TINGKAT PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU S
SISWA SD KELAS 4 – 6 TERHADAP PENYAKIT KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI TANAH DI SD ISLAM RUHAMA TAHUN 2011
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH: Singgih Kusuma 108.103.000.001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
LEMBARAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya catumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 23 September 2011
Singgih Kusuma
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA SD KELAS 4 – 6 TERHADAP PENYAKIT KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI TANAH SERTA FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI SD ISLAM RUHAMA TAHUN 2011
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Singgih Kusuma NIM: 108.103.000.001
Pembimbing I Pembimbing II
Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.Biomed Silvia Fitrina Nasution, M.Biomed
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian berjudul TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN
PERILAKU SISWA SD KELAS 4 – 6 TERHADAP PENYAKIT KECACINGAN YANG DITULARKAN MELALUI TANAH DI SD ISLAM
RUHAMA TAHUN 2011 yang diajukan oleh Singgih Kusuma (NIM: 108103000001), telah diujikan dalam sidang di Fakulatas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 23 Sepetember 2011. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 23 September 2011
DEWAN PENGUJI
Penguji I Penguji II
dr. Agasjtya Wisjnu W, SpPD Silvia Fitrina Nasution, M.Biomed
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN
Prof. Dr. MK. Tadjudin, SpAnd Dr. dr.Syarief Hasan Lutfie, SpKFR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah ini. Sholawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad S.A.W beserta keluarga dan para sahabatnya.
Pada kesepatan ini penulis menyadari sepenuhnya akan berbagai keterbatasan dan kekurangan yang penulis miliki sehingga penyusunan karya tulis ilmiah masih jauh dari sempurna, maka sudah selayaknya penulis sadar bahwa karya tulis ilmiah ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. MK. Tadjudin, SpAnd, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpKFR, selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Rr. Ayu Hapsari, M. Biomed, selaku dosen pembimbing I karya ilmiah ini
4. Silvia Fitirina Nasution, M. Biomed, selaku dosen pembimbing II karya ilmiah ini
5. Kepala Sekolah SD Islam Ruhama Cirendeu yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di SD Islam Ruhama Cirendeu
6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter angkatan tahun 2008
7. Orang tua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan serta doa
Atas bantuan dan segala amal baiknya, semoga Allah S.W.T membalas dengan pahala yang setimpal. Besar harapan penulis karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Akhir kata semoga kita semua diberikan rahmat, hidayah serta karunia- Nya dari Allah S.W.T dan apa yang telah penulis peroleh selama pendidikan dapat diamalkan dengan baik.
Jakarta, 23 September 2011
Penulis
ABSTRAK
Singgih Kusuma.Program Studi Pendidikan Dokter.Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku siswa SD kelas 4 – 6 terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah di SD Islam Ruhama tahun 2011. 2011.
Penyakit kecacingan dapat menginfeksi semua golongan umur, tetapi prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok umur sekolah dasar. Dari data terbaru Pada tahun 2008 pemeriksaan tinja dilaksanakan di 8 provinsi. Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan prevalensi kecacingan mempunyai rentang yang cukup lebar yaitu antara 5,7 % di Sulawesi Utara sampai dengan 60,7 % di Banten. Penyakit kecacingan masih dianggap sebagai hal sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika dilihat dampak jangka panjangnya, kecacingan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi penderita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku siswa kelas 4 s.d 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada tahun 2010.Dalam penelitian ini menggunakan metoda deskriptif. Sampel pada penelitian ini berjumlah 137 responden. Pengumpulan data yaitu data primer yang dilaksanakan dari bulan juli sampai dengan agustus 2011. Analisis data berupa analisis univariat. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 48,2% siswa memiliki pengetahuan sedang, 51,8% siswa memiliki sikap cukup, dan 62,8% siswa memiliki perilaku baik. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan siswa tentang penyakit kecacingan sedang, sikap siswa terhadap penyakit kecacingan sebagian besar cukup, dan perilaku siswa terhadap penyakit kecacingan sebagian besar baik.
Kata kunci: kecacingan
ABSTRAC
Singgih Kusuma. Doctor of Education Studies Program. Level Knowledge, Attitudes, and Behavior student grade 4-6 against soil-transmitted helminth infection in SD Islam Ruhama 2011. 2011.
Helminth infection can infect all age groups, but the highest prevalence found in the primary school age group. From the latest data in 2008 stool examinations carried out in 8 provinces. Test results showed the prevalence of helminth infection have a wide enough range of between 5.7% in North Sulawesi up to 60.7% in Banten. Helminth infection disease is still regarded as trivial by most people of Indonesia. In fact, if viewed long-term impact, helminth nfection cause substantial losses for people. This study aims to determine how the level of knowledge, attitudes and behavior of students in grade 4 to 6 SD Islam Ruhama against soil-transmitted helminth infection in 2010. In this research using descriptive method. The sample in this study amounted to 137 respondents. Data collection is carried out primary data from July to August 2011. Data analysis is univariate analysis. From the survey results revealed that 48.2% of students have a knowledge medium, 51.8% of students have enough attitude, and 62.8% of students have good behavior. Overall it can be concluded that the level of students 'knowledge about the helminth infection is, students' attitudes toward the helminth infection largely insufficient, and the behavior of students against the infection disease mostly good.
Key word: helminth infection
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................ 22
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .................................... 22
3.4 Cara Kerja Penelitian ..................................................... 23
3.5 Managemen Data .......................................................... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1 Karakteristik dan Latar Belakang Responden ......... 27
4.1.2 Gambaran Pengetahuan Siswa SD Islam Ruhama terhadap Penyakit Kecacingan ............................... 28
4.1.3 Gambaran Sikap Siswa SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan ............................... 32
4.1.4 Gambaran Perilaku Siswa SD Islam Ruhama terhadap Penyakit Kecacingan ............................... 35
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ...................................................................... 40
5.2 Saran ........................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Definisi Operasional……………………………………………... 28 Tabel 4.1
Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Kelas……………….. 34 Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Usia......................................... 34 Tabel 4.3
Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin.......................... 35 Tabel 4.4
Presentase Responden yang Menjawab Benar terhadap Pertanyaan Pengetahuan tentang Penyakit Kecacingan................. 35
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Penyakit Kecacingan di SD Islam Ruhama Cirendeu…… 36
Tabel 4.6 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden dengan Usia.............. 37 Tabel 4.7
Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden terhadap Jenis Kelamin............................................................................................ 37
Tabel 4.8 Distribusi Pengetahuan terhadap Tingkat kelas............................... 38 Tabel 4.9
Persentase Responden tentang Pertanyaan Sikap terhadap Penyakit kecacingan di SD Islam Ruhama Cirendeu...................... 38
Tabel 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap........................................ 38 Tabel 4.11
Distribusi Sikap Responden dengan Usia………………………… 40 Tabel 4.12
Distribusi Sikap Responden dengan Jenis Kelamin........................ 41 Tabel 4.13
Distribusi Sikap Responden terhadap Tingkat Kelas...................... 41 Tabel 4.14
Persentase Responden tentang Pertanyaan Perilaku terhadap Penyakit kecacingan di SD Islam Ruhama Cirendeu...................... 42
Tabel 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku................................... 42 Tabel 4.16
Distribusi Perilaku Responden dengan Usia……………………… 44 Tabel 4.17
Distribusi Perilaku Responden terhadap Jenis Kelamin.................. 44 Tabel 4.18
Distribusi Perilaku Responden terhadap Tingkat Kelas.................. 45
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian…………....……………………...
20 Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian………………………………… 21
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Lampiran 2
Surat Izin Melakukan Penelitian Lampiran 3
Profil SD Islam Ruhama Lampiran 4
Hasil Analisis Data Lampiran 5
Riwayat Hidup
BAB I PENDAHULUAN
I.I. LATAR BELAKANG
Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai tempat pembelajaran, juga dapat menjadi ancaman penularan penyakit jika tidak dikelola dengan baik. Lebih dari itu, usia sekolah bagi anak juga merupakan masa rawan terserang berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang banyak diderita oleh anak-anak, khususnya usia sekolah dasar adalah penyakit infeksi
kecacingan, yaitu sekitar 40-60 %. 1 Penyakit kecacingan ini masih merupakan problema kesehatan dan
ekonomi yang utama pada masyarakat, pekerja maupun individu. Diseluruh dunia diperkirakan masih banyak kasus penyakit kecacingan, penyakita kecacingan yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides lebih dari 1 milyar kasus, Trichuris trichiura sebanyak 795 juta kasus, dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)
sebanyak 740. 2 Distribusi prevalensi kecacingan menurut jenis cacing pada anak SD di kabupaten terpilih di 27 provinsi tahun 2002-2008
menunjukan bahwa prevalensi kecacingan akibat infeksi cacing gelang atau Ascaris lumbricoides tertinggi dibandingkan infeksi oleh cacing cambuk atau Trichuris trichiura dan cacing tambang atau Necator
americanus. 2 Pada tahun 2008 hasil pemeriksaan tinja yang dilaksanakan di 8
provinsi menunjukkan prevalensi kecacingan mempunyai rentang yang cukup lebar yaitu antara 5,7 % di Sulawesi Utara sampai dengan 60,7 %
di Banten. 2 Di Kelurahan Cirendeu Tangerang Selatan Provinsi Banten, diperoleh informasi bahwa penyuluhan mengenai kecacingan sudah
jarang diadakan lagi, hal ini bisa menyebabkan angka kejadian kecacingan meningkat lagi. Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Pisangan didapatkan bahwa pada bulan agustus 2011 terdapat
4 anak terjangkit kecacingan dan berdasarkan wawancara dengan wakil kepala sekolah SD Islam Ruhama tiap tahun ada anak yang tidak masuk karena kecacingan.
Penyakit kecacingan atau biasa disebut cacingan masih dianggap sebagai hal sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika dilihat dampak jangka panjangnya, kecacingan menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi penderita dan keluarganya. Kecacingan dapat
menyebabkan anemia, lesu, prestasi belajar menurun. 4 Pengetahuan yang baik tentang suatu penyakit akan mengurangi tingginya kejadian akan
penyakit terebut. Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. 3
Berdasarkan masalah yang ada, bagaimanakah pengetahuan, sikap dan perilaku anak usia sekolah dasar terhadap penyakit kecacingan?
Menyadari akan pentingnya peranan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap kejadian kecacingan terutama pada kelompok usia sekolah dasar, maka dilakukan penelitian dengan metode interview dengan kuesioner pada siswa kelas 4 sampai 6 SD Islam Ruhama bulan juli - agustus2011
1.1 RUMUSAN MASALAH
Kejadian kecacingan pada siswa SD Islam Ruhama di kelurahan Cirendeu Provinsi Jawa barat menjadi topik utama pada penelitian ini. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa SD kelas 4 – 6 terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Umum Untuk mengetahui bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan
perilaku siswa kelas 4 - 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah pada tahun 2010
1.2.2 Khusus
1. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan siswa kelas 4 – 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
2. Mengetahui distribusi frekuensi sikap siswa kelas 4 – 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
3. Mengetahui distribusi frekuensi perilaku siswa kelas 4 – 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan
melalui tanah.
1.3 MANFAAT PENELITIAN
1.3.1 Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, khususnya tentang pengetahuan, sikap dan
perilaku siswa kelas 4 – 6 SD Islam Ruhama tentang penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
1.3.2 Bagi masyarakat Meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama para
orang tua siswa SD Islam Ruhama mengenai upaya pencegahan serta bahaya akibat penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah. Serta sebagai sumber informasi bagi orang tua siswa mengenai tingkat pengetahuan sikap dan perilaku anak-anak mereka terhadap kecacingan yang ditularkan melalui tanah, sehingga diharapkan dengan informasi ini orang tua siswa bisa turut serta dalam upaya meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku anak-anak mereka terhadap kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 LANDASAN TEORI
1.1.1 Pengetahuan
1.1.1.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan.
- Pendidikan
suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua 4
Pendidikan
adalah
aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .
- Informasi Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh
jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
- Sosial Budaya dan Ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau
buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
- Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
- Pengalaman Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
- Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola
pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak
- Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang
dikerjakan
sehingga menambah
pengetahuannya. - Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada
orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.
1.1.2 Sikap
1.1.2.1 Indikator Sikap Terhadap Kesehatan
Indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan, antara lain: 3
a. Sikap terhadap sakit dan penyakit Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang tehadap gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab
penyakit, cara penularan penyakit dan sebagainya.
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-
cara memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, istirahat cukup dan sebagainya.
c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya
tidak langsung. Dapat melalui wawancara atau angket. 3
1.1.3 Perilaku
1.1.3.1 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok: 3
a. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health maintance) Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesahatan agar tidak sakit dan
usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemelihara kesehatan ini terdiri dari tiga aspek:
1). Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila
mana telah sembuh dari sakit. 2). Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang
dalam keadaan sehat. 3). Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan
minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makan dan minuman dapat menjadi sebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian
pengobatan (health seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya dan sebagainya,
sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya.
Lingkungan perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup: (3)
1). Perilaku sehubungan dengan air bersih. 2). Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor. 3). Perilaku sehubungan dengan limbah. 4). Perilaku sehubungan dengan rumah sehat. 5). Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang
nyamuk.
1.1.3.2 Indikator Perilaku Terhadap Kesehatan
Indikator praktik kesehatan ini juga mencakup hal-hal tersebut di atas, yakni: 3
1. Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit Tindakan atau perilaku ini mencakup, antara lain: a). Pencegahan penyakit, mengimunisasi anaknya, melakukan
pengurasan bak seminggu sekali dan sebagainya dan b). Penyembuhan penyakit, minum obat sesuai petunjuk dokter, melakukan anjuran-anjuran dokter dan sebagainya.
2. Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
Tindakan atau perilaku ini mencakup, antara lain: a). mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, b). Olah raga secara teratur, c). Tidak merokok dan sebagainya.
3. Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan Tindakan atau perilaku ini mencakup, antara lain: a).
Membuang air besar di jamban (WC), b). Membuang sampah pada pada tempatnya, c). Menggunakan air bersih untuk mandi, cuci, masak dan sebagainya.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan. Pengukuran dapat juga dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden, pengukuran ini yang paling akurat dibandingkan dengan cara
wawancara. 3
1.1.4 Masalah Cacing Usus di Indonesia
Cacing usus yang menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di daerah tropic dengan keadaan sanitasi yang kurang memadai adalah kelompok cacing yang disebut Soil Transmitted Helminthes. Disebut demikian karena perkembangan mulai dari telur sampai menjadi bentuk infektif, terjadi di tanah. Cacinga perut yang ditularkan melalui
tanah, menurut cara infeksinya dibagi menjadi: 1
a. Human Infection by Ingestion Ova, yakni yang terdiri dari Ascaris lumbricoides (cacing gelang) dan Trichuris trichiura (cacing
cambuk).
b. Human Infection by Penetration of Skin by Larva, yakni yang terdiri dari Ancylostoma duodenale, Necator americanus (cacing
tambang) dan Strongyloides stercoralis (cacing benang). Dari jenis-jenis cacing diatas, yang paling utama menyebabkan penyakit cacing perut di Indonesia meliputi tiga jenis, yaitu:
a. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
b. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) b. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
1.1.4.1 Lingkaran Hidup Cacing Usus 1.1.4.1.1 Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)
Cacing dewasa hidup dalam rongga usus halus manusia. Cacing betinanya mempunyai kemampuan mengeluarkan telur sebanyak 26 juta telur, dan rata-rata sehari dikeluarkan 140.000 butir telur, yang terdiri dari
telur yang sudah dibuahi. 4
Telur-telur ini akan dikeluarkan dari dalam usus manusia bersama-sama kotoran/tinja. Telur-telur yang sudah dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia baik melalui makanan atau minuman, menetas di usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru-paru. Sejak telur matang sampai cacing
betina bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2 bulan. 4 Di daerah endemis tinggi, dalam usus seseorang
bisa terdapat 100 atau lebih cacing dewasa. Jika cacing betina dibuahi oleh cacing jantan maka telur-telur ini akan menjadi subur, yang akan keluar bersama tinja. Jika penderita kecacingan ini tidak buang air besar di toilet melainkan di kebun-kebun atau tempat-tempat yang terbuka maka telur cacing akan jatuh ke tanah bersama tinja. Setelah 2-3 minggu di tanah, di dalam telur akan tumbuh larva yang berbentuk cacing yang sangat kecil.jika telur yang infektif ini diterbangkan angin bersama debu atau terbawa arus air atau terbawa oleh binatang seperti tikus, lalat, kecoa, lalu mengenai makanan atau minuman, maka
selanjutnya akan ikut tertelan masuk ke dalam usus. 4
1.1.4.1.2 Trichuris trichiura
Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Trichiuris trichiura memiliki esophagus yang panjang, mencakup 2/3 panjang badan, dikelilingi oleh dinding yang tipis, kelenjar unicellular, atau stichocytes. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur
setiap hari antara 3000 – 10.000 butir. 24
Telur berukuran 50 – 54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih.
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. 24 Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3
sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk kedalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyain siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing
dewasa betina meletakan telur kira-kira 30 – 90 hari. 23
1.1.4.1.3 Necator americanus
Lingkaran hidup Necator americanus hampi sama dengan cacing gelang. Bentuk dewasa juga berdiam di dalam usus halus dan yang betina mengeluarkan 10.000 telur sehari. Telur inipun akan dikeluarkan bersama tinja. Berbeda dengan telur cacing gelang, telur cacing tambang bila jatuh ke tanah yang sesuai akan menetas dalam waktu 1-2 hari, tetapi pada tanah yang kurang baik kadang-kadang
telur tersebut baru menetas dalam waktu 3 minggu. 4 Larva ini akan menunggu manusia bila ada manusia
yang berjalan tanpa alas kaki atau memegang-megang tanah, maka larva akan menembus kulit kaki atau kulit tangan dan masuk kedalam jaringan bawah kulit, kemudian memasuki saluran limfe dan pembuluh rambut/kapiler. Dari kapiler mencari jalan menembus ke jantung kanan, paru, tenggorokan, dibatukan dan tertelan ke dalam lambung terus ke usus halus. Dalam usus halus ini larva tumbuh
menjadi cacing dewasa. 23
1.1.5 Gejala Klinis dan Komplikasi Infeksi Cacing Usus
1.1.5.1 Ascaris lumbricoides (cacing gelang)
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan pada larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Selama bermigrasi larva dapat menimbulkan gejala bila merusak kapiler atau dinding alveolus paru. Keadaan tersebut akan menyebabkan terjadinya perdarahan, penggumpalan sel leukosit dan eksudat, yang akan menghasilkan konsolidasi paru dengan gejala panas, batuk, batuk darah, sesak nafas dan pneumonitis askaris. Pada foto toraks tampak infiltrat yang mirip pneumonia viral yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan pada larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Selama bermigrasi larva dapat menimbulkan gejala bila merusak kapiler atau dinding alveolus paru. Keadaan tersebut akan menyebabkan terjadinya perdarahan, penggumpalan sel leukosit dan eksudat, yang akan menghasilkan konsolidasi paru dengan gejala panas, batuk, batuk darah, sesak nafas dan pneumonitis askaris. Pada foto toraks tampak infiltrat yang mirip pneumonia viral yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut
Larva cacing ini dapat menyebar dan menyerang organ lain seperti otak, ginjal, mata, sumsum tulang belakang dan kulit. Dalam jumlah yang sedikit cacing dewasa akan menimbulkan gejala. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Bila infestasi tersebut berat dapat menyebabkan cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Cacing dewasa dapat juga menyebabkan gangguan nutrisi terutama pada anak- anak. Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehinga memperberat keadaan malnutrisi. Cacing ini dapat mengadakan sumbatan pada saluran empedu, saluran pankreas, divertikel dan usus buntu. Selain hal tersebut diatas, cacing ini dapat juga menimbulkan gejala alergik seperti urtikaria, gatal-gatal dan eosinofilia. Cacing dewasa dapat keluar melalui mulut dengan perantara batuk, muntah atau langsung
keluar melalui hidung. 4
1.1.5.2 Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)
Infeksi ringan cacing ini tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas. Pada infeksi yang berat terutama pada anak, cacing ini tersebar ke seluruh kolon dan rektum. Terdapat keluhan nyeri di daerah perut, dapat disertai muntah-muntah, susah buang air besar, dan perut kembung. Kadang-kadang diare dengan tinja bergaris- garis merah darah. Bagian belakang atau ekor cacing ini melekat erat pada dinding usus, sehingga menyebabkan Infeksi ringan cacing ini tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas. Pada infeksi yang berat terutama pada anak, cacing ini tersebar ke seluruh kolon dan rektum. Terdapat keluhan nyeri di daerah perut, dapat disertai muntah-muntah, susah buang air besar, dan perut kembung. Kadang-kadang diare dengan tinja bergaris- garis merah darah. Bagian belakang atau ekor cacing ini melekat erat pada dinding usus, sehingga menyebabkan
Penderita dengan infeksi cacing cambuk menahun sangat berat menunjukan suatu gambaran klinis yang khas yang terdiri dari anemia berat, diare yang terus- menerus, sakit perut, mual dan muntah, berat badan turun, dan kadang-kadang prolaps recti dengan cacing di
dalam mukosa. 23
1.1.5.3 Necator americanus
a. Stadium larva:
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
b. Stadium dewasa:
Gejala tegantung pada (1) spesies dan jumlah cacing dan (b) keadaan gizi penderita (Fe dan protein). Tiap cacing
Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1
cc sehari. Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kemaatian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun. Anmenia akan terjadi 10-20 minggu setelah infestasi cacing dan walaupun diperlukan lebih dari 500 cacing dewasa untuk menimbulkan gejala anemnia tersebut tentunya bergantung pula pada
keadaan gizi pasien. 4
2.1.1 Faktor-faktor yang Dapat Menyebabkan Endemi Cacing Usus
2.1.1.1 Faktor Alam
Faktor alam yang mendukung ialah:
- Iklim atau suhu: iklim tropic sangat menunjang
pertumbuhan telur dan larva. - Tanah: tanah liat merupakan tanah yang sesuai
untuk pertumbuhan cacing gelang dan cacing cambuk, sedangakan tanah pasir untuk cacing tambang.
- Kelembaban: kelembaban yang tinggi menunjang
pertumbuhan telur. - Sinar matahari dan angin: dapat mempercepat
pengeringan dan menyebarkan telur cacing cambuk dalam debu. 25
2.1.1.2 Faktor Manusia
Pembuangan tinja di halaman sekitar rumah akan memungkinkan telur dan larva berkembang terus menjadi bentuk infektif. Terlebih lagi bila ada anak- anak yang membuang air besar di selokan yang terbuka. Kebiasaan yang tidak menggunakan alas kaki merupakan faktor utama pada infeksi cacing tambang. Kulit kaki yang tidak terlindung akan dimasuki larva-
larva yang infektif. 25
Kebiasaan yang dapat menyebarkan cacing usus adalah pemakaian tinja sebagai pupuk tanpa diolah terlebih dahulu, sehingga seseorang yang makan sayuran yang tidak direbus akan terkena infeksi cacing
perut. 25
Didaerah dengan keadaan sanitasi yang tidak memadai, manusia, khusus anak, berdefekasi di sekitar rumah, di kebaun, dibawah pohon yang teduh, di selokan, di comberan, dan di kali. Main-main di halaman akan menyebabkan anak terinfeksi telur atau larva. Tangan kotor dengan tanah masuk mulut anak. Makanan atau mainan yang dibawa anak bermain di Didaerah dengan keadaan sanitasi yang tidak memadai, manusia, khusus anak, berdefekasi di sekitar rumah, di kebaun, dibawah pohon yang teduh, di selokan, di comberan, dan di kali. Main-main di halaman akan menyebabkan anak terinfeksi telur atau larva. Tangan kotor dengan tanah masuk mulut anak. Makanan atau mainan yang dibawa anak bermain di
Pencemaran tanah oleh telur cacing gelang di halaman rumah terbanyak ditemukan di sekitar umpukan sampah (55%) dan di tempat teduh di bawah pohon (33,3%). Pinggiran selokan juga dianggap tempat enak untuk membuang hajat besar (22,5%) dan (17,2%) dari sejumlah pemeriksaan tanah ditemukan positif dengan telur cacing gelang. Kebiasaan memotong kuku panjang dan bila makan tidak mencuci tangan terlebih dahulu, merupakan kebiasaan yang mendukung seseorang mudah terkena infeksi cacing
usus. 25
2.1.2 Cara Mencegah dan Memberantas Infeksi Cacing Usus
Prinsip dari pemberantasan penyakit menular adalah memutuskan rantai penularan dari prinsip ini berlaku juga pemberantasan infeksi cacing usus, pemutusan rantai penularan pada infeksi cacing usus pada dasarnya adalah mencegah telur infektif atau larfa infektif memasuki tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan dilakukan dengan jalan: 25
a. Menjaga kebersihan perorangan/diri, seperti: - Mencuci tangan sebelum makan (sebaiknya memakai
sabun) - Menggunting dan membersihkan kuku
- Memakai alas kaki bila keluar rumah - Mandi dan membersihkan badan paling sedikit 2 kali
sehari
b. Menjaga kebersihan lingkungan, seperti:
- Nuang air besar di jamban agar tidak mngotori tanah
dan lingkungan - Jangan membuang sampah sembarangan
- Membersihkan selokan air secara teratur
- Memberantas binatang yang dapat menyebarkan telur
cacing - Menjaga kebersihan rumah
c. Menjaga Kebersihan Makanan dan Minuman, seperti: - Menutup makanan dan minuman agar tidak dihinggapi
lalat dan terkena debu - Jangan minum air yang tidak dimasak terlebih dahulu
- Mencuci buah-buahan dengan air bersih sebelum
dimakan - Bila makan sayuran sebaiknya direbus lebih dahulu
2.1.3 Program Pemberantasan Cacing Usus di Indonesia
Usaha pemberantasan caing-cacing yang ditularkan dengan pemberantasan tanah ini telah dimulai di Indonesia sejak tahun 1924, yaitu dengan dilaksanakannya suatu survey umum cacing tambang di pulau jawa. Kemudian pada tahun 1925 usaha ini dilanjutkan dengan membentuk suatu usaha hygiene pedesaan yang intensif dan pendidikan kesehatan masyarakat, walaupun
usaha ini tidak memberikan hasil yang definitif. 1 Usaha pemberantasan baru dimulai secara resmi pada tahun
1975, yaitu dengan dibentuknya Sub Direktorat cacing tambang dan Penyakit Perut lainnya di Lingkungan Direktorat Jendral. P3M Kementrian Kesehatan RI pada saat tersebut beberapa penyakit menular seperti malaria, tuberculosis paru, cholera, serta penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan wabah sangat diprioritaska, maka usaha pemberantasan penyakit cacing tambang dan parasit perut masih terbatas. Sebagai sasaran adalah semua golongan umur di daerah prosuksi vital (perkebunan, pertambangan dan transmigrasi)
yang dilaksanakan di Indonesia. Pemberantasan dititikberatkan pada pemberantsan penyaki cacingan yang ditularkan melalui tanah, yaitu Ascaris lumricoides (cacing gelang), Trichuris trichiura
(cacing cambuk) dan Necator americanus (cacing tambang). 1
Kegiatan yang dilakukan meliputi: 1
a. Pengobatan Masal Pengobatan masal dilakukan kepada seluruh anggota
masyarakat setelah prevalensi dan intensitas cacing di masyarakat diketahui melalui survey.
b. Perbaikan Hygiene Sanitasi Perbaikan keadaan hygiene sanitasi dikaitkan dengan pelaksanaan Proyek Inpres Samijaga (Sarana Air Minum
dan Jamban Keluarga),, disamping kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan masyarakat.
c. Pendidikan Kesehatan Masyarakat Pendidikan kesehatan mencakup kesehatan perorangan dan
kesehatan lingkungan. Pendidikan kesehatan dilakukan melalui segala kesempatan dan wadah yang ada di masyarakat.
d. Perbaikan Gizi Pelaksanaan usaha pencegahan dan pemberantasan terbatas
penyakit cacing dengan banruan pimpinan perusahan yang bersangkutan setelah pengobatan masal yang pertama seluruh karyawan mendapat tablet sulfat ferosus 1 tablet setiap hari selama 3 bulan dan makanan tambahan. Upaya pemberantasan penyakit cacing perut tersebut
mempunyai efek dramatic, dimana setelah dilakukan pengobatan segera akan menampakan hasil yang nyata, sehingga setelah sering digunakan sebagai entry point prigram kesehatan yang
lainnya. 1
2.1 KERANGKA TEORI
Faktor Predisposisi
- Umur - Pengetahuan
- Pendidikan - Pekerjaan
Faktor Pendukung
- Jarak ke tempat pelayanan
Pengetahuan, Sikap,
dan perilaku
Faktor Pendorong
- Sikap petugas kesehatan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
2.2 KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep ini terdiri dari variabel independent dan variabel dependent. Variabel independentnya yaitu: tingkat kelas, jenis kelamin. Sedangkan yang menjadi variabel dependentnya adalah pengetahuan, sikap, dan Kerangka konsep ini terdiri dari variabel independent dan variabel dependent. Variabel independentnya yaitu: tingkat kelas, jenis kelamin. Sedangkan yang menjadi variabel dependentnya adalah pengetahuan, sikap, dan
Usia
Pengetahuan,
Jenis Kelamin
Sikap, dan perilaku
Tingkat Kelas
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan: Yang bercetak miring tidak diteliti
2.3 DEFINISI OPERASIONAL
Table 2.1
Definisi Operasional
Definisi
Hasil Ukur Skala Dependen
Variabel
Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
Pengetahuan
Hal-hal
yang Wawancara
Kuesioner
1. Baik, dengan skor Ordinal
2. Cukup, dengan
berkaitan dengan
skor 40 – 80 %
penyakit
3. Kurang, dengan
kecacingan yang
skor <40 %
ditularkan melalui tanah
Sikap
Sikap adalah
Wawancara
Kuesioner
1. Baik, dengan skor ordinal
merupakan
reaksi atau
2. Cukup, dengan
respon
skor 60 – 80 %
responden yang
3. Kurang baik,
masih tertutup
dengan skor <60
terhadap suatu
stimulus atau objek
Perilaku
Perilaku adalah
Wawancara
Kusioner
1. Baik, dengan skor Ordinal
tanggapan atau
reaksi responden
2. Cukup, dengan
yang terwujud
skor 60 – 80 %
dalam gerakan
3. Kurang, dengan
(sikap), tidak
skor <60 %
hanya badan atau ucapan
Independent
Usia
Rentang usia
Wawancara
Kuesioner
1. 8 tahun Ordinal
responden dari
2. 9 tahun
usia termuda kels
3. 10 tahun
IV sampai tertua
4. 11 tahun
kelas VI
5. 12 tahun
Jenis Kelamin Karakteristik
Wawancara
Kuesioner
1. Laki-laki Nominal
seksual yang
2. Perempuan
dimiliki oleh responden
Tingkat kelas
Tingkat jenjang
Wawancara
Kuesioner
1. VI Ordinal
sekolah
2. V
responden
3. IV
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah studi deskriptif dengan metode pengumpulan data secara cross sectional untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa kelas 4 - 6 SD Islam Ruhama terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.
3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Islam Ruhama. Jl. Tarumanegara No. 67 Cirendeu, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
3.2.2 Waktu Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2011
3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
3.3.1 Populasi dan Sampel yang Diteliti
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SD Islam Ruhama dan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa kelas 4 - 6 di SD Islam Ruhama pada bulan Juli - September 2011. Sampel terdiri dari siswa kelas 4 - 6 SD di SD Islam Ruhama Cireundeu yang dipilih secara acak (stratified random sampling) dan memenuhi kriteria sampel penelitian
3.3.2 Jumlah Sampel
Dalam penelitian ini jumlah populasi yaitu 208 siswa, karena jumlah populasi kurang dari 10000, maka dalam penelitan ini untuk
menentukan jumlah sampel digunakan rumus: 17
Keterangan:
n 1 Besar sampel pada tahap pertama Z α Simpangan rata-rata distribusi normal standar pada derajat 23 kemaknaan α (Standar variasi), untuk α = 0,05, maka Z α bernilai 1,96 atau Derajat kepercayaan, CI 95%= 1,96, α = 5 % (two tail)
p Persentase taksiran hal yang akan diteliti/ proporsi variabel yang diteliti, diambil dari prevalensi penelitian sebelumya. Dilakukan uji pendahuluan, dan nilai P yang didapat adalah
sebesar 60,7%, maka nilai p = 60,7% = 0.607 q
1 – p = 1- 0,5 = 0,5
d Kesalahan sampling yang masih dapat ditoleransi, dalam hal ini diambil nilai d adalah 8,17 % = 0,0817
Berdasarkan rumus di atas didapatkan jumlah sampel:
1 = z α .p.q = (1,96) x 0,607 x 0,393 = 137,2 ≈ 137 sampel
2 2 d (0,0817)
3.3.3 Cara Pengambilan Sampel
a. Mendapatkan jumlah populasi siswa kelas 4-6
b. Menggunakan rumus jumlah sampel dan pengambilan sampel di masing-masing kelas menggunakan metode stratified
random sampling didapatkan jumlah sampel terpilih dari masing-masing kelas.
c. Seleksi sampel terpilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi maka akan didapatkan sampel yang benar diteliti.
3.3.4 Kriteria Sampel
3.3.4.1 Kriteria Inklusi
Siswa SD kelas 4-6 di SD Islam Ruhama yang hadir saat
pengambilan sampel. Bersedia mengikuti penelitian ini.
3.3.4.2 Kriteria Ekslusi
Pengisian kuesioner tidak lengkap.
3.4 CARA KERJA PENELITIAN
Penelitian dilakukan langsung di SD Islam Ruhama dan memberikan kuesioner pada siswa SD kelas 4-6 di SD Islam Ruhama.
3.4.1 Alur penelitian
SD Islam Ruhama
Izin dari Kepala Sekolah SD Islam
Ruhama
Pendataan dan seleksi calon
sampel dengan teknik stratified
Observasi data random sampling
pribadi siswa
Tidak sesuai dengan Sesuai dengan kriteria
kriteria inklusi
inklusi
Persetujuan kepada
subjek penelitian
Pengisian kuesioner dengan
bimbingan peneliti
Pengolahan data hasil kuesioner
dengan program SPSS 1.6
Gambar 3.1
Alur Penelitian
3.4.2 Indentifikasi Variabel
3.4.2.1 Variabel Independen
Usia Jenis Kelamin Tingkat kelas
3.4.2.2 Variabel Dependen
Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa SD kelas 4 – 6 terhadap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah
3.5 MANAGEMEN DATA
3.5.1 Teknik Pengumpulan data
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: Pengumpulan data dilakukan saat penelitian pada bulan Juli –
Agustus 2011. Data yang diperoleh, yaitu dari data primer, yaitu data yang
didapatkan dengan menggunakan kuesioner yang dijawab oleh responden, yaitu siswa SD kelas 4-6 di SD Islam Ruhama Cireundeu. Sebelum pengisian kuisioner, peneliti memberikan petunjuk dalam pengisian kuisioner serta mengadakan pengawasan dan penjelasan kembali bila responden mengalami kesulitan dan hal – hal yang kurang jelas.
3.5.2 Pengolahan Data