ANALISIS IMPOR BERAS DI INDONESIA (1)

ANALISIS IMPOR BERAS DI INDONESIA PERIODE 1980-2010 OLEH SISWI PUJI ASTUTI H14114016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

RINGKASAN

SISWI PUJI ASTUTI. Analisis Impor Beras di Indonesia Periode 1980-2010 (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI).

Hampir seluruh negara di dunia melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain karena adanya perbedaan antarnegara dalam hal sumber daya alam, sumber daya manusia maupun teknologi dan keuntungan yang dapat diperoleh dari perdagangan internasional jika nilai impornya lebih kecil dari nilai ekspor. Impor diperlukan untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri atau memenuhi kelebihan permintaan yang tidak dapat dipenuhi dengan produksi dalam negeri.

Ketahanan pangan merupakan masalah yang dihadapi seluruh negara di dunia terkait dengan pertumbuhan penduduk dan perubahan iklim global yang mengancam produksi pangan. Setiap warga negara berhak atas tercukupinya pangan dengan harga yang terjangkau, oleh karena itu pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang dapat menjamin kecukupan dan keterjangkauan pangan bagi seluruh masyarakat dan swasembada pangan menjadi kunci bagi pencapaian ketahanan pangan. Beras merupakan komoditi pangan strategis bagi Indonesia karena beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat dan sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan sebagai penghasil beras merupakan sektor penting dalam perekonomian ditinjau dari peranannya dalam pembentukan PDB dan penyerapan tenaga kerja.

Ketergantungan terhadap impor beras dapat mengancam usaha peningkatan kesejahteraan petani dan pencapaian swasembada beras pada tahun 2014. Penelitian ini bertujuan menganalisis perkembangan produksi, konsumsi, harga dan impor beras. Penelitian ini juga mengukur ketergantungan penyediaan beras terhadap impor dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor beras dalam jangka panjang melalui metode ekonometrika Vector Error Correction Model (VECM).

Luas panen, produktivitas dan produksi padi di Indonesia tahun 1991-2009 mengalami peningkatan. Peningkatan produktivitas padi memegang peranan yang lebih penting dalam meningkatkan produksi padi dibandingkan peningkatan luas panen. Secara rata-rata, produksi beras lebih rendah dibandingkan konsumsinya pada periode yang sama. Impor beras sepanjang periode 1980-2010 berfluktuasi dengan rata-rata 1,083 juta ton per tahun dan pertumbuhan impor rata-rata 160 persen setiap tahun. Pola pergerakan harga beras di pasar domestik mengikuti pola harga beras di pasar dunia dan harga beras di pasar domestik lebih tinggi dibandingkan harga di pasar internasional. Rasio ketergantungan impor beras Indonesia periode 1980-2010 sangat berfluktuasi dengan rata-rata 2,69 persen per tahun.

Variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap volume impor beras dalam jangka panjang adalah rasio harga dalam negeri terhadap harga dunia, rasio Variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap volume impor beras dalam jangka panjang adalah rasio harga dalam negeri terhadap harga dunia, rasio

Kebijakan impor beras sebaiknya lebih didasarkan kepada harga beras di pasar domestik dibandingkan selisih produksi dan konsumsi beras. Harga beras dapat menjadi sinyal adanya defisit produksi dibandingkan konsumsi, disisi lain penghitungan angka produksi dan konsumsi beras masih perlu disempurnakan. Impor beras sebaiknya kembali diserahkan kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai satu-satunya pemegang hak impor sehingga pemerintah dapat lebih mudah melakukan kontrol atas volume impor beras. Ketergantungan terhadap impor beras dalam memenuhi persediaan dalam negeri dapat ditekan dengan mendorong peningkatan produksi dalam negeri dan diversifikasi pangan kepada bahan-bahan pangan sumber karbohidrat yang diproduksi di dalam negeri.

ANALISIS IMPOR BERAS DI INDONESIA

PERIODE 1980-2010

Oleh SISWI PUJI ASTUTI H14114016

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Judul Skripsi : ANALISIS IMPOR BERAS DI INDONESIA PERIODE

1980-2010

Nama : Siswi Puji Astuti NRP

: H14114016

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Tanti Novianti, M.Si. NIP. 19721117 199802 2 005

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003

Tanggal lulus:

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2011

Siswi Puji Astuti H14114016

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Siswi Puji Astuti lahir di Semarang pada tanggal

18 April 1984 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Sunarko dan Rahayu Astuti. Setelah menamatkan sekolah dasar di SDN Kampungdalem III Tulungagung pada tahun 1996 penulis melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya di SLTPN 1 Trenggalek dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 3 Malang, pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Sekolah (STIS) Jakarta dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sebelum menempuh pendidikan pascasarjana penulis menjalani program alih jenis S1 Ilmu Ekonomi di Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Terhitung mulai tanggal 1 Januari 2007 penulis diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Badan Pusat Statistik (BPS) dan ditempatkan sebagai staf Seksi Statistik Distribusi BPS Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2008 penulis dipindahtugaskan ke Sub Bagian Bina Program BPS Provinsi Sulawesi Selatan dan mulai tahun 2010 penulis juga mendapat kepercayaan sebagai Pejabat Kehumasan BPS Provinsi Sulawesi Selatan.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul ”Analisis Impor Beras di Indonesia Periode 1980-2010”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun material dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1. Tanti Novianti, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr Muhammad Findi A dan Laily Dwi Arsyianti M.Sc. selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang membangun dalam hal substansi materi maupun tata cara penulisan skripsi ini.

3. Seluruh staf pengajar dan karyawan/i Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB atas ilmu dan jasa yang diberikan selama penulis menempuh program alih jenis.

4. Rekan-rekan kelas BPS Batch Empat yang senantiasa saling memberikan masukan, dukungan dan semangat.

5. Kedua orang tua, adik tersayang Siswanto Adi Wijanarko dan seluruh keluarga atas doa dan pengertian yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan

Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, November 2011

Siswi Puji Astuti H14114016

V Kesimpulan dan Saran

63 Daftar Pustaka ........................................................................................................ 65

67

Lampiran ................................................................................................................

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku 3 Sektor Pertanian Tahun 2006-2010 (Miliar Rupiah) ..........................................

3.1 Variabel dalam Penelitian .................................................................................... 23

4.1 Impor Beras Indonesia Menurut Negara Asal Tahun 2005-2009 (Ton) .............. 43

4.2 Hasil ADF Test untuk Data pada Tingkat Level .................................................. 50

4.3 Hasil ADF Test untuk Data pada Tingkat First Difference ................................. 51

4.4 Hasil Uji Lag Optimum ........................................................................................ 52

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain karena adanya perbedaan antarnegarabaik dalam hal sumber daya alam, sumber daya manusia maupun penguasaan teknologi. Perdagangan internasional juga dapat mendatangkan keuntungan bagi negara yang menjalaninya terutama jika nilai impornya lebih kecil dari nilai ekspor, meskipun demikian impor masih diperlukan untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri atau memenuhi kelebihan permintaan yang tidak dapat dipenuhi dengan produksi dalam negeri.

Ketahanan pangan menjadi persoalan penting terkait dengan perubahan iklim global dan pertumbuhan penduduk dunia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia ketahanan pangan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia terutama terkait penyediaan dan stabilitas harga. Setiap warga negara berhak atas tercukupinya pangan dengan harga yang terjangkau, oleh karena itu oleh karena itu menjadi tugas pemerintah untuk menetapkan kebijakan yang dapat menjamin kecukupan dan keterjangkauan pangan bagi Ketahanan pangan menjadi persoalan penting terkait dengan perubahan iklim global dan pertumbuhan penduduk dunia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia ketahanan pangan menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia terutama terkait penyediaan dan stabilitas harga. Setiap warga negara berhak atas tercukupinya pangan dengan harga yang terjangkau, oleh karena itu oleh karena itu menjadi tugas pemerintah untuk menetapkan kebijakan yang dapat menjamin kecukupan dan keterjangkauan pangan bagi

Di antara berbagai komoditi pangan, beras merupakan komoditas pangan yang sangat penting bagi Indonesia baik secara politik maupun ekonomi. Secara politik, stabilitas harga beras menjadi indikator keberhasilan kebijakan ekonomi suatu pemerintahan. Secara ekonomi, beras yang merupakan makanan pokok hampir seluruh masyarakat menjadikan harga beras determinan penting dalam ketahanan pangan dan kemiskinan. Rata-rata konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia pada tahun 2009 adalah sebesar 1,8 kg per minggu dan sekitar sembilan persen pengeluaran rumah tangga dialokasikan untuk konsumsi padi-padian termasuk beras. Harga beras yang rendah dan stabil diperlukan untuk menjamin akses masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah, atas pangan pokok mereka.

Dari sisi ekonomi, sektor penghasil beras yaitu pertanian merupakan sektor penting dalam perekonomian ditinjau dari kontribusi dalam PDB maupun penyerapan tenagakerja. Dalam lima tahun terakhir kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDB berkisar antara 12-15 persen dan masih memperlihatkan kecenderungan meningkat setiap tahun. Ditinjau lebih jauh pada sub-sub sektor di dalamnya, pertanian tanaman pangan merupakan subsektor utama dalam sektor pertanian. Subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi sekitar 50 persen terhadap PDB sektor pertanian secara keseluruhan (Tabel 1.1). Kondisi ini menunjukkan sebagian besar pertanian di Indonesia adalah pertanian tanaman pangan di mana komoditi padi termasuk di dalamnya.

Dalam hal penyerapan tenagakerja, sektor pertanian masih menjadi sektor yang paling banyak menampung tenagakerja. Sepanjang tahun 2006-2010, meskipun menunjukkan kecenderungan menurun, sektor pertanian mampu menyerap sekitar 38-42 persen tenagakerja. Tabel 1.1 : Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga

Berlaku Sektor Pertanian Tahun 2006-2010 (Miliar Rupiah)

LAPANGAN USAHA

(5) (6) 1. Pertanian, peternakan,

857.241,4 985.143,6 kehutanan dan perikanan

a. Tanaman Bahan Makanan

419.194,8 483.521,1 b. Tanaman Perkebunan

111.423,1 135.258,1 c. Peternakan dan Hasil-

d. Kehutanan

45.119,6 48.050,5 e. Perikanan

176.620,0 199.219,0 Produk Domestik Bruto

Sumber : BPS (2010)

catatan: * Angka sementara

** Angka sangat sementara

Gambar 1.1 menunjukkan persentase PDB dan penyerapan tenagakerja di sektor pertanian, tampak bahwa sekitar 40 persen tenagakerja hanya menghasilkan tidak lebih dari 15 persen PDB. Hal ini mengindikasikan rendahnya pendapatan tenagakerja di sektor pertanian sehingga rumah tangga yang pendapatan utamanya berasal dari sektor pertanian rawan terhadap kemiskinan.

Sebelum tahun 1998 pemerintah melakukan intervensi terhadap pasar beras melalui lembaga Badan Urusan Logistik (BULOG) yang menyerap produksi saat harga rendah pada panen raya dan melepas cadangan melalui operasi pasar saat harga tinggi pada masa paceklik maupun saat hari besar. BULOG juga Sebelum tahun 1998 pemerintah melakukan intervensi terhadap pasar beras melalui lembaga Badan Urusan Logistik (BULOG) yang menyerap produksi saat harga rendah pada panen raya dan melepas cadangan melalui operasi pasar saat harga tinggi pada masa paceklik maupun saat hari besar. BULOG juga

Sumber : BPS (2010), diolah Gambar 1.1 : Persentase PDB dan TenagaKerja Sektor Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan Tahun 2006-2010

Pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi dan menerima bantuan IMF untuk mengatasinya. Salah satu poin dalam Letter of Intent (LoI) dengan IMF adalah menerapkan liberalisasi perdagangan beras sejak September 1998 dengan mengurangi hambatan impor beras dan menghapus hak monopoli BULOG dalam impor beras melalui Inpres No.19 Tahun 1998.

Liberalisasi pasar menjadi instrumen kebijakan untuk menjaga kecukupan persediaan dan stabilitas harga beras. Kenyataan bahwa produksi padi sangat rentan pada perubahan kondisi alam dan pertumbuhan penduduk serta konsumsi beras yang terus meningkat, membuat impor menjadi pilihan yang realistis dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Di lain pihak, liberalisasi Liberalisasi pasar menjadi instrumen kebijakan untuk menjaga kecukupan persediaan dan stabilitas harga beras. Kenyataan bahwa produksi padi sangat rentan pada perubahan kondisi alam dan pertumbuhan penduduk serta konsumsi beras yang terus meningkat, membuat impor menjadi pilihan yang realistis dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Di lain pihak, liberalisasi

Dalam lima tahun terakhir konsumsi beras terus meningkat sementara produksi dan impor beras sangat berfluktuasi. Impor beras dilakukan saat produksi tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi. Gambar 1.2 menunjukkan fluktuasi impor beras periode 2006-2010 tidak mengikuti perkembangan produksi dan konsumsi beras. Pada tahun 2007 ketika terjadi surplus beras, volume impor justru meningkat. Demikian pula pada tahun 2010 volume impor beras meningkat meskipun terjadi peningkatan produksi. Kondisi ini menunjukkan adanya kebijakan yang kurang tepat dalam impor beras.

1400.00 Im 0 0 po

(0 r si

1000.00 B er

um a 800.00 s(

o ns 36000.0

K 600.00 0 0

si, 35000.0

400.00 o n)

Produksi Beras

Konsumsi Beras

Volume Impor Beras

Sumber : BPS dan FAO, 2010. (Diolah). Gambar 1.2 : Produksi, Konsumsi dan Impor Beras Tahun 2006-2010

1.2 Perumusan Masalah

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang potensial untuk mengembangkan pertanian, termasuk komoditi beras. Pasar beras dalam negeri sangat besar karena beras merupakan makanan pokok bagi sekitar 240 juta penduduk Indonesia. Kedua hal tersebut menggambarkan potensi pertanian padi yang sangat menjanjikan, maka menjadi sebuah ironi ketika dari tahun ke tahun Indonesia masih menjadi net importir beras.

Ketika pemerintah menerapkan liberalisasi perdagangan beras maka pasar beras Indonesia terintegrasi dengan pasar beras internasional dan harga beras dalam negeri akan terpengaruh oleh harga beras dunia sementara diketahui bahwa pasar beras dunia sangat tipis dan fluktuatif karena persediaan beras di pasar dunia hanya merupakan residu dari negara-negara eksportir beras. Ketergantungan terhadap impor beras membuat harga di tingkat konsumen menjadi lebih fluktuatif (Jamhari, 2004) serta kontraproduktif dengan program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan mencapai swasembada beras pada tahun 2014 sehingga impor beras seharusnya dikurangi. Perlu dilakukan analisis mengenai ketergantungan terhadap impor beras dan faktor-faktor yang memengaruhi impor beras yang akan bermanfaat dalam menyusun strategi untuk mengurangi impor beras.

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perkembangan produksi, konsumsi, impor dan harga beras di Indonesia?

2. Seberapa besar rasio ketergantungan impor beras di Indonesia?

3. Faktor-faktor apa yang memengaruhi impor beras di Indonesia dalam jangka panjang?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perkembangan produksi, konsumsi serta impor dan harga beras di Indonesia periode 1980-2010.

2. Mengukur rasio ketergantungan impor beras di Indonesia periode 1980-2010.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor beras di Indonesia dalam jangka panjang.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan kebijakan impor beras serta dapat menjadi acuan bagi penelitian-penelitian lain yang mengangkat topik serupa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori-teori

2.1.1 Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Perdagangan internasional didorong oleh adanya perbedaan harga antar negara (Nopirin, 1997). Menurut Krugman dan Obstfeld (2002) faktor utama yang menjadi alasan negara-negara melakukan perdagangan internasional adalah adanya perbedaan antarnegara dan setiap negara bertujuan mencapai skala ekonomis dalam produksinya. Perbedaan antar negara yang mendorong terjadinya perdagangan internasional adalah perbedaan sumberdaya alam, sumberdaya modal, tenaga kerja dan teknologi yang mengakibatkan perbedaan efisiensi produksi antar negara (Halwani, 2005).

Perdagangan Internasional memberikan keuntungan bagi semua pelakunya meskipun salah satu negara lebih efisien dibandingkan negara lainnya. Suatu negara dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan internasional dengan mengekspor komoditi yang dapat diproduksi dengan sumberdaya yang melimpah di negara tersebut dan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumberdaya yang langka di negara tersebut (Krugman dan Obstfeld, 2002).

Menurut Sukirno (2004) keuntungan dari melakukan perdagangan internasional adalah :

a. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi dalam negeri. Beberapa barang tidak dapat diproduksi sendiri di dalam negeri karena faktor alam maupun pengetahuan dan teknologi.

b. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi karena faktor-faktor produksi yang dimiliki setiap negara dapat digunakan dengan lebih efisien dan setiap negara dapat menikmati lebih banyak barang dari yang dapat diproduksi di dalam negeri.

c. Memperluas pasar industri-industri dalam negeri. Dengan perluasan pasar, kapasitas produksi dapat terus ditingkatkan dengan pasar yang luas sehingga efisiensi dari skala ekonomi dapat tercapai.

d. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara mempelajari teknik produksi dan manajemen yang lebih baik dari negara lain dan mengimpor alat-alat dengan teknologi yang lebih canggih dari negara lain untuk meningkatkan efisiensi.

Terjadinya perdagangan internasional akibat perbedaan harga antar negara dapat dianalisis melalui analisis keseimbangan parsial. Menurut Salvatore (1996), harga keseimbangan relatif suatu komoditi dalam perdagangan internasional ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan komoditas tersebut di pasar internasional. Penawaran di pasar internasional akan terbentuk ketika suatu negara mengalami kelebihan penawaran atas suatu komoditi. Sebaliknya, suatu negara yang mengalami kelebihan permintaan atas suatu komoditi akan memenuhinya Terjadinya perdagangan internasional akibat perbedaan harga antar negara dapat dianalisis melalui analisis keseimbangan parsial. Menurut Salvatore (1996), harga keseimbangan relatif suatu komoditi dalam perdagangan internasional ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan komoditas tersebut di pasar internasional. Penawaran di pasar internasional akan terbentuk ketika suatu negara mengalami kelebihan penawaran atas suatu komoditi. Sebaliknya, suatu negara yang mengalami kelebihan permintaan atas suatu komoditi akan memenuhinya

Gambar 2.1 menunjukkan terciptanya keseimbangan harga relatif dengan adanya perdagangan, ditinjau dari analisis kesetimbangan parsial. Sumbu vertikal menunjukkan harga relatif komoditi X (P x /P y ) dan sumbu horisontal menunjukkan kuantitas komoditi X yang diminta maupun ditawarkan. Kurva D x dan S x

menggambarkan permintaan dan penawaran atas komoditi X di pasar negara 1 dan negara 2, sementara kurva D dan S menggambarkan permintaan dan penawaran di pasar internasional. Kondisi kesetimbangan pada saat QD x = QS x di pasar negara 1, negara 2 dan pasar internasional berturut-turut ditunjukkan oleh

E 1 ,E 2 dan E w .

Px/Py Pasar Negara 1

Pasar Internasional

Pasar Negara 2 S x

Ekspor

Impor D x

Q x Sumber: Salvatore (2006)

Gambar 2.1: Analisis Kesetimbangan Parsial Atas Harga Kesetimbangan Relatif Suatu Komoditi

Pada saat harga relatif di negara 1 (P 1 ) lebih rendah daripada harga di pasar internasional (P w ), negara 1 mengalami kelebihan penawaran komoditi X dan kurva penawaran ekspornya (S) mengalami peningkatan. Sementara di negara 2,

harga relatif komoditi X (P 2 ) lebih tinggi dari pada harga di pasar internasional sehingga terjadi kelebihan permintaan atas komoditi X dan kurva permintaan impornya (D) mengalami peningkatan.

Kurva permintaan dan penawaran di pasar internasional menunjukkan pada tingkat harga P w kuantitas impor komoditi X yang diminta oleh negara 2 persis sama dengan kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan negara 1. Dengan demikian P w adalah harga relatif kesetimbangan atas komoditi X setelah terjadi perdagangan internasional antara negara 1 dan negara 2.

2.1.2 Teori Perdagangan Internasional

Beberapa teori mengenai perdagangan internasional dijelaskan sebagai berikut.

2.1.2.1 Teori Keunggulan Absolut

Teori ini dikemukakan oleh Adam Smith yang menyatakan bahwa perbedaan kemampuan memproduksi antar negara disebabkan oleh perbedaan efisiensi dalam penggunaan input produksi. Suatu negara akan memproduksi dan mengekspor suatu barang yang mampu dibuat dengan efisiensi input yang lebih tinggi dibandingkan negara lain. Sementara suatu negara akan mengimpor jika negara tersebut tidak mampu memproduksi barang tersebut dengan efisiensi input yang lebih tinggi dibandingkan negara lain.

Asumsi yang berlaku pada teori ini adalah hanya ada dua negara dan dua barang yang diproduksi. Teori keunggulan absolut memiliki kelemahan, yaitu tidak mampu menjelaskan bagaimana proses perdagangan internasional dapat terjadi jika suatu negara memiliki keunggulan absolut atas semua barang.

2.1.2.2 Teori Keunggulan Komparatif

Teori ini dikemukakan oleh David Ricardo sebagai jawaban atas kelemahan teori keunggulan absolut Adam Smith. Menurut David Ricardo, perdagangan internasional akan timbul sebagai akibat perbedaan efisiensi relatif antara dua negara dalam memproduksi dua (atau lebih) jenis barang.

Suatu negara akan melakukan ekspor barang jika mampu memproduksi dengan kerugian absolut terkecil atau memiliki keunggulan komparatif atas barang tersebut. Sebaliknya suatu negara akan mengimpor suatu barang ketika tidak memiliki keunggulan komparatif atas barang tersebut.

2.1.2.3 Teori Heckscher-Ohlin (Teori H-O)

Menurut teori ini dasar terjadinya perdagangan internasional adalah perbedaan opportunity cost masing-masing negara karena adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tanah, tenaga kerja, dan modal) yang dimiliki oleh masing-masing negara. Teori H-O menekankan bahwa struktur perdagangan internasional suatu negara tergantung pada ketersediaan dan intensitas penggunaan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh negara tersebut.

Suatu negara akan berspesialisasi dan mengekspor suatu barang ketika negara tersebut memiliki faktor produksi utama yang relatif banyak dan akan Suatu negara akan berspesialisasi dan mengekspor suatu barang ketika negara tersebut memiliki faktor produksi utama yang relatif banyak dan akan

2.1.3 Hambatan Perdagangan Internasional

Berdasarkan teori perdagangan internasional dinyatakan bahwa perdagangan bebas mamberikan keuntungan maksimal bagi kesejahteraan negara yang terlibat didalamnya. Perdagaangan bebas memberikan peningkatan surplus konsumen dan keuntungan yang diterima produsen lebih besar dibandingkan tanpa perdagangan bebas. Namun demikian hampir setiap negara masih menerapkan berbagai hambatan dalam perdagangan bebas. Argumen yang dikemukakan terkait penerapan hambatan atas perdagangan bebas diantaranya adalah kepentingan untuk melindungi industri dan tenaga kerja dalam negeri, contohnya proteksi atas produk pertanian untuk melindungi petani dari penurunan harga produk pertanian akibat masuknya produk impor yang lebih murah. Bentuk hambatan perdagangan dapat berupa tarif maupun non tarif (Salvatore, 1996).

2.1.3.1 Hambatan Tarif

Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Kesepakatan perdagangan bebas antar negara telah menyetujui pengurangan dan penghapusan hambatan tarif perdagangan barang antar negara di dunia. Berdasarkan aspek asal komoditi tarif terdiri atas : Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Kesepakatan perdagangan bebas antar negara telah menyetujui pengurangan dan penghapusan hambatan tarif perdagangan barang antar negara di dunia. Berdasarkan aspek asal komoditi tarif terdiri atas :

b. Tarif ekspor, yaitu pajak untuk komoditi yang diekspor ke luar negeri. Tujuan utama pengenaan tarif ekspor adalah untuk melindungi industri dalam negeri.

Berdasarkan mekanisme penghitungannya tarif dibedakan menjadi :

a. Tarif ad valorem , yaitu pajak yang dikenakan berdasarkan persentase tertentu atas nilai barang yang diperdagangkan secara internasional.

b. Tarif spesifik, yaitu pajak berupa beban tetap unit barang yang diimpor tanpa memperhatikan nilainya.

c. Tarif campuran, yaitu gabungan antara tarif ad valorem dan tarif spesifik.

2.1.3.2 Hambatan Non Tarif

Ketika hambatan tarif di seluruh dunia diturunkan melalui berbagai kesepakatan perdagangan bebas, hambatan non tarif justru mengalami peningkatan yang signifikan. Beberapa jenis hambatan non tarif yang sering diterapkan adalah :

a. Kuota Kuota adalah pembatasan secara langsung terhadap jumlah komoditi, unit maupun nilai, yang diimpor atau diekspor. Mekanisme penerapan kuota umumnya melalui pemberian lisensi kepada importer/eksportir tertentu.

b. Persyaratan teknis dan kandungan lokal Negara pengimpor menerapkan aturan standard teknis dan kesehatan yang terlalu ketat atas produk-produk yang masuk ke negara tersebut. Instrument b. Persyaratan teknis dan kandungan lokal Negara pengimpor menerapkan aturan standard teknis dan kesehatan yang terlalu ketat atas produk-produk yang masuk ke negara tersebut. Instrument

c. Subsidi ekspor Subsidi ekspor adalah pembayaran langsung atau pemberian keringanan pajak dan bantuan subsidi kepada para eksportir atau calon eksportir nasional, atau pemberian pinjaman lunak kepada importir asing. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan ekspor suatu negara.

2.1.4 Perdagangan Bebas dan Pembangunan Di Negara Berkembang

Di era globalisasi di mana perekonomian dunia semakin menyatu, negara- negara didorong untuk semakin terbuka dan menghapuskan berbagai hambatan dalam hubungan internasional. Menurut Todaro (2006), arti ekonomi dari globalisasi adalah meningkatnya keterbukaan perekonomian suatu negara terhdap perdagangan internasional, aliran dana internasional dan investasi langsung. Keterbukaan perdagangan internasional atau perdagangan bebas membawa peluang dan resiko bagi negara berkembang sehingga menimbulkan kelompok yang mendukung dan menentang perdagangan bebas.

Berdasarkan teori-teori tradisional perdagangan neoklasik, pihak yang mendukung perdagangan bebas menyatakan bahwa keterbukaan perdagangan bebas mendatangkan keuntungan bagi negara berkembang sebagai berikut : Berdasarkan teori-teori tradisional perdagangan neoklasik, pihak yang mendukung perdagangan bebas menyatakan bahwa keterbukaan perdagangan bebas mendatangkan keuntungan bagi negara berkembang sebagai berikut :

b. Tekanan-tekanan yang timbul akibat persaingan dalam perdagangan bebas akan meningkatkan efisiensi, perbaikan kualitas produk dan menyempurnakan teknologi produksi.

c. Perdagangan bebas memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan nilai laba dan merangsang tabungan serta investasi yang semakin memacu pertumbuhan di masa mendatang.

d. Perdagangan bebas membuka kesempatan masuknya aliran modal, keahlian dan teknologi dari negara maju yang sangat diperlukan oleh negara berkembang.

e. Perdagangan bebas mendatangkan devisa melalui kegiatan ekspor yang kemudian dapat digunakan untuk membiayai impor.

f. Perdagangan bebas cenderung menghapuskan distorsi harga yang mahal akibat ketidaktepatan kebijakan dan intervensi pemerintah.

g. Perdagangan bebas meningkatkan pemerataan untuk mendapatkan akses ke setiap sumberdaya yang langka, serta memperbaiki kualitas alokasi sumberdaya secara keseluruhan.

Kelompok yang menentang perdagangan bebas berpendapat bahwa negara berkembang tidak memperoleh keuntungan optimal dari perdagangan bebas. Hal tersebut ditunjukkan oleh laju pertumbuhan permintaan produk primer yang rendah dan penurunan nilai tukar perdagangan atas produk-produk primer, Kelompok yang menentang perdagangan bebas berpendapat bahwa negara berkembang tidak memperoleh keuntungan optimal dari perdagangan bebas. Hal tersebut ditunjukkan oleh laju pertumbuhan permintaan produk primer yang rendah dan penurunan nilai tukar perdagangan atas produk-produk primer,

Penyebab dari lambatnya pertumbuhan permintaan ekspor produk-produk primer dari negara berkembang adalah :

a. Adanya pergeseran pola produksi di negara maju dari teknologi rendah ke teknologi tinggi, padat keterampilan dan hemat bahan baku sehingga menurunkan permintaan bahan mentah dari negara berkembang.

b. Peningkatan efisiensi pemakaian bahan baku dalam berbagai sektor industri.

c. Pesatnya penemuan dan pengembangan produk dan bahan sintetis pengganti yang lebih murah dari bahan mentah alamiahnya.

d. Rendahnya elastisitas permintaan untuk produk primer dan olahan sederhana.

e. Meningkatnya produktivitas pertanian secara pesat di negara maju.

f. Meningkatnya gejalan proteksionisme baru di negara-negara maju terutama untuk produk pertanian serta industri padat karya. Menurunnya nilai tukar perdagangan negara berkembang disebabkan oleh :

a. Kontrol oligopolistik dalam pasar produk maupun faktor produksi di negara- negara maju dan munculnya sumber-sumber pemasok baru yang menjadi pesaing bagi negara berkembang.

b. Produk ekspor negara berkembang memiliki elastisitas permintaan yang rendah.

Kelompok penentang perdagangan bebas menyimpulkan bahwa perdagangan bebas merugikan negara berkembang berdasarkan alasan sebagai berikut :

a. Pertumbuhan permintaan terhadap produk ekspor tradisional negara berkembang relatif rendah sehingga peningkatan kuantitas ekspor hanya akan mengakibatkan penurunan harga dan meningkatnya transfer pendapatan dari negara berkembang ke negara maju.

b. Elastisitas permintaan terhadap produk impor di negara berkembang lebih tinggi dibandingkan elastisitas permintaan atas produk ekspornya. Dengan demikian, tanpa proteksi impor negara berkembang akan terus kesulitan menyeimbangkan neraca pembayarannya.

c. Keunggulan komparatif negara berkembang dalam komoditi primer relatif statis sehingga kebijakan promosi ekspor hanya akan menghambat proses industrialisasi di negara berkembang.

d. Negara berkembang memiliki keterbatasan dalam melakukan lobi untuk membuka pasar di negara-negara maju.

2.1.5 Teori Permintaan

Menurut Lipsey (1987) kuantitas permintaan adalah jumlah suatu komoditi yang ingin dibeli oleh suatu rumah tangga. Permintaan seluruh rumah tangga atas suatu komoditi dipengaruhi oleh harga komoditi itu sendiri, rata-rata pendapatan rumah tangga, harga komoditi yang berkaitan, selera, distribusi antar rumah tangga dan besarnya populasi. Sementara menurut Mankiw (2001) kuantitas Menurut Lipsey (1987) kuantitas permintaan adalah jumlah suatu komoditi yang ingin dibeli oleh suatu rumah tangga. Permintaan seluruh rumah tangga atas suatu komoditi dipengaruhi oleh harga komoditi itu sendiri, rata-rata pendapatan rumah tangga, harga komoditi yang berkaitan, selera, distribusi antar rumah tangga dan besarnya populasi. Sementara menurut Mankiw (2001) kuantitas

Hukum permintaan menyatakan bahwa kuantitas yang diminta akan meningkat apabila harga menurun dengan asumsi kondisi selain harga tetap ( ceteris paribus ). Perubahan harga menyebabkan pergerakan jumlah yang diminta di sepanjang kurva yang sama sementara perubahan pada variabel selain harga akan menyebabkan pergeseran kurva permintaan (Lipsey, 1987). Peningkatan pendapatan rata-rata rumah tangga akan meningkatkan permintaan meskipun harga tidak berubah, perubahan ini digambarkan dengan pergeseran kurva permintaan ke kanan. Perubahan harga barang yang berkaitan akan mempengaruhi jumlah barang yang diminta tergantung pada sifat barang tersebut, apakah subtitutif atau komplementer. Kenaikan harga barang subtitusi akan meningkatkan permintaan, sebaliknya kenaikan harga barang komplemen akan menurunkan permintaan. Pertumbuhan penduduk tidak secara langsung menciptakan permintaan baru, hanya tambahan penduduk yang memiliki daya beli yang akan merubah permintaan. Peningkatan jumlah penduduk usia produktif yang bekerja akan meningkatkan pendapatan agregat sehingga permintaan meningkat. Dengan demikian pertumbuhan penduduk akan meningkatkan permintaan pada berbagai tingkat harga (Lipsey,1987).

Permintaan pasar adalah jumlah dari seluruh permintaan individu atas suatu barang atau jasa. Permintaan pasar diturunkan dari permintaan individu

maka permintaan pasar juga dipengaruhi faktor-faktor yang sama dengan permintaan individu dan tergantung pula pada jumlah penduduk, karena permintaan agregat merupakan jumlah dari seluruh permintaan individu (Mankiw, 2001). Faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan internasional, termasuk permintaan impor agregat, pada prinsipnya sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan individu maupun permintaan pasar. Dengan anggapan bahwa harga dan tingkat bunga tetap, maka impor akan tergantung (secara positif) pada pendapatan, makin tinggi pendapatan makin tinggi pula impor (Nopirin, 1997).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai Dayasaing Produk Pertanian Indonesia oleh Daryanto (2009) melalui pengukuran indeks Revealed Comparative Advantage (RCA), Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) dan Private Cost Ratio (PCR) memberikan kesimpulan bahwa secara umum dayasaing komoditas petanian ditinjau dari keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan terutama untuk komoditas padi, kedelai dan tebu. Komoditas padi masih memiliki keunggulan kompetitif maupun komparatif tetapi keunggulan yang dimiliki semakin rendah dan rentan terhadap perubahan kondisi eksternal. Keunggulan komparatif padi masih dapat diwujudkan menjadi keunggulan kompetitif karena adanya proteksi dari pemerintah berupa subsidi input dan tarif impor beras.

Azziz (2006) dalam penelitian mengenai Analisis Impor Beras serta Pengaruhnya terhadap Harga Beras Dalam Negeri dengan metode regresi linier berganda menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang signifikan dalam mempengaruhi impor beras adalah kebijakan perdagangan, harga beras impor dan dalam negeri, nilai tukar rupiah dan produksi beras dalam negeri.

Nastiti (2007) menganalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor Beras di Indonesia Pada Kurun Waktu 1984-2004 dengan metode Error Correction Model (ECM). Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa produksi beras domestik, GDP dan impor tahun sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap volume impor beras. Selama kurun waktu pencapaian swasembada beras, volume impor beras mengalami penurunan.

Ruatiningrum (2011) melakukan penelitian mengenai Dampak Kebijakan Pemerintah dan Perubahan Faktor Lain Terhadap Permintaan dan Penawaran Beras dengan menggunakan metode regresi persamaan simultan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa impor beras dipengaruhi secara signifikan oleh produksi beras, jumlah penduduk, impor tahun sebelumnya dan stok beras tahun sebelumnya.

Dutta dan Ahmed (2006) dalam penelitiannya tentang Analisis Kointegrasi Fungsi Permintaan Impor Agregat untuk India dengan Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menyatakan bahwa permintaan impor agregat dipengaruhi oleh harga relatif dan pendapatan riil.

Jamhari (2004) meneliti tentang Liberalisasi Perdagangan dan Stabilitas Harga Beras di Indonesia dengan mengukur koefisien variasi harga beras.

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa liberalisasi pasar beras di Indonesia meningkatkan stabilitas harga di tingkat petani dan pedagang besar tetapi membuat harga di tingkat konsumen menjadi tidak stabil.

Penelitian Rachman, et.al (2007) tentang Prospek Ketahanan Pangan Nasional dengan metode statistik sederhana melalui pengamatan terhadap trend dan pengukuran variabilitas antar waktu menyimpulkan bahwa pertumbuhan ketersediaan beras relatif rendah karena stagnasi pertumbuhan produksi padi akibat makin menyusutnya lahan pertanian padi. Meskipun kondisi ketahanan pangan nasional relatif terjamin keberlanjutannya namun aksesibilitas rumah tangga terhadap bahan pangan masih menjadi masalah serius terkait dengan masalah stabilitas harga pangan dan kemiskinan.

Penelitian oleh Warr (2005) mengenai Kebijakan Pangan dan Kemiskinan di Indonesia menggunakan analisis keseimbangan umum (general equilibrium analysis) menunjukkan bahwa larangan atau pembatasan impor menaikkan harga beras di dalam negeri dan meningkatkan kemiskinan baik di perkotaan maupun pedesaan. Diantara para petani hanya petani kaya yang menikmati keuntungan dari proteksi ini.

Mengamati volume impor beras yang fluktuatif setiap tahun dan dampak negatif impor beras terhadap usaha kemandirian pangan dan peningkatan kesejahteraan petani, penelitian ini difokuskan pada impor beras dan variabel- variabel yang mempengaruhi dalam jangka panjang. Selain variabel-variabel harga beras domestik dan internasional, produksi domestik, GDP serta nilai tukar riil sebagaimana telah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya, Mengamati volume impor beras yang fluktuatif setiap tahun dan dampak negatif impor beras terhadap usaha kemandirian pangan dan peningkatan kesejahteraan petani, penelitian ini difokuskan pada impor beras dan variabel- variabel yang mempengaruhi dalam jangka panjang. Selain variabel-variabel harga beras domestik dan internasional, produksi domestik, GDP serta nilai tukar riil sebagaimana telah digunakan dalam penelitian-penelitian sebelumnya,

2.3 Kerangka Pikir

Dalam rangka memenuhi kebutuhan beras dalam negeri dan menjaga stabilitas harga, pemerintah menerapkan kebijakan impor beras dan liberalisasi perdagangan beras. Akan tetapi kebijakan ini berlawanan dengan usaha pemerintah untuk mencapai kemandirian pangan dan kesejahteraan petani. Untuk mengetahui sejauh mana ketergantungan persediaan beras terhadap impor, penelitian ini menggunakan ukuran rasio ketergantungan impor. Ketergantungan yang semakin besar terhadap impor beras menunjukkan dayasaing beras domestik yang semakin rendah dan akan membahayakan ketersediaan dan stabilitas harga dalam negeri karena pasar beras internasional sangat fluktuatif.

Untuk menganalisis hubungan jangka panjang antara impor beras dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan analisis time series dengan Vector Error Correction Model (VECM), Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Hasil analisis tersebut dapat menjadi dasar penyusunan strategi kebijakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor beras. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini ditunjukkan dalam Gambar 2.2.

Indonesia memiliki potensi dalam menghasilkan beras dari sisi SDA maupun SDM dan produksi beras terus meningkat tetapi menjadi net importir beras

Ketergantungan terhadap impor mengancam kemandirian pangan, upaya pencapaian swasembada beras tahun 2014 dan stabilitas harga beras dalam negeri

Seberapa besar rasio ketergantungan impor beras Indonesia?

Bagaimana pengaruh produksi dan konsumsi beras, harga beras di pasar

domestik dan internasional, rasio ketergantungan impor, kebijakan liberalisasi perdagangan beras, PDB, pertumbuhan penduduk serta nilai tukar riil terhadap

volume impor beras dalam jangka panjang?

Analisis deskriptif dan analisis time series dengan VECM

Strategi mengurangi ketergantungan impor beras

Gambar 2.2 : Kerangka Pikir

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Food and Agriculture Agency (FAO), Bank Dunia, United Nation Statistics Division , dan International Rice Research Institution (IRRI).

Data yang digunakan adalah data time series (tahunan) periode tahun 1960-2010 yang meliputi data volume impor beras, produksi beras dalam negeri, harga beras di pasar domestik dan pasar internasional, Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah populasi penduduk, nilai tukar rupiah riil, konsumsi beras dalam negeri dan indeks harga konsumen. Secara umum variabel yang digunakan dalam penelitian ini dirangkum dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 : Variabel dalam Penelitian

Volume Impor Beras FAO Produksi Beras Dalam Negeri

FAO, BPS Konsumsi Beras Dalam Negeri

BPS Harga Rata-rata Eceran Beras Dalam Negeri

IRRI, BPS Harga Rata-rata Eceran Beras Dunia

World Bank Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan (2005=100)

UN Jumlah Penduduk

UN Nilai Tukar Rupiah Riil

UN Indeks Harga Konsumen (2005=100)

UN

3.2 Metode Analisis Data

Vector Autoregressive (VAR) adalah suatu sistem persamaan yang terdiri atas n-variabel yang merupakan fungsi linier dari konstanta dan nilai lag variabel

itu sendiri serta lag dari variabel lainnya yang ada dalam sistem. Peubah penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh peubah tak bebas dalam sistem. Pada metode VAR, variabel eksogen dan endogen tidak dapat dibedakan secara apriori. Menurut Sims (1972) dalam Enders (2004) hanya variabel endogen yang masuk analisis.

Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan yaitu bahwa persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil hubungan yang hilang dan struktur dinamis dalam model seringkali dispesifikasikan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural. Menurut Firdaus (2011) keunggulan metode VAR dibandingkan metode ekonometrika konvensional adalah:

1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem multivariate sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan.

2. Uji VAR yang multivariate bias menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.

3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen.

4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul, termasuk gejala perbedaan palsu (spurious variable) di dalam model ekonometrika konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah.

Model VAR juga memiliki beberapa kelemahan, menurut Gujarati (1987) kelemahan metode VAR diantaranya:

1. Model VAR lebih bersifat teori karena tidak memanfaatkan informasi dari teori-teori terdahulu.

2. Karena lebih menitikberatkan pada peramalan, maka model VAR dianggap tidak sesuai untuk implikasi kebijakan.

3. Tantangan terberat VAR adalah pemilihan panjang lag yang tepat.

4. Semua variabel yang digunakan dalam model VAR harus stasioner.

5. Koefisien estimasi VAR sulit diintreprestasikan.

Vector Correction Model (VECM) adalah VAR yang terbatas dan dirancang untuk digunakan pada data yang tidak stasioner dan memiliki hubungan kointegrasi. Enders (2004) menyatakan bahwa variabel dalam VECM merupakan variabel turunan pertama dalam model VAR atau dengan kata lain bahwa variabel dalam VECM terkointegrasi pada orde pertama. Analisis VECM juga dapat memecahkan persoalan pada data time series yang tidak stasioner yang mengakibatkan terjadinya regresi lancung (spurious regression). Model VECM dapat ditulis sebagai berikut :

Dalam hal ini koefisien adalah koefisien jangka pendek sedangkan adalah koefisien jangka panjang. Koefisien koreksi ketidakseimbangan dalam

bentuk nilai absolut menjelaskan seberapa cepat waktu diperlukan untuk mendapatkan nilai keseimbangan. Nilai yang negatif menunjukkan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dalam jangka panjang dan keadaan yang sebenarnya dalam jangka pendek akan disesuaikan dalam beberapa periode.

3.3 Pengujian Asumsi

3.3.1 Uji Stasioneritas Data

Asumsi pada analisis data time series adalah data bersifat konstan dan independen dari waktu ke waktu sehingga data yang digunakan dapat memberikan hasil yang terhindar dari kemungkinan adanya bias terhadap estimasi. Sebagian besar metode yang digunakan dalam analisis data time series mengasumsikan stasioneritas dari data yang digunakan. Data yang tidak stasioner akan memberikan hasil regresi yang semu atau meragukan (spurious regression). Pada data yang non stasioner hasil estimasi mungkin memberikan nilai koefisien

determinasi (R 2 ) yang tinggi dan meyakinkan seolah-olah hubungan antar variabel dependen dan independen dalam model sangat kuat tetapi nilai statistik Durbin