STUDI ANALISIS MUSIKAL DAN TEKSTUAL PEMBACAAN KITAB

SKRIPSI SARJANA OLEH RINA GUSTRIANI SIMANJUNTAK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Wilayah Sumatera Utara khususnya Medan merupakan sebuah kota yang tumbuh pesat sejak pertengahan abad ke-19 sebagai sebuah kota berpenduduk majemuk, baik dari kalangan penduduk pribumi maupun imigran dari kawasan Asia seperti Cina, India, Arab, dan imigran dari kawasan Asia Tenggara. Sudah luas diketahui bahwa kota Medan dan Tanah Deli (Sumatera Timur) pada umumnya yang pernah dijuluki sebagai “Het Dollar Land” berkembang sangat cepat sejak pertengahan abad ke-19 seiring dengan perkembangan industri perkebunan (mulanya perkebunan tembakau) yang dirintis oleh Jacobus Nienhys sejak 1863. Buruh-buruh dari Cina, India, dan Pulau Jawa ketika itu didatangkan dalam jumlah besar oleh pengusaha-pengusaha perkebunan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Selain mereka yang didatangkan sebagai kuli, migran lain pun terus berdatangan ke kota ini untuk tujuan berdagang dan mengisi berbagai

lowongan pekerjaan yang tersedia 10 . Salah satu suku bangsa 11 India yang ada di Sumatera Utara adalah suku bangsa Punjabi yang mayoritas penganut Sikh 12 . Tengku Luckman Sinar

10 Sebuah artikel yang berjudul “Kajian Awal tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Medan: Adaptasi dan Jaringan Sosial” oleh Zulkifli B. Lubis dalam Jurnal Antropologi Sosial

Budaya ETNOVISI • Vol. 1 • No.3 • Desember 2005. 11 Konsep yang tercakup dalam istilah “suku bangsa” adalah suatu golongan manusia

yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan “kesatuan budaya”, sedangkan kesadaran dan identitas tadi seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga (Koentjaraningrat 1980: 264).

12 Sikh merupakan agama yang berasal dari daerah Punjab di India pada abad ke-16 dan ke-17. Di Indonesia agama ini belum diakui, sehingga identitas penganut Sikh yang ada di

Indonesia dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah Hindu-Sikh.

(1991:77) menyatakan bahwa dalam tahun 1930 sudah lebih dari 5000 masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara. Suku bangsa Punjabi ini tersebar di beberapa wilayah di Sumatera Utara, antara lain Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kisaran, Pematang Siantar, Perbaungan, Tebing Tinggi, dan lain-lain. Seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1980: 203-204), bahwa setiap suku bangsa memliki unsur-unsur kebudayaan. Demikian juga suku bangsa Punjabi yang ada di Sumatera Utara ini mempunyai unsur-unsur kebudayaan, antara lain: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian.

Salah satu keunikan masyarakat Sikh yang ada di Sumatera Utara adalah adanya kekerabatan atau hubungan yang erat antara satu Gurdwara 13 dengan yang

lainnya, yaitu dengan saling berbagi upacara-upacara keagamaan mereka antara lain: setiap tanggal lahir dan tanggal meninggal kesepuluh Guru 14 , hari lahir

agama Sikh, dan lain-lain. Upacara Pahila Parkas Dihara ini merupakan bagian dari Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar di Kota Tebing Tinggi. Sehingga Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi inilah yang merayakannya. Dengan demikian semua masyarakat Sikh di luar Tebing Tinggi juga datang dan berpartisipasi dalam melaksanakan upacara Pahila Parkas Dihara tersebut.

Menurut Koentjaraningrat, dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan religi, manusia didorong oleh suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut dengan emosi keagamaan (religious emotion), yang mendorong

14 Gurdwara merupakan tempat beribadah umat Sikh. Ada sepuluh guru yang berwujud manusia dalam ajaran Sikh, yaitu: (1) Sri Guru Nanak

Dev Ji, (2) Sri Guru Anggad Dev Ji, (3) Sri Guru Amardas Ji, (4) Sri Guru Raamdas Ji, (5) Sri Guru Arjan Dev Ji, (6) Sri Guru Hargobind Sahib Ji, (7) Sri Guru Har Rai Ji, (8) Sri Guru Har Krishan Sahib Ji, (9) Sri Guru Tegh Bahadur Sahib Ji, (10) Sri Guru Gobind Singh Ji.

orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi (ibid: 376-378). Emosi keagamaan yang mendorong tindakan-tindakan yang bersifat religi ini tampak pada upacara Pahila Parkas Dihara dalam pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji yang dilantunkan secara musikal atau yang mengandung kombinasi nada, ritem dan dinamika yang dilakukan masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi.

Sistem religi juga mempunyai tiga unsur penting lain, yaitu: (1) sistem keyakinan, (2) sistem upacara keagamaan, dan (3) suatu umat yang menganut

religi atau komunitasnya. Setidaknya ada dua belas 15 unsur atau kegiatan yang dilakukan dalam upacara, walaupun tidak semua agama menganggap ada yang

penting sekali untuk dilakukan dalam unsur upacara tersebut. Upacara Pahila Parkas Dihara merupakan upacara penobatan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji sebagai Guru terakhir bagi umat Sikh, setelah guru kesepuluh Sri Guru Gobind Singh Ji menyatakan bahwa tidak ada lagi guru yang datang dalam bentuk manusia. Di dalam upacara ini dilakukan pembacaan atau pengajian Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji. Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji merupakan Kitab suci masyarakat Sikh yang berisi tentang ajaran-ajaran Guru masyarakat Sikh.

Upacara Pahila Parkas Dihara diawali dengan pembacaan Jetshri Mahala Panjwa halaman 701-702 yang merupakan hymne atau nyanyian pujian kepada Waheguru (Tuhan) yang diambil dan dipilih dari Kitab yang mempunyai makna

15 (1) bersaji, (2) berkorban, (3) berdoa, (4) makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa, (5) menari tarian suci, (6) menyanyi nyanyian suci, (7) berprosesi atau berpawai, (8)

memainkan seni drama suci, (9) berpuasa, (10) intoksikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai trance, mabuk, (11) bertapa, (12) bersemedi (Koentjaraningrat 1980: 378).

untuk pembukaan suatu upacara (wawancara dengan Bhai Dalip Singh, 14 Maret 2011).

Setelah itu berdoa untuk meminta keselamatan dan kesehatan seluruh umat. Meminta izin kepada Tuhan untuk kelancaran dalam membaca Kitab atau pengajian dan dijauhkan dari segala halangan yang dapat menggangu kelancaran seluruh upacara.

Setelah doa dilakukan, barulah dimulai pembacaan atau pengajian Kitab. Di dalam pembacaan ini, lima orang Bhai Sahib (Pendeta) yang telah ditentukan atau orang yang bisa membaca aksara Punjabi membacakan Kitab sampai dengan

selesai atau khatam 16 . Kitab yang akan dibacakan sampai selesai ini berisi 1430 halaman, yang menghabiskan waktu tiga hari dua malam untuk

menyelesaikannya. Pembacaan ini tidak boleh dilakukan dengan putus-putus, tetapi harus dibacakan secara berkelanjutan. Masing-masing Pendeta membacakan Kitab dua jam per orang, begitu seterusnya sampai dengan selesai.

Setelah pembacaan atau pengajian Kitab diselesaikan, dilanjutkan dengan nyanyian puji-pujian yang dilantunkan oleh siapa saja yang ingin bernyanyi. Nyanyian puji-pujian ini diiringi oleh alat musik seperti harmonium, tabla, dholak dan rebana. Dalam upacara Pahila Parkas Dihara ini, setiap alat musik yang ada tidak boleh dimainkan saat pembacaan Kitab karena pembacaan Kitab dianggap suci dan tidak ada yang boleh mengganggu konsentrasi Pendeta yang membacakan maupun jemaat yang ada. Selain itu, agar setiap ajaran-ajaran Guru bisa didengar semua jemaat yang hadir. Semua kegiatan bernyanyi boleh dilakukan setelah Kitab benar-benar selesai dibacakan. Dan kegiatan menyanyi ini juga membawakan ayat-ayat yang berasal dari Kitab tersebut.

16 Istilah ini biasanya dipakai untuk menyebutkan pembacaan Alquran sampai tamat atau selesai, yaitu “khatam Quran”.

Setelah kegiatan bernyanyi selesai dilakukan, maka selanjutnya adalah doa penutupan. Doa ini berisi tentang permohonan maaf kepada Tuhan, apabila selama upacara berlangsung ada kesalahan-kesalahan yang terjadi. Selain itu, juga berisi tentang penutupan seluruh rangkaian acara yang telah dilaksanakan dari awal sampai pada akhirnya.

Upacara ini dilakukan setiap tahunnya pada bulan Agustus atau September berdasarkan penanggalan agama Sikh sendiri yang disebut dengan jantri. Upacara yang dibahas dalam tulisan ini dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus, 1 dan 2 September 2010. Tempat upacara dilaksanakan di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi. Benda dan peralatan upacara Pahila Parkas Dihara terdiri dari: pendupaan, Kitab, sound system, peralatan musik (harmonium, tabla, dholak dan rebana) dan lain sebagainya. Pelaku dan pemimpin ialah Bhai Sahib (Pendeta).

Berdasarkan wawancara dengan Bhai Dalip Singh, melodi yang dilantunkan setiap Pendeta memiliki ciri khas masing-masing atau tidak sama satu dengan lainnya. Melodi yang dilantunkan berasal dari perasaan atau pembawaan masing-masing pribadi, sehingga tidak ada suatu ketentuan khusus dalam melantunkannya. Pada umumnya melodi yang dimainkan tetap atau berulang- ulang, sedangkan teksnya berubah. Ini disebut juga dengan pola strophic. Atau dengan kata lain, pembacaan Kitab ini adalah nyanyian yang lebih mementingkan kata-kata daripada melodi atau disebut dengan logogenic. Hal ini dapat dilihat dari kata-kata yang terus berubah tetapi dengan melodi yang berulang-ulang.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dituturkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang upacara Pahila Parkas Dihara ini beserta komponen-komponen pendukung upacara yang akan difokuskan pada Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dituturkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang upacara Pahila Parkas Dihara ini beserta komponen-komponen pendukung upacara yang akan difokuskan pada

Tekstual Pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi.

1.2 Pokok Permasalahan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat batasan masalah untuk menghindari ruang lingkup pembahasan yang meluas. Selain itu, batasan masalah juga berguna untuk memfokuskan pokok pembahasan dalam tulisan ini.

Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah:

1. Bagaimana deskripsi atau gambaran jalannya upacara Pahila Parkas Dihara dan komponen-komponen upacara Pahila Parkas Dihara pada masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi?

2. Bagaimana analisis musikal dan tekstual pembacaan Kitab yang disajikan pada upacara Pahila Parkas Dihara masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh deskripsi jalannya upacara Pahila Parkas Dihara pada masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi.

2. Memperoleh analisis musikal dan tekstual pembacaan Kitab pada upacara Pahila Parkas Dihara pada masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi tentang jalannya upacara Pahila Parkas Dihara pada masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi.

2. Sebagai salah satu referensi ilmiah yang dapat memberikan suatu kajian musikologis suatu upacara religi yang mengandung unsur-unsur musikal kepada disiplin ilmu Etnomusikologi khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

3. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian.

4. Memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa studi di jurusan Etnomusikologi.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Menurut Melly G. Tan (dalam Koentjaraningrat 1990: 21), konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel- variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris. Maka dari itu, penulis akan memaparkan beberapa konsep yang berhubungan dengan tulisan ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1995: 37), analisis adalah penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam penulisan ini berarti hasil analisa objek penelitian. Adapun yang menjadi objek penelitian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah upacara Pahila Parkas Dihara pada masyarakat Sikh dan pokok pembahasan difokuskan pada pembacaan Kitab yang disajikan secara musikal serta makna teks yang terdapat di dalamnya.

Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan

dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 8 17 ). Dari pengertian musik tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau

mengandung unsur musik. Pembacaan Kitab yang dilantunkan secara musikal dalam istilah Etnomusikologi adalah chanting. Dalam masyarakat Sikh pembacaan Kitab secara musikal ini dikenal dengan kirtan. Kirtan pada upacara Pahila Parkas Dihara ini, dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena dalam pembacaannya mengandung unsur musikal atau dapat dikategorikan sebagai nyanyian yang di dalamnya terdapat kombinasi yang mengandung unsur nada, ritem dan dinamika.

17 Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia karya William P. Malm tahun 1977 yang dialihbahasakan menjadi Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah dan Asia oleh

Muhammad Takari, Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara pada tahun 1993 .

Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari Kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1995: 1024). Dari pengertian teks tersebut, maka tekstual merupakan hal yang berhubungan atau berkaitan dengan teks. Sesuai dengan tulisan ini, maka pengertian teks yang dipakai adalah kutipan dari Kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan yang kemudian akan dianalisa makna yang terkandung dalam teks tersebut.

Pengertian masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary sixth edition (2000: 1226) adalah:

“(1) people in general, living together in communities; (2) a particular community of people who share the same customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular purpose; (4) the group of people in a country who are fashionable, rich and powerful; (5) the state of being with other people”

(orang-orang yang secara umum hidup bersama dalam komunitas; sebuah komunitas khusus oleh orang-orang yang berbagi dalam adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama dan sebagainya; sekelompok orang-orang yang saling terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-orang dalam satu negara yang modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal dengan orang lain).

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang-orang yang tergabung dalam satu komunitas yang mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama, kepentingan atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang saling terikat satu dengan yang lain.

Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: ਿਸੱਖ, berasal dari bahasa Sansekerta yaitu śiṣya yang berarti “murid, mahasiswa” atau śikṣa yang berarti “pelajaran”.

Menurut pasal I dari “Rehat Maryada“ (norma dan ketentuan tingkah laku dalam Sikh ), seorang Sikh didefinisikan sebagai “setiap manusia yang setia percaya pada Yang Kekal; Kesepuluh Guru, dari Sri Guru Nanak Dev sampai Sri Guru Gobind Singh; Sri Guru Granth Sahib, ucapan-ucapan dan ajaran dari sepuluh Guru dan baptisan yang diwariskan oleh Guru kesepuluh, dan yang tidak berutang setia kepada agama lain”. Di antara perpindahan atau migrasi orang-orang Sikh, ada perbedaan pendapat yang meningkat tentang apa arti menjadi seorang Sikh terutama dalam pengertian sebuah bangsa, dan kelompok etnis-agama (www.wikipedia.com).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bhai Dalip Singh (27 Juli 2010), kata Sikh berarti “belajar terus-menerus”, hidup dalam kesederhanaan dan percaya hanya kepada satu Tuhan yang disebut dengan Waheguru.

Pahila Parkas Dihara adalah upacara penobatan Kitab sebagai Guru terakhir bagi umat Sikh, setelah guru kesepuluh Sri Guru Gobind Singh Ji menyatakan bahwa tidak ada lagi guru yang datang dalam bentuk manusia. Maka dari itu, untuk datang menyembah kepada Tuhan, umat Sikh melakukan sembahyang dengan menggunakan guru terakhir yaitu Kitab yang berisi tentang ajaran-ajaran guru terdahulu. Di dalam upacara ini dilakukan pembacaan atau pengajian Kitab sampai selesai atau tamat.

1.4.2 Teori

Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti. Teori merupakan abstraksi dari pengertian atau hubungan dari proporsi atau dalil. Menurut Kerlinger (1973) teori adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena (Moh. Nazir 1988: 21). Untuk itu, penulis menggunakan teori sebagai landasan untuk membahas dan menjawab pokok permasalahan yang ada.

Untuk menganalisa struktur musik dalam pembacaan Kitab yang dilantunkan secara musikal, penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada, (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada, (4) jumlah nada, (5) jumlah interval, (6) pola kadensa, (7) formula melodik, dan (8) kontur (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 13).

Dalam menganalisa teks-teks dalam pembacaan Kitab, penulis menggunakan teori William P. Malm. Ia menyatakan bahwa dalam musik vokal, hal sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hugungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 15).

Transkripsi dalam Etnomusikologi merupakan suatu proses penotasian bunyi menjadi simbol-simbol yang dapat dilihat atau diamati, dan simbol-simbol Transkripsi dalam Etnomusikologi merupakan suatu proses penotasian bunyi menjadi simbol-simbol yang dapat dilihat atau diamati, dan simbol-simbol

ciri-ciri atau detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca 18 . Sesuai dengan tulisan ini, maka penulis akan menggunakan notasi deskriptif

sebagai notasi yang dipakai untuk menyampaikan pesan yang terdapat dalam upacara Pahila Parkas Dihara.

1.5 Metode Penelitian

Metode ilmiah adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan (Koentjaraningrat 1980: 41). Sedangkan penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu (menurut kamus Webster’s New International dalam Moh. Nazir 1988: 13). Jadi, metode penelitian adalah cara kerja yang dipakai untuk menyelidiki fakta atau kenyataan yang ada dalam rangka memahami objek penelitian yang bersangkutan.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

18 Materi kuliah dalam mata kuliah Transkripsi/ Analisa I pada tanggal 29 Januari 2009.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Hal pertama yang penulis lakukan adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi maupun dari Departemen Antropologi. Selain mempelajari bahan-bahan yang diperoleh dari skripsi yang telah ada, penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dan artikel.

Penulis juga sangat terbantu dengan adanya kemajuan internet yang sangat cepat saat ini, yang bisa menyediakan banyak informasi apa saja yang kita inginkan dalam waktu singkat. Dengan melakukan penelusuran data online di situs www.google.com, penulis mendapat banyak anjuran-anjuran situs lain seperti www.wikipedia.com, repository USU, dokumen PDF, dan lain-lain. Semua informasi dan data yang didapat baik melalui skripsi, buku, artikel dan internet membantu penulis untuk mempelajari dan membandingkannya demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan adalah semua kegiatan yang dilakukan penulis berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan yang terdiri dari observasi, wawancara dan perekaman.

1. Observasi Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai 1. Observasi Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai

Observasi yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengetahui langsung detail upacara Pahila Parkas Dihara serta mengetahui pembacaan Kitab dalam upacara Pahila Parkas Dihara masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi. Selain melakukan pengamatan langsung dalam upacara Pahila Parkas Dihara, penulis juga menjalin komunikasi dan persahabatan dengan pelaku upacara lainnya yang adalah masyarakat Sikh itu sendiri.

2. Wawancara Wawancara adalah salah satu metode yang dipakai untuk memperoleh data yang tidak didapat melalui observasi.

“Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Moh. Nazir 1988: 234). “

Lebih lanjut M. Sitorus (2003: 32-33) menjelaskan tentang bentuk-bentuk wawancara.

“Format pertanyaan yang digunakan pada pedoman wawancara pada dasarnya sama dengan format pertanyaan kuesioner, yaitu berstruktur, tidak berstruktur,

atau kombinasi keduanya. Bila ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara berstruktur disebut juga wawancara terpimpin karena pewawancara telah membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci. Sebaliknya, wawancara tidak berstuktur disebut wawancara bebas karena pewawancaranya bebas menanyakan apa saja. Selain itu dikenal wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Di sini, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.”

Metode wawancara yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah wawancara berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi keduanya. Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah pertanyaan yang terperinci sebelum bertemu dengan informan. Kenyataan di Metode wawancara yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah wawancara berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi keduanya. Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah pertanyaan yang terperinci sebelum bertemu dengan informan. Kenyataan di

Dalam penelitian ini penulis menentukan Bhai Dalip Singh sebagai informan kunci karena beliau adalah pemimpin upacara Pahila Parkas Dihara sekaligus pendeta di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar. Penulis juga menentukan Bapak Mahadip Singh selaku Sekretaris Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar sebagai informan pangkal yang memberikan informasi tentang informan kunci. Selain itu penulis juga mewawancarai pemain musik, dan beberapa jemaat yang hadir.

Penulis menyadari keterbatasan untuk mengingat setiap percakapan dengan para informan yang ditemui, untuk itu penulis memakai alat rekam MP4 player merk ADVANCE DIGITALS untuk merekam percakapan yang terjadi antara penulis dan informan.

3. Perekaman atau dokumentasi Untuk mendokumentasikan data yang berhubungan dengan upacara Pahila Parkas Dihara dan pembacaan Kitab, penulis menggunakan kamera digital dan handycam sebagai media rekam. Adapun spesifikasi kamera digital yang digunakan adalah merk Canon PowerShot A1100 IS, sedangkan spesifikasi handycam yang digunakan adalah merk Sony Handycam CMOS Carl Zeiss Vario- Sonnar T* dengan menggunakan kaset Sony Mini DVD.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Keseluruhan informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari studi kepustakaan dan hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan disaring dalam kerja laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang dipergunakan untuk penulisan skripsi ini adalah data-data yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu Etnomusikologi.

Setelah data dikumpulkan, proses selanjutnya adalah menganalisis data. Menurut Burhan Bungin (2007: 153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; dan (2) menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena sosial tersebut. Dengan menggunakan cara analisis ini, hasil penelitian akan diungkapkan secara deskriptif berdasarkan data-data yang diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh penulis, dipakai untuk membahas komponen pendukung upacara Pahila Parkas Dihara pada masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar. Komponen pendukung tersebut adalah pemimpin upacara Pahila Parkas Dihara, pembacaan Kitab secara musikal saat upacara berlangsung, dan masyarakat Sikh yang ada di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi.

Secara Etnomusikologis, penulis juga akan mentranskripsikan dan menganalisis struktur pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji dengan menggunakan teori weighted scale.

1.6 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Jalan Tuanku Imam Bonjol No. 18 Tebing Tinggi. Alasan memilih lokasi tersebut karena semua Gurdwara yang ada di Sumatera Utara saling berbagi upacara atau hari raya keagamaan masyarakat Sikh. Jadi, Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi mendapat bagian menjalankan upacara Pahila Parkas Dihara yang diadakan setiap tahunnya.

BAB II IDENTIFIKASI MASYARAKAT SIKH DI TEBING TINGGI

2.1 Gambaran Umum Kota Tebing Tinggi

2.1.1 Letak Geografis Kota Tebing Tinggi

Kota Tebing Tinggi adalah salah satu dari delapan kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara dengan ibukota Tebing Tinggi. Secara geografis Kota Tebing Tinggi terletak antara 3°19’-3°21’ Lintang Utara dan 98°11’-98°21’ Bujur Timur. Di sebelah Utara, Tebing Tinggi berbatasan dengan PTPN III Kebun Rambutan. Di sebelah Selatan berbatasan dengan PTPN IV Kebun Pabatu dan Perkebunan Paya Pinang. Di sebelah Timur berbatasan dengan PT. Socfindo Tanah Besi dan PTPN III Kebun Rambutan. Dan di sebelah Barat berbatasan dengan PTPN III Kebun Gunung Pamela. Kota ini memiliki keunikan karena berada di bagian tengah Kabupaten Serdang Bedagai, dengan kata lain seluruh wilayahnya dikelilingi atau berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.

2.1.2 Iklim

Kota Tebing Tinggi mempunyai iklim tropis. Wilayahnya memiliki ketinggian antara 26-34 meter di atas permukaan laut. Temperatur di daerah ini berkisar antara 25°-27° Celsius. Tebing Tinggi mengalami dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai September, dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November

sampai Maret. Kedua musim tersebut dikelilingi oleh musim pancaroba 19 .

19 Pancaroba adalah peralihan musim (ditandai oleh keadaan udara tidak menentu, banyak angin besar, dan sebagainya); peralihan antara musim kemarau dan musim hujan (KBBI 1995: 721).

2.1.3 Luas Wilayah

Luas wilayah Kota Tebing Tinggi adalah 3.843,8 hektar atau 38,438 km 2 yang dilintasi oleh empat aliran sungai besar dan kecil, yaitu Sungai Padang,

Bahilang, Kalembah dan Sibarau. Berdasarkan BPS Kota Tebing Tinggi tahun 2007 bahwa sebagian besar wilayah Kota Tebing Tinggi digunakan untuk permukiman (35,80%), lahan pertanian (51,10%), dan sarana sosial ekonomi dan budaya (6,22%), dan selebihnya dipergunakan untuk industri, semak belukar dan lainnya.

2.1.4 Demografi

Jumlah penduduk Kota Tebing Tinggi tahun 2010 berdasarkan Hasil Sensus Penduduk adalah sebanyak 145.180 jiwa. Terdiri dari 71.845 laki-laki dan 73.335 perempuan. Dari hasil sensus tersebut, dapat disimpulkan persentase penduduk berdasarkan tingkat kecamatan sebagai berikut: Kecamatan Bajenis sebesar 22,79%, Kecamatan Rambutan sebesar 21,62%, Kecamatan Padang Hilir sebesar 20,62%, Kecamatan Padang Hulu sebesar 18,43%, dan Kecamatan Tebing Tinggi Kota sebesar 16,54%.

Sumber: BPS Tebing Tinggi

Tabel 2.1 Jumlah dan Persentase Penduduk

Berdasarkan Agama

Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan Sex Ratio

Padang Hulu

26,762% 97% Tebing Tinggi Kota

33,087% 99% Padang Hilir

Sumber: BPS Tebing Tinggi

Tabel 2.2 Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2010

2.1.5 Wilayah Administrasi Pemerintahan

Secara administratif Kota Tebing Tinggi dibagi menjadi lima kecamatan dengan tiga puluh lima kelurahan.

No Kecamatan

Luas Wilayah (ha)

Kelurahan

1. Rantau Laban

2. Sri Padang

3. Karya Jaya

5. Tanjung Marulak

6. Tanjung Marulak Hilir

7. Mekar Sentosa

1. Pabatu

2. Lubuk Baru

3. Persiakan

2 Padang Hulu

6. Lubuk Raya

7. Padang Merbau

1. Bagelen

2. Tebing Tinggi

3. Tambangan

3 Padang Hilir

4. Satria

5. Deblod Sundoro

6. Damar Sari

7. Tambangan Hulu

4. Bandar Saku

5. Teluk Karang

6. Pinang Mancung

7. Berohol

5 Tebing Tinggi Kota

1. Mandailing

2. Pasar Gambir

3. Rambung

4. Tebing Tinggi Lama

5. Pasar Baru

6. Badak Bejuang

7. Bandar Utama

Sumber: BPS Tebing Tinggi

Tabel 2.3 Kecamatan Berdasarkan Luas dan Jumlah Kelurahan

2.2 Asal Usul Lahirnya Agama Sikh

Setelah agama Buddha mengalami kemerosotan di India, status Buddha dan Budhisattvas menjadi sangat biasa. Saat agama Buddha keluar dari India, masyarakat Hindu membuat dewa dan dewi mereka sendiri dan mulai menyembah patung-patung mereka. Pendeta Hindu sudah berabad-abad membuat diri sendiri menjadi penjaga agama dan ajarannya, telah mengurangi agama menjadi sebuah ejekan dengan melakukan upacara dan ritual dan upacara takhayul tanpa arti dan makna.

Kemudian terjadi penolakan yang dilakukan masyarakat Hindu akibat sistem kasta yang berlaku tidak adil. Kasta Brahmana yang menjadi kasta tertinggi mendapat hak istimewa karena hanya kasta tersebutlah yang bisa mengerti buku- buku keagamaan yang kebanyakan ditulis dalam bahasa Sansekerta dan bahasa tersebut tidak dipakai masyarakat umum.

Kondisi Hindu India seperti itu ketika penyerbu Muslim mulai masuk dalam jumlah besar satu demi satu. Untuk penyerbu Muslim, dari Mahmood Gazni pada abad kesebelas sampai ke Moghul pada abad keenambelas (bersamaan dengan Guru Nanak), Punjab selalu menjadi pintu gerbang India. Semua penyerbu Muslim membunuh pria, wanita dan anak-anak tanpa belas kasihan, menjarah Kondisi Hindu India seperti itu ketika penyerbu Muslim mulai masuk dalam jumlah besar satu demi satu. Untuk penyerbu Muslim, dari Mahmood Gazni pada abad kesebelas sampai ke Moghul pada abad keenambelas (bersamaan dengan Guru Nanak), Punjab selalu menjadi pintu gerbang India. Semua penyerbu Muslim membunuh pria, wanita dan anak-anak tanpa belas kasihan, menjarah

Masa ini disebut dengan Kalyug yang berarti masa kegelapan atau masa kepalsuan. Orang-orang menjadi bodoh bukan dalam posisi membedakan antara kebenaran dan kepalsuan. Mereka yang mengaku sebagai dermawan melakukan penimbunan kekayaan dengan cara penipuan. Cinta antara pria dan wanita didasarkan pada uang, mereka bertemu dalam kesenangan dan berangkat dalam keinginan. Hal ini dipercaya bahwa kapan pun Kebenaran menghilang dari dunia ini dan Kepalsuan menggantikannya, ada panggilan dari surga untuk mengembalikan perdamaian dan keadilan di bumi. Untunglah urga mendengarkan tangisan dan doa-doa yang tertindas dan muncullah Penyelamat Kemanusiaan, Nabi Kedamaian, Sumber Cinta Kasih Surga dan Lautan Kebaikan dalam nama Guru Nanak, penemu agama Sikh.

Pada tahun 1469, Guru Nanak lahir dari pasangan Mehta Kalu dan Mata Tripta. Semasa kecilnya, Guru Nanak sudah menunjukkan bahwa dia berbeda dari anak-anak lainnya. Pada umur tujuh tahun, Guru Nanak sudah bisa menuliskan arti setiap huruf dari alphabet. Ini merupakan Pesan Ilahi yang dikirim melalui Guru Nanak. Ini merupakan penjelasan kebenaran lebih dalam tentang manusia dan Tuhan dan cara untuk menyadari Tuhan dalam pengertian dari alphabet (Sikh Religion 1990: 14). Hal itu terus berlangsung sampai dia menjadi dewasa.

Pada abad keenambelas di Punjab, agama Sikh muncul dan berkembang yang dipelopori oleh Guru Nanak. Pada saat itu keadaan dunia sangat kacau dan di India sendiri terjadi kekacauan yang dikenal dengan masa Kalyug. Guru Nanak yang sejak kecil mendapatkan ilham dari Tuhan membentuk satu kepercayaan baru yang bertolak belakang dengan keadaan dunia saat itu. Agama Sikh percaya hanya kepada satu Tuhan saja yang disebut Waheguru dan kepercayaan kepada satu Tuhan ini nampak jelas dalam kalimat pembuka Sri Guru Granth Sahib Ji yaitu: ੴ (Ik Onkar) yang artinya Satu Tuhan. Agama Sikh juga menganggap

tidak ada perbedaan antara satu manusia dengan manusia lainnya, semuanya adalah sama atau dengan kata lain agama Sikh tidak mengenal pembagian kasta.

Kemudian pada tahun 1699, Guru kesepuluh yaitu Guru Gobind Singh Ji mengumpulkan ratusan orang di Anandpur Sahib dan membentuk Khalsa. Dan peristiwa inilah yang dijadikan sebagai hari Vaisakhi bagi masyarakat Sikh. Vaisakhi ini merupakan peringatan sebagai hari lahir atau hari jadi agama Sikh yang diperingati pada bulan April sekitar tanggal tiga belas.

Gambar 2.2 Peta Daerah Punjab

2.2 Kedatangan Agama Sikh di Tebing Tinggi

Telah diketahui bahwa sejak perkebunan tembakau dibuka (1863) di Sumatera Utara oleh Jacobus Nienhys, buruh dari Cina, India, dan Pulau Jawa didatangkan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di berbagai wilayah di Sumatera Utara. Orang-orang Sikh yang bekerja di perkebunan pada umumnya bekerja sebagai pengawas dan pengantar surat di perkebunan, serta memelihara ternak sapi. Selain mereka yang didatangkan sebagai kuli, migran lain pun terus berdatangan untuk tujuan berdagang dan mengisi berbagai lowongan pekerjaan yang tersedia (Zulkifli Lubis 2005).

Gelombang kedatangan buruh perkebunan inilah yang membawa masyarakat Sikh, agama dan kebudayaannya masuk ke daerah Tanah Deli yang salah satunya adalah Tebing Tinggi.

Gelombang selanjutnya datang ketika tentara Sekutu dari divisi ke-26 masuk ke wilayah Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober sampai 5 November 1945 melalui Belawan. Mereka datang untuk mengadakan perlawanan kepada laskar-laskar rakyat Indonesia di front Medan Area. Divisi itu sepenuhnya terdiri dari bangsa India dan pada 5 Januari 1946 ditambah lagi beberapa resimen yang didatangkan langsung dari India (Tengku Luckman Sinar 2008: 13).

Dan berdasarkan wawancara dengan Bhai Dalip Singh, menyebutkan bahwa orang-orang Sikh yang bergabung dengan tentara Sekutu tiba di Tebing Tinggi. Kemudian mereka berinisiatif mendirikan tempat beribadah yang dekat dengan stasiun kereta api yang menjadi jalur transportasi mereka. Sehingga tentara-tentara lain yang terus berdatangan dapat melakukan ibadah di Gurdwara tersebut.

Setelah perang dan perlawanan usai, sebagian orang Sikh kembali ke India dan sebagian lagi memilih untuk menetap dan menjadi warga negara Indonesia. Mereka menyebar dan mencari nafkah di berbagai tempat.

2.4 Keberadaan Agama Sikh di Tebing Tinggi

2.4.1 Populasi Masyarakat Penganut Sikh

Menurut A. Mani (1980) dalam tulisan Zulkifli Lubis menyatakan bahwa orang-orang Sikh sudah ada di Sumatera Utara sejak awal perkebunan tembakau dibuka. Mereka biasanya datang ke Deli untuk beberapa tahun dan kembali ke India untuk menikah, lalu kembali lagi ke Sumatera Utara membawa serta istrinya. Dan Tengku Luckman Sinar (1991:77) menyatakan bahwa dalam tahun 1930 sudah lebih dari 5000 masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara.

Menurut Bhai Dalip Singh, populasi atau jumlah penganut Sikh di Tebing Tinggi saat ini adalah sebanyak tujuh keluarga. Pada mulanya kedatangan orang- orang Sikh ke Tebing Tinggi berjumlah banyak, hal ini dibuktikan dengan didirikannya Gurdwara di Tebing Tinggi dan adanya gambar yang menunjukkan populasi mereka yang banyak. Tetapi karena banyak yang tidak menetap tinggal atau kembali ke India dan ada juga yang pindah ke tempat lain, menyebabkan populasi mereka saat ini menjadi berkurang.

Sumber: Gurdwara Tebing Tinggi

Gambar 2.3 Orang-orang Sikh pada Permulaan Kedatangan

2.4.2 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Sikh menganut sistem kekerabatan patrilineal, yang artinya garis keturunan ditentukan melalui seorang laki-laki atau seorang ayah. Misalnya seorang laki-laki bermarga Sandhu menikah seorang perempuan bermarga Dhillon, maka anaknya laki-laki atau perempuan akan memiliki marga ayahnya yaitu Sandhu. Untuk lebih jelasnya, lihat skema berikut:

(A. Sandhu)

(B. Dhillon)

♀ ♂ (C. Sandhu) (D. Sandhu) (E. Sandhu)

Skema 2.1 Sistem Keturunan Patrilineal Sikh

Masyarakat Sikh dapat dikenali dari ciri khas namanya. Setiap laki-laki, diberi gelar ‘Singh’ di belakang namanya, contoh: X. Singh Sandhu. Dan untuk perempuan diberi gelar ‘Kaur’ di belakang namanya, contoh: X. Kaur Dhillon. Berikut merupakan beberapa contoh marga yang ada pada masyarakat Sikh: Sandhu, Gill, Dhillon, Siwia, Senggah, Sidhu, Sekhon, Maan, Dieol, Sran, dan lain-lain.

2.4.3 Sistem Mata Pencaharian

Sejak awal perkebunan dibuka oleh kolonial Belanda, orang-orang Sikh pada umumnya bekerja sebagai pengawas dan pengantar surat di perkebunan, sebagai petugas jaga malam, pengawal dan memelihara ternak sapi.

Pada masa saat ini, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masyarakat Sikh di berbagai tempat secara umum memiliki mata pencaharian yang hampir sama. Sistem mata pencaharian masyarakat Sikh dikenal dengan sebutan ‘S4’, yaitu: sekolah, susu, sport, dan supir. Sekolah artinya menjadi seorang guru dengan menempuh pendidikan yang tinggi, kebanyakan dari mereka menjadi guru Bahasa Inggris. Susu artinya menjadi seorang peternak sapi atau lembu yang sejak dulu susu perahannya sudah dikenal banyak orang. Sport artinya membuka toko sport yang menjual semua peralatan olahraga. Supir artinya menjadi seorang supir (Wawancara dengan Bhai Dalip Singh).

2.4.4 Sistem Bahasa

Bahasa yang dipakai oleh masyrakat Sikh adalah bahasa Punjabi dan memakai aksara atau alphabet Gurmukhi. Kata ‘Gurmukhi’ secara harafiah berarti dari mulut Guru. Gurmukhi memiliki beberapa persamaan dengan tulisan India lama, tetapi Gurmukhi memiliki tiga puluh lima huruf dan modifikasi huruf vokal yang dibakukan oleh Guru Anggad. Daripada menggunakan huruf Hindu yaitu

Sansekerta, Guru Anggad memilih untuk membuat huruf baru untuk standar Sikh. Sansekerta hanya terbatas untuk kelas pendeta Hindu saja, tetapi Guru Anggad tidak percaya kalau hal itu hanya untuk kalangan atas atau terkemuka saja. Guru Anggad menghabiskan masa hidupnya mengajarkan tulisan Gurmukhi kepada orang biasa di Punjab. Gurmukhi tidak hanya dipakai oleh orang Sikh tetapi juga Hindu dan Muslim yang hidup di Punjab untuk mengatur ulang pengucapan bahasa umum, yaitu Punjabi. Seorang Sikh diharapkan membuat suatu usaha mempelajari tulisan Gurmukhi dan mengajarkannya kepada anak-anak mereka supaya dapat membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dalam bentuk asli penulisannya ( www.sikhs.org ).

Masyarakat Sikh ini sangat menjaga kelestarian budaya mereka, termasuk bahasa yang mereka pakai. Mereka terbiasa memakai bahasa Punjabi dalam kehidupan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan sesama mereka. Hal ini menggambarkan ‘kekuatan dan kesatuan’ masyarakat Sikh walaupun mereka berada jauh dari negara asal dan budaya asli mereka. Hal ini juga didukung oleh kegiatan keagamaan yang dilakukan di Gurdwara, yaitu keseluruhan upacaranya selalu menggunakan bahasa Punjabi dan tulisan Gurmukhi. Hasil dari ketaatan mereka menjalankan semua perintah Guru ini adalah kebudayaan dan kegiatan keagamaan yang terpelihara dengan baik.

2.4.5 Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar

2.4.5.1 Sejarah Gurdwara

Sejarah terbentuknya Gurdwara atau tempat beribadah orang Sikh sudah ada pada waktu permulaan Guru, tempat beribadah Sikh adalah dharamsala. Itu merupakan tempat bagi orang Sikh untuk berkumpul mendengarkan Guru mengajar atau menyanyikan pujian. Karena pertumbuhan populasi Sikh yang

bertambah, Guru Hargobind memperkenalkan kata Gurdwara yang berarti jalan masuk untuk dapat mencapai Guru. Setelah itu semua tempat beribadah Sikh dikenal sebagai Gurdwara. Ada tempat di mana Sri Guru Granth Sahib Ji ditempatkan dan diperlakukan dengan hormat yang disebut dengan Gurdwara, apakah itu sebuah ruangan dalam satu rumah yang terpisah dari bangunan. Tiga fungsi utama tersedia dalam semua Gurdwara secara umum. Pertama adalah Kirtan yang berarti nyanyian pujian dari Sri Guru Granth Sahib Ji. Kedua adalah Katha yang berarti membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dan menjelaskannya. Fungsi utama ketiga adalah tersedianya di setiap Gurdwara sebuah Langar, yaitu sebuah komunitas dapur bebas untuk semua pengunjung dari semua agama. Bersama dengan fungsi-fungsi utama ini, Gurdwara di seluruh dunia juga melayani komunitas Sikh dalam banyak cara lain diantaranya, perpustakaan kesusasteraan Sikh, sekolah untuk mengajarkan anak-anak tentang Gurmukhi dan Kitab Sikh dan bekerja murah hati dalam komunitas atas nama Sikh ( www.sikh.org ).

Ketika memasuki Gurdwara, satu yang diharapkan adalah melepaskan sepatu dan menutupi kepala sebagai tanda penghormatan kepada kedaulatan Sri Guru Granth Sahib Ji . Tangan dan kaki dicuci. Untuk mendekat ke Sri Guru Granth Sahib Ji , seseorang diharapkan membungkukkan diri dan menyentuh lantai sebagai tanda penghormatan selanjutnya kepada Guru Sikh yang abadi. Memberikan uang persembahan merupakan hal yang biasa dilakukan pada saat membungkuk untuk membantu memikul pengeluaran-pengeluaran demi kelangsungan Gurdwara, dan komunitas bekerja untuk menyediakan kepentingan Gurdwara . Persembahan ini merupakan sukarela bukan kewajiban. Semua orang mengabaikan status mereka dengan duduk di lantai sebagai tanda persamaan hak

dan Sri Guru Granth Sahib Ji ditempatkan pada tingkat yang lebih tinggi. Seseorang dapat masuk atau meninggalkan jemaat kapan pun. Laki-laki dan perempuan tidak biasa duduk bersama-sama tetapi pada bagian yang terpisah dari ruangan, keduanya berada pada jarak yang sama dari Sri Guru Granth Sahib Ji. Semua orang diharapkan berdiri menghadap kepada Sri Guru Granth Sahib Ji ketika Ardas (doa) dibacakan. Gurdwara terbuka untuk semua orang dari semua agama dan biasanya terbuka dua puluh empat jam sehari. Beberapa Gurdwara juga menyediakan akomodasi sementara untuk pengunjung atau pendatang. Di dalam Langar semua makanan dimasak dan dilayani oleh sukarelawan, makanan ini tersedia setiap waktu. Hanya makanan vegetarian yang tersedia sehingga tidak ada seorang pun yang mungkin terganggu. Dan semua orang dari semua agama dapat duduk bersama-sama untuk berbagi makanan bersama terlepas dari batasan makanan ( www.sikh.org ).

Sedangkan sejarah terbentuknya Gurdwara yang ada di Tebing Tinggi seperti yang sudah dijelaskan sebelumya bahwa masuknya orang Sikh ke Sumatera Utara khususnya Tebing Tinggi pada permulaan pembukaan perkebunan dalam jangka waktu panjang, membuat mereka berinisiatif untuk mendirikan tempat beribadahnya.

Hasrat kuat untuk dapat beribadah seperti apa yang mereka lakukan di negara mereka ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Ia mengatakan bahwa dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan religi atau keagamaan, manusia didorong oleh suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut dengan emosi keagamaan (religious emotion), yang mendorong orang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat religi (1980: 376-378).

Dengan berdirinya Gurdwara di Tebing Tinggi ini menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat membatasi dan melarang masyarakat Sikh untuk melakukan kegiatan keagamaannya sekalipun mereka berada jauh dari negara asalnya, India.

2.4.5.2 Komponen-Komponen dan Denah Gurdwara

Semua Gurdwara di mana pun letaknya, mempunyai komponen atau bagian-bagian di dalam Gurdwara yang sama. Untuk di ruangan dalam Gurdwara terdiri dari The Guru's Throne (Mahkota Guru) yang terdiri dari: chanani, manji sahib, palki sahib, rumalla dan bantal kecil, chaur sahib, golak dan nishan sahib.

1. Chanai adalah kanopi dengan dekorasi megah yang menutupi Kitab selama digunakan yang ditandai dengan rasa hormat. Chanai terbuat dari kain mahal dan yang terpasang dari atas Kitab.

2. Manji adalah tempat tidur kecil dan sahib berarti untuk menunjukkan rasa hormat untuk benda yang digambarkan dalam kata. Jadi manji sahib adalah tempat tidur kecil untuk meletakkan Kitab.

3. Rumalla adalah kain persegi panjang yang terbuat dari sutera atau bahan lainnya untuk menutupi Kitab di dalam Gurdwara saat tidak dibaca.

4. Palki adalah tempat Kitab diletakkan saat Kitab diletakkan dari satu tempat ke tempat yang lain.

5. Nishan sahib adalah bendera Sikh berwarna kuning yang dikibarkan siang dan malam di Gurdwara.

6. Golak adalah sistem manajemen keuangan yang ada di setiap Gurdwara untuk membantu pengeluaran, memberikan sumbangan dana dan lain-lain.

7. Chaur sahib

DENAH GURDWARA SHREE GURU GRANTH SAHIB DARBAR TEBING TINGGI

k u m I Tempat Cuci Kaki

m a on B L a

jol

Tiang Bendera

Kamar Pendeta

a k sa

Toilet

Gambar 2.4 Denah Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Tebing Tinggi

BAB III KONSEP RELIGI AGAMA SIKH

3.1 Garis Besar Pokok Ajaran Agama Sikh