Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Yang Berhubungan Dengan Pengguguran Kandungan

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini banyak perempuan hamil di luar nikah dan melakukan tindakan pengguguran kandungan sebagai pertanda degradasi moral. Akan tetapi kehamilan tersebut bukan alasan untuk membunuh janin, janin (bayi) adalah Makhluk Tuhan, lalu mengapa harus dibunuh. Janin juga punya hak untuk hidup. Melegalkan tindakan pengguguran kandungan bukan solusi untuk menekankan AKI (Angka Kematian Ibu). Jumlahnya malah akan bertambah, sebab ada kemungkinan pemilik janin (bayi) tersebut mengaku diperkosa agar dapat dilakukan pengguguran pada kandungannya.

Seorang wanita mungkin tidak menyukai kandungannya karena alasan tertentu. Untuk itu ia membujuk orang lain agar bersedia melakukan pengguguran kandungan. Apabila pengguguran kandungan itu dilaksanakan, ada kemungkinan wanita tadi akan menderita dan menjadi korban orang yang menggugurkan kandungan atau pelaku kejahatan abortus. Kalaupun kandungan berhasil digugurkan dan wanita tersebut selamat, pada hakikatnya wanita korban tadi turut menjadi pelaku bersama dengan pelaku yang telah melaksanakan abortus kriminalis.


(2)

Kondisi aborsi di dunia menyebutkan bahwa1

1. Sebanyak 19 juta perempuan di seluruh dunia melakukan tindakan

pengguguran pada kandungannya secara tidak aman setiap tahunnya. 18,5 juta :

terjadidi Negara-negara berkembang. Negara-negara Afrika sebanyak 4,2 juta, di Negara-negara Asia sebanyak 10,5 juta, di Negara-negara Amerika Latin dan Karabia sebanyak 3,8 juta.

2. Sebanyak 68.000 perempuan di Negara berkembang meninggal akibat

komplikasi terhadap pengguguran kandungan yang tidak aman setiap tahunnya. Di Negara-negra Afrika sebanyak 30.000, di Negara-negara Asia sebanyak 34.000, di Negara-negara Amerika Latin dan Karibia sebanyak 4.000.

3. Di Afrika 59% dari seluruh kasus tindakan pengguguran kandungan tidak

aman dilakukan oleh perempuan berusia 15-24 Tahun.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana dibuat pada zaman Belanda untuk menyelamatkan ibu dari kematian akibat tindakan pengguguran kandungan yang tidak aman oleh tenaga yang tidak terlatih misalnya dukun. Akibat tindakan itu dilarang, angka kematian dan kesakitan ibu di Indonesia menjadi tinggi karena ibu mencari pelayanan pada tenaga tidak terlatih padahal pengguguran kandungan

bisa dilakukan secara aman. Pengguguran kandungan yang aman seharusnya2

1

Dadang Hawari, Aborsi Dimensi Psikoreligi,(Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2006), hal 56.

2

ibid, hal 60


(3)

1. Dilakukan oleh dokter ahli kandungan atau dokter umum yang ditunjuk dan terlatih (bersertifikat).

2. Diajukan di rumah sakit atau klinik yang ditunjuk.

3. Fasilitas kesehatan yang tidak ditunjuk pemerintah dilarang melakukan

pelayanan pengguguran kandungan.

4. Rumah sakit dan klinik yang ditunjuk hanya diisinkan memberikan pelayanan

pengguguran kandungan pada perempuan dengan usia kehamilan tidak lebih dari usia kehamilan yang ditentukan.

5. Disetujui oleh sekurang-kurangnya seorang konselor dan seorang dokter yang

ditunjuk, atau oleh seorang dokter bila dalam keadaan darurat (emergency)

Dalam menentuka resiko terhadap tindakan pengguguran kandungan maka dokter harus mempertimbangkan keadaan si ibu terlebih dahulu. Melakukan tindakan pengguguran kandungan diperbolehkan dalam kondisi perempuan

sebagai berikut3

1. Usia kandungan tidak lebih dari 12 minggu dan hasil diagnosis menunjukkan

munculnya resiko lebih besar pada si ibu bila kehamilan itu dilanjutkan, seperti gangguan mental, fisik dan psikososial.

:

2. Ancaman gangguan/cacat mental permanen pada si ibu.

3. Membahayakan jiwa si ibu jika kehamilan dilanjutkan.

4. Resiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat

fisik/mental yang serius.

3


(4)

Masih dalam garis yang sama, bisa dikatakan juga bahwa dalam kehamilan yang membahayakan hidup si ibu, kita dihadapkan pada persaingan antara dua persona yang sama-sama bernilai, tetapi berada dalam jalan buntu.

Dalam hal ini, kemungkinan untuk hidup diantara salah satu dari dua orang itu ikut menentukan siapa yang harus diselamatkan. Pada prinsipnya, kalau dua-duanya diselamatkan, maka keduanya harus diselamatkan. Akan tetapi, kalau sampai harus memilih, maka hidup yang bisa diselamatkan harus lebih diutamakan daripada yang tidak bisa diselamatkan. Oleh karena itu, kalau indikasinya disini menjelaskan bahwa melangsungkan kehamilan itu akan mematikan baik ibu maupun anaknya, maka menyelamatkan ibunya tentu saja bisa dibenarkan secara moral. Demikian pula, apabila melanjutkan kehamilan berarti kehamilan ibunya dan penghentian kehamilan (aborsi) bisa menyelamatkan ibunya, maka menyelamatkan ibunya tentu bisa dibenarkan secara moral. Bagaimana kalau secara medis yang terancam hanya hidup ibunya sedangkan anaknya tidak? Apakah lebih baik menyelamatkan anaknya? Dalam kasus-kasus tertentu, bisa saja dibenarkan kita memilih menyelamatkan bayinya. Misalnya, wanita hamil yang entah karena kecelakaan lalu lintas, atau sebab lain berada dalam tahap PVS (Persistent Vegetativ State), yakni suatu keadaan seseorang hidup dalam fase tumnuh-tumbuhan, kehilangan kesadarannya secara permanen karena kerusakan otak, sehingga otaknya sudah tidak berfungsi lagi. Dalam situasi semacam ini, bisa dibenarkan melanjutkan kehamilan dan mengadakan intervensi medis untuk menyelamatkan bayinya, meskipun dapat mengakibatkan kematian ibunya.


(5)

Lepas dari analogi diatas, orang sering membuat pembenaran untuk melakukan tindakan pengguguran kandungan, dengan berpandangan bahwa aborsi adalah pelaksanaan otonomi pribadi seorang wanita untuk mengatur tubuhnya sendiri, menentukan sendirinya apa yang baik dan buruk untuk tubuhnya, apa yang boleh dan tidak boleh bagi tubuhnya. Argumen ini sangat lemah berdasarkan

beberapa prinsip, sebagai berikut ini4

4

Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi,(Jakarta:PT.Grasindo,2002),hal164.

:

PERTAMA, memang benar bahwa semua orang berhak mengatur tubuhnya sesuai dengan apa yang dipandang baik oleh sang empunya tubuh. Bahkan seorang dokter pun tidak berhak melakukan intervensi medis pada tubuh seorang pasien tanpa izin dari empunya tubuh. Akan tetapi, harus diingat bahwa janin bukanlah bagian dari tubuh wanita, karena itu sang ibu tidak berhak untuk mengaturnya. Memang benar bahwa sel telur itu keluar dari tubuhnya dan selama belum keluar dari indung telurnya maka dia merupakan bagian dari tubuhnya.

Akan tetapi, begitu sel telur itu dibuahi, ia menjadi entitas yang lain sama sekali,

dan bukan bagian dari ibunya. Sebagaimana sudah kita liat dan kita ketahui, bahwa sejak pembuahan, si janin sudah mempunyai kode genetik yang lain. Ia sama sekali lain dengan bapaknya atau ibunya. Percampuran kromosom dari bapak dan ibunya yang sama-sama menyumbangkan separuh untuk anaknya tersebut, ternyata membentuk seorang manusia yang unik, yang tidak duanya. Ia adalah seorang persona yang tidak ada duanya. Ia mempunyai keunikan golongan darah, struktur tulang, wajah, kepribadian dan sebagainya.


(6)

Kalau benar bahwa janin adalah bagian dari tubuh ibunya maka harus dikatakan bahwa si ibu mempunyai empat kaki, empat tangan, dua wajah, dan bila janinya laki-laki maka dia mempunyai alat kelamin ganda, pria dan wanita.

Benarkah demikian? Program pembuahan artivisial, khususnya surrogate mother

(ibu yang dititipin janin orang lain), akan lebih menggaris bawahi keterpisahan ini. Kalau ovum orang berkulit putih dibuahi oleh sperma orang kulit putih, meskipun sesudah pembuahan dimasukkan kedalam rahim orang yang berkulit hitam, si bayi akan tetap lahir berkulit putih. Secara genetis si ibu kulit hitam itu tidak mempengaruhi apa-apa terhadap si bayi tersebut, meskipun si bayi berada selama sembilan bulan didalam kandungannya, dan makan dari gizi yang dimakan oleh si ibu hitam itu. Jadi bagaimanapun juga, sesudah sel telur itu dibuahi, ia menjadi entitas yang berbeda dari ibunya. Ia bukan dari bagian ibunya lagi, karena itu si ibu tidak berhak untuk mengaturnya sebagaimana dia mengatur tubuhnya sendiri.

KEDUA, hak untuk mengatur tubuhnya sendiri tersebut tentu saja berlaku

bagi semua orang. Ia mempunyai hak itu bukan hanya ibu yang mengandung tapi semua orang. Pelaksanaan hak itu tentu saja bisa dibenarkan sejauh tidak menganggu pelaksanaan hak yang sama dari orang lain. Dengan kata lain, pelaksanaan hak itu tidak pernah bisa dibenarkan kalau pelaksanaannya menganggu pelaksanaan orang lain. Lebih tidak bisa dibenarkan lagi kalau yang diganggu itu adalah hak dasar setiap manusia, yakni hak untuk hidup. Kebebasan anda berhenti pada saat pelaksanaannya membentur pelaksanaan kebebasan orang lain. Untuk memahami hal ini, bisa diambil contoh sederhana, masalah


(7)

merokok.Dibanyak negara, merokok ditempat umum itu dilarang sebab sudah terbukti bahwa orang yang tidak merokok terkena juga akibat racun rokok (nikotin). Ada indikasi kuat bahwa nikotin lebih berbahaya bagi yang tidak merokok daripada yang merokok. Yang tidak merokok yang sering disebut sebagai perokok pasif berada dalam bahaya karena perbuatan orang lain. Oleh karena itu, pemerintah membuat Undang-undang yang membatasi tempat-tempat boleh merokok atau tidak boleh merokok. Jadi dalam hal ini, pelaksanaan hak untuk merokok harus dibatasi, karena asap rokok mengganggu kesehatan orang lain.

KETIGA,tidak sebanding. Memang harus diakui bahwa kehadiran janin di dalam kandungan bagi ibu yang tidak menginginkannya bisa menjadi beban mental dan menyebabkan penderitaan bagi ibunya. Meskipun demikian, penderitaan si ibu itu tidak bisa menjadi alasan yang cukup untuk membalas dendam, menimbulkan penderitaan yang lebih besar lagi kepada penyebabnya, yakni kepada janinnya sendiri, apalagi kalau balasan itu sampai menghilangkan hidup si bayi tersebut. Tentu saja hal ini merupakan suatu ketidakadailan. Lebih-lebih kalau balas dendam itu dialamatkan kepada yang Lebih-lebih lemah dan tidak berdaya, jelas tidak bisa dibenarkan. Disini berlaku ialah prinsip hukum

vulnerability yang berlaku dimana-mana, yakni yang kuat harus melindungi yang lemah. Hanya dengancara inilah maka kita terhindar dari hukum rimba.

Masalah ini menimbulkan isu baru terutama oleh karena adanya anjuran untuk membatasi kelahiran (keluarga berencana)status pengguguran kandungan menjadi disamarkan,bahkan sudah ada pendapat yang menyatakan bahwa untuk


(8)

kepentingan keluarga berencana pengguguran kandungan sudah diperkenankan yang dengan demikian delik pengguguran kandungan sudah hampir tidak menjadi delik lagi.Dalam keadaan demikian disamping kurangnya pelapuran terhadap kejahatan ini juga petugas aparat hukum yang berkewajiban melacak terjadinya delik-delik akan bersikap lebih “dingin”.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan diatas membuat penulis selaku Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tertarik

mengangkat judul skripsi “TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP

TINDAK PIDANA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUGURAN KANDUNGAN”

B. Permasalahan

Berdasarkan pembahasan di atas maka permasalahan yang akan diangkat oleh penulis, yaitu :

1. Bagaimana ketentuan tentang tindak pidana pengguguran kandungan?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi dilakukannya pengguguran kandungan?

3. Bagaimana penanggulangan tindak pidana pengguguran kandungan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan tentang tindak pidana pengguguran


(9)

2. Untuk mengetahui bagaimanafaktor-faktoryang mempengaruhi dilakukannya pengguguran kandungan

3.Untuk mengetahui bagaimana penanggulangan tindak pidana pengguguran kandungan

Sedangkan yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis

penulisan ini dapat menjadi kajian untuk memberikan informasi-informasi dalam bidang pengetahuan hukum umumnya dan hukum pidana umumnya khususnya.

2. Manfaat Secara Praktis

Dapat menjadi sumbangsih dan bahan masukan serta untuk memberikan kontribusi pemikiran dari aparat penegak hukum dan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan batasan-batasan terhadap tindak pidana pengguguran kandungan yang menimbulkan perdebatan dimasyarakat saat ini.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul “TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP

TINDAK PIDANA YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUGURAN KANDUNGAN”sehubungan dengan keaslian penulisan,penulis telah pengecekan pada kepustakaan Departemen Hukum Pidana dan dapat dinyatakan bahwa isi tulisan ini tidak sama dengan tulisan yang lain. Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan skripsi ini,


(10)

maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri yang asli yang disusun melalui refrensi buku-buku dan informasi dari media cetak maupun media elekronik sehingga hasil penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan terutama secara ilmiah atau secara akademik.Apabila nantinya ada penulisan yangsama atau menyerupai tulisan skripsi ini,maka akan menjadi tanggung jawab saya sendiri.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Kriminologi

Secara etimologis kriminologi berasal dari kata Crimen yang berarti

kejahatan dan Logos berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi kriminologi adalah

ilmu/pengetahuan tentang kejahatan.

Menurut E.H. Sutherland kriminologi adalah seperangkat pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk didalamnya proses pembuatan Undang-undang, Pelanggaran Undang-undang bahkan aliran modren yang diorganisasikan oleh Von List menghendaki kriminologi bergabung dengan hukum pidana sebagai ilmu bantuannya, agar bersama-sama menangani hasil penelitian “kebijakan kriminal”, sehingga memungkinkan memberikan pertunjuk terpat terhadap penanganan hukum pidana dan pelaksanaannya yang semuanya ditujukan untuk melindungi “warga Negara yang baik” dari penjahat. George C. Vold mengatakan bahwa dalam mempelajari kriminologi terdapat masalah rangkap artinya kriminologi selalu menunjukkan pada perbuatan manusia dan juga batasan-batasan atau pandangan pada perbuatan manusia dan juga


(11)

batasan atau pandangan terhadap perbuatan manusia dan juga batasan-batasan atau pandangan masyarakat tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang, apa yang baik dan apa yang buruk, yang semua itu terdapat di dalam Undang-undang kebiasaan dan adat istiadat. Dan menurut Paul Moedigdo Moeliono, kriminologi bahwa pelaku kejahatan mempunyai andil atas terjadinya suatu kejahatan, karena terjadinya kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang ditentang oleh masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku

untukmelakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat5

Kriminologi juga merupakan pengertian hukum yaitu perbuatan manusia yang dapat dipidana oleh hukum pidana. Tetapi kriminologi bukan semata-mata merupakan batasan Undang-undang artinya ada perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat dipandang sebagai jahat, tetapi Undang-undang tidak menyatakan sebagai kejahatan atau tidak dinyatakan sebagai tindak pidana, begitu pla sebaliknya. Dalam hukum pidana orang seringkali membedakan antara delik

hukum (Rechts Delicten atau Mala Per se) khususnya tindak pidana yang disebut

kejahatan (Buku II KUHP) dan delik Undang-undang (Wetsdelicten atau Mala

Prohibita) yang berupa pelanggaran (Buku II KUHP). Mengenai perbedaan antara Mala per se dengan Mala prohibita dewasa ini banyak dipertanyakan orang yaitu apakah semua tindak pidana itu sebenarnya merupakan kejahatan. Oleh karena itu perbuatan tersebut oleh Undang-undang ditunjuk atau dijadikan kejahatan (tindak pidana). Dalam RKUHP sudah tidak ada perbedaan istilah kejahatan (Mal per se)

.

5


(12)

dan istilah pelanggaran (mal Prohibita) hanya mengenal satu istilah yaitu tindak pidana.

Oleh karena itu dalam ilmu pengetahuan, kriminologi masuk dan terletak dalam kelompok ilmu pengetahuan sosial. Dalam realita, kejahatan tidak hanya berkaitan dengan hukum pidana tapi juga terdapat hubungan baik dengan norma- norma yang berlaku dalam masyarakat, ada masyarakat yang menerapkan norma-norma agama, ada juga yang menerapkan norma-norma-norma-norma hukum, dan ada masyarakat yang menerapkan norma norma adat kebiasaan tang telah ditentukan oleh nenek moyangnya.

Kriminologi dalam arti sempit adalah mempelajari kejahatan. Sedangkan dalam arti luas, kriminologi ini mempelajari tentang penologi dan metode-metode yang berkaitan dengan kejahatan dan masalah prevensi kejahatan dengan

tindakan-tindakan yang bersifat non-punitif. Secara tegas dapat dikatakan bahwa

batasa kejahatan dalam arti yuridis adalah tingkah laku manusia yang dapat

dihukum berdasarkan Hukum Pidana6

Dalam hal memberikan pengertian kriminologi belum ada suatu definisi yang sama antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lainnya. Namun demikian penulis mencoba untuk meninjau dari dua segi antara lain

.

7

a. Segi Etimologi

:

6

Romli Atmasasmita, Kriminologi,(Bandung:Mandar Maju,1997), hal 26

7


(13)

Bila diartikan dari segi Etimologi, Kriminologi berasal dari dua suku kata yakni, Crime = Kejahatan, Logos = Ilmu pengetahuan. Kalau diartikan secara lengkap kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang seluk beluk kejahatan.

b. Menurut Pendapat Sarjana

1. Mr. W.A. Bonger

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan, menyelidiki gejala- gejala kejahatan seluas luasnya.

2. Mr. Paul Moedikdo Moeliono

Menyatakan Kriminilogi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas kejahatan sebagai masalah manusia.

3. Edwin H Sutherland

Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala sosial. Jadi kalau kita perhatikan definisi tersebut meyakinkan kita bahwa kejahatan hanya terdapat dalam masyarakat. Oleh karena itu perlu memperhatikan kondisi masyarakat bila mempelajari masalah kejahatan, sebab tidak dipungkiri bahwa ada saling pengaruh antara individu dengan masyarakat. Dari uraian diatas Sutherland meletakkan pendapatnya bahwa Crime berakar pada organisasi masyarakat, dimana kejahatan kejahatan yang tinggi di sebabkan kekacauan masyarakat.


(14)

Kriminologi adalah keselurahan keterangan tentang perbuatan lingkungan mereka dan bagaimana mereka diperlakukan oleh godaan-godaan masyarakat dan oleh anggota masyarakat.

5. Wood

Kriminologi mengikuti keseluruhan pengetahuan yang didasarkan pada teori pengalaman yang berhubungan dengan kejahatan dan penjahat, termasuk reaksi reaksi masyarakat atas kejahatan dan penjahat.

6. Noach

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang membahas kejahatan dan penyelewengan tingkah laku manusia baik gejala sosial maupun gejala psikologis.

7. Prof. Vrij

Kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejahatan sebagai gejala maupun sebagai faktor penyebab dari kejahatan itu sendiri.

8. Sutherland

Kriminologi adalah keseluruhan ilmu mengenai kejahatan sebagai gejala masyarakat.

9. Van Bemelen

Kriminolohi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan, yaitu perbuatan yang merugikan dan kelakuan yang tidak sopan yang menyebabkan adanya teguran dan tantangan.


(15)

Dari pendapat sarjana diatas dapat kita ketahui bahwa yang menjadi penyelidikan kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari serta menyelidiki maupun membahas masalah kejahatan, baik mengenai pengertiannya, bentuknya, sebab-sebabnya, akibat-akibatnya, dan penyelidikan terhadap suatu

kejahatan maupun hal-hal lain yang ada hubungannya dengan kejahatan itu8

Jika dikaji secara keseluruhan, perkembangan kriminologi untuk menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri, penulis menarik kesimpulan bahwa

.

9

1. Kriminologi merupakan studi tentang tingkah laku manusia tidaklah berbeda

dengan studi tentang tingkah laku lainnya yang bersifat nonkriminil :

2. Kriminologi merupakan ilmu yang bersifat inter dan multidisiplin, bukan ilmu

yang bersifat monodisiplin

3. Kriminologi berkembang sejalan dnegan perkembangan ilmu pengetahuannya

lainnya

4. Perkembangan studi kejahatan telah membedakan antara kejahatan sebagai

suatu tingkah laku dan pelaku kejahatan sebagai subjek perlakuan sarana peradilan pidana

2. Pengertian Tindak pidana

Berbicara tentang hukum pidana tidak akan terlepas dari masalah pokok yang menjadi titik perhatiannya, masalah pokok dalam hukum pidana tersebut

8

Ridwan,Azas-azas Kriminologi,(Medan:USU Press,1994),hal 2

9

Romli Atmasasmita,Teori & Kapita Selekta Kriminologi,(Bandung:PT.Refika Aditama,2007),hal 13


(16)

meliputi masalah tindak pidana (perbuatan jahat), kesalahan dan pidana serta korban. Sebagai obyek dalam ilmu hukum pidana masalah perbuatan jahat perlu dibedakan dalam :

a. Perbuatan jahat sebagai gejala masyarakat dipandang secara concrete

sebagaimana terwujud dalam masyarakat, yaitu perbuatan manusia yang memperkosa/menyalahi norma-norma dasar masyarakat secara konkret. Ini adalah pengertian “perbuatan jahat” dalam arti kriminologis.

b. Perbuatan jahat dalam arti hukum pidana. Perbuatan jahat disini adalah

perbuatan jahat sebagaimana terwujud in abstracto dalam

peraturan-peraturan pidana.10

Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum

pidana Belanda yaitu “Strafbaar feit”.11 Tindak pidana atau Strafbaar feit pada

dasarnya adalah suatu pelanggaran dan terganggunya ketertiban umum, terhadap para pelakunya mempunyai kesalahan dimana pemidanaan yang diberikan adalah wajar untuk menyelanggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan

umum.12

Pembentuk Undang-undang kita menggunakan istilah strafbaar feit untuk menyebutkan nama tindak pidana, tetapi tidak memberikan penjelasan secara rinci

mengenai strafbaar feit tersebut.13

10

A. Fuad Usfa dan Tongat,Pengantar Hukum Pidana,(Malang:Universitas Muhammadiyah Malang Press,2004), hal 32.

11

Adhami Chazawi, Pelajaran hukum Pidana(Jakarta:Raja Grafindo, 2002),hal 67

12

SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana,( Jakarta: Storia Grafika, 2002), hal 203

Selain itu istilah tindak pidana muncul karena tumbuhnya dari pihak kementerian kehakiman, sering dipakai dalam


(17)

perundang-undangan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek daripada “perbuatan” tapi “tindak” lebih pendek daripada “perbuatan” tapi “tindak” tidak menunjuk kepada

hal yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya menyatakan keadaan konkret.14

1. Berdasarkan pandangan ( aliran ) dualistis yaitu pandangan yang memisahkan

antara perbuatan dengan dan orang yang melakukannya.

Selain itu dalam hal untuk memberikan pengertian mengenai pengertian tindak pidana dapat dibagi menjadi dua aliran mengenai pengertian tindak pidana yaitu pengertian tindak pidana dalam pandangan dualisme dan pengertian tindak pidana dalam pandangan monisme yaitu, sebagai berikut :

15

Menurut para ahli hukum yang dapat digolongkan menganut pandangan (aliran) dualistis yaitu :

a. Menurut W.P.J Pompe, suatu strafbaar feit, (definisi menurut hukum

positif) itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan Undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Pompe mengatakan, bahwa menurut teori

(definisi menurut teori) strafbaar feit itu adalah perbuatan, yang bersifat

melawan hukum, yang dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Dalam hukum positif, sifat melawan hukum dan kesalahan bukanlah sifat

yang mutlak untuk adanya tindak pidana (strafbaar feit). Untuk penjatuhan

pidana tidak cukup, dengan adanya tindak pidana, akan tetapi selain itu

harus ada orang yang dapat dipidana.16

14

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana,(Jakarta: Rineka Cipta,2008), hal 60

15

Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana,( Medan:USU Press,2010), hal 81

16


(18)

b. Menurut H.B Vos, strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang

diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.17

c. Menurut R. Tresna, peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatan atau

rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan

tindakan penghukuman.18

Tidak ada persamaan pendapat dikalangan para ahli tentang syarat-syarat yang menjadikan perbuatan manusia itu sebagai peristiwa pidana, oleh karena itu R.Tresna menyatakan, dapat diambil sebagai patokan bahwa peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat-syarat berikut ini :

1. Harus ada suatu perbuatan manusia.

2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan didalam

ketentuan hukum.

3. Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu orangnya

harus dapat dipertanggungjawabkan.

4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum.

5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam

Undang-undang.

d. Moeljatno, dalam pidato dies natalis UGM tahun 1995, memberi arti

“perbuatan pidana” sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana,

17


(19)

barang siapa melanggar larangan tersebut. Menurut Moeljatno, untuk

adanya perbuatan pidana harus ada unsur-unsur:19

Perbuatan (manusia)

a. Yang memenuhi rumusan dalam Undang-undang (merupakan syarat

formil)

b. Bersifat melawan hukum (ini merupakan syarat materiil)

Syarat formil harus ada, oleh karena tuntutan asas legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Sedangkan keharusan adanya syarat materiil, oleh karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan, oleh karena bertentangan dengan tata pergaulan masyarakat yang dicita-citakan. Menurut Moeljatno, kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab dari si pembuat tidak masuk sebagai unsur perbuatan pidana, karena hal-hal tersebut melekat pada orang yang berbuat.

2. Berdasarkan pandangan (aliran) monistis yaitu pandangan yang tidak

memisahkan antara perbuatan dengan unsur-unsur mengenai diri orangnya

(pertanggungjawaban).20

Menurut para ahli hukum yang digolongkan menganut pandangan monistis,

yaitu:21

1. Simons dalam P.A.F Lamintang, merumuskan strafbaar feit sebagai suatu

tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang

19

A. Fuad Usfa dan Tongat, op.cit, hal. 35

20


(20)

oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum

Alasan dari simons apa sebabnya “strafbaar feit” itu harus dirumuskan

seperti di atas adalah karena :

a. Untuk adanya suatu strafbaar feit itu disyaratkan bahwa disitu harus

terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh undang-undang, dimana pelanggaran terhadap larangan atau kewajiban semacam itu telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.

b. Agar sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut

harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan di

dalam undang-undang. Setiap strafbaar feit sebagai pelanggaran

terhadap larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakekatnya merupakan suatu tindakan melawan hukum.

2. Wirjono Prodjodikoro, mengatakan tindak pidana berarti suatu perbuatan

yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.22

22

Wirjono Prodjodikoro,Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia,(Bandung:PT. Eresco,

Berdasarkan berbagai

pendapat diatas mengenai istilahstrafbaar feit, dalam hal ini penulis

menggunakan istilah strafbaar feit mengartikannya sebagai tindak pidana yang bersifat konkret merupakan perbuatan pidana (perbuatan yang dilarang) yang dilakukan dengan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan.


(21)

Keragaman pendapat diantara para sarjana hukum mengenai definisi

strafbaar feit diatas, telah melahirkan beberapa rumusan atau terjemahan

mengenai strafbaar feit itu sendiri, yaitu:23

1. Perbuatan Pidana

Prof. Mulyatno, S.H menerjemahkan istilah strafbaar feit dengan perbuatan

pidana. Menurut pendapat beliauistilah “perbuatan pidana” menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum dimana pelakunya dapat dikenakan sanksi pidana. Dapat diartikan demikian karena kata “perbuatan” tidak mungkin berupa kelakuan alam, karena yang dapat berbuat dan hasilnya disebut perbuatan itu adalah hanya manusia

Selain itu kata “perbuatan” lebih menunjuk pada arti sikap yang diperlihatkan seseorang yang bersifat aktif (yaitu melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang hukum), tetapi dapat juga bersifat pasif (yaitu tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

2. Peristiwa Pidana

Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Prof. Wirjono Prodjodikoro, S.H., dalam perundang-undangan formal Indonesia, istilah “peristiwa pidana” pernah digunakan secara resmi dalam UUD Sementara 1950, yaitu dalam Pasal 14 ayat (1). Secara substansif, pengertian dari istilah “peristiwa pidana” lebih menunjuk kepada suatu kejadian yang dapat ditimbulkan baik olehperbuatan manusia maupun oleh gejala alam. Oleh karena itu, dalam

23


(22)

percakapan sehari-hari sering didengar suatu ungkapan bahwa kejadian itu merupakan peristiwa alam.

3. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana sebagai terjemahan strafbaar feit adalah diperkenalkan oleh pihak pemerintah cq Departemen Kehakiman. Istilah banyak dipergunakan dalam undang-undang tindak pidana khusus, misalnya Undang-undang Tentang Kesehatan.

3. Pengertian pengguguran Kandungan

Abortus provocatus24

Sangatlah aneh jika abortus yang disengaja dengan abortus yang spontan disetarakan. Padahal dua cara ini sangat berbeda, karena kematian alami merupakan akibat tidak terhindarkan dari proses-proses alami, sedangkan pembunuhan merupakan akibat kekerasan yang dipakai manusia. Demikian juga

adalah istilah latin yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum, maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seseorang perempuan hamil (Pengguguran

Kandungan). Karena itu abortus provocatus harus dibedakan dengan abortus

spontaneus, dimana kandungan seorang perempuan hamil dengan spontan gugur,

jadi perlu dibedakan antara ábortus yang disengaja dan abortus spontan. Dalam bahasa Indonesia, yang pertama kita sebut adalah Pengguguran kandungan. Sedangkan yang kedua dinamai keguguan. Tindakan pengguguran kandungan ini diatur pada Pasal 75, 76, 77 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentanh Kesehatan

24


(23)

pada abortus spontan adalah suatu kejadian alami dan karena itu tidak menimbulkan masalah etika, sedangkan abortus yang disengaja adalah akibat dari ulah manusia dan karena itu menimbulkan masalah etika yang benar. Kadang-kadang abortus spontan disebabkan oleh penyakit, sehingga setelah diobati memungkinkan lagi kehamilan baru. Tetapi, sering kali abortus spontan tidak mempunyai sebab yang jelas. Sebaliknya abortus yang di sengaja adalah

pembunuhan terhadap makhluk insani yang dilakukan oleh manusia.25

Secara medis aborsi dimengerti sebagai penghentian kehamilan semana janin belum lahir, belum dapat hidup mandiri di luar rahim, artinya sampai kira-kira 24 minggu atau sampai awal. Tetapi dalam hal ini usia janin tidak merupakan kriteria palin menentukan karena yang tidak kalah penting adalah berat dan panjang janin. Dan yang lebih penting lagi adalah tersedia tidaknya teknologi modren seperti yang dipakai dalam Unit Rawat Intensif Neonatal. Dengan memakai teknologi canggih kini janin dapat diselamatkan beberapa minggu

sebelum usia 24 minggu.26

Pengguguran kandungan adalah penghentian kandungan yang kurang masanya atau kurang kejadiannya, tidak ada perbedaan antara kehamilan anak perempuan atau laki-laki, baik pengguguran ini dilakukan dengan sengaja atau tidak.Sebab-sebab dilakukannya tindakan pengguguran kandungan ini sangat beragam, bisa saja si ibu meminum obat atau mengangkat bebat berat atau

25


(24)

mencium bau tidak sedap yang mengakibatkan gugurnya janin. Tetapi sebab yang

paling penting adalah:27

1. Tujuan menggugurkan kandungan karena takut miskin atau penghasilan yang

tidak memadai.

2. Tujuan menggugurkan kandungan karena ibu khawatir anak yang tengah

disusuinya terhenti mendapatkan ASI

3. Takut janin tertular penyakit yang diderita ibu atau ayahnya

4. Kekhawatiran akan kelangsungan hidup ibu apabila kehamilan

membahayakan kesehatannya

5. Niat menggugurkan janin pada kandungan kehamilan yang tidak disyariatkan

akibat perzinahan

4. Teori Sebab-sebab Kejahatan28 A. Mazhab Antropologi

Lambroso berpendapat, bahwa kejahatan adalah bawaan sejak lahir. Namun pada suatu masa tertentu pandangan terhadap orang-orang buas, jahatbukanlah suatu pengecualian, tetapi suatu aturan hukum karena itu pula tidak ada yang memandangnya sebagai kejahatan dan perbuatan demikian disamakan dengan tindakan-tindakan yang sama sekali tidak dapat dicegah. Lambroso mencoba membuktikan rumus ini tanpa kritikan, dan sering dicari dari sumber

27

Abbas Syauman,Hukum Aborsi dalam Islam,(Jakarta:Cendekia Sentra Muslim,2004), hal 60

28


(25)

yang paling buruk, bahan-bahan untuk membuktikan, bahwa orang lelaki yangperadabannya penjahat dari sejak lahirnya (pencuri, suka memperkosa dan membunuh) dan kalau perempuan adalah pelacur.

Sebagai contoh: Pembunuhan anak (Pengguguran Kandungan atau pembunuhan terhadap anak yang baru lahir) banyak sekali terjadi dikalangan orang yang masih sederhana peradabannya (yang hidupnya masih menggembara) dan oleh mereka sendiri tidak dipandang sebagai perbuatan jahat. Keterangan mengapa mereka berbuat demikian adalah berhubungan dengan sulitnya penghidupan, yang memaksa mereka berbuat demikian, jika tidak berbuat demikian, seluruh kelompok akan musnah. Ini semua bukan karena kebengisan atau kurang cinta terhadap anaknya.

Berdasarkan pandangan ini, Lambroso mengadakan penyelidikan secara antropologi mengenai penjahat-penjahat yang terdapat di dalam rumah penjara dan terutama mengenai tengkoraknya. Kesimpulan dari penyelidikan tersebut adalah bahwa para penjahat dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu umpamanya pencuri isi tengkoraknya kurang dari pada yang lain, terdapt kelainan dari pada tengkoraknya. Juga dalam otaknya terdapat keganjilan yang seakan-akan memperingatkan pada otak hewan, biarpun tidak dapat ditunjukkan adanya kelainan-kelainan penjahat yang khusus. Roman mukanya juga lain dari pada orang biasa, seperti tulang rahang lebar, muka menceng, tulang dahi melengkung ke belakang, dan lain-lain.

Kesimpulannya adalah penjahat umumnya dipandang dari sudut antropologi merupakan suatu jenis manusia tersendiri, seperti halnya dengan


(26)

bangsa Negro yang dilahirkan sedemikan rupa tidak mempunyai predisposisi untuk kejahatan, tetapi suatu predistinansi, dan tidak ada pengaruh lingkungan yang dapat merubah bentuk rupa. Sifat sejak lahir ini juga dikenal dari adanya stigma-stigma lahir, jadi terdapat suatu Negro yang dapat dikenal, demikian juga halnya dengan penjahat.

Selama beberapa waktu Lambroso dengan penganut-penganutnya

menyatakn bahwa penjahat adalah seorang penderita penyakit epilepsi. Winkler

dalam pernyataannya lebih berhati-hati dari pada Lmbroso dan tidak menyebutkan adanya type penjahat, tetapi menyatakan bahwa dengan tidak insyaf hakim memilih orang-orang yang dahinya sempit dan tulang rahangnya lebar, dikategorikan sebagai penjahat.

Bahwa ajaran Lambroso pada umumnya tidak dapat hasil yang baik, baik teorinya mengenai penjahat sejak lahir maupun type penjahat tidak dipertahankan

B. Mazhab Perancis atau Mazhab Lingkungan

Ketika Lambroso dengan penganutnya memajukan ajarannya tetang kejahatan yang bercorak antropologi pada tahun 70-an dari abad ke-19, sejak permulaan dunia kedokteran, Perancis sudah menentangnya.Tokoh yang terkemuka ialah A.Lacassagne (1843-1924) sesudah menolak hypotesa atavisme, ia merumuskan ajarannya mazhab lingkungan sebagai berikut: “Yang penting adalah keadaan sosial sekelilingnya kita. Keadaan sekeliling kita adalah suatu pembenihan untuk kejahatan.


(27)

C. Mazhab Bio-Sosiologi

Bila ditekankan pada perkataan : “tiap-tiap”, maka suatu kejahatan tertentu adalah hasil dari dua unsur tadi dan rumus tersebut berlaku untuk semua perbuatan manusia, jahat ataupun baik. Pada dasarnya manusia itu tidak ada yang sama, dalam hal apa saja. Sebelum memulai mengupas bagaimana pengertian rumus tersebut untuk ilmu kriminologi, maka perlu diterangkan lebih dahulu unsur individu itu pada saat sesuatu perbuatan dilakukan yaitu :

a. Keadaaan lingkungan individu dari lahir sampai saat dia melakukan

perbuatan

b. Bakat yang terdapat dalam individu.

Sebagai contoh : dua orang yang betul-betul hidup dalam keadaan yang sama, dan mempunyai kesempatan yang lain untuk melakukan kejahatan, dan dua-duanya sama sekali tidak terhalang menurut rasa budi pekertinya.

Pada saat harus berbuat sesuatu yang satu berani bertindak, sedangkan yang lain takut dan tidak bertindak. Jadi apakah dapat dikatakan bahwa keberanian adalah sutu unsur kejahatan dan ketakutan adalah suatu unsur kebaikan,.

Dan sebaliknya yang satu demikian cerdiknya, dapat mengetahui kemungkinan yang terjadi lalu tidak berbuat; dan satu bodoh lalu berniat. Apakah juga dapat dikatakan bahwa kecerdikan adalah unsur kebaikan dan kebodohan adalah unsur kejahatan? Kedua hal ini sering terjadi ditengah tengah masyarakat


(28)

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa semua sifat dapat mendorong manusia untuk berbuat jahat ataupun mencegahnya.

Tentu saja seperti laki-laki lebih berbakat untuk berbuat jahat daripada seorang perempuan, sepertiorang yang kuat dan berani lebih berbakat untuk melakukan kejahatan dengan kekerasan daripada orang yang lemah dan penakut. Walaupun akhirnya pada tiap-tiap bakat dapat dicarikan macam kejahatan yang sesuai. Seorang atlit lebih sesuai untuk memukul orang, seorang yang pandai bicara lebih berbakat untuk menipu. Namun semua aktivitas yang memerlukan kekuatan badan, kemahiran berbicara, keberanian, kecepatan bergerak, ketangkasan, dan sebagainya tidaklah dapat dikatakan suatu pekerjaan yang jahat.

D. Mazhab Spiritualis

Dalam mazhab ini sebab timbulnya kejahatan dikaitkan dengan kepercayaan pada agama. Dengan kata lain bahwa tingkah laku manusia ini erat kaitannya dengan kepercayaan. Yang beragama akan bertingkah laku lebih baik dari pada orang-orang yang tidak beragama. Pendapat ini dikemukakan berdasarkan penelitian di penjara bahwa orang yang dipenjara kurang beragama, sebab kepercayaan kepada Tuhan kurang diyakini, secara pasif belum dapat merubah tingkah laku manusia.


(29)

E. Mazhab Mr. Paul29

Menurut Mr.Paul Muliono dalam pembahasan ajaran sebab musabab kejahatan, dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Golongan salahmu sendiri

Adanya golongan yang berpendapat bahwa kejahatan adalah ekspresi (pernyataan) kemauan jahat dari diri si pertindak itu sendiri. Tegasnya adalah bila kau berbuat kejahatan, salahmua sendiri karena masyarakat dan pihak-pihak lain terlepas dari pertanggungjawaban atas timbulnya kejahatan-kejahatan. Bahwa kalau kita pelajari secara seksama tentang golongan ini,

maka terdapatlah dua aliran:30

a. Aliran keagamaan yakni yang bersumberkan kepada kitab-kitab suci

agamanya masing-masing yang berlandaskan pada ajaran keagamaan, maka setiap manusia dalam hidupnya diberi pedoman berupa perintah dan larangan, dan siapa yang mematuhi perintah dan larangan agama akan memperoleh pahala dari Tuhan dan sebaliknya yang melanggar akan berdosa.

b. Aliran seculirasi, antara lain :

b.1. hedonisme yang mengatakan bahwa kenikmatan (kesenangan) egoistis adalah tujuan terakhir manusia.

b.2. Rationalisme = suatu aliran yang berpendapat bahwa ratio manusia adalah sumber Ekspresi atau manifestasi daripada jiwa manusia.

29


(30)

b.3. utilitarianisme ; dalam mencari kebahagiana terbesar menurut kegunaannya dalam memajukan kebaikan bersama. Moralitas diukur dari segi manfaatnya.

2. golongan tiada yang salah

Mengemukakan bahwa penyebab kejahatan ada beberapa faktor yaitu: Herediter biologis, kultural lingkungan, bakat + lingkungan, perasaan keagamaan

3. Golongan salah lingkungan

Aliran ini mengatakan timbulnya kejahatan akibat faktor lingkungan yang salah (tidak sehat)

4. Golongan kombinasi

Golongan ini menyatakan sebab-sebab timbulnya kejahatan karena adanya tiga kombinasi dalam diri yakni : Ide, Ego, SuperEgo

5. Golongan dialog

Golongan dialog mendasarkan diri pada filsafah eksistensi, sebab falsafah ini mendapatkan wujud manusia sebagai thema sentral.Wujud manusia secara konkrit senantiasa berhubungan dengan sesama antara manusia dengan Tuhan. Dia merealisir dirinya secara terus-menerus dalam suatu alam, mengadakan kontak dengan alamnya, dia mengadakan dialog.

Karena manusia berdialog dengan lingkungan, maka dia dipengaruhi lingkungan dan mempengaruhi lingkungan. Mempengaruhi lingkungan berarti memberi struktur pada lingkungan, manusia sedang dipengaruhi lingkungan manusiaterpengaruh oleh keadaan lingkungannya.Dengan demikian golongan


(31)

ini kalau kita perhatikan secara seksama, berarti bakat bersama lingkungan berdialog dengan individu. Dari aliran dialoglah yang paling relevan dengan filsafat pancasila. Sebab aliran dialog mengakui kebebasan dimana terlambangkan sila demokrasi dalam pancasila.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder. Di dalam penelitian

hukum, data sekunder mencakup31

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari:

:

a. Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu pembukaan Undang-undang Dasar

1945

b. Peraturan dasar:

i. Batang tubuh Undang-undang 1945

ii. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

c. Peraturan Perundang-undangan:

i. Undang-undang dan peraturan yang setaraf

ii. Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf

iii. Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf

iv. Keputusan Menteri dan peraturan yang setaraf

v. Peraturan-peraturan Daerah

31


(32)

d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat.

e. Yurispudensi

f. Traktat

g. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku

seperti, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (yang merupakan

terjemahkan yang secara yuridis formal bersifat tidak resmi dari wetboek

van strafrecht)

2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti Undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.

3. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (disamping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer), maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau studi kepustakaan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih jelas dan terarahnya penulisan skripsi ini ,maka akan dibahas dalam bentuk sistematika yaitu sebagai berikut:


(33)

BAB I PENDAHULUAN

Sejalan dengan judul skripsi ini, maka pada bab pendahuluan ini yang dasar diletakkan dalam bab pendahuluan ini adalah bertumpu pada bagian latar belakang, pendahuluan pengertian dan tujuan dan penelitian serta tinjauan dibicarakan adalah dasar-dasar pemikiran penulis serta gambaran umum tentang tujuan karya ilmiah ini. Berangkat dari sasaran yang ingin dicapai ini maka kepustakaan ini berarti bahwa tumpuan yang dimaksud diatas mempunyai pengaruh pula pada bagian-bagian dari bab lain. Singkatnya bab pendahuluan adalah berisikan pengertian dan latar belakang, permasalahan, keaslian penulis, tujuan penulisan, manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulis.

BAB II: KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN

Pada bab ini yang nanti akan dibagi lagi menjadi sub bab yang pertama berjudul bagaimana ketentuan dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan dan bagaimana ketentuan dalam kitab Undang-undang hukum pidana. BAB III: FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DILAKUKANNYA PENGGUGURAN KANDUNGAN

Pada bagian ini akan membahas mengenai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dilakukannya tindakan Pengguguran kandungan antara lain adalah kondisi usia yang masih muda atau masih sekolah, malu diketahui oleh orang tua dan keluarga dan masyarakat, pria yang menghamilinya tidak bertanggung jawab,


(34)

kondisi ekonomi yang tidak mencukupi, janin yang dikandung dari kasus perkosaan, dan dorongan dari keluarga.

BAB IV: PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN

Pada bagian ini akan membahas bagaimana upaya preventif,bagaimana upaya represif ,bagaimana upaya rehabilitatif,dan bagaimana penerapan hukumannya. BAB V: PENUTUP

Pada akhirnya penulisan skripsi ini berisi kesimpulan mengenai bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan pemberian saran-saran dari penulis yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.


(1)

E. Mazhab Mr. Paul29

Menurut Mr.Paul Muliono dalam pembahasan ajaran sebab musabab kejahatan, dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Golongan salahmu sendiri

Adanya golongan yang berpendapat bahwa kejahatan adalah ekspresi (pernyataan) kemauan jahat dari diri si pertindak itu sendiri. Tegasnya adalah bila kau berbuat kejahatan, salahmua sendiri karena masyarakat dan pihak-pihak lain terlepas dari pertanggungjawaban atas timbulnya kejahatan-kejahatan. Bahwa kalau kita pelajari secara seksama tentang golongan ini,

maka terdapatlah dua aliran:30

a. Aliran keagamaan yakni yang bersumberkan kepada kitab-kitab suci

agamanya masing-masing yang berlandaskan pada ajaran keagamaan, maka setiap manusia dalam hidupnya diberi pedoman berupa perintah dan larangan, dan siapa yang mematuhi perintah dan larangan agama akan memperoleh pahala dari Tuhan dan sebaliknya yang melanggar akan berdosa.

b. Aliran seculirasi, antara lain :

b.1. hedonisme yang mengatakan bahwa kenikmatan (kesenangan) egoistis adalah tujuan terakhir manusia.

b.2. Rationalisme = suatu aliran yang berpendapat bahwa ratio manusia adalah sumber Ekspresi atau manifestasi daripada jiwa manusia.

29


(2)

b.3. utilitarianisme ; dalam mencari kebahagiana terbesar menurut kegunaannya dalam memajukan kebaikan bersama. Moralitas diukur dari segi manfaatnya.

2. golongan tiada yang salah

Mengemukakan bahwa penyebab kejahatan ada beberapa faktor yaitu: Herediter biologis, kultural lingkungan, bakat + lingkungan, perasaan keagamaan

3. Golongan salah lingkungan

Aliran ini mengatakan timbulnya kejahatan akibat faktor lingkungan yang salah (tidak sehat)

4. Golongan kombinasi

Golongan ini menyatakan sebab-sebab timbulnya kejahatan karena adanya tiga kombinasi dalam diri yakni : Ide, Ego, SuperEgo

5. Golongan dialog

Golongan dialog mendasarkan diri pada filsafah eksistensi, sebab falsafah ini mendapatkan wujud manusia sebagai thema sentral.Wujud manusia secara konkrit senantiasa berhubungan dengan sesama antara manusia dengan Tuhan. Dia merealisir dirinya secara terus-menerus dalam suatu alam, mengadakan kontak dengan alamnya, dia mengadakan dialog.

Karena manusia berdialog dengan lingkungan, maka dia dipengaruhi lingkungan dan mempengaruhi lingkungan. Mempengaruhi lingkungan berarti memberi struktur pada lingkungan, manusia sedang dipengaruhi lingkungan manusiaterpengaruh oleh keadaan lingkungannya.Dengan demikian golongan


(3)

ini kalau kita perhatikan secara seksama, berarti bakat bersama lingkungan berdialog dengan individu. Dari aliran dialoglah yang paling relevan dengan filsafat pancasila. Sebab aliran dialog mengakui kebebasan dimana terlambangkan sila demokrasi dalam pancasila.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder. Di dalam penelitian

hukum, data sekunder mencakup31

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari:

:

a. Norma (dasar) atau kaidah dasar, yaitu pembukaan Undang-undang Dasar

1945

b. Peraturan dasar:

i. Batang tubuh Undang-undang 1945

ii. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

c. Peraturan Perundang-undangan:

i. Undang-undang dan peraturan yang setaraf

ii. Peraturan Pemerintah dan peraturan yang setaraf

iii. Keputusan Presiden dan peraturan yang setaraf

iv. Keputusan Menteri dan peraturan yang setaraf

v. Peraturan-peraturan Daerah

31


(4)

d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, seperti hukum adat.

e. Yurispudensi

f. Traktat

g. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku

seperti, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (yang merupakan

terjemahkan yang secara yuridis formal bersifat tidak resmi dari wetboek

van strafrecht)

2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti Undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.

3. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (disamping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer), maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian hukum normatif atau studi kepustakaan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih jelas dan terarahnya penulisan skripsi ini ,maka akan dibahas dalam bentuk sistematika yaitu sebagai berikut:


(5)

BAB I PENDAHULUAN

Sejalan dengan judul skripsi ini, maka pada bab pendahuluan ini yang dasar diletakkan dalam bab pendahuluan ini adalah bertumpu pada bagian latar belakang, pendahuluan pengertian dan tujuan dan penelitian serta tinjauan dibicarakan adalah dasar-dasar pemikiran penulis serta gambaran umum tentang tujuan karya ilmiah ini. Berangkat dari sasaran yang ingin dicapai ini maka kepustakaan ini berarti bahwa tumpuan yang dimaksud diatas mempunyai pengaruh pula pada bagian-bagian dari bab lain. Singkatnya bab pendahuluan adalah berisikan pengertian dan latar belakang, permasalahan, keaslian penulis, tujuan penulisan, manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulis.

BAB II: KETENTUAN TENTANG TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN

Pada bab ini yang nanti akan dibagi lagi menjadi sub bab yang pertama berjudul bagaimana ketentuan dalam Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan dan bagaimana ketentuan dalam kitab Undang-undang hukum pidana. BAB III: FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DILAKUKANNYA PENGGUGURAN KANDUNGAN

Pada bagian ini akan membahas mengenai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dilakukannya tindakan Pengguguran kandungan antara lain adalah kondisi usia yang masih muda atau masih sekolah, malu diketahui oleh orang tua dan keluarga dan masyarakat, pria yang menghamilinya tidak bertanggung jawab,


(6)

kondisi ekonomi yang tidak mencukupi, janin yang dikandung dari kasus perkosaan, dan dorongan dari keluarga.

BAB IV: PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN

Pada bagian ini akan membahas bagaimana upaya preventif,bagaimana upaya represif ,bagaimana upaya rehabilitatif,dan bagaimana penerapan hukumannya. BAB V: PENUTUP

Pada akhirnya penulisan skripsi ini berisi kesimpulan mengenai bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan pemberian saran-saran dari penulis yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.