BISNIS and MANAJEMEN ANALISIS KINERJA KE

ANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK PADA PT BANK

MUAMALAT INDONESIA Tbk.

Ahmad Faisol

KUALITAS PELAYANAN INSTITUSI PUBLIK: TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT

(Analisis Tanggapan Kelompok Pelanggan R2A, R2B dan R1 tentang Mutu Pelayanan Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit Tehnik PDAM Way Rilau

Kota Bandar Lampung).

Novita Tresiana

Total Quality Management (TQM) Sebagai Fokus Perbaikan Keseluruhan Kinerja Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Rinaldi Bursan, Susni Herwanti

PENGUJIAN EFISIENSI PASAR MODAL ATAS PERISTIWA PENGUMUMAN STOCK SPLITPERIODE TAHUN 2005-2006 DI BURSA EFEK JAKARTA

Ernie Hendrawaty

PEMAKAIAN NETWORK DAN KEMATANGAN TEKNOLOGI

INFORMASI Agrianti Komalasari

Analisis Perbandingan Kemampuan Entrepneurship Antara Pengusaha Wanita dan Pria pada Usaha Kecil dan Menengah di

Bandar Lampung

Ribhan

JURNAL BISNIS Bandarlampung ISSN dan

Vol. 3

No.2

Hal. 129 -257

Volume 3 No. 2, Januari 2007 ISSN 1411 - 9366

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN TIM REDAKSI

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. (Rektor Universitas Lampung)

Pembina

: Prof. Dr. Ir. Tirza Hanum, M.Sc.

(Pembantu Rektor I Universitas Lampung)

: Dr. John Hendri, M.S.

(Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung)

: Toto Gunarto, S.E., M.S.

(Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung)

Pemimpin Umum

: Ketua Jurusan Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Lampung

Dewan Editor

Ketua

: Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si.

Anggota

: Dr. Irham Lihan, S.E., M.Si. : Dr. Wispandono, S.E.. S.Si.

Iban Sofyan, S.E., M.Si. Mahrinasari M.S., S.E., M.P.M. Asep Unik, S.E., M.Si. M. Syatibi Ch., S.E.

Redaksi Pelaksana

Ketua

: Habibullah Djimat, S.E., M.Si.

Wakil Ketua

: Rinaldi Bursan, S.E., M.Si.

Sekretaris

: Muslimin, S.E.

Bendahara

: Aida Sari, S.E., M.Si.

Tata Usaha dan Kearsipan : Nasir Distribusi dan Sirkulasi : Teguh Alamat Redaksi

: Gedung A Lantai 2, Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1 Gedungmeneng - Bandarlampung, 35145 Telp. (0721)704622

Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.

Volume 3 No. 2, Januari 2007 ISSN 1411 - 9366

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN DAFTAR ISI

ANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk.

Ahmad Faisol …………………………………………………………………… 129

KUALITAS PELAYANAN INSTITUSI PUBLIK: TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT (Analisis Tanggapan Kelompok Pelanggan R2A, R2B dan R1 tentang Mutu Pelayanan Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit Tehnik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung). Novita Tresiana ...................................................................................................

Total Quality Management (TQM) Sebagai Fokus Perbaikan Keseluruhan Kinerja Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Rinaldi Bursan, Susni Herwanti ………………………………………………

PENGUJIAN EFISIENSI PASAR MODAL ATAS PERISTIWA PENGUMUMAN STOCK SPLITPERIODE TAHUN 2005-2006 DI BURSA EFEK JAKARTA Ernie Hendrawaty ……………………………………………………………..

PEMAKAIAN NETWORK DAN KEMATANGAN TEKNOLOGI INFORMASI Agrianti Komalasari ..........................................................................................

Analisis Perbandingan Kemampuan Entrepneurship Antara Pengusaha Wanita dan Pria pada Usaha Kecil dan Menengah di Bandar Lampung Ribhan …………………………………………………………………………. 233

ANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk.

Ahmad Faisol 1

ABSTRAK

Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan bank syariah pertama di Indonesia yang tunduk pada peraturan Bank Indonesia (BI). Sebagaimana Bank pada umumnya, BMI menjalankan operasionalnya dalam usaha untuk memperoleh laba di bawah perlindungan dan pembinaan Bank Indonesia yang beroperasi secara syariah, memiliki prinsip-prinsip yang harus ditaati, yaitu larangan untuk menggunakan instrumen bunga.

Melalui alat analisis rasio liquiditas, rentabilitas, solvabilitas, diperoleh hasil bahwa untuk Rasio Liquiditas, yang diwakili oleh rasio Liquiditas Wajib Minimum atau Reserve Requirement (RR), diperoleh hasil pada tahun 2004, 2005, dan 2006 sebesar 7,85%, 16,48%, dan 17,21%, yang berarti telah memenuhi standar yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%, sehingga rasio Reserve Requirement dapat dikatakan baik. Rasio Rentabilitas yang diwakili rasio Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE), diperoleh ROA tahun 2004, 2005, dan 2006, sebesar 0,93%, 1,86%, dan 1,93%, sedangkan ROE tahun 2004, 2005, dan 2006 diperoleh hasil 14,26%, 18,09%, dan 20,49%, yang berarti kedua rasio tersebut meningkat setiap tahunnya dan mengalami kecenderungan membaik. Rasio Solvabilitas diwakili oleh rasio kecukupan modal atau Capital Adquecy Ratio (CAR) memperlihatkan pada tahun 2004, 2005, dan 2006, sebesar 14,58%, 47,58%, dan 40,90%, yang berarti telah memenuhi standar Bank Indonesia sebesar 8% sehingga dapat dikatakan baik. Melalui perhitungan di atas dapat dikatakan bahwa hipotesis yang menyatakan kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia (BMI) belum baik adalah tidak terbukti.

Keys word : analisis rasio, Bank Indonesia, syariah

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung

Perlombaan antar bank dalam menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit oleh bank-bank komersil, dalam prakteknya banyak yang kurang berhati-hati ataupun menyimpang dari aturan- aturan yang berlaku dalam dunia bisnis perbankan seperti tidak mengindahkan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) dengan memberikan kredit tak terbatas pada nasbah satu grup dengan perbankan tersebut, sehingga seringkali merugikan para deposan dan investor serta berdampak pada perekonomian negara, yang diakibatkan kecenderungan meningkatnya kredit bermasalah/ macet. Akibatnya pada pertengahan 1997 industri perbankan akhirnya terpuruk sebagai imbas dari terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Penggunaan bunga ini, meskipun awalnya mampu mendorong bergeraknya sektor perbankan secara dinamis, namun telah menjadikan perekonomian Indonesia mengalami efek pertumbuhan semu (buble growth effect), yang menyebabkan beberapa Bank konvensional akhirnya kritis (collapse) dan tidak layak beroperasi, sehingga pada 13 Maret 1999 dunia perbankan harus mengalami kejadian yang menyedihkan dengan dikeluarkannya keputusan pemerintah yang melakukan tindakan membekukan/meliquidasi 38 Bank (BBO), mengambil alih manajemen 7 Bank (BTO), dan merekapitulasi 9 Bank. (Lukman Dendawijaya, 2001 : 194).

Keberadaan bank syariah di tengah-tengah perbankan konvensional adalah untuk menawarkan system perbankan alternatif bagi masyarakat yang membutuhkan layanan jasa perbankan tanpa harus khawatir atas persoalan bunga (riba). Bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Prinsip utama yang diikuti oleh bank syariah adalah:

a. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk tradisi.

b. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan pendapatan dan keuntungan yang sah (revenue sharing atau profit sharing).

c. Memberikan zakat sebagai salah satu instrumen dalam perhitungan pembagian keuntungan dan laporan keuangan. (Zainul Arifin, 2002 : 3)

Pemberlakuan UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan telah memberi kesempatan luas untuk pengembangan jaringan perbankan Syariah. Selanjutnya pemberlakuan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, menegaskan bahwa BI mempersiapkan perangkat peraturan dan fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank syariah. Kedua undang-undang tersebut menjadi dasar hukum penerapan dual banking Pemberlakuan UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan telah memberi kesempatan luas untuk pengembangan jaringan perbankan Syariah. Selanjutnya pemberlakuan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, menegaskan bahwa BI mempersiapkan perangkat peraturan dan fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank syariah. Kedua undang-undang tersebut menjadi dasar hukum penerapan dual banking

Bank syariah dalam operasionalnya tetap mengadopsi pola pengoperasian dan prosedur dari bank konvensional selama hal tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariahk. Jika terdapat pola pengoperasian yang bertentangan, maka bank syariah akan membentuk prosedur pengoperasian tersendiri guna menyesuaikan aktivitas perbankan mereka. Untuk itu bank syariah membentuk Dewan Syariah yang berfungsi untuk memberikan masukan (advise) kepada perbankan Syariah guna memastikan bahwa bank tidak terlibat Dallam unsur-unsur yang tidak disetujui oleh Islam.

PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk, didirikan pada tahun 1991 dan memulai kegiatan operasionalnya pada bulan Mei 1992. Pendirian Bank Muamalat diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian didukung oleh sekelompok pengusaha dan cendekiawan muslim. PT Bank Muamalat (BMI), Tbk merupakan bank pertama di Indonesia yang mengoperasikan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Sebagai suatu bank, BMI tetap melaksanakan operasionalnya sama dengan bank-bank konvensional lainnya selama tidak bertentangan dengan syariah. BMI tidak terlepas dari usaha-usaha untuk mencapai keuntungan yang akan dibagi hasilkan kepada para nasabahnya. Selain itu, BMI juga tetap harus berpegang pada prinsip prudential Banking, yaitu prinsip kehati-hatian Bank dalam mengoperasikan usahanya agar tetap dalam kondisi kinerja yang baik dan memenuhi kriteria bank sehat.

Bank syariah dalam memenuhi kecukupan modalnya menghimpun modal dan dana-dana pihak ketiga, sehingga masuk kedalam rekening modalnya. Zainul Arifin, (2002 : 54-55 dan 162-163) menggolongkan modal bank syariah sebagai berikut:

a. Modal Inti, yaitu modal milik sendiri yang diperoleh dari modal disetor oleh pemegang saham, cadaangan yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian di kemudian hari, dan laba ditahan yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam kembali pada Bank. Modal inti ini terdiri atas:

1. Modal Disetor, yaitu modal yang disetor secara kolektif oleh pemilik (bisa dalam bentuk kepemilikan saham).

2. Agio Saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal saham, apabila terjadi selisih negatif maka selisih tersebut menjadi pengurang.

3. Modal Sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham atau uang oleh pihak lain, termasuk selisih nilai yang tercatat dengan harga apabila saham dijual kembali.

4. Cadangan Umum, yaitu caadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan.

5. Cadangan Tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan untuk ttujuan tertentu atas ppersetujuan RUPS

6. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan.

7. Laba Tahun Lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak yang belum ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Penggunaannya sebagai modal inti hanya 50% dari saldo yang ada. Apabila terdaapat keruugian maka 100% menjadi pengurang modal inti.

8. Laba Tahun Berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam tahun berjalan. Laba yang diperhitungkan hanya 50% sebagai modal inti.

9. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan.

10. Bila dalam pembukuan Bank terdapat Goodwill, maka jumlah modal inti harus dikurangkan dengan nilai Goodwill tersebut.

Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkatagorian unsur-unsur tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

b. Kuasi Ekuitas (Mudharabah Account), dana-dana yang dihimpun ke dalam rekening bagi hasil atas dasar prinsip akad bagi hasil (mudharabah). Akan tetapi karena rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang ibiayai dari rekening bagi hasil itu sendiri, dan juga pemillik rekening bagi hasil dapat menolak menanggung resiko atas aktiva yang dibaiayainya apabila terbukti kerugian yang timbul disebabkan karena salah urus, kelalaian dan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank, maka b. Kuasi Ekuitas (Mudharabah Account), dana-dana yang dihimpun ke dalam rekening bagi hasil atas dasar prinsip akad bagi hasil (mudharabah). Akan tetapi karena rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang ibiayai dari rekening bagi hasil itu sendiri, dan juga pemillik rekening bagi hasil dapat menolak menanggung resiko atas aktiva yang dibaiayainya apabila terbukti kerugian yang timbul disebabkan karena salah urus, kelalaian dan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank, maka

c. Modal Pelengkap (jika ada). Modal pelengkap terdiri atas cadangan- cadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat berupa:

1. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

2. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif.

3. Modal pinjaman, yang mempunyai ciri-ciri: -

Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan dengan modal dan telah di bayar penuh.

Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI

- Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal memikul kerugian Bank

- Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila Bank dalam keadaan rugi.

4. Pinjaman Subordinasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: -

Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan Bank

- Mendapat persetujuan dari BI -

Tidak dijamin oleh Bank yang bersangkutan -

Minimal berjangka waktu 5 tahun -

Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI -

Hak tagih dalam hal terjadi liquidasi berlaku paling akhir (kedudukannya sama dengan modal)

- Bank syariah dalam menghimpun dana selalu berusaha berhati-hati agar tidak tercampur dengan hal-hal yang dianggap terlarang

(haram), maka penggunaan modal pelengkap, khususnya modal pinjaman dan subordinasi karena menggunakan bunga, pada bank syariah sedapat mungkin dihindari.

Perkembangan jumlah modal yang mampu dihimpun oleh Bank Muamalat Indonesia tahun 2004-2006 dapat dilihat pada tabel 1.

Table 1. Perkembangan Jumlah Modal Bank Muamalat Indonesia, Berdasarkan Komponen Pembentukan Modal Inti Tahun 2004-2006

Jumlah Setiap Komponen Keterangan

(Dalam Jutaan Rupiah) 2004 2005 2006

Modal Disetor

492.791 492.791 Agio Saham

132.498 132.498 Cadangan Umum

24.277 45.560 Modal Sumbangan Rugi tahun-tahun lalu (100%)

(5.055) Laba Tahun Berjalan (50%)

52.719 53.075 Jumlah Modal Inti

697.230 723.924 Sumber: Laporan Keuangan Bank Muamalat yang dipublikasikan lewat internet, 2007.

Selain total modal yang mampu dihimpun oleh Bank, faktor lain yang ikut diperhitungkan dalam memperhitungkan rasio kecukupan modal adalah besarnya Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) yang dibiayai dari modal yang diihimpun tersebut. Besarnya ATMR yang dimiliki oleh BMI, dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Besarnya ATMR Bank Muamalat Indonesia, yang Terdiri Atas

ATMR Neraca Tahun 2004-2006

NILAI ATMR

(dalam Jutaan Rupiah) 2004 2005 2006

(dalam jutaan Rupiah)

0 0 0 Giro Pada BI

0 0 0 Tagihan pada Bank

0 0 0 lain Surat Berharga

0 0 0 (SBI) Kredit kepada pihak

1.581,6 1.414,4 terkait Kredit kepada pihak

1.339.295 1.616.390,5 lain* Penyertaan*

3.338,5 3.338,5 Aktiva tetap

NILAI ATMR

(dalam jutaan Rupiah)

RESIKO

(dalam Jutaan Rupiah)

Aktiva lainnya

TOTAL ATMR

Ket* = dibiayai oleh rekening mudharabah Sumber : Laporan Bank Muamalat yang dipublikasikan melalui situs internet

Bank Indonesia, 2007.

Nilai ATMR itu diperoleh dengan cara mengalikan nominal ATMR dengan bobot resiko. Penilaian ATMR tersebut di atas merupakan perhitungan ATMR dengan menggunakan metodelogi Basle commite, dengan beberapa penyesuaian sehingga sesuai dengan prinsip dan operasional Bank Muamalat Indonesia. Diantara penyesuaian itu antara lain pada perhitungan di atas ATMR yang digunakan adalah ATMR neraca ditambah dengan ATMR administratif, yang terdiri dari: jaminan Letter of Credit (L/C), fasilitas kredit yang belum digunakan dengan menggunakan jaminan surat berharga, kewajiban kembali membeli aktiva bank dengan menggunakan kontrak pembelian kembali (repurchase agreement) , dan posisi netto kontrak berjangka pasar uang. Tidak digunakannya ATMR administratif dalam perhitungan disebabkan karena sebagian besar ATMR administratif tersebut di atas masih menggunakan instrumen bunga dan untung-untungan (gharar), sedangkan Bank Muamalat berusaha sedapat mungkin untuk menghindari penggunaan bunga dan gharar dalam operasionalnya. Selain itu, tidak diperhitungkannya instrumen L/C dalam perhitungan ATMR administratif, karena padaa saat itu masalah L/C masih dalam penilaian oleh Dewan Syariah Bank Muamalat Indonesia, untuk ditentukan boleh atau tidaknya instrumen itu digunakan.

Penyesuaian yang lain adalah dalam hal penyediaan kredit dan penyertaan. Pada dua hal ini, kredit dan penyertaan dilakukan dengan menggunakan dana dari rekening mudharabah ditambah dengan dana dari modal inti. Menurut Zainal Arifin (2001:171), aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (rekening mudharabah) dan modal inti, maka bobot resikonya 50% dari yang seharusnya 100%.

Tabel 3. Perkembangan Posisi Keuangan Bank Muamalat Indonesia Tahun 2004-2006 (Dalam Milyar Rupiah)

Instrumen 2004 2005 2006

Total Aktiva

Total Dana Pihak Ketiga

Total modal disetor

Total Ekuitas

Instrumen 2004 2005 2006

Laba Operasional

Laba (rugi) bersih

Total pembiayaan yang diberikan

Sumber: Kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang dipublikasikan melalui internet, 2007

Faktor lain, yang juga digunakan dalam perhitungan kinerja Bank, adalah seberapa jauh Bank mampu mengelola alat-alat liquid yang dimilikinya, berkaitan dengan kemampuan Bank untuk membayar hutang-hutang jangka pendek dengan alat-alat liquid tersebut. Selain itu perlu juga diperhatikan kemampuan bank dalam membentuk giro wajib minimum yang dipelihara oleh Bank pada Bank Indonesia (Reserve Requirement), dimana giro wajib minimum ini diperoleh Bank dari penyisihan dana simpanan Pihak Ketiga. Besarnya alat-alat liquid yang mampu dihimpun oleh Bank Muamalat Indonesia, yang terdiri kas Bank dan Giro pada Bank Indonesia, dari tahun 2004-2006 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Alat Liquid Bank Muamalat Indonesia, Tahun 2004-2006

Alat-alat Liquid

(dalam Jutaan Rupiah)

(dalam Jutaan Rupiah)

(dalam Jutaan Rupiah)

Giro pada BI

Sumber: Laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia yang dipublikasikan lewat internet, 2007

Tabel 5. Perkembangan Total Hutang Bank Muamalat Indonesia, Tahun 2004-2006 (Dalam Jutaan Rupiah)

Jenis Hutang

Kewajiban Segera

Simpanan: Giro Wadiah

Tabungan Mudharabah

Deposito berjangka

Jumlah Simpanan

Simpanan dari Bank lain

Pinjaman yang diterima

Estimasi kerugian komitmen dan

kontinjensi Hutang Pajak

Kewajiban lain-lain

Jumlah Kewajiban Sumber: Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia yang dipublikasikan melalui internet, 2007.

Segala kriteria penilaian kinerja Bank pada dasarnya berpegang pada prinsip prudential Banking bagi Bank umum yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia selaku pengawas dan pembina bank nasional yang menetapkan ketentuan tentang penilaian tingkat kesehatan Bank dengan surat edaran BI no. 26/BPPP/1993 tanggal 29 Mei 1993, yang kemudian disempurnakan melalui keputusan Direksi BI No. 31/11/Kep/Dir tanggal 30 April 1997.

Didasarkan pada peraturan tersebut maka langkah untuk menilai performance atau kinerja suatu Bank dapat menggunakan alat-alat anaalisa sebagai berikut:

a. Analisa Rasio Liquiditas, yaitu analisa yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo.

b. Analisa Rasio Solvabilitas, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan Bank untuk memenuhi kewajiban jika terjadi liquidasi Bank.

c. Analisa Rasio Rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha atau profitabilitas yang dicapai oleh Bank yang bersangkutan. (Lukman Dendawijaya, 2001 : 116 – 124).

Tujuan penelitian

Berdasarkan pada latar belakang diatas, terlihat bahwa terdapat perbedaan penetapan ATMR menurut teori dan menurut ketentuan Bank Indonesia. Pada Tabel 2 tentang perhitungan ATMR, menurut teori pemberian bobot resiko ATMR pada rekening-rekening kredit kepada pihak lain dan penyertaan dalam bank syariah adalah sebesar 50%, karena dibiayai oleh rekening simpanan mudhaarabah . Akan tetapi dalam kenyataannya Bank Indonesia masih menerapkan bobot resiko 100% pada rekening-rekening tersebut, sehingga memperbesar tanggungan resiko yang dihitung oleh Bank Muamalat. Perbedaan perhitungan ini dapat memperkecil angka rasio kecukupan modal yang dimiliki oleh bank syariah, yang berarti bank akan cenderung tidak baik kinerjanya. Dalam menghimpun modal, Bank Muamalat mengusahakan untuk tidak mengimpun dari modal-modal pinjaman atau subordinasi yang menggunakan bunga.

TELAAH KEPUSTAKAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Perbankan syariah dikembangkan atas dasar yang tidak mengijinkan pemisahan antara masalah dunia dan masalah agama. Dasar tersebut mengharuskan kepatuhan terhadap syariah sebagai dasar bagi semua aspek kehidupan. Dasar Perbankan syariah dikembangkan atas dasar yang tidak mengijinkan pemisahan antara masalah dunia dan masalah agama. Dasar tersebut mengharuskan kepatuhan terhadap syariah sebagai dasar bagi semua aspek kehidupan. Dasar

Uang berdasarkan prinsip syariah tidak mempunyai sisi time value terlepas dari nilai-nilai barang yang dipertukarkan melalui penggunaan uang, sesuai dengan syariah. Oleh karena itu bank syariah didirikan berdasarkan konsep Islam mengenai “keuntungan adalah bagi siapa yang menanggung resiko.” Beradasarkan konsep ini, bank syariah menolak (mengusahakan tidak menggunakan) penggunaan bunga dalam setiap transaksinya.

Adiwarman Karim (“Modul: Warkshop on Islamic banking”, 2003 : 6) menggolongkan transaksi-transaksi yang saat ini biasa dilakukan oleh bank syariah terdiri atas:

a. Natural incertaintycontracts, yaitu kontrak atau akad dalam bisnis perbankan yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktunya (time). Tingkat return bisa positif, negative, atau nol. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak- kontrak investasi atau Musyarakah (partnership, project financing participation), yaitu akad dua pihak atau lebih untuk suatu usaha dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai perjanjian (M. Syafei Antoni, 2001 : 90). Jenis kontrak Musyarakah dalam bank syariah terbagi atas:

(1) Musyarakah Mufawadhah, yaitu jenis musyarakah dimana bank memberikan pembiayaan sebesar 50% dari jumlah modal yang dibutuhkan nasabah, dan bank turut serta dalam mengelola (manajemen) usaha, sehingga setiap kerugian dan keuntungan akan dibagi sama rata.

(2) Musyarakah Inan, yaitu jenis musyarakah, dimana bank memberikan

pembiayaan kepada suatu proyek nasabah, namun besarnya pembiayaan tidak tepat 50% dari kebutuhan dana, akan tetapi bisa melebihi atau malah kurang tergantung pada kebutuhan nasabah. Biasanya Bank memberikan pembiayaan kurang dari 50%, sehingga besarnya proporsi pembagian keuntungan tergantung pada kesepakatan dan pertanggungan kerugian tergantung pada proporsi modal yang disetor bank.

(3) Musyarakah Mudharabah. Jenis kontrak inilah yang banyak dilakukan oleh bank syariah, baik dalam hal pembiayaan. Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah di bagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola (Syafi’I Antoni, 2001 : 95). Dalam hal ini simpanan, kontrak mudharabah ini berarti pihak nasabah menyediakan dananya dalam bentuk tabungan dan deposito untuk dikelola oleh bank sehingga menghasilkan keuntungan. Apabila bank memperoleh keuntungan (laba) operasional maka pihak deposan berhak memperoleh bagian laba tersebut (profit sharing). Namun untuk mengantisipasi kecurangan (moral hazard) dunia perbankan terhadap kontrak i9ni, maka berdasarkan perkembangan terakhir yang dibagi kepada nasabah bukanlah laba (profit) yang diperoleh bank, akan tetapi pendapatan (revenue) bank atas kegiatan operasional, dan setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan operasional tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank, sehingga apabila bank tidak memperoleh pendapatan sekalipun, saldo rekening nasabah tidak akan berkurang. Demikian pula halnya dengan pemberian pembiayaan, untuk mengantisipasi moral hazard nasabah (debitur), bank memberlakukan kontrak revenue sharing dalam hal perolehan pendapatan bank dan semua biaya proyek ditanggung oleh debitur yang bersangkutan, sehingga bank tidak mengalami kehilangan dana meskipun proyek yang dijalankan merugi.

Secara umum, sebenarnya kontrak musyarakah masih terdapat dua jenis lagi yaitu jenis Musyarakah wujuh dan musyarakah ‘abdan. Akan tetapi yang biasa dilakukan oleh dunia perbankan adalah ketiga jenis musyarakah di atas.

b. Natural Certainty contracts, kontrak atau akad dalam bisnis perbankan yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu. Pada jenis kontrak ini cash flow bank dapat diprediksi relative pasti, karena sudah disepakati kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Objek pertukaran (baik barang) maupun jasa sudah ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik dalam jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price) , dan waktu penyerahan (time delivery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual beli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dll. Jenis kontrak ini terbagi atas:

(1) Mudharabah (deferred payment sale), adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam dunia perbankan, kontrak ini berupa pembiayaan (finance) pada barang- barang modal maupun barang-barang konsumsi. Dalam hal ini, bank membeli barang-barang yang dibutuhkan nasabah dari supplier secara tunai sesuai dengan harga yang berlaku. Selanjutnya, nasabah membeli kembali barang tersebut dari bank (biasanya secara kredit) sesuai dengan harga barang ditambah dengan keuntungan jual-beli bagi bank.

(2) Salam (Infront payment sale), adalah kontrak jual beli dimana pembayaran dilakuakn dimuka dan barang diserahkan dikemudian hari. dalam hal ini, yang menjadi syarat terlaksananya salam adalah kejelasan modal, kejelasan harga, kejelasan fisik barang, dan kejelasan waktu penyerahan.

(3) Istishna (purchase by order or manufacture), transaksi ini merupakan kontrak antara pembeli dan bank. Dalam kontrak ini, bank menerima pesanan dari pembeli (nsabah). Bank lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang sesuai dengan spesifikasi pesanan dan menjualnya kepada pembeli akhir (nasabah yang memesan). Kedua belah pihak sepakat atas harga dan sistem pembayaran, melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. (M. Syafi’i Antonio, 2001 : 113).

(4) Ijarah (Operational leas), adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri (M. Syafi’I Antonio, 2001 : 117).

Meskipun secara operasional bank syariah mempunyai sedikit perbedaan dengan bank-bank konvensional lainnya, namun dalam beberapa hal seperti pengukuran kesehatan dan pengukuran kinerja bank tetap mengacu kepada Undang-undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, pasal 29menyebutkan beberapa ketentuan sebagai berikut:

1. Pembinaan dan pengawasan Bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

2. Bank Indonesia menetapkan ketentuan Kesehatan/kinerja bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

3. Bank wajib memelihara kesehatan Bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka setiap bank wajib memelihara kesehatan dan kinerja Bank berdasarkan prinsip kehati-hatian. Untuk mengukur kinerja suatu bank maka pemahaman mengenai latar belakang keuangan sangat diperlukan sebelum seseorang dapat menganalisa kinerja/kesehatan atau melakuakan perubahan dalam portofolio aktiva dan pasiva untuk memperbaiki laba. Secara sederhana, bank mempunyai laporan keuangan pokok yang terdiri atas Neraca dan Laporan Rugi/Laba.

Neraca Bank Umum

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, pasal 34 menyebutkan “Setiap bank umum diwajibkan menyampaikan laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi/laba berdasarkan waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.” Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, neraca bank umum dapat dilihat sebagai berikut:

Contoh Neraca Bank Umum AKTIVA PASIVA

1. Kas

1. Giro

2. Giro di Bank Indonesia

2. call money

3. Tagihan pada Bank lain

3. Tabungan

a. Giro

4. Deposito berjangka

b. Call money

5. Kewajiban lainnya

c. Deposito berjangka

6. Surat berharga

d. Kredit yang diberikan

7. Pinjaman yang diterima:

4. Surat berharga dan tagihan lainnya

a. Bank Indonesia

5. Kredit yang diberikan

b. Subordinasi dan lainnya

6. Penyertaan

8. Rupa-rupa passive

7. Cadangan aktiva yang

9. Modal:

diklasifikasikan

a. Modal disetor

8. Rupa-rupa aktiva

b. Agio saham

c. Cadangan

d. Laba di tahan

10. Laba/rugi tahun berjalan

Jumlah Aktiva

Jumlah Pasiva

Metode di atas meskipun berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bukanlah satu-satunya metode yang digunakan untuk menampilkan neraca bank umum.

Untuk bank syariah terdapat beberapa perbedaan sedikit instrumen di dalam neraca bank. Perbedaan tersebut ditekankan pada perbedaan sistem dalam hal pemberian pinjaman, pembiayaan, dan pengelolaan dana pihak ketiga. Pada Bank syariah, karena tidak menggunakan instrumen bunga baik dalam hal kredit maupun simpanan nasabah, maka untuk hal-hal tersebut di atas digunakanlah kontrak mudharabah dan musyarakah seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Untuk lebih jelasnya, di bawah ini ditampilkan bentuk neraca bank syariah (diambil dari bentuk neraca Bank Syariah Mandiri, tahun 2002)

Contoh Neraca Bank Syariah

2. Penempatan di Bank Indonesia 2. Tabungan Mudharabah 3. Penempatan pada Bank lain

3. Deposito Mudharabah 4. Piutang penjualan

4. Kewajiban kepada BI a. Piutang mudharabah

5. Surat berharga yang diterbitkan b. piutang salam

6. Pembiayaan yang diterima c. piutang Istishna

7. Kewajiban lainnya 5. Investasi dalam surat berharga

8. Setoran jaminan 6. Pembiayaan yang diberikan

9. Pasiva lain a. pembiayaan mudharabah

10. Modal disetor b. pembiayaan musyarakah

11. Selisih penilaian kembali aktiva c. pembiayaan lain-lain

tetap

7. Penyertaan 12. Cadangan 8. Investasi aktiva Ijarah

13. Laba/rugi 9. Aktiva tetap dan inventaris

d. Tahun lalu 10. Aktiva lain-lain

e. Tahun berjalan

Total Aktiva

Total Pasiva

Perlu diperhatikan, bentuk diatas bukanlah satu-satunya bentuk neraca pada Bank Syariah. Bentuk-bentuk lain untuk neraca bank syariah dapat ditampilkan sesuai dengan posisi keuangan bank syariah bersangkutan.

Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 23 / 19 / BPPP tanggal 28 Februari 1991, neraca suatu bank umum terdiri atas pos-pos yang ada pada sisi aktiva dan pos yang ada pada sisi pasiva.

Aktiva

Pos-pos yang terdapat di sisi aktiva secara umum adalah sebagai berikut:

1. Kas Yang dimasukkan ke pos ini adalah uang kas, baik rupiah maupun valuta asing,

yang dimiliki oleh bank, termasuk kantornya yang ada di luar negeri, yang menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia maupun uang asing lainnya yang masih berlaku.

2. Giro di Bank Indonesia Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing

milik bank pada Bank Indonesia. Posisi pada pos ini tidak boleh dikurangi dengan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank yang bersangkutan dan tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit yang sudah disetujui oleh Bank Indonesia yang belum dipergunakan.

3. Tagihan pada bank lain Tagihan pada bank lain adalah semua tagihan bank pelapor dalam rupiah dan

valas kepada bank lain, baik bank dalam negeri maupun bank luar negeri. Pos ini terdiri atas pos-pos sebagi berikut:

a. Giro Yang dimasukkan ke pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing

milik bank, termasuk kantornya diluar negeri, baik kepada bank lain di dalam negeri maupun di luar negeri (tidak termasuk Bank Indonesia). Pos ini tidak boleh dikurangi dengan kredit yang diberikan bank lain kepada bank yang bersangkutan dan tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit yang sudah disetujui bank lain yang belum digunakan. Pada bank syariah pendapatan bunga dari giro yang tidak menggunakan kontrak mudharabah di bank lain disisihkan ke dalam pos dana-dana tidak hala (tidak dilaporkan) untuk kemudian digunakan untuk kepentingan sosial.

b. Call Money Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana dalam rupiah dan valuta asing

yang dipinjamkan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, baik kepada bank lain di dalam negeri maupun diluar negeri. Pada bank syariah, yang dipinjamkan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, baik kepada bank lain di dalam negeri maupun diluar negeri. Pada bank syariah,

c. Deposito berjangka Yang dimasukkan ke pos ini adalah penanaman dana dalam rupiah dan

valuta asing oleh bank, termasuk kantornya diluar negeri, pada bank lain dan atau lembaga keuangan lain dalam bentuk deposito berjangka, sertifikat deposito, deposito in call, dan simpanan lain yang sejenis.

d. Kredit yang diberikan Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua kredit yang berdasarkan akad

dalam rupiah dan valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, baik yang diberikan kepada bank lain di dalam negeri maupun di luar negeri.

4. Surat berharga dan tagihan lainnya Yang dimasukkan ke pos ini adalah surat berharga yang dimiliki oleh bank,

termasuk kantornya di luar negeri, seperti surat-surat berhargta pasar uang dan pasar modal dalam rupiah dan valuta asing.

5. Kredit yang diberikan Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua realisasi kredit dalam rupiah dan

valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, kepada pihak ketiga bukan bank, baik dalam negeri maupun di luar negeri.

6. Penyertaan Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua realisasi kredit dalam rupiah dan

valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, pada bank, lembaga keuangan, serta perusahaan lain.

7. Cadangan aktiva yang diklasifikasikan Yang dimasukkan ke pos ini adalah cadangan-cadangan dana dalam rupiah dan

valuta asing. Cadangan ini dibentuk untuk menampung resiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat bank tidak dapat menarik kembali sebagian atas seluruh aktiva produktifnya. Aktiva produktif mencakkup kredit, surat-surat berharga, penanaman pada bank lain, serta penyertaan dan penanaman pada valuta asing. Cadangan ini dibentuk untuk menampung resiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat bank tidak dapat menarik kembali sebagian atas seluruh aktiva produktifnya. Aktiva produktif mencakkup kredit, surat-surat berharga, penanaman pada bank lain, serta penyertaan dan penanaman pada

8. Aktiva tetap dan inventaris Yang dimasukkan ke pos ini adalah nilai buku dari tanah, gedung, kantor,

rumah, dan perabot milik bank, termasuk kantornya di luar negeri, dalam rupiah dan valuta asing. Jumlah tersebut telah dikurangi dengan penyusutan nilai aktiva tetap dan inventaris sampai dengan akhir bulan laporan.

9. Rupa-rupa aktiva Yang dimasukkan ke pos ini adalah saldo rekening-rekening aktiva lainnya

dalam rupiah dan valuta asing yang tidak dapat dimasukkan ke salah satu pos- pos di atas. Dalam pos ini dimasukkan pula hasil kompensasi (set off) antara saldo debet dan saldo kredit rekening antar kantor, termasuk kantornya di luar negeri, sepanjang hasilnya debet bagi bank yang berbadan hokum Indonesia.

Pasiva

Pos-pos yang ada pada sisi pasiva adalah sebagai berikut:

1. Giro Yang dimasukkan ke pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing milik

pihak ketiga dan bank lain pada bank yang bersangkutan, termasuk kantornya di luar negeri, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, pemindah bukuan, dan surat perintah membayar lainnya. Dalam pos ini dimasukkan pula pinjaman yang diberikan dalam rupiah yang bersaldo kredit.

2. Call money Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana dalam rupiah dan valuta asing yang

diterima oleh bank, termasuk kantornya diluar negeri, baik dari bank lain di dalam negeri maupun di luar negeri.

3. Tabungan Yang dimasukkan ke pos ini adalah simpanan-simpanan dalam rupiah dan

valuta asing milik pihak ketiga bukan bank pada bank yang bersangkutan, termasuk kantornya di luar negeri, yang penarikannnya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Dalam pengertian ini termasuk pula simpanan valuta asing milik pihak ketiga bukan bank pada bank yang bersangkutan, termasuk kantornya di luar negeri, yang penarikannnya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Dalam pengertian ini termasuk pula simpanan

4. Deposito berjangka Yang dimasukkan ke pos ini adalah deposito berjangka, deposts one call, sertifikat

deposito, dan deposito sejenis lainnya yang diterima bank, termasuk kantornya di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, milik pihak ketiga dan bank lain yang penarikannya dapat dilakukan tertentu sesuai perjanjian antara bank yang bersangkutan dan penyimpannya.

5. Kewajiban lainnya Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua kewajiban bank, termasuk kantornya

di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, yang setiap waktu dapat ditagih oleh pemiliknya dan harus segera dibayar oleh bank yang bersangkutan. Pada pos ini dimasukkan pula kiriman uang, kupon yang sudah jatuh tempo, dan semua kewajiban yang berjangka waktu kurang dari 15 hari.

6. Surat berharga Yang dimasukkan ke pos ini adalah surat berharga yang diterbitkan oleh bank,

termasuk kantornya diluar negeri, yang menyebabkan kewajiban membayar bagi bank, baik dalam rupiah maupun valuta asing.

7. Pinjaman Yang dimasukkan ke pos ini adalah pinjaman yang diterima oleh bank,

termasuk kantornya di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, dari pihak ketiga, bank lain, dan Bank Indonesia. Dalam pengertian ini termasuk pinjaman kelolaan dan two step loan yang diterima dari pemerintah atau lembaga-lembaga Internasional.

8. Rupa-rupa pasiva Yang dimasukkan ke pos ini adalah saldo rekening pasiva lainnya, baik dalam

rupiah maupun valuta asing, yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari pos neraca ini dalam rupiah, misalnya selisih kurs dari rekening-rekening yang diblokir karena suatu perkara. Dalam pos ini dimasukkan pula hasil kompensasi (set off) antara saldo debet dan saldo kredit rekening antar kantor, termasuk kantornya diluar negeri, sepanjang hasilnya kredit bagi bank yang berbadan hokum Indonesia.

9. Modal

a. Modal bank yang berbadan hokum Indonesia Yang dimasukkan ke pos ini adalah jumlah modal atau simpanan pokok

dan wajib (bagi bank-bank yang berbadan hokum koperasi) yang benar- benar telah di setor atau selisih antara modal dasar dan modal yang belum di setor.

b. Modal kantor cabang bank asing Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana bersih kantor pusat dan

cabangnya di luar negeri.

c. Agio saham Yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat

harga saham yang melebihi nilai nominalnya.

d. Cadangan Yang dimasukkan ke pos ini adalah cadangan-cadangan yang dibentuk dari

penyisihan laba bersih setelah atau sebelum dikurangi pajak dan mendapat persetujuan pemilik melalui rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan anggaran dasar masing-masing bank.

e. Laba/rugi Yang dimasukkan ke kolom ini adalah sisa laba / rugi tahun-tahun buku

lalu yang belum dibagikan dan atau dipindah bukukan ke rekening lain dan ditambah laba / rugi dalam tahun buku berjalan. Rugi yang diderita tahun- tahun lalu dan tahun berjalan tidak boleh dicantumkan pada sisi aktiva, tapi pada sisi pasiva dengan tanda negative (-/-).

Laporan Laba-Rugi Bank

Laporan perhitungan laba rugi (profit and loss statement) atau lebih dikenal juga dengan income statement dari suatu bank umum adalah suatu laporan keuangan bank yang menggambarkan pendapatan dan biaya operasional dan non operasional bank serta keuntungan bersih suatu bank untuk suatu periode tertentu (Lukman Dendawijaya, 2001 : 111).

Laporan perhitungan laba rugi bank harus disusun berdasarkan ketentuan tentang bentuk yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, laporan keuangan bulanan harus dilaporkan setiap bulan, sedangkan untuk laporan keuangan triwulanan dilakukan untuk posisi akhir bulan, yaitu 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember tahun yang bersangkutan. Keterlambatan penyampaian serta bentuk laporan yang tidak mengikuti standarisasi yang telah dikenakan sanksi.

Penyusunan perhitungan laba rugi bank dilakukan dengan menganut konsep konservatisme. Konsep ini menekankan bahwa pendapatan yang diperhitungkan adalah pendapata yang benar-benar yang telah diterima secara efektif. Dalam akuntansi, konsep ini disebut cash basis. Sebaliknya, perlakukan akuntansi terhadap biaya operasional dan non operasional dilakukan dengan menggunakan prinsip accrual basis. Dalam prinsip ini, biaya yang akan dibayar di masa yang akan datang sudah diperhitungkan sebagai bagian komponen biaya yangdikeluarkan.

Bentuk laporan laba-rugi bank syariah, secara umum hampir sama dengan bentuk laba-rugi bank konvensional, hanya untuk pendapatan-pendapatan bunga di bankkonvensional, pada bank syariah merupakan pendapatan murabahah, mudharabah, salam, istisna, dll, sedangkan beban atau pendapatan bunga yang terpaksa diterima oleh bank syariah, di masukkan ke dalam pos pendapatan/beban dana-dana tidak halal atau dimasukkan ke adalam pos operasional lain-lain.

Bentuk laporan laba-rugi Bank Syariah dapat dilihat dari tabel di bawah ini (contoh bentuk laporan keuangan Bank Syariah Mandiri tahun 2002):

Perhitungan Laba/Rugi Periode:……………... (dalam jutaan rupiah)

No. Pos-pos Jml

1. PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI 1.1 Pendapatan Margin dari Jual-beli a. Murabahah/jual-beli

b. Istisna/jual-beli atas pesanan

c. Salam/jual-beli atas pembayaran dimuka

d. Lainnya

1.2 Pendapatan bagi hasil dari investasi a. Musyarakah/penyertaan

b. Mudharabah/tabungan bagi hasil

c. Lainnya

1.3 Pendapatan Bonus Sertifikat Wadiah Bank Indonesia

JUMLAH PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI

2. PENGELUARAN/DISTRIBUSI BONUS DAN BAGI HASIL INVESTASI 2.1 Pengeluaran Bonus Wadiah 2.2 Pengeluaran bagi hasil mudharabah

……. JUMLAH PENGELUARAN BONUS DAN BAGI HASIL ATAS INVESTASI -/-

…. PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN BERSIH INVESTASI BAGIAN BANK PENDAPATAN LAINNYA

……. 3. 4.1 Pendapatan administrasi pembiayaan 4.2 Pendapatan jasa-jasa bank

……. 4. 4.3 Pendapatan operasional lainnya 4.4 Pendapatan non operasional

……. JUMLAH PENDAPATAN LAINNYA

……. JUMLAH PENDAPATAN BANK

…. PENGELUARAN LAINNYA

…… 5.1 Pengeluaran administrasi dan umum

……. 5.2 Pengeluaran personalia

……. 5. 5.3 Pengeluaran penyusutan/amortisasi/penghapusan aktiva produktif 5.4 Pengeluaran non operasional

……. JUMLAH PENGELUARAN LAINNYA -/-

……. LABA (RUGI) BERSIH SEBELUM ZAKAT DAN PAJAK

……. ZAKAT DAN PAJAK

……. 7.1 Zakat -/-

……. 6. 7.2 Pajak -/-

……. 7. LABA (RUGI) BERSIH

Analisis Rasio Keuangan

Untuk membuat keputusan rasional yang sesuai dengan tujuan bank, manajerial bank haruslah mempunyai alat-alat analisa tertentu. Analisa keuangan dilakukan baik oleh pihak luar bank, seperti kreditur, investor, nasabah, dan Bank Indonesia selaku Pembina dan pengawas perbankan, maupun pihak bank sendiri. Jenis analisa bervariasi tergantung pada kepentingan pihak-pihak yang melakukan analisa. Seorang yang memberikan kredit (pinjaman) jangka pendek dan nasabah tabungan, akan tertarik pada likuiditas bank. Yaitu kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi (jangka pendek). Sedangkan para pemegang saham dan nasabah deposito, mungkin akan tertarik pada rasio rentabilitas bank, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh laba. Para pemegang surat berharga bank, seperti pemegang obligasi, dan para pemberi kredit jangka panjang, mungkin akan tertarik pada struktur modal perusahaan, sumber- sumber dana dan penggunaan dan, profitabilitas selama beberapa periode dan proyeksi profitabilitas di masa datang, serta rasio solvabilitas bank, yaitu kemampuan bank dalam membayar hutang-hutang jangka panjang atau kemampuan bank dalam melunasi semmua hutangnya apabila dilikuidasi. Bagi Bank Indonesia selaku Pembina dan pengawas perbankan di Indonesia, mungkin akan tertarik pada rasio kecukupan modal bank, rasio kualitas aktiva produktif, rasio-rasio rentabilitas bank, dan rasio-rasio likuiditas bank.

Rasio keuangan menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematic relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dalam laporan keuangan, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu peusahaan terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angnka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar. (Drs. S. Munawir, Akt, 1990 : 64)

Dengan menggunakan analisa rasio dimungkinkan untuk dapat menentukan tingkat kinerja suatu bank dan kesehatannya dengan menggunakan perhitungan rasio likuiditas, solvabilitas, serta rentabilitas suatu bank. Perhitungan rasio untuk menilai posisi kinerja suatu bank, akan memberikan gambaran yang jelas tentang baik atau tidaknya operasional suatu bank, yang dilihat dari posisi keuangannya dalam neraca dan laba-rugi.

Macam-macam rasio keuangan untuk mengukur kinerja bank

Seperti yang sudah dijelaskan dimuka, maka pengukuran rasio keuangan dapat juga digunakan untuk mengetahui kinerja suatu bank. Pengukuran kinerja bank digunakan untuk mengetahui tentang baik-buruknya operasional bank serta seberapa sehatkah bank bersangkutan untuk dapat menjalankan fungsi-fungsi perbankan.

Umumnya berbagai rasio yang dihitung untuk menilai kinerja suatu bank dikelompokkan ke dalam tiga (3) tipe dasar:

1. Rasio Likuiditas, yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya atau kewajiban yang telah jatuh tempo. Beberapa rasio likuiditas yang sering digunakan dalam menilai kinerja suatu bank antara lain sebagai berikut:

a. Cash Ratio, yaitu Likuiditas minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam membayar kembali pinjaman jangka pendek bank. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, namun dalam prakteknya akan dapat mempengaruhi profitabilitas. Rasio ini merupakan perbandingan antara jumlah alat liquid yang dimiliki bank dengan pinjaman yang harus segera dibayar.

b. Reserve Requirement (RR), yaitu likuiditas wajib minimum yang wajib dipelihara dalam bentuk Giro pada BI. Reserve requirement merupakan ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa rekening bank yang bersangkutan pada Bank

Indonesia. Menurut surat edaran BI tahun 1997, besarnya RR minimal 5%.

c. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh Bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemapuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Rasio LDR ini merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar antara 85%-100%.

d. Loan to Asset Ratio (LAR), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat likuiditasnya semakin kecil karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya menjadi semakin besar.