FAKTOR- FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI SMK “RADEN PATAH” KECAMATAN MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO

FAKTOR- FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI SMK “RADEN PATAH” KECAMATAN MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO

Nurul Aini

Mahasiswa Poltekkes Majapahit

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada pembaca tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan teknik non probability yaitu consequtive sampling. Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa yang bersekolah di SMK “Raden Patah” Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto, dengan jumlah sampel 96 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 9-16 Agustus 2007 di SMK “Raden Patah” Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Dari

hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku merokok di SMK “Raden Patah” Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. antara

lain: faktor pengetahuan responden sebagian besar pada kategori pengetahuan kurang sebanyak 91 orang dengan prosentase 94,8% dan tidak ada responden pada kategori pengetahuan baik, faktor psikologi responden sebagian besar pada kategori mendukung sebanyak 72 orang dengan prosentase 75% dan sebagian kecil pada kategori tidak mendukung sebanyak 24 orang dengan prosentase 25%, faktor lingkungan responden sebagian besar pada kategori tidak mendukung sebanyak 52 orang dengan prosentase 54,2% dan sebagian kecil pada kategori mendukung sebanyak 44 orang dengan prosentase 45,8%. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa faktor yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja di SMK “Raden Patah” Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. adalah faktor psikologi. Oleh karena itu petugas kesehatan mempunyai peranan yang sangat penting untuk dapat memberikan penyuluhan tentang bahaya perilaku merokok sehingga remaja dapat lebih waspada terhadap bahaya perilaku merokok. Kata kunci : faktor perilaku, merokok, remaja.

A. PENDAHULUAN.

Merokok dapat menjadi cara bagi remaja agar tampak bebas dan dewasa. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat –sifat masa transisi atau peralihan. Suatu sifat yang khas dari remaja adalah bahwa mereka tidak menentang orang dewasa, melainkan justru meniru perilaku orang dewasa (Haditono, 2002). Kebimbangan identitas (identity confusion) berdampak kurang baik bagi remaja, hal ini akan menyebabkan penarikan diri individu, mengisolasi diri dari teman sebaya dan keluarga atau meleburkan diri dengan dunia teman sebayanya dan kehilangan identitas dirinya (Yusuf, 2005).

Berdasarkan penelitian oleh Prof. Soesmalijah Soewondo dari fakultas psikologi UI yang bertanya pada sejumlah orang yang tidak berhenti merokok dengan alasan untuk kenikmatan, terkes an “keren”, menghilangkan stres (depresi) dan apabila tidak merokok akan susah berkonsentrasi dan gelisah. Itu disebabkan Berdasarkan penelitian oleh Prof. Soesmalijah Soewondo dari fakultas psikologi UI yang bertanya pada sejumlah orang yang tidak berhenti merokok dengan alasan untuk kenikmatan, terkes an “keren”, menghilangkan stres (depresi) dan apabila tidak merokok akan susah berkonsentrasi dan gelisah. Itu disebabkan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Escobedo, jumlah remaja yang mulai merokok meningkat tajam setelah usia 10 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 13 –14 tahun. Ketika siswa duduk dikelas 2 SMP, 15% remaja mengatakan bahwa mereka sudah merokok gambaran ini meningkat menjadi 28% pada siswa kelas 3 SLTA. Siswa yang mulai merokok pada usia 12 tahun atau lebih muda, lebih cenderung menjadi perokok berat dan merokok secara teratur dari pada siswa yang mulai merokok pada usia yang lebih tua (Santrock, 2003). Padahal efek merugikan dari merokok adalah kematian sebesar 25%, kanker paru- paru sebesar 80%, kanker mulut dan tenggorokan sebesar 60%, jantung dan stroke 16% (Jaken, 2002). Komisi Nasional perlindungan anak mengatakan bahwa tiap tahun jumlah perokok pada remaja meningkat hingga 20% (Seto Mulyadi, 2006).

Menurut perkiraan WHO, kenaikan perokok di Indonesia khususnya anak usia muda diantaranya karena pengaruh ingin mencoba –coba, pengaruh teman sebaya, pengaruh iklan rokok melalui berbagai media atau karena mempunyai orang tua perokok (Burhan, 2003). Merokok pada remaja dapat dipengaruhi juga oleh beberapa faktor diantaranya : 1. faktor psikologik, yaitu a) faktor perkembangan sosial, b) faktor pskiatrik ; 2. faktor biologik, yaitu : a) faktor kognitif, b) faktor jenis kelamin, c) faktor etnik, d) faktor genetik ; 3. faktor lingkungan (Soetjiningsih, 2004).

Upaya untuk mengurangi perilaku merokok pada remaja saat ini telah dilaksanakan program anti merokok yang dilakukan di sekolah, terutama memfokuskan pemberian informasi tentang bahaya merokok. Program ini efektif dalam meningkatkan pengetahuan tentang akibat negatif merokok dan kadang- kadang efektif dalam merubah sikap terhadap merokok tetapi kenyataanya punya manfaat yang sedikit dalam merubah perilaku merokok (Soetjiningsih, 2004). Pada intinya, pencegahan merokok adalah upaya pendidikan dan politis yang lebih kuat untuk mencegah anak –anak dan remaja mulai mencoba rokok (Santrock, 2003).

Berdasarkan penelitian diatas maka petugas kesehatan mempunyai peranan yang sangat penting untuk mencegah perilaku merokok pada remaja. Petugas kesehatan dapat memberikan penyuluhan dengan cara membekali remaja dengan informasi yang memadai sehingga remaja dapat lebih waspada terhadap bahaya perilaku merokok.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMK “Raden Patah“ Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto selama dua minggu di mulai tanggal 15 –27 Juni 2007 dengan cara obse rvasi, didapatkan bahwa sebanyak 15 siswa SMK “Raden Patah“ Kecamaan Mojosari Kabupaten Mojokerto yang merokok didepan sekolah pada saat masuk sekolah dan pulang sekolah. Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa sebanyak 12 siswa mengatakan mereka merokok karena diajak teman dan sebanyak 3 siswa mengatakan mereka merokok karena ingin mencoba- coba. Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk mengetahui faktor –faktor apa yang melatarbelakangi perilaku meokok pada remaja di SMK “Raden Patah“ Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

B. TINJAUAN PUSTAKA.

1. Konsep Perilaku.

a. Pengertian perilaku. Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme baik yang dapat diamati langsung ataupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2002) atau merupakan respon dari reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dalam dirinya (Sarwono, 1997). Menurut Purwanto (1998) perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia.

b. Faktor terbentuknya perilaku dibedakan menjadi 2, yaitu :

1) Faktor intern, mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.

2) Faktor ekstern, mencakup lingkungan sekitar baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial –ekonomi, kedudayaan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

c. Faktor – faktor yang melatarbelakangi perilaku : Menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) faktor yang melatarbelakangi perilaku adalah :

1) Faktor predisposisi (Predisposition Factor) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan dan sebagainya.

2) Faktor pendukung (Enabling Factor) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas –fasilitas ataupun sarana- sarana kesehatan.

3) Faktor pendorong (Reinforcing Factor) yang terwujud dalam perilaku petugas kesehatan maupun keluarga yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

d. Respon perilaku. Skiner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) dan respon. Menurut Skiner ada 2 macam respon yaitu :

1) Respondent respon atau reflexive respon ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan –rangsangan tertentu. Perangsangan–perangangan yang semacam ini disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respon –respon yang relatif tetap.

2) Respondent respon (respondent behavior) ini mencakup juga emosi atau emotional behavior . Emotional respon ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan.

3) Operant respons atau instrumental respons adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer, karena perangsang tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku yang telah dilakukan.

4) Didalam kehidupan sehari–hari, respons jenis pertama (respondent respons atau respons behavior) sangat terbatas keberadaanya pada manusia. Hal ini disebabkan karena hubungan yang pasti diantara stimulus 4) Didalam kehidupan sehari–hari, respons jenis pertama (respondent respons atau respons behavior) sangat terbatas keberadaanya pada manusia. Hal ini disebabkan karena hubungan yang pasti diantara stimulus

e. Bentuk perilaku. Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 :

1) Perilaku tertutup (covert behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung. Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka (overt behavior) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2007).

f. Proses perubahan perilaku. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

1) Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap –tahap tersebut di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopasi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).

g. Bentuk – bentuk perubahan perilaku. Bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi, sesuai dengan konsep yang digunakan oleh para ahli dalam pemahamannya terhadap perilaku. Menurut WHO, perubahan perilaku itu dikelompokkan menjadi 3, yakni :

1) Perubahan alamiah (natural change). Perubahan perilaku manusia selalu berubah, dimana sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

2) Perubahan rencana (planned change).

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

3) Kesediaan untuk berubah (readiness to change). Setiap orang di dalam suatu masyarakat mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda –beda (Notoatmodjo, 2003).

2. Konsep Merokok.

a. Pengertian rokok. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiona tabacuni, nicotiana rustica dan spesies lain atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan (Anonim, 2006).

b. Pengertian merokok.

1) Merokok termasuk salah satu perbuatan yang mengarah pada pekerjaan membinasahkan.

2) Merokok adalah simbol persahabatan dan keakraban.

3) Merokok adalah bagian dari sisi hidup dan kehidupan buat para perokok.

4) Merokok adalah perbuatan mubazir, maka hal tersebut dilarang dalam agama islam (Anonim, 2006).

c. Faktor–faktor resiko bagi remaja untuk merokok. Seperti penggunaan zat-zat (suntances) lainnya, terdapat beberapa faktor risiko bagi remaja sehingga mereka menjadi perokok. Faktor –faktor tersebut antara lain faktor psikologik, faktor biologik, dan faktor lingkungan serta regulasi atau peraturan penjualan rokok.

1) Faktor psikologik.

a) Faktor perkembangan sosial. Aspek perkembangan pada remaja antara lain : (1) Menetapkan kebebasan otonomi, (2) Membentuk identitas diri, (3) Penyesuaian perubahan psikososial berhubungan dengan maturasi

fisik. Merokok dapat menjadi sebuah cara bagi remaja agar mereka tampak bebas dan dewasa saat mereka menyesuaikan diri dengan teman sebaya yang merokok. Istirahat atau santai dan kesenangan, tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingin tahu, stres, bosan, ingin kelihatan gagah dan sifat ingin menentang merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan mulainya merokok. Sedangkan faktor resiko lainnya adalah rendah diri, hubungan antar perorangan yang jelek, kurang mampu menghadapi stres, putus sekolah, serta tahun-tahun transisi antara sekolah dasar dan sekolah menengah (usia 11-16 tahun). Merokok sering dihubungkan dengan remaja yang nilai sekolahnya jelek, aspirasi rendah, penggunaan alkohol serta obat - obat lain, absen sekolah, kemungkinan putus sekolah, rendah diri dan pengetahuan tentang merokok yang rendah. tingkah laku individu juga dipengaruhi oleh pengetahuan, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah individu melakukan penginderaan terhadap suatu fisik. Merokok dapat menjadi sebuah cara bagi remaja agar mereka tampak bebas dan dewasa saat mereka menyesuaikan diri dengan teman sebaya yang merokok. Istirahat atau santai dan kesenangan, tekanan teman sebaya, penampilan diri, sifat ingin tahu, stres, bosan, ingin kelihatan gagah dan sifat ingin menentang merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan mulainya merokok. Sedangkan faktor resiko lainnya adalah rendah diri, hubungan antar perorangan yang jelek, kurang mampu menghadapi stres, putus sekolah, serta tahun-tahun transisi antara sekolah dasar dan sekolah menengah (usia 11-16 tahun). Merokok sering dihubungkan dengan remaja yang nilai sekolahnya jelek, aspirasi rendah, penggunaan alkohol serta obat - obat lain, absen sekolah, kemungkinan putus sekolah, rendah diri dan pengetahuan tentang merokok yang rendah. tingkah laku individu juga dipengaruhi oleh pengetahuan, pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah individu melakukan penginderaan terhadap suatu

b) Faktor psikiatrik. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak –kanak dan masa dewasa. Remaja tidak memiliki tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongan anak –anak tetapi tidak juga termasuk pada golongan dewasa. Erikson mengatakan bahwa untuk menemukan jati dirinya peran remaja harus mempunyai dalam kehidupan sosialnya sehingga dapat mengembangkan dirinya (Soetjiningsih, 2004). Sumber –sumber yang dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri adalah lingkungan sosial, dimana remaja tumbuh dan berkembang, seperti keluarga dan tetangga yang merupakan lingkungan masa kecil. Dalam proses perkembangan identitas diri, sering dijumpai bahwa remaja mempunyai seseorang yang sangat berarti, seperti sahabat, guru, kakak, bintang olah raga atau bintang film yang dikagumi. Orang –orang tersebut menjadi tokoh idola karena memiliki nilai–nilai ideal bagi remaja dan mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan identitas diri. Sehingga remaja sering berperilaku seperti idolanya dengan meniru sikap maupun perilakunya dan seolah- olah menjadi seperti mereka. Status dalam pembentukan identitas diri tersebut sangat berpengaruh terhadap harapan –harapan, pandangan terhadap diri maupun reaksi terhadap stres. Kecemasan adalah perasaan yang paling dominan dialami remaja karena persoalan yang sulit untuk dipecahkan. Maka remaja cenderung akan melakukan hal – hal yang tidak dapat diterima oleh masyarakat, seperti mabuk – mabukan, penyalahgunaan obat atau zat sebagai cara untuk menghindari tanggung jawab (Santrock, 2003). Studi epidemiologi pada dewasa mendapatkan asosiasi antara merokok dengan gangguan psikitri seperti skizofrenia, depresi, cemas dan penyalahgunaan zat tertentu. Pada remaja didapatkan asosiasi antara merokok dengan depresi dan cemas. Gejala lebih sering pada remaja perokok. Merokok berhubungan dengan meningkatnya b) Faktor psikiatrik. Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak –kanak dan masa dewasa. Remaja tidak memiliki tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongan anak –anak tetapi tidak juga termasuk pada golongan dewasa. Erikson mengatakan bahwa untuk menemukan jati dirinya peran remaja harus mempunyai dalam kehidupan sosialnya sehingga dapat mengembangkan dirinya (Soetjiningsih, 2004). Sumber –sumber yang dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri adalah lingkungan sosial, dimana remaja tumbuh dan berkembang, seperti keluarga dan tetangga yang merupakan lingkungan masa kecil. Dalam proses perkembangan identitas diri, sering dijumpai bahwa remaja mempunyai seseorang yang sangat berarti, seperti sahabat, guru, kakak, bintang olah raga atau bintang film yang dikagumi. Orang –orang tersebut menjadi tokoh idola karena memiliki nilai–nilai ideal bagi remaja dan mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan identitas diri. Sehingga remaja sering berperilaku seperti idolanya dengan meniru sikap maupun perilakunya dan seolah- olah menjadi seperti mereka. Status dalam pembentukan identitas diri tersebut sangat berpengaruh terhadap harapan –harapan, pandangan terhadap diri maupun reaksi terhadap stres. Kecemasan adalah perasaan yang paling dominan dialami remaja karena persoalan yang sulit untuk dipecahkan. Maka remaja cenderung akan melakukan hal – hal yang tidak dapat diterima oleh masyarakat, seperti mabuk – mabukan, penyalahgunaan obat atau zat sebagai cara untuk menghindari tanggung jawab (Santrock, 2003). Studi epidemiologi pada dewasa mendapatkan asosiasi antara merokok dengan gangguan psikitri seperti skizofrenia, depresi, cemas dan penyalahgunaan zat tertentu. Pada remaja didapatkan asosiasi antara merokok dengan depresi dan cemas. Gejala lebih sering pada remaja perokok. Merokok berhubungan dengan meningkatnya

9) Faktor biologik.

a) Faktor kognitif. Menurut David Wechsler (1958) kognitif didefinisikan sebagai “keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif”.

Jadi, kognitif memang mengandung unsur pikiran atau rasio. Semakin banyak unsur rasio yang harus digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah laku, semakin baik tingkah laku tersebut (Sarwono, 2005). Pada masa remaja belum menyadari adanya bermacam – macam penyebab penyakit pada kesehatan remaja. Remaja lebih cenderung menggambarkan kesehatan dengan menggunakan faktor psikologi, emosional dan sosial serta menganggap bahwa perilaku mereka adalah hal yang penting bagi mereka sendiri (Santrock, 2003). Faktor lain yang menyebabkan perkembangan kecanduan nikotin adalah merasakan adanya efek bermanfaat dari nikotin. Sebagai contoh, beberapa dewasa perokok melaporkan bahwa Merokok memperbaiki konsentrasi. Telah dibuktikan bahwa nikotin mengganggu perhatian dan kemampuan kognitif, tetapi hal ini akan berkurang bila mereka diberi nikotin atau rokok. Studi yang dilakukan pada dewasa perokok dan tidak merokok memperlihatkan bahwa nikotin dapat meningkatkan “finger-tapping rate”, respon motorik dalam tes fokus

perhatian, perhatian terus-menerus dan pengenalan memori.

b) Faktor jenis kelamin. Patut diperhatikan bahwa belakangan ini kejadian merokok meningkat pada remaja wanita. Remaja wanita perokok melaporkan bahwa dengan merokok mereka menjadi lebih percaya diri, suka menentang, dan secara sosial cakap. Keadaan ini berbeda dengan laki-laki perokok yang secara sosial tidak aman.

c) Faktor etnik. Di AS, angka kejadian merokok tertinggi pada orang kulit putih dan penduduk asli amerika, serta terendah pada orang – orang amerika keturunan afrika dan asia. Laporan tersebut memberi kesan bahwa perbedaan asupan nikotin dan tembakau serta waktu paruh kotinin antara perokok dewasa AS keturunan afrika dengan orang kulit adalah c) Faktor etnik. Di AS, angka kejadian merokok tertinggi pada orang kulit putih dan penduduk asli amerika, serta terendah pada orang – orang amerika keturunan afrika dan asia. Laporan tersebut memberi kesan bahwa perbedaan asupan nikotin dan tembakau serta waktu paruh kotinin antara perokok dewasa AS keturunan afrika dengan orang kulit adalah

d) Faktor genetik. Variasi genetik mempengaruhi fungsi reseptor dopamin dan enzim hati yang memetabolisme nikotin. Konsekuensinya adalah meningkatnya risiko kecanduan nikotin pada beberapa individu. Variasi efek nikotin dapat diperantarai oleh polimorfisme gen reseptor dopamin yang mengakibatkan lebih besar atau lebih kecilnya ganjaran (reward) dan mudah kecaduan obat. Kecanduan nikotin melibatkan faktor lingkungan dan genetik yang multipel. Faktor genetik dapat menjelaskan banyaknya variasi penggunaan tembakau pada remaja, serta tampak mempengaruhi reaksi farmakologik terhadap nikotin, beberapa darinya tampak berkaitan dengan gen yang mempengaruhi ekspresi alkoholisme.

10) Faktor lingkungan. Lingkungan menyangkut segala sesuatu yang ada di sekitar individu baik fisik, biologi dan sosial. Lingkungan sangat mempengaruhi terhadap perilaku individu dan dari faktor lingkungan dapat menyebabkan seseorang memiliki perilaku merokok. Pada umumnya remaja membentuk kelompok ketika mereka memasuki masa remaja dan mereka akan menjadi anggota kelompok usia sebaya. Kelompok itu disebut reference group dan melalui kelompok tersebut remaja dapat memperoleh nilai dan peran yang dapat menjadi acuan bagi dirinya, sehingga remaja menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh adalah kehidupan sosial remaja. Keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan remaja karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama, yang meletakkan dasar –dasar kepribadian remaja. Pengaruh kelompok teman sebaya juga sangatlah besar dalam melakukan penyimpangan perilaku merokok. Faktor - faktor yang berkaitan dengan penggunaan tembakau antara lain: orang tua, saudara kandung, teman sebaya yang merokok, terpapar reklame tembakau, artis pada reklame di media. Orang tua memegang peranan terpenting. Dari remaja yang merokok, didapatkan 75%. Salah satu atau kedua orang tuanya merokok. Sebuah studi kohort pada anak – anak SMU mendapatkan bahwa penyebab yang bermakna dalam peralihan dari kadang – kadang merokok menjadi merokok secara teratur adalah orang tua merokok dan konflik keluarga. Reklame tembakau diperkirakan mempunyai pengaruh yang lebih kuat daripada pengaruh orang tua atau teman sebaya, mungkin karena mempengaruhi persepsi remaja terhadap penampilan manfaat rokok. Memulai menggunakan tembakau lebih erat hubungannya dengan faktor lingkungan, sedangkan peningkatan dari merokok pertama ke kecanduan rokok tampaknya dipengaruhi oleh faktor pesonal dan farmakologik. Selain itu peningkatan harga jual atau diberlakukan cukai yang tinggi akan menurunkan pembelian dan konsumsi rokok. Pembatasan fasilitas untuk merokok dengan menetapkan ruang atau daerah bebas rokok diharapkan dapat mengurangi konsumsi rokok. Tetapi kenyataannya terdapat peningkatan kejadian memulai merokok pada remaja, walaupun telah dibuat usaha –usaha untuk mencegahnya (Soetjiningsih, 2004).

d. Jenis–jenis rokok. Secara garis besar, rokok terbagi atas 4 jenis yaitu :

1) Rokok putih. Rokok putih adalah rokok yang tembakaunya berasal dari luar indonesia. Rokok jenis ini rasanya pahit dan tidak padat. Contoh rokok untuk jenis ini antara lain Marlboro, Lucky Strike, 555, Ardath, dll.

2) Rokok kretek. Ini adalah rokok produksi dalam negeri. Istilah kretek kemungkinan besar diambil dari bunyinya yang kretek – kretek jika dibakar. Rokok jenis ini tembakuanya sudah dicampur dengan cengkeh dan rempah – rempah lain sehingga ada rasa manisnya. Karakteristik lainnya adalah tembakau yang padat. Konon, beberapa rokok kretek jika disimpan lebih lama cita rasanya akan semakin baik. Rokok jenis ini antara lain Sampoerna Mild, Dji Sam Soe, Gudang Garan Filter, dll.

3) Cerutu. Yang membedakan cerutu dengan rokok adalah ukurannya. Ukuran cerutu pada umumnya lebih besar dari rokok yang dibalut tembakau juga, bukan kertas seperti rokok.Cerutu memiliki kandungan tembakau yang sangat padat sehingga biasanya satu batang cerutu bisa dihisap secara bertahap.

4) Rokok rasta. Rokok ini juga merupakan campuran antara tembakau dan sayur –sayuran dari hutan di aceh yang sudah dikeringkan. Bau rokok ini sangat menusuk hidung dan membuat mulut kering. Rokok jenis ini juga mengeluarkan suara kretek –kretek jika dibakar. Biasanya dibalut dengan papir (Wahyutan, 2003).

e. Zat kimia yang terkandung dalam rokok. Menurut R. A. Nainggolan ada 15 zat kimia, yaitu :

1) Aerolin. Merupakan zat cair yang tidak berwarna seperti Adechdte. Zat ini diperoleh dengan mengambil cairan Glyseril atau dengan mengeringkannya. Zat ini juga mengandung akohol dengan kata lain heroin adalah alkohol.

2) Karbonmonoksida (CO). Merupakan gas beracun yang mampu mengakibatkan kemampuan darah membawa oksigen berkurang.

3) Nikotin. Merupakan cairan minyak yang tidak berwarna dan dapat menyebabkan rasa perih, zat ini bersifat adiktif dan karsinogen yang mempengaruhi saraf dan peredaran darah.

4) Tar. Zat ini sejenis cairan yang berwarna kental yang berwarna coklat tua atau hitam. Tar mengandung bahan kimia beracun yang dapat merusak sel paru-paru dan menyebabkan kanker, dalam Tar mengandung Benzopyreme yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket pada paru- paru.

5) Amonia. Merupakan gas berwarna terdiri dari Nitrogen dan Melrogen. Zat ini berbau sangat tajam dan merangsang amonia dapat memasuki sel-sel tubuh.

6) Fermid Acid. Sejenis cairan tidak berwarna dapat menyebabkan kelumpuhan dan dalam peredaran darah dapat meningkatkan kecepatan pernapasan.

7) Hidrogen Cyanide. Sejenis gas tidak beracun dan tidak berbau. Zat ini sangat efektif dalam menghalangi masuknya oksigen, Cyanid juga mengandung racun yang sangat berbahaya dan menyebabkan kematian.

8) Nifraus Oxide. Merupakan zat berwarna, bila dihisap dapat mengakibatkan hilangnya keseimbangan, Zat ini biasa digunakan sebagai obat anastesi.

9) Formal Dehyde. Merupakan sejenis gas tidak berwarna dan berbau tajam. Gas ini tergolong zat pengawet dan pembasmi hama.

10) Phenol. Merupakan zat beracun yang dapat membahayakan dan mampu berikatan serta menghalangi kerja enzim.

11) Achetol. Sejenis zat tidak berwarna, tidak berbau dan dapat bergerak bebas serta mudah menguap dengan alkohol.

12) Hydrogen Sulfide. Sejenis gas beracun yang mudah terbakar. Zat ini menghalangi kerja enzim.

13) Pyridine. Sejenis cairan berwarna yang berbau tajam. Zat ini biasa digunakan untuk pembunuh hama.

14) Methyl Cloride. Zat ini merupakan zat yang sangat beracun biasanya digunakan sebagai obat anastesi.

15) Methanol. Adalah campuran bahan yang dapat menguap dan terbakar. Zat ini bila dihirup akan mengakibatkan kematian (Tjandra, 1998).

16) Ada 2 macam asap rokok yang mengganggu kesehatan :

a) Asap rokok utama (mainstream), adalah asap yang dihisap oleh si perokok.

b) Asap sampingan (sidestream), adalah asap yang merupakan

pembakaran dari ujung rokok, kemudian menyebar ke udara. Asap sampingan memiliki konsentrasi yang lebih tinggi, karena tidak melalui proses penyaringan yang cukup. Dengan demikian penghisap asap sampingan memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gangguan kesehatan. Perokok pasif adalah orang – orang yang tidak merokok, namun korban perokok karena turut menghisap asap sampingan (Pramana, 2006).

f. Dampak merokok.

1) Menyebabkan mata mengeluarkan air tangis dan rambut berbau

2) Mininggikan tekanan darah dan menyebabkan denyut nadi semakin cepat

3) Meningkatkan risiko kelemahan karena sirkulasi darah kurang baik

4) Mengurangi upaya mengecap dan menghidu

5) Mewarnai gigi dan jari

6) Dapat menyebabkan kulit semakin tua secara prematur, kulit kering dan berkerut

7) Meningkatkan risiko serangan jantung dan otak

8) Dapat menimbulkan serangan asma dan menyebabkan asma lebih parah lagi

9) Menyebabkan sesak napas, batuk, pilek, radang paru – paru, bronkitis kronis.

10) Mungkin menyebabkan kanker paru – paru, kerongkongan. Laring dan tenggorokan.

11) Pada wanita dapat menyebabkan nyeri haid, menopause lebih awal dan infertilisasai.

12) Pada pria dapat menyebabkan impotensi, infertilisasai, dan gangguan sperma.

13) Pada wanita hamil rokok atau asap rokok dapat meningkatkan resiko pada janin, yaitu keguguran, pertumbuhan terhambat, komplikasi selama pertumbuhan, lahir prematur, berat badan rendah, kesulitan bernapas saat lahir, sakit dalam hari –hari pertama setelah lahir dan meninggal (Aditama, 1997).

g. Bahaya penggunaan tembakau dan terpapar asap tembakau. Terpapar rokok selama 8 jam sebanding dengan merokok sebanyak 20 batang perhari. Konsekuensi dari merokok antara lain meningkatnya kejadian infeksi saluran napas bagian atas, batuk, asma, sinisitus, penyakit kardiovaskuler, kanker, mengganggu fertilisasi, lahir kurang bulan, kematian maupun absen dari kerja atau sekolah. Anak dan kaum muda yang merokok, pertumbuhan dan perkembangan parunya segera akan terpengaruh oleh asap rokok tersebut. Pada dewasa maupun remaja, merokok secara statistik berhubungan dengan depresi, cemas, ADHD, dan kelainan psikistrik lainnya. Anak –anak umur belasan dengan gangguan ini secara bermakna lebih mungkin memulai merokok dari pada teman sebayanya yang tanpa gangguan ini. Sebaliknya, anak umur belasan yang merokok lebih mungkin berkembang depresi dari pada bukan perokok, menandakan adanya mata rantai atau hubungan kausal atau kepekaan. Wanita hamil yang merokok akan meningkatkan risiko abortus spontan, BBLR (bayi berat lahir rendah), SIDS (suddent infant death syndrome), dan jangka panjang mengenai masalah kognitif atau perilaku seperti gangguan pemusatan perhatian dengan atau hiperaktivitas. Laki –laki perokok hendaknya waspada tehadap impotensi dan tramsmisi kelainan genetik. Asap rokok diklasifikasikan sebagai karsinogen kelas A. Terpaparnya anak dengan asap rokok akan meningkatkan risiko asma, SIDS, penyakit telinga tengah, pnemonia, batuk, infeksi saluran napas bagian atas, menurunkan kadar kolesterol HDL, dan penyakit jantung koroner. Bila terpapar rokok mulai pada usia sebelum 10 tahun akan meningkatkan resiko leukemia dan limfoma (Soetjiningsih, 2004).

d. Penatalaksanaan remaja perokok. Program penghentian merokok pada remaja kurang berhasil. Beberapa tipe intervensi pengobatan melalui beberapa studi disebarkan untuk remaja. Kelemahan utama studi tersebut adalah dalam hal desain dan laporan yang kurang terhadap penurunan penggunaan tembakau.

1) Riwayat remaja perokok. Beberapa remaja ada dalam proses perkembangan kecanduan tembakau, sebaliknya mayoritas dewasa telah kecanduan selama beberapa tahun. Pada remaja, pola merokok juga lebih bervariasi dalam jumlah maupun frekuensinya dibanding dewasa. Sebuah studi kohort yang dilakukan di sekolah pada 276 perokok dengan umur 12 sampai 18 tahun, angka kejadian penghentian merokok adalah 46% pada perokok jarang, 12% pada perokok 1- 9 batang perhari, dan 6,8% pada perokok 10 batang perhari. Kaum muda tidak merasa kebutuhan menurunkan mata rantai yang membahayakan terhadap paparan tembakau. Beberapa remaja, kecanduan nikotinnya ada dalam tahap bulan madu (hooney moon phase). Keberhasilan pengobatan tergantung pada penyesuaian secara individu dan cara yang tepat yang dapat meningkatkan motivasi. Pada remaja, sekali penghentian merokok dimulai, sedikit diketahui alasan untuk merokok kembali. Godaan untuk merokok kembali dihubungkan dengan keadaan afektif dan gejala putus nikotin. Untuk membantu program penghentian merokok pada kaum muda, telah diperiksa beberapa faktor yang dapat memfasilitasi berhenti. pada sebuah studi kohort (n=321) remaja usia 18 tahun, alasan untuk meninggalkan rokok antara lain masalah harga (52%), kebugaran (27%), penampilan gang jelek (16%), tekanan sosial (11%), meninggalkan kebiasaan (10%), dan tanpa alasan (5%).

2) Intervensi psikososial. Anak –anak yang dalam kesehariannya terpapar rokok lebih sedikit dapat memelihara penurunan merokok sampai 1 bulan setelah melengkapi program, tidak dilaporkan adanya efikasi jangka panjang. Keberhasilan Penghentian merokok dapat dihindari oleh faktor-faktor sosial seperti adanya perokok lain di dalam rumah tangga. Tingkah laku remaja mengikuti pola yang kompleks dari teman sebaya, pemimpin gang atau kelompok, orang tua dan model –model lain yang berperanan.

3) Pendekatan farmakologi. Remaja yang kecanduan tembakau mengalami derajat dan bermacam – macam gejala putus obat. Terapi pengganti nikotin seperti tempelan kulit dan permen telah menghasilkan penurunan kejadian dari 9 –44% pada dewasa perokok. Keamanan dan kecenderungan penyalahgunaan yang rendah dari permen nikotin telah dibuktikan pada dewasa tetapi tidak pada remaja. Sebuah studi terapi pengganti nikotin pada remaja baru –baru ini melaporkan bahwa efek samping nikotin yang ditempel serupa orang dewasa mendapatkan penurunan kecil gejala –gejala putus obat dengan penggunaan niotin yang ditempel selama 8 minggu, dan hanya 1 dari 22 remaja yang tetap pantang selama 6 bulan. Fleksibilitas dari dosis permen, kemiripan yang dekat sekali dengan pemberian nikotin sendiri lewat rokok, memberi kesan bahwa ini mungkin cocok untuk remaja –remaja 3) Pendekatan farmakologi. Remaja yang kecanduan tembakau mengalami derajat dan bermacam – macam gejala putus obat. Terapi pengganti nikotin seperti tempelan kulit dan permen telah menghasilkan penurunan kejadian dari 9 –44% pada dewasa perokok. Keamanan dan kecenderungan penyalahgunaan yang rendah dari permen nikotin telah dibuktikan pada dewasa tetapi tidak pada remaja. Sebuah studi terapi pengganti nikotin pada remaja baru –baru ini melaporkan bahwa efek samping nikotin yang ditempel serupa orang dewasa mendapatkan penurunan kecil gejala –gejala putus obat dengan penggunaan niotin yang ditempel selama 8 minggu, dan hanya 1 dari 22 remaja yang tetap pantang selama 6 bulan. Fleksibilitas dari dosis permen, kemiripan yang dekat sekali dengan pemberian nikotin sendiri lewat rokok, memberi kesan bahwa ini mungkin cocok untuk remaja –remaja

4) Pendekatan kombinasi Kombinasi intervensi biopsikososial dan farmakoterapi yang telah sukses pada dewasa, bisa juga dilakukan pada remaja.

e. Pencegahan merokok. Program anti merokok yang dilakukan disekolah terutama memfokuskan pemberian informasi tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Program tesebut berdasarkan asumsi bahwa jika kaum muda tahu mengapa merokok itu tidak sehat, maka mereka tidak akan memilih menjadi perokok. Program ini efektif dalam meningkatkan pengetahuan tentang akibat negatif merokok dan kadang –kadang efektif dalam merubah sikap terhadap merokok, tetapi kenyataannya punya pengaruh yang sedikit pada perilaku merokok. Akhir – akhir ini kebanyakan program pencegahan merokok berdasarkan satu dari dua pendekatan psikososial, yaitu : (1) pendekatan pengaruh sosial dan (2) pendekatan melatih cara menghadapi kehidupan. Pendekatan pengaruh sosial didasarkan pada asumsi bahwa model tersebut adalah faktor utama dalam memulai perilaku merokok. Kebanyakan tekanan sosial terhadap merokok datang dari orang tua, saudara kandung, teman dan media. Pendekatan melatih cara menghadapi kehidupan didasarkan pada asumsi bahwa yang menyebabkan merokok dan bentuk lain penggunaan zat –zat tertentu adalah kurangnya intelegensi personal dan sosial. Program berdasarkan pendekatan ini biasanya memberikan pelatihan pada bidang : peningkatan rasa rendah diri, ketegasan, cara berkomunikasi, interaksi sosial, santai dalam mengatasi stres, pemecahan masalah dan membuat keputusan. Program pencegahan yang akan datang perlu lebih komprehensif serta memasukkan dalam pendekatan mereka untuk mencegah bukan hanya individu tersebut, tetapi juga keluarga, sekolah, masyarakat dan media. Letak pelayanan kesehatan adalah tempat penting lainnya untuk pencegahan merokok. Pendidikan perindividu dan intervensi berkelompok oleh dokter, perawat, pekerja sosial dan tema sebaya (Soetjiningsih, 2004).

f. Peran tenaga kesehatan di masyarakat. Dokter atau tenaga medis lainnya hendaknya mempersiapkan diskusi persoalan penghentian tembakau pada setiap kesempatan. Dengan cara melakukan identifikasi penggunaan tembakau selama kontrol kesehatan rutin atau penyembuhan penyakit yang disebabkan penggunaan tembakau, terpapar tembakau, nasehat penghentian, pengobatan dan rujukan. Lebih rendahnya angka penggunaan tembakau terutama pada kaum muda tergantung pada usaha yang komprehensif, tersebar luas dan terus –menerus untuk mengurangi ketersediaan produk. Usaha tersebut antara lain :

1) Menaikkan bea cukai tembakau.

2) Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang bahaya menggunakan tembakau dan terpapar tembakau.

3) Kurangi reklame dan promosi produk tembakau dan mendorong perkembangan reklame anti tembakau.

4) Meningkatkan kewaspadaan dari kenyataan bahwa kebanyakan

masyarakat (75% populasi) tidak menggunakan produk tembakau.

5) Memperbaiki pelaksanaan hukuman yang mengakses kaum remaja.

6) Mempromosikan media yang memberitakan tentang bahaya tembakau (Soetjiningsih, 2004).

g. Cara berhenti merokok. Pikirkan alasan –alasan kenapa kita mau berhenti merokok. Misalnya, karena dengan tidak merokok kita bisa :

1) Berpenampilan lebih rapi dan wangi.

2) Menu makanan sehat dan seimbang.

3) Menghemat uang jajan.

4) Mengurangi resiko terkena kanker, sakit jantung dan stroke.

5) Hidup lebih lama dari pada teman yang merokok.

6) Kenali hal – hal yang menjadi pemicu membuat kita ingin merokok.

7) Minta dukungan keluarga dan teman.

8) Mulai berolahraga atau melakukan aktivitas yang menyenangkan untuk menghilangkan stres dan meningkatkan kesehatan.

9) Cukup istirahat (Guntoro Utamadi, 2002).

C. METODE PENELITIAN.

1. Desain Penelitian.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan desain Penelitian Deskriptif dengan pendekatan survey.

KERANGKA KERJA

Faktor Predisposisi : Faktor Pendukung

Faktor Pendorong

1. Faktor Psikologik

Sarana/Informasi

1. Teman Sebaya

a. Faktor perkembangan sosial 2. Keluarga

b. Fakor psikiatrik 3. Media Iklan

2. Faktor biologik

a. Faktor jenis kelamin

b. Faktor kognitif

c. Faktor etnik

d. Faktor genetika

3. Faktor lingkungan Faktor regulatori

Keterangan :

: Diteliti

Perilaku Merokok Pada Remaja

: Tidak Diteliti

Gambar 1. Kerangka Kerja Faktor- Faktor Yang Melatarbelakangi Perilaku Merokok Pada Remaja Di SMK “Raden Patah” Kecamatan Mojosari Kabupaten

Mojokerto

2. Populasi, Sampel, Variabel dan Definisi Operasional.

Pada penelitian ini populasinya adalah semua siswa yang bersekolah di SMK “Raden Patah” Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto pada tanggal 09 –

15 Agustus 2007 yang berjumlah 1319 siswa, dengan teknik pengambilan sampel non probability yaitu consequtive sampling. Teknik consequtive sampling adalah suatu cara pengambilan sampel dengan memilih sampel yang memenuhi kriteria penelitian sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi (Alimul,

2 003). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa SMK “Raden Patah” Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto dengan jumlah sampel 96 orang yang memenuhi kriteria :

a. Kriteria Inklusi. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Semua siswa yang bersekolah di SMK “Raden Patah” Mojosari

Mojokerto kelas 1 , 2 dan 3.

2) Bersedia menjadi responden.

3) Siswa yang merokok.

b. Kriteria Eksklusi. Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Bukan siswa yang bersekolah di SMK “Raden Patah” Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

2) Menolak untuk menjadi responden.

3) Siswa yang tidak merokok. Tabel 1. Definisi Operasional Faktor- Faktor Yang Melatarbelakangi Perilaku

Merokok Pada Remaja Di SMK “Raden Patah” Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto

Definisi

Variabel

Skoring Alat ukur operasional

Parameter

Skala

Pengetahuan Sesuatu yang Kemampuan Ordinal benar = 1 Kuesioner diketahui

salah = 0 oleh

respoden menjawab

keriteria responden

Baik : 76-100% tentang

1. Zat-zat yang

cukup : 56-75% perilaku

terkandung

Kurang : ≤ 56% merokok

pada merokok.

2. Bahaya merokok.

(Arikunto, 1998)

3. Jenis-jenis rokok.

Psikologis Sesuatu dalam Kemampuan Ordinal SS = 4, S = Kuesione diri seseorang responden dalam

r yang melatar- menyesuaikan

KS = 2, TS = 1 belakangi

Kriteria untuk

diri meliputi :

Mendukung : melakukan

1. Identitas diri

3. Percaya diri

mendukung : < 50%

Definisi

Variabel

Skoring Alat ukur operasional

Parameter

Skala

Lingkungan Sesuatu dari Faktor yang Ordinal SS = 4, S = Kuesione luar diri

r seseorang

mendukung perilaku

merokok meliputi :

KS = 2, TS = 1

Kriteria belakangi

yang melatar- 1. Teman sebaya

Mendukung : untuk

perilaku mendukung : merokok

< 50% (Arikunto, 2002)

3. Teknik Analisis Data.

Analisa data dilakukan dengan teknik analisis kulalitatif, teknik ini digunakan untuk pengolahan data yang berbentuk kategorisasi, karakteristik atau sifat variabel (Notoatmodjo, 2002). Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan tabel distribusi frekuensi. Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut :

Keterangan : N = Prosentase. Sp = Nilai yang didapat responden. Sm = Nilai tertinggi yang diharapkan. Dimana jawaban responden akan diprosentase, dan digolongkan sebagai berikut :

1) Pengetahuan Baik : 76 – 100 % Cukup : 56 – 75 % Kurang : ≤ 56 % (Arikunto, 1998).

2) Psikologi Mendukung

Tidak Mendukung : < 50 %

3) Lingkungan Mendukung

Tidak Mendukung : < 50 % (Arikunto, 2002).

D. HASIL PENELITIAN.

1. Data Umum.

a. Karakteristik responden berdasarkan usia.

No.

Karakteristik Usia

Frekuensi

Prosentase (%)

1 15 – 16 tahun

2 17 – 18 tahun

3 19 – 20 tahun

Total

Tabel diatas menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden berumur 17 –18 tahun dan responden yang berumur 19-20 tahun mempunyai proporsi yang paling kecil.

b. Karakteristik responden berdasarkan kelas.

No. Karakteristik Kelas

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak responden berada dikelas 3 dan responden yang berada di kelas 1 mempunyai proporsi yang paling kecil.

Total

2. Data Khusus.

a. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pengetahuan.

No. Tingkat Pengetahuan

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai pengetahuan kurang dan tidak ada responden yang mempunyai pengetahuan baik.

Total

b. Karakteristik responden berdasarkan faktor psikologi.

No.

Faktor Psikologi

2 Tidak Mendukung

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendukung dalam faktor psikologi untuk melakukan merokok dan sisanya tidak mendukung.

Total

Berikut ini adalah uraian data tentang faktor psikologi yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja.

a. Karakteristik responden berdasarkan berdasarkan item pertanyaan, merokok karena ingin mencoba - coba atau ingin tahu.

Ingin Mencoba-Coba Atau

Ingin Tahu

1 Sangat setuju

3 Kurang setuju

4 Tidak setuju

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak responden setuju ingin coba-coba atau ingin tahu untuk melakukan perilaku merokok dan tidak

Total

setuju mempunyai proporsi paling kecil.

b. Karakteristik responden berdasarkan berdasarkan item pertanyaan, merokok agar tampil lebih dewasa dan keren.

Tampil Lebih Dewasa Dan

1 Sangat setuju

3 Kurang setuju

4 Tidak setuju

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak responden tidak setuju

Total

bahwa perilaku merokok agar tampil lebih dewasa dan keren sedangkan sangat setuju mempunyai proporsi paling kecil.

c. Karakteristik responden berdasarkan berdasarkan item pertanyaan, merokok agar lebih percaya diri.

No.

Lebih Percaya Diri

Frekuensi

Prosentase (%)

1 Sangat setuju

3 Kurang setuju

4 Tidak setuju

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak responden setuju dan kurang setuju melakukan perilaku merokok agar lebih percaya diri sedangkan tidak setuju mempunyai proporsi paling kecil.

Total

d. Karakteristik responden berdasarkan berdasarkan item pertanyaan, jika tidak merokok akan sulit konsentrasi.

No.

Sulit Konsentrasi

Frekuensi

Prosentase (%)

1 Sangat setuju

3 Kurang setuju

4 Tidak setuju

5 Absen

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak responden kurang setuju

Total

jika tidak melakukan perilaku merokok akan sulit konsentrasi sedangkan sangat setuju mempunyai proporsi paling kecil.

e. Karakteristik responden berdasarkan berdasarkan item pertanyaan, merokok dapat menghilangkan stres.

No.

Menghilangkan Stres

Frekuensi

Prosentase (%)

1 Sangat setuju

3 Kurang setuju

4 Tidak setuju

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak responden setuju jika melakukan perilaku merokok dapat menghilangkan stres sedangkan tidak setuju mempunyai proporsi paling kecil.

Total Total

No.

Memiliki Banyak Teman

Frekuensi

Prosentase (%)

1 Sangat setuju

3 Kurang setuju

4 Tidak setuju

5 Absen

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak responden setuju jika melakukan perilaku merokok dapat memiliki banyak teman sedangkan sangat setuju mempunyai proporsi paling kecil.

Total

g. Karakteristik responden berdasarkan berdasarkan item pertanyaan, merokok akan menjadi nyaman.

No.

Merokok Lebih Nyaman

Frekuensi

Prosentase (%)

1 Sangat setuju

3 Kurang setuju

4 Tidak setuju

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak responden setuju jika melakukan perilaku merokok akan menjadi nyaman sedangkan sangat setuju mempunyai proporsi paling kecil.

Total

h. Karakteristik responden berdasarkan berdasarkan item pertanyaan, jika tidak melakukan perilaku merokok merasa sulit bergaul.

No.

Sulit Bergaul

Frekuensi

Prosentase (%)

1 Sangat setuju

3 Kurang setuju

4 Tidak setuju

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa paling banyak responden tidak setuju jika tidak melakukan perilaku merokok merasa sulit bergaul sedangkan sangat setuju mempunyai proporsi paling kecil.

Total

b. Karakteristik responden berdasarkan faktor lingkungan.

No. Faktor Lingkungan

2 Tidak Mendukung

96 100 Tabel diatas menunjukkan bahwa lebih dari 50% responden tidak mendukung dalam faktor lingkungan untuk melakukan merokok dan sisanya mendukung.

Total