Belajar dari Kitab Ayub: menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP).

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BELAJAR DARI KITAB AYUB:
MENEMUKAN MAKNA DIBALIK PENDERITAAN MANUSIA DAN
APLIKASINYA MELALUI KATEKESE PEMBEBASAN MODEL
SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:
Christine Yossy Meinarty
NIM: 081124016


PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013

i

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN

MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PERSEMBAHAN

Sebagai wujud refleksi pribadi,
Saya persembahkan skripsi ini kepada
Seluruh keluarga besar saya, sahabat-sahabat saya, serta semua orang yang
mencari makna-makna penderitaan dalam hidupnya.

Secara istimewa kepada:

Tuhan yang Maha Cinta
Kedua orang tua yang sangat saya cinta: Bpk Sabianus S.Pd., M.Si & Ibu
Erminawati yang selalu mendoakan saya dan membesarkan saya dengan penuh
kasih sayang,
Adik-adik saya: Christian Dwi Fernando & Christy Tri Suhendro yang selalu
menghadirkan keceriaan dalam hidup saya
Teman dekat saya: Edy Pratomo S.Kep yang sabar mendengarkan keluh kesah
saya, dan juga tidak lelah memberikan dukungan kepada saya untuk
menyelesaikan skripsi ini

iv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

MOTTO


Bukan kematian atau penderitaan yang harus ditakuti, melainkan rasa takut pada
penderitaan atau kematian itu sendiri.

Bukan apa yang terjadi pada anda, yang paling penting adalah bagaimana anda
bereaksi terhadap hal itu.
(Epictetus)

“Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku
akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil,
terpujilah nama Tuhan!”
(Ayub 1: 21)

Kemuliaan kita yang terbesar adalah bukan karena tidak pernah jatuh, tapi karena
bangun setiap kali kita jatuh
(Konfucius)

Jika anda mencintai sampai sakit, anda tidak akan menemukan luka lagi, hanya
ada cinta yang lebih. Jika anda tidak bisa memberi makan seratus orang, berilah
makan satu orang saja

(Bunda Theresa)

Kebebasan adalah hak untuk hidup seperti yang kita inginkan
(Epictetus)

v

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRAK
Realitas penderitaan adalah pengalaman yang dekat dengan hidup
manusia. Manusia tidak pernah luput dari penderitaan, karena penderitaan
merupakan hal yang manusiawi dan tidak terelakkan dari pengalaman hidup
manusia. oleh karena itu, manusia selalu mencari dan menemukan cara yang tepat
untuk menanggapinya. Salah satunya adalah dengan cara memaknainya.
Usaha dalam memaknai penderitaan bukan hanya merupakan usaha untuk
menyikapi penderitaan saja, tetapi juga untuk mengasah/mengembangkan
kedewasaan iman kita dalam menanggapi atau menyikapi persoalan-persoalan
yang terjadi dalam hidup kita secara lebih baik. Bertitik tolak dari hal tersebut,
skripsi yang berjudul “BELAJAR DARI KITAB AYUB: MENEMUKAN
MAKNA DIBALIK PENDERITAAN MANUSIA DAN APLIKASINYA

MELALUI KATEKESE PEMBEBASAN MODEL SHARED CHRISTIAN
PRAXIS (SCP)” dapat dimanfaatkan sebagai salah satu usaha manusia sekarang
untuk bersikap dewasa dalam menanggapi permasalahan hidup, baik yang terjadi
pada orang lain maupun diri sendiri, dalam artian manusia dapat membebaskan
diri dari belenggu yang disebabkan oleh pengalaman penderitaan.
Ada tiga permasalahan yang hendak penulis kaji dalam penulisan skripsi
ini. Pertama, bagaimana penderitaan dimaknai dalam Kitab Ayub? Kedua,
bagaimana pengaplikasian makna penderitaan manusia dalam katekese
pembebasan dengan model Shared Christian Praxis (SCP)? Permasalahan ketiga,
bagaimana katekese pembebasan dengan model Shared Christian Praxis dapat
diterapkan dalam konteks actual kita?
Untuk menjawab permasalahan-permasalahan tadi, Kitab Ayub menjadi
sumber utama refleksi ini. Mengapa? Karena Kitab Ayub sangat luas berbicara
tentang tema penderitaan manusia yang hendak kita maknai, dan kita dapat belajar
dari kitab penderitaan tersebut. Untuk memperkaya studi pustaka tersebut,
terutama yang menyangkut Kitab Ayub, penderitaan manusia, dan katekese
pembebasan, usaha tadi dapat menjadi landasan bagi katekese pembebasan
dengan model Shared Christian Praxis (SCP) sebagai tindak lanjut.
Akhirnya, semua usaha dalam memaknai penderitaan dan merumuskan
aplikasinya dalam katekese pembebasan dengan model Shared Christian Praxis

(SCP), dapat dijadikan sebagai salah satu alternative bagi siapa saja yang
memiliki keprihatinan terhadap adanya penderitaan hidup manusia, khususnya
para katekis, pelayan sabda, dan umat kristiani yang tergerak untuk terlibat dalam
membantu sesama untuk membebaskan diri dari belenggu penderitaan, dengan
menemukan makna dibalik. Penulis berharap, semoga skripsi ini dapat menjadi
bahan pertimbangan lebih lanjut dalam usaha untuk mengembangkan kegiatan
katekese, khususnya katekese pembebasan dengan model Shared Christian Praxis
(SCP).

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT
A man is very close with the experience of misery. Since, it is a part of

human being; a man cannot be separated from it. A man even always tries to find
the right way in order to understand the meaning of it.
In the terms of understanding it, a man does not only try to face it but also
attempt to develop the maturity in his faith or strive to solve his problem wisely.
Considering this issue, this thesis, “BELAJAR DARI KITAB AYUB:
MENEMUKAN MAKNA DIBALIK PENDERITAAN MANUSIA DAN
APLIKASINYA MELALUI KATEKESE PEMBEBASAN MODEL SHARED
CHRISTIAN PRAXIS (SCP)” can be used as the guidance or contemplation to
develop the maturity in order to face many problems in oneself or other. In this
case, it is expected that a man can release himself from the shackle of misery.
Three are three problem formulations that the author wants to discuss in
this study. First, how is the misery defined according to the book of Ayub?
Second, how do the application of human misery in the context of liberation
catechesis with a Shared Christian Praxis (SCP) work?, and the third is how can
Shared Christian Praxis (SCP) be applied in the actual context?.
The book of Ayub is the primary source to answer those questions. It is
because the book of Ayub has a wide significance to discuss about human misery
and there are a lot of important explanations about it in this book. Furthermore, to
complete the library studies about human misery, the book of Ayub, and the
liberation catechesis, Shared Christian Praxis (SCP) can be used as the follow-up

step.
As a conclusion, all efforts in understanding the misery and formulating the
application using Shared Christian Praxis (SCP) can be used as an alternative
source for people whom have a concern to understand about the misery. It also
includes catechists, missionaries, and Christian people, who are involved in
helping people releasing them from the shackles of misery and try to find the
meaning behind it. The authors also expects that this thesis can be a good source
in developing the catechesis activity.

ix

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kepada Allah Tritunggal Maha Kudus yang senantiasa
memberkati dan melimpahkan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul: “BELAJAR DARI KITAB AYUB:
MENEMUKAN MAKNA DIBALIK PENDERITAAN MANUSIA DAN
APLIKASINYA MELALUI KATEKESE PEMBEBASAN MODEL SHARED
CHRISTIAN PRAXIS (SCP)” ini. Kisah Ayub memberi gambaran kepada kita
bahwa kesetiaan kepada Allah tidak tergantung pada apa yang diberikan Allah
kepada kita, melainkan hasil pilihan dan keputusan kita secara bebas sebagai
mkhluk yang bebas. Dari kisah Ayub ini, penulis mengajak para pembaca untuk
belajar dari Kitab Ayub, terutama dalam usaha menemukan makna penderitaan
hidupnya.
Skripsi yang difokuskan pada usaha memaknai penderitaan ini, tidak
terlepas dari keprihatinan dan kesadaran penulis akan realitas penderitaan
manusia, baik secara personal maupun komunal, secara langsung atau tidak
langsung penulis alami. Sebagai sumbangan praktis penulis berhubungan dengan
usaha pemaknaan ini, penulis menawarkan katekese pembebasan model Shared
Christian Praxis (SCP), yakni katekese yang bertujuan untuk menimbulkan
kembali kesadaran umat beriman akan perjuangan dan harapan akan kebebasan
dari pengalaman pahit yang membelenggu hidup umat beriman. Selain itu, skripsi
ini ditulis sebagaisalah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
x

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, tentu saja penulis sering mengalami
kesulitan. Atas kesadaran pribadi, penulis merasa bahwa skripsi ini tidak mungkin
terselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pada kesempatan ini dengan penuh syukur, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1.

P. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed., selaku Kaprodi IPPAKUSD yang selalu memberi dukungan dan motivasi kepada penulis, terutama
dalam menyelesaikan skripsi ini.

2.

Dr. C.B. Putranto, SJ, selaku dosen pembimbing akademik yang selalu penuh
perhatian mendengarkan curhat penulis, serta sabar mendampingi, penulis
sejak awal masuk IPPAK sampai pada tahap penyelesaian penulisan skripsi
ini.

3.

P. Dr. A. Hari Kustono, Pr selaku dosen pembimbing utama yang bersedia
meluangkan waktunya, serta penuh perhatian dan tabah dalam membimbing
penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4.

P. Dr. B.A. Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktu, perhatian dan memberikan masukan dan motivasi dalam
menimbulkan gagasan baru dalam penulisan skripsi ini.

5.

Bpk. Drs. L. Bambang Hendarto Y, M.Hum sebagai dosen penguji yang telah
menyediakan waktu dan perhatiannya kepada penulis

6.

Kedua orang tua, serta keluarga besar saya yang selalu mendoakan dan
mendukung saya baik secara moril maupun materil.

7.

Teman dekat saya yang selalu setia memotivasi saya dalam menyelesaikan
skripsi ini
xi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………….………….….

i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………….…….……

ii

HALAMAN PENGESAHAN …………………………….…………….…...

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………….………….………

iv

MOTTO ……………………………………………………………………..

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………….…………….

vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……….…….….……….…

vii

ABSTRAK …………………………………………………………………..

viii

ABSTRACT ………………………………………………………….…….…

ix

KATA PENGANTAR …………………………………………….…….…...

x

DAFTAR ISI ………………………………………………………………...

xiii

DAFTAR SINGKATAN …………………………………….………….…...

xxi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………….…….…….……..

1

B. Rumusan Permasalahan …………………….….………….………....

14

C. Tujuan Penulisan ……………………………………….…….……...

15

D. Manfaat Penulisan ……………………………….……….………….

15

E. Metode Penulisan ………………………………….………………...

16

F. Sistematika Penulisan …………….………….……….……………...

16

BAB II BELAJAR DAN MENGENAL KITAB AYUB
A. Identitas Kitab Ayub ……………….…….……….………………….

18

1. Asal-Usul Kitab Ayub …………………………….…….……….

18

xiii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2. Pengarang Kitab Ayub ……………….….….…….…….………..

19

3. Waktu Penulisan ………………………………….…….…..........

22

B. Struktur Penulisan Kitab Ayub ………….……....……......................

22

1. Prolog ………………………………………….…………………

23

a. Allah di Awal Penderitaan Ayub ……….……..….………….

24

b. Peran Iblis yang Tersembunyi ………………………..….…..

26

1) Musibah yang Pertama ………………….….….………...

26

2) Musibah Kedua ………………………..…………………

28

2. Dialog ……………………………………………………………

29

a. Lingkaran Pertama ……………………....…………………...

29

b. Lingkaran Kedua ………………………………….…….…...

33

c. Lingkaran Ketiga …………………………………..…….…..

34

3. Ellihu Masuk dalam Pembicaraan …….…….…….….….………

34

4. Ayub Ingin Allah Bicara dan Jawaban Dari Allah …......…….….

35

a. Ayub ingin Allah Bicara Padanya ………...…………………

35

b. Teofani: Jawaban Allah ……………………………..……….

36

1) Jawaban Allah yang Pertama …………....….……………

37

2) Jawaban Allah yang Kedua ………………..…….………

38

5. Epilog ………………………………………………….…………

39

C. Gaya Penulisan Kitab Ayub …………….….…….….…….…………

39

1. Sistematika Penulisan Kitab Ayub: Bagian Prosa .…..….…...…..

41

2. Sistematika Penulisan Kitab Ayub: Bagian Puisi ….....……….…

43

D. Sikap Ayub Ketika Menghadapi Penderitaan ….……...……..……....

45

1. Ayub dan Penderitaannya …………....…………………………..

46

xiv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2. Sikap Ayub dalam Penderitaan ……………………...…….…….

46

a. Kepasrahan Ayub …………………………..………………..

47

b. Ayub Mengeluh …………….….…………………………….

47

c. Kekecewaan dan Kemarahan Ayub ………………...….….…

48

d. Tantangan dan Pemberontakan dari Ayub ……….......………

51

e. Tuduhan Ayub kepada Allah …………………………....…...

53

f. Pengharapan Ayub …………………...………………………

53

1) Pengharapan Implisit …………………………..….……..

54

2) Pengharapan Eksplisit ………………..….…….…………

55

BAB III USAHA MEMAKNAI PENDERITAAN MANUSIA MENURUT
PANDANGAN IMAN KRISTIANI, BELAJAR DARI KITAB AYUB
DAN RELEVANSINYA BAGI ORANG KRISTIANI DI ZAMAN
SEKARANG
A. Memahami Penderitaan secara Umum ……………….....…….……..

59

1. Pengertian Penderitaan ………………………………...………...

59

2. Beberapa Contoh Penderitaan Manusia …………………......…...

61

a. Penderitaan karena Diri Sendiri ……………………….....….

61

b. Penderitaan yang Disebabkan Oleh Orang Lain ….….............

63

c. Penderitaan demi Orang Lain dan demi Tugas Perutusan .….

64

d. Penderitaan Karena Penyakit ……………………...…………

65

e. Bencana Alam ………………….………………………….…

66

3. Cara Mengatasi Penderitaan ………………………………....…..

66

a. Penderitaan karena Diri Sendiri ………………………….......

67

b. Penderitaan karena Orang Lain ……………………......…….

67

xv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

c. Penderitaan demi Orang Lain ………………………....……..

67

d. Penderitaan karena Bencana Alam ……………….....……….

68

e. Penderitaan karena Penyakit ………………….....…………...

68

B. Relevansi Penderitaan Ayub bagi Penderitaan Hidup Umat Kristiani di
Zaman Sekarang …………………………………......………………

71

1. Makna Penderitaan Manusia Menurut Pandangan
Iman Kristiani …………………………….…………….………..

71

a. Memahami arti penebusan dan makna penderitaan
Yesus Kristus ………………………………………..………

73

b. Allah mendidik manusia melalui peristiwa penderitaan .. ...…

74

1) Penderitaan mengembangkan kepribadian manusia:
menjadikan manusia rendah hati ………………….....…..

75

2) Ditantang untuk ikut ambil bagian dalam mengatasi
penderitaan: solidaritas ………………………...….……..

76

3) Kedewasaan iman ……………………….….……………

79

2. Makna Penderitaan Ayub ……………..….….…………….…….

80

a. Penderitaan Ayub Bukan Akibat Dosa
Atau Hukuman Dari Allah …………………………...………

83

b. Penderitaan Ayub Membawa Pemahaman Baru
Mengenai Allah Dan Penderitaan Manusia …………..….…..

85

3. Relevansi Penderitaan Ayub Bagi Penderitaan Kita …….…........

88

a. Penderitaan, Dosa, dan Pertobatan ………….…………....….

88

b. Penderitaan, Pengharapan, Perjuangan
Dan Pembebasan ……………………………….…..….…......
xvi

90

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

c. Penderitaan dan Penerimaan Diri Sebagai
Makhluk yang Terbatas …………………………………..….

92

BAB IV APLIKASI PEMAKNAAN PENDERITAAN DALAM KITAB AYUB
DENGAN KATEKESE PEMBEBASAN MODEL SHARED CHRISTIAN
PRAXIS (SCP)
A. Panggilan dan Pergulatan Orang Beriman
dalam Menghadapi Penderitaan …………………………………...…

95

1. Panggilan Manusia …………………………….….……………..

95

a. Manusia sebagai Pribadi ………………....…………………..

98

b. Manusia Mencari Allah ……………………………...………

99

c. Manusia Mencintai Allah dan Mencintai Sesama ….....….….

100

2. Pergulatan Orang Beriman dalam Penderitaan ………...….….….

100

a. Kesadaran ntuk Beriman dan Terlibat Dalam Memperjuangkan
Martabat Manusia yang Menderita …...................................... 103
b. Berani Bersyukur dalam Pengalaman Penderitaan:
Kesetiaan Orang Beriman …………………………..….…..... 105
B. Pokok-Pokok Gagasan Berkatekese bagi Orang Kristiani yang Menderita
Di Zaman Sekarang ……………………....................….….…….…..

106

1. Gagasan dan Sikap yang Diperlukan bagi Katekis .………......…. 106
a. Memahami Pengalaman Penderitaan Peserta …….....….……

106

b. Memahami Tugas Gereja dalam Menanggapi
Penderitaan Manusia ………………….................………….. 107
2. Gagasan dan Sikap yang Perlu Ditumbuhkan dalam Diri Peserta

xvii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

a. Menyadari Diri sebagai Makhluk yang Terbatas dan Dapat Melihat
Wajah Allah Pada Pengalaman Penderitaan …………..….…

108

b. Menerima Penderitaan sebagai Kenyataan Hidup ……….….

109

c. Menyadari Diri sebagai Anggota Gereja ……………………

111

1) Ikut Memperjuangkan Hak-Hak Asasi Manusia ………...

111

2) Setiakawan Melawan Penderitaan Sesama ………............ 111
C. Katekese Pembebasan dengan Model Shared Christian Praxis (SCP)
Sebagai Alternative dalam Menanggapi Penderitaan Orang Kristiani
1. Gambaran Katekese secara Umum …………………….…….….. 113
a. Pengertian Katekese secara Umum ……………......………… 115
b. Isi Katekese ………..…….….…….…………………………. 115
c. Tujuan Katekese ……..............................................................

117

d. Prinsip Katekese …………………………………..…………

118

e. Subjek Katekese ………………………………….………….

120

f. Objek Katekiese ……………….…………………………….

121

g. Fungsi Katekese …………………………………..…………. 121
2. Katekese Pembebasan ……………………………………..…….

122

a. Isi Katekese Pembebasan .…………………………….….….

124

b. Tujuan dan Sasaran Katekese Pembebasan ……..…....…...… 125
c. Dasar-dasar Katekese Pembebasan …………………...….….

126

1) Dasar Teologi ………………….…………….…..….…...

127

2) Dasar Psikologis …………………………….….….….…

128

3) Dasar Sosiologis …………………………………...….…. 129

xviii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

3. Katekese Pembebasan dengan model Shared Christian Praxis (SCP)
a. Alasan Pemilihan Model Katekese Pembebasan ….….….….

132

b. Tiga Komponen Pokok……………….………….…….…….. 132
1) Praksis .….….………………………….……….………..

132

2) Kristiani ……………….….….….…..….….……….……

132

3) Shared …………………………….…….………………..

133

c. Langkah-langkah Model Shared Christian Praxis (SCP)........

135

1) Langkah I …………………………………………...….... 135
2) Langkah II ……………………………………....……...... 135
3) Langkah III …………………………………………....…. 136
4) Langkah IV ……………………………………..….….…. 136
5) Langkah V ………………………………….…….....……. 137
4. Usulan Program Katekese Pembebasan dan Contoh Persiapan
Katekese Pembebasan
dengan Model Shared Christian Praxis (SCP) ………………….

138

a. Contoh Usulan Program . …..….…….……..…………….…. 140
b. Contoh Persiapan Katekese Pembebasan Model Shared Christian
Praxis (SCP) ………….….……………………………….….

144

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………….……. 158
B. Saran ………………………………………………….….……….….

160

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..… 161
LAMPIRAN …………………………………………………..………….….

xix

163

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci
Semua singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab. Jakarta:
Lembaga Alkitab Indonesia, 1997
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
CT

: Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes
Paulus II tentang Penyelenggaraan Katekese Masa Kini.
16 Oktober 1979

LG

: Lumen Gentium, konstitusi Dogmatis Tentang Gereja, 12
November 1964.

GS

: Gaudium et Spes. Konstitusi Pastoral tentang Gereja
dalam Dunia Moderen, 7 Desember 1965.

KGK

: Katekismus Gereja Katolik

KWI

: Koferensi Waligereja Indonesia

SD

: Salvifici Doloris, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus
II tentang arti

Kristiani dari Penderitaan Manusia, 11

Februari 1984.

C. Singkatan Lain
ARDAS KAS : Arah Dasar Keuskupan Agung Semarang
ay

: ayat
xx

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Ayb

: Ayub

dll

: dan lain-lain

Hal

: Halaman.

KKN

: Korupsi Kolusi dan Nepotisme

PKI

: Partai Komunis Indonesia

PKKI

: Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia

Sbb

: sebagai berikut

SCP

: Shared Christian Praxis

xxi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dunia ini, manusia dihadapkan dengan berbagai macam peristiwa yang
terjadi dalam hidupnya. Peristiwa-peristiwa itu seperti: kesedihan, kesukaran,
kegembiraan, kebahagiaan, kesuksesan, dan kegagalan. Ini merupakan fenomen
kehidupan yang dialami oleh manusia.
Penderitaan merupakan pengalaman yang dekat dengan manusia. Manusia
tidak pernah luput dari penderitaan, karena penderitaan merupakan hal yang
manusiawi dan tidak terelakkan dari pengalaman hidup manusia (Timotheus,
1970: 23). Penderitaan adalah suatu fenomena yang kedudukannya sejajar dengan
peristiwa hidup lainnya, seperti kelahiran, kematian, kegembiraan, sakit dan
sebagainya (Haryanto, 2011 : 334).
Dalam diri manusia ada keharusan untuk mengerti segala hal yang terjadi
sepanjang sejarah hidupnya, termasuk masalah penderitaan yang dialaminya.
Realitas penderitaan yang terjadi pada manusia tidak pernah berhenti
dipertanyakan. Kemampuan manusia untuk berpikir merupakan ciri khasnya yang
paling menonjol (Michael Polanyi, 2001: 15). Tidak mengherankan jika manusia
disebut makhluk yang berpikir atau “animale rationale” (Robini, 1998: 14,18).
Mungkin saja manusia akan berhenti bertanya jika berhenti menjadi manusia.
Dari segala ciptaan yang kelihatan, hanya manusia yang mampu mengenal
dan mencintai ciptaan-Nya (GS 12,3). Manusia diciptaan Allah secitra denganNya. Karena hal inilah, manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan
sesuatu, melainkan seseorang (KGK, 1993: 94). Kenyataan ini, seharusnya

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2

membuat manusia saling menghargai, dan menghormati martabat hidup satu
dengan yang lain. Tetapi pada kenyataannya, di dunia ini masih sering terjadi
permusuhan, pertikaian antar bangsa, suku, agama, dan itu dipelopori oleh satu
orang atau suatu kelompok tertentu. Terkadang tidak jarang orang yang tidak
bersalah ikut jadi korban.
Manusia saling membunuh dan saling menghancurkan. Tentu kita masih
ingat peristiwa pembantaian anggota PKI yang terjadi pada tahun 1965. Peristiwa
ini mengingatkan kita pada sejarah bangsa Indonesia yang tak pernah lekang oleh
peristiwa

tragis,

pertikaian

antarkelompok,

pembalasan

dendam

lama,

pembunuhan, semua ini merupakan perbuatan tanpa penghargaan terhadap pribadi
manusia yang bermartabat. Tidak hanya orang-orang PKI, orang-orang yang tidak
termasuk di dalamnya juga menjadi korban pembantaian orang-orang bringas
(Majalah Tempo, 17 Oktober 2012). Kenyataan hingga saat ini, bangsa Indonesia
masih mengalami penderitaan kolektif, yang juga menimbulkan penderitaan secara
pribadi.
Kita diingatkan kembali pada sejumlah peristiwa mengerikan dalam sejarah
hidup manusia: pembantaian 6 juta orang Yahudi di kamp konsentrasi NAZI,
pembantaian rakyat Timor Leste dalam insiden Santa Cruz tahun 1991, perang
Afganistan dan Irak yang menelan ribuan nyawa manusia, peristiwa tsunami tahun
2004 Aceh dan Nias yang menelan banyak jiwa dan harta benda, gempa bumi
tektonik di Yogyakarta, meletusnya gunung merapi pada tahun 2010 juga menelan
begitu banyak korban (Emanuel Bria, 2007: 9).
Kita sekarang hidup dalam dunia yang tidak aman. Sampai saat ini, masih
banyak ditemukan kasus pembunuhan, ketidakadilan (KKN), pelecehan seksual,
dll. Tidak mengherankan jika zaman sekarang banyak orang masih merasa terjajah

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3

di tanah airnya sendiri. Memang tidak dapat dipungkiri, penderitaan adalah realita
yang sangat dekat dengan manusia, ada hubungan erat diantara keduanya: manusia
dan penderitaan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapa Suci Paus Yohanes Paulus
II, dalam Salvifici Doloris (art. 3) : “…, dalam bentuk yang bagaimanapun,
penderitaan agaknya, dan memang hampir tak terpisahkan dari eksistensi manusia
di dunia ini”. Pernyataan ini semakin menegaskan dan meneguhkan keyakinan
kita, bahwa benar adanya relasi yang erat antara penderitaan sebagai realitas, dan
manusia sebagai entitas (keberadaan) yang terbatas dan tidak dapat diulang (SD
art. 8).
Realitas penderitaan yang terjadi pada manusia, sering terjadi akibat adanya
kejahatan. Kejahatan itu sendiri berasal dari manusia; kurang harmonisnya
hubungan antara manusia dan dunia (Timotheus, 1970: 25). Mengutip pernyataan
dari Bapa Suci Yohanes Paulus II mengenai kejahatan:“Dapat dikatakan bahwa
manusia menderita bilamana ia mengalami tindakan kejahatan dalam bentuk
apapun” (SD art. 7). Kejahatan tersebut dapat berupa ketidakadilan, yang termasuk
di dalamnya ada unsur; keserakahan, kekuasaan, penindasan, kekerasan dan
kemiskinan. Tindakan kejahatan menimpa kaum lemah. Kenyataan yang terjadi,
orang kaya menindas yang lemah, orang pintar yang mengatur, orang yang punya
kuasa memonopoli. Namun belum tentu orang yang merasa lebih adalah orang
yang hidup benar dan bahagia. Ini adalah permasalahan yang terjadi antar manusia.
Semua ini terjadi karena kehendak bebas yang dimiliki oleh manusia.
Realita penderitaan di atas membuat kita merasa takut dan cemas barangkali
bencana yang sama akan menimpa kita juga. Kita sungguh berhadapan dengan
pengalaman akan dunia yang absurd. Jika dunia diciptakan oleh Allah Maha
Kuasa, sebagaimana diajarkan dalam pelajaran pendidikan Agama, mengapa Allah

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4

dipahami begitu tidak berkuasa? Jika Allah itu benar-benar ada, dari mana
datangnya penderitaan yang menimpa manusia? Dalam pengalaman buruk dan
sangat mengerikan, masih bermaknakah keyakinan kita bahwa Allah itu sungguh
ada? Kalau memang Allah sungguh ada, mengapa Dia tidak campur tangan dalam
peristiwa penderitaan? Mengapa Dia memilih untuk membiarkan penderitaan ada
di dunia? Apakah Allah tidak sayang pada mahkluk ciptaan-Nya? Atau mungkin
Allah hanya ada dalam dongeng? Kalaupun penderitaan bukan berasal dari Allah,
dan kalau memang benar Allah itu Mahakuasa dan mengasihi manusia, mengapa
Allah membiarkan penderitaan merajalela di dunia? Bukankah seharusnya Allah
melindungi makhluk ciptaan-Nya yang lemah dan kecil? Orang baik berhak
mendapat ganjaran yang setimpal dan orang yang jahat diberi hukuman (Robini,
1998: 34). Apa sesungguhnya yang Allah inginkan atas diri manusia yang
menderita?
Dari fenomen-fenomen singkat di atas, penulis melihat ada persoalan yang
menarik untuk dicari jawabannya, dan ini akan menjadi diskusi yang menarik dan
tidak akan ada habisnya. Manusia adalah makhluk yang selalu mau tahu, dan
bertanya “mengapa” pada segala yang dialaminya. Terutama orang seringkali
bertanya-tanya ketika berhadapan dengan penderitaan, apalagi jika penderitaan
tersebut menimpa orang baik dan jujur. Ketika manusia berhadapan dengan situasi
yang tidak dia kehendaki, ia dapat saja berontak, marah, kecewa, dan frustasi. Kita
yang hanya melihat saja dapat berontak, marah dan kesal, apalagi mereka yang
mengalaminya. Pertanyaan yang muncul: “Di manakah Allah? Di manakah Allah
ketika Merapi Meletus, tsunami Mentawai terjadi, banjir Wasior, dan bencana
lainnya yang merenggut banyak nyawa manusia tak berdosa? Jika memang Allah
Mahabaik dan Mahakuasa, mengapa penderitaan tetap ada di muka bumi?”,

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5

pertanyaan “mengapa” merupakan usaha manusia untuk menemukan jawaban dan
makna dari penderitaan yang menimpanya. Ini adalah reaksi yang manusiawi.
Hingga saat ini masih terdengar manusia mengeluh, menyalahkan Allah atas
masalah yang dialami, kecewa pada kegagalan dan penderitaan yang menimpa
dirinya. Merasa putus asa ketika dihadapkan pada suatu masalah yang berat, dan
bahkan membuat manusia harus mengakhiri hidupnya. Manusia sering bertanyatanya dalam hatinya, apakah ini hukuman atas dosa? Mungkin saya memang
pantas mendapatkan ini?. Semua pertanyaan itu, menggambarkan bahwa Allah
senang memberikan pelajaran dan hukuman setimpal atas dosa-dosa yang
diperbuat manusia, sehingga gambaran Allah yang sesungguhnya yakni Maha
pengasih dan pengampun hampir tidak ada. Lalu bagaimana dengan manusia yang
menderita tanpa melakukan perbuatan dosa? Apakah itu adil? Kredibilitas Allah
mulai dipertanyaan.
Melihat realitas di atas kembali kita perlu memahami bahwa Allah memberi
kebebasan kepada manusia untuk melakukan segala hal di dunia sesuai dengan
kehendak bebasnya. Menciptakan manusia sebagai makhluk yang bebas berarti:
membiarkan kemungkinan bahwa manusia akan salah pilih, dan jatuh dalam dosa
(Timotheus, 1965: 22). Ini bukan berarti Allah dengan sengaja menghendaki
manusia jatuh dalam dosa, namun Allah itu baik, tidak pernah memaksa manusia
untuk mencintai Dia, namun Allah tetap menunggu manusia benar-benar secara
bebas dan sadar mencintai Dia dengan memberikan jawaban iman dan cinta yang
tidak dapat diberikan makhluk lain sebagai penggantinya (KGK, 1993: 94).
Memaknai penderitaan adalah sebuah upaya reflektif yang sudah dilakukan
sejak dahulu kala. Mungkin refleksi tentang penderitaan ini sudah dilakukan sejak

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6

adanya manusia; sekurang-kurangnya sejak manusia menyadari dirinya sebagai
makhluk reflektif; makhluk yang berpikir dan memiliki akal budi.
Dalam menemukan makna penderitaan, penulis mengutip pernyataan dari
Bapa Suci Yohanes Paulus II dalam Salvifici Doloris, bahwa: “…dalam bentuk
yang bagaimanapun penderitaan agaknya dan memang hampir tak terpisahkan dari
eksistensi manusia di dunia ini” ( SD art. 3). Pernyataan ini menegaskan bahwa
ada keterikatan yang kuat antara penderitaan dan hidup manusia. Selama manusia
masih bernafas di dunia ini, maka permasalahan yang menimbulkan penderitaan
akan selalu datang silih berganti.
Kebanyakan orang, pasrah menghadapi penderitaan, tanpa mau berjuang dan
menemukan makna di balik penderitaan, sehingga penderitaan dilihat sebagai
pengalaman yang menakutkan. Pertanyaan reflektif bagi kita, bagaimana kita
menemukan makna dibalik penderitaan?. Sebagai wujud kesadaran sebagai
makhluk reflektif, penulis di sini turut mengambil bagian dalam memaknai
penderitaan manusia zaman sekarang.
Penderitaan merupakan misteri dalam hidup. Penderitaan tidak selalu dapat
dimengerti secara tuntas oleh manusia. Memaknai

penderitaan adalah upaya

manusia menyadari dirinya yang lemah dan tidak berdaya ketika berhadapan
dengan kejadian buruk, menakutkan dan menyakitkan.
Penderitaan manusia adalah realitas yang tidak terelakkan dari dunia ini.
Penderitaan yang dialami manusia hendaknya dimaknai. Iman kitalah yang mampu
memberi makna pada hal tersebut. Pertanyaannya, apakah iman kita sudah mampu
memberikan makna atas semua yang terjadi dalam hidup kita? Atau, kita
membiarkan iman mati dan terkikis oleh kekhawatiran kita? (Haryatno, 2011:
335).

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7

Penderitaan menjadi problema ketuhanan bagi orang-orang yang percaya
bahwa Allah Mahabaik, Mahaadil dan Mahacinta. Mengenai hal ini, apakah kita
akan menyimpulkan bahwa Allah melakukan sesuatu yang salah terhadap segala
yang diciptakan di dunia ini? Di mana keadilan Allah? Apakah maksud Allah
dengan persoalan yang sulit dipahami ini? Apakah iman kita dapat memberi
jawaban atas semua ini (Atkinson, 1996: 31).
Dalam kesadaran sebagai orang beriman, tentunya kita dapat kembali
melihat ke dalam sumber wahyu tertulis kita, Kitab Suci. Mengikuti Bapa Suci
Paus Yohanes Paulus II, yang mengatakan: “Kitab Suci merupakan sebuah buku
yang besar tentang penderitaan” (SD Art 6), Dalam rangka memaknai penderitaan,
akhirnya kita dapat belajar dari sana. Untuk tujuan inilah, maka penulis akhirnya
mengupas sebuah kitab yang secara istimewa mengungkapkan penderitaan yang
dialami oleh manusia. Isi cerita dari kitab ini sangat menarik dan juga inspiratif.
Kitab ini merupakan kitab yang banyak berbicara tentang penderitaan orang benar.
Kitab yang besar berbicara mengenai penderitaan manusia ini adalah Kitab Ayub.
Benarkah Allah itu Mahakasih dan Mahaadil? Kalau memang benar,
mengapa penderitaan masih merajalela di bumi? Mengapa manusia dibiarkan-Nya
saling menindas dan saling membunuh? Tragisnya lagi, tidak semua korban adalah
orang jahat. Di bumi ini masih banyak orang saleh jadi korban penindasan dan
keserakahan sesamanya. Ini sangat memprihatinkan. benarkah Allah itu adil? Tapi
mengapa orang-orang jahat diberi kehidupan yang layak, sementara orang saleh
harus berjuang keras untuk hidupnya. (Stanislaus, 2008: 51-52).
Pandangan tentang ‘menderita karena dosa’ bertumpu pada paham
keyakinan akan ‘keadilan Allah’ dan paham ‘pembalasan di bumi’. kepercayaan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8

akan keadilan Allah bertumpu pada tindakan Allah mengganjar yang baik dan
menghukum yang jahat.
Berpijak pada kepercayaan akan keadilan Allah dan paham pembalasan di
bumi, orang sampai pada kesimpulan bahwa bencana, penyakit, penderitaan dan
segala konsekuensinya adalah hukuman dari dosa. pemikiran ini tertuang dalam
buku-buku kebijaksanaan seperti Amsal (Ams 10-22; 25-29) dan Yesus bin Sirakh.
Fakta bahwa orang-orang baik menderita dan mati dibunuh, memicu refleksi
seseorang untuk mempersoalkan kebenaran ‘paham pembalasan di bumi’. Salah
satunya Kitab Ayub. Kitab ini ingin memaparkan diskusi yang sangat panjang
yang menyajikan argumentasi bahwa paham pembalasan di bumi tidak dapat
dipertahankan lagi.
Penderitaan orang benar adalah tema yang menjadikan Kitab Ayub istimewa
dalam konteks sekarang. Kitab Ayub menghadirkan gagasan baru mengenai ajaran
tradisional yang berbicara bahwa penderitaan adalah akibat dari dosa. Kitab Ayub
mau menunjukan bahwa tidak ada hubungan langsung antara penderitaan dan
dosa. oleh karena itu, penderitaan tidak boleh secara langsung dikaitkan dengan
dosa (Stanislaus, 2008: 55-58).
Segala sesuatu di bumi diciptakan Allah baik adanya, ini jelas menunjukan
bahwa Allah tidak menghendaki sesuatu yang tidak baik, termasuk penderitaan
(Kej 1: 31). Terkadang kitalah yang sulit memahami maksud Allah. Menjadi
pertanyaan; “apakah orang benar mampu menanggapi penderitaan yang
dialaminya secara benar atau tenggelam dalam penderitaan? Apakah penderitaan
merupakan hukuman dari Allah? Mungkin manusia dapat lebih merasakan
kehadiran Allah jika pernah merasakan penderitaan.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9

Orang benar atau orang beriman juga mengalami penderitaan dalam hidup.
Dengan iman yang teguh orang beriman mampu menerima, menggulati dan
memaknai penderitaan. Bagi orang benar memaknai penderitaan berarti dengan
iman membangun relasi dengan Allah. Orang benar menyerahkan hidupnya dalam
bimbingan dan penyelenggaraan Allah dan dengan sikap iman mengupayakan
sikap-sikap positif dalam menghadapi penderitaan. Orang benar akan menemukan
bahwa Allah itu penuh kasih meskipun mengalami penderitaan dalam hidup.
Orang benar memiliki harapan dalam menghadapi penderitaan. Orang benar
mengharapkan Allah yang senantiasa memberi kekuatan. Harapan tersebut
merupakan reaksi orang benar ketika menghadapi penderitaan seperti bencana
alam, kelaparan, kemiskinan, kematian dan sebagainya. Harapan tersebut juga
merupakan ungkapan bahwa orang benar merasa lemah, tak berdaya, kecil
sehingga membutuhkan Allah dalam menghadapi penderitaan.
Dalam Kitab Ayub, yang menjadi permasalahan di dalamnya adalah
mengenai persoalan dan maksud Allah mengapa membiarkan orang baik
menderita. Ayub adalah orang yang saleh dan takut akan Allah. Namun dia
menderita. Mengapa orang benar seperti Ayub harus menderita? Pertanyaan ini
seakan ingin menunjukan adanya ketidakadilan yang dialami oleh manusia.
Penderitaan Ayub disebabkan oleh iblis, dan dilakukannya (iblis) atas izin
dari Allah. Mari kita lihat Ayub 1:6-12, sbb:
6

Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap Tuhan dan diantara
mereka datanglah juga iblis. 7Maka bertanyalah Tuhan kepada iblis: “Dari
mana engkau?” Lalu jawab Iblis kepada Tuhan: “Dari perjalanan
mengelilingi dan menjelajahi bumi.” 8Lalu bertanyalah Tuhan kepada Iblis:
“Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorangpun
di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah
dan menjauhi kejahatan. 9Lalu jawab Iblis kepada Tuhan: “Apakah dengan
tidak mendapatkan apa-apa Ayub takut akan Allah? 10Bukankah Engkau
yang membuat pagar sekeliling dia dan rumahnya serta segala yang

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10

dimilikinya? Apa yang dikerjakannya telah Kauberkati dan apa yang
dimilikinya makin bertambah di negeri itu. 11Tetapi ulurkanlah tanganMu
dan jamahlah segala yang dipunyainya, ia pasti mengutuki Engkau
dihadapan-Mu. 12Maka firman Tuhan kepada Iblis: “Nah, segala yang
dipunyainya ada dalam kuasamu; hanya janganlah engkau mengulurkan
tanganmu terhadap dirinya.
Allah membiarkan Ayub kehilangan segala miliknya, namun Allah tetap
mengasihi Ayub (ay 12). Dari bagian awal kisah Ayub, kita melihat bahwa
penderitaan Ayub bermakna uji coba akan ketulusan, dan bukan hukuman atas
dosa. Sesungguhnya apa maksud dari penderitaan Ayub orang saleh ini?
Dalam kisah digambarkan bahwa Ayub memang membuktikan ketulusan
kepercayaannya. Kepercayaan Ayub akan Allah bukanlah kepercayaan yang
menuntut balasan. Kecurigaan bahwa Ayub percaya kepada Allah karena
kelimpahan yang dimilikinya sebagaimana dinyatakan oleh Iblis di awal kisah (lih.
Ayb 1: 9) terbukti tidak benar. Ayub tetap percaya kepada Allah meskipun segala
kepunyaannya telah sirna. Dengan berseru penuh ketulusan hati Ayub berseru;
“Katanya: “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang
juga aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang
mengambil, terpujilah nama Tuhan! (Ayb 1: 21)”. Bagi Ayub segala yang terjadi
di atas bumi ini, semua adalah kehendak Allah termasuk juga penderitaan yang
menimpa dirinya.
Di akhir kisah digambarkan bahwa karena kesetiaannya itu, Allah
mengembalikan segala milik Ayub, bahkan diberi-Nya lebih daripada apa yang
dimilikinya sebelumnya (lih. Ayb 42: 10-17). Dalam Kitab Ayub, penderitaan
dibicarakan secara dialektik oleh tokoh-tokohnya. Dengan adanya perdebatan atas
penderitaan Ayub itulah maka penggalian makna atasnya menjadi semakin jelas

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11

dan menarik. Karena itulah penulis dapat mengatakan bahwa kitab Ayub adalah
kitab penderitaan.
Secara manusiawi kita pasti berpikir bahwa Tuhan tidak adil jika memberi
hukuman penderitaan kepada orang benar, sedangkan orang-orang yang
melakukan penindasan, melakukan korupsi dan kejahatan lainnya dibiarkan hidup
bahagia. Sebagai manusia biasa wajar saja bila Ayub mengeluh dengan
penderitaan yang ditimpakan Allah kepada dirinya, yang bisa dikatakan orang baik
dan takut akan Allah. Inilah salah satu keluh kesah atau pertanyaan yang keluar
dari mulut Ayub “Mengapa aku tidak mati waktu aku lahir, atau binasa waktu aku
keluar dari kandungan ?”(Ayub 3 : 11). Sungguh memilukan nasib Ayub, seorang
saleh dan patuh pada perintah Allah. Dia harus mengalami penderitaan yang begitu
berat. Sebenarnya apa yang ingin Allah tunjukan kepada manusia terutama melalui
kisah Ayub?
Belajar dari Kitab Ayub, kita dituntut semakin peka untuk lebih peduli dan
bersikap solider terhadap sesama yang menderita. Setidaknya solidaritas tersebut
dapat penulis wujudkan melalui jawaban yang tepat dari pertanyaan mengenai
makna sebuah penderitaan yang terjadi menimpa hidup manusia. Dalam bukunya,
Krispurwana Cahyadi (2011: 3) memaparkan pemikiran dari Paus Yohanes Paulus
II, demikian: “membela martabat dan hak asasi manusia merupakan salah satu
tugas Gereja”, beliau memandang manusia sebagai pribadi berharga dihadapan
Allah dan diciptakan secitra dengan-Nya. Dengan menghargai martabat manusia
kita mewujudkan sikap iman terhadap Allah. Pertanyaannya: “Apakah kita cukup
beriman untuk mewujudkan tugas tersebut?”.
Saat berada di kayu Salib, Yesus pernah mengatakan, “Eloi, Eloi, Lama
Sabakhtani!” yang artinya “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12

Aku?”. Bahkan, Yesus pun merasa Bapa-Nya telah meninggalkan Dia. Apakah
memang demikian? Apakah Allah tidak peduli terhadap manusia yang menderita?
Fenomena di atas menunjukan bahwa orang seringkali tertutup oleh nuansa
penderitaan sehingga tidak ada tempat bagi Allah untuk memperjelas maksudnya,
Allah selalu bertindak sesuai dengan maksud-Nya sendiri (Atkinson, 2002: 55).
Dalam penderitaan-Nya, Yesus tidak diam dan meratapi sengsara-Nya. Ia
memberi contoh bagaimana kita harus bersikap ketika berada dalam penderitaan.
Ungkapan “Eloi, Eloi Lama Sabakhtani” adalah usaha untuk terus-menerus
mencari Allah meski penderitaan dialami begitu berat. Allah yang kita imani
adalah Allah yang dekat, yang mau hadir ketika penderitaan terjadi. Hanya saja
kita tidak menyadarinya. Begitu juga Allah hadir saat Yesus di salib dan wafat,
jika Allah tidak hadir maka Yesus tidak mungkin bangkit (Haryatno, 2011: 335).
Kita tidak boleh melupakan bahwa Allah tetap menyertai umatnya dalam situasi
apapun, terutama dalam pengalaman penderitaan, sebab Allah sendiri juga
mengalami penderitaan yang ditanggung oleh Yesus Kristus Putera-Nya (Robini,
1998: 15).
Penderitaan Yesus adalah demi dan untuk umat yang dikasihi-Nya, demi kita
semua, manusia. Karena itu, kita juga dipanggil untuk menderita bersama Dia,
seperti yang dilakukan oleh Paulus untuk Yesus Kristus yang tertulis dalam Kitab
Suci, II Tim: 10-12 sbb :
Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku,
kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Engkau telah ikut menderita
penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan
Ikonium dan Listra. Semua penganiayaan itu kuderita dan Tuhan telah
melepaskan aku daripada-Nya. Memang setiap orang yang mau hidup
beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13

Sanggupkah kita menderita bersama Kristus seperti yang dilakukan Paulus?
Selama ini kita mempercayai penderitaan adalah ganjaran atas perbuatan dosa,
namun kisah Ayub memberi kita wajah lain dari penderitaan, yaitu penderitaan
tanpa dosa. Itulah sebabnya mengapa kisah Ayub penting untuk memahami arti
dan makna penderitaan orang benar, yaitu karena penderitaan Ayub adalah
penderitaan yang tidak biasa, penderitaan tanpa melakukan perbuatan dosa.
Menurut Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II: “…Penderitaan Ayub adalah
penderitaan dari seseorang yang tidak bersalah; hal itu harus diterima sebagai
suatu misteri, yang tak dapat ditembus oleh manusia secara penuh berdasarkan
akal budinya…” (SD art. 11). Kalau bukan hukuman atas dosa, lantas apa maksud
Allah dibalik penderitaan orang benar? Memang benar bahwa penderitaan
mempunyai suatu makna sebagai hukuman, bila dihubungkan dengan suatu
kesalahan, tapi tidak benarlah bahwa segala penderitaan merupakan akibat dari dan
bentuk dari dosa.
Manusia yang menderita, harus dibebaskan. Gereja harus memerangi
ketidakadilan yang terjadi di dunia, apa yang harus dilakukan oleh Gereja dalam
menanggapi penderitaan sesama? Sejak dahulu sudah diusahakan suatu
pembebasan bagi kaum miskin, namun sampai sekarang belum tuntas juga. Negara
Indonesia ini memang banyak menyimpan sejarah hidup, penderitaan dan
perjuangan manusia. Ada juga manusia yang pasrah pada nasib, dan ada juga yang
terdorong untuk menuntut keadilan. Seperti yang dilakukan oleh Marsinah,
seorang buruh yang memperjuangkan keadilan, namun akhirnya ditemukan tewas
mengenaskan akibat penganiayaan yang dilakukan oleh pihak yang merasa terusik
dengan aksi nekat yang dilakukannya (Majalah Tempo, XXIII. Oktober, 1993).

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14

Menyadari hal di atas, penulis mengupayakan suatu bentuk pendekatan
reflektif kritis guna memberi gambaran baru sebagai usaha untuk membantu orang
benar zaman sekarang menemukan makna dibalik penderitaannya. Selain itu,
beranjak dari situasi di mana seringkali terjadi vonis semena-mena atas
penderitaan orang lain, maka penderitaan harus dimaknai sungguh-sungguh
sehingga dapat menjauhkan kita dari penilaian subjektif yang malah semakin
menambah penderitaan bagi mereka yang mengalaminya. Lalu bagaimana usaha
kita dalam menemukan makna dibalik penderitaan yang menimpa orang benar?
Dan apa yang harus kita lakukan sebagai usaha membantu mereka yang menderita
dapat memaknai penderitaannya?
Beranjak dari latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, akhirnya
dengan penuh kerendahan hati penulis ingin mengajak kita semua belajar bersama
untuk merefleksikan penderitaan yang terjadi di dalam hidup kita khususnya
belajar bersama Kitab Ayub, melalui kacamata iman Kristiani menemukan
bersama makna dibalik penderitaan orang benar serta penerapannya melalui
katekese pembebasan. Maka dari itu, penulis tertarik menulis skripsi ini dengan
judul : BELAJAR DARI KITAB AYUB: MENEMUKAN MAKNA DIBALIK
PENDERITAAN MANUSIA DAN APLIKASINYA MELALUI KATEKESE
PEMBEBASAN MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP)

B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang akan
dibahas dalam karya tulis ini dapat dirumuskan sbb:
1.

Bagaimana penderitaan orang benar dimaknai dalam Kitab Ayub ?

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15

2.

Bagaimana orang benar jaman sekarang memaknai penderitaann yang
diha

Dokumen yang terkait

Belajar dari novel The Devil and Miss Prym: Memaknai Pengorbanan Yesus dan Aplikasinya melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

1 15 149

Upaya meningkatkan semangat persaudaraan siswa-siswa SMA Seminari Santa Maria Immaculata Lalian Atambua Nusa Tenggara Timur, melalui katekese umat model shared Christian Praxis.

0 6 198

Upaya peningkatan pendampingan iman remaja putri di Asrama Dharmawati Sintang Kalimantan Barat dengan katekese model Shared Christian Praxis.

3 22 162

Usaha meningkatkan pelaksananaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

0 1 119

Belajar dari Kitab Ayub menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP)

0 29 183

Upaya meningkatkan pendampingan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, Keuskupan Agung Kupang melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

0 0 138

SKRIPSI BELAJAR DARI MAZMUR 13: MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA MELALUI KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS)

0 1 125

Usaha meningkatkan efektivitas pelayanan para suster Puteri Kasih Indonesia terhadap orang miskin melalui katekese model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 0 170

Katekese model SCP (Shared Christian Praxis) dalam pembinaan iman remaja Katolik di Paroki St. Maria Assumpta Tanjung, Ketapang Kalimantan Barat - USD Repository

0 2 161

Sumbangan katekese umat bagi prodiakon melalui model shared christian praxis di Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah - USD Repository

0 4 178