai Random Indeks

(Saaty, Thomas L, 1993)

Nilai Random Indeks

Ukuran Matrik Random Indeks

(inkonsisten)

1,2 0,00 3 0,58 4 0,90 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49 11 1,51 12 1,48 13 1,56 14 1,57 15 1,59


(65)

Perbandingan indeks konsistensi dibandingkan dengan indeks random dapat dituliskan sebagai berikut :

CR = CI / RI

Dimana : CR = rasio konsistensi CI = indeks konsistensi RI = indeks random

Untuk model Analitycal Hierarchy Process, matrik dapat diterima jika rasio konsistensi ( consistency ratio ) ≤

2.15. Program Expert Choice

Untuk memudahkan pengolahan data pada proses analytic hierarcy process maka digunakan software expert choice.

Expert Choice merupakan suatu software yang dipakai untuk melakukan pembobotan berdasarkan metode analytic hierarchy process, dalam penelitian tugas akhir ini pembobotan dilakukan dengan menggunakan expert choice agar proses pembobotan yang dilakukan lebih cepat.

Keuntungan dengan menggunakan software ini adalah :

1. Proses pembobotan dapat dilakukan dengan cepat dari pada dengan proses manual.

2. Nilai dari responden yang tidak konsisten bisa dicari sehingga hanya perlu meminta pertimbangan lagi kepada responden untuk nilai-nilai yang tidak konsisten tadi.


(66)

2.16 Skala Servqual

Konsep Servqual disini digunakan untuk melakukan penelitian terhadap tingkat fleksibilitas Supply Chain dari perusahaan yang diteliti, kemampuan dari Supply Chain perusahaan untuk fleksibilitas diidentikkan dengan persepsi, sedangkan kebutuhan dari Supply Chain perusahaan untuk Fleksibel diidentikkan dengan harapan skala yang digunakan adalah Skala Likert yaitu 1-5. nilai Gap didapatkan dengan mengurangi nilai kebutuhan dengan nilai kemampuan. Gap yang didapatkan akan dikalikan dengan bobot yang berasal dari pengolahan dengan software Expert Choice untuk menentukan prioritas perbaikan Gap terbobot suatu criteria, semakin besar nilai Gap terbobot suatu kriteria, berarti semakin perlu dilakukan perbaikan terhadap kriteria tersebut.

2.17 Pengertian Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri – ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Karena tidak semua cara dan informasi akan diproses dan tidak semua orang atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan menggunakan sampel yang mewakilinya.

Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus dari Taro Yamane yang dikutip oleh Rakhmat (1998:82) sebagai berikut:

1 . 2 

d

N

N n


(67)

Dimana: n=Jumlah sampel

N=Jumlah populasi

d

2 =Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

2.18 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu perlu dijadikan referensi oleh peneliti, seperti pada Tugas Akhir yang berikut ini:

1. Aprillianti, Susan. Penilaian Fleksibilitas Supply Chain (Studi Kasus PT. Philips Ralin Electronics Surabaya), Tugas Akhir Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 2003.

a. Permasalahan : mengenai penilaian fleksibilitas supply chain di PT. Philips Ralin Electronics dengan menggunakan model yang relatif mudah

b. Hasil penelitian :

1. Perlu adanya penilaian terhadap fleksibilitas supply chain agar PT. Philips Ralin Electronics mengetahui level fleksibilitas supply chain perusahaan saat ini

2. Dimensi supply (weight = 0.22) adalah dimensi yang paling tidak fleksibel, sedangkan dimensi delivery (weight = 0.31) paling fleksibel. Oleh karena itu dimensi supply merupakan dimensi yang menjadi prioritas untuk diperbaiki dalam meningkatkan fleksibilitas supply chain.


(1)

4. Sebagian besar pemasok memiliki kemampuan produksi/memasok bermacam-macam tipe produk yang berbeda (SS1) sebesar 87.36% adalah dengan menambah produksi bermacam-macam tipe produk yang berbeda.

5. Memiliki model transportasi yang berbeda untuk pengiriman produk ke pelanggan (DS1) sebesar 87.82% adalah dengan menambah ragam jenis alat angkut yang dimiliki.

6. Jumlah pengiriman sangat kecil, sehingga pengiriman pemesanan ke pelanggan dapat dipenuhi (DS3) sebesar 90.32% adalah memperbanyak lagi pengiriman dalam jumlah kecil ke pelanggan.

7. Dapat mengirimkan pesanan ke pelanggan lebih dari satu gudang atau pabrik, berguna untuk memuaskan pelanggan (DS5) sebesar 92.85% yaitu dengan menambah penerimaan pesanan yang berasal dari berbagai customer.

8. Tim pengembangan produk memiliki kemampuan mengembangkan beragam produk dengan tipe dan spesifikasi yang berbeda (PD1) sebesar 93.67% adalah dengan menghasilkan jenis produk yang memiliki tingkatan kualitas yang baik.

9. Ada alternatif jalan yang ditempuh untuk menghasilkan produk (PS5) sebesar 93.93% adalah dengan cara mencari informasi tentang cara menghasilkan produk yang berkualitas, cepat, dan murah.

10. Pemasok mampu mengirim permintaan yang mendesak dengan lebih cepat dan biaya murah (SS7) sebesar 94.11% adalah dengan cara mempercepat pengiriman yang mendesak dan meminimumkan biaya.


(2)

permintaan perusahaan akan bahan baku yang dibutuhkan baik dalam pesanan kecil maupun banyak harus selalu tersedia.

12. Ketika total permintaan tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas/kemampuan gudang, mudah untuk melakukan outsourcing (PS2) sebesar 94.38% adalah dengan melakukan outsourcing secepat mungkin apabila total permintaan tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas gudang, hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

13. Tim mampu menghasilkan desain yang berbeda dalam jumlah besar (PD4) sebesar 94.44% adalah dengan menghasilkan desain sandal dengan kualitas yang beda tingkatannya.

14. Memiliki software dan sumber daya lain untuk mempermudah membuat, memodifikasi, dan mensimulasi desain (PD2) sebesar 95.41% adalah dengan menggunakan media elektronik misalnya internet, email serta media yang lain yang mampu mendapatkan informasi yang cepat mengenai modifikasi desain dan mempermudah untuk membuatnya.

15. Dengan biaya setup yang rendah, sebagian besar pemasok mampu memproduksi dalam jumlah yang kecil (SS3) sebesar 94.54% adalah dengan meminimumkan biaya setup.

16. Biaya merubah jadwal produksi rendah, sehingga perubahan jadwal dapat diselesaikan dalam waktu yang cepat (PS6) sebesar 95.45% yaitu dengan meminimumkan pengeluaran biaya untuk perubahan jadwal produksi.

17. Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari perusahaan ke pelanggan (DS2) 96.73% adalah perlunya


(3)

peningkatan dalam pengiriman beberapa produk dari perusahaan ke pelanggan.

18. Sebagian besar produk memiliki kapasitas persediaan yang besar (SS2) sebesar 97.18% dengan memilih supplier yang mampu memenuhi semua permintaan perusahaan akan bahan baku yang dibutuhkan dengan memiliki kapasitas persediaan yang besar.

19. Memiliki bermacam-macam model transportasi untuk pengiriman produk ke pemasok (SS4) sebesar 97.43 % adalah dengan menggunakan berbagai macam alat pengangkutan yang disesuaikan dengan bahan baku yang dikirim.

20. Jika ada permintaan mendadak, perusahaan dapat mengirimkan produk dengan memilih model transportasi yang lebih cepat (DS4) sebesar 97.67% adalah dengan menambah model tranportasi yang cepat lebih banyak lagi. 21. Mampu mengakomodasi sampai batas waktu tertentu bila ada perubahan dari

konsumen (PS4) sebesar 97.87% adalah dengan memberikan informasi yang lebih cepat mengenai adanya perubahan dari konsumen akan suatu produk. 22. Sebagian besar pekerja adalah multi-terampil, sehingga mereka dapat mudah

beralih dari satu pekerjaan/tugas lain (PS3) 98.43% adalah menambah jumlah pekerja yang multi-terampil.

23. Secara teknis dan ekonomis mampu mengirim beberapa produk dalam sekali pengiriman dari pemasok ke perusahaan (SS6) sebesar 98.51% dengan memberikan informasi kepada supplier agar mampu memenuhi semua permintaan perusahaan akan bahan baku maupun bahan pembantu yang dibutuhkan dalam hal jumlah dalam sekali pegiriman.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penilitian pengukuran tingkat fleksibilitas supply chain di UD. Azam Jaya, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pengukuran tingkat fleksibilitas supply chain di UD. Azam Jaya secara keseluruhan flesksibel (≥85%), secara berurutan prosentase dari yang terkecil hingga terbesar yang yaitu Delivery System 92.28%, Product Design 92.92%, Production System 93.62%, Supplier System 95.02%,

2. Parameter – parameter 5 besar yang perlu di prioritaskan untuk diperbaiki yang ada di UD. Azam Jaya dilihat dari gap terbobot adalah :

a. Memiliki kapasitas produksi yang besar sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen yang tinggi (PS1) dengan nilai gap terbobot sebesar 0.21.

b. Sebagian besar pemasok memiliki kemampuan produksi/memasok bermacam-macam tipe produk yang berbeda (SS1) dengan nilai gap terbobot sebesar 0.12.

c. Memiliki model transportasi yang berbeda untuk pengiriman produk ke pelanggan (DS1) dengan nilai gap terbobot sebesar 0.14.

d. Perusahaan merancang jadwal pengiriman lebih awal, sehingga pelanggan dapat mengubah jumlah, tipe, dan/atau tanggal jatuh tempo pengiriman dalam periode yang singkat (DS6) dengan nilai gap terbobot sebesar 0.01.


(5)

e. Ketika desain produk melibatkan tim yang jauh lebih besar, ada jaringan untuk mempermudah berkomunikasi, tentang ide, desain dokumen, dsb (PD3) dengan nilai gap terbobot sebesar 0.09.

5.2. Saran

Saran-saran yang dapat diberikan kepada perusahaan adalah :

1. Dari hasil penelitian diatas UD. Azam Jaya diharapkan untuk mengukur tingkat kinerja supply chain perusahaan dapat menggunkan metode fleksibilitas Supply Chain

2. Dari kesemuanya tingkat fleksibilitas UD. Azam Jaya tidak ada yang mencapai tingkat fleksibelitas tertinggi/terbesar (100,00%). Hal ini dikarenakan masih terdapatnya gap dari masing – masing dimensi maupun parameternya, oleh karena itu perlu adanya perbaikan yang dilakukan UD. Azam Jaya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Beamon, B.M., 1999, Measuring Supply Chain Performance, International

Journal of Operation and Production Management, Vol. 19 No. 3 PP 275 – 292.

Pujawan, I Nyoman (2002), “ A Conceptual Framework and Case Study For

Assesing Suppy Chain Flexibility” Proceedings 7th Asia Pacific

Decissions Sciences Conference, Bangkok.

Pujawan, I Nyoman (2005), “Supply Chain Management”, Penerbit Guna Widya, Surabaya

Saaty, T.L., (1993), “Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses

Hirarki Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks”, PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.

Zhang, Q., Vonderembse, M. A., Lim, J. (2003). Manufacturing flexibility ; defining and analyzing relationships among competence, capability, and customer satisfaction, Journal of operations management, 173-191

Indrajit, Richardus, E. dan Richardus Djokopranoto (2002). Konsep Manajemen

Supply Chain : Cara baru memandang mata rantai penyediaan barang, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Groover, M. D. (2000), Automation, Production Systems, and Computer Integrated manufacturing, Prentice-Hall, Upper Sadlle RIVER, New Jersey

Agustina, Eunike (2002). Analisis Terhadap Fleksibilitas Suatu Supply Chain

(Study Kasus PT. Philip Ralin Electronika, Surabaya). Jurusan Teknik

Industri- ITS Surabaya.

Garavelli, A. C. (2003). Flexibility Configurations For the Supply Chain

Management, International Journal of Production Economics.

Hariyono, Anton (2010). Analisis dan Pengukuran Terhadap Fleksibilitas Supply

Chain (Study Kasus PT. Adyabuana). Jurusan Teknik Industri- UPN Surabaya.