PROFIL METAKOGNISI SISWA MTS DALAM MEMECAHKAN MASALAH OPEN-START DITINJAU DARI KECERDASAN INTRAPERSONAL.
PROFIL METAKOGNISI SISWA MTs
DALAM MEMECAHKAN MASALAH
OPEN-START
DITINJAU DARI KECERDASAN INTRAPERSONAL
SKRIPSI
Oleh:
M. SYAIFUL ARIF
NIM. D54212064
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PMIPA
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
AGUSTUS 2016
(2)
PROFIL METAKOGNISI SISWA MTs
DALAM MEMECAHKAN MASALAH
OPEN-START
DITINJAU DARI KECERDASAN
INTRAPERSONAL
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
M. Syaiful Arif
NIM. D54212064
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PMIPA
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
AGUSTUS 2016
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
PROFIL METAKOGNISI SISWA MTs DALAM MEMECAHKAN
MASALAH OPEN-START DITINJAU DARI KECERDASAN
INTRAPERSONAL
Oleh: M. SYAIFUL ARIF
ABSTRAK
Metakognisi adalah kesadaran seseorang terhadap proses berpikirnya dalam mengembangkan perencanaan, pemantauan, dan mengevaluasi tindakan ketika siswa memecahkan masalah. Tahap-tahap dalam memecahkan masalah adalah tahapan yang dikemukakan oleh Polya yaitu memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksakan rencana pemecahan masalah, dan memeriksa kembali. Salah satu faktor yang mendorong keterlaksanaan metakognisi dalam memecahkan masalah adalah masalah open-start yaitu masalah non rutin yang dapat dikerjakan dengan banyak alternatif penyelesaian tetapi hanya memiliki jawaban tunggal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran yang terperinci mengenai proses metakognisi siswa MTs kelas VIII dalam memecahkan masalah open-start materi bangun datar ditinjau dari kecerdasan intrapersonal.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian terdiri dari 6 siswa, masing-masing 2 siswa yang memiliki kecerdasan intrapersonal tinggi, sedang, dan rendah. Pemilihan subjek tersebut dilakukan dengan memberikan angket kecerdasan intrapersonal. Untuk memperoleh data penelitian, keenam subjek diberikan tugas pemecahan masalah open-start (TPMOS). Setelah diberikan tugas TPMOS kemudian subjek diwawancarai. Kemudian peneliti menguji kredibilitas dan kevalidan data menggunakan triangulasi sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek yang memiliki kecerdasan intrapersonal tinggi dalam memecahkan masalah open-start melakukan aktivitas perencanaan, pemantauan dan evaluasi atau melakukan aktivitas metakognisi pada semua tahapan polya. Subjek yang memiliki kecerdasan intrapersonal sedang pada tahap memahami masalah, menyusun dan melaksanakan rencana pemecahan masalah melakukan semua aktivitas metakognisi yaitu perencanaan, pemantauan, dan evaluasi, namun pada tahap memeriksa kembali subjek tidak melakukan aktivitas perencanaan, pemantauan, dan evaluasi atau tidak melakukan aktivitas metakognisi. Subjek yang memiliki kecerdasan intrapersonal rendah pada tahap memahami masalah melakukan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi. Pada tahap menyusun rencana pemecahan masalah subjek hanya melakukan perencanaan dan pemantauan tanpa melakukan evaluasi. Pada tahap menyusun rencana pemecahan masalah subjek hanya melakukan perencanaan saja tanpa melakukan pemantauan dan evaluasi. Pada tahap evaluasi tidak melakukan aktivitas metakognisi.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Persetujuan Pembimbing ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Penyataan Keaslian Tulisan ... iv
Motto ... v
Halaman Persembahan ... vi
Abstrak ... viii
Kata Pengantar ... ix
Daftar Isi ... xi
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Gambar ... xiv
Daftar Lampiran ... xv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 6
C.Tujuan Penelitian ... 6
D.Manfaat Penelitian ... 7
E.Batasan Masalah ... 7
F.Definisi Operasional ... 7
G.Sistematika Pembahasan ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Metakognisi ... 11
B.Pemecahan Masalah ... 18
C.Masalah Matematika Open-start ... 20 D.Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah
(9)
Open-start ... . 22
E. Kecerdasan Intrapersonal ... 28
F. Bangun Datar ... 31
BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 37
B.Tempat dan Waktu Peneletian ... 37
C.Subjek Penelitian ... 37
D.Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 40
1.Teknik Pengumpulan Data ... 40
2.Instrumen Penelitian ... 42
E.Teknik Analisis Data ... 44
F.Prosedur Penelitian ... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN A.Deskripsi Data ... 49
B.Analisis Data ... 51
BAB V PEMBAHASAN ... 123
BAB VI PENUTUP A.Simpulan ... 125
B.Saran ... 125
DAFTAR PUSTAKA ... 127 LAMPIRAN
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Persegi Panjang ABCD ... 39
Gambar 2.2 Lingkaran O ... 42
Gambar 3.1 Alur Pemilihan Subjek Penelitian ... 48
Gambar 4.1 Jawaban Tertulis Halaman Pertama Subjek T1 ... 68
Gambar 4.2 Jawaban Tertulis Halaman Kedua Subjek T1 ... 69
Gambar 4.3 Jawaban Tertulis Halaman Pertama Subjek T2 ... 80
Gambar 4.4 Jawaban Tertulis Halaman Kedua Subjek T2 ... 81
Gambar 4.5 Jawaban Tertulis Halaman Pertama Subjek S1 ... 92
Gambar 4.6 Jawaban Tertulis Halaman Kedua (a) Subjek S1 ... 92
Gambar 4.7 Jawaban Tertulis Halaman Kedua (b) Subjek S1 ... 93
Gambar 4.8 Jawaban Tertulis Subjek S2 ... 104
Gambar 4.9 Jawaban Tertulis Subjek R1 ... 115
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator Metakognisi dalam Memecahkan Masalah
Open-start ... . 28 Tabel 2.2 Indikator Kecerdasan Intrapersonal ... . 36 Tabel 3.1 Batas-batas Skor Tingkat Kecerdasan Intrapersonal .... . 50 Tabel 3.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... . 53 Tabel 4.1 Daftar Nama Validator ... . 62 Tabel 4.2 Daftar Nama dan Kode Subjek Penelitian ... . 64 Tabel 4.3 Hasil Angket Kecerdasan Intrapersonal dan Nilai
Rapor Semester Ganjil ... . 65 Tabel 4.4 Batas Skor Kecerdasan Intrapersonal Setelah
Diketahui Standar Deviasinya... 66 Tabel 4.5 Daftar Nama Subjek Penelitian berserta Skor yang
(12)
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Kecerdasan Intrapersonal Lampiran 2 Angket Kecerdasan Intrapersonal
Lampiran 3 Pedoman Penskoran Angket Kecerdasan Intrapersonal Lampiran 4 Lembar Validasi I Angket Kecerdasan Intrapersonal Lampiran 5 Lembar Validasi II Angket Kecerdasan Intrapersonal Lampiran 6 Tugas Pemecahan Masalah Open-start (TPMOS) Lampiran 7 Lembar Validasi I TPMOS
Lampiran 8 Lembar Validasi II TPMOS Lampiran 9 Pedoman Wawancara
Lampiran 10 Lembar Validasi I Pedoman Wawancara Lampiran 11 Lembar Validasi II Pedoman Wawancara Lampiran 12 Transkip Wawancara
Lampiran 13 Surat Izin Penelitian
Lampiran 14 Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian Lampiran 15 Kartu Konsultasi
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah dan tantangan pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pendidikan nasional. Di era globalisasi ini, Indonesia dituntut untuk bisa menyesuaikan segala kebijakan pendidikan yang diharapkan mengurangi masalah secara bertahap. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berjuang untuk membantu mewujudkan hal tersebut, terbukti dengan adanya perubahan kurikulum sampai tujuh kali sejak tahun 1968 hingga 2013 yang melahirkan kebijakan-kebijakan baru dan program-program baru.
Salah satu kebijakan baru pada kurikulum terbaru (Kurikulum 2013) adalah siswa tidak hanya diperkenalkan dengan kognisinya saja namun juga dikenalkan dengan metakognisinya. Istilah metakognisi sendiri, pertama kali dikenalkan oleh Flavell pada tahun 1976 dan didefinisikan sebagai thinking about thinking yaitu berpikir tentang berpikirnya sendiri atau pengetahuan seseorang tentang berpikirnya sendiri. O’Neil & Brown juga mengatakan bahwa metakognisi adalah proses berpikir seseorang tentang berpikir mereka sendiri dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan suatu masalah. Lebih lanjut lagi, Flavell menyatakan bahwa “Metacognition is the knowledge and awareness of one’s cognitive processes and the ability to monitor, regulate and evaluate one’s thinking”. Maksudnya, metakognisi adalah pengetahuan dan kesadaran proses kognitif seseorang serta kemampuan untuk memantau, mengatur dan mengevaluasi pemikiran seseorang.
Agama Islam telah menganjurkan pemeluknya untuk melakukan aktivitas metakognisi dalam kehidupan sehari-hari dengan memikirkan apa yang harus dilakukan untuk masa akan datang, dengan melakukan kontrol dalam setiap tindakannya, memikirkan dengan kesadaran penuh apa yang ia lakukan agar
(14)
2
tidak menyesal di kemudian hari. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT surat al-Hasyr ayat 18 yang berbunyi:1
Makna dari ayat tersebut adalah hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Ini menunjukkan betapa pentingnya seseorang menggunakan metakognisi dalam kehidupan sehari-hari.
Garofalo dan Lester, dua ahli pendidikan matematika yang sangat terkenal dari Amerika Serikat juga menunjukkan pentingnya metakognisi dengan menyatakan: “There is also growing support for the view that purely cognitive analyses of mathematical performance are inadequate because they overlook metacognitive actions”.2 Maksud dari pernyataan tersebut adalah kurang memadai jika hanya menggunakan analisis kognitif dalam memecahkan masalah matematika karena kurang memperhatikan prosedur yang berkaitan dengan metakognisi. Hal ini menunjukkan bahwa metakognisi mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran khususnya pemecahan masalah. Dengan penggunaan metakognisi, siswa akan sadar tentang proses berpikirnya. Hal tersebut akan memperkecil kesalahan
1 Departemen Agama RI, Al-Hidayah Al-Quran Tafsir Perkata, (Jakarta: Kalim 2010), 549.
2Garofalo, J. and F. Lester. “Metacognition, Cognitive Monitoring and Mathematical Performance”. Journal for Research in Mathematics Education, 16. (1984). 140
(15)
3 siswa, sehingga siswa bisa menyusun strategi yang tepat untuk bisa menyelesaikan masalah.3
Penelitian Santana dan Ozsoy menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai kemampuan untuk berpikir mengenai pikirannya lebih efektif daripada siswa yang tidak berpikir mengenai pikirannya karena metakognisi merupakan kecakapan berpikir mengenai pemikirannya yang membuat pemikiran seseorang menjadi jelas.4 Sejalan dengan hasil penelitian Panaoura dan Philippou yang menunjukkan bahwa siswa yang terampil dalam mengetahui dan mengatur kognisinya (menilai metakognisinya) dan menyadari kemampuannya menunjukkan kemampuan berpikir lebih strategis dalam memecahkan masalah daripada mereka yang tidak menyadari cara kerja sistem kognisinya.5 Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan Ressy, Ade dan Hamdani yang menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai metakognisi tinggi terlihat lebih baik dalam menyelesaikan masalah daripada siswa yang mempunyai metakognisi sedang dan rendah.6 Bisa diartikan bahwa siswa yang menggunakan metakognisinya akan jauh lebih berhasil dalam mempelajari matematika daripada siswa yang tidak memilikinya. Sebagai akibatnya, siswa yang menggunakan metakognisinya diharapkan akan jauh lebih baik prestasinya daripada siswa yang tidak memilikinya.
Berdasarkan uraian di atas, metakognisi dan pemecahan masalah mempunyai hubungan yang sangat erat. Metakognisi dalam pemecahan masalah dapat membantu problem solver mengidentifikasi masalah yang harus diselesaikan, membantu melihat kembali apa sebenarnya masalahnya, dan membantu
3Siska dan Mega. “Profil Metakognisi Siswa MTS dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa”. JDUNESA Surabaya . (2013). 180
4Özsoy, Gökhan. “The Effect of Metacognitive Strategy Training On Mathematical Problem Solving Achievement”. Journal internatioanal, .1: 2,(2009), 14
5Panaoura, A. & Philippou, G. “The Measurement of Young Pupils’ Metacognitive Ability in Mathematic”:The Case of Self-Representation and Self-Evaluation, diakses dari http://www.ucy.ac.cy, pada tanggal 23 Juni 2016
6Ressi, dkk. “Proses Pemecahan Masalah Dalam Materi Aritmatika Sosial Berdasarkan Metakognisi Siswa MTS”. Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan, Pontianak (2015), 135.
(16)
4
lebih memahami bagaimana mencapai tujuan atau solusi.7 Penelitian menunjukkan bahwa buruknya kinerja siswa dalam pemecahan masalah matematika bukan karena kurangnya pengetahuan konten yang memadai, melainkan ketidakmampuan siswa untuk mengatur, melaksanakan, dan memantau apa yang sudah mereka ketahui. Maka dalam penelitian ini, metakognisi yang diteliti adalah kesadaran seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya dalam mengembangkan perencanaan, pemantauan, dan mengevaluasi tindakan ketika siswa memecahkan masalah.
Anggo menyatakan salah satu faktor yang mendorong keterlaksanaan aktivitas metakognisi pada pemecahan masalah matematika adalah penggunaan masalah matematika yang menantang atau non rutin.8 Untuk itu peneliti mengambil masalah berbentuk open-start pada materi bangun datar. Masalah open-start merupakan masalah matematika yang memiliki bermacam-macam metode pemecahan tetapi hanya memiliki satu jawaban dimana langkah awal yang akan digunakan dalam pemecahan masalah masih belum jelas.
Menurut Monaghany, ciri khas dari masalah matematika berbentuk open-start adalah saat siswa dihadapkan pada masalah berbentuk open-start, mereka tidak langsung mengetahui cara pemecahan yang harus digunakan, sebaliknya akan ada sedikit keragu-raguan dalam otak mereka tentang apa yang ditanya, kapan langkah-langkah pemecahannya mencapai akhir, dan kapan jawabannya akan ditemukan.9 Maksudnya adalah saat diminta untuk mengerjakan soal matematika berbentuk open-start maka siswa tidak secara langsung mengetahui langkah apa yang akan digunakan untuk memecahkan masalah tersebut dan saat proses memecahkan masalah tersebut siswa juga belum yakin apakah langkah yang digunakan akan menuntun pada jawaban yang benar.
7 Kuzle A. “Patterns Of Metacognitive Behavior During Mathematics Problem-Solving In A Dynamic Geometry Environment”. J.Math. Educ. 8: 1, (2013), 20-40.
8Anggo, Mustamin. “Pelibatan Metakognisi dalam Pemecahan Masalah Matematika”. Jurnal Edumatica, 1: 1, (2011). 25-32,
9Jhon monaghan, dkk. “Open-Start Mathematics Problems: An Approach To Assesing Problem Solving”. Oxford university Press on behalf of The Institute of Mathematics and its Application. 28, (2009). 21-31
(17)
5 Kemampuan dalam melakukan proses penemuan berbagai cara untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan dalam memecahkan masalah. Dalam melakukan proses penemuan cara untuk mencapai tujuan diperlukan kesadaran tentang proses berpikir yang dilakukan tahap demi tahap untuk mengontrol kebenaran langkah-langkah yang dilakukan.
Untuk mencapai tujuan itu, peneliti menggunakan pentahapan Polya. Langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya yaitu memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali. Tujuan dari mengajarkan pemecahan masalah dalam matematika tidak hanya untuk melengkapi siswa dengan sekumpulan keterampilan atau proses, tetapi juga agar siswa bisa berpikir tentang apa yang dipikirkannya, mengontrol proses berpikirnya sehingga siswa bisa mengembangkan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah.
Kecerdasan dipahami sebagai kemampuan intelektual yang menekankan logika dalam memecahkan masalah. Gagne mendefinisikan kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan suatu masalah, kemampuan untuk menciptakan masalah baru untuk dipecahkan. Gardner dalam penelitiannya menemukan 8 tipe kecerdasan yaitu kecerdasan verbal-linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan jasmani-kinestetik, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan naturalistik.10 Salah satu kecerdasan yang digunakan dalam memecahkan masalah adalah kecerdasan intrapersonal.
Kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan memahami diri sendiri, mampu mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, sendiri sehingga dapat menjadi motivasi untuk dirinya sendiri. Kecerdasan ini berhubungan dengan metakognisi siswa. Jika kecerdasan intrapersonal setiap individu tinggi, maka metakognisi seseorang bisa dipastikan tinggi juga. Selain itu, kecerdasan intrapersonal berperan penting dalam meyelesaikan masalah matematika. Dalam proses belajar matematika contohnya, dalam menyelesaikan masalah tidak hanya sekedar
10Howard Gardner, Multiple Intelligence: New Horizons, (New York: Basic Book, 2006). 86
(18)
6
menghitung dengan rumus matematika atau penggunaan logika, tetapi lebih dari itu. Untuk menemukan makna dari suatu rumus matematika perlu perenungan yang mendalam dalam hal itu. Selain itu harus ada motivasi dalam diri individu secara konsisten. Aspek inilah yang berada pada kecerdasan intrapersonal.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Profil Metakognisi Siswa MTs dalam Memecahkan Masalah Matematika Open-Start
Ditinjau dari Kecerdasan Intrapersonal”. B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana profil metakognisi siswa MTs kelas VIII dalam memecahkan masalah matematika open-start pada materi bangun datar yang memiliki kecerdasan intrapersonal tinggi? 2. Bagaimana profil metakognisi siswa MTs kelas VIII dalam
memecahkan masalah matematika open-start pada materi bangun datar yang memiliki kecerdasan intrapersonal sedang? 3. Bagaimana profil metakognisi siswa MTs kelas VIII dalam memecahkan masalah matematika open-start pada materi bangun datar yang memiliki kecerdasan intrapersonal rendah?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah,
1. Mendeskripsikan profil metakognisi siswa MTs kelas VIII dalam memecahkan masalah matematika open-start pada materi bangun datar yang mempunyai kecerdasan intrapersonal tinggi.
2. Mendeskripsikan profil metakognisi siswa MTs kelas VIII dalam memecahkan masalah matematika open-start pada materi bangun datar yang mempunyai kecerdasan intrapersonal sedang.
3. Mendeskripsikan profil metakognisi siswa MTs kelas VIII dalam memecahkan masalah matematika open-start pada materi bangun datar yang mempunyai kecerdasan intrapersonal rendah.
(19)
7
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan, khususnya dalam bidang pendidikan matematika mengenai profil metakognisi siswa kelas VIII dalam memecahkan masalah matematika open-start pada materi bangun datar ditinjau dari kecerdasan intrapersonal.
2. Manfaat praktis dari penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada pihak sekolah mengenai profil metakognisi siswa pada materi bangun datar sehingga dapat memberikan pembinaan lebih lanjut untuk kemampuan yang lebih baik lagi.
3. Bagi penulis dan pembaca diharapkan dari hasil penelitian ini mampu memberikan pengetahuan mengenai profil metakognisi siswa kelas VIII dalam memecahkan masalah matematika open-start pada materi bangun datar ditinjau dari kecerdasan intrapersonal.
E. Batasan Masalah
Agar pembahasan masalah dari penelitian ini tidak meluas ruang lingkupnya, penulis membatasi permasalahan pada materi bangun datar yaitu luas persegi panjang dan lingkaran. Subjek penelitian adalah siswa MTs kelas VIII-A dan penelitian dilakukan di MTs Negeri Prigen.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari perbedaan penafsiran, maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang didefinisikan sebagai berikut: 1. Metakognisi adalah kesadaran seseorang terhadap proses
berpikirnya dalam mengembangkan perencanaan, pemantauan, dan mengevaluasi tindakan ketika siswa memecahkan masalah.
2. Profil metakognisi adalah gambaran secara umum atau terperinci tentang kesadaran seseorang terhadap proses berpikirnya dalam mengembangkan perencanaan, pemantauan, dan mengevaluasi tindakan ketika siswa memecahkan masalah.
(20)
8
3. Pemecahan masalah matematika adalah suatu cara yang dilakukan siswa untuk mencari solusi dari masalah matematika dengan menggunakan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang dimiliki.
4. Masalah matematika open-start adalah soal matematika yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang sudah diketahui oleh siswa dan memiliki bermacam-macam strategi pemecahan tetapi hanya memiliki jawaban tunggal.
5. Kecerdasan intrapersonal tinggi adalah kecerdasan seseorang dalam memahami dirinya sendiri, kecerdasan mengetahui siapa dirinya sebenarnya berada pada tingkat tinggi berdasarkan angket kecerdasan intrapersonal.
6. Kecerdasan intrapersonal sedang adalah kecerdasan seseorang dalam memahami dirinya sendiri, kecerdasan mengetahui siapa dirinya sebenarnya berada pada tingkat sedang berdasarkan angket kecerdasan intrapersonal.
7. Kecerdasan intrapersonal rendah adalah kecerdasan seseorang dalam memahami dirinya sendiri, kecerdasan mengetahui siapa dirinya sebenarnya berada pada tingkat rendah berdasarkan angket kecerdasan intrapersonal.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab 1: Pendahuluan berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, definisi operasional, dan sistematika pembahasan.
Bab 2: Kajian pustaka berisi tentang segala hal yang berkaitan dengan metakognisi siswa, pemecahan masalah berbentuk open-start, kecerdasan intrapersonal siswa, definisi dari beberapa bangun datar.
Bab 3: Metode penelitian berisi tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian beserta alur pemilihannya, teknik dan instrumen pengumpulan data, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.
(21)
9 Bab 4: Hasil penelitian yang meliputi, deskripsi dan analisis data tentang hasil tugas metakognisi siswa dalam memecahkan masalah open–start dengan subjek siswa yang berkecerdasan intrapersonal tinggi, sedang, dan rendah.
Bab 5: Pembahasan berisi hasil tentang penelitian metakognisi siswa dalam memecahkan masalah open–start dengan subjek siswa yang berkecerdasan intrapersonal tinggi, sedang, dan rendah.
Bab 6: Simpulan dan saran berisi tentang simpulan dari penelitian (jawaban dari rumusan masalah) dan saran-saran untuk pihak-pihak yang terkait dan penelitian selanjutnya.
(22)
10
(23)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Metakognisi
1. Pengertian Metakognisi
Istilah metakognisi yang dalam bahasa Inggris
dinyatakan dengan metacognition berasal dari dua kata yang
dirangkai yaitu meta dan kognisi (cognition). Istilah meta berasal dari bahasa Yunani μετά yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan after, beyond, with, adjacent, yaitu suatu prefik yang digunakan dalam bahasa Inggris untuk menunjukkan pada suatu abstraksi dari suatu konsep.
Sedangkan cognition berasal dari bahasa Latin yaitu
cognoscere, yang berarti mengetahui (to know)dan mengenal (to recognize). Kognisi disebut juga gejala-gejala pengenalan,
merupakan “the act or process of knowing including both
awareness and judgement”.11
Selanjutnya akan ditinjau definisi secara konseptual
tentang metakognisi. Flavell mendefinisikan: Metacognition
as the ability to understand and monitor one’s own thoughts and the assumptions and implications of one’s activities.12
Artinya metakognisi sebagai kemampuan untuk memahami dan memantau berpikirnya sendiri dan asumsi serta implikasi kegiatan seseorang. Pendapat ini menekankan metakognisi sebagai kemampuan untuk memahami dan memantau kegiatan berpikir, sehingga proses metakognisi tiap-tiap orang
akan berbeda menurut kemampuannya.13 Flavell mengartikan
metakognisi sebagai berpikir tentang berpikirnya sendiri (thinking about thinking) atau pengetahuan seseorang tentang
11Kuntjojo, “Metakognisi dan Keberhasilan Belajar Peserta Didik”, diakses dari
https://ebekunt.wordpress.com/2009/04/12/metakognisi-dan-keberhasilan-belajar-peserta-didik/, pada 04 Januari 2016.
12Flavell, J. H, “Metacognition and cognitive monitoring: A new area of cognitive
developmental inquiry”, American Psychologist, 34, (1979), 906 - 911
13Gatut iswayudi, “Aktivitas Metakognisi dalam Memecahkan Masalah Pembuktian
Langsung Ditinjau dari Gender dan Kemampuan Matematika”, (Paper presented at Seminar Nasional Program Studi Pendidikan Matematika UNS, Surakarta 21 November 2012), 8.
(24)
12
proses berpikirnya.14 O’Neil & Brown menyatakan bahwa
metakognisi sebagai proses dimana seseorang berpikir tentang berpikir dalam rangka membangun strategi untuk
memecahkan masalah.15
Sedangkan Livingstone mendefinisikan metakognisi sebagai thinking about thinking atau berpikir tentang berpikir. Menurutnya, metakognisi adalah kemampuan berpikir dimana yang menjadi objek berpikirnya adalah proses berpikir yang terjadi pada diri sendiri. Ada pula beberapa ahli yang
mengartikan metakognisi sebagai thinking about thinking,,
learning to think, learning to study, learning how to learn, learnig to learn, learning about learning.16 William Peirce
mendefinisikan metakognisi secara umum dan secara khusus. Menurut Peirce, secara umum metakognisi adalah berpikir tentang berpikir. Sedangkan secara khusus, dia mengutip definisi metakognisi yang dibuat oleh Taylor, yaitu
“an appreciation of what one already knows, together with a correct apprehension of the learning task and what knowledge and skills it requires, combined with the ability to make correct inferences about how to apply one’s strategic knowledge to a particular situation, and to do so efficiently and reliably”.17
Artinya penghargaan terhadap apa yang sudah diketahui, memahami dengan benar tugas pembelajaran dan apa itu pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan, dikombinasikan dengan kemampuan untuk membuat kesimpulan yang benar tentang bagaimana menerapkan satu strategi pengetahuan pada situasi tertentu, dan melakukannya secara efisien dan reliabel.
14Jennifer A. Livingston, “Metacognition: An Overview”, (Report-Deskriptive, 2003), 2.
15H.F. O’Neil Jr & R.S. Brown, Differential Effects of Question Formats in Math
Assessment on Metacognition and Affect, (Los Angeles: CRESST-CSE University of California, 1997), 3
16Jennifer A. Livingston, op.cit. 5
17Peirce, William. “Metacognition: Study Strategies, Monitoring, and Motivation”, diakses
dari http://www.academic.pgcc.edu /wpeirce/MCCCTR /index.html. pada tanggal 04 Januari 2016.
(25)
13 Sementara itu Margaret W. Matlin dalam bukunya
yang diberi judul Cognition, menyatakan: “Metacognition is
our knowledge, awareness, and control of our cognitive process”. 18 Artinya metakognisi adalah pengetahuan,
kesadaran, dan kontrol terhadap proses kognitif yang terjadi pada diri sendiri.
Wellman sebagaimana pendapatnya dikutip oleh Usman Mulbar menyatakan bahwa:
Metacognition is a form of cognition, a second or higher order thinking process which involves active control over cognitive processes. It can be simply defined as thinking about thinking or as a “person’s cognition about cognition”. 19
Artinya metakognisi sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses berpikir dua tingkat atau lebih yang melibatkan pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Karena itu, metakognisi dapat dikatakan sebagai berpikir seseorang tentang berpikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang kognisinya sendiri.
Dengan demikian, dari beberapa definisi yang diungkapkan oleh para ahli dapat diketahui bahwa metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran dan kontrol seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya.
2. Komponen-komponen Metakognisi
Flavell dan Brown memiliki kecenderungan pandangan berbeda tentang metakognisi, namun keduanya berpandangan bahwa metakognisi mencakup dua aspek yang saling berkaitan dan saling bergantung satu sama lain. Flavell mengemukakan bahwa metakognisi terdiri dari (1)
pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge), dan (2)
pengalaman atau pengaturan metakognitif (metacognitive
experience or regulation).20 Di sisi lain, Brown juga membagi
metakognisi menjadi: (1) pengetahuan tentang kognisi
18E. Blakey dan S, Spence, “Developing Metacognition in ERIC Digest”, diakses dari
http://www.erc.ed.goy/contentdelivery/, pada tanggal 04 Januari 2016.
19Usman Mulbar, “Metakognisi Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika”,
(Paper presented at seminar nasional pendidikan matematika di IAIN Sunan Ampel Surabaya, tanggal 24 Mei 2008), 4.
(26)
14
(knowledge about cognition), dan (2) pengaturan kognisi (regulation of cognition).21
Brown secara khusus membatasi empat komponen dari metakognisi yaitu perencanaan, pemantauan, pengevaluasian, dan perevisian. Keempat komponen ini dapat dijelaskan sebagai berikut22:
1. Perencanaan berkaitan dengan aktivitas yang disengaja
yang mengorganisir seluruh proses belajar
2. Pemantauan berkaitan dengan aktivitas mengarahkan
rangkaian kemajuan belajar,
3. Pengevaluasian berkaitan dengan mengevaluasi proses
belajar diri sendiri meliputi pengukuran kemajuan yang dicapai pada kreativitas belajar,
4. Perevisian proses belajar diri sendiri meliputi modifikasi rencana sebelumnya dengan memperhatikan tujuan, strategi dan pendekatan belajar lainnya.
Sedangkan Cohors-Fresenborg dan Kaune
merangkum komponen-komponen metakognisi ke dalam tiga aktivitas metakognisi yang dilakukan pada pemecahan
masalah yaitu merencanakan, memantau dan merefleksi.23
1) Proses Merencanakan
Pada proses ini diperlukan peserta didik untuk meramal apakah yang akan dipelajari, bagaimana masalah itu dikuasai dan kesan dari pada masalah yang dipelajari, dan merencanakan cara tepat untuk memecahkan suatu masalah.
2) Proses memantau
Pada proses ini peserta didik perlu mengajukan pertanyaan pada diri sendiri seperti apa yang saya lakukan? apa makna dari soal ini?, bagaimana saya harus memecahkannya?, dan mengapa saya tidak memahami soal ini?
21Usman Mulbar, op.cit., 5
22Siti Khoiriah, Skripsi Sarjana“Analisis Metakognisi Peserta Didik dalam Memecahkan
Masalah Matematika di Kelas VIII MTs Ma’arif NU Ngaban”, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), 10
23Cohors-Frosenborg dan Kaune, “Modelling Classroom Discussion and Categirizing
(27)
15
3) Proses menilai/evaluasi
Pada proses ini peserta didik membuat refleksi untuk mengetahui bagaimana suatu kemahiran, nilai dan suatu pengetahuan yang dikuasai oleh peserta didik tersebut. Mengapa peserta didik tersebut mudah atau sulit untuk menguasainya, dan apa tindakan atau perbaikan yang harus dilakukan.
Desoete menggambarkan keterampilan metakognisi sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengendalikan keterampilan kognitifnya sendiri. Desoete
menyatakan ada empat komponen metakognisi, yaitu24:
1) Orientation or prospective prediction skills guarantee working slowly when exercises are new or complex and working fast with easy or familiar tasks. 2) Planning skills make children thank in advance of how, when and why to act in order to obtain their purpose through a sequence of sub goals leading to the main problem goal.
3) Monitoring skills are the on-line, self regulated control of used cognitive strategies through concurrent verbalization during the actual performance, in order to identify problem and modify plans.
4) Evaluations skill can be define as the retrospective (or off-line) verbalization after the event has transpired, where children look at what strategies where used and whether or not they led to a desired result.
Yang artinya menurut Desoete, komponen pertama yaitu, orientasi atau kemampuan prediksi berkaitan dengan aktivitas seseorang melakukan pekerjaan secara lambat, bila permasalahan (tugas) itu mudah atau sudah dikenal.
24M. Lee dan Baylor AL, “Designing Metacognitive maps for Web-Based Learning,
(28)
16
Komponen yang kedua yaitu, kemampuan perencanaan mengacu pada kegiatan berpikir awal seseorang tentang bagaimana, kapan dan mengapa melakukan tindakan guna mencapai tujuan melalui serangkaian tujuan khusus menuju pada tujuan utama permasalahan. Yang ketiga yaitu, kemampuan monitoring mengacu pada kegiatan pengawasan seseorang terhadap strategi kognitif yang digunakannya selama proses pemecahan masalah guna mengenali masalah dan memodifikasi rencana. Kemudian yang keempat yaitu, kemampuan evaluasi yang didefinisikan sebagai verbalisasi mundur yang dilakukannya setelah kejadian berlangsung, dimana seseorang melihat kembali strategi yang telah ia gunakan dan apakah strategi tersebut mengarahkannya pada hasil yang diinginkan atau tidak.
Hal yang sama dan lebih detail dijelaskan North
Central Regional Laboratory (NCREL) yaitu:25 Metacognition consist of three basic elements: (1) Develoving a plan of action (2) Maintaining monitoring the plan (3) Evaluating theplan.
1) Before, When you are developing the plan of action,ask your self:
a) What in my prior knowledge will help me with this particular task? b) In what direction do I want my
thinking to take me? c) What should I do first?
d) Why am I reading this selection? e) How much time do I have to
complete the task?
2) During, When you are
maintaining/monitoring the plan of action, askyour self:
a) How am I doing? b) Am I on the right track?
25NCREL (North Central Regional Education Laboratory), “Metacognition”, diakses dari
http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/students/learning /lr1metn.htm, pada tanggal 09 Januari 2016
(29)
17
c) How should I proceed?
d) What information is important to remember
e) Should I move in a defferent direction?
f) Should adjust the pace depending on the difficulty?
g) What do I need to do if I do not understand?
3) After, In When you are evaluating the plan of action ask yourself:
a) How well did I do?
b) Did my particular course of thinking produce more orless than I had expected?
c) What could Ihave done differently? d) How might I apply this line of
thinking to other problems?
e) Do I need to go back through the task to fill in any “blanks” in my understanding?
Yang artinya NCREL mengemukakan tiga hal komponen dasar dalam metakognisi yang secara khusus digunakan dalam menghadapi suatu masalah atau tugas yaitu: (1) mengembangkan rencana tindakan (2) mengatur atau memonitoring rencana tindakan (3) mengevaluasi rencana tindakan.
Selanjutnya NCREL memberikan petunjuk untuk melaksanakan ketiga komponen:
1) Sebelum peserta didik mengembangkan rencana tindakan
perlu menanyakan kepada dirinya sendiri tentang hal-hal berikut:
a) Pengetahuan awal apa yang membantu dalam
memecahkan tugas ini?
b) Petunjuk apa yang digunakan dalam berpikir?
c) Apa yang pertama saya lakukan?
d) Mengapa saya membaca pilihan (bagian) ini?
e) Berapa lama saya mengerjakan tugas ini secara
(30)
18
2) Selama peserta didik merencanakan tindakan perlu
mengatur/memonitoring dengan menanyakan pada dirinya sendiri tentang hal berikut:
a) Bagaimana saya melakukannya?
b) Apakah saya berada pada jalur yang benar?
c) Bagaimana saya meneruskannya?
d) Informasi penting apa yang perlu diingat?
e) Apakah saya perlu pindah pada petunjuk lain?
f) Apakah saya mengatur langkah–langkah bergantung
pada kesulitan?
g) Apa yang perlu dilakukan jika saya tidak mengerti?
3) Setelah peserta didik selesai melaksanakan rencana tugas,
peserta didik akan melakukan evaluasi yaitu:
a) Seberapa baik saya melakukannya?
b) Apakah saya memerlukan pemikiran khusus yang
lebih banyak atau yang lebih sedikit dari yang saya pikirkan?
c) Apakah saya dapat mengerjakan dengan cara yang
berbeda?
d) Apakah saya perlu kembali pada tugas itu untuk
mengisi kekurangan pada ingatan saya?
Pengelompokan oleh Brown dan Desoete dikaitkan dengan kegiatan belajar atau proses pendidikan, sedangkan pengelompokan oleh Cohors-Frosenborg dan Kaune maupun NCREL lebih spesifik berkaitan dengan kegiatan pemecahan masalah. Pada penelitian ini, aktivitas metakognisi yang menjadi perhatian adalah yang terlaksana pada kegiatan pemecahan masalah. Dengan demikian, aktivitas metakognisi yang diperhatikan meliputi aktivitas yang cakupannnya dibatasi pada tiga komponen yaitu perencanan, pemantauan dan evaluasi. Ketiga komponen ini merupakan satu rangkaian dan saling terkait dalam aktivitas metakognisi.
B. Pemecahan Masalah Matematika
Setiap permasalahan selalu membutuhkan pemecahan. Berbagai cara dilakukan seseorang untuk menyelesaikan permasalahan, jika gagal dengan suatu cara maka harus dicoba cara lain hingga masalah dapat diselesaikan. Pemecahan masalah adalah usaha untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan.
(31)
19 Hudojo menjelaskan pemecahan masalah merupakan proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah tersebut.26
Evans mendefinisikan pemecahan masalah adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan atau pengubahan kondisi sekarang (present state) menuju situasi yang diharapkan (future state/desire/goal)27. Dengan demikian pemecahan masalah adalah
usaha untuk mencari solusi atau jalan keluar dalam menyelesaikan suatu masalah.
Pada penelitian ini, tahapan-tahapan pemecahan masalah yang digunakan siswa dalam memecahkan masalah matematika adalah tahapan-tahapan pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Polya. George Polya menyebutkan dalam pemecahan suatu
masalah terdapat empat tahap yang harus dilakukan yaitu28:
1. Memahami masalah (understanding the problem).
Pada tahap ini seseorang harus memahami masalah yang diberikan yaitu menentukan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apa syaratnya, cukup ataukah berlebihan syarat tersebut untuk memecahkan masalah yang diberikan.
2. Merencanakan pemecahan masalah (devising a plan).
Pada tahap ini seseorang harus menunjukkan hubungan antara yang diketahui dan yang ditanyakan, dan menentukan strategi atau cara yang akan digunakan dalam memecahkan masalah yang diberikan.
3. Melaksanakan rencana pemecahan masalah (carrying out the
plan).
Pada tahap ini seseorang melaksanakan rencana yang telah ditetapkan pada tahap merencanakan pemecahan masalah, dan mengecek setiap langkah yang dilakukan.
4. Memeriksa kembali solusi yang diperoleh (looking back)
Pada tahap ini seseorang melakukan refleksi yaitu mengecek atau menguji solusi yang telah diperoleh.
26Ibid, hal.125.
27Suharnan. Psikologi Kognitif, (Surabaya: Srikandi, 2005) , 289.
28Mumun Syaban,” Menumbuh kembangkan Daya Matematis Siswa”, diakses dari
(32)
20
C. Masalah Matematika Open-Start
Salah satu bentuk masalah dalam matematika adalah masalah matematika terbuka. Foong mengemukakan masalah terbuka (open- problem) adalah masalah yang tidak terstruktur dengan baik atau tidak lengkap dan tidak ada suatu prosedur yang
pasti untuk mendapatkan solusi yang tepat.29 Monaghany
membagi masalah matematika terbuka (open-problem) menjadi
masalah matematika berbentuk open-ended dan open-start.30
Perbedaan tersebut terletak pada jawaban akhir dari
permasalahan yang diajukan. Jika masalah open-ended memiliki
lebih dari satu cara pemecahan dan jawaban, maka masalah
matematika berbentuk open-start memiliki jawaban yang
tertutup. Maksudnya masalah open-start hanya memiliki satu
jawaban akhir.
Hellstrom menjelasakan tentang perbedaan masalah
matematika berbentuk open-ended dengan masalah matematika
berbentuk open-start sebagai berikut: “Based one or different strategies (start) and one or different answers (ends), open start problem would be many strategies-one-answer test items”.
Maksudnya adalah masalah berbentuk open-ended memiliki
banyak solusi pemecahan, sedangkan masalah berbentuk
open-start memiliki banyak strategi pemecahan masalah. Pada penelitian ini, peneliti akan menfokuskan pembahasan pada
masalah matematika berbentuk open-start .
Monaghany menjelaskan syarat utama dari masalah
berbentuk open-start adalah masalah tersebut harus memiliki
jawaban akhir yang tertutup atau jawaban tunggal.31 Selain itu,
seperti halnya masalah matematika lainnya masalah matematika
berbentuk open-start, tidak bisa langsung diperkirakan cara
pemecahannya.
Berikut hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemecahan
masalah berbentuk open-start menurut Monaghany:32
29Pui Yee Foong, “Mathematical Problem Solving”. diakses dari
http://books.google.co.id/books, tanggal 04 Januari 2016.
30Monaghany John, dkk, “Open-start mathematics problems: an approach to assessing
problem solving”, (England: University of Leeds, 2009), 42.
31Monaghany John, op.cit., 43
(33)
21
1. Pengetahuan dan pemahaman matematika yang dibutuhkan
dalam pemecahan masalah harus sudah diketahui dengan baik.
2. Siswa tidak boleh familiar dengan masalah-masalah sejenis.
Inti dari masalah berbentuk open-start adalah belum jelas langkah awal apa yang akan digunakan dalam pemecahan masalah.
3. Belum ada kepastian, apakah strategi pemecahan masalah
yang digunakan akan berhasil, dan siswa harus menerima bahwa usaha lebih jauh mungkin akan dibutuhkan dalam pemecahan masalah.
Dari pendapat-pendapat di atas, peneliti mendefinisikan
masalah matematika berbentuk open-start sebagai masalah
matematika yang memiliki bermacam-macam metode pemecahan tetapi hanya memiliki satu jawaban.
Menurut Monaghany, masalah open-start memiliki
kelebihan, yaitu jawaban yang benar merupakan bukti dari proses
pemecahan masalah yang telah terjadi.33 Maksudnya adalah hasil
jawaban yang benar dari pemecahan masalah merupakan bukti dari keberhasilan bagaimana memulai untuk mendapatkan solusi dengan menggunakan strategi-strategi yang didapat dari pengetahuan, keterampilan dan pemahaman dari pengetahuan matematika yang sudah ada.
Dari penjelasan-penjelasan tentang masalah matematika
berbentuk open-start di atas, berikut peneliti mengembangkan
kriteria-kriteria penyusunan masalah matematika berbentuk
open-start:
1. Dalam masalah matematika yang diajukan, tidak boleh ada
petunjuk tentang langkah pemecahan yang harus digunakan.
2. Masalah matematika yang diajukan harus memiliki banyak
metode pemecahan.
3. Pemecahan masalah matematika harus memiliki jawaban
yang tertutup atau memiliki satu jawaban.
(34)
22
D. Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika
Open-Start
Proses metakognisi siswa yang diamati pada penelitian ini adalah kegiatan yang melibatkan aktivitas metakognisi, mencakup perencanaan, pemantauan dan evaluasi dalam memecahkan masalah. Dengan demikian, pembahasan tentang metakognisi dilakukan dalam kaitannya dengan proses pemecahan masalah.
Pada bagian sebelumnya telah dikemukakan bahwa pemecahan masalah yang dilakukan siswa dalam penelitian ini
menggunakan tahap-tahap pemecahan masalah yang
dikemukakan oleh Polya yaitu memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, melaksanakan rencana pemecahan masalah, dan memeriksa kembali solusi yang diperolehnya. Adapun indikator proses metakognisi ketika memecahkan masalah berdasarkan langkah pemecahan masalah menurut Polya dalam penelitian ini dicantumkan pada lampiran.
Tabel 2.1
Indikator Metakognisi dalam Memecahkan Masalah
Open-Start
Langkah Pemecahan
Masalah
Indikator Metakognisi
dalam Memecahkan Masalah Open-Start
Memahami Masalah (Understanding
The Problem)
1. Planning (Perencanaan)
Memikirkan apa yang akan
dilaksanakan untuk memahami
masalah, diantaranya adalah:
a. Berpikir untuk mengetahui apa
yang akan dilakukan pertama kali.
b. Berpikir untuk mengetahui apa
yang diketahui.
c. Berpikir untuk mengetahui apa
yang ditanyakan.
d. Berpikir untuk dapat mengetahui
apa yang maksud dari soal
open-start yang diberikan.
e. Berpikir untuk dapat menyatakan
(35)
23 sendiri atau bentuk lain.
2. Monitoring or Regulating
(Pemantauan)
Memantau caranya dalam memahami masalah, diantaranya adalah:
a. Mengajukan pertanyaan kepada
dirinya tentang apa yang harus dilakukan pertama kali.
b. Mengajukan pertanyaan kepada
dirinya tentang apa yang diketahui dari soal open-start yang diberikan.
c. Mengajukan pertanyaan kepada
dirinya tentang apa yang ditanyakan
dalam soal open-start yang
diberikan.
d. Mengajukan pertanyaan kepada
dirinya tentang maksud atau tujuan dari soal open-start yang diberikan.
e. Memantau kalimat yang digunakan
dalam menyatakan kembali soal yang tidak keluar dari maksud awal soal open-start yang diberikan.
3. Evaluation (Evaluasi)
Memeriksa kembali cara yang
digunakan dalam memahami masalah, diantaranya adalah:
a. Memutuskan apakah data yang
diperolehnya tentang apa yang dilakukan pertama kali sudah benar.
b. Memutuskan apakah data yang
diperolehnya tentang apa yang diketahui sudah benar.
c. Memutuskan apakah data yang UP2
diperolehnya tentang apa yang ditanyakan sudah benar.
d. Memutuskan bahwa data yang
(36)
24
maksud soal open-start sudah
benar.
e. Memutuskan bahwa kalimat
pernyataan yang dibuatnya sendiri sudah sesuai dengan maksud awal soal.
Menyusun Rencana Pemecahan
Masalah (Devising a
Plan)
1. Planning (Perencanaan)
Memikirkan apa yang akan dilakukan ketika akan menyusun rencana penyelesaian diantaranya adalah:
a. Berpikir akan mencari apakah ada
hubungan antara data dengan yang ditanyakan.
b. Berpikir akan mencari beberapa
rumus yang mungkin bisa
digunakan.
c. Berpikir akan mencari penyelesaian
soal yang serupa dan melihat
penyelesaiannya sebagai
pembanding.
d. Berpikir akan memilih pengetahuan
awal apa yang sekiranya dapat membantunya untuk memecahkan masalah.
2. Monitoring (Pemantauan)
Memantau kegiatannya dalam
menyusun rencana penyelesaian,
diantaranya adalah:
a. Melaksanakan dan mengajukan
pertanyaan pada diri sendiri ketika mencari hubungan antara data dengan yang ditanyakan.
b. Memilih rumus yang mungkin
digunakan yang disesuaikan dengan data yang diperoleh.
c. Mengamati langkah penyelesaian
soal yang serupa.
(37)
25 pengetahuan awal apa yang perlu digunakan.
3. Evaluation (Evaluasi)
Memeriksa langkahnya dalam
menyusun rencana, diantanya adalah:
a. Memutuskan bahwa hubungan
antara data dengan yang ditanyakan sudah benar.
b. Memutuskan rumus yang cocok
untuk digunakan.
c. Memutuskan apakah langkah yang
dipakai pada soal yang serupa bisa dipakai atau tidak.
d. Memutuskan pengetahuan awal apa
yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Melaksanakan Rencana Pemecahan
Masalah (Carrying Out
The Plan)
1. Planning (Perencanaan)
Berpikir akan menggunakan
rencananya untuk memecahkan
masalah, diantaranya adalah:
a. Berpikir tentang langkah-langkah
penyelesaian
b. Berpikir akan melakukan
langkah-langkah penyelesaian dengan benar.
c. Berpikir akan melakukan perbaikan
jika menemukan kesalahan.
d. Berpikir akan mengatur
langkah-langkah penyelesaiannya
berdasarkan kesulitan.
e. Berpikir akan melakukan perbaikan
pada langkah penyelesaian jika menemukan kesalahan.
2. Monitoring (Pemantauan)
Melaksanakan dan memantau langkah
penyelesaian yang dilakukan
berdasarkan rencana, diantaranya
(38)
26
a. Bertanya pada diri sendiri tentang langkah-langkah penyelesaian.
b. Bertanya pada diri sendiri apakah
soal yang dikerjakan sudah berada pada langkah yang benar.
c. Bertanya pada diri sendiri
bagaimana saya meneruskannya.
d. Bertanya pada diri sendiri apakah
mengatur langkah-langkah
penyelesaiannya berdasarkan
kesulitan.
e. Melaksanakan dan memantau
langkah perbaikannya jika
menemukan kesalahan.
3. Evaluation (Evaluasi)
Melaksanakan dan memantau langkah
penyelesaian yang dilakukan
berdasarkan rencana, diantaranya
adalah:
a. Memutuskan langkah-langkah
penyelesaian.
b. Memutuskan bahwa soal yang
dikerjakan sudah berada pada langkah yang benar.
c. Memutuskan bagaimana
meneruskannya.
d. Memutuskan untuk mengatur
langkah-langkah penyelesaiannya berdasarkan kesulitan.
e. Memutuskan untuk memperbaikai
langkah-langkah penyelesaiannya jika menemukan kesalahan.
Memeriksa Kembali Solusi
yang Diperoleh. (Looking Back)
1. Planning (Perencanaan)
Berpikir akan memeriksa seluruh langkah yang dilakukan, diantaranya adalah:
a. Berpikir untuk memeriksa hasil
(39)
27
b. Berpikir untuk memeriksa apakah
hasil yang diperoleh sesuai dengan yang ditanyakan.
c. Berpikir untuk melakukan
perbaikan jika terdapat kesalahan hasil.
d. Berpikir untuk apakah mungkin
masalah tersebut diselesaikan
dengan cara yang berbeda.
2. Monitoring (Pemantauan)
Memantau langkahnya dalam
memeriksa kembali, diantaranya
adalah:
a. Memeriksa hasil yang diperoleh.
b. Memeriksa apakah hasil yang
diperoleh sesuai.
c. Melakukan perbaikan jika terdapat
kesalahan hasil.
d. Bertanya pada diri sendiri apakah
permasalahan tersebut dapat
diselesaikan dengan cara yang berbeda.
3. Evaluation (Evaluasi)
Memeriksa apakah langkahnya dalam memeriksa kembali telah benar, diantaranya adalah:
a. Memutuskan bahwa pemeriksaan
hasil penyelesaiannya sudah benar.
b. Memutuskan bahwa hasil yang
diperoleh sudah sesuai dengan yang ditanyakan.
c. Memutuskan bahwa perbaikan yang
dilakukan mampu memperbaiki kesalahan yang muncul.
d. Memutuskan apakah memang dapat
diselesaikan dengan cara yang berbeda.
(40)
28
E. Kecerdasan Intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptatif berdasarkan pengenalan diri itu.34
Ada tiga aspek yang meliputi dari kecerdasan intrapersonal:35
a. Mengenali diri sendiri
Kecerdasan intrapersonal meliputi hal mengenali diri dalam berbagai cara :
1. Kesadaran diri emosional
Kesadaran diri berarti mengenali suatu perasaan saat ia muncul adalah kunci dari kecerdasan emosi. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu adalah hal yang penting bagi pemahaman kejiwaan secara mendalam dan pemahaman diri. Ini merupakan kelemahan emosional yang umum pada sebagian besar orang.
2. Keasertifan
Bersikap asertif disini adalah keterampilan emosional untuk secara bebas dan tepat mengungkapkan pikiran, perasaan, pendapat, dan keyakinan. Dengan kemampuan emosional biasanya mendapatkan apa yang diinginkan dengan hasil yang lebih efektif.
3. Penghargaan diri
Harga diri atau citra diri adalah karakteristik kecerdasan emosi yang menunjukkan penilaian diri yang tinggi dan merupakan sumber penting bagi rasa percaya diri.
4. Kemandirian
Kemandirian adalah sebuah sifat yang dapat dihubungkan dengan orang-orang yang suka memulai, menggambarkan sifat yang bebas (tidak tergantung). Berciri-ciri seperti mengarahkan diri sendiri, memiliki inisiatif, dan bersikap dewasa.
34Paul Suparno, Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah, (Yogyakarta:
Kanisius, 2009), 41.
(41)
29
5. Aktualisasi diri
Aktualisasi diri melebihi pemikiran rasional yang sering menganggap rendah dan membatasi diri sendiri.
b. Mengetahui apa yang diinginkan
Orang yang cerdas cenderung mengetahui apa yang diinginkan dan kemana tujuan hidupnya. Disini diperlukan pengetahuan diri untuk mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan. Sebenarnya tidak diperlukan kepandaian yang berlebihan, namun dituntut pemusatan perhatian dan tingkat pengetahuan diri yang mungkin belum ditemukan dimasa lalu.
c. Mengetahui apa yang penting
Tujuan-tujuan yang telah dipertimbangkan dan nilai-nilai yang mendasarinya akan menemukan urutan kepentingannya sendiri. Terutama saat kita memprioritaskan satu tujuan di atas yang lain dan ketika memikirkan kepentingan orang lain.
Mengacu pada komponen tersebut, peneliti membuat indikator kecerdasan intrapersonal yang telah disesuaikan dengan
pembelajaran yang telah direncanakan yaitu sebagai berikut:36
Tabel 2.2
Indikator Kecerdasan Intrapersonal
No Intrapersonal Komponen Indikator
1. Mengenali diri Sendiri
a. Kesadaran diri emosional, yaitu
kesadaran mengenali perasaan-perasaan diri sendiri.
b. Sikap Asertif, yaitu
Keterampilan untuk
mengungkapkan pikiran,
perasaan, pendapat dan
keyakinan.
c. Harga diri, yaitu Penilaian diri
yang tinggi.
36Jati asih, Skripsi Sarjana: “Profil Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa Dalam
Menyelesaikan Soal Matematika Ditinjau Dari Kecerdasan Intra Dan Interpersonal. (Surabaya: UINSA Surabaya, 2013), 38.
(42)
30
d. Mempunyai sikap kemandirian.
e. Memaksimalkan potensi diri
sendiri 2. Mengetahui
apa yang diinginkan
Pengetahuan diri tentang tujuan-tujuan dan maksud-maksud pribadi. 3. Mengetahui
apa yang penting
Pengetahuan diri akan nilai-nilaii pribadi.
Siswa yang mempunyai kecerdasan intrapersonal tinggi, selain memenuhi aspek di atas, juga mempunyai ciri-ciri tambahan sebagai berikut ini:
1. Sadar kemampuan diri
Menurut Psikolog Jagadnita Consulting, Felicia Irene, M.Psi, anak dengan kecerdasan intrapersonal tinggi biasanya bisa mengungkapkan keinginannya dengan cara yang baik, tidak memaksakan kehendaknya, tahu kelebihan dan kekurangan dirinya, sehingga berani tampil saat mereka merasa mampu. Pada anak yang memiliki kecerdasan diri rendah akan berlaku sebaliknya sehingga kurang percaya diri untuk tampil.
2. Memiliki rasa empati yang tinggi
Kemampuannya memahami perasaan orang lain membuatnya memiliki rasa empati yang tinggi terhadap orang lain serta memiliki kepekaan yang tinggi terhadap lingkungannya. Dengan rasa empati dan kepekaan yang tinggi tersebut dia menyayangi dan memiliki keinginan membantu sesamanya yang sedang membutuhkan.
3. Sensitif
Memahami emosi diri serta memahami orang lain, merupakan kemampuan yang dipunyai anak didik dengan kecerdasan intrapersonal. Dengan kemampuan tersebut, biasanya anak didik akan sangat sensitif terhadap suatu kejadian atau permasalahan. Sebagai contoh jika timnya kalah dalam suatu permainan dan dia juga membuat suatu kesalahan dalam permainan tersebut, maka dia akan sangat merasa bersalah kepada teman satu timnya. Dia akan terus merasa bersalah dalam jangka waktu cukup lama, walaupun
(43)
31 sebenarnya teman-temannya sudah memaafkannya dan bahkan telah melupakan kejadian tersebut.
4. Penyendiri
Salah satu kebiasaan anak didik dengan kecerdasan intrapersonal adalah seringnya dia menyendiri. Dia terlihat sering menyendiri karena kebiasannya untuk mengevaluasi dirinya sendiri serta kejadian yang terjadi pada dirinya. Sebagai contoh, jika dia dimarahin oleh gurunya karena bersenda gurau dengan temannya ketika belajar di kelas, maka setelahnya dia akan mengevaluasi dirinya dan kejadian tersebut. Dia mengevaluasi dari kejadian tersebut bahwa tindakan gurunya dilakukan karena sang guru merasa tidak dihormati olehnya serta perbuatannya telah menggangu aktivitas belajar teman-teman sekelasnya. Dari hasil evaluasinya tersebut dia akan merasa bersalah atas perbuatan yang telah dilakukannya dan berusaha untuk tidak melakukannya lagi;
Untuk mengembangkan kecerdasan intrapersonal, dapat
dilakukan dengan beberapa cara, yakni:37
a. Sediakan waktu untuk merefleksikan diri.
b. Membaca buku motivasi dan pengembangan diri.
c. Mengikuti pelatihan, seminar dan workshop motivasi dan
pengembangan diri.
d. Melakukan meditasi dan penemuan diri setiap hari.
F. Bangun Datar
Materi yang disajikan pada penelitian ini adalah tentang persegi panjang dan lingkaran.
1. Persegi panjang
a. Pengertian persegi panjang
Persegi panjang merupakan salah satu jenis bangun datar yang berbentuk segi empat. Disekitar kita sering melihat benda yang berbentuk persegi panjang. Misalnya meja, buku, atau bingkai foto. Bagaimana panjang sisinya benda-benda tersebut? Sekarang perhatikan gambar di bawah ini!
37Reza Prasetyo dan Yeni Andriani, Multiply Your Multiple Intelligences, (Yogyakarta:
(44)
32
Gambar 2.1 Persegi Panjang ABCD
Jika kita mengamati persegi panjang ABCD pada gambar di atas dengan tepat, kita akan memperoleh bahwa:
1) Sisi-sisi persegi panjang ABCD adalah AB , BC, CD ,
dan AD dengan dua pasang sisi sejajarnya sama panjang, yaitu AB = DC dan BC = AD.
2) Sudut-sudut persegi panjang ABCD adalah ∠DAB,
∠ABC, ∠BCD, dan ∠CDA dengan ∠DAB = ∠ABC =
∠BCD = ∠CDA = 90°.
Dari pemaparan dapat ditarik kesimpulan bahwa persegi panjang adalah segiempat yang memiliki dua pasang sisi sejajar yang berhadapan yang sama panjang dan sudutnya 90°.
b. Sifat-sifat persegi panjang
Berikut ini adalah sifat-sifat persegi panjang:
1) Memiliki empat sisi serta empat titik sudut
2) Memiliki dua pasang sisi sejajar yang berhadapan dan
sama panjang
3) Keempat sudutnya sama besar yaitu 90° (sudut
siku-siku)
4) Memiliki dua diagonal yang sama panjang
5) Memiliki dua buah simetri lipat
6) Memiliki dua semetri putar
c. Rumus luas dan keliling persegi panjang
Persegi panjang dengan ukuran panjng cm dan lebar
cm mempunyai luas : L = ( × ) cm dan keliling
K = 2 × ( + ) cm.
A
B
D
C
└
┘
(45)
33 Contoh:
Hitunglah keliling dan luas persegi panjang yang berukuran panjang 12 cm dan lebar 8 cm!
Penyelesaian: Diketahui:
panjang (p) = 12 cm, lebar (l) = 8 cm.
Ditanya: Keliling (K) dan Luas (L)? Jawab:
K = 2( + )
= 2(12 cm + 8 cm) = 2 x 20 cm
= 40 cm
L = ×
= 12 cm × 8 cm = 96 cm
Jadi, keliling persegi panjang tersebut 40 cm dan luasnya 96 cm2.
2. Lingkaran
a. Pengertian Lingkaran
Disekitar kita sering melihat benda berbentuk lingkaran. Mislakan, jam dinding, ban mobil, dan uang logam. Perhatikan gmbar di bawah ini:
Gambar 2.2 Lingkaran O
Misalkan A, B, C merupakan tiga titik sebarang pada lingkaran yang berpusat di O. Dapat dilihat bahwa ketiga titik tersebut memiliki jarak yang sama terhadap titik O.
(46)
34
Dengan demikian, lingkaran adalah kumpulan titik-titik yang membentuk lengkungan tertutup, di mana titik-titik pada lengkungan tersebut berjarak sama terhadap suatu titik tertentu. Titik tertentu itu disebut sebagai titik pusat lingkaran.
b. Sifat-sifat lingkaran
1) Memiliki satu sisi
2) Memiliki simetri lipat tak terhingga
3) Memiliki simetri putar tak terhingga.
c. Unsur unsur lingkaran
1) Titik Pusat
Titik pusat lingkaran adalah titik yang terletak di tengah-tengah lingkaran. Titik O merupakan titik pusat lingkaran. Demikian lingkaran tersebut dinamakan lingkaran O.
2) Jari-Jari (r)
Jari-jari lingkaran adalah ruas garis yang menghubungkan pusat lingkaran ke sebarang titik pada lingkaran. Jari-jari lingkaran diantaranya garis OA, OB, dan OC.
3) Diameter (d)
Diameter adalah garis lurus yang
menghubungkan dua titik pada lengkungan lingkaran dan melalui titik pusat. Garis AB pada lingkaran O merupakan diameter lingkaran tersebut. Perhatikan bahwa AB = AO+OB. Jadi, diameter adalah dua kali nilai jari-jari, ditulis = 2 .
4) Busur
Busur dalam lingkaran merupakan garis lengkung yang terletak pada lengkungan lingkaran dan menghubungkan dua titik sebarang di lengkungan tersebut. Garis lengkung AC, garis lengkung CB, dan garis lengkung AB merupakan busur lingkaran O.
5) Tali Busur
Tali busur adalah garis lurus dalam lingkaran yang menghubungkan dua titik pada lengkungan lingkaran. Berbeda dengan diameter, tali busur tidak melalui titik pusat lingkaran O. Tali busur lingkaran
(47)
35 tersebut ditunjukkan oleh garis lurus AC yang tidak melalui titik pusat.
6) Tembereng
Tembereng adalah luas daerah dalam lingkaran yang dibatasi oleh busur dan tali busur. Tembereng ditunjukkan oleh daerah yang diarsir dan dibatasi oleh busur AC dan tali busur AC.
7) Juring
Juring lingkaran adalah luas daerah dalam lingkaran yang dibatasi oleh dua buah jari-jari lingkaran dan sebuah busur yang diapit oleh kedua jari-jari lingkaran tersebut. Juring lingkaran ditunjukkan oleh daerah yang diarsir yang dibatasi oleh jari-jari OC dan OB serta busur BC, dinamakan juring BOC.
8) Apotema
Apotema merupakan garis yang
menghubungkan titik pusat lingkaran dengan tali busur tersebut. Garis yang dibentuk bersifat tegak lurus dengan tali busur. Garis OE merupakan garis apotema pada lingkaran O.
d. Rumus luas dan keliling lingkaran
1) Keliling lingkaran
Misalkan terdapat lingkaran dengan pusat O, maka keliling lingkaran adalah panjang lengkungan pembentuk lingkaran O. Keliling lingkaran dapat dihitung menggunakan rumus keliling lingkaran yaitu
K = 2 atau K = . Keterangan: =227 atau3,14
d=diameter
= jari − jari
2) Luas lingkaran
Luas lingkaran merupakan luas daerah yang dibatasi oleh keliling lingkaran. Luas lingkaran dapat dihitung menggunakan rumus umum luas lingkaran
yaitu L = 2atauL= 1
(48)
36
Keterangan: =227 atau3,14
d=diameter
= jari − jari.
3) Contoh
Diketahui sebuah lingkaran memiliki jari-jari 10 cm. Tentukanlah:
a) Panjang diameter
b) Keliling lingkaran
c) Luas ligkaran
Penyelesain: Diketahui:
=3,14cm
=10cm Ditanya:
a) Diameter (d), b) Keliling (K), dan Luas Lingkaran (L)?
Jawab: a) = 2
= 2 × 10cm
= 20cm b) K = 2
= 2 × 3,14 × 10cm
= 62,8cm c) L = 2
=3,14×102
=3,14 × 100
(49)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan gambaran mendalam dan terperinci mengenai profil metakognisi siswa SMP kelas VIII dalam memecahkan masalah open-start yang mempunyai kecerdasan intrapersonal tinggi, sedang, dan rendah. Data yang dideskripsikan tentang bagaimana metakognisi siswa dalam memahami masalah, merencanakan pemecahan, melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali solusi yang diperoleh sesuai dengan tahapan pemecahan masalah yang dikemukakan Polya. Data yang dideskripsikan berdasarkan hasil tugas pemecahan masalah open-start dan wawancara yang diberikan kepada beberapa siswa yang dijadikan subjek penelitian.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri Prigen pada bulan Mei semester genap tahun ajaran 2016-2017.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas unggulan VIII-A MTs Negeri Prigen yang mempunyai kecerdasan intrapersonal sesuai dengan tingkatannya. Untuk menentukan subjek penelitian, siswa diberi angket kecerdasan intrapersonal bejumlah 30 butir pertanyaan. Berdasarkan hasil angket tersebut, kemudian dipilih 6 subjek penelitian berdasarkan tingkat kecerdasannya, 2 subjek berkecerdasan intrapersonal rendah, 2 subjek berkecerdasan intrapersonal sedang, dan 2 subjek berkecerdasan intrapersonal tinggi. Pengambilan subjek juga berdasarkan pertimbangan guru bidang studi matematika dan nilai rapor siswa tentang kemampuan matematika yang setara dan kemampuan mengkomunikasikan ide secara tulisan maupun lisan agar tidak mempengaruhi hasil penelitian ini. Berikut disajikan alur pemilihan subjek penelitian:
(50)
38
Ya Tidak
Subjek Penelitian
Wawancara dengan guru terkait
Daftar Nilai Raport Semester I siswa kelas VIII-A untuk mengetahui
kemampuan matematika yang setara
Pemberian angket kecerdasan intrapersonal
Analisis hasil tes
Apakah ada siswa yang termasuk dalam tingkat kecerdasan rendah,
sedang atau tinggi
Dua siswa tingkat kecerdasan intrapersonal
rendah Dua siswa tingkat
kecerdasan intrapersonal
sedang Dua siswa tingkat
kecerdasan intrapersonal
tinggi
: kegiatan : hasil
: siklus jika diperlukan : pertanyaan
: urutan kegiatan Keterangan
Gambar 3.1
(51)
39 Untuk mencari tingkat kecerdasan pada siswa, peneliti menggunakan rumus standart deviasi, dihitung dengan rumus sebagai berikut:
= ∑ ( − ̅)− 1
Keterangan:
= standart deviasi = nilai x (skor) ke − i
̅ = rata − rata (jumlah skor yang diperoleh dibagi dengan banyaknya subjek
= banyaknya subjek
Setelah diketahui standart deviasinya, kemudian menentukan batas-batas tingkatan kecerdasan intrapersonal yang akan ditunjukkan pada tabel berikut ini:38
Tabel 3.1
Batas-Batas Skor Tingkat Kecerdasan Intrapersonal
Batas Nilai Keterangan
≥ ( + ) Tinggi
( ̅ − ) < < ( ̅ + ) Sedang
≤ ( ̅ − ) Rendah
Keterangan:
= Standart deviasi = Skor yang diperoleh
= jumlah skor yang diperoleh dibagi dengan banyaknya subjek (rata − rata)
dari tabel tersebut akan terlihat tingkat kecerdasan intrapersonal masing-masing siswa. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Subjek dikatakan berkecerdasan intrapersonal tinggi jika skor yang diperoleh siswa lebih banyak atau sama dengan skor rata-rata ditambah hasil perhitungan standart deviasi. b. Subjek dikatakan berkecerdasan intrapersonal sedang jika
skor yang diperoleh siswa kurang dari skor rata-rata
38Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1987),
(1)
BAB VI
PENUTUP
A. SimpulanBerdasarkan analisis data dan pembahasan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Profil metakognisi siswa berkecerdasan intrapersonal tinggi dalam memecahkan masalah matematika open-start
Siswa berkecerdasan intrapersonal tinggi dalam memecahkan masalah matematika open-start melaksanakan semua aktivitas metakognisi mengembangkan perencanaan, pemantauan pelaksanaan, dan mengevaluasi tindakan di setiap tahap pemecahan masalah Polya.
2. Profil metakognisi siswa berkecerdasan intrapersonal sedang dalam memecahkan masalah matematika open-start
Siswa berkecerdasan intrapersonal sedang dalam memecahkan masalah matematika open-start tidak melaksanakan aktivitas metakognisi pada tahap memeriksa kembali masalah yang diperolehnya. Siswa berkecerdasan intrapersonal sedang melaksanakan aktivitas metakognisi secara maksimal pada tahap memahami masalah, menyusun rencana pemecahan masalah, dan melaksanakan rencana pemecahan masalah.
3. Profil metakognisi siswa berkecerdasan intrapersonal rendah dalam memecahkan masalah matematika open-start
Siswa berkecerdasan intrapersonal rendah dalam memecahkan masalah matematika open-start melaksanakan semua aktivitas metakognisi pada tahap memahami masalah. Pada tahap menyusun rencana pemecahan masalah hanya melaksanakan aktivitas metakognisi perencanaan dan pemantauan tanpa melakukan evaluasi. Pada saat melaksanakan rencana pemecahan masalah hanya melakukan aktivitas metakognisi perencanaan tanpa pemantauan dan evaluasi. Sedangkan pada tahap memeriksa kembali, siswa tidak melakukan aktivitas metakognisi.
B. Saran
(2)
128
1. Untuk guru, hendaknya memperhatikan perbedaan kecerdasan yang dimiliki siswa dalam proses pembelajaran. Jika dimungkinkan lebih memperhatikan siswa berkecerdasan intrapersonal rendah. Siswa diberi pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang siswa untuk berpikir dengan melibatkan metakognisinya ketika siswa dihadapkan soal pemecahan masalah terutama masalah open-start.
2. Kajian penelitian ini masih terbatas pada metakkognisi siswa dalam memecahkan masalah masalah matematika open-start
ditinjau dari kecerdasan inntrapersonal. Untuk peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian yang serupa, hendaknya mengkaji lebih dalam mengenai metakognisi siswa namun dari tinjauan yang berbeda-beda.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
A.H. Schoenfeld,. Metacognitive and epistemological issues in mathematical understanding. Di dalam Silver, E.A. (ED) Teaching and learning mathematical problem-solving. New Jersey : LEA, 1985.
Alder, Harry. Boost Your Intelligence, Jakarta: Erlangga, 2001.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1987.
Asih, Jati,. Skripsi : “Profil Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa
Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Ditinjau Dari Kecerdasan Intra Dan Interpersonal. Surabaya: UINSA Surabaya, 2013.
Azwar. 1999. Reliablitas dan Validitas. Jakarta: Pustaka Pelajar.
B. Miles, Mattew dan Huberman. 2009. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI-Press.
Departemen Agama RI. Al-Hidayah Al-Quran Tafsir Perkata. Jakarta: Kalim, 2010.
E. Blakey dan S, Spence, “Developing Metacognition in ERIC Digest”,
diakses pada tanggal 04 Januari 2016;
http://www.erc.ed.goy/contentdelivery/; Internet.
Fatmawati, D. Tesis: “Analisis Tingkat Kemampuan Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Secang dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Segiempat Ditinjau dari Langkah Polya”. Semarang: Uneversitas Negeri Semarang, 2011.
Flavell, J. H. 1979. “Metacognition and cognitive monitoring: A new
area of cognitive developmental inquiry”, American
Psychologist, Vol. 34, 906-911
Foong, Pui Yee. Mathematical Problem Solving. diakses pada tanggal 04 Januari 2016; http://books.google.co.id/books; Internet.
Frosenborg-Cohors and Kaune, 2001, “Modelling Classroom
Discussion and Categirizing Discursive and Metacognitive Activities”,proceeding of CERME Vol. 5, 1180-1189.
G. Schraw, and Sperling Dennison, R. 1994. Assessing
metacognitive awareness, Contemporary Educational
Psychology, Vol. 19, 460-470.
Gardner, Howard. Multiple Intelligence: New Horizons. New York:
(4)
128
Gökhan, Özsoy,. “The Effect of Metacognitive Strategy Training On
Mathematical Problem Solving Achievement”. Journal
international. Vol. 1 No. 2. 2009.
H.F. O’Neil Jr & R.S. Brown. 1997. Differential Effects of Question Formats in Math Assessment on Metacognition and Affect, Los Angeles: CRESST-CSE University of California.
Harry Alder, 2001, Boost Your Intelligence, Jakarta: Erlangga
Herlambang. Tesis: “Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas VII-A SMP Negeri 1 Kepahiang Tentang Bangun Datar Ditinjau dari Teori Van Hiele”. Bengkulu: Universitas Bengkulu, 2013.
Iswayudi, Gatut. “Aktivitas Metakognisi dalam Memecahkan Masalah Pembuktian Langsung Ditinjau dari Gender dan Kemampuan Matematika”, Paper presented at Seminar Nasional Program Studi Pendidikan Matematika UNS Surakarta 21 November, Surakarta, 2012.
Jennifer A. Livingston, Metacognition: An Overview, Diakses pada
tanggal 04 Januari 2016;
http://gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564/metacog.htm,; Internet. Khoiriah, Siti. Skripsi. “Analisis Metakognisi Peserta Didik dalam
Memecahkan Masalah Matematika di Kelas VIII MTs Ma’arif NU Ngaban”. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.
Kuntjojo, “Metakognisi dan Keberhasilan Belajar Peserta Didik”,
accessed on 04 January 2016;
https://ebekunt.wordpress.com/2009/04/12/metakognisi-dan-keberhasilan-belajar-peserta-didik/; Internet.
Kuzle. 2013. “Patterns Of Metacognitive Behavior During Mathematics Problem-Solving In A Dynamic Geometry Environment”.
J.Math. Educ. Vol. 8 No. 1. 20-40.
Lee, M. and Baylor AL, “Designing Metacognitive maps for Web-Based Learning, educational Technology & society”, Jurnal International, Vol. 9 No. 1, 344-348
Lester, F dan Garofalo J. “Metacognition, Cognitive Monitoring and
Mathematical Performance”. Journal for Research in
Mathematics Education. Vol 16. 1984.
Monaghany John, dkk. 2009. Open-start mathematics problems: an
approach to assessing problem solving. England: University of Leeds.
(5)
129
Mulbar, Usman, “Metakognisi Siswa dalam Menyelesaikan Masalah
Matematika”, Paper presented at Seminar Nasional Pendidikan Matematika di IAIN Sunan Ampel Surabaya, 24 Mei 2008.
Mumun, Syaban, Menumbuh kembangkan Daya Matematis Siswa,
diakses pada tanggal 09 juni 2015. http://educare.e-fkipunla.net,; Internet.
Mustamin, Anggo. 2011. “Pelibatan Metakognisi dalam Pemecahan
Masalah Matematika”. Jurnal Edumatica. Vol 1 No. 1. 25-32.
Mutiara, Nenden. Tesis: “Kemampuan Metakognisi dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan Metode Eksplorasi”. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 2013.
Nirmalitasari, Octa S. Tesis: “Profil Kemampuan Siswa dalam
Memecahkan Masalah Matematika Berbentuk Open-Start pada Materi Bangun Datar”. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2011.
OECD. Programme for Inter-national Student Assessment (PISA)
2012 Result in Focus. Accessed on 09 January 2016; http:// www.oecd.org,; Internet.
Oratiwi, Hanna. Skripsi : “Tingkat Kemampuan Metakognisi Siswa
Berdasarkan Scraw dan Dennision pada Mata Pelajaran Matematika”. Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014. Panaoura, A. & Philippou, G. The Measurement of Young Pupils’
Metacognitive Ability in Mathematic: The Case of Self-Representation and Self-Evaluation. Accessed on 23 Juni 2016; http://www.ucy.ac.cy; Internet.
Peirce, William. “Metacognition: Study Strategies, Monitoring, and
Motivation”, accessed on 04 January 2016;
http://www.academic.pgcc.edu /wpeirce/MCCCTR /index.html; Internet.
Polya, G. How To Solve It. Princeton, New Jersey: Princeton University Press, 1973.
Prasetyo, Reza dan Yeni Andriani. Multiply Your Multiple Intelligences, Yogyakarta: Andi, 2009.
Ressi, dkk. 2015. “Proses Pemecahan Masalah Dalam Materi Aritmatika
Sosial Berdasarkan Metakognisi Siswa SMP”. Jurnal Program
(6)
130
Siska dan Mega. 2013. “Profil Metakognisi Siswa SMP dalam
Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan
Matematika Siswa”. JDUNESA Surabaya .
Sudia, Muhammad. I Ketut Budayasa, dan Agung Lukito. 2014. “Profil Metakognisi Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Terbuka”.
Jurnal Ilmu Pendidikan. Vol. 20 No 1, Juni 2014.86-93. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2010. Suharnan. Psikologi Kognitif, Surabaya: Srikandi, 2005.
Suparno, Paul. Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah, Yogyakarta: Kanisius, 2009.
Syaban, Mumun. ” Menumbuh kembangkan Daya Matematis Siswa”, diakses pada tanggal 09 juni 2015; http://educare.e-fkipunla.net; Internet.