Usaha meningkatkan pelaksananaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

(1)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul: “USAHA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PEMBINAAN IMAN MANTAN PENDERITA KUSTA DI LINGKUNGAN SITANALA TANGERANG KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP)”. Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang, Keuskupan Agung Jakarta. Menurut pengamatan penulis, pelaksanaan pembinaan iman di lingkungan Sitanala Tangerang ini kurang berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh keterampilan pembina yang kurang kreatif dan menarik sehingga pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala terkesan kaku dan membosankan.

Permasalahan pokok skripsi ini bagaimana meningkatkan pelaksanaan pembinaan mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang agar sungguh-sungguh membantu mereka untuk mengembangkan imannya supaya semakin percaya diri, tidak minder dan tidak putus asa. Menanggapi permasalahan di atas, penulis menggunakan buku-buku dan sumber lain yang relevan serta diperkaya refleksi pribadi. Data mengenai pembinaan iman mantan penderita kusta diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara oleh penulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembinaan iman di lingkungan Sitanala Tangerang perlu ditingkatkan.

Maka, untuk dapat meningkatkan pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang, penulis mengusulkan program pembinaan iman dalam bentuk katekese model Shared Christian Praxis (SCP). Model ini dianggap cocok untuk pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta karena berdasarkan pengalaman hidup pribadi peserta. Dengan demikian, mantan penderita kusta diharapkan terbantu untuk menghayati imannya serta mewujudkan harapan mereka.


(2)

ABSTRACT

This thesis is entitled: " THE EFFORT TO IMPROVE FAITH FORMATION OF FORMER LEPROSY PATIENTS IN SITANALA TANGERANG IN THE ARCHDIOCESE OF JAKARTA THROUGH CATHECESIS MODEL OF SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP)". This title is selected based on the concerns of the author towards the implementation of faith formation to the former leprosys patients in Tangerang Sitanala, Archdiocese of Jakarta. According to the writer's observation, the implementation of faith formation in Tangerang Sitanala environment is not improving. This is due to the skills of the catechist less creative and interesting so that the implementation of faith formation in the former leprosy patients Sitanala seems stiff and boring.

The main problem of this thesis is on how to improve the implementation of the guidance of former leprosy patients in Tangerang Sitanala environment so that it truly helps them to develop their faith in order to be more confident and more anthusiastic. Respond to those problems, the authors use books and other relevant sources as well as personal reflections. Data on the faith formation of former leprosy patients are obtained through direct observation and interviews by the author. The results showed that the implementation of faith formation in Tangerang Sitanala environment needs to be improved.

Thus, in order to improve the implementation of faith formation in the former leprosy patients Sitanala Tangerang, the author proposes a program of faith formation in the form of catechesis models of Shared Christian Praxis (SCP). This model is considered suitable for the implementation of faith formation for former leprosy patients since it is based on personal life experiences of the participants. Thus, the former leprosy patients are expected to live their faith and to realize their hope.


(3)

  USAH MA MELAL Progr HA MENIN ANTAN PEN TANGE LUI KATE Di

ram Studi Il

PR KEKHU FAKUL NGKATKA NDERITA ERANG K EKESE MO iajukan untu Memperole lmu Pendid ROGRAM USUSAN P JURUSA LTAS KEGU UNIVERS i AN PELAK A KUSTA D KEUSKUPA ODEL SHA

S K R I P

uk Memenu eh Gelar Sa dikan Kekhu Oleh Atik Wula NIM: 0911 STUDI ILM PENDIDIKA AN ILMU P URUAN DA SITAS SAN YOGYAKA 2015 KSANAAN DI LINGKU AN AGUNG ARED CHR

P S I

uhi Salah Sa arjana Pendi ususan Pend : andari 24008 MU PENDI AN AGAM PENDIDIK AN ILMU P NATA DHA ARTA 5 PEMBINA UNGAN SI G JAKART RISTIAN PR atu Syarat idikan didikan Aga IDIKAN MA KATOL KAN PENDIDIK ARMA AAN IMAN ITANALA TA

PRAXIS (SC

ama Katolik LIK KAN N CP) k


(4)

SKRIPSI

USAHA

MENINGKATKAN PELAKSANAAN PEMBINAAN

IMAN

I\,LANTAN

PENI}ERITA KUSTA

I}I

LINGKUNGAN

STTANALA

TANGERANG KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA

MELALUI

KATEKESE MODEL

SHARED

CHRISTAN

PRAXIS (SCP)

Oleh:

Atik

Wulandari

MM:

09112408

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

fi

IJA

"411/l

llr

il'

,t


(5)

SKRIPSI

USAIIA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PEMBINAAN

IMAN

MANTAN PENI}ERITA KUSTA DI LINGKUNGAN

STTANALA

TANGERANG KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA

MELALUI

KATEKESE MODEL

SHARED CHRISTTAN PKAXIS (SCP)

Dipersiapkan dan dihrlis oleh:

Atik

Wulandari

NIM:

091124008

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguii

Pada tanggaL A7 Desernber 20i 5 Dan dinyatakan memenuhi syarat

SUSLINAN

PANITIA

PENGUJI

Nama Ketua Sekretaris

Anggota

. Yoseph Kristianto, SFK.,

M.Pd

-...---: 1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed

2. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd 3. P. Banyu

Dewq HS.S.Ag.

M.Si

ill


(6)

iv  

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Mantan Penderita Kusta di Lingkungan Sitanala di Tangerang Keuskupan Agung Jakarta, Orang tua, saudara-saudaraku, teman-teman, para pembimbingku dan


(7)

v  

MOTTO

“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan

memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan”


(8)

PERNYATAAI\ KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis

ini

tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan'daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 07 Desember 2015

Penulis,

dfi,,e'

Atik Wulandari


(9)

LEMBAR PERIIYATAAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH

UNTUK

PERSETUJUAN

KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan

di

bawah ini,

Dharma:

saya mahasiswa Universitas Sanata

Nama

No. Mahasiswa

: Atik Wulandari : 091 124008

Demi

pengembangan

ilmu

pengetahuan,

saya

memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya

ilmiah

saya yang berjudul:

USAHA

MENINGKATKAN

PELAKSANAAN

PBMBINAAN

IMAN

MANTAN

PBNDERITA

KUSTA

DI

LINGKUNGAN

SITANALA

TANGERANG

MELALUI

KATEKESE MODEL

SHARED CHMSTIAN PRAXIS (SCP). Berdasarkan perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan

mempublikasikannya

di

intemet atau media

lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian penyataan ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 07 Desember 2015 akan, Yang r

vll


(10)

viii  

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul: “USAHA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PEMBINAAN IMAN MANTAN PENDERITA KUSTA DI LINGKUNGAN SITANALA TANGERANG KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP)”. Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang, Keuskupan Agung Jakarta. Menurut pengamatan penulis, pelaksanaan pembinaan iman di lingkungan Sitanala Tangerang ini kurang berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan oleh keterampilan pembina yang kurang kreatif dan menarik sehingga pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala terkesan kaku dan membosankan.

Permasalahan pokok skripsi ini bagaimana meningkatkan pelaksanaan pembinaan mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang agar sungguh-sungguh membantu mereka untuk mengembangkan imannya supaya semakin percaya diri, tidak minder dan tidak putus asa. Menanggapi permasalahan di atas, penulis menggunakan buku-buku dan sumber lain yang relevan serta diperkaya refleksi pribadi. Data mengenai pembinaan iman mantan penderita kusta diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara oleh penulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembinaan iman di lingkungan Sitanala Tangerang perlu ditingkatkan.

Maka, untuk dapat meningkatkan pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang, penulis mengusulkan program pembinaan iman dalam bentuk katekese model Shared Christian Praxis (SCP). Model ini dianggap cocok untuk pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta karena berdasarkan pengalaman hidup pribadi peserta. Dengan demikian, mantan penderita kusta diharapkan terbantu untuk menghayati imannya serta mewujudkan harapan mereka.


(11)

ix  

ABSTRACT

This thesis is entitled: " THE EFFORT TO IMPROVE FAITH FORMATION OF FORMER LEPROSY PATIENTS IN SITANALA TANGERANG IN THE ARCHDIOCESE OF JAKARTA THROUGH CATHECESIS MODEL OF SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP)". This title is selected based on the concerns of the author towards the implementation of faith formation to the former leprosys patients in Tangerang Sitanala, Archdiocese of Jakarta. According to the writer's observation, the implementation of faith formation in Tangerang Sitanala environment is not improving. This is due to the skills of the catechist less creative and interesting so that the implementation of faith formation in the former leprosy patients Sitanala seems stiff and boring.

The main problem of this thesis is on how to improve the implementation of the guidance of former leprosy patients in Tangerang Sitanala environment so that it truly helps them to develop their faith in order to be more confident and more anthusiastic. Respond to those problems, the authors use books and other relevant sources as well as personal reflections. Data on the faith formation of former leprosy patients are obtained through direct observation and interviews by the author. The results showed that the implementation of faith formation in Tangerang Sitanala environment needs to be improved.

Thus, in order to improve the implementation of faith formation in the former leprosy patients Sitanala Tangerang, the author proposes a program of faith formation in the form of catechesis models of Shared Christian Praxis (SCP). This model is considered suitable for the implementation of faith formation for former leprosy patients since it is based on personal life experiences of the participants. Thus, the former leprosy patients are expected to live their faith and to realize their hope.


(12)

x  

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa Yang Maha Kasih karena rahmat dan kasih-Nya, skripsi dengan judul USAHAMENINGKATKAN PELAKSANAAN PEMBINAAN IMAN MANTAN PENDERITA KUSTA DI LINGKUNGAN SITANALA TANGERANG KEUSKUPAN AGUNG JAKARTAMELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP) ini dapat terselesaikan dengan baik.

Tujuan penyusunan skripsi ini adalah memberikan sumbangan pemikiran untuk meningkatkan pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis dengan penuh rasa syukur mengucapkan terima kasih kepada:

1. Romo Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed, selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dengan penuh kesabaran, memberikan saran dan kritikan kepada penulis dalam menuangkan gagasan sehingga penulis dapat termotivasi dalam menyelesaikan skripsi; 2. Bapak Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd, selaku dosen pembimbing akademik

dan dosen penguji II yang telah memberikan semangat dan nasehat kepada penulis dalam mempertanggungjawabkan skripsi ini dengan penuh kesabaran; 3. Bapak P. Banyu Dewa, HS.S.Ag. M.Si, selaku dosen penguji III yang selalu


(13)

xi  

4. Semua dosen-dosen IPPAK, yang sudah membantu penulis dalam menuntut ilmu di Sanata Dharma;

5. Ibu Magdalena Pujiwinarti selaku Ketua Lingkungan Sitanala Tangerang yang sudah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian;

6. Para mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala yang sudah memberikan semangat, dan membantu sebagai narasumber sehingga penelitian dapat terselesaikan dengan lancar;

7. Bapak Tugimin dan Ibu Christiana Sulbijah, selaku orang tua penulis yang selalu mendampingi, memberi kasih sayang dan membantu penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar;

8. Kakak-kakak tercinta Yohanes Agus Margono, C. Ari Dewi Perwita Sari, Paulus Dwi Agus Untoro dan Anastasia Ari Widiastutik yang selalu memberikan semangat dan dorongan, juga untuk keponakan-keponakanku Ansella Nichesa, Natanael Cevin dan Beatrice Vania yang selalu menghibur penulis;

9. Mas Martinus Dedik Wibowo, yang tidak henti-hentinya memberikan harapan, motivasi dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini;

10. Teman-teman mahasiswa khususnya angkatan ’09 terima kasih atas canda tawanya dan dukungannya;

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu;

Semoga kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis senantiasa mendapat berkat dan rahmat yang melimpah dari Allah Yang Maha Kuasa.


(14)

Penulis menyadari bahwa skripsi

ini

masih jauh

dari sempurna.

Segala

kritik dan

saran yang membangun derni perbaikan skripsi

ini

akan penulis terima

dengan senang hati. Akhir kata, semoga skripsi

ini

dapat memberikan manfaat dan

berguna bagi siapa saja yang membacanya.

Yogyakarta, 07 Desember 2015

Atik

Wulandari


(15)

xiii  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan masalah ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Manfaat Penulisan ... 5

E. Metode Penulisan ... 5

F. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II. PEMBINAAN IMAN MANTAN PENDERITA KUSTA DEMI MEMULIHKAN RASA PERCAYA DIRI A. Pembinaan Iman pada Umumnya dan Katekese ... 7

1. Pembinaan Iman pada Umumnya ... 7

a. Pengertian Pembinaan ... 7

b. Pengertian Iman ... 8

c. Pembinaan Iman ... 10

2. Katekese ... 10

a. Pengertian Katekese ... 10


(16)

xiv  

c. Ciri-Ciri Katekese ... 14

d. Fungsi Katekese ... 15

e. Isi dan Suasana Katekese ... 16

f. Media dan Sarana Katekese ... 17

g. Model-Model Katekese ... 21

B. Gambaran Umum Penderita Kusta dan Penyakit Kusta ... 23

1. Gambaran Umum Penderita Kusta ... 23

2. Gambaran Penyakit Kusta ... 24

a. Pengertian Kusta ... 24

b. Penyebab Kusta ... 25

c. Penularan Kusta ... 26

d. Tanda dan Gejala Kusta ... 26

e. Klasifikasi Kusta ... 28

C. Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta Demi Memulihkan Rasa Percaya Diri ... 29

1. Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta ... 29

2. Model Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta ... 29

3. Tujuan Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta ... 30

BAB III: PEMBINAAN IMAN MANTAN PENDERITA KUSTA DI LINGKUNGAN SITANALA TANGERANG, KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA A. Gambaran Umum Umat Katolik di Lingkungan Sitanala Tangerang ... 31

1. Gambaran Umum Umat Katolik di Lingkungan Sitanala ... 31

2. Gambaran Umum Komunitas Mantan Penderita Kusta di Lingkungan Sitanala ... 32

3. Gambaran Umum Pembinaan Iman di Lingkungan Sitanala ... 33

B. Penelitian Pembinaan Iman ... 35

1. Latar Belakang ... 35

2. Tujuan Penelitian ... 36

3. Jenis Penelitian ... 36

4. Instrumen Pengumpulan Data ... 36


(17)

xv  

6. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

7. Variabel Penelitian ... 38

C. Laporan Hasil Penelitian Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta di Lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta ... 40

1. Pelaksanaan Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta ... 42

a. Frekuensi Kehadiran Mantan Penderita Kusta dalam Pembinaan Iman di Lingkungan Sitanala ... 42

b. Ketercapaian Tujuan Pembinaan Iman ... 42

c. Relevansi Tujuan dengan Kebutuhan Hidup Peserta ... 43

d. Proses Pelaksanaan Pembinaan Iman di Lingkungan Sitanala . 43 e. Sarana dalam Pembinaan Iman ... 44

f. Metode dalam Pembinaan Iman ... 44

2. Partisipasi Mantan Penderita Kusta dalam Pembinaan Iman ... 45

3. Manfaat Pembinaan Iman Mantan Penderitaan Kusta ... 45

4. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Iman ... 46

a. Faktor-Faktor Pendukung Pelaksanaan Pembinaan Iman di Lingkungan Sitanala ... 46

b. Faktor-Faktor Penghambat Pelaksanaan Pembinaan Iman di Lingkungan Sitanala ... 47

D. Pembahasan Hasil Penelitian Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta di Lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta ... 47

1. Pelaksanaan Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta ... 47

a. Dari Segi Peserta ... 47

b. Dari Segi Tujuan ... 49

c. Dari Segi Relevansi ... 49

d. Dari Segi Proses ... 50

e. Dari Segi Sarana ... 51

f. Dari Segi Metode ... 52

2. Partisipasi Mantan Penderita Kusta dalam Pembinaan Iman ... 53


(18)

xvi  

4. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pembinaan

Iman ... 54

E. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 55

F. Hal-Hal yang Mendukung dan Menghambat Penelitian ... 56

BAB IV: USAHA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PEMBINAAN IMAN MANTAN PENDERITA KUSTA DI LINGKUNGAN SITANALA TANGERANG A. Pokok-Pokok Katekese Shared Christian Praxis (SCP) ... 58

1. Praksis ... 58

2. Refleksi Kritis ... 59

3. Tradisi ... 60

4. Visi ... 61

5. Langkah-Langkah Shared Christian Praxis (SCP) ... 62

a. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual ... 62

b. Langkah II: Refleksi Kritis dan Sharing Pengalaman Hidup Faktual ... 63

c. Langkah III: Mengusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau ... 64

d. Langkah IV: Interpretasi/ Tafsir Dialektis antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi dan Visi Peserta ... 65

e. Langkah V: Keputusan Baru demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia Ini ... 65

B. Alasan Pemilihan Shared Christian Praxis (SCP) sebagai Model Katekese untuk Meningkatkan Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta di Lingkungan Sitanala Tangerang ... 66

C. Usulan Program ... 68

1. Pengertian Program ... 68

2. Tujuan Program ... 69

3. Sasaran Kelompok ... 69

4. Rumusan Tema dan Tujuan ... 69

5. Matriks ... 71


(19)

xvii  

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian ... (1)

Lampiran 2 : Surat Keterangan Tanda Bukti Penelitian ... (2)

Lampiran 3 : Panduan Pertanyaan Wawancara ... (3)

Lampiran 4 : Data Responden ... (4)

Lampiran 5: Transkip Hasil Wawancara ... (7)

Lampiran 6 : Perikop Injil Yohanes 16: 29- 33 ... (17)


(20)

xviii  

DAFTAR SINGKATAN A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan nama-nama Kitab dalam Skripsi ini diambil dari Alkitan terbitan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), IKAPI, Jakarta, Edisi 5, Tahun 2004.

Kis : Kisah Para Rasul Luk : Lukas

Mrk : Markus Yak : Yakobus Yes : Yesaya Yoh : Yohanes

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.

EN :Evangelii Nuntiandi, Anjuran Apostolik Paus Paulus kepada para uskup, imam-imam dan umat beriman seluruh gereja Katolik tentang Pewartaan Injil dalam Dunia Modern, 8 Desember 1975


(21)

xix  

C. Singkatan Lain Art : Artikel

APP : Aksi Puasa Pembangunan bdk. : Bandingkan

BKSN : Bulan Kitab Suci Nasional Depkes : Departemen Kesehatan Dr : Doktor

Kep.Men.Kes : Keputusan Menteri Kesehatan KK : Kepala Keluarga

Prof : Profesor

RL : Responden Laki-Laki RP : Responden Perempuan SCP : Shared Christian Praxis


(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kampung kusta Sitanala merupakan sebuah daerah di Tangerang yang memiliki Rumah Sakit khusus untuk para penderita kusta. Di dalam lingkup Rumah Sakit Sitanala ini ada sebuah bangunan yang bernama Kompleks Serbaguna. Kompleks ini ditempati oleh para mantan penderita kusta yang sudah sembuh berjumlah 16 orang, total penduduk di kompleks ± 2000 jiwa dari 500 Kepala Keluarga. Namun ada 2 orang mantan penderita kusta lagi yang tinggal di lingkungan luar kompleks serbaguna yang bergabung dengan masyarakat umum. Kampung ini terletak di Karangsari, Sewan, Kecamatan Neglasari, Tangerang, Keuskupan Agung Jakarta. Transportasi untuk menuju kompleks ini dapat dijangkau dengan angkutan kota, becak, taksi, dan kendaraan pribadi.

Mata pencaharian mayoritas penduduk di sekitar adalah wirausaha. Para mantan penderita kusta yang sudah sembuh pun juga berpencaharian sebagai wirausaha, bengkel, sopir angkutan umum. Modal untuk usaha mereka dimintakan kepada donatur oleh Ibu Theresia Sri Munarsih yang pernah menjadi perawat di Sitanala sekaligus mantan penderita kusta. Awalnya mereka tidak pernah disapa oleh masyarakat sekitar karena masyarakat takut tertular. Namun sekarang mereka mulai disapa oleh masyarakat dan sebagian mantan penderita kusta dapat bekerja di luar kompleks karena masyarakat melihat mereka sudah sembuh walaupun masih harus tetap mengkonsumsi obat-obatan.


(23)

Dengan adanya kompleks serbaguna ini, mantan penderita kusta dapat menjalani aktivitasnya masing-masing bersama keluarganya. Ketika mantan penderita kusta tersebut sudah dinyatakan sembuh, mereka memutuskan untuk tidak kembali ke tempat asal dan menetap di lingkungan sekitar Rumah Sakit ini dikarenakan merasa malu dengan dampak penyakit kusta yang menyebabkan kecacatan permanen pada tubuh mereka. Sosialisasi dengan masyarakat pun masih kurang karena mereka merasa tidak berarti dan kurang percaya dengan kebaikan Tuhan yang mereka alami selama ini. Sebagian mantan penderita kusta ini malu untuk bergabung bahkan berjabat tangan sekalipun.

Dalam kehidupan sehari-hari mereka mempunyai harapan agar dapat bersosialisasi dengan masyarakat lain seperti pada umumnya tanpa ada yang merasa dijauhi atau dianggap menjijikkan. Selain itu juga dapat mengikuti pembinaan iman di lingkungan. Namun yang terjadi saat ini mereka masih ada yang kurang disapa dan terhambat untuk ikut pembinaan iman di lingkungan karena kondisi mereka yang mengalami cacat (kaki palsu) sehingga untuk berjalan sampai ke tempat pelaksanaan pembinaan iman tidak memungkinkan. Umat lain pun tidak ada yang menjemput maupun mengantar mantan penderita kusta untuk mengikuti pembinaan iman di lingkungan sekitar. Hambatan yang mereka alami sangat bermacam-macam antara lain: kurangnya kesadaran dan sapaan dari masyarakat, faktor keadaan fisik yang tidak memungkinkan untuk mengikuti pembinaan di lingkungan sekitar, kurangnya kepedulian umat terhadap mantan penderita kusta, pembinaan iman tidak diadakan tersendiri di dalam kompleks Sitanala.


(24)

Melihat situasi yang sudah ada bahwa kurang adanya kegiatan pembinaan iman bersama serta kurangnya hubungan sosialisasi dengan masyarakat sekitar, maka sangatlah penting dengan adanya peningkatan pembinaan iman di lingkungan Sitanala. Pembinaan iman ini akan dapat membantu mengembangkan iman mantan penderita kusta.

Maka, pembinaan iman yang ditujukan untuk mantan penderita kusta sangat penting untuk mengetahui lebih jauh tentang apa yang sebenarnya menjadi harapan mereka selama ini. Pendekatan secara pribadi juga penting karena selama ini banyak dilakukan secara umum sehingga kurang mengetahui apa yang menjadi harapan mereka sesungguhnya. Dengan pendekatan pribadi dan dari hati ke hati diharapkan nantinya mereka lebih gembira dan senang karena yang menjadi harapan mereka terpenuhi serta memiliki rasa percaya diri, tidak malu, tidak minder, tidak putus asa, dll.

Dalam proses katekese, peserta dapat mengungkapkan pengalamannya baik pengalaman pribadi maupun pengalaman berdasarkan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Dengan itu mereka menjadi terbuka hati bahwa masih banyak orang lain yang juga menderita tetapi tetap kuat karena percaya kepada Tuhan yang diimaninya. Mereka dapat belajar bagaimana menghadapi segala peristiwa hidup dan penyakit kusta yang sudah pernah mereka alami dalam terang iman. Selain itu, sharing pengalaman hidup ini juga dapat meneguhkan mantan penderita kusta antara yang satu dengan yang lain dan dapat menjadi sebuah pengalaman baru yang didapat sehingga mereka semakin diperkaya dan terbuka satu sama lain.


(25)

Terdorong oleh situasi tersebut, maka penulis menyusun skripsi dengan judul : “USAHA MENINGKATKAN PELAKSANAAN PEMBINAAN IMAN

MANTAN PENDERITA KUSTA DI LINGKUNGAN SITANALA

TANGERANG KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA MELALUI KATEKESE

MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS (SCP)”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan skripsi sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta sungguh-sungguh memperkembangkan iman mereka?

2. Sejauh mana pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang telah membantu mereka untuk memperkembangkan imannya?

3. Usaha macam apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang?

C. TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan rumusan permasalahan, penulisan ini bertujuan untuk: 1. Memberikan gambaran tentang pembinaan iman mantan penderita kusta


(26)

2. Mendapatkan gambaran sejauh mana pelaksanaan pembinaan iman bagi mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang telah membantu mereka untuk memperkembangkan imannya.

3. Katekese Shared Christian Praxis (SCP) menggambarkan model sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang.

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah wawasan bagi para pembina iman yang mendampingi mantan

penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang untuk mengembangkan imannya.

2. Membantu mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang untuk menghayati dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Menambah wawasan para pembaca tentang pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta.

E. METODE PENULISAN

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode deskripsi analitis yaitu metode pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan situasi konkrit dan menganalisa data-data yang diperoleh melalui


(27)

penelitian. Penulis juga mengamati dan terjun langsung ke lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Tangerang yang menjadi sasaran penelitian.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Tulisan ini mengambil judul “Usaha Meningkatkan Pelaksanaan Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta di Lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta Melalui Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP)”. Judul ini akan diuraikan menjadi lima bab. Bab pertama menguraikan tentang latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab kedua menguraikan gambaran tentang pembinaan iman dan katekese pada umumnya. Selanjutnya penulis memberikan gambaran umum tentang mantan penderita kusta dan penyakit kusta. Bab ketiga, penulis memaparkan tentang gambaran umum umat katolik di lingkungan Sitanala Tangerang, penelitian pembinaan iman, laporan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta. Bab keempat berupa sumbangan pemikian dalam bentuk katekese model Shared Christian Praxis (SCP) sebagai model untuk meningkatkan pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang. Akhir dari keseluruhan pemaparan ini adalah bab kelima. Bagian ini berisi kesimpulan skripsi dan saran bagi berkembangnya pembinaan iman di lingkungan Sitanala Tangerang.


(28)

BAB II

PEMBINAAN IMAN MANTAN PENDERITA KUSTA DEMI MEMULIHKAN RASA PERCAYA DIRI

Bab I telah membahas mengenai pendahuluan dan latar belakang situasi mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang. Dengan adanya pendahuluan tersebut penulis dapat melanjutkan penulisan bab II ini. Bab ini merupakan studi pustaka yang menggunakan sumber-sumber yang relevan untuk memperkaya dan memperdalam gagasan. Selanjutnya bab II ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, penulis menjelaskan tentang pembinaan iman dan katekese pada uumnya. Kedua, dilanjutkan dengan gambaran umum mantan penderita kusta dan penyakit kusta. Ketiga, penulis membahas pembinaan iman mantan penderita kusta demi memulihkan rasa percaya diri

A. Pembinaan Iman Pada Umumnya Dan Katekese 1. Pembinaan Iman Pada Umumnya

a. Pengertian Pembinaan

Pembinaan dimengerti sebagai terjemahan dari kata Inggris yaitu

training, yang berarti latihan, pendidikan, dan pembinaan. Sejauh berhubungan dengan pengembangan manusia, pembinaan merupakan bagian dari pendidikan. Mangunhardjana (1986: 11) mengatakan tentang arti pembinaan iman sebagai berikut:

Sebagaimana dipraktekkan dewasa ini, pembinaan menekankan pengembangan manusia pada segi praktis: pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Sedang pendidikan menekankan pengembangan manusia pada segi teoritis: pengembangan pengetahuan dan ilmu.


(29)

Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu murni, tetapi ilmu yang dipraktekkan. Selain itu orang juga tidak hanya dibantu untuk mendapatkan pengetahuan demi pengetahuan, tetapi pengetahuan untuk dijalankan. Dalam pembinaan, orang dilatih untuk mengenal kemampuan dan mengembangkannya, agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Oleh karena itu unsur pokok dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap, attitute, dan kecakapan, skill (Mangunhardjana, 1986: 12).

b. Pengertian Iman

Sejauh dilihat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan Diri kepada manusia, wahyu merupakan pertemuan Allah dan manusia. Tetapi Allah tetap Allah, dan di hadapan Allah manusia harus tetap mengaku diri sebagai “hamba yang tak berguna” (Luk 17:10). Iman adalah penyerahan diri secara total kepada Allah yang menyatakan diri tidak karena terpaksa, melainkan “dengan sukarela”. Meskipun tidak setingkat, hubungan itu sungguh merupakan hubungan persahabatan. Sebagaimana Allah “dari kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia” (DV, 2), begitu juga jawaban manusia berasal dari hati yang tulus dan ikhlas. Sejak semula Gereja menekankan bahwa iman bersifat bebas merdeka.

Dalam iman, manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak-terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang serba tak-terbatas, menyapa dan memanggilnya. Iman berarti jawaban manusia atas panggilan Allah, penyerahan pribadi kepada Allah yang menjumpai manusia secara pribadi juga. Dalam iman manusia menyerahkan diri kepada Sang Pemberi Hidup. Pengalaman religius


(30)

memang merupakan pengalaman dasar, kendati belum berarti pertemuan dengan Allah dalam arti penuh. Di atas pengalaman dasar itulah dibangun iman dan penyerahan kepada Allah. Manusia dari dirinya sendiri tak mungkin mengenal Allah. Umat Kristiani mengenal Allah secara pribadi sebagai Bapa, melalui Yesus (Komisi Kateketik KWI, 1996: 127).

Bila sabda Allah adalah wahyu, maka tanggapan manusia dari sabda Allah ialah iman. Bila inisiatif berasal dari Allah, maka jawaban adalah dari manusia. Maka sabda Allah mengundang jawaban manusia, kesediaan Allah mengundang kesediaan manusia untuk membuka diri, tindakan Allah mendesak tindakan manusia dan pemberian diri Allah mengharapkan penyerahan diri manusia. Maka wahyu itu menuntut iman.

Iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam antara Allah yang hidup dengan manusia. Penerimaan secara menyeluruh akan pribadi yang mewahyukan dan memberikan diri oleh manusia. Menyerahkan diri dengan penuh cinta merupakan suatu penyerahan yang tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan mengatur hidup sesuai dengan perintah-Nya. Semua ini tentu akan mengakibatkan suatu perjanjian dan sumpah untuk bersekutu dalam cinta kasih. Oleh sebab itu hubungan antara pribadi manusia dengan Allah adalah dialog, perjanjian dan persekutuan (Amalorpavadass, 1972: 16).

Asal-usul kata Ibrani untuk kata iman adalah he’ emin (dari kata dasar

áman). Dengan demikian, beriman berarti merasa aman, menyerahkan beban atau kelemahan pribadi kepada orang lain. Secara rohani beriman berarti menaruh kepercayaan. Maka beriman kepada Allah berarti membiarkan diri dibawa oleh


(31)

emeth-Nya, oleh kesetiaan dan keteguhan yang tidak terguncangkan; berkata

amen (= teguh, kuat dan pantas dipercaya) kepada Allah, yang setia pada janji-Nya dan yang kuasa untuk menyatakannya (Telaumbanua, 1997: 47- 49).

c. Pembinaan Iman

Pembinaan iman tidak lepas dari katekese karena katekese merupakan usaha pembinaan iman yang perlu direncanakan secara berkala yang mempunyai arah dan tujuan demi pengembangan iman umat. Namun demikian pembinaan iman dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan oleh pembina dan secara khusus diciptakan agar orang beriman dapat berkumpul dan saling mengkomunikasikan pengalaman imannya sebagai pengalaman perjumpaan dengan Allah melalui sabda-Nya. Pembinaan iman merupakan bentuk pelayanan sabda yang dilakukan untuk membantu umat untuk semakin menghayati imannya kepada Yesus Kristus yang berkarya di dalam hidupnya. Dengan demikian pembinaan iman membantu dan mendorong umat untuk mengembangkan imannya menjadi semakin matang, dewasa dan ikut terlibat untuk bertanggung jawab di dalam hidup menggerejaa dan memasyarakat. Iman harus dihayati dan diwujudkan dalam kehidupan nyata, karena pada hakekatnya “iman tanpa perbuatan adalah mati” (bdk. Yak. 2:7).

2. Katekese

a. Pengertian Katekese

Dalam Catechesi Tradendae artikel 18 Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa katekese adalah:


(32)

Pembinaan anak-anak, kaum muda dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen.

Dari rumusan ini dapat dimaksudkan bahwa katekese dapat ditujukan untuk seluruh orang beriman dalam Kristus, yang secara bebas berkumpul untuk memahami ajaran Kristus. hal ini bertujuan untuk membantu umat menuju kepenuhan imannya.

Katekese sebagai komunikasi iman Gereja akan Kristus. Dalam sejarahnya komunikasi iman mendapat arah dan warna berbeda-beda, kendati ada unsur-unsur yang tetap terpelihara, ditentukan oleh jaman dan wilayah berlangsungnya komunikasi iman itu. Katekese erat hubungannya dengan evangelisasi, yakni “membawa kabar Gembira ke dalam tata hidup manusia untuk mengubah dan membaharuinya dari dalam pada bidang hidup batin pribadi dan kolektif suatu bangsa, kegiatan-kegiatan dalam dimana mereka terlibat dan di lingkungan hidup mereka yang konkret” (EN, 18).

Katekese umat dimengerti sebagai komunikasi iman umat atau tukar pengalaman iman antar anggota jemaat. Ini berarti, katekese dari umat dan untuk umat, katekese yang menjemaat, yang berdasarkan situasi konkret setempat menurut pola Yesus Kristus. Yang berkatekese adalah umat beriman (Telaumbanua, 1997: 9).

Katekese umat diartikan sebagai komunikasi iman atau tukar pengalaman iman (penghayatan iman) antara anggota jemaat/kelompok. Katekese umat merupakan komunikasi iman dari peserta sebagai sesama dalam iman yang sederajat, saling bersaksi tentang iman mereka (Lalu, 2005: 5).


(33)

Katekese sebagai komunikasi iman jemaat yang terarah dan terpadu dengan ciri-cirinya mengandung pengertian inter-relasi yaitu hubungan pribadi antar jemaat yang memungkinkan pertemuan dan komunikasi iman itu sendiri. Sebaliknya pertemuan dan komunikasi iman jemaat yang kontinu dapat menimbulkan dan memperdalam hubungan inter-relasi atau hubungan pribadi antar pribadi. Dengan demikian, benar bahwa “dalam Katekese Inter-relasi antara pribadi dengan jemaat lebih mengemuka” (Sarjumunarsa, 1985: 53).

b. Tujuan Katekese

Katekese bertujuan membangunkan, memelihara dan memperkembangkan iman, sambil membaharui, memperdalam dan menyempurnakan pertobatan pertama dengan jalan membuatnya makin bersifat pribadi dan berbuah dalam tindakan (Amalorpavadass, 1972: 8).

Dalam buku Katekese Umat mengenai hubungan dengan Katekese Umat, PKKI II menegaskan bahwa:

Tujuan komunikasi iman itu ialah supaya dalam terang Injili kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari. Dan kita bertobat (metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadirannya dalam kenyataan hidup sehari-hari. Dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup Kristiani kita. Demikian pula kita makin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat dan mengokohkan Gereja semesta. Sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat.

Rumusan ini menegaskan bahwa tujuan Katekese Umat di atas lebih memperlihatkan peserta sendiri dan menegaskan tujuan sebagai Gereja dan semuanya berpuncak pada “hidup kita di tengah masyarakat”. Katekese Umat


(34)

membantu umat untuk hidup dengan semakin sadar akan iman yang mendalam/utuh.

Katekese menempatkan pengalaman religius kembali ke dalam hidup konkret. Dengan demikian peserta dibantu untuk menafsirkan pengalaman hidupnya sebagai sejarah penyelamatannya (Lalu, 2005: 73-74). Katekese bertujuan untuk mewujudkan dimensi praktek keagamaan, dimensi perasaan atau pengalaman keagamaan, dimensi lanjutan dari semuannya itu yakni perilaku konkret dalam kehidupan sehari-hari sehingga orang dapat mengintegrasikannya di dalam dirinya sesuai dengan tahap perkembangan pribadinya (Hutabarat, 1981: 11).

Paus Yohanes Paulus II, dalam Ajaran Apostolik Catechesi Tradendae,

(1979 art 20) menyatakan:

Tujuan katekese sebagai usaha pembinaan iman adalah: “berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru mulai tumbuh, dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin memantapkan perihidup Kristus umat beriman, muda maupun tua”.

Dari rumusan ini terkandung makna bahwa pembinaan iman mempunyai tujuan untuk membantu mengembangkan iman umat secara terus menerus yang dihayati dalam kehidupan sehari-hari. Dari hari ke hari umat dapat menghayati kehidupannya menurut semangat dan teladan Yesus Kristus. Akan tetapi disadari pula bahwa upaya untuk memperkembangkan iman bukan merupakan usaha manusia semata melainkan berkat rahmat dan bantuan Roh Kudus. Roh Kuduslah yang membimbing dan berkarya didalam hati, pikiran mendorong dan menyemangati umat beriman dalam upaya memperkembangkan iman.


(35)

c. Ciri-ciri Katekese

Huber (1979: 94) menjelaskan bahwa ciri-ciri katekese sebagai berikut: 1) Belajar hidup dari iman

Pelayanan katekese berarti ingin tolong menolong supaya umat dapat belajar hidup dari iman. Dengan adanya katekese umat diundang untuk mendalami dan memperluas imannya secara bertanggung jawab. Umat ditantang untuk menemukan arti hidupnya. Katekese tidaklah pertama-tama menyuguhkan sederetan pengajaran namun ingin menolong bahwa manusia menjalani hidup ini oleh cinta yang adalah Allah sendiri. Keterbukaan manusia terhadap cinta kasih Allah memampukan untuk melihat dan mengalami berapa hidupnya menjadi sangat berarti. Dengan demikian pengalaman-pengalaman serta sikap-sikap rasa percaya, pengharapan serta pertobatan akan tumbuh dan berkembang dalam diri manusia.

2) Katekese memungkinkan pengalaman hidup

Pelaksanaan katekese tidak hanya bertitik tolak dari isi kenyataan iman saja namun bertumpu pada keadaan dan pengalaman manusia beserta segala persoalan hidupnya.

3) Katekese menumbuhkan hidup rohani

Segi yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan karya katekese ialah dorongan yang menumbuhkan ungkapan-ungkapan iman. Berdoa dan menyapa Allah dapat sekaligus mengarah kan arah hidupnya dan saling melengkapi. Spiritualitas itulah yang merupakan suatu dorongan untuk manju dan berubah.


(36)

4) “Tanpa tindakan kosonglah iman”

Katekese mengajak orang untuk merefleksikan persoalan hidupnya bahwa iman akan Allah yang tampak dalam Yesus Kristus bisa membaharui hidup manusia sebagai pribadi dan bersama-sama. Dengan demikian, iman dihayati secara nyata, yaitu bahwa orang yang hidup bersumber pada Injil dan bertindak dari dorongannya.

5) Katekese menyangkut nilai-nilai

Iman dan hidup adalah hubungan sedemikian dekat yang terjalin satu sama lain. Pelayanan yang muncul dari iman selalu memunculkan nilai-nilai hidup yang begitu berarti. Nilai-nilai itu misalnya saja kejujuran, rasa solidaritas, kepedulian, semangat kawan yang mendalam dan lain-lain. Katekese ingin membantu manusia untuk mewujudkan dan mengembangkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

d. Fungsi Katekese

Dalam ruang lingkup kegiatan pastoral, katekese mempunyai fungsi yang membantu umat untuk menghayati imannya. Fungsi-fungsi katekese antara lain: mempersiapkan manusia untuk menerima karya Roh Kudus, menolong manusia supaya persatuannya dengan Allah menjadi kenyataan, memberikan sumbangan agar keseluruhan kebenaran rencana Allah dapat ditangkap dengan mempersiapkan umat beriman membaca Kitab Suci dan belajar dari Tradisi, membantu orang untuk mentafsirkan kejadian-kejadian hidup manusia, khususnya tanda-tanda zaman, sehingga segala sesuatunya dapat diuji dalam terang Kristiani,


(37)

memberikan bantuan agar jemaat beriman dapat ikut serta dalam dialog ekumenis, termasuk dialog dengan budaya dan dengan orang non Kristiani, mengarahkan harapan manusia kepada kebaikan-kebaikan yang akan datang, menerangkan dan mengenakan kepada hidup manusia kebenaran-kebenaran iman sesuai dengan perkembangan pribadi, mewartakan Firman Allah dan mengajarkannya dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh para pendengar sambil tetap setia pada ajaran Gereja (Hutabarat, 1982: 46).

e. Isi dan Suasana Katekese

Dalam proses katekese, ada dua unsur penting yang harus diperhatikan, yaitu isi dan suasana. Isi katekese tidak dapat dilepaskan dari pengaruh suasana, baik faktor perkembangan psikologis peserta katekese itu sendiri dan aspek-aspek eksternalnya, yaitu lingkungan, sarana, pendekatan dan metodenya. Maka diperlukan suasana akomodatif yang mampu menghantar isi kepada peserta katekese. Suasana tanpa isi akan membuat proses katekese hanya sekedar ruang hiburan, tetapi isi tanpa suasana akan membuat proses katekese bagaikan ruang ceramah yang membosankan dan sama sekali tidak edukatif bagi segi afektifitas peserta katekese. Untuk itu segi isi dan suasana menjadi bagian yang tak terpisahkan. Isi haruslah berjalan dengan suasana, begitupun suasana haruslah memuat isi yang membangun iman peserta katekese. Isi pokok pembinaan iman adalah seluruh hidup Yesus Kristus (CT, 6). Sifat Kristosentris katekese bukan untuk menyampaikan ajarannya sendiri atau seorang guru lain, melainkan ajaran Yesus Kristus, kebenaran yang diajarkan-Nya, atau lebih cermat lagi: Kebenaran


(38)

yang tak lain ialah Dia sendiri. Yesus adalah jalan kebenaran dan hidup (Yoh. 14:6).

Pembinaan iman yang berpusat pada Yesus Kristus berarti mengkomunikasikan sabda, ajaran dan seluruh misteri hidup Yesus Kristus. Dalam komunikasi ini setiap peserta diharapkan dapat saling terbuka dan saling mendengarkan agar sabda yang direnungkan dapat sungguh-sungguh dihayati dan menemukan makna bagi hidup diri sendiri maupun bagi sesama. Selain itu peserta secara pribadi membina relasi dengan Yesus dan seluruh hidup, sikap dan tindakannya dijiwai oleh hidup Yesus sendiri.

f. Media dan Sarana Katekese

Salah satu media yang dapat digunakan agar katekese itu menarik adalah media komunikasi populer. Media komunikasi populer adalah media yang digunakan untuk menyampaikan pesan dalam proses komunikasi yang metodologinya bersifat “dekat” dengan kehidupan dewasa ini, misalnya televisi, radio, film, foto digital, poster, hasil download internet, tampilan-tampilan presentasi dengan powerpoint dan flash player, musik, potongan artikel, potongan cergam-komik, dan lain-lain. Media komunikasi populer ini dapat menjadi salah satu bantuan, agar jembatan untuk menghubungkan pengalaman hidup orang zaman sekarang dengan visi kristianitas mampu terjadi. Media komunikasi populer ini menjadi sarana supaya terjadi proses sintesis antara media dan katekese yang sesuai dengan perkembangan budaya serta tehnologi yang


(39)

mempengaruhi umat berkaitan dengan gaya hidup (life style) dan pandangan-pandangan hidup umat dewasa ini.

Penggunaan sarana dalam katekese akan lebih menarik apabila pembina memiliki keterampilan yang cukup dalam hal menggunakan berbagai macam metode. Oleh karena itu sarana sangat berkaitan erat dengan metode yang akan digunakan dalam pembinaan iman. Beberapa metode dan sekaligus sarana yang mendukung yang dapat digunakan dalam pembinaan iman:

1) Metode Bercerita

Metode bercerita adalah cara menyajikan bahan pelajaran, memperlihatkan, memberitahu dan menerangkan suatu yang bersifat fiktif atau non fiktif kepada peserta untuk mencapai tujuan pelajaran. Latar belakang dari manfaat metode bercerita adalah:

a) Kekuatan Cerita

Rahasia sebuah cerita adalah bahwa orang tidak merasa diajar, “digurui” melainkan diajak berpikir, memahami, merasakan dan menyampaikan cerita tersebut. Cerita sarat dengan “nilai-nilai”. Melalui cerita orang diajak “masuk dalam dunia cerita” dan berhadapan dengan cerita tersebut secara keseluruhan. b) Teknik Bercerita

¾ Menyiapkan cerita dengan sungguh-sungguh, melatih cerita sendiri secara berulang-ulang sebelum bercerita di hadapan peserta, tidak menanggap “enteng” saja tentang cerita tersebut sehingga perlu disiapkan dengan sungguh-sungguh.


(40)

¾ Bercerita dengan cara yang hidup dan menarik. Hidup karena cerita tersebut dibawakan dengan sungguh-sungguh dan diungkapkan sesuai dengan situasi menyeluruh dalam cerita tersebut. Menjadi hidup bagi pendengarnya bila masalahnya juga menarik. Menarik karena isi, sifat dan bentuk cerita tersebut sesuai atau berdekatan dengan situasi pendengarnya.

Sarana yang dapat digunakan dalam metode bercerita adalah cerita bergambar, cerita rakyat, boneka, alat tulis, gambar-gambar Yesus dan karya-Nya serta gambar-gambar Kudus dan lain-lain, sesuai dengan tema atau isi cerita yang akan disampaikan kepada peserta.

2) Metode Sosiodrama

Drama berarti karya sastra/tulis yang bertujuan menggambarkan kehidupan penderitaan, kebahagiaan, perjuangan hidup dan segala seluk- beluk kehidupan lewat tingkah laku, gerak, ekspresi dan dialog pemain. Dalam drama kegiatannya penuh dengan aktivitas seperti akting, bermain, berpura-pura, menarik dialog. Hal ini sesuai dengan situasi kejiwaan peserta. Tujuan drama adalah peserta belajar mengendalikan diri dalam hal emosi dan kejiwaannya, belajar memupuk sifat untuk menjadi baik, penggerak untuk berimajinasi. Dalam bermain drama peserta langsung terlibat dalam kegiatan, belajar mengalami menjadi tokoh dan semua yang ada dalam diri tokoh. Dengan keterlibatan/partisipasi langsung, peserta akan banyak belajar kehidupan dari tokoh-tokoh yang pernah mereka mainkan. Dengan demikian peserta semakin


(41)

mengerti dan mendalami makna hidupnya, dan merubah hidupnya menjadi lebih baik.

Sarana yang dapat digunakan dalam metode sosiodrama adalah topeng, teks drama, alat tulis, kain dan lain sebagainya sesuai dengan tema dan isi dari drama yang akan dimainkan.

3) Metode Tanya Jawab

Metode Tanya jawab adalah cara lisan menyajikan bahan untuk mencapai tujuan pengajaran. Metode ini akan sangat efektif bila dipadukan dengan metode yang lain seperti: ceramah, kerja kelompok, demonstrasi, dll. Metode tanya jawab berfungsi sebagai alat untuk mengetahui apa yang dipahami peserta berkaitan dengan bahan yang diberikan, menarik perhatian peserta, penguasaan peserta terhadap bahan. Tipe-tipe pertanyaan yang baik adalah:

¾ Pertanyaan fakta (mengembangkan daya ingatan).

¾ Pertanyaan perbandingan-perbandingan (mengembangkan daya pengenalan, daya pikir).

¾ Pertanyaan analisa terhadap sesuatu (mengembangkan daya analisa).

¾ Pertanyaan pengira-iraan (mengembangkan daya pikir dan perasaan).

Sarana yang dapat digunakan dalam metode tanya jawab ini adalah wiraless agar volume suara lebih jelas, teks pertanyaan.


(42)

g. Model-Model Katekese

Dalam kegiatan pembinaan iman terdapat bermacam-macam model yang digunakan pada dewasa ini. Langkah-langkah yang terjadi dalam pembinaan iman pada umumnya mengandung tiga unsur dasar, yakni: pengalaman hidup konkret, teks Kitab Suci atau Tradisi dan penerapan konkret pada hidup peserta katekese. Oleh karena itu, bertolak dari awal atau dasarnya pembinaan iman, dalam langkah-langkah pembinaan iman atau katekese pada umumnya terdapat tiga model, yakni: model ‘pengalaman hidup’ yang lebih bertolak pada pengalaman hidup konkret sehari-hari; model ‘biblis’ lebih bertolak pada pengalaman Kitab Suci atau Tradisi; dan model ‘campuran biblis dan pengalaman hidup’ yang lebih bertolak pada hubungan antara Kitab Suci atau Tradisi dengan pengalaman hidup konkret (Sumarno Ds, 2012: 1).

1) Model Pengalaman Hidup

Model pengalaman hidup ini merupakan model katekese yang dimulai dari pengalaman hidup peserta. Dalam proses pelaksanaan katekese, peserta mengungkapkan pengalamannya baik pengalaman pribadi maupun pengalaman berdasarkan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Pengalaman ini juga bisa diambil dari surat kabar atau cerita yang relevan.

Pengalaman-pengalaman ini diolah dan didalami bersama-sama dalam kelompok kemudian peserta berusaha mencari makna dari pengalaman tersebut berdasarkan Kitab Suci. Kitab Suci dibacakan dan direnungkan secara pribadi. Pendamping memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk membantu peserta merefleksikan teks Kitab Suci.


(43)

Kekuatan model pengalaman hidup ini adalah peserta merasa tersentuh dan semakin diteguhkan karena tema yang diangkat berdasarkan situasi konkrit yang mereka alami. Kelemahannya adalah seakan-akan menomorduakan Kitab Suci sebagai sumber iman Kristiani, dan peserta kurang memahami Kitab Suci. Bila penekanannya pada pengalaman hidup tidak semua peserta mampu merefleksikan pengalaman hidupnya sehari-hari.

2) Model Biblis/Tradisi

Model biblis merupakan suatu model katekese yang bertitik tolak dari Kitab Suci. Dalam proses katekese, Kitab Suci dibacakan kemudian direnungkan dan didalami secara pribadi maupun bersama untuk menemukan inti teks. Inti teks Kitab Suci tersebut dihubungkan dengan pengalaman hidup peserta agar mereka merasakan ramat dan kehadiran Allah dalam hidupnya sehari-hari.

Kekuatan model ini adalah berpedoman pada Kitab Suci sebagai dasar hidup beriman Kristiani. Kelemahannya adalah situasi hidup peserta kurang disentuh, karena ajarannya tidak dihubungkan dalam hidup para peserta katekese.

3) Model Campuran: Biblis dan Pengalaman Hidup

Model campuran merupakan model katekese yang mengajak umat untuk saling mengkomunikasikan pengalaman imannya, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman bersama. Dalam proses katekese, Kitab Suci dibacakan dan direnungkan secara pribadi kemudian disajikan pengalaman hidup. Pengalaman hidup dan bacaan dari Kitab Suci didalami bersama dalam kelompok. Pesan-pesan


(44)

pokok yang diperoleh dari pengalaman hidup peserta direfleksikan, dianalisis kemudian dihubungkan dengan bacaan Kitab Suci yang sudah dibacakan.

Kekuatan model ini adalah peserta semakin memahami bahwa pesan-pesan Kitab Suci dipahami dan dimengerti sebagai suati yang hidup sesuai dengan zamannya. Kelemahannya adalah tidak semua peserta mampu menghubungkannya dengan pesan inti Kitab Suci sehingga muncul rasa jenuh.

B. Gambaran Umum Mantan Penderita Kusta dan Penyakit Kusta 1. Gambaran Umum Mantan Penderita Kusta

Anggapan anggota masyarakat yang keliru menafsirkan tentang penyakit kusta ini membuat para mantan penderita kusta semakin terpuruk dan tidak percaya diri lagi. Masyarakat yang diharapkan untuk memperhatikan dan merawatnya justru mengucilkannya. Apabila petugas kesehatan yang merawatnya telah menyatakan sembuh, maka masyarakat tetap saja menganggapnya sakit dan mereka tetap dikucilkan. Situasi dan keadaan seperti ini yang menyebabkan kondisi kejiwaan mantan penderita kusta menjadi tertekan sehingga merasa minder, putus asa bahkan tidak percaya diri lagi untuk bersosialisasi terhadap masyarakat lain. Mereka menjadi sangat sensitif dan mudah tersinggung. Harga diri yang mereka miliki menjadi jiwanya terpuruk dan sulit untuk memulihkan rasa percaya dirinya. Keadaan ini sangat menyedihkan karena kendati sudah dinyatakan sembuh namun mereka tidak berani hidup di tengah masyarakat dan memilih tetap tinggal di lingkungan Sitanala. Dengan kenyataan hidup yang dialaminya mereka memiliki harapan hidup pribadinya semakin diterima oleh masyarakat dan dapat memaknai segala sesuatu yang dihadapinya.


(45)

2. Gambaran Penyakit Kusta

Penyakit kusta yang diderita oleh suatu kelompok masyarakat merupakan suatu penyakit communicable diasease atau menular.

a. Pengertian Kusta

Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis yang menyerang kulit, membrane mukosa dan saraf perifer yang disebabkan oleh bakteri aerob dan tahan asam yaitu Mycobacterium leprae (Soedarto, 2002). Penyakit kusta adalah penyakit yang menyerang kulit dan saraf tepi disebabkan oleh bakteri (Chin, 2006). Tantut Susanto dkk (2013:20) menyampaikan pandangan Naik et al yang mengatakan bahwa kusta adalah penyakit bakteri kronis pada manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang kulit, saraf perifer dan mukosa hidung. Kusta apabila tidak didiagnosis dan diobati secara dini dapat menyebabkan cacat pada mata, tangan dan kaki. Kusta merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) atau biasa disebut juga dengan Morbus Hansen yang menyerang saraf perifer, kulit, dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati dan sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat (Mansjoer et al, 2000). Oleh karena itu dalam buku yang berjudul Perawatan Klien Kusta di Komunitas (Tantut Susanto dkk, 2013: 20) menyimpulkan bahwa kustaadalah:

Suatu penyakit kulit yang bersifat kronis dan disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium leprae, dan apabila tidak ditangani secara tepat akan dapat mengakibatkan kecacatan yang serius pada mata, tangan dan kaki. Rumusan ini menegaskan bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang


(46)

menyerang saraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat (Kemenkes RI, 2007).

b. Penyebab Kusta

Tantut Susanto dkk (2013:21) mengemukakan pandangan Remme yanag mengungkapkan penyakit kusta adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh

Mycobacterium leprae (M. leprae) yang bersifat asam dan gram positif.

Mycobacterium leprae merupakan parasit obligat intraseluler dan terutama berada pada makrofag. Mycobacterium leprae mempunyai ukuran panjang 2-7 mikrometer dan lebar 0.3 – 0,4 mikrometer. Mycobacterium leprae mempunyai dinding sel yang banyak mengandung lemak dan lapisan lilin, sehingga mengakibatkan bakteri ini tahan asam. Penentuan Mycobacterium leprae tahan asam atau tidak, dengan cara perawatan teknik Ziehl Neelsen dengan menggunakan larutan Karbol Fuhsin, Asam Alkohol, dan Metilen Blue. Faktor penyebab penyakit kusta tersebut ditunjang oleh beberapa hal dalam proses penularan penyakit kusta.

Mycobacterium leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo (Kemenkes RI, 2007).


(47)

c. Penularan Kusta

Dalam bukunya Tantut Susanto dkk (2013:21) menyampaikan pandangan Sehgal yang menjelaskan bahwa lingkungan paling alami dan yang baik bagi perkembangan Mycobacterium leprae adalah sel eukaryotic, dan kebanyakan kasus ditemukan pada manusia, tetapi juga ditemukan pada armadillo. Depkes RI (2006) mengemukakan bahwa penyakit kusta juga dapat ditularkan melalui monyet dan telapak kaki tikus yang tidak memiliki kelenjar thymus (Athymic nude mouse).

Penularan kusta belum diketahui secara pasti, namun sebagian besar ahli berpendapat bahwa dapat melalui saluran nafas bagian atas dan kulit.

Mycobacterium leprae sering berkembang pada tubuh manusia yang mempunyai suhu lebih rendah, seperti daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit (Mansjoer et al, 2000). Jaringan tubuh yang dingin tersebut, diantaranya adalah kulit, saraf tepi, hidung, laring, faring, mata dan testis (Jawetz et al 1996). Tantut Susanto dkk (2013:22) mengemukakan pandangan Burn yang mengatakan bahwa area tubuh yang memiliki suhu rendah adalah area superficial, termasuk mata, mukosa saluran pernafasan atas, testis, otot-otot kecil dan tulang pada tangan, kaki dan wajah, serta saraf perifer dan kulit.

d. Tanda dan Gejala Kusta

Depkes RI (2006) menyatakan bahwa untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau cardinal sign, yaitu:


(48)

1) Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa; kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (erithematuos) yang mati rasa (anaesthesi).

2) Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf; gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini berupa gangguan fungsi sensoris, gangguan fungsi motoris, gangguan fungsi otonom. Gangguan fungsi sensoris merupakan gangguan yang ditandai dengan keadaan mati rasa. Gangguan fungsi motoris merupakan gangguan yang ditandai dengan kelemahan otot (parese), atau kelumpuhan (paralise), sedangkan gangguan fungsi otonom merupakan gangguan yang ditandai denhan kering dan retak-retak.

3) Adanya bakteri tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (BTA positif). Sseorang dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-tanda utama di atas.

Tantut Susanto dkk (2013:21) menyampaikan pandangan Zulkifli tentang gejala umum yang muncul dan merupakan persepsi umum di masyarakat adalah adanya bercak tipis seperti panu pada badan. Pada bercak putih mula-mula muncul sedikit, tetapi semakin lama akan melebar dan banyak. Adanya pelebaran saraf terutama saraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus serta peroneus.

Kurang aktifnya kelenjar keringat sehingga kulit tampak lebih mengkilat dan tipis. Beberapa gejala yang akan dialami oleh penderita penyakit kusta diantaranya adalah panas dari derajat rendah sampai dengan menggigil, tidak nafsu makan, mual, kadang-kadang disertai muntah. Penderita kusta juga merasakan sakit


(49)

kepala, kadang-kadang disertai iritasi. Penderita kusta akan mengalami kemerahan pada testis dan radang pleura, kadang-kadang disertai dengan penurunan fungsi ginjal, radang ginjal dan pembesaran hati dan empedu, serta radang serabut saraf.

e. Klasifikasi Kusta

Sebenarnya dikenal banyak jenis klasifikasi penyakit kusta yang cukup menyulitkan, misalnya klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi India dan WHO. Sebagian besar penentuan klasifikasi ini didasarkan pada tingkat kekebalan tubuh (kekebalan seluler) dan jumlah kuman.

Pada tahun 1982 sekelompok ahli WHO mengembangkan klasifikasi untuk memudahkan pengobatan di lapangan. Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillar (PB) dan tipe

Multibacillary (MB). Dasar dari klasifikasi ini adalah gambaran klinis dan hasil pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) melalui skin smear. Pada pertengahan tahun 1997, WHO Expert Committee menganjurkan klasifikasi kusta menjadi PB lesi tunggal (Single lesion), PB lesi 2-3 dan MB. Sampai sekarang secara nasional pengobatan PB lesi tunggal disamakan dengan PB lesi 2-3 (http://www.rsk-drsitanala.com/index.php/component/content/article?id=82 accesed on May 15, 2014).


(50)

C. Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta Demi Memulihkan Rasa Percaya Diri

1. Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta

Dalam situasi konkret yang terjadi di lingkungan Sitanala, pelaksanaan pembinaan iman iniakan membantu mengembangkan iman dan memulihkan rasa percaya diri mantan penderita kusta karena dilihat dari kehidupan mereka. Mantan penderita kusta ingin hidup mandiri dan tidak pernah ingin jadi peminta-minta. Mantan penderita kusta ingin diterima masyarakat namun ruang gerak mereka ternyata membatasi keinginan-keinginan itu. Mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang justru takut kembali ke rumah. Sudah terbayang dalam pikiran mereka, bagaimana keluarga dan tetangga tidak akan menghiraukan kehadiran mereka.

Namun hal ini bukan semata-mata pembinaan, juga pendampingan lebih dekat sehingga mampu mengetahui dan memahami lebih jauh tentang apa yang menjadi harapan mereka sesungguhnya. Dengan pendekatan pribadi dan dari hati ke hati mereka diharapkan nantinya lebih gembira dan senang karena yang menjadi harapan mereka terpenuhi. Sesuai dengan sasaran pembinaan iman ke arah kedewasaan iman, maka diharapkan mantan penderita kusta semakin dapat mengembangkan iman dari pengalaman hidupnya dan percaya diri dengan segala keterlibatannya dalam menggereja dan bermasyarakat.

2. Model Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta

Model katekese pembinaan iman yang cocok untuk mantan penderita kusta saat ini begitu banyak antara lain model pengalaman hidup, model


(51)

biblis/tradisi dan model campuran (pengalaman hidup dan biblis/tradisi). Namun dalam situasi konkret ini penulis lebih menekankan pada katekese model Shared Christian Praxis (SCP) atau sharing pengalaman hidup. Dengan dilaksanakannya pembinaan iman dengan model ini mantan penderita kusta menjadi terbuka hati untuk sharing dan menyadari bahwa masih banyak orang lain yang juga menderita tetapi tetap kuat karena percaya kepada Tuhan yang diimaninya. Pengalaman hidup yang dialaminya dapat mereka jadikan suatu pembelajaran yang penuh arti dan makna. Selain itu juga dapat mereka bagikan kepada sesama dan orang lain yang tidak mengalami penyakit kusta. Sharing gambaran umum tentang penyakit kusta juga dapat dibagikan agar orang lain juga mendapat pengetahuan baru dan tidak menjadi suatu hal yang menakutkan namun dapat mencegahnya.

3. Tujuan Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta

Tujuan dari pembinaan ini yakni membantu para mantan penderita kusta untuk memulihkan rasa percaya diri sehingga dalam menjalani kehidupannya sehari-hari tidak merasa minder, putus asa. Selain itu mantan penderita kusta semakin menyadari akan kehadiran-Nya dalam kenyataan hidup sehari-hari, dengan demikian akan semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih dan makin dikukuhkan hidup Kristianinya.


(52)

BAB III

PEMBINAAN IMAN MANTAN PENDERITA KUSTA DI LINGKUNGAN SITANALA TANGERANG

KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA

Pada bab ini, penulis akan membahas gambaran umum umat Katolik di lingkungan Sitanala Tangerang. Untuk mengetahui pelaksanaan pembinaan iman di lingkungan Sitanala maka penulis mengadakan penelitian sederhana dengan menggunakan wawancara terstruktur. Penelitian ini ditujukan untuk mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang. Data-data tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan gambaran nyata yang terjadi di lingkungan Sitanala tentang pembinaan iman para mantan penderita kusta, terlebih dahulu akan diuraikan gambaran umum umat Katolik di lingkungan Sitanala. Selanjutnya akan diuraikan mengenai penelitian pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang, Keuskupan Agung Jakarta dan pembahasan hasil penelitian.

A. Gambaran Umum Umat Katolik di Lingkungan Sitanala Tangerang 1. Gambaran Umum Umat Katolik di Lingkungan Sitanala

Umat Katolik di lingkungan Sitanala memiliki tingkat ekonomi yang berkecukupan. Mata pencaharian mereka sangat bervariasi. Untuk bertahan hidup mereka membuka usaha sabagai guru, tukang penjahit, tukang becak, tukang bengkel, petugas kebersihan, membuat kerajinan, membuka warung nasi, dan bercocok tanam dengan memanfaatkan lahan terlantar di sekitar Rumah Sakit. Hubungan relasi antar umat Katolik dengan masyarakat lain cukup baik. Sebagain umat Katolik di lingkungan Sitanala mempunyai keterlibatan secara personal


(53)

dalam tingkat gereja seperti koor, prodiakon dan lain-lain. Mereka yang sehat saja yang terlibat dalam kegiatan gereja.

2. Gambaran Umum Komunitas Mantan Penderita Kusta di Lingkungan Sitanala

Ibu Theresia Sri Munarsih yang pernah menjadi perawat di Rumah Sakit Sitanala yang kini menjadi mantan penderita kusta mengatakan bahwa komunitas mantan penderita kusta ini bermula dari sebuah Rumah Sakit Kusta Sitanala berlokasi di Kota Tangerang Provinsi Banten dengan menempati lahan seluas 54 hektar. Rumah Sakit Kusta Sitanala Tangerang merupakan pindahan dari Leprosarium Lenteng Agung. Pada tanggal 28 Juli 1951 Rumah Sakit Kusta ini didirikan oleh Departemen Kesehatan RI dengan nama "Rumah Sakit Sewan", karena lokasi terletak di Desa Karangsari Kampung Sewan, Kecamatan Neglasari. Rumah Sakit ini diresmikan oleh Ny. Rahmi Hatta selaku Ibu Wakil Presiden RI Pertama. Peresmian ini dilaksanakan sekaligus untuk menghargai jasa seorang dokter yang pertama kali berkecimpung dalam menangani penderita kusta, yaitu dr. J.B. Sitanala yang berasal dari Maluku. Pada tahun 1962 Rumah Sakit Sewan dirubah namanya menjadi "Pusat Rehabilitasi Sitanala" oleh Menteri Kesehatan RI saat itu Prof. Dr. Satrio, dan pada perkembangan selanjutnya menjadi Rumah Sakit Kusta Dr. Sitanala Tangerang dengan Kep.Men.Kes.RI Nomor 140, Tahun 1978. Rumah Sakit Kusta Sitanala merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Departemen Kesehatan RI.


(54)

Berdasarkan pengamatan penulis, penduduk yang bermula di belakang kompleks Rumah Sakit Kusta Sitanala, Desa Karang Sari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Banten, sekilas tak ada yang tampak tak lazim. Hanya ada deretan rumah petak kecil yang berdiri berjajar dengan jalanan tanah berbatu yang becek, pagar bambu di pinggir jalan, masjid, beberapa warung. Kusta masih dianggap sebagai penyakit kotor atau kutukan akibat macam-macam perbuatan jahat yang pernah dilakukan. Orang kampung biasanya tidak mau menerima mereka kembali di kampung halamannya sehingga mereka memutuskan untuk tidak kembali ke rumahnya. Pihak Rumah Sakit pun menyediakan rumah untuk transit bagi mantan penderita sampai mereka bisa membangun rumah sendiri di lahan kosong di dekat Rumah Sakit. Menurut Muhammad Mitam (55), Ketua RT 01/RW 13 di kampung itu, sebagian besar warga kampung adalah mantan penderita kusta yang sebelumnya menjalani pengobatan di Rumah Sakit Kusta Sitanala. Dari 500 KK yang tinggal di RT 01/RW 13 ± 2000 jiwa.

3. Gambaran Umum Pembinaan Iman di Lingkungan Sitanala Tangerang Berdasarkan hasil perbincangan pada tanggal 17 Desember 2014 dengan Ibu Theresia Sri Munarsih yang pernah menjadi perawat di Sitanala sekaligus mantan penderita kusta, maka diperoleh data mengenai pembinaan iman yang ada di lingkungan Sitanala. Keberadaan umat di lingkungan Sitanala cukup hidup karena adanya kegiatan pembinaan iman yang dilakukan secara bersama di lingkungan-lingkungan sekitar. Kegiatan pembinaan ini dilaksanakan secara bergiliran di rumah umat setiap masa prapaskah, Adven, BKSN, dan bulan


(55)

rosario. Melalui kegiatan pembinaan ini rasa persaudaraan dan persatuan antara umat di lingkungan Sitanala lebih terbangun. Keterlibatan umat yang hadir dalam hidup menggereja di lingkup lingkungan baik kendati mereka cukup sibuk bekerja mencari nafkah untuk menghidupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kehidupan sosial masyarakat antara mantan penderita kusta dan masyarakat masih kurang karena mereka (mantan penderita kusta) merasa minder dan kurang percaya diri. Sebagian mantan penderita kusta ini malu untuk bergabung. Mereka masih ada yang kurang disapa dan terhambat untuk mengikuti pembinaan iman di lingkungan sekitar karena kondisi fisik mereka yang mengalami cacat (kaki palsu) sehingga untuk menempuh perjalanan sampai ke tempat dimana pembinaan iman itu dilaksanakan tidak memungkinkan. Umat lain pun tidak ada yang menjemput maupun mengantar para mantan penderita kusta untuk mengikuti pembinaan iman di lingkungan sekitar. Mereka memang tidak dapat ikut pembinaan iman bersama umat di lingkungan sekitar namun mereka ada kegiatan kumpul doa bersama pada saat hari raya Paskah, Natal maupun hari-hari tertentu. Kegiatan-kegiatan tersebut diisi dengan doa bersama, shari-haring, dan makan yang diadakan oleh beberapa Ibu yang mau memberikan pelayanan untuk mantan penderita kusta. Meskipun diadakan kegiatan tersebut namun masih kurang membantu mereka mewujudkan harapan-harapannya. Pengalaman hidup yang disharingkan hanya didengar oleh pendamping dan mantan penderita kusta yang lainnya, padahal harapan mereka adalah memiliki rasa percaya diri, tidak malu dan tidak minder saat bergabung dan bersosialisasi dengan umat sekitar.


(56)

B. Penelitian Pelaksanaan Pembinaan Iman di Lingkungan Sitanala Tangerang

Untuk mengetahui secara umum pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang, penulis mengadakan penelitian sederhana dengan menggunakan wawancara terstruktur. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai latar belakang dan metodologi penelitian untuk memperoleh data tentang keterlibatan mantan penderita kusta dalam pembinaan iman di lingkungan Sitanala Tangerang.

1. Latar Belakang

Melihat situasi yang ada di lingkungan Sitanala bahwa kurang adanya kegiatan pembinaan iman bersama serta kurangnya hubungan sosialisasi dengan masyarakat sekitar, maka sangatlah penting adanya peningkatan pembinaan iman di lingkungan Sitanala. Pembinaan iman ini akan dapat membantu mengembangkan iman mantan penderita kusta. Pembinaan iman yang dilaksanakan dengan sarana yang kreatif juga akan semakin menarik dan mempermudahkan mereka untuk masuk dalam refleksi pengalaman hidup mereka. Maka, pembinaan iman yang ditujukan untuk mantan penderita kusta sangat penting sekali guna mengetahui lebih jauh tentang apa yang sebenarnya menjadi harapan mereka selama ini. Berdasarkan pengamatan yang diperoleh penulis, mereka mempunyai harapan-harapan untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat pada umumnya, ingin memiliki rasa percaya diri dan lain-lain. Pendekatan secara pribadi ini sangat penting karena selama ini pembinaaan iman masih secara umum sehingga kurang adanya prioritas untuk mantan penderita kusta.


(57)

2. Tujuan Penelitian

a. Mendapatkan gambaran partisipasi mantan penderita kusta dalam pembinaan iman di lingkungan Sitanala Tangerang.

b. Mendapatkan gambaran pengaruh pembinaan iman bagi mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang.

3. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Meleong, 2007:4). Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya: perilaku, motivasi, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti (Meleong, 2007:6).

4. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen penelitian merupakan alat pengumpul data. Pada penelitian ini alat pengumpul data yang digunakan adalah wawancara. Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan wawancara terstruktur yang berupa rancangan pertanyaan. Sebelum melakukan wawancara penulis sudah melakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh data secara sistematik terhadap gejala yang tampak dari objek penelitian. Penulis melakukan


(58)

pengamatan langsung dalam arti bahwa observer berada bersama objek yang diselidiki di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa (Nawawi, 1985:100)

Dalam proses wawancara, pertanyaan digolongkan dalam 4 (empat) kategori. Pertama, gambaran mengenai pelaksanaan pembinaan iman yang dapat membantu mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang agar memiliki sikap yang percaya diri, tidak malu, tidak putus asa, dll. Kedua, gambaran tentang partisipasi mantan penderita kusta dalam pelaksanaan pembinaan iman di lingkungan Sitanala Tangerang. Ketiga, gambaran mengenai pengaruh pelaksanaan pembinaan iman bagi mantan penderita kusta. Keempat, faktor pendukung dan penghambat pembinaan iman bagi mantan penderita kusta.

Dalam wawancara, pertanyaan-pertanyaan yang disusun hanya sebagai acuan untuk mencapai tujuan penelitian sehingga pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut. Subjek penelitian dalam wawancara ini adalah para mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta.

5. Responden Penelitian

Responden penelitian adalah para mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang, Keuskupan Agung Jakarta. Untuk menentukan responden penelitian perlu diketahui terlebih dahulu perbedaan populasi dan sampel. Populasi adalah suatu kelompok atau kumpulan subjek atau objek yang akan dikenai generalisasi hasil penelitian, sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti.


(59)

Populasi pada prinsipnya adalah anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa atau benda yang tinggal bersama dalam suatu tempat secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian sedangkan sampel sering kali terjadi bahwa penelitian tidak dapat melakukan studi terhadap semua anggota kelompok yang menjadi interes penelitian. Dan hanya mampu mengambil sebagian dari jumlah populasi yang ada. Sebagian dari jumlah populasi yang ada diambil datanya. Data yang terkumpul tersebut kemudian dianalisis. Hasil akhir penelitian yang didapat, kemudian digunakan merefleksikan keadaan populasi yang ada

Jumlah populasi mantan penderita kusta yang ada di lingkungan Sitanala ± 700 orang. Responden yang dipilih berdasarkan keseluruhan jumlah mantan penderita kusta beragama Katolik yakni 16 responden mantan penderita kusta yang ada di lingkungan Sitanala.

6. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 01 s/d 14 Maret 2015 dengan metode wawancara. Penelitian diadakan di lingkungan Sitanala Tangerang, Keuskupan Agung Jakarta.

7. Variabel Penelitian

Dalam penelitian tentang “Usaha Meningkatkan Pelaksanaan Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta di Lingkungan Sitanala Tangerang, Keuskupan


(60)

Agung Jakarta” ini, variabel yang akan diteliti diuraikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1:

Variabel Penelitan Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta Variabel Sub Variabel No. Item Jumlah Soal

1 2 3 4

1. Partisipasi mantan penderita kusta dalam pembinaan iman

a. Mengetahui kehadiran peserta dalam pembinaan iman

b. Mengetahui relevansi tujuan dari pelaksanaan pembinaan iman

c. Mengetahui relevansi dengan kehidupan sehari-hari

d. Mengetahui proses pelaksanaan pembinaan iman

e. Mengetahui sarana dalam pembinaan iman

f. Mengetahui metode dalam pembinaan iman

g. Mengetahui keterlibatan peserta 1 2 3 4 5 6 7 7 2. Pengaruh pembinaan iman bagi mantan penderita kusta Mengetahui manfaat pembinaan iman

8 1

3. Faktor-faktor pendukung dan penghambat pembinaan iman mantan penderita kusta.

a. Faktor-faktor pendukung pelaksanaan pembinaan iman

b. Faktor-faktor penghambat pelaksanaan pembinaan iman

9

10


(61)

C. Laporan Hasil Penelitian Pembinaan Iman Mantan Penderita Kusta di Lingkungan Sitanala di Tangerang Keuskupan Agung Jakarta

Pada bagian ini akan dilaporkan hasil penelitian dan pembahasannya yang akan disajikan secara berurutan bertitik tolak pada tabel variabel penelitian yang diungkap seperti tercantum pada tabel 1.

Jumlah responden yang penulis wawancarai sebanyak 14 orang. Sebelumnya penulis merencanakan mewawancarai 16 orang responden. Dengan demikian, ada pengurangan 2 orang dari yang direncanakan sebelumnya. Adapun perincian identitas responden tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Identitas Responden

(N = 14)

Keterangan Jumlah Prosentase

Jenis Kelamin Laki-laki (RL = 1-7) Perempuan ( RP = 1-7)

7 7

50 % 50 %

Jumlah 14 100 %

Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah total responden yang diwawancarai berjumlah 14 orang. Mereka merupakan umat (mantan penderita kusta) yang berdomisili di lingkungan Sitanala di Tangerang. Responden laki-laki (RL) berjumlah 7 orang (50%). Responden perempuan (RP) berjumlah 7 orang (50%) setengah dari jumlah total responden.


(1)

Teman-teman yang terkasih dalam Kristus, hari ini kita telah bersama-sama menyadari bahwa percaya kepada Yesus dapat mengusir kegelisahan. Di tengah-tengah kita telah menyala lilin, sebagai tanda kehadiran Kristus, serta salib sebagai jalan kita menuju kepada Bapa. Bersama salib ini, kita akan memperjuangkan niat kita, dan dengan salib ini, marilah kita bersama-sama berdoa kepada Tuhan, sebagai ungkapan semangat kita dalam hal menghargai orang lain.

Kesempatan doa umat spontan yang diawali oleh pendamping dengan menghubungkan dengan tema pertemuan. Setelah itu doa umat disusul dengan doa secara spontan oleh umat yang lain. Doa umat dirangkum dengan doa Bapa Kami.

2) Doa Penutup

Allah Bapa yang Maha Cinta, kami sering merasa gelisah dengan hidup kami.Sering kami merasa takut dan kurang berpengharapan.Kami berusaha untuk menjadi murid-murid-Mu yang selalu yakin akancinta-Mu. Tetapi kami sering terjebak dengan kegelisahan. Kami mohon supaya dengan iman kami ini, kami diberi daya dan kuasa, untuk hidup penuh kebahagiaan, hidup penuh semangat,dan dengan kepercayaan kami kepada-Mu ini,kami terhindar dari kegelisahan yang ada dalam hidup kami. Dan berkatilah juga usaha kami serta niat-niat kami ya Tuhan, supaya apa yang telah kami bangun ini, Engkau sertai dan Engkau bimbing supaya menjadi tindakan yang nyata. Semua ini kami haturkan demi Kristus Tuhan dan Juru selamat kami.Amin.


(2)

BAB V PENUTUP

Dalam bagian ini penulis mencoba menyimpulkan keseluruhan skripsi ini. Di samping itu penulis juga memberikan saran yang sekiranya berguna bagi pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala di Tangerang Keuskupan Agung Jakarta, sehingga pembinaan iman benar-benar dapat membantu mereka untuk semakin tersapa dan terdukung.

A. Kesimpulan

Pada dasarnya pembinaan iman untuk mantan penderita kusta yang tinggal di lingkungan Sitanala sudah cukup terlaksana. Mantan penderita kusta membutuhkan pembinaan khusus untuk membantu perkembangan iman mereka. Pembinaan iman merupakan salah satu bentuk katekese yang sangat berperan dalam membantu mengembangkan iman mereka agar tetap percaya diri dan tidak minder.

Mantan penderita kusta dengan situasi dan kondisinya yang cukup memprihatinkan sungguh-sungguh membutuhkan pembinaan iman yang membantu mereka mengembangkan iman dan kepercayaan dirinya supaya dalam kenyataan hidup sehari-hari iman mereka semakin berkembang. Mereka perlu didukung agar dapat menerima nilai-nilai Kristiani di tengah penderitaan yang mereka alami. Pembinaan iman mengajak mereka untuk terbuka agar iman berkembang yang dapat terlihat pada sikap percaya diri, semangat, tidak minder dan mampu memberikan kesaksian terhadap orang lain. Kehadiran mereka dalam


(3)

mengikuti pembinaan iman bukan karena terpaksa atau merasa diwajibkan tetapi sungguh-sungguh hadir karena tertarik untuk mengembangkan iman mereka melalui pembinaan iman yang dilaksanakan. Pembina katekese perlu meningkatkan kemampuannya menemukan metode yg menarik dan peran serta. menggunaklan untuk menciptakan suasana nyaman dan menarik yang dapat membuat mereka tidak bosan dalam mengikuti pembinaan iman. Dalam pelaksanaan pembinaan iman, peran pembina cukup besar karena secara tidak langsung mereka akan belajar dari pribadi para pembina.

Untuk meningkatkan pelaksanaan pembinaan iman bagi mantan penderita kusta demi terwujudnya pembinaan iman yang bermutu dan berkualitas sehingga dapat membantu mengembangkan iman mantan penderita kusta, penulis menawarkan katekese model Shared Christian Praxis (SCP). Tema-tema diangkat dari keprihatinan-keprihatinan konkret yang mereka alami. Dengan demikian, pembinaan iman yang dilaksanakan diharapkan akan membantu proses pendewasaan iman mantan penderita kusta. Mantan penderita kusta diharapkan mampu mengintegrasikan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan sehari-hari.

B. Saran

Bertolak dari kesimpulan, penulis bermaksud menyampaikan beberapa saran untuk pembina untuk peningkatan pelaksanaan pembinaan iman mantan penderita kusta di lingkungan Sitanala Tangerang Keuskupan Agung Jakarta sebagai wadah pertumbuhan dan perkembangan iman. Beberapa saran tersebut adalah:


(4)

1. Perlu diadakannya pembinaan iman secara rutin agar dapat membantu umat untuk lebih mengembangkan imannya, peduli dan saling menghargai.

2. Pembina perlu memberikan dukungan dan dorongan yang lebih kepada mantan penderita kusta agar mereka tidak merasa minder atau tidak percaya diri. Selain itu pembina juga perlu mengadakan pendekatan pribadi dari hati ke hati agar mereka sungguh disapa secara pribadi. Dengan demikian mereka dapat merasakan kasih Tuhan melalui para pembina.

3. Pentingnya membuat perencanaan jangka panjang dan persiapan pertemuan pembinaan iman agar proses pembinaan iman tidak monoton dan membosankan.

4. Perlu menyadari pentingnya penggunaan metode yang menarik dalam menyampaikan materi serta sarananya demi kelancaran dan efektifitas proses pembinaan iman.

5. Pembina perlu bekerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat agar pelaksanaan pembinaan iman semakin berkembang.

           


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amalorpavadass, D.S. (1972). Katekese Sebagai Tugas Patoral Gereja. Yogyakarta: STKAT Pradnyawidya.

Bergant, Dianne CSA. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.

Chin, James. (2006). Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: Infomedika.

Depkes RI. (2006). Buku Pedoman Nasional Pemberantasan Penyakit Kusta.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Farrow, John. (1992). Pater Damian: Pahlawan Orang Kusta. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hadiwiyata, A.S. (2007). Tafsir Injil Yohanes. Yogyakarta: Kanisius.

Heryatno FX. Wono Wulung. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese. (Thomas H. Groome). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat. (Buku asli diterbitkan tahun 1990).

Heuken, Adolf. SJ. (2004). Ensiklopedi Gereja. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.

http://www.rskdrsitanala.com./index.php/component/content/article/id=82.accesse d on May 15, 2014)

Huber, Th. S.J. (1979). Arah Katekese di Indonesia???. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

________. (Ed). (1981). Katekese Umat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Hutabarat, Rafael. (1981). Berkatekese: Katekese sebagai Sarana Pembentukan Hidup Kristen Jemaat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

________. (1983). Pendalaman Iman sebagai Usaha Membangun Gereja Mandiri. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Jawetz, E., Melnick, J., Adelberg, E. (1996). Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Kementerian Kesehatan RI. (2010). Penyakit Kusta Masih Ditakuti. [serial online]. http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/791-penyakit-kusta-masih-ditakuti.html. [21Oktober 2011]

Komisi Kateketik KWI. (1996). Iman Katolik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Lalu, Yosef, (2005). Katekese Umat. Jakarta: Komisi Kateketik KWI.

Lembaga Alkitab Indonesia. (2007). Alkitab. Jakarta: Percetakan LAI.

Mangunhardjana A.M. (1986). Pembinaan, Arti dan Metodenya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Mansjoer, et al. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.

Meleong, LJ. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda

Nawawi, Hadari (1991). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Paulus VI. (1994). Evangelii Nuntiandi (Mewartakan Injil). Seri Dokumen Gerejani No. 6. (J. Hadiwikarta, Pr., Penerjemah). Jakarta: Departemen


(6)

Dokumentasi dan Penerangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1975).

Sarjumunarsa, Th. (1985). Komunikasi Iman dan Evaluasi Katekese. STFK Pradnyawidya.

Soedarto. (2002). Sinopsis Klinis. Surabaya: Airlangga University Press.

Suhardiyanto, H.J., SJ. (1998). Pembinaan Program. Diktat Mata Kuliah Teori Pendidikan Kader Semester VII untuk Mahasiswa IPPAK-FKIP Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Sumarno Ds.M. S,J. (1999). Pendalaman Iman untuk Orang Dewasa.

Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat.

________. (2003). Praktek Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik. Diktat Mata Kuliah Mahasiswa Semester VII untuk Mahasiswa IPPAK-FKIP Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Tantut Susanto dkk. (2013). Perawatan Klien Kusta Di Komunitas. Jakarta: Anggota IKAPI

Telaumbanua, Marinus., OFMCap. (1999). Ilmu Kateketik. Jakarta: Obor.

Yohanes Paulus II.(1992). Catechesi Tradendae. (R. Hardawiryana, SJ., Penerjemah). Bogor: Departemen Dokumentasi dan Penrangan KWI. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1990).


Dokumen yang terkait

Belajar dari novel The Devil and Miss Prym: Memaknai Pengorbanan Yesus dan Aplikasinya melalui katekese model Shared Christian Praxis (SCP).

1 15 149

Upaya peningkatan pendampingan iman remaja putri di Asrama Dharmawati Sintang Kalimantan Barat dengan katekese model Shared Christian Praxis.

3 22 162

Belajar dari Kitab Ayub: menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP).

0 4 185

Belajar dari Kitab Ayub menemukan makna dibalik penderitaan manusia dan aplikasinya melalui katekese pembebasan model Shared Christian Praxis (SCP)

0 29 183

Upaya meningkatkan pendampingan iman kaum muda di Paroki Santa Maria Mater Dolorosa, Soe, Keuskupan Agung Kupang melalui katekese umat model shared christian praxis - USD Repository

0 0 138

SKRIPSI BELAJAR DARI MAZMUR 13: MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA MELALUI KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS)

0 1 125

Usaha meningkatkan efektivitas pelayanan para suster Puteri Kasih Indonesia terhadap orang miskin melalui katekese model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 0 170

Upaya meningkatkan keterlibatan kaum muda dalam hidup menggereja di Paroki Santo Antonius, Bade, Keuskupan Agung Merauke melalui shared christian praxis - USD Repository

0 4 141

Katekese model SCP (Shared Christian Praxis) dalam pembinaan iman remaja Katolik di Paroki St. Maria Assumpta Tanjung, Ketapang Kalimantan Barat - USD Repository

0 2 161

Pembinaan iman mahasiswa Sekolah Tinggi Pastoral , Institut Pastoral Indonesia Malang Kelas Jauh di Nyarumkop Kalimantan Barat, melalui katekese umat model Shared Christian Praxis - USD Repository

0 0 152