KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
Oleh: PUTRI NOOR ILHAM, DENY PRIHATMADJA Fakultas Hukum Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta Fakultas Hukum Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta
Jl. Arjuna Utara Tol Tomang Kebun Jeruk, Jakarta 11510 [email protected]
ABSTRAK
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah menentukan bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia diatur kedudukan antara Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah adalah sama, namun masing-masing mempunyai kewenangan sendiri. Dewan Perwakilan Rakyat mewakili pusat, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah mewakili daerah pemilihannya, namun bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat membahas rancangan Undang-Undang Otonomi Daerah, perimbangan keuangan pusat-daerah dan lain-lain. Kedudukan DPD RI ini pada sesungguhnya memang memiliki kedudukan yang setara dengan DPR RI, hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. namun disisi lain dalam Pasal 22 UUD 1945 ini sendiri, khususnya pada pasal 22 D dan juga dalam Undang- Undang Susunan dan Kedudukan (UU Susduk) ini justru malah terjadi pembatasan pengaturan kewenangan dari DPD itu sendiri, dan akibatnya dalam kenyataan serta prakteknya saat ini DPD tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsi kelembagaannya secara maksimal karena faktor utama dari sistem peraturan yang mengatur kelembagaan DPD ini yang tercantum pada kedua Undang- Undang tersebut. Dengan melihat adanya keterbatasan hak dan kewenangan yang dialami oleh DPD RI serta tidak optimalnya lembaga ini dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal seperti telah disebutkan tadi, maka dapat disimpulkan atau bahkan terlalu terburu-buru untuk menyatakan bahwa Indonesia semata-mata sudah menganut sistem parlemen bikameral murni dan tidak keliru pula jikalau hal ini dapat dikatakan seolah-olah seperti menganut sistem parlemen bikameral sejati atau hal ini lazim disebut juga dengan quasi bikameral dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, apabila menelaah kasus yang dialami oleh DPD RI ini. Oleh karena itu dengan adanya rencana amandemen kelima dari UUD 1945 ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang saat ini terjadi pada lembaga DPD RI tersebut, terutama mengenai terbatasnya hak dan kewenangan dari DPD RI itu sendiri, dan juga di masa mendatang DPD dapat menjalankan tugas serta fungsi kelembagaannya secara optimal yang sesuai dengan kapabilitasnya sebagai lembaga tinggi negara. Cara penulis meneliti permasalahan adalah dengan cara melakukan penelitian hukum normatif dan empiris. Penulis menggunakan data primer dan data sekunder untuk melengkapi tulisan penulis. Kemudian dari data yang ada penulis pada akhirnya melakukan analisa data secara kualitatif.
Kata Kunci: Kedudukan, Dewan Perwakilan Daerah, Ketatanegaraan Indonesia.
Pendahuluan
bersifat otoriter. Padahal sebagai karya manusia, Selama 32 tahun masa pemerintahan orde
UUD 1945 disusun oleh para pendiri bangsa dengan baru berkuasa sejak tahun 1966 hingga 1998,
bentuk yang sangat sederhana dan singkat karena Undang-Undang Dasar 1945 telah dijadikan sema-
hanya terdiri dari 16 bab, 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal cam kitab suci sakral yang tidak boleh disentuh
aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan, sifat- perubahan dan yang pada akhirnya UUD 1945 ini
nya yang sederhana menimbulkan banyak celah malah dijadikan suatu alat legitimasi untuk mem-
yang dapat dimanfaatkan untuk berlakunya negara perkuat kekuasaan rezim orde baru yang memang
kekuasaan. (Morisan, 2005)
Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 55
Menyimak UUD 1945 memang telah secara jelas yang duduk di lembaga MPR dan DPR untuk menyatakan membuka diri untuk dilakukan peru-
memecat atau merecall anggota partainya yang bahan. Hal ini ditegaskan melalui pasal 37 UUD
dianggap telah menentang pemerintah. Pemerintah 1945 yang menentukan persyaratan bahwa 2/3 dari
juga tidak segan-segan untuk menutup atau mem- anggota MPR harus hadir, dan 2/3 dari yang hadir
bredel media massa yang dinilai tidak kooperatif itu harus menyetujui perubahan tersebut. Namun
atau menyerang kebijakan pemerintah dengan pasal yang seharusnya menjadi landasan berpijak
mengeluarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 1982 untuk mewujudkan aspirasi rakyat dalam kenya-
tentang Pers dan UU. No. 24 Tahun 1997 tentang taannya telah diubah dengan adanya ketetapan MPR
penyiaran.
No: IV/MPR/1983 tentang referendum. Pada masa orde baru pembangunan me- Sejarah telah menunjukan bahwa dalam 7
mang berjalan dengan cukup baik, tingkat pertum- kali pemilu selama era orde baru, dan partai Golkar
buhan ekonomi bahkan pernah mencapai tujuh selalu memenangkan pemilu dengan single majority
persen. Namun keberhasilan itu sebenarnya bersifat dan pada setiap pemilihan presiden, Soeharto selalu
semu karena pembangunan dibiayai dari hutang luar terpilih secara aklamasi, dan selama era orde baru
negeri yang jumlahnya setiap tahun cenderung tersebut terjadi pemasungan hak-hak politik warga
semakin besar dan mencapai hampir 150 milyar US negara, khususnya dalam hal berserikat dan ber-
Dollar. Pemerintah tampak bangga karena kreditur kumpul untuk mengeluarkan pendapat baik lisan
asing setiap tahun bersedia menaikan jumlah maupun tulisan, dalam bidang politik contohnya
pinjaman (hutang) kepada Indonesia. adalah dengan adanya Undang-Undang No. 5
Pada tahun 1997, pemerintah orde baru Tahun 1974 dan UU No. 5 Tahun 1979 tentang
menggelar pemilu ke tujuh yang dimenangkan Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Desa, yang
secara mutlak oleh Golongan Karya (Golkar). mana kedua Undang-Undang ini digunakan oleh
Seusai pemilu 1997 timbul krisis moneter yang pemerintah pusat untuk memasung hak-hak dan ke-
parah sehingga menimbulkan penderitaan rakyat. wenangan dari pemerintah daerah.
Krisis ini terjadi sebagai akibat hutang pemerintah Selain itu juga dengan adanya Undang-
dan swasta yang terlalu besar serta praktek korupsi, Undang No. 1 Tahun 1985 dan UU No. 3 Tahun
kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela. Nilai 1985 tentang pemilihan umum dan partai politik,
mata uang rupiah yang melorot drastis, harga kebu- dimana kedua Undang-Undang ini membatasi
tuhan pokok melonjak tajam dan banyak kegiatan hanya tiga partai politik saja yang boleh menjadi pe-
usaha yang bangkrut.
serta pemilu serta juga membatasi partisipasi ma- Reformasi yang telah didengungkan oleh syarakat dalam berpolitik. Dan juga dengan adanya
mahasiswa ditandai dengan mulai turun kejalan me- UU No. 5 Tahun 1995 tentang susunan dan
minta perbaikan situasi yang memburuk akibat kedudukan Anggota MPR, DPR dan DPRD, dimana
krisis ekonomi. Aksi demonstrasi mahasiswa sema- Undang-Undang ini juga dijadikan alat oleh peme-
kin meluas, mereka mengusung tema reformasi di rintah dengan cara mengintimidasi partai politik
segala bidang, namun aksi demo ini dijawab oleh
56 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 56 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008
Negara.
secara sporadis, mulai memusatkan aksi demons- Indonesia memasuki era reformasi, mes- trasinya di gedung DPR/MPR tersebut. Para maha-
kipun tidak tertulis, berbagai kenyataan yang terjadi siswa mendesak pimpinan MPR/DPR untuk me-
dewasa ini mengharuskan memahami periode sejak minta Soeharto berhenti dari jabatannya sebagai
turunnya Presiden Soeharto sampai tahun 2004 presiden. Sementara itu sampai sore pada tanggal 20
mendatang sebagai masa transisi menuju Indonesia Mei 1998, presiden Soeharto tampaknya masih
baru dengan sistem ketatanegaraan yang sama yakin akan bisa mengatasi keadaan secara damai
sekali berubah secara fundamental dari sistem dengan usulnya membentuk komite reformasi dan
ketatanegaraan sebelumnya berdasarkan Undang- merombak kabinet menjadi kabinet reformasi,
Undang Dasar 1945 yang asli. Beberapa gagasan namun keinginan Soeharto itu ditolak berbagai
mendasar masih berada dalam tahap perdebatan, kalangan, termasuk oleh sejumlah menterinya.
tetapi sebagian lainnya sudah diadopsi ke dalam Penolakan oleh sejumlah pembantu dekat-
rumusan Perubahan Pertama dan Perubahan Kedua nya itu memberikan pukulan yang telak kepada
Undang-Undang Dasar 1945 yang telah ditetapkan Soeharto dan rupanya itulah saat-saat terakhir ia
berlaku sejak tahun 1999 dan tahun 2000. beberapa menjabat presiden. Akhirnya pada hari Kamis 21
gagasan fundamental yang sudah diadopsi itu Mei 1998 sekitar pukul 10 pagi di ruang upacara
misalnya:
istana merdeka, disaksikan pimpinan DPR/MPR Pertama, anutan prinsip pemisahan kekua- dan ketua Mahkamah Agung, presiden Soeharto
saan (separation of power) dengan segala impli- menyampaikan pidato pernyataan berhenti sebagai
kasinya sebagai ganti dari prinsip pembagian presiden RI dan pada kesempatan itu sekaligus
kekuasaan (division atau distribution of power) melantik B.J. Habibie sebagai presiden baru meng-
yang berlaku sebelumnya dalam sistematika gantikan Soeharto.
Undang-Undang Dasar 1945. Jika sebelumnya di- Runtuhnya rezim Orde Baru yang sentra-
tentukan dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang listik merupakan awal reformasi di Indonesia menu-
Dasar 1945 bahwa kekuasaan untuk membentuk ju negara yang demokratis. Reformasi tengah dila-
perundang-undangan berada di tangan Presiden dan kukan di berbagai bidang kehidupan yang meliputi :
dilakukan dengan persetujuan Dewan Perwakilan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain.
Rakyat (DPR), maka dalam Perubahan Pertama dan Salah satu hal yang terpenting dan menjadi wacana
Kedua Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20 ayat nasional adalah reformasi Sistem Pemerintahan dan
(1) kekuasaan untuk membentuk undang-undang itu Sentralisasi menjadi Desentralisasi (Otonomi
ditegaskan berada di tangan DPR, sedangkan Daerah) atau Kewenangan Daerah seluas-luasnya.
Presiden menurut Pasal 5 ayat (1) yang baru diten- Otonomi Daerah merupakan pengalihan
tukan hanya berhak mengajukan Rancangan wewenang dari pusat ke daerah sekaligus meng-
Undang-Undang (RUU) kepada DPR. Perubahan efektifkan daerah yang selama ini telah tumbuh dan
ini menegaskan terjadinya pergeseran kekuasaan le-
Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 57 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 57
garaan otonomi daerah hingga kini. pembagian kekuasaan menjadi pemisahan kekua-
Disamping itu terdapat pula gagasan funda- saan seperti yang dipahami selama ini.
mental lainnya yang diadopsi ke dalam Undang- Kedua, dalam penyelenggaraan pemerintah
Undang Dasar 1945, yaitu: pertama, adalah pemili- selama masa reformasi ini telah ditetapkan pula
han presiden secara langsung, kedua, pembentukan kebijakan nasional yang menyangkut penyeleng-
lembaga Dewan Perwakilan Daerah yang didasar- garaan otonomi daerah yang seluas-luasnya. Bahkan
kan pada perubahan amandemen ke III Undang- kepada Propinsi Aceh dan Irian Jaya telah pula di-
Undang Dasar 1945 pada Bab VII A Pasal 22 C dan berikan otonomi yang bersifat khusus dengan segala
Pasal 22 D yang dilakukan pada Sidang Tahunan implikasinya. Kebijakan otonomi daerah yang luas
MPR tahun 2001, dan dengan adanya gagasan- itu ditegaskan dalam Perubahan Kedua Undang-
gagasan baru tersebut, maka struktur parlemen Undang Dasar 1945, yaitu dengan melengkapi dan
Indonesia di masa depan mengalami perubahan menyempurnakan ketentuan Pasal 18 Undang-
sama sekali.
Undang Dasar 1945 yang tadinya hanya terdiri atas
Sedangkan
menyangkut kewenangan
1 ayat menjadi 7 ayat, dan dengan menambah pasal- Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan pasal baru, yaitu Pasal 18A dan Pasal 18B yang
Daerah dalam rekruitmen anggotanya, di mana saat masing-masing terdiri atas 2 ayat. Rekomendasi
ini terdapat 2 (dua) kamar seperti terjadi pada kebijakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah
Negara Indonesia. Dengan demikian perbedaan itu bahkan ditetapkan pula dalam Ketetapan Majelis
kedua kamar parlemen Indonesia yang disebut Permusyawaratan Rakyat Nomor: IVMPR/2000,
Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan yang pada pokoknya menegaskan agar otonomi
Daerah itu dapat ditentukan oleh dua faktor, yaitu: daerah yang luas itu dapat segera terwujud dengan
1. Sistem rekruitmen keanggotannya; dan sebaik-baiknya. Apalagi disadari bahwa gagasan
2. Pembagian kewenangan di antara keduanya penyelenggaraan otonomi daerah itu sendiri, mes-
dalam menjalankan tugas-tugas parlemen. kipun sudah dirumuskan secara resmi di atas kertas sejak masa awal kemerdekaan dan kemudian dite-
Pada mulanya, tujuan dibentuknya parle- gaskan lagi ketika awal-awal masa Orde Baru,
men bikameral itu memang biasanya dihubungkan terbukti dalam prakteknya tidak pernah atau belum
dengan bentuk negara federal yang memerlukan dua pernah terwujud secara nyata dalam praktek.
kamar untuk maksud melindungi formula federasi Semangat ini pulalah yang kemudian mendorong
itu sendiri. Tetapi, dalam perkembangannya bersa- lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
maan dengan terjadinya kecenderungan tuntutan ke dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dan
arah desentralisasi kekuasaan dalam bentuk negara kemudian diperbaharui kembali menjadi Undang-
kesatuan, sistem bikameral juga dipraktekkan di Undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang
banyak negara kesatuan. (Jimly, 1996). Dalam sis-
33 tahun 2004 yang keempat Undang-Undang ini tem pemerintahan parlementer, ada dua alasan
58 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 58 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008
kebutuhan konstitusional bangsa dan negara yang
1. Adanya kebutuhan untuk menjamin keseimba- demokratis. Untuk menjawab tuntutan reformasi ngan yang lebih stabil antara pihak eksekutif
tersebut, semestinya sebuah konstitusi baru mene- dan legislatif (the unbridled power or a single
gaskan hal-hal sebagai berikut: (1) penegasan chamber being restrained by the creation of a
Indonesia sebagai negara hukum; (2) pengakuan second chamber recruited on a different basis );
HAM yang mencakup hak sipil, politik, ekonomi, dan
sosial dan budaya; (3) sistem check and balances
2. Keinginan untuk membuat sistem pemerin- dalam kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif tahan benar-benar berjalan lebih efisien dan
serta pusat dan daerah; dan (4) environmental setidaknya lebih mudah (Easy) melalui apa
rights. (Morisan, 2005)
yang disebut revising chamber untuk meme- Pada perubahan sistem ketatanegaraan kita lihara a careful check on the sometimes hasty
sebagaimana disebutkan telah diatur dalam Aman- decisions of the first chamber. demen ke IV dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 2 ayat (1) melalui Sidang Tahunan MPR
Alasan yang kedua itulah yang biasa dise- tahun 2002 yang menyatakan bahwa Majelis Per- but oleh para ahli dengan sistem double check yang
musyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan memungkinkan setiap produk legislatif diperiksa
Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan dua kali, sehingga terjamin kualitasnya sesuai
Daerah, yang dipilih melalui pemilihan umum dan dengan aspirasi rakyat. Akan tetapi, syaratnya jelas
diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang. bahwa keanggotaan kedua kamar parlemen itu be- nar-benar yang mewakili aspirasi yang berbeda satu
Permasalahan
sama lain, sehingga keduanya benar-benar mencer-
1. Apakah kedudukan dan kewenangan lembaga minkan gabungan kepentingan seluruh rakyat.
DPD RI sudah memadai apabila di tinjau dari Karena itu, pertama-tama perlu ditentukan menge-
Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang- nai sistem rekruitmen keanggotaan Dewan Per-
Undang yang mengatur lembaga ini? wakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah
2. Apakah yang menjadi kendala bagi DPD RI yang akan dituangkan dalam Undang-Undang Dasar
dalam kedudukan dan kewenangannya sebagai 1945 itu mestilah dibedakan satu sama lain, bukan
lembaga tinggi negara?
saja prosedurnya, tetapi juga hakikat aspirasi rakyat
3. Bagaimana kedudukan lembaga DPD RI dalam yang akan disalurkan melalui sistem perwakilan di
bikameral ketatanegaraan kedua kamar itu juga harus berbeda.
Dari sudut pandang konstitusi modern, bah-
wa perubahan pertama dan kedua UUD 1945 masih
Analisa Dan Pembahasan
belum menjawab tuntutan reformasi dan masih
desentralisasi di belum menampung pemikiran-pemikiran hukum
Perjalanan
sistem
Indonesia jika dilihat kembali sepanjang sejarah
Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 59
Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008
perjalanan bangsa ini cukup panjang dan berliku. Perubahan politik di tahun 1990-an merupakan arus balik perjalanan bangsa Indonesia yang membawa beberapa dampak positif. Pemerintah Pusat dan Daerah ke arah yang lebih demokratis dengan memperbesar porsi desentralisasi. Dengan peru- bahan sistem pemerintahan tersebut, otomatis ber- bagai perantara pendukung sistem yang selama ini bersifat sentralistik juga mengalami perubahan.
Sistem pemerintahan desentralisasi sebenar- nya telah digagas oleh para pendiri negara ini dengan menempatkan satu pasal dalam UUD 1945 (pasal 18). Implementasi pasal tersebut selalu menimbulkan persoalan sejak tahun-tahun awal kemerdekaan. Pergulatan sekunder, selalu meng- hadapi persoalan identitas primer berupa kuatnya solidaritas etnik, agama, adat dan bahasa serta tradisi lokal. Faktor-faktor ini pula yang menye- babkan timbulnya pemberontakan kedaerahan selain faktor ketidakadilan dalam pembagian sumberdaya ekonomi antara Pusat dan Daerah sejak tahun 1945 itu pula, Pemerintah Pusat memandang pluralitas secara ambivalen. Di satu sisi mempromosikan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan resmi negara, di sisi lain menerapkan kebijakan sentra- lisasi karena kebhinnekaan dilihat sebagai ancaman disintegrasi. (Andi M.P, 1999).
Di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto yang sangat sentralistik ini, Soeharto tanpa ragu- ragu melihat keanekaragaman budaya, geopolitik kepulauan dan kemajemukan ideologi sebagaimana ancaman persatuan dan kesatuan bangsa. Integrasi nasional dalam visi Soeharto harus dimulai dari integrasi wilayah (keutuhan wilayah) dan merasuk ke integrasi bangsa. Dalam visi demikian, perbe- daan ideologi tidak dapat ditoleransi. Itulah
sebabnya mengapa kepemimpinan Soeharto anti multi partai, anti kemajemukan ideologi dan menya- tukan ideologi dalam asas tunggal. Kekhawatiran akan lahirnya daerahisme dan propinsialisme, diper- tegas dengan membatasi masa jabatan kepala dae- rah dan mekanisme pemilihan. Kepala Daerah tidak sepenuhnya dipilih oleh Dewan. Secara formal mekanismenya adalah perpaduan antara kehendak Daerah (mengusulkan tiga nama) dan kehendak Pusat (menentukan/memilih satu dari tiga yang diusulkan Dewan). Tetapi secara substantif Kepala Daerah adalah orang Pusat yang ditempatkan di daerah, selain didesain untuk mengendalikan Daerah, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tidak memberi ruang gerak yang memadai bagi tokoh- tokoh Daerah untuk membangun kekuatan dengan identitas Daerah. Pembunuhan massal yang ber- langsung pertengahan tahun 1960-an, merupakan kendala struktural bagi kekuatan masyarakat ter- masuk kekuatan-kekuatan di Daerah untuk mela- kukan tawar menawar dengan Pusat.
Intervensi pemerintah Pusat di masa yang lalu telah menimbulkan masalah rendahnya kapa- bilitas dan efektivitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan demokrasi. Arahan dan statory requirement yang terlalu besar dari Pemerintah Pusat menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung mati, sehingga peme- rintah daerah seringkali menjadikan pemenuhan peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Besarnya arahan dari Pusat itu didasarkan atas pertimbangan menjamin stabilitas nasional dan kon- disi sumber daya manusia di daerah. Hal demikian dapat dipahami sebab konteks sosial dan politik dirumuskannya Undang-Undang Nomor 5 tahun
1974 adalah penegakan stabilitas nasional dan (5) keinginan pemerintah untuk menjadikan desa pemberantasan kemiskinan serta keterbelakangan
sebagai unit politik di samping unit sosial budaya masyarakat. Tetapi dalam jangka panjang, sentra-
dimana desa memiliki tatanan sosial budaya yang lisasi seperti itu telah meimbulkan rendahnya akun-
otonom.
tabilitas, memperlambat pembangunan infrastruktur Pada kenyataannya, mindset atau mentalitas sosial, rendahnya tingkat pengembalian proyek-pro-
menjadi kendala yang cukup besar bagi pelaksanaan yek publik, serta memperlambat pengembangan
tata pemerintahan yang baru ini. Selama kurang kelembagaan sosial ekonomi di daerah. Apalagi
lebih 3 tahun pelaksanaan otonomi daerah (2000- sejak tahun 1990-an berlangsung new game di kan-
2003), timbul berbagai macam persoalan yang cah internasional di mana negara tidak akan mampu
disebabkan karena pola pikir dan mentalitas yang lagi sebagai pemain tunggal dalam menghadapi
belum berubah. Dimasa lalu, sistem sentralistik me- hyper competitive. Pemerintah akan terlalu besar
ngebiri inisiatif lokal dan menempatkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah kecil dan terlalu kecil
Pusat sebagai penguasa yang memiliki wewenang untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi
sangat besar atas berbagai bentuk kebijakan pem- oleh masyarakat.
bangunan. Keseragaman dan kepatuhan daerah terhadap pusat terjadi kata kunci sekaligus sebagai
Kendala-kendala Pelaksanaan Desentralisasi
mainstream dan ideologi pembangunan yang dija-
Dan Otonomi Daerah
lankan. Karenanya, pada masa itu kritik menjadi Pada dasarnya, desentralisasi bertujuan
sesuatu yang tabu atau dapat dianggap sebagai membangun partisipasi masyarakat dan mengun-
demonstrasi anti pemerintah pusat. (Ateng S, 2003) dang keterlibatan publik seluas-luasnya dalam pro-
Setidaknya, selama 32 tahun proses ini ses perencanaan, implementasi dan evaluasi pem-
berlangsung secara terus-menerus sehingga tidak bangunan yang dijalankan. Untuk itu, desentralisasi
mengherankan jika mentalitas birokrasi pada akhir- memberikan ruang yang lebih luas kepada daerah
nya mengikuti pola tersebut. Terlebih lagi, konflik untuk secara demokratis mengatur pemerintahannya
menjadi sesuatu yang tabu dan keberagaman dipan- sendiri sebagai manifestasi dari cita-cita sistem
dang sebagai ancaman dan sumber disintegrasi desentralisasi. Tetapi, pelaksanaan sistem ini men-
bangsa. Pada masa kepemimpinan Soeharto, pola dapatkan tantangan yang cukup besar dari peme-
pemerintahan yang diterapkan dalam struktur rintah pusat. Kendala-kendala tersebut diantaranya
kekuatan dikenal sebagai pemerintah yang harmoni adalah (1) mindset atau mentalitas aparat birokrasi
tanpa gejolak dengan mengembangkan ideologi yang belum berubah; (2) hubungan antara institusi
Triple S yaitu Serasi, Selaras dan Seimbang. Pada pusat dengan daerah; (3) sumber daya manusia yang
akhirnya terbentuklah subordinasi hubungan antara terbatas; (4) pertarungan kepentingan yang ber-
pemerintah pusat dan daerah dengan kekuasaan orientasi pada perebutan kekuasaan, penguasaan
sepenuhnya berada di pemerintah pusat. aset dan adanya semacam gejala powershift syn-
Sejarah sistem pemerintahan di Indonesia drom yang menghinggapi aparat pemerintah; dan
mencatat pasang surut sentralisasi dan desentralisasi
Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 61 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 61
sebagai landasan nilai yang menjadi acuan kebija- negara. Sejarah mencatat desentralisasi di Indonesia
kan pemerintah. Sistem sentralistik yang mengakar mengalami pasang surut seiring dengan perubahan
kuat dan mendarah daging membuat isu desentra- konstelasi politik dalam pemerintahan di Indoensia.
lisasi atau otonomi daerah menjadi istilah asing Pemusatan kekuasaan pemerintahan selama
yang bahkan definisinya pun tidak mudah untuk tiga puluh tahun lebih dapat meredam gejolak dan
dipahami. Meskipun keluarnya Undang-Undang konflik yang disebabkan tersumbatnya saluran aspi-
Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah rasi. Pemandulan lembaga negara dan pengebirian
dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang partai politik secara sistematik dilakukan, dan depo-
Perimbangan Hubungan Keuangan Pusat-Daerah litisasi masyarakat dilakukan yang ditandai dengan
sudah cukup meredam tuntutan aspirasi daerah. diberlakukannya kebijakan masa mengambang
Pengertian otonomi daerah menurut (floating mass). Akses hanya dapat dijangkau oleh
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 sebagai orang-orang lingkaran dalam pemerintahan, sehing-
amandemen Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999
ga praktek Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) adalah Hak, Wewenang, dan Kewajiban Daerah tumbuh subur, sementara daerah dieksploitasi
Otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri dengan sewenang-wenang oleh pemerintah pusat.
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat Akhir dari pemerintah Orde Baru adalah diturun-
setempat sesuai dengan peraturan perundang- kannya Soeharto melalui people power sebagai
undangan. Sedangkan desentralisasi adalah penye- akumulasi dari ketidakpuasan rakyat. Dari keselu-
rahan wewenang pemerintah oleh Pemerintah ruhan kejadian tersebut dapat dilihat bahwa per-
kepala daerah otonomi untuk mengukur dan mengu- lakuan adil terhadap daerah dan pendelegasian
rus urusan pemerintahan dalam sistem Negara wewenang adalah kebutuhan yang mendesak.
Kesatuan Republik Indonesia. (Khalid Pheni, 2005) Otonomi daerah merupakan jawaban atas tuntutan
Bagaimanapun juga, otonomi daerah merupakan tersebut, karena tidak mungkin pemerintah pusat
suatu kebutuhan yang mutlak, karena tidak mungkin mampu menangani seluruh persoalan yang ada di
seluruh persoalan yang ada di satu negara hanya di daerah.
tangani oleh pemerintah pusat. Terlebih lagi, Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari
Pokok-pokok Pikiran Otonomi Daerah Pada
wilayah yang dipisahkan oleh perairan, masing-
Saat ini
masing wilayah memiliki ciri khas berdasarkan Otonomi daerah adalah wacana yang hangat
letak geografis, kondisi alam dan sosiokultural dibicarakan dan diperdebatkan karena menyangkut
masyarakat tentunya akan sangat kompleks. Dari bagaimana upaya negara untuk menyejahterakan
kenyataan ini saja dapat dinilai betapa otonomi rakyat. Di Indonesia, wacana otonomi daerah me-
daerah dan desentralisasi sistem pemerintah sangat nguat di tahun 1990-an. Dalam kurun waktu cukup
perlu keberadaannya agar persoalan dan aneka lama, Indonesia telah melaksanakan pemerintahan
62 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 62 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008
dan sosio kultural, dan penegakan hukum, maupun Otonomi secara nyata berarti keleluasaan
penghargaan terhadap hak asasi manusia, tidak bisa daerah untuk menyelenggarakan kewenangan peme-
lagi ditawar-tawar. Harapan dan tuntutan masya- rintah di bidang tertentu yang keberadaannya dapat
rakat agar proses demokratisasi untuk terciptanya dibuktikan secara nyata. Bidang tersebut juga
masyarakat demokratis yang berkeadilan berjalan dibutuhkan serta tumbuh hidup dan berkembang di
lebih cepat, merupakan gambaran sebuah dinamika daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung
dari bangsa Indonesia dalam menjawab tantangan jawab berarti perwujudan pertanggung jawaban atas
perubahan zaman, dan memberikan visi dalam konsekuensi pemberian hak dan wewenang kepada
upaya menciptakan masa depan yang lebih baik lagi daerah berupa peningkatan di bidang pelayanan dan
bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, kehi-
Dengan telah terjadinya reformasi dalam dupan demokrasi yang semakin berkembang, kea-
sistem otonomi daerah yang juga merupakan satu dilan dan pemerataan, serta hubungan pusat-daerah
kesatuan di dalam reformasi sistem ketatanegaraan yang serasi.
di Indonesia ini dan selain itu juga yang terutama adalah bahwa salah satu dari hasil reformasi ketata-
Hubungan Otonomi Daerah Dengan Terben-
negaraan tersebut ialah dengan telah dibentuknya
tuknya Lembaga Dewan Perwakilan Daerah
satu lembaga tinggi negara baru dalam wadah ke- Seiring dengan terjadinya reformasi dalam
kuasaan legislatif, yaitu Dewan Perwakilan Daerah berbagai aspek di negara Indonesia ini, yang mana
(DPD). Adapun yang menjadi latar belakang dari hal ini juga termasuk titik puncak dari perkem-
pembentukan lembaga DPD ini adalah tidak ter- bangan otonomi daerah di negara kita dan yang
lepas dari hasil risalah rapat pleno dan rapat pada akhirnya Majelis Permusyawaratan Rakyat
paripurna pada sidang tahunan MPR RI tahun 2001, mengeluarkan rekomendasi kebijakan dalam penye-
dan berikut ini adalah rapat-rapat pada sidang lenggaraan otonomi daerah melalui hasil rapat pleno
tahunan MPR RI yang membahas serta memutus- sidang tahunan MPR pada tahun 2000, yang kemu-
kan pembentukan lembaga DPD RI yaitu: dian juga diikuti dengan dikeluarkannya ketetapan
a. Rapat pleno ke-12 Panitia Ad Hoc I Badan mengenai rekomendasi ini, dan juga menghasilkan
Pekerja MPR RI pada tanggal 29 Maret 2001. ketetapan perubahan kedua pada Undang-Undang
b. Rapat pleno ke-14 Panitia Ad Hoc I Badan Dasar 1945 termasuk juga didalamnya perubahan
Pekerja MPR RI pada tanggal 10 Mei 2001. terhadap Pasal 18 UUD 1945 ini.
c. Rapat pleno ke-15 Panitia Ad Hoc I Badan Rekomendasi kebijakan penyelenggaraan
Pekerja MPR RI pada tanggal 15 Mei 2001, otonomi daerah ini dikeluarkan oleh MPR dengan
serta
d. Rapat paripurna ke-7 MPR RI pada tanggal 9 mati bahwa harapan dan tuntutan masyarakat ten-
dilatar belakangi oleh karena MPR telah mencer-
November 2001.
tang proses pencapaian keadilan dalam penyeleng-
Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 63
Di dalam ketiga rapat pleno serta rapat paripurna yang dikehendaki, maka amanat konstitusional telah tersebut, dapat disimpulkan bahwa para fraksi yang
terpenuhi seluruhnya. (Purwo Santoso, 2003). hadir dalam rapat memiliki suatu keinginan untuk
Pembentukan lembaga DPD ini tidaklah melakukan perubahan sistem terhadap lembaga per-
baru sama sekali kalau dilihat dari perkembangan wakilan rakyat/legislatif dari sistem satu kamar
MPR. dari segi ini, DPD adalah modifikasi atau (unikameral atau unikameral plus) yang selama ini
penjelmaan dari fraksi utusan daerah melalui rapat dianut oleh sistem parlemen di Indonesia menjadi
pleno dalam sidang tahunan MPR tahun 2001 dan sistem dua kamar atau bikameral.
2002, yang kemudian menghasilkan ketetapan Dalam rancangan perubahan Pasal 2 UUD
berupa pembentukan lembaga DPD ini. Kemudian 1945, disebutkan sebagai berikut, Pasal 2 ayat (1)
timbul pertanyaan dari beberapa ahli, mengapa alternatif 1, MPR terdiri atas anggota DPR dan
muncul lembaga DPD padahal di dalam UUD 1945 anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum
sebelum amandemen sudah ada ketentuan mengenai di tambah dengan utusan golongan yang diatur me-
utusan daerah. Hal ini perlu di kaji lebih mendalam nurut ketentuan undang-undang. Alternatif 2, MPR
mengapa terjadi proses yang demikian, terben- terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang
tuknya lembaga DPD antara lain karena daerah juga dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih
ingin mendapat perhatian, diperhatikan identi- lanjut dengan Undang-Undang. (Jakob Tobing,
tasnya, jati dirinya, dan agar kepentingan-kepen- 2001)
tingannya mendapat perhatian. Hal ini karena riwa- Jika DPR merupakan lembaga perwakilan
yat masa lalu, baik dalam pemilihan kepala daerah politik yang anggota-anggotanya berasal dari partai
maupun pembagian hasil-hasil pembangunan dae- politik, maka DPD merupakan lembaga perwakilan
rah kurang diperhatikan dan diakomodasi kepenti- kewilayahan/kedaerahan yang anggota-anggotanya
ngannya, melalui fraksi utusan daerah yang me- adalah perseorangan. Tugas, fungsi, dan wewenang
mang selama ini fraksi tersebut menjadi represen- DPD sangat terkait erat dengan memperjuangkan
tasi dari masyarakat daerah secara keseluruhan di dan memadukan aspirasi, kepentingan, dan kebera-
dalam lembaga MPR RI. (Sri Soemantri daan wilayah-wilayah/daerah-daerah yang demikian
Martosoewigno, 2003)
banyak dan beragam di Indonesia dengan tetap Di masa lalu, perwakilan kedaerahan lebih menjaga dan menjunjung tinggi NKRI.
dimaknai sebagai perwakilan simbolik. Ada tokoh- Dalam banyak kajian telah dikatakan bahwa
tokoh yang mewakili daerah, tidak pernah dikem- lembaga DPD dibentuk untuk menjamin keter-
bangkan mekanisme dengan hubungan kerja agar wakilan daerah yang merupakan salah satu elemen
aspirasi kedaerahan tersebut terkelola dengan baik, penting bagi pemeliharaan NKRI. Secara legal insti-
dan pada gilirannya mewarnai proses pembuatan tusional, keterwakilan itu dibuktikan dengan
kebijakan publik pada level nasional. Poin yang dipilihnya empat wakil dari masing-masing pro-
ditegaskan disini adalah bahwa wakil-wakil yang pinsi. Mereka ini akan mendapatkan mandat dari
direkrut dari daerah harus memiliki hubungan dan rakyat daerah untuk jadi wakil mereka. Jika ini saja
mekanisme kerja dengan lembaga-lembaga politik
64 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 64 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008
Indonesia ini, dan yang terutama adalah perubahan garaan kekuasaan pada level nasional. Ini berarti,
didalam struktur parlemen Indonesia dari sistem DPD harus mengembangkan tata kelembagaan
satu kamar/Unikameral menjadi sistem dua sedemikian rupa sehingga lembaga ini mengakar di
kamar/Bikameral, serta terciptanya hubungan inter- daerahnya masing-masing.
aktif dan keseimbangan(check and balances) yang Dalam konteks ini DPD RI harus bisa
baik, setara, adil, juga dapat saling bekerja sama menempatkan disi sebagai sebuah lembaga yang
antara masing-masing lembaga Legislatif tersebut. dapat memoderasi kepentingan-kepentingan terse-
Melalui amandemen ketiga UUD 1945 ini but dan atau menjadi fasilitator lembaga-lembaga
terjadi perubahan besar dalam sistem ketatane- politik daerah. Oleh karena itu, sejumlah inovasi
garaan Indonesia. Perubahan besar itu antara lain politik dan yuridis perlu dikembangkan dalam
dibentuknya sejumlah lembaga demokrasi baru rangka memastikan inovasi konstitusional dalam hal
seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Mahka- mengatur kedudukan lembaga DPD serta hubu-
mah Konstitusi dan Komisi Yudisial, serta memas- ngannya yang khusus terhadap pemerintahan daerah
tikan diselenggarakannya pemilihan Presiden dan agar bisa tumbuh dan berkembang. Fasilitasi pada
Wakil Presiden secara langsung sehingga secara level kelembagaan, bahkan teknis operasional
radikal telah mengubah bangunan sistem pemerin- sangat diperlukan agar inovasi ini tidak mati ber-
tahan dan struktur ketatanegaraan Indonesia. kembang. Kerangka bagi pengembangan lembaga
Perubahan penting lainnya adalah tidak DPD memang tidak boleh melangkahi koridor
adanya lagi lembaga tertinggi negara sebagaimana formal, namun pendekatan informal sangat diper-
disebutkan dalam ketentuan lama pasal 1 ayat (2) lukan bagi terciptanya suatu peraturan yang menga-
UUD 1945 sebelum amandemen yang menye- tur secara spesifik bagi hubungan antara DPD RI
butkan. “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dengan pemerintah daerah serta elemen-elemen
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusya- penting di dalam masyarakat daerah tersebut.
waratan Rakyat”. Pemegang kedaulatan rakyat yang dulu berada di tangan Majelis Permusyawaratan
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945
Rakyat (MPR) melalui amandemen telah didistri- Reformasi telah membawa beberapa peru-
busikan kepada berbagai lembaga tinggi negara. bahan pada Sistem Ketatanegaraan Republik
Kekuasaan MPR yang dulunya sangat besar itu Indonesia yang ditandai dengan perubahan/ Aman-
diredusir melalui pasal 1 ayat (2) Amandemen demen Undang-Undang Dasar 1945, yang di dalam-
ketiga UUD 1945 yang menyatakan: “Kedaulatan nya juga mengatur pembentukkan Lembaga Dewan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Undang- Undang Dasar.” Dengan demikian kekua- Terbentuknya Dewan Perwakilan Daerah
saan tertinggi telah berpindah dari MPR kepada pada hakekatnya terkait dengan adanya reformasi
hukum dasar negara yaitu Undang-Undang Dasar sistem ketatanegaraan, juga dalam rangka melak-
(Morisan, 2005)
Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 65
Penegasan Indonesia sebagai negara hukum dican- Lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tumkan pada pasal 1 ayat (3): “Negara Indonesia
yang mana para anggotanya dipilih melalui adalah negara hukum.” Sebelum amandemen, pen-
pemilihan umum, dan juga pengisian anggota DPD jelasan mengenai Indonesia sebagai negara hukum
ini merupakan hak perseorangan yang menjadi tidak ditemui di dalam batang tubuh tetapi terdapat
perwakilan daerah. Dengan demikian anggota DPD dalam Penjelasan yang menyebutkan : “Negara
dapat berasal dari anggota pemerintah daerah, Indonesia berdasar atas hukum (Rechtstaat), tidak
anggota DPRD atau masyarakat biasa di daerah. berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat ).” Pene-
Kandidat anggota DPD tidak berasal dari dan atau gasan Indonesia sebagai negara hukum adalah suatu
berafiliasi dengan partai politik tertentu. Rakyat hal yang esensial, dan tidak dapat hanya dilekatkan
dapat memilih sendiri secara langsung wakil-wakil di bagian Penjelasan. Karenanya dalam Aman-
yang dikenalnya untuk duduk di DPD. demen UUD 1945 ketentuan ini diletakan pada
Pemilihan anggota DPD merupakan adopsi bagian pasal-pasal.
model Senat di Amerika Serikat. Sesuai model Selain itu, melalui amandemen ketiga ini
Senat, anggota DPD adalah wakil rakyat daerah dan DPR mendapatkan peran lebih besar untuk menen-
bukan wakil pemerintah daerah. Tidak ada keteri- tukan mengenai pengangkatan pejabat dalam suatu
katan legal formal antara anggota DPD dan kebija- kedudukan tertentu. Ada pejabat yang harus diaju-
kan yang dibuat pemerintah daerah. Model sema- kan pencalonannya oleh DPR (candidature), yaitu:
cam ini memberi kebebasan kepada anggota DPD Anggota hakim konstitusi, anggota hakim agung,
untuk mengartikulasikan dan menyampaikan kepen- anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan
tingan rakyat di daerahnya. (Morisan, 2005) anggota Komnas HAM. Ada pejabat yang pengang-
Amandemen ke IV dari Undang-Undang katannya harus mendapat persetujuan DPR (appro-
Dasar 1945 Pasal 2 ayat (1) menyatakan sebagai val ), yaitu: Anggota komisi-komisi negara, Pang-
berikut:
lima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, serta Gubernur BI “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
(Bank Indonesia). Ada pula pejabat yang pengang- Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui
katannya cukup mendapat pertimbangan DPR pemilihan umum, dan diatur lebih lanjut dengan undang- undang”.
(confirmation), yaitu: Pengangkatan Duta Besar dan
penerimaan Duta Besar dari negara asing. Hak-hak Kehadiran Dewan Perwakilan Daerah
yang terakhir ini sebenarnya tidak terkait dengan (DPD) diawali dengan Rapat Pleno ke-12 Panitia
fungsi pengawasan, fungsi legislasi dan fungsi Ad-Hoc I Badan Pekerja MPR, pada tanggal 29
anggaran; akan tetapi hak-hak untuk menyarankan, Maret 2001 dipimpin oleh Drs. Jakob Tobing, MPA
menganjurkan ataupun untuk mengkonfirmasikan selaku Ketua Badan Pekerja MPR. Dalam pemba-
dan menyetujui seseorang itu dapat diartikan hasan tersebut telah pula dikatakan bahwa prinsip
dengan fungsi tambahan DPR yang bersifat co- dasarnya menyetujui apa yang telah dihasilkan oleh
administration . Badan Pekerja ini hanya tadi sebagaimana yang
juga anggota lain memberikan tanggapannya yang
66 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 66 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008
membahas Rancangan Undang-Undang tersebut. Secara lebih jelas Pasal 22 C tiga ayat itu
Pada ayat (3) ini memang dapat, kata dapat tidak ada persoalan untuk disetujui rumusan Badan
itu sifatnya tentatif. Maksudnya disini adalah fungsi Pekerja, lalu Pasal 22D memang disini adanya ayat
dan wewenang yang dimiliki oleh DPD ini sifatnya (1) DPD dapat mengajukan kepada DPR itu seakan-
tidak tetap atau sementara dan sewaktu-waktu dapat akan mengesankan DPD ini Sub Organisasi dari
diubah kembali dan disesuaikan dengan kapabilitas DPR.
dan kinerja DPD nanti dalam menjalankan tugas Oleh karena itu DPD juga memiliki fungsi
dan fungsi kelembagaannya diwaktu mendatang. Legislasi, fungsi Budgeting fungsi Pertimbangan
Padahal menghendaki DPD ke depan itu juga salah (konsultasi) dan fungsi Pengawasan, oleh karenanya
satu fungsinya melakukan pengawasan, jadi dengan pada ayat (1) pasal 22D ini mereka yang mengusul-
menghapus kata dapat penulis pikir ini lebih mem- kan kata kepada DPR, jadi DPD dapat mengajukan
pertegas keberadaan DPD itu sendiri, adapun anak kepada DPR Rancangan Undang-Undang, jadi
kalimat ayat (3) memang kalau itu dihilangkan serta mengajukan Rancangan Undang-Undang itu hanya
menyampaikan hasil pengawasannya itu, akan lebih kepada DPR namun disini DPD bukan Sub Orga-
baik karena dengan rumusan seperti ini kembali nisasi dari DPR, tapi sebagai setara saja, maksudnya
mengesankan DPD itu Sub Organisasi dari DPR, yaitu, bahwa oleh karena DPD adalah lembaga
padahal seterusnya tidak begitu. legislatif perwakilan daerah yang memiliki kedudu-
Pada ayat (4) penulis pikir juga tidak ada kan yang setara dengan DPR namun untuk ruang
persoalan, hanya terakhir menyangkut usulan dari lingkup spesifikasi dari fungsi dan kewenangannya
Fraksi Partai Golkar usulan adanya penambahan disesuaikan terhadap Rancangan Undang-Undang
ayat baru yang substansinya mengatur tentang ke- tertentu saja yang hanya berkaitan dengan otonomi
wenangan DPD dalam mengajukan usul member- daerah, hubungan pusat dan daerah dan seterusnya
hentikan Presiden dan atau Wakil Presiden kepada sebagaimana yang termaktub dalam ayat (1). Pada
MPR. Tidak harus dirumuskan di sini secara khusus ayat (2)-nya memang disini ada dua alternatif.
karena kewenangan itu ada di MPR, di mana semua Alternatif pertama DPD hanya memberikan
fraksi sudah sepakat hakekat MPR itu ya DPR dan pertimbangan atas Rancangan Undang-Undang ter-
DPD, artinya DPD itu bagian dari MPR juga. tentu, sedang alternatif dua selain pertimbangan
(Jakob Tobing, 2001)
yang diberikan oleh DPD, DPD juga ikut serta Didalam Pasal 22 C cukup memadai, sebab membahas Rancangan Undang-Undang tertentu itu.
dengan itu karena cukup memberikan pemahaman Pada alternatif kedua, karena prinsip
tentang DPD itu, pemilihan anggota-anggotanya, dasarnya DPD itu fungsinya juga sebagaimana yang
dan sebagainya sebagian sudah ada. dimiliki oleh DPR, jadi khusus menyangkut Ran-
Kemudian untuk Pasal 22 D tetap seperti itu cangan Undang-Undang yang berkaitan dengan
dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rak- Otonomi Daerah, pengelolaan sumber daya alam
yat karena sebagai corenya itu supaya tidak
Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 67 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 67
sebenarnya itu.
dijelaskan dalam perubahan kedua tentang DPR. “Kita dari Panita Ad Hoc I yang lampau Berangkat dari yang dijelaskan terlebih dahulu
sebenarnya sudah memasukkan disitu sebenarnya maksud bikameral adalah dalam rangka harmoni
yaitu kita tidak ingin DPD itu sama sekali tidak keparipurnaan dalam rangka keutuhan Negara
mempunyai pengaruh pada legislasi tetapi penga- Kesatuan Republik Indonesia.
ruhnya memberikan pertimbangan, memberikan Telah dijelaskan di sini tentang hal-hal
usulan kalau mengajukan itu tidak berarti sub berkenaan dengan kepentingan daerah, otonomi
ordinir, karena pemerintah pun mengajukan kepada daerah, hubungan pusat-daerah, pembentukan dan
DPR.” (Jakob Tobing, 2001)
pemekaran daerah, pengelolaan sumber daya dan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 seterusnya, perimbangan pusat dan daerah, dapat
tahun 2003 Pasal 109 menyatakan sebagai berikut: mengajukan artinya ada kemungkinan bukan dari
(1) Penetapan calon terpilih anggota DPD didasar- satu pihak saja tapi pendapat dari pihak lain boleh-
kan pada nama calon yang memperoleh suara boleh saja, sedangkan ikut membahasnya ditekan-
terbanyak pertama, kedua, ketiga, dan keempat kan dalam Pasal 22D ayat dua alternatif dua.
di propinsi yang bersangkutan. Kemudian untuk ayat Pasal 22 ayat (2)
(2) Dalam hal perolehan suara calon terpilih dipilih alternatif kedua karena ada ketegasan itu ada
keempat terdapat jumlah suara yang sama, dua kewenangan yang jelas. Sampai dengan kata-
maka calon yang memperoleh dukungan pemi- kata serta ikut membahas itu kewenangan dalam
lih yang lebih merata penyebarannya di seluruh rangka ikut bersama-sama dalam pembentukan
Kabupaten/Kota di Propinsi tersebut ditetapkan Undang-undang berkenaan dengan hal-hal yang
sebagai calon terpilih.
sifatnya nasional, ikut mencermati dalam rangka (3) Tata cara pelaksanaan penetapan calon terpilih keutuhan, kesatuan bangsa dan negara. (Jakob
anggota DPD ditetapkan oleh KPU. Tobing, 2001) Sebenarnya beberapa alasan yang sudah
Ketentuan sebagaimana yang diatur ter- dikatakan oleh Pak Afandi, (Affandi, 2001) kami
sebut, pada dasarnya bagi mereka yang telah ingin bersama-sama mengingatkan bahwa kita
terpilih, maka akan mewakili daerah pemilihannya, sudah bersepakat pada Pasal 1 ayat (2) yang menga-
sebagaimana ia dicalonkan serta propinsi di mana ia takan kedaulatan ada di tangan rakyat hanya perbe-
mewakili.
daanya ada yang dilaksanakan ada yang sesuai Sebagai anggota DPD yang telah terpilih dengan Undang-Undang Dasar, yang berdaulat itu
secara sah berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 rakyat. Jadi kalau ada 2 (dua) Dewan, 1 (satu)
tahun 2003, maka ia mempunyai kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat, maka jelas yang lebih
sebagai berikut :
berdaulat itu Perwakilan Rakyat bukan Perwakilan
1. Mewakili daerah pemilihannya dalam hal menyampaikan aspirasi dari daerah pemi-
68 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008 68 Lex Jurnalica Vol.5 No. 2, April 2008
3. Ikut serta dalam upaya melakukan pembinaan memilihnya. Hal ini berkaitan dengan kewajiban
politik kepada masyarakat dimana ia mewa- yang dimiliki oleh anggota DPD dan diatur pada
kilinya. Hal ini berkaitan pada Pasal 50h Pasal 50f Undang-Undang Nomor 22 tahun 2003
Undang-Undang yang sama, yaitu anggota DPD tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR,
juga mempunyai kewajiban untuk memberikan DPD dan DPRD (UU Susduk), yaitu anggota
pertanggungjawaban secara moral dan politik DPD mempunyai kewajiban untuk menyerap,
kepada pemilih dan daerah pemilihannya. Hal menghimpun, menampung dan menindaklanjuti/
ini berarti bahwa aspirasi dan kepentingan memperjuangkan aspirasi masyarakat dan dae-
daerah menyangkut permasalahan daerah ditin- rah. Anggota DPD harus lebih proaktif untuk
daklanjuti melalui wadah DPD, dan juga bersosialisasi kedaerah-daerah dan memper-