LAPORAN PENELITIAN ILMIAH ARKEOLOGIS DAN

LAPORAN PENELITIAN EKSPLORATIF ARKEOLOGIS DAN ETNOHISTORIS EKSPEDISI ARKEOLOGI ALAS PURWO 2014

  Disusun oleh:

  Tim Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2014 Himpunan Mahasiswa Arkeologi

JURUSAN ARKEOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN

  Peta 4. Peta Hasil Survei Potensi Goa Arkeologis di Alas Purwo Resort Pancur, Grid F3 ....... 5 Peta 5. Peta Hasil Survei Potensi Goa Arkeologis di Alas Purwo Resort Pancur, Grid G4 ...... 6

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga tahap awal penelitian Himpunan Mahasiswa Arkeologi (HIMA) dengan judul “EKSPEDISI ALAS PURWO 2014: Penelitian Eksploratif Tinggalan Arkeologis dan Etnohistoris” ini dapat terselesaikan. Progam kerja yang berada di bawah divisi Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian Masyarakat (P3M) ini diharapkan dapat menjadi agenda tahunan HIMA sehingga penelitian ini bersifat berkelanjutan. Tentunya, penelitian ini tidak dapat terlaksana tanpa adanya dukungan dan bantuan baik materi dan non-materi dari berbagai pihak. Maka, perkenankanlah kami untuk mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Tuhan Yang Maha Esa, Karena-Nya lah kita dapat merencanakan sampai menyeleseikan ekspedisi ini dengan baik.

  2. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada yang telah memfasilitasi serta memberikan bantuan baik secara moral maupun financial sehingga kegiatan Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2014 dapat terlaksana dengan baik.

  3. Jurusan Arkeologi serta jajaran dosen Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UGM yang telah memberi kepercayaan kepada kami. Bagi kami kepercayaan adalah sebuah nilai yang tidak dapat di sebutkan dengan huru maupun angka.

  4. Drs. J. Susetyo Edy Yuwono, M.Sc selaku dosen pembimbing bidang Strategi Pemetaan dan Analisis Spasial (GIS) serta Jajang Agus Sonjaya, S.S., M. Hum. selaku dosen pembimbing bidang Strategi Survei dan Analisis Etnohistoris yang telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga, serta materi demi terlaksananya penelitian. Kami sadar kami bukan apa-apa tanpa bimbingannya.

  5. Balai Taman Nasional Alas Purwo beserta segenap petugas yang telah memberi izin penelitian dan bersikap sangat ramah sehingga membuat kami selaku tim merasa nyaman dalam proses penelitian selama di lokasi.

  6. Balai Arkeologi Yogyakarta yang telah merespon secara baik penelitian ini serta memberi bantuan demi terlaksananya kegiatan penelitian.

  7. Seluruh pihak yang telah turut serta baik langsung maupun tidak langsung membantu demi lancarnya penelitian ini, yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Kami menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan laporan pertanggungjawaban ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karenanya, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari pembaca. Semoga penelitian ini tidak hanya bermanfaat bagi kami namun juga bagi seluruh pihak.

  Yogyakarta, 8 Oktober 2014

  Tim Ekspedisi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Menurut pendapat Goudie (2004: 589) yang dikutip oleh Yuwono (2013: 43), karst terbentuk akibat kombinasi antara batuan mudah larut dengan porositas sekunder yang berkembang baik. Karst umumnya akan berasosiasi dengan batuan karbonat (batugamping, marbel, dan dolomit) yang mudah dikenali dengan adanya bentukan-bentukan khas seperti goa, depresi tertutup, aliran sungai bawahtanah, dan sejumlah mata air. Pengertian ini juga disebutkan oleh Samodra (2005: 27-28, dalam Yuwono, 2013: 43), karst merupakan suatu wilayah yang umumnya disusun oleh batugamping, dengan topografinya yang dibentuk oleh proses pelarutan atau bercirikan morfologi mikro (karren), dengan lekuknya yang tertutup, berpola aliran bawahtanah, dan mempunyai banyak goa. Topografi karst terbentuk melalui proses pelarutan dan peresapan di wilayah bertopografi karst yang berkembang menjadi bentukan-bentukan permukaan dan jaringan aliran air di bawahtanah.

  Disepanjang bagian selatan Pulau Jawa, mulai dari daerah Yogyakarta ke timur, topografi karst terbentang dari Gunungsewu, Pacitan Timur, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Pulau Sempu, Pulau Nusa Barong, hingga Semenanjung Blambangan (Kawasan Karst Alas Purwo yang berfungsi sebagai Taman Nasional). Kawasan karst ini menjadi contoh morfologi karst tropik yang masih tersisa hingga saat ini, meskipun saat ini sebagian besar bentanglahannya dalam kondisi gersang. Menurut Bahagiarti (2004), hutan merupakan salah satu unsur penyusun bentanglahan karst yang memungkinkan dulunya kawasan karst ini pernah didukung adanya hutan lebat. Kondisi ini memungkinkan mendukung kehidupan binatang bertulang belakang termasuk manusia (Badan Informasi Geospasial, 2012: 4-5).

  Taman Nasional Alas Purwo yang terletak di Kabupaten Banyuwangi merupakan kawasan karst di ujung timur Jawa Timur.Taman Nasional ini terletak di Semenanjung Blambangan, di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo.Bagi masyarakat lokal, Lingkungan Alas Purwo merupakan hutan tertua di Pulau Jawa yang dianggap mistis dan memiliki nilai keramat.Kepercayaan ini juga masih berkembang hingga saat ini.Masyarakat setempat memeluk berbagai agama, yang utama Islam dan Hindu. Sistem kepercayaan kejawen dan tradisi-tradisi

  Jawa lain masih kuat disana, sehingga masyarakat di sana digolongkan sebagai masyarakat Jawa tradisional. Selain itu, masih banyak dijumpai praktek-praktek kejawen seperti bertapa, bersemedi,dan selamatan-selamatan lain yang berkaitan dengan.pencarian ketenangan batin (Badan Informasi Geospasial, 2012: 129).

  Selama ini penelitian arkeologis mengenai kehidupan masa prasejarah dan kondisi lingkungannya di kawasan karst bagian selatan Pulau Jawa sudah banyak dilakukan, namun penelitian arkeologis di Alas Purwo belum pernah dilakukan.Padahal, data sementara dari berbagai sumber di luar kalanganpenelitian arkeologi, menunjukkan bahwa di Alas Purwo banyak ditemukan goa-goa yang mirip dengan goa-goa hunian prasejarah di kawasan karst lainnya.Beberapa informasi juga menyebutkan bahwa sisa-sisa bangunan masa klasik ("candi") juga ditemukan di Alas Purwo, meskipun laporan tertulis mengenai temuan tersebut tidak diperoleh.Selain itu, masih berkembangnya sistem kepercayaan masyarakat bahwa goa-goa ini memiliki nilai mistis yang kemudian dijadikan sebagai tempat untuk bersemedi, merupakan fenomena budaya yang juga menarik untuk dikaji lebih lanjut.Besarnya potensi arkeologis dan budaya di kawasan karst Alas Purwo yang keletakannya jauh lebih terisolir dengan akses yang lebih tertutup dibandingkan kawasan karst lainnya, memberikan peluang besar untuk memperoleh bahan kajian arkeologis yang masih "asli" (preserved) dan belum banyak mengalami transformasi data. Apalagi penelitian arkeologis di kawasan ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh pihak manapun.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, maka ekspedisi arkeologi yang akan dilaksanakan di Alas Purwo didasari oleh permasalahan pokok sebagai berikut:

  1. Bagaimana potensi arkeologis dan etnoarkeologi di Taman Nasional Alas Purwo?

C. Tujuan dan Sasaran

  Secara umum tujuan ekspedisi ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tujuan akademis dan tujuan praktis.

  1. Tujuan Akademis

  a. Pendataan awal potensi arkeologis dan etnoarkeologis Alas Purwo dalam tiga dimensi, yaitu dimensi bentuk, ruang, dan waktu,

  b. Menemukan dan memetakan pola distribusi goa-goa arkeologis di Alas Purwo,

  c. Menemukan dan memetakan temuan arkeologis selain goa di Alas Purwo, c. Menemukan dan memetakan temuan arkeologis selain goa di Alas Purwo,

  e. Menemukan dan mendeskripsikan mitos-mitos yang masih berkembang di Alas Purwo.

  2. Sasaran Akademis :

  a. Pembuatan peta dan basisdata tentang pola distribusi goa-goa arkeologis dan data non goa di Alas Purwo, beserta unsur-unsur lingkungan terdekat.

  b. Publikasi hasil Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2014 dalam bentuk cetakan dan digital, dengan mencoba menginterpretasikan aspek-aspek budaya yang pernah berkembang di Alas Purwo, serta nilai-nilai kultural Alas Purwo bagi komunitas tertentu (antara lain para pertapa atau lelono).

  c. Penyelenggaraan pameran hasil Ekspedisi Arkeologi Alas Purwo 2014.

  3. Tujuan Praktis

  a. Menyediakan kesempatan bagi mahasiswa Jurusan Arkeologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM untuk melakukan kegiatan lapangan dengan tingkat tantangan tertentu yang menuntut penerapan, pengetahuan, keteramplilan serta kerja sama di lapangan,

  b. Memberikan masukan kepada instansi-instansi terkait tentang potensi arkeologis Alas Purwo untuk berbagai kepentingan pembangunan bangsa,

  c. Mengangkat nilai-nilai arkeologis dan budaya Alas Purwo untuk menambah nilai penting kawasan tersebut sebagai Taman Nasional yang perlu dilindungi.

  4. Sasaran

  a. Penyusunan rekomendasi tentang pencagarbudayaan situs kepada pemerintah.

D. Waktu dan Tempat

  Tanggal

  : 8 – 20 September 2014

  Tempat

  : Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur

E. Komposisi Tim

  Tim Penelitian Eksploratif Arkeologis dan Etnohistoris Alas Purwo 2014 ini terdiri dari mahasiswa Jurusan Arkeologi dan melibatkan mahasiswa Jurusan Antropologi.

F. Metode Penelitian

  Penelitian ini bersifat eksploratif dengan memadukan pendekatan arkeologis, etnohistoris, dan geografis agar mengembangkan sasaran umum yang bersifat kewilayahan maupun sasaran khusus yang terkait dengan ilmu arkeologi. Perangkat analisis yang dikembangkan adalah Geographic Information System (GIS), hal ini dikarenakan data yang akan diolah memiliki ruang dan waktu yang kuat. GIS adalah suatu sistem untuk mengumpulkan, menyimpan, memodelkan, menganalisis, dan menyajikan sekumpulan data keruangan yang memiliki referensi geografis (acuan lokasikoordinat) (Johnson, 1996). Adapun waktu yang direncanakan adalah empat periode dengan tahapan sebagai berikut:

1. Periode Pertama:

  a. Pengumpulan data kepustakaan dan peta untuk menentukan desain keruangan sementara dan format basisdata yang akan dibangun. Checklist lapangan beserta instrumen penelitian dihasilkan dalam tahap ini.

  b. Pengumpulan date di lapangan melalui observasi dan pemetaan di wilayah I yang meliputi Resort Rowobendo dan Resort Pancur.

  c. Pengolahan hasil penelitian dan manajemen basisdata melalui analisis GIS, yaitu analisis spasial dan lingkungan terhadap data vektor (data GPS dan peta hasil digitasi), data raster (citra satelit dan peta hasil scan), dan data atribut lokasi (data tabulasi), yang mewakili entitas di lapangan melalui teknik tumpang susun (overlay), klasifikasi data, kalkulasi data, dan integrasi data. Hasilnya berupa sistem informasi spasial kewilayahan dalam bentuk peta dan tabulasi basisdata yang mudah diakses dan diperbaharui mengenai potensi arkeologis di wilayah I Taman Nasional Alas Purwo.

  d. Penyelesaian laporan, peta, artikel, seminar hasil penelitian, dan pameran untuk publikasi. Luaran Periode I: Laporan Penelitian, peta kewilayahan potensi arkeologi di wilayah I

  Taman Nasional Alas Purwo, artikel, seminar hasil penelitian, buku, dan pameran untuk publikasi.

2. Periode Kedua:

  a. Pengumpulan data kepustakaan dan peta untuk menentukan desain keruangan sementara dan format basisdata yang akan dibangun. Checklist lapangan beserta instrumen penelitian dihasilkan dalam tahap ini.

  b. Pengumpulan data di lapangan melalui observasi dan pemetaan di wilayah II yang meliputi Resort Sembulungan dan Kucur. Dari resort ini, Pengolahan hasil penelitian dan manajemen basisdata melalui analisis GIS, yaitu analisis spasial dan lingkungan terhadap data vektor (data GPS dan peta hasil digitasi), data raster (citra satelit dan peta hasil scan), dan data atribut lokasi (data tabulasi), yang mewakili entitas di lapangan melalui teknik tumpang susun (overlay), klasifikasi data, kalkulasi data, dan integrasi data. Hasilnya berupa sistem informasi spasial kewilayahan dalam bentuk peta dan tabulasi basisdata yang mudah diakses dan diperbaharui mengenai potensi arkeologis di wilayah II Taman Nasional Alas Purwo.

  c. Penyelesaian laporan, peta, artikel, seminar hasil penelitian, dan pameran untuk publikasi. Luaran Periode II: Laporan Penelitian, peta kewilayahan potensi arkeologi di wilayah II

  Taman Nasional Alas Purwo, artikel, seminar hasil penelitian, dan pameran untuk publikasi.

3. Periode Ketiga:

  a. Pengumpulan data kepustakaan dan peta untuk menentukan desain keruangan sementara dan format basisdata yang akan dibangun. Checklist lapangan beserta instrumen penelitian dihasilkan dalam tahap ini.

  b. Pengumpulan data di lapangan melalui observasi dan pemetaan di wilayah II yang meliputi Resor Tanjung Pasir Dari resort ini, Pengolahan hasil penelitian dan manajemen basisdata melalui analisis GIS, yaitu analisis spasial dan lingkungan terhadap data vektor (data GPS dan peta hasil digitasi), data raster (citra satelit dan peta hasil scan), dan data atribut lokasi (data tabulasi), yang mewakili entitas di lapangan melalui teknik tumpang susun (overlay), klasifikasi data, kalkulasi data, dan integrasi data. Hasilnya berupa sistem informasi spasial kewilayahan dalam bentuk peta dan tabulasi basisdata yang mudah diakses dan diperbaharui mengenai potensi arkeologis di wilayah II Taman Nasional Alas Purwo.

  c. Penyelesaian laporan, peta, artikel, seminar hasil penelitian, dan pameran untuk publikasi.

  Luaran Periode III: Laporan Penelitian, peta kewilayahan potensi arkeologi di wilayah II

  Taman Nasional Alas Purwo, artikel, seminar hasil penelitian, dan pameran untuk publikasi.

4. Periode Empat

  a. Memilih sampel lokasi dari unit-unit keruangan yang dihasilkan pada Periode I – III untuk dikaji lebih lanjut secara aspek temporal melalui kegiatan observasi sebagai pengembangan kegiatan penelitian.

  Luaran Periode IV: Laporan Penelitian, artikel, seminar hasil penelitian, danpameran

  untuk publikasi.

G. Strategi dan Rangkaian Penelitian

  Penelitian ini bersifat eksploratif untuk menggali potensi arkeologi yang terkandung di Kompleks Taman Nasional Alas Purwo.Pelaksanaan ekspedisi ditekankan pada pengumpulan dan pemetaan data arkeologis di TNAP yang didukung oleh unsur-unsur lingkungan dan budaya sekitar. Metode ini akan menitikberatkan pengumpulan data dalam tiga dimensi, meliputi:

  1. Dimensi bentuk: mencakup jenis, ukuran, kondisi, dan aspek kontekstual data.

  2. Dimensi ruang : mencakup posisi dan keletakan data secara geografis, poladistribusi,dan kondisi lingkungannya.

  3. Dimensi waktu: mencakup posisi kronologi data secara relatif dalam pembabakan arkeologis yang ada. Mengingat luasnya area yang harus dieksplorasi dan keterbatasan sumberdaya, maka penelitian ini terbagi dalam 3 tahapan periodik. Tahapan yang ada disesuaikan dengan pembagian beberapa resort untuk mempermudah proses eksplorasi sehingga menghasilkan keakuratan data yang maksimal. Pembagiannya sebagai berikut:

  1. Periode satu : Resort Rowobendo dan Resort Pancur

  2. Periode dua : Resort Kucur dan Sembulungan

  3. Periode tiga : Resort Tanjungpasir. Dalam ekspedisi tahap satu yang dilaksanakan di Resort Rowobendo dan Pancur ini, sesuai dengan kondisi lingkungan dan budaya yang terdapat didalamnya, maka penelitian akan difokuskan kepada eksplorasi potensi tinggalan arkeologi karst berkaitan dengan goa-goa hunian masa prasejarah. Selain itu juga akan dilaksanakan eksplorasi etnohistori melalui observasi dan 3. Periode tiga : Resort Tanjungpasir. Dalam ekspedisi tahap satu yang dilaksanakan di Resort Rowobendo dan Pancur ini, sesuai dengan kondisi lingkungan dan budaya yang terdapat didalamnya, maka penelitian akan difokuskan kepada eksplorasi potensi tinggalan arkeologi karst berkaitan dengan goa-goa hunian masa prasejarah. Selain itu juga akan dilaksanakan eksplorasi etnohistori melalui observasi dan

1. Tahap Persiapan ( Pra-lapangan )

  a. Pembentukan tim inti dan pematangan proposal,

  b. survei lokasi dan pengumpulan data kepustakan dan peta untuk menentukan instrumen penelitian,

  c. sosialisasi, pendaftaran, dan seleksi peserta penelitian dan pembekalan materi,

  d. pengurusan izin, akomodasi, dan asuransi.

2. Tahap Pelaksanaan

  Tim ekspedisi akan dibagi dalam beberapa regu menyangkut kepentingan di lapangan, yakni; tim basecamp, tim eksplorasi goa, dan tim etnohistori. Instrumen yang akan digunakan antara lain berupa; checklist, peta survei, dan peralatan pemetaan yang terdiri atas global positioning system (GPS), alat ukur, kompas, altimeter, kamera, dan peralatan penggambaran. Data yang dikumpulkan berupa goa-goa, data arkeologis non-goa, data etnohistori, dan unsur lingkungan di sekitarnya seperti; topografi, bentang lahan, dan sumber air. Semua data dan temuan yang ditemukan setiap harinya dari tim eksplorasi goa maupun tim etnohistori, akan dilaporkan secara berkala kepada tim basecamp sehingga dapat diolah secara langsung.

3. Tahap Pengolahan Data

  a. Analisis data arkeologis dan spasial. Perangkat lunak yang akan digunakan dalam analisis data ini berupa software Geographic Information System (GIS), antara lain MapSource dan ArcView, serta software pengolahan data tabular, antara lain excel.

  b. Pembuatan laporan ilmiah, naskah publikasi, dan dokumentasi

  c. Penyelesaian peta distribusi situs

  d. Pelaksanaan pameran dan seminar hasil ekspedisi.

H. Organisasi Pelaksana

1. Pelindung

  a. Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., DEA Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada a. Dr. Wening Udasmoro, M.Hum., DEA Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

  c. Dr. Mahirta, M.A Ketua Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada

2. Dosen Pembimbing

  a. Fahmi Prihantoro, S.S., SH., M.A Dosen Jurusan Arkeologi, Pembimbing Kegiatan Mahasiswa Jurusan Arkeologi

  b. Drs. J. Susetyo Edy Yuwono, M.Sc. Dosen Jurusan Arkeologi UGM, Pembimbing bidang Strategi Pemetaan dan Analisis Spasial (GIS)

  c. Jajang Agus Sonjaya, S.S., M. Hum. Dosen Jurusan Arkeologi UGM, Pembimbing bidang Strategi Survei dan Analisis Etnohistoris.

  d. Dr. Eko Haryono, M.Si. Dosen Fak. Geografi UGM, Pembimbing bidang Geografi dan Karstologi.

  e. Dra. Djaliati Sri Nugrahani, M.A. Dosen Jurusan Arkeologi UGM, Pembimbing Pameran

3. Penanggung Jawab

  a. M. Hasbiansyah Zulfahri Ketua Himpunan Mahasiswa Arkeologi, Universitas Gadjah Mada

4. Panitia Pelaksana

  a. Ketua Pelaksana

  : Eusebia Marryland

  b. Sekretaris

  : Hafizhuddin

  c. Bendahara

  : Asrofah Afnidhatul Khusna

  d. Koordinator Acara

  : Hendri A. Fajrian

  e. Koordinator Logistik

  : Willibrordus Damar Girigahana

  f. Koordinator Konsumsi

  : Lutfi Bhagaskara

  g. Koordinator Transportasi

  : Fauzi Hendrawan

  h. Koordinator Publikasi dan Dokumentasi

  : Wulandari Retnaningtiyas

  i. Koordinator P3K

  : Muhammad Wishnu Wibisono : Muhammad Wishnu Wibisono

  

  : Karntino Chevy Areros

  k. Koordinator Dana Usaha

  : Umaira Fambayun

  l. Koordinator Humas

  : Fajar Aji Jiwandono

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Taman Nasional Alas Purwo (TNAP)

  Taman Nasional Alas Purwo sebagai salah satu Kawasan Pelestarian Alam yang terletak di ujung timur Pulau Jawa memiliki berbagai ragam keanekaragaman hayati serta berbagai potensi jasa lingkungan dan wisata alam yang keberadaannya dapat dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, dan pariwisata. Kawasan ini merupakan salah satu bentuk protected area yang ditetapkan untuk tujuan perlindungan ekosistem dan pengembangan wisata. Karena taman nasional merupakan salah satu bentuk konservasi, maka selain perlindungan ekosistem dan pemanfaatannya, satu hal yang harus dipegang dan senantiasa diingat sebagai misi pokok oleh pengelola taman nasional adalah pengelolaan biodiversity (keanekaragaman hayati) dan ekosistemnya.

  Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, kawasan Alas Purwo semula berstatus Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda No 6 Stbl 456 tanggal 01 September 1939 dengan luas areal 62.000 ha. Kemudia berdasarkan berita acara pengukuran tanggal 27 Mei 1983 luasan tersebut diubah menjadi 43.420 ha, dan melalui Surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 283Kpts-II1992 tanggal 26 Februari 1992, status suaka margasatwa diubah menjadi Taman Nasional Alas Purwo. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.30Menhut-II2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Balai Taman Nasional Alas Purwo terdiri dari dua seksi pengelolaan taman nasional wilayah, yaitu Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah

  I Tegaldlimo dan Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Muncar.

  1. Kawasan taman nasional ditata ke dalam zona sebagai berikut:

  a. Zona inti adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak

  diperbolehkan adanya perbahan apapun oleh aktivitas manusia.

  b. Zona rimba adalah bagian kawasan taman nasional yangberfungsi sebagai penyangga

  zona inti

  c. Zona Pemanfaatan adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan pusat rekreasi

  dan kunjungan wisata.

  Berdasarkan pembagian zonasi sesuai Surat Keputusan Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Nomor: 26KptsIV-KK2007 tanggal 19 Februari 2007, Taman Nasional Alas Purwo terbagi atas:

  a. Zona Inti

  : 17.200 ha

  b. Zona Rimba

  : 24. 767 ha

  c. Zona Pemanfaatan : 250 ha

  d. Zona Penyangga

  : 1.303 ha

B. Kondisi Lingkungan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP)

  Taman Nasional Alas Purwo merupakan bagian dari semenanjung Blambangan di ujung timur pulau Jawa dengan bentang alamnya yang khas berupa kars, pantai (perairan, daratan dan rawa), hamparan mangrove pasang surut, serta dataran rendah hingga perbukitan dan pegunungan pada ketinggian 0 hinga 322 mdpl. Keadaan bentang alamnya yang berupa garis pantai melengkung dan membentang sejauh 105 km banyak digunakan untuk kegiatan rekreasi dan penelitian alam bebas, menikmati flora dan fauna kawasan, serta aktivitas yang berkaitan dengan minat khusus seperti selancar, kegiatan pecinta alam, dan sebagainya.

  Formasi geologi pembentuk kawasan Taman Nasional Alas Purwo berumur Meosen atas, terdiri dari batuan berkapur dan batuan berasam. Menurut sistem klasifikasi Schmidth dan Ferguson, kawasan sekitar taman nasional ini memiliki tipe iklim sekitar D (agak lembap) sampai

  E (agak kering). Curah hujan tidak merata sepanjang tahun, dengan suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,9ºC – 28,2ºC dan fluktuasi udara antara 75 - 81.

  Jaringan sungai di kawasan yang berubah status dari suaka margasatwa menjadi taman nasional pada 26 Februari 1992 ini berpola radial, dengan arah aliran menuju laut (Samudera Hindia dan Selat Bali). Secara umum sungai di Alas Purwo berukuran kecil (aliran <10 m dengan panjang <5 km). Selain sungai, banyak pula ditemukan mata air seperti yang terdapat di daerah Gunung Kucur, Gunung Kunci, Goa Basori dan Sendang Srengenge. Tipe hutan yang umum berupa hutan hujan tropis dataran yang dipengaruhi oleh angin musim. Keberadaan padang rumput, pohon gebang dan jenis tumbuhan yang meranggas di musim kemarau merupakan ciri hutan musim. Formasi vegetasi lengkap mulai dari pantai (hutan pantai) sampai hutan hujan tropis dataran rendah.

C. Riwayat Penelitian

  Taman Nasional Alas Purwo merupakan wilayah konservasi sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1990. Hal ini menjadikannya sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Mengingat statusnya sebagai kawasan konservasi maka pemanfaatannya pun terbatas pada beberapa hal saja, meliputi; penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, dan pariwisata. Selain untuk kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri, aktivitas penelitian yang dilakukan di kawasan ini tentunya sangat membantu dalam mengungkap kekayaan dan segala fenomena-fenomena alam yang terkandung di kawasan ini. Dengan begitu setiap penelitian yang telah dilakukan serta merta akan meningkatkan kualitas pengelolaannya.

  Pendataan mengenai penelitian yang dilakukan oleh TNAP baru dimulai dari tahun 1998. Tidak kurang dari 300 penelitian telah dilakukan hingga saat ini, namun kegiatan penelitian yang berbasis pada kebudayaan tidak lebih dari 1 dari keseluruhannya. Sebagian besar penelitian bertemakan lingkungan flora dan fauna. Hal ini terlihat sangat timpang mengingat kekayaan budaya yang terkandung di kawasan ini. Terlebih lagi kawasan ini kerap kali dijadikan tujuan untuk berbagai macam aktivitas sehari-hari yang menyangkut kebutuhan hidup maupun ritual kebudayaan yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat dari berbagai penjuru nusantara. Oleh karena itu penelitian menyangkut bukti artefaktual yang menyangkut peninggalan-peninggalan masa lalu yang terkubur di kedalaman tanah maupun di setiap tabir mitos yang berkembang di masyarakat dirasa perlu diungkap secara ilmiah.

  Sesuai data yang ada saat penelitian ini diselenggarakan hanya terdapat 3 buah penelitian yang berlandaskan tema kebudayaan. Berikut daftar yang kami terima dari web resmi Taman Nasional Alas Purwo;

  1) Penelitian yang dilakukan tahun 2002 berjudul; “Mengenai Budaya terhadap Orang yang Melakukan Semedi di Goa Istana, Goa Mangleng, dan Goa Padepokan” oleh Nicholas Heriman, UMM.

  2) Penelitian yang dilakukan tahun 2007 berjudul; “Tinggalan Megalitik di Jawa Timur” oleh Tisna Arif Ma’rifat, Universitas Udayana.

  3) Penelitian yang dilakukan tahun 2008 berjudul; “Laku Mistis Pertapa Alas Purwo: Perspektif Tantrayana” oleh Nanang Sutrisno, Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia.

  Ketiga penelitian tersebut sekiranya cukup mewakili akan adanya potensi budaya yang terkandung di kawasan ini. Namun dari ketiga penelitian tersebut, dua diantaranya berangkat dari adat kebiasaan dan kepercayaan yang berkembang disana. Melalui segala ritual dan liturgi yang ada itulah mereka membuat suatu sintesa tentang ide yang melatarbelakanginya. Satu yang lainnya, yakni penelitian yang dilakukan oleh arkeolog Universitas Udayana; Tisna Arif Ma’rifat, melakukan penelitian yang didasari oleh tinggalan budaya yang masih dapat dilacak. Hanya saja ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini mencakup seluruh kawasan Jawa Timur menjadikan pemaparan yang disajikan tidak mendetail dan kurang mewakili seluruh kawasan TNAP. Dengan dilakukannya penelitian etnohistori di beberapa tempat di kawasan TNAP dan sekitarnya, diharapkan memperjelas pemaparan yang sudah ada dan membuka potensi-potensi baru.

  Selain penelitian bertema kebudayaan yang disebutkan diatas, terdapat satu laporan ekspedisi yang sangat membantu kami dalam perumusan masalah kegiatan ini. Penelitian yang dimulai tahun 2006 dengan judul; “Kajian Geomorfologi di Taman Nasional Alas Purwo dan Sekitarnya” yang dilakukan oleh tim dari UGM atas nama Eko Haryono, Dulbahri, Sunarto, dan Emi Dwi Suryanti. Pada tahun 2012 tim yang identik juga melakukan ekspedisi geografi dengan tema kajian yang berbasis pelestarian karst. Ruang lingkup penelitian Tim EGI 2012 ini meliputi kawasan karst di selatan Jawa Timur termasuk Taman Nasional Alas Purwo didalamnya.

  Ekosistem karst memang menjadi daya tarik tersendiri dalam beberapa disiplin ilmu. Dari sana pula kami mulai membangun pertanyaan-pertanyaan menyangkut potensi goa dalam sudut pandang arkeologi di kawasan TNAP. Karena belum ada penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya di kawasan ini, maka penelitian ini bersifat eksploratif. Dengan berbekal kajian spasial dan data goa yang pernah dikumpulkan oleh Tim ASC dalam penelitian mereka di tahun-tahun sebelumnya, ekspedisi ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada melalui kacamata arkeologi.

BAB III DESKRIPSI DAN ANALISIS

A. Tim Survei Arkeologi 1

  Wilayah survey arkeologis Tim 1 berada di sektor utara kawasan T.N.Alas Purwo, mencakup area dalam koordinat UTM Zona 50 S 21000 mE 9046000 mN hingga UTM Zona 50 S 21200 mE 9046000 mN. Daerah yang menjadi fokus utama eksplorasi didasarkan pada data hasil ploting oleh Tim Survei Ekpedisi Arkeologi dan data ASC. Beberapa situs goa yang telah diketahui keberadaanya berdasar data tersebut yakni Goa Kucur, Goa Rajawali dan Goa Kunci. Menurut peta kontur, lokasi goa-goa ini membentang menyusuri tebing yang membujur dari utara hingga selatan. Hal tersebut menjadi pertimbangan mengenai kemungkinan ditemukannya situs situs goa yang lain pada deretan tebing ini.

  Secara umum, lingkungan yang menjadi daerah eksplorasi Tim 1 tersusun atas vegetasi hutan produksi di bagian barat tebing serta hutan tropis pada daerah tebing atau dataran yang lebih tinggi. Hutan produksi ini terdiri atas tanaman jati yang dimiliki oleh Perhutani dan Taman Nasional Alas Purwo, serta ladang olahan warga. Keberadaan ladang yang dikelola oleh warga sekitar mengingat wilayah eksplorasi cukup dekat dengan Desa Kalipait, yakni desa terakhir sebelum menuju kawasan konservasi Alas Purwo.

  Pada area hutan produksi ini jelas kondisi lingkungannya berikut vegetasinya sudah banyak diubah oleh manusia, hal tersebut berbeda dengan hutan tropis yang berada pada daerah yang lebih tinggitebing. Lapisan tanah penyusun yang terdapat pada permukan berupa tanah lempung yang mengering pada musim kemarau dan becek pada musim penghujan. Pergantian musim juga mempengaruhi keberadaan mata air.Pada musim kemarau banyak mata air yang mengering, sehingga timbul masalah terkait irigasi ladang maupun kebutuhan air sehari-hari. Salah satusumber air yang dapat ditemukan di wilayah eksplorasi ketika pelaksanaan eskpedisi yakni mata air di Kucur Mas.

  Debit air yang cukup stabil dan tidak terpengaruh musim seperti sumber air lainnya dimanfaatkan oleh warga untuk dialirkan ke pemukiman melalui pipa-pipa. Sumber air ini juga menjadi salah satu pertimbangan mengingat keberadaan kecenderungan kedekatan antara Debit air yang cukup stabil dan tidak terpengaruh musim seperti sumber air lainnya dimanfaatkan oleh warga untuk dialirkan ke pemukiman melalui pipa-pipa. Sumber air ini juga menjadi salah satu pertimbangan mengingat keberadaan kecenderungan kedekatan antara

  Melalui kegiatan eksplorasi ini ditemukan banyak data yang kurang sesuai dengan keadaan di lapangan, di antaranya yakniGoa Kucur Mas yang ternyata berupa mata air sertaGoa Kunci yang sebenarnya hanya berupa bukit. Hasil surveioleh Tim 1 menemukan total 8 buah goa dan ceruk, di antaranya:

1. Ceruk Rajawali A

  Pengisian checklistsurvey dan pengukuran denah Ceruk Rajawali Adimulai pada Sabtu, 13 September 2014. Dimensi goa memiliki ukuran mulut selebar 12,3 meter, tinggi 7 meter serta kedalaman 811cm. Ceruk dengan arah hadap 255 o ini berada pada koordinat UTM Zona 50 S

  210300 mE 9049764 mN dengan keakurasian objek ±4 m. Pada peta Indeks Survei Alas Purwo,ceruk ini masuk dalam grid D3 di wilayah Resort Kucur. Ceruk ini memiliki elevasi absolut163 mdpl dan berada pada lereng bagian tengah dengan kemiringan lantai goa berkisar 0 o –

  2 o (datarflat).

  Kondisi lahan sekitar ceruk Rajawali A berupa hutan tropis dengan vegetasi yang cukup rapat walaupun beberapa wilayah ditemui juga semak belukar. Petunjuk geografis yang paling dekat dengan ceruk ini berada di atas mata air Kucur, dengan jarak lurus 250 meter dan orientasi 235 o ke arah mata air. Sampai saat ini ceruk Rajawali A paling aktif digunakan sebagai tempat

  pertapaan di wilayah Kucur. Temuan dipan, botol minuman, tempat menjemur pakaian, dan sisa pembakaran yang terlihat masih baru di luar ceruk mengindikasikanpemanfaatannya ini sebagai tempat bertapa.

  Adanya aktivitas pertapaan ini membuat kondisi ceruk mengalami kerusakan yang sifatnya komulatif pada lantai goa, yakni perubahan dan penambahan pondasi pada goa sehingga lapisan tanah paling atas goa ini sudah kehilangan konteksnya. Jika ingin dilakukan penggalian atau test pit maka pengalian harus dilakukan lebih dalam mengingat adanya perubahan struktur lapisan tanah pada bagian atas. Kondisi permukaan tanah yang sudah banyak berubah turut mempengaruhi adatidaknya temuan permukaan pada ceruk ini.

  Pertimbangan potensi Ceruk Rajawali A sebagai situs hunian adalah lokasinya yang berdekatan dengan mata air Kucur Mas. Sumber air ini sangat berpengaruh sebagai faktor penyokong situs hunian, karena banyak akanhewan buruan yang berkumpul di sekitarannya.

  Foto 1 . Kondisi Ceruk Rajawali A tampak depan kanan dan kiri Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

2. Ceruk Rajawali B

  Ceruk yang berada persis disamping Ceruk Rajawali A ini berada pada koordinat UTM Zona

  50 S 210319 mE 9049786 mN dengan elevasi absolut 171 mdpl dan kemiringan permukaan ceruk o –2 yang berkisar 0 o (datarflat).Petunjuk geografis terdekat yakni selain berada di atas sumber mata

  air Kucur, juga berada di antara Ceruk Rajawali A dan C. Tim tidak melakukan pengukuran dan Pada ceruk Rajawali B tidak ditemukan tanda-tanda aktivitas pertapaan. Temuan permukaan berupa serpihan kerang banyak tersebar di lantai ceruk. Namun, melihat dimensi ceruk yang tidak begitu besar maka potensinya sebagai situs hunian masa lampau menjadi kecil.

  Foto 2. (Kiri) Kondisi Ceruk Rajawali B dari depan. (Kanan) Temuan permukan berupa cangkang kerang Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

  Foto 3. Temuan Permukaan kerang air Tawar Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

3. Ceruk Rajawali C

  Ceruk Rajawali C persis berada di samping atas Ceruk Rajawali B dan berada padakoordinat UTM Zona 50 S 210318 mE 904970 mN dengan keakurasian objek ±3 m. Elevasi absolut

  menunjukkan angka 174 mdpl dengan kemiringan permukaan lantai berkisar antara 2 o – 4 sehingga termasuk sedikit miring (gently slope). Mulut ceruk terlihat terbagi menjadi dua (lih.

  o

  Gambar 3.1). Dimensi lebar mulut ceruk yakni 526 cm dengan tinggi mulut 249 cm dan kedalaman mencapai 412 cm. Pada ceruk dengan arah hadap 280 o dari arah utara ini tidak ditemukan temuan

  permukaan. Meski demikian,tingkat transformasi di Ceruk Rajawali C ini tidak sebesar ceruk Rajawali lainnya. Sama halnya seperti ceruk Rajawali A, ceruk ini digunakan sebagai tempat pertapaan yang didukung dengan adanya tikar di lantai ceruk.

  Foto 4 . (Kiri) Kondisi Goa Rajawali C dari depan. (Kanan) Kondisi Goa Rajawali C kanan Dokumentasi oleh Luthfi Eka Bhagaskara

  Foto 5. Kondisi Goa Rajawali C Kiri Dokumentasi oleh Luthfi Eka Bhagaskara

4. Goa X0

  HariMinggu, 14 September 2014, eksplorasi dilanjutkan kearah utara Kucur Mas untuk menjangkau goa-goa didaerah tersebut karena berdasarkan informasi dari petugas TNAP serta lelono, di daerah tersebut banyak ditemukan goa. Mengingat penelitian kali ini bersifat eksploratif, maka kemungkinan menemui goa-goa baru yang belum memiliki namasangat besar. Untuk itu, berdasarkan kesepakatan, goa yang belum memiliki nama ini akan diberi nama X0, X1, X2, dan seterusnya.

  Tidak jauh dari sumber mata air kucur kearah utara, kami menemukan Goa X0. Goa ini berada pada koordinat UTM Zona 50 S 2019998 mE 9050173 mN dengan keakurasian objek ±3 m. Goa ini masuk dalam grid C3 namun masih dalam wilayah Resort Kucur Mas. Lokasi goa ini berada pada tebing yang tidak begitu tinggi dengan elevasi absolut 50 mdpl. Lokasi ini berada pada di lereng bagian bawah. Goa ini persis berada pada dinding tebing sehingga kami tidak mengukur dimensi lebar dan tingginya.

  Untuk masuk goa ini harus melalui sebuah tangga dengan ketinggian ±2m. Kemiringan

  lantai goaberkisar antara 2 o –4 dan termasuk kategori sedikit miring (gently slope). Arah hadap goa ini 217 o dan tepat didepannya merupakan vegetasi hutan produksi. Adanya temuan cangkang

  o

  kerang tepat dibawah goa ini menjadi temuan yang cukup menarik mengingat lokasi goa yang kerang tepat dibawah goa ini menjadi temuan yang cukup menarik mengingat lokasi goa yang

  Tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan struktur goa yang akhirnya menyebabkan lokasi goa menjadi sedikit lebih tinggi dan melekat pada tebing. Mungkin saja goa tersebut dulunya memiliki lokasi sejajar dengan permukaan tanah. Petunjuk geografis terdekat yakni sumber mata

  air Kucur dengan jarak sekitar 300 meter danorientasi 320 o .Pemanfaatan sekarang sebagai tempat bertapa yang masif aktif digunakan, ditandai dengan adanya tikar dan tangga dari besi untuk akses

  kedalam goa. Goa ini dapat dikatakan memiliki tingkat transformasi tinggi.

  Foto 6. Kondisi Goa X0 (Kiri) tampak depan dan (Kiri) tampak dalam. Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

5. Ceruk X1

  Goa X1 ditemukan sedikit keatas tebing dan jauh dari goa X0. Ceruk ini berada pada titik koordinat UTM Zona 50 S 210049 mE 9050488 mN dengan keakurasian objek ± 3 m. Posisinya berada pada lereng bagian atas dengan elevasi absolut 73 mdpl. Jalan yang dilalui untuk mengakses goa ini cukup terjal dan tidak begitu jelas jejak keberadaan jalurnya. Ceruk ini persis berada pada tebing yang arah hadapnya 305 o dari arah utara.

  Posisi ceruk ini yang berada di bagian atas tebing dan tidak tertutup tanaman memungkinkan kita untuk melihat laut dari ceruk ini. Tepat didepan ceruk ini terlihat jelas hamparan hutan produksi dan pantai yang lokasinya tidak begitu jauh dari ceruk X1. Posisi ceruk yang demikianmemungkinkan orang untuk mengawasi daerah pada hamparan hutan produksi. Kemungkinan ceruk ini sudah jarang diakses baik itu untuk pertapaan maupun akses warga local, Posisi ceruk ini yang berada di bagian atas tebing dan tidak tertutup tanaman memungkinkan kita untuk melihat laut dari ceruk ini. Tepat didepan ceruk ini terlihat jelas hamparan hutan produksi dan pantai yang lokasinya tidak begitu jauh dari ceruk X1. Posisi ceruk yang demikianmemungkinkan orang untuk mengawasi daerah pada hamparan hutan produksi. Kemungkinan ceruk ini sudah jarang diakses baik itu untuk pertapaan maupun akses warga local,

  Kemiringan lantai hanya berkisar 0 o –2 dan termasuk datar (flat). Aktivitas pertapaan dapat ditemui dengan adanya dipan dari jalinan kayu yang dibangun didalam ceruk yang berdimensi

  o

  lebar 309cm dan tinggi 191 cm. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tingkat transformasi goa sangat tinggi, melihat indikasiperataan lantai dengan pondasi tumpukan batu. Petunjuk geografis terdekat ceruk X1 ini masih terdapat dalam satu jajaran tebing dengan sumber mata air Kucur.

  Foto 7. Kondisi Goa X 1 Tampak Depan Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

6. Goa X 2

  Goa X2 berada dalam koordinat UTM Zona 50 S 209961 mE 9050478 mN dengan keakurasian objek ±3 m. Goa ini masih berada pada jalaninan tebing sumber air Kuncur Mas, sehingga kemungkinan akan adanya sebuah situs goa hunian masih cukup besar. Di samping itu, akses menuju lokasi terhitung cukup mudah dan berada pada vegetasi hutan produksi serta tak jauh dari vegetasi hutan tropis.

  Goa denganelevasi absolut 68 mdplini terdapat di bawah lereng ceruk X1 yakni berada pada lereng bagian tengah. Lokasi goa masih terdapat pada Resort Kucur dan masuk dalam

  grid C3. Kemiringan lantai goa cukup tinggi yakni 8 o –16 dan termasuk agak curam (moderately sleep). Arah hadap goa ini tepat menghadap ke utara dan memiliki ukuran mulut

  o

  dengan lebar 416 cm dan tinggi 350 cm. Tidak ditemukan aktivitas pertapaan pada goa ini, kondisi goa pun tidak mengalami transformasi yang signifikan, hanya saja tidak ditemukan dengan lebar 416 cm dan tinggi 350 cm. Tidak ditemukan aktivitas pertapaan pada goa ini, kondisi goa pun tidak mengalami transformasi yang signifikan, hanya saja tidak ditemukan

  Foto 8. Kondisi Goa X 4 Tampak Depan Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

7. Goa X 3

  Pada goa X3 kami tidak melakukan survei dan pengisian checklist. Goa ini berada pada koordinat UTM Zona 50 S 209894 mE 9050394 mN. Lokasi goa tidak begitu terjal dengan elevasi absolut 48 mdpl. Tepat didepan goa terdapat hutan produksi yang berada diResort Kucur dan masuk kedalam grid C3. Goa ini masih berada dalam dalam satu jajaran tebing dengan sumber mata air Kucur. Bentuk goa ini cukup unik dengan adanya sebuah batu yang melintang keatas seperti menyangga atap seolah-olah membentuk sebuah payung. Oleh karena itu, masyarakat sekitar menyebutnya Goa Payung. Goa ini dapat mudah ditemukan dengan menyusuri tebing di wilayah Kucur, dimana dalam deretan tebing ini terdapat pula goa dan ceruk X0-X2.

8. Goa X4

  Dari sekian banyak goa yang disurvei, goa X4 ini yang memiliki potensi arkeologis yang cukup tinggi. Hal tersebut didasarkan pada lokasi goa yang berada pada kawasan hutan tropis dan tidak jauh dari sumber mata air yakni Curah Kembang. Kedua faktor tersebut membuat kawasan sekitar goa ini menjadi lokasi yang nyaman bagi tempat tinggal hewan-hewan yang Dari sekian banyak goa yang disurvei, goa X4 ini yang memiliki potensi arkeologis yang cukup tinggi. Hal tersebut didasarkan pada lokasi goa yang berada pada kawasan hutan tropis dan tidak jauh dari sumber mata air yakni Curah Kembang. Kedua faktor tersebut membuat kawasan sekitar goa ini menjadi lokasi yang nyaman bagi tempat tinggal hewan-hewan yang

  Goa ini tepat berada pada pinggiran tebing yang didepannya terdapat lembah yang masih masuk kawasan hutan tropis. Elevasi absolut goa ini 169 mdpl dan terdapat pada lereng tengah. Goa iniberada pada koordinat UTM Zona 50 S 210652 mE 9050394 mN dengan keakurasian objek ±5 m. Lokasi goa sudah masuk Resort Rowobendo di dalam grid D3. Bentuk dan ukuran goa terhitung cukup luas dengan dimensi lebar 814 cm dan tingi ±5 meter,

  serta kemiringan lantai yang berkisar antara 2 o –4 (sedikit miringgently slope). Dimensi goa yang demikian cukup potensial digunakan sebagai situs hunian.

  o

  Meski demikian, tentunya dibutuhkan data yang lebih kuat yang dapat menunjukan potensi arkeologis padagoa X4. Untuk itu, dilakukan test pit pada goa dengan lebar kotak 50x50cm. Namun, karena keterbatasan waktu dan alat, test pit hanya mampu dilakukan sampai kedalaman 23 cm karena pada lapisan tanah terhalang bedrock. Pada kedalaman ini ditemukan cangkang gastropoda yang kondisinya belum mengalami kalsifikasi atau pembatuandan motifnyamasih terlihat. Goa X4 ini mengalami transformasi kumulatif dengan adanya perataan lantai goa yang berkaitan dengan aktivitas pertapaan.

  Foto 9. Kondisi Goa X 4 Tampak depan Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

  Foto 10. Kotak test pit sebelum digali. (Kanan) Kotak test pit setelah digali.

  Dok. oleh Luthfi Eka Bhagaskara, 2014

B. Tim Survei Arkeologi 2

  Wilayah survei arkeologis Tim 2 berada di sektor tengah Kawasan T.N. Alas Purwo, sesuai peta survei pada daerah grid D3. Daerah yang menjadi fokus utama eksplorasi didasarkan pada data data hasil ploting oleh Tim Survei Ekpedisi Arkeologi, data ASC, serta hasil wawancara dengan masyarakat lokal dan staf TNAP walaupun ada beberapa data yang tidak sesuai seperti titik koordinat yang melenceng.

  Secara umum, lingkungan di daerah eksplorasi Tim 2 kondisi lahannya kering dengan vegetasinya hutan tropis, semak belukar, bambu berduri, dan hutan produksi yang ditumbuhi pohon jati. Di daerah ini ditemukan beberapa kenampakan aliran sungai yang telah mengering. Selama survei Tim 2 hanya menemukan dua sumber air yakni sumber air bawah tanah di dekat Pura Pethirtan Mas yang dialirkan melalui pipa dengan debit yang stabil dan Sungai Berik yang airnya tidak mengalir namun hanya menggenang.

  Kegiatan eksplorasi ini dilaksanakan selama lima hari pada 12-16 September 2014. Tanggal 13 September tim menemukan Ceruk 1 sebagai data awal. Goa Mangleng serta ceruk dan goa lain di sekitarnya ditemukan pada hari berikutnya. Pada 15 September ditemukan Goa 45 dan satu ceruk di sebelahnya, serta Goa Kerang bersama ceruk-ceruk di sekitarnya. Sementara di hari terakhir, eksplorasi dilakukan pada tebing-tebing sepanjang sungai yang sama dengan sungai di dekat Pethirtan Mas, dengan hasil temuan Goa Bujeng dan beberapa ceruk pada tebing yang sama, serta cavern pada dinding tebing yang berbeda.

  Selain menemukan goa dan ceruk yang dalam istilah lokal dikenal dengan ‘perengan’, tim juga menemukan temuan-temuan permukaan pada beberapa goa dan ceruk berupa cangkang kerang, breksi maupun fragmen tulang. Ada pula tanda-tanda adanya aktivitas manusia yang masih berlanjut di dalam goa seperti sisa pembakaran untuk kegiatan ritual, sampah plastik dan lain-lain.

  1. Goa 45

  Secara geografis Goa 45 berada pada koordinat UTM Zona 50 S 0211537 mE 9045314 mN. Sesuai peta survei ekspedisi Alas Purwo, goa ini terletak di dalam grid survei D3 Kawasan Resort Rowobendo. Goa ini ditemukan di lereng bagian tengah dengan elevasi 131 mdpal dan

  kemiringan yang termasuk sangat curam (antara 35 o -55 ). Goa ini berada 500 m ke arah timur dari hutan produksi (hutan yang ditanami pohon–pohon jati). Di sisi barat laut goa yang

  o

  ditemukan di daerah yang bervegetasi bambu berduri dengan kondisi lahan sekitar kering ini ditemukan aliran sungai yang mengering.

  Goa dengan arah hadap barat laut ini memiliki tinggi dan lebar mulut masing-masing 2 meter dan 5 meter. Goa 45 ini adalah tipe goa yang hanya memiliki satu ruangan dengan ukuran lebar 5 meter dan kedalamannya mencapai 12 meter. Goa ini merupakan habitat kelelawar dan ditemukan kulit ular di dinding goa. Kondisi di dalam goa cenderung lembab dengan adanya guano (kotoran kelelawar) di lantai goa. Di lantai goa tidak dijumpai temuan permukaan, namun di dekat mulut goa ditemukan sisa pembakaran dan benda-benda yang umumnya digunakan untuk kegiatan ritual seperti tembikar berukuran kecil.

  Pada goa ini dilakukan test pit untuk mengetahui potensi tinggalan arkeologis di bawah permukaan lantai. Test pit dilakukan di antara stasiun 10 dan stasiun 11 dekat dengan mulut goa dan di tepi dinding goa dengan ukuran 50x50 cm dengan kedalaman 15 cm. Alasan pemilihan kotak di mulut goa dan di tepi dinding tersebut karena peluang di kotak test pit tersebut mengalami transformasi yang rendah. Hasil dari test pit ini tidak ditemukan tinggalan arkeologis.

  Foto 11. Hasil test pit di Goa 45 Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

2. Goa Mangleng

  Sesuai data peta survei, Goa Mangleng berada di dalam grid survei D3 kawasan Resort Rowobendo tepatnya di titik koordinat UTM Zona 50 S 0211444 mE 9045081 mN. Goa ini berada 200 meter dari hutan produksi dan vegetasi di sekitar goa adalah bambu berduri dan kondisinya kering. Goa yang terletak di bagian lereng tengah ini memiliki kemiringan antara

  35 o -55 (termasuk sangat curam) dengan elevasi 147 mdpal. Mulut goa menghadap ke arah barat dengan ukuran tinggi 3 meter dan lebar 10 meter. Goa ini terdiri dari satu ruang utama

  o

  dengan pilar di tengahnya. Ukuran lebar ruangan 15 meter, tinggi 5 meter dan kedalamannya mencapai 36 meter.

  Di tengah ruangan di temukan tumpukan-tumpukan batu dan dua buah payung yang berdiri di atasnya serta terpal plastik yang menjadi alas adalah bagian kegiatan ritual yang sering dilakukan masyarakat. Di ruangan goa bagian depan dekat dengan mulut goa ditemukan tanda-tanda aktivitas manusia yang menggunakan goa sebagai tempat tinggalnya seperti ranjang, alat-alat makan dan alat-alat memasak. Selain sebagai tempat kegiatan ritual dan tempat tinggal, air yang menetes dari stalaktit goa ditampung untuk digunakan oleh para lelonopenghuni goa. Ruangan bagian belakang yang dijadikan habitat kalelawar cenderung lebih lembab dan memiliki intensitas cahayanya lebih sedikit dibandingkan bagian ruangan yang lebih dekat dengan mulut goa.

  Test pit dilakukan pada oa ini untuk mengetahui potensi tinggalan arkeologis di bawah permukaan lantai. Letak kotak galian test pit berada di antara stasiun 6 dan stasiun 7 dengan ukuran 50x50 cm dan kedalaman 10 cm. Alasan pemilihan kotak test pit tersebut karena di tepi dinding goa sehingga berpotensi adanya tinggalan arkeologis seperti umumnya tinggalan arkeologis di goa berada di tepi dinding goa. Dari hasil test pit tidak ditemukan tinggalan arkeologis namun hanya lapisan tanah yang memadat. Lapisan ini berbeda dengan lapisan atas yang lebih gembur. Berdasarkan kesaksian lelono yang telah meninggali goa tersebut selama 2,5 tahun ada kebiasaan para lelono menyimpan makanan di dalam tanah terutama di tepi dinding goa. Oleh karena itu, tanah di tepi dinding goa menjadi gembur.

  Foto 12. Kondisi di dalam Goa Mangleng

  Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014

  Foto 13. Kondisi langit-langit Goa Mangleng

  Dok. oleh Izzal F. Audina, 2014