REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI DUSUN BATU PANDANG: SEBUAH PERGULATAN IDENTITAS DI MATARAM LOMBOK.

(1)

i

DISERTASI

REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI

DUSUN BATU PANDANG: SEBUAH PERGULATAN

IDENTITAS DI MATARAM LOMBOK

I GUSTI NGURAH SERAMASARA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

DISERTASI

REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI

DUSUN BATU PANDANG: SEBUAH PERGULATAN

IDENTITAS DI MATARAM LOMBOK

I GUSTI NGURAH SERAMASARA

NIM 1190371001

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

iii

REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI

DUSUN BATU PANDANG: SEBUAH PERGULATAN

IDENTITAS DI MATARAM LOMBOK

Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GUSTI NGURAH SERAMASARA

NIM 1190371001

PROGRAM DOKTOR

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(4)

iv

Lembar Pengesahan

DISERTASI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 28 JUNI 2016

Promotor,

Prof. Dr. Phil I Ketut Ardhana, M.A. NIP. 196007291986011001

Kopromotor I,

Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum. NIP. 196102121988031001

Kopromotor II,

Dr. Ni Made Ruastiti, S.S.T.,M.Si. NIP. 196503221992032001

Mengetahui

Ketua

Program Studi Doktor (S3)

Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. NIP. 194807201978031001

Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K). NIP. 195902151985102001


(5)

v

Disertasi Ini Telah Disetujui pada Ujian Tertutup Tanggal 18 April 2016

Panitia Penguji Disertasi

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor: 1483/UN 14.4/HK/2016,

Tanggal 14 April 2016

Ketua : Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U.

Anggota :

1. Prof. Dr. Phil. I Ketut Ardhana, M.A. 2. Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum. 3. Dr. Ni Made Ruastiti, S.S.T., M.Si. 4. Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S. 5. Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A. 6. Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A. 7. Dr. Putu Sukardja, M.Si.


(6)

vi

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : I Gusti Ngurah Seramasara NIM : 1190371001

PROGRAM STUDI : Doktor (S3) Kajian Budaya

JUDUL DISERTASI : Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang: Sebuah Pergulatan Identitas di Mataram Lombok

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Disertasi ini bebas plagiat.

Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 30 Juni 2016

Materai Rp.

6000,-I Gusti Ngurah Seramasara NIM 1190371001


(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, atasasung kertanuragaha-Nya memberikan restu dan membuka jalan, sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian disertasi dengan judul

Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang: Sebuah Pergulatan Identitas di Mataram Lombok. Penelitian disertasi ini dapat diselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Olehkarena itu,pertama-tama saya mengucapkan terima kasih sedalam dalamnya, setinggi-tingginya, dan seluas-luasnya kepada Prof. Dr. Phil.I Ketut Ardhana, M.A, selaku promotor, yang telah banyak memberikan bimbingan, dorongan, motivasi, dan semangat untuk menyelasaikan penelitian disertasi ini.Di samping itu, selalu meluangkan waktunya untuk membantu memberikan masukan mengenai detail-detail penelitian yang harus dikerjakan dalam menulis disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada kopromotor I, Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum, yang dengan sangat teliti dansabar memeriksa disertasi saya. Selain itu, juga memberikan masukan secara sistematik sehingga disertasi ini terwujud. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. Ni Made Ruastiti, S.S.T., M.Si, selaku kopromotor II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran,masukandan sistematika penulisan untuk penyelesaian penelitian disertasi ini.

Ucapan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tinggi saya sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. I Ketut Suastika, Sp.P.D (KEMD), yang telah memberikan kesempatan pada saya untuk melanjutkan di Program Studi Doktor, Program Studi Kajian Budaya, Universitas Udayana. Ucapan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya juga saya sampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. Anak Agung Raka Sudewi, Sp.S (K)., Asdir I Prof. Dr. I Made Budiarsa, M.A., Asdir II Prof. I Made Sudiana Mahendra, Ph.D., Ketua Program Studi Doktor (S-3), Kajian Budaya Universitas Udayana, Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan, S.U., Sekretaris Program Studi Doktor (S-3), Kajian Budaya, Dr. I Putu Sukarja,


(8)

viii

M.Si, pembimbing akademik Prof. Dr.I Wayan Cika, M.A. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Prof. Dr.I Gde Parimartha, M.A yang telah banyak memberikan masukan mengenai penelitian ini, sehingga pemahaman saya tentang objek penelitian di Mataram, Lombok menjadi lebih terbuka.Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada semua pengampu mata kuliah Program Doktor (S-3), Kajian Budaya Universitas Udayana.Berkat para pengajar itulah ilmu tentang kajian budaya dengan pendekatan teori kritis, dapat saya pahami.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Rektor ISI Denpasar, Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Skar., M.Hum, yang telah memberikan kesempatan dan peluang untuk melanjutkan studi doktor (S-3), dengan segala fasilitas dan bantuannya, sehingga studi ini dapat berjalan dengan baik. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. I Wayan Rai S, M.A, selaku mantan rektor ISI Denpasar, yang banyak memberikan bimbingan mengenai proses rekonstruksi dan juga memberikan ijin untuk melanjutkan studi doktor (S-3) di Program Studi Kajian Budaya, Universitas Udayana, Denpasar, ketika menjabat sebagai Rektor ISI Denpasar. Di samping itu, ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada, Prof. Dr. Drs. I Nyoman Artayasa, M.Erg., Drs. I Wayan Gulendra, M.Sn., I Ketut Garwa, S.S.Kar., M.Hum., Dr. I Gusti Ngurah Ardana, M.Erg, yang memberikan semangat dan dorongan agar disertasi ini cepat dapat diselesai.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh staf pegawai Program Studi Doktor (S-3) Kajian Budaya Universitas Udayana, I Putu Sukaryawan, S.T., I Ketut Budiastra, I Nyoman Candra S.E., Putu Hendrawan., Dra. Ni Luh Witari., Cok Istri Murniati., Ni Wayan Arniati, S.E., dan Anak Agung Ayu Indrawati atas semua bantuan dalam bidang administrasi akademik, informasi dan layanan perpustakaan, selama saya menempuh studi doktor (S-3).

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini saya banyak dibantu oleh para informan di Lombok terutama informasi tentang wayang orang dan tentang rekonstruksiWayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang, Lombok Timur. Oleh karena itu,ucapan terima kasih juga saya tujukan kepada Bapak I Komang


(9)

ix

Kantun, B.A., Drs. H. Lalu Anggawa Nuraksi., Bapak Sadarudin, H.Lalu Qodariah, Bapak Zainal Muhamad, Bapak Rusmadi, S.Sn., I Wayan Balik, Bapak H. Lalu Abdurahman., H. Lalu Prima Wira Putra., I Made Darundia, Ibu Dewi Kusuma, S.Pd, Bapak I Nengah Gusia, S.E., Ibu Ni Wayan Arti, S.Sn, Bapak Drs. H. Darmatif, M.Pd., dan Amaq Ulfi. Dalam proses wawancara tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada, Dr. I Gede Yudartha S.S.Kar, M.Si.dan Bapak Drs. I Nengah Sukanta.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman angkatan 2011, yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi yaitu, Dr. Anak Agung Raka, M.Si., Dr I Wayan Mudana, M.Si., Dr. I Nyoman Sidipa S.T., Dr. Salman Alfarisi M.Sn., Dr. Ni Gusti Ayu Suci Murni, M.Par., Drs. I Ketut Muka M.Si, dan Cok Istri Ratna Cora S., I Ketut Kodi, SSP., M.Si. Dalam kesempatan ini ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada rekan-rekan dosen ISI Denpasar, I Wayan Suharta, S.S.Kar., M.Si., I Dewa Ketut WicaksanaS.S.P., M.Hum., Ni Ketut Suryatini, S.S.Kar., M.Sn., Dr. Ni Luh Sustiawati M.Pd., Rinto WidyartoS.S.T., M.Si., yang telah banyak mendorong dan memotivasi agar disertasi ini cepat dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, I Gusti Gde Raka (Alm) dan Ni Gusti Made Perati (Alm), yang selama hidupnya selalu memberikan arahan dan bimbingan agar menuntut ilmu setinggi-tingginya karena pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam hidup ini. Kepada istri tercinta yang penuh kasih sayang I Gusti Ayu Sri Utami, selalu menemani saya baik, suka maupun duka. Sebagai istri yang setia selalu mendampingi saya dalam melakukan penelitian di Mataram, Lombok termasuk ke Dusun Batu Pandang, Lombok Timur. Dusun yang letaknya sangat jauh di pegunungan dan jalan menuju ke Dusun Batu Pandang itu sangat curam, bertebing, jalannya berbatu-batu, terjal, dan sangat licin. Batu Pandang sebuah dusun yang berlokasi jauh dari keramian kota dengan suasana pegunungan yang sangat terpencil.

Kepada anak-anak dan cucu-cucu yang selalu memberikan semangat agar studi ini cepat dapat diselesaikan sehingga lebih fokus dalam mengurus


(10)

x

pekerjaan di ISI Denpasar yaitu, Ni Gusti Ayu Oka Tirtawati S.E (anak)., I Gusti Ngurah Ari Somawangsa, S.T., M.T., S.H (anak), I Gusti Ngurah Oka Ariwangsa, S.E., M.M (anak), Anak Agung Ngurah Nata Praba Wangsa (cucu), Anak Agung Ngurah Satria Putra Wangsa(cucu), I Gusti Ngurah Abi Wijaya Kesuma (cucu), Ni Gusti Ayu Dian Cahyani Kusuma Dewi (cucu). Untuk itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas pengorbanan, dan motivasinya agar studi ini dapat selesai sesuai dengan harapan.

Akhirnya lewat kesempatan ini saya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sanghyang Widhi Wasa agar selalu memberikan perlindungan dan tutunan menuju jalan yang benar. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu maka saya ucapkan banyak terika kasih atas pengorbannya dan dukungannya untuk menyukseskan penulisan disertasi ini.

Denpasar, Juni 2016 Saya,


(11)

xi

ABSTRAK

Wayang Orangmerupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang tokoh-tokohnya diperankan oleh manusia.Wayang orang sebagai seni pertunjukan khasSasak menggunakan Serat Menaksebagai sumber cerita, yang saat ini mengalami keterpinggiran, bahkan hampirpunah.Untuk itu seniman dan budayawan Sasakberupaya menyelamatkan wayang orang itu dengan melakukan rekonstruksi.Salah satu wayang orang yang direkonstruksi adalahWayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang. Rekonstruksi wayang orang itu difasilitasi oleh UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok yang dilakukan ditengah-tengah pergulatan identitas. Hal itu merupakan permasalahan dan tantangan bagi semua pihak mengingat bahwa Mataram, Lombok merupakan masyarakat multietnis, dan multireligius.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami permasalahan rekonstruksi

Wayang Orang Darma Kerti, dalam pergulatan identitas di Mataram Lombok. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah,(1) ideologi yang ada di balik rekonstruksiWayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang, (2) prosesrekonstruksi itu dilakukan, dan(3) implikasi rekonstruksi wayang orang itu terhadap masyarakat Mataram, Lombok. Lokasi Penelitian ini adalah di Mataram, Lombok, dan pengumpulan datanya digunakan metode kualitatif dengan kaidah-kaidah ilmiah berdasarkan paradigma kajian budaya. Untuk menganalisis temuan data sesuai denganpermasalahan di atas, digunakan teori dekonstruksi, multikultural, dan hegemoni.

Hasil analisispenelitian ini menunjukkan. (1) ideologi yang ada di balikrekonstruksi wayang orang itu, adanya keinginan untuk melestarikan wayang orang sebagai identitas Lombok berdasarkan, ideologi religius yang bersumber pada nilai agama Islam dan ideologi kultural yang bersumber dari nilai wetu telu. (2) rekonstruksi itu dilakukan melalui tahapan observasi, inventarisasi, dan klasifikasisehingga diputuskan untuk merekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang, Lombok Timur dengan menggunakan penari para dalang yang ada di Mataram dan Lombok Barat. Pada tahapImplementasi dilakukan dengan mengumpulkan para dalang, seniman, dan penabuh untuk menyusun lakon, mengadakan latihan, dan terakhir melakukan pementasan. (3)rekonstruksiwayang orang ituberimplikasi pada nilai agama, kebangkitan nilai Sasak, berkembangnya kretivitas seni, kesejahtraan masyarakat dan, terwujudnya identitas Sasak.


(12)

xii

ABSTRACT

Wayang Orang is a form of performing art that those characters are enacted by people.Wayang Orangas a typical of Sasak’sperforming art is making use the Serat Menak as the source of its play, nonetheless it is virtually marginalized and assuredly near-extinct.Artists and culturalistsof Sasak who are unbreakably facilitated bythe Technical Implemetation Unit of MataramCultural Park, Lombok, are therefore delivering conservative effort by mean of reconstruction.An offshoot of reconstructed Wayang Orangis particularly the Wayang Orang Darma Kertifrom Batu Pandang village. Reconstruction of Wayang Orang is made through under the scrimmage of Sasak identity in Mataram, Lombok,and is considered as a prospective matter and challenge for all sides that taking into account Mataram Lombok is a multiethnic and multireligious society.

The objective of this study is to understand the matters of reconstruction of Wayang Orang Darma Kertiunder the scrimmage of Sasak identity in Mataram, Lombok.Subject matters are concerned in this study are namely (1) the background ideologyof delivering reconstruction over Wayang Orang Darma Kertiof Batu Pandang Village, (2) How reconstruction processes aredelivered, and (3) implications of the talked-about Wayang Orang reconstruction.The locations of this study in Mataram, Lombok and data collecting to be used kualitatif method with sceintifics form and culture studies paradigm. For to analize data finding in accordance with on problem to used deconstructions teori, multicultural, and hegemony.

Analytical outcomes of this study represent. First, foremost a resolveto preserve Wayang Orang as a local identity as of a religious ideology stood up based on Islamic and Wetu Teluvalues as a background of reconstruction.Second, reconstruction isdelivered through several critical stages of observation, inventory, classification and finally figuring out to reconstruct Wayang Orang

Darma Kertiof Batu Pandang Village, East Lombok, whereby dancersand puppeteersof Mataram and West Lombok are invited to collaborate. The implementation of this stage is to collect puppeteers, playwriting, rehearsing, and finally staging. Third, reconstruction itself implicates religion, aesthetics, and emersion of Sasak identity.

Keywords: values of wetu telu, reconstruction, wayang orang, and scrimage of identity.


(13)

xiii

RINGKASAN DISERTASI

Wayang orang merupakan salah satu bentuk seni pertunjukan yang tokoh-tokohnya diperankan oleh manusia. Wayang orang sebagai seni pertunjukan khas Sasak menggunakanSerat Menaksebagai sumber cerita, yang saat ini mengalami keterpinggiran, bahkan hampir punah.Untuk itu seniman dan budayawan Sasak yang difasilitasi oleh UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok, berupaya menyelamatkan wayang orang dengan melakukan rekonstruksi. Salah satu wayang orang yang direkonstruksi adalah Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang di UPTD Taman BudayaMataram, Lombok. Rekonstruksi wayang orang itudilakukan di tengah-tengah pergulatan identitas di Mataram, Lombok, hal itumerupakan permasalahan dan tantangan bagi semua pihak.Mataram, Lombok merupakan masyarakat multietnis dan multireligius yang sangat potensial untuk terjadinya pergulatan.

Penelitian ini bertujuan untuk memahami permasalahan rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti, dalam pergulatan identitas di Mataram, Lombok.Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) Ideologi yang ada di balik rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang, (2) Proses rekonstruksi Wayang OrangDarma Kerti Dusun Batu Pandang itu dilakukan, (3) Implikasi rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang terhadap masyarakat Mataram, Lombok. Wayang sebagai tradisi budaya wetu telu, meskipun mengandung nilai agama Islam, tetap saja menjadi pergulatan dalam mewujudkan identitas di Mataram Lombok.

Berdasarkan permasalahan di atas penelitian ini dirancang sebagai penelitian kualitatif dengan paradigma kajian budaya.Rancangan penelitiankualitatif adalah rancangan penelitian yang dimulai dari mengumpulkan dan menganalisis data (Ratna, 2010:289). Paradigma kajian budaya adalah digunakannya teori-teori kritis sebagai standar ilmiah dalam menganalisis temuan data di lapangan. Metode dalam hal ini merupakan petunjuk untuk mendapatkan data (Silalahi, 1999:6).Menurut John Almack dalam Garrghan (1957:34), metode ilmiah adalah pencarian ilmu pengetahuan dengan


(14)

xiv

menggunakan logika untuk mengesahkan dan menjelaskan temuan.Metode kualitatif menempatkan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi sebagai langkah-langkah untuk mendapatkan data (Moleong, 2011:174--216).

Dalam penelitian ini keterkaitan antara metode dan teori untuk menganalisis temuan data dilapangan sangat kuat. Untuk menganalisis permasalahan sesuai dengan temuan data dilapangandigunakan beberapa konsep dan teori. Konsep yang digunakan adalah konsep rekonstruksi, konsep wayang orang dan konsep pergulatan identitas. Konsep rekonstruksi, yaitu sebuah konsep untuk membangun, merangkai, dan menghubungkan kembali antara bagian yang satu dan bagian yang lain yang telah lama putus (Encyclopedi, tt:406). Rekonstruksi juga merupakan sebuah kegiatan untuk mewujudkan sebuah peristiwa melalui kesadaran, perencanaan, dan pemikiran terhadap hal yang ingin diwujudkan (Cassirer, 1970: 193). Rekonstruksi juga merupakan produk pemikiran subjektif dari proses pemahaman intelektual yang dapat berubah-ubah dari waktu kewaktu (Purwanto, 2006: 3).

Konsep wayang orang, yaitu sebuah konsep seni pertunjukan yang pelaku-pelakunya tidak menggunakan boneka wayang, tetapi menggunakan manusia yang mencakup beberapa elemen seni (Soedarsono, 2000; Bandem, 2001). Konsep Pergulatan yaitu sebuah konsep perjuangan (Purwadarminta, 1979: 331).Perjuangan dalam hal ini bersifat kompetitif bukan konfrontatif, yang melibatkan kekuatan dua atau lebih. Konsep identitas merupakan sebuah esensi yang dimaknai melalui tanda, selera, sikap, dan gaya hidup (Purwadarminta, 1979: 369). Identitas bisa bersifat personal bisa kelompok yang pada intinya mengacu pada perbedaan, baik pribadi maupun sosial (Burke, 2011:143).Politik identitas adalah politik perbedaan yang semula dimunculkan oleh perbedaan tubuh atau disebut dengan biopolitik (Abdilah, 2002:16).Konsep pergulatan identitas adalah sebuab konsep peerjuangan untuk mewujudkan identitas Sasak yang dapat diterima bersama.

Teori yang digunakan dalampenelitian ini adalah teori-teori kritis, sesuai dengan paradigma kajian budaya.Di antara teori kritis yang paling relevan dengan permasalahan rekonstruksi wayang orangadalah teori dekonstruksi,yaitu sebuah


(15)

xv

teori yang terkait dengan pembongkaran terhadap teks pertunjukan(Zehfuss, 2010:190; Norris, 2003:10--11). Teori multikultural, digunakan untuk mengkaji unsur-unsur seni dan pendukung rekonstruksi wayang orang itu yang tidak membedakan tradisi budaya antara yang satu dengan lainnya (Ritzer dan Douglas, 2004:106). Teori hegemoni digunakan untuk memahami adanya kekuatan Islamdengan aliran syariah menolak tradisi wetu telu, melalui doktrin dan dakwah. Inilah yang disebut dengan hegemoni kultural karena dilakukan dengan cara yang etis dan bermoral (Santoso, 2010:84; Mutahir, 2011).

Hasil penelitian ini menunjukan adanya keinginan yang kuat untuk melestarikan wayang orang sebagai kekayaan budaya lokal. Wayang orang sebagai warisan budayawetu telu dapat dijadikan identitas bagi masyarakat Mataram, Lombok khususnya dan Sasak pada umumnya. Rekonstruksi wayang orang itu menampikan nilaiagama Islam dan nilai wetu telu dalam bentuk

sikritisme.Dari segi demografi agama Islam merupakan agama mayoritas di Mataram, Lombok yang menolak budaya wetu telu, dan saat ini diperkuat oleh firkoh-firkoh baru dalam agama Islam Waktu Lima di Lombok.

Dalam konteks demografis dapat dipahami bahwa kekuatan agama Islam yang sangat besar dan berhadapan dengan budayawetu telu menjadi sumber pergulatan.Pihak yang mempertahankan tradisi menganggap budaya wetu telu

sebagai identitas Sasak, sedangkan yang menolak tradisi menganggap bahwa ajaran Islam sesuai dengan budaya Arab sebagai identitas Sasak. Oleh karena itu penelitian, mengetahui adanya ideologi dalam proses rekonstruksi wayang orang itu, dan implikasinya terhadap masyarakat Mataram, Lombok.

Pertama, ideologi yang ada di balik rekonstruksi wayang orang ituadalah ideologi wetu telu atau disebut dengan ideologi kultural dan ideologi Islam Waktu Lima yang berorientasi syariah atau pemurnian ajaran Islam dan dapat disebut ideologi syariah. Pergulatan identitas diproduksi oleh kepentingan

pemurnian ajaran Islam dan kepentingan mempertahankan budaya lokal yaitu budayawetu telu.


(16)

xvi

Budaya wetu telu yang diwarisi secara turun-temurun ditolak oleh Islam Waktu Limayang berideologisyariahkarena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama Islam, termasuk pertunjukan wayang orang. Produksi budaya melalui rekonstruksi wayang orang itu, dapat mempresentasikan simbol, gambar, dan pesan (Ida, 2014:5).Melalui rekonstruksi wayang orang itu kelompokIslamWetu Telu, mempunyai kepentingan untuk menggali dan membangun nilai-nilai tradisi menjadi identitas Lombok. Hegemoni Islam Waktu Lima yang ingin memjalankan ajaran Islam secara murni sangat kuat,sehingga gagasan untuk membangun identitas Lombok, berdasarkan budaya wetu telutidak mendapatkan perhatian dari kekuasaan formal.

Sesungguhnya pergulatan ini merupakan peristiwa sejarah yang telah terjadi sejak masuknya Islam ke Lombok pada abad ke-16 antara Islam Sufi dan

Islam Suni. Munculnya kekuasaan Karangasem di Lombok pada tahun 1720 (Agung, 1991: 04), telah menyebabkan adanya tekanan psikologis bagi Islam Sasak yang menganut aliran Suni, karena Islam Sasakwetu telu, lebih diayomi oleh raja. Munculnya pemerintahan kolonial Belanda di Lombok dimanfatkan oleh kelompok Islam Sasak dan para Tuan Guru untuk bekerjasama, menumbangkan kekuasaan Raja Karangasem, yang kemudian dikenal dengan Pemberontakan Tuan Guru Bangkol pada tahun 1894 (Alfons, 1980: 190--200). Permohonan kerjasama dengan Belanda ditanda tangani oleh Ratmawa (Rarang), Raden Wiranon(Pringgabaya), Raden Melayu Kusuma (Masbagik), Jero Ginawang (Batukliang), Mamik Bangkol (Praya), Mamiq Mustaji (Kopang), dan Mamiq Nursasi (Sakra) (Suprapto, 2013:122).

Proses sejarah ini berkembang terus sampai pada tahun 1965, dengan adanya G. 30. S. Kelompok yang mempertahankan budaya wetu telu dianggap tidak melaksanakan ajaran agama Islam dengan benar bahkan cendrung dianggap

kafir. Menurut Anggawa, banyak sekali orang wetu telu yang terbunuh (Wawancara, 15 Oktober 2016). Pada tahun 1968 terjadi konsulidasi Islam, yang menyebabkan tidak ada lagi Istilah Islam Wetu Telu, dan semua Islam adalah

Waktu Lima (Supratno, 1996:141). Sejak itu,Islam Waktu Lima menjadi sangat kuat, bahkan pada tahun 1970 sempat melarang setiap pementasan kesenian


(17)

xvii

tradisional (Supratno, 1996:315). Dengan hegemoni yang sangat kuat dari ideologi Islam di atas, maka wayang orang sebagai tradisi budaya wetu telu

ditinggalkan, sehingga dikhawatirkan wayang orang akan mengalami kepunahan. Kekhawatiran terhadap punahnya wayang orang, menyebabkan munculnya keinginan para seniman dan budayawan untuk melakukan rekonstruksi wayang orang, yang berpola pada Wayang Orang Darma Kerti,

Dusun Batu Pandang, di UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok.Wayang orang dengan sumber ceritanya Serat Menak, merupakan media komunikasi budaya yang dapat mempersatukan pengalaman kolektif antara agama dan nilai-nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat Mataram, Lombok. Menurut Kantun, Serat Menak dibedakan menjadi dua yaitu Serat Menak Bel dan Serat Menak Parigan. Serat Menak Bel merupakanSerat menak yang telah dibukukan sebagai sebuah cerita, sehingga tokoh penting dapat hidup kembali hanya dengan percikan air suci.Serat Menak Pariganadalah serat menakyang telah ditetapkan dalam bentuk lontar.Tokoh penting yangsudah mati tidak bisa hidup kembali, tidak bisa hanya dengan air suci (Wawancara, 9 Oktober 2015).

Kedua, Proses rekonstruksi Wayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang dilakukan melalui observasi dan inventarisasi terhadap wayang orang yang ada di Lombok. Hasil observasi menunjukan bahwa Wayang OrangDarma KertiDusun Batu Pandang yang layak untuk direkonstruksi, karena pelakunya, perangkat gamelannya, dan gending-gending yang digunakan masih bisa diingat oleh tokoh Wayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang yaitu Amaq Marni. Hasil observasi dan inventarisasi itu difasilitasi oleh UPT Taman Budaya dengan cara mengadakan pertemuan para seniman dan budayawan, untuk menetapkan rencana rekonstruksi. Pertemuan itu menunjuk I Komang Kantun, sebagai kordinator rekonstruksi wayang orang tersebut. Sebagai kordinator I Komang Kantun mengundang seniman Sasak yaitu seniman tari, seniman dalang dan seniman kerawitan untuk membahas rencana rekonstruksi, baik yang berhubungan dengan cerita, tarinya maupun iringannya. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa para dalang yang ada di Mataram dan Lombok Barat, sebagai


(18)

xviii

penari, terutama penari yang berdialog.Musik iringannya dibuat oleh I Komang Kantun sendiri, dan latihan-latihan dilakukan di UPTD Taman Budaya Mataram.

Sumber ceritarekonstruksi wayang orang itu adalah Serat Menak, sebuah karya sastra yang mengandung nilai-nilai Islam bersifat adaptif. Adaptasi antara tradisi dan nilai agama Islam masih tampak pada tradisi budaya yang berkembang di Mataram, Lombok dalam bentuk adat istiadat. Sebutanradenpada golongan ningrat juga tampak di Lombok, tetapi juga ada sebutan bangsawan Sasak, seperti lalu dan baiq. Konsep adaptasi budayaantara budaya dan ajaran agama terintegrasi dalam pertunjukan wayang orang dan ditawarkan sebagai identitas Lombok yang dikenal dengan sebutanadatlwirgama. Dengan demikian, rekonstruksi wayang orang dapat dimaknai sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan moral bahwa nilai-nilai yang terdapat pada rekonstruksi wayang orang adalah nilai multikultural.Teori multikulturaladalah teori yang mengambil serangkaian bentuk dan makna dari berbagai kebudayaan yang berbeda dalam satu wilayah tertentu untuk dipahami bersama (Ritzer, 2004:106).

Dalam proses rekonstruksi wayang orang itu teks Serat Menak dan teks pertunjukan dimaknai sebagai pergulatan antara ideologi Islam Syariah atau murni yang diperankan oleh Jayengrana, sedangkan ideologi kulturaldiperankan oleh Prabu Jubil. Pergulatan yang digambarkan dalam rekonstruksi wayang orang ternyata Jayengrana sebagai simbol orang yang menjalankan ajaran Islam secara murni, tidak menolak tradisi, bahkan dapat menerima tradisi merariq, sebagai warisan budayawetu telu. Dengan demikian, rekonstruksi wayang orang menunjukan adanyaideologi religi yang bersumber pada keyakinan dan kepercayaan. Disamping idelogi religi juga ada ideologi estetik yaitu kreativitas seni supaya komunikasi mengenai nilai-nilai yang ada dalam rekeonstruksi itu mudah diterima oleh penikamat.Rekonstruksi wayang orang itu menampilkan integrasi antaraideologi religi yang bersumber dari ajaran agama Islam, danideologi estetika dari tradisiwetu telu. Dari Integrasi itu dapat dipahamai adanyaideologi identitasyang ada di balik rekonstruksi itu yang tujuannya adalah diimplementasikannyaadatlwirgamasebagai wujud identitas Sasak.


(19)

xix

Temuan data di lapangan menunjukan adanya pembongkaran teks, baik terhadap teks pertunjukan (teks lisan) maupun teks cerita (teks tertulis). Untuk membaca teks, maka teori dekonstruksi dapat diapalikasikan dalam penelitian ini. Teks adalah semua struktur yang nyata, seperti ekonomi, historis, sosio institusional, dan semua kemungkinan acuan (Zehfuss, 2010:190). Teori dekonstruksi dikembangkan oleh J. Derrida berangkat dari penyangkalan terhadap pemikiran struktural dari Sausure, yang menganggap bahwa bahasa ada karena adanya sistem perbedaan (sistem of difference). Inti perbedaan adalah

oposisi biner, yang melihat bahwa bahasa muncul dari oposisi antara tuturan/tulisan, benar/salah, bentuk/makna, jiwa/badan, baik/buruk, dan sebagainya (Norris, 2003:9). Dari oposisi biner itu Sausure menganggap yang pertama lebih superior daripada yang kedua, yang pertama adalah logos, yaitu kebenaran dari kebenaran atau kebenaran mutlak dan kebenaran tunggal (Norris, 2003:10--11). Di pihak lain, yang kedua adalah representasi palsu dari yang pertama atau bersifat inferior (Noris, 2003:10).

Yang kedua dianggap sebagai ikutan, karena tanpa yang pertama, yang kedua tidak pernah ada sehingga yang pertama ditempatkan sebagai pusat (sentral), fondasi, dan lebih unggul.Pemikiran dekonstruksi Derrida, adalah penyangkalan terhadap kebenaran tunggal ataulogos itu sendiri, karena apa yang menjadi penanda kebenaran absolut hanyalah jejak atau bekas yang mustahil memiliki makna absolut (Noris, 2003:12). Dengan demikian, tidak ada kepastian tunggal karena apa yang dikatakan pasti, menurut Derrida adalah ketidakpastian atau permainan.Artinya semua harus ditangguhkan (differed), dan terus menerus bermain dalam perbedaan (to differ) (Noris, 2003: 12). Langkah-langkah dekonsruksi yang ditawarkan J. Derrida adalah (1) mengidentifikasi hierarki oposisi dalam teks, mana yang diistimewakan dan mana yang tidak, (2) oposisi itu dibalik karena adanya saling ketergantungan, dan(3) memperkenalkan peristilahan baru (Norris, 2003:14).

Berdasarkan pemikiran J. Derrida, diketahui bahwa rekonstruksi wayang orang merupakan pembongkaran dan pemaknaan terhadap teks lakon wayang orang, bahwa Islam Syariahyang diwakili oleh tokoh Jayengrana dianggap


(20)

xx

melaksanakan ajaran Islam secara murni ternyata tidak menolak budaya wetu telu, tetapi dapat menerima budaya wetu telu. Islam Syariahyang melaksanakan ajaran Islam secara murni, disimbolkanmelalui tokoh Jayengrana. Tokoh kafir

adalah Dewi Muninggaring karena anak dari Prabu Nursiwan yang dianggap kurang memperhatikan ajaran Islam. Perkawinan (merariq) Jayengrana dengan Dewi Muninggarim merupakan simbol dari penerimaan terhadap tradisiwetu telu.Disini dapat dicermati bahwa aplikasi teori dekonstruksi terhadapteks, baik

teks tertulismaupunteks pertunjukan, telah melakukan penjungkirbalikan makna yang dikomunikasikan lewat rekonstruksi wayang orang mengenai realitas sosial yang ada di Mataram, Lombok.

Ketiga, Implikasi rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang, terhadap masyarakat Mataram, Lombok, adalah dibangunnya nilai religius, yang dijiwai ajaran agama Islam dan tradisi wetu telu. Nilai itu akan mudah dipahami oleh masyarakat Mataram, Lombok melalui kreativitas estetik, karena kreativitas estetik dapat menumbuhkan komunikasi yang lebih efektif melalui, lelucon, dan kemasan cerita yang lebih padat. Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang merupakan rekonstruksi terhadap praktik sosisl, tempat makna itu diproduksi.

Cerita Jayengrana merariq, yang dijadikan lakon pada rekonstruksi itu mengandung makna sebuah perkawinan Sasak yang mengandung nilai cinta dan sifat-sifat kepahlawanan. Dalam hal ini teori dekonstruksi berperan sangat penting untuk memberikan makna terhadap rekonstruksi itu sebagai sebuah upaya untuk memaknai tradisi Sasak sebagai sebuah identitas (Haryanto, 2012 :308).

Teori multikultural juga dapat diaplikasikan dalam hal ini untuk memberikan pemahaman terhadap pentingnya membangun kesadaran bersama dalam membangun identitas Sasak yang bersifat multietnis melalui bentuk dan makna dari berbagai budaya (Ritzer dan Douglas, 2004 :106).

Dalam rekonstruksi itu juga digambarkan adanya hegemoni kulturalyang dilakukan dengan dakwah agama melalui pesantren oleh kelompok Tuan Guru yang menolak budaya wetu telu.Hal itu merupakan sebuah hegemoni kultural. Hegemoni kultural yang dikembangkan oleh Gramsci adalah sebuah hegemoni


(21)

xxi

yang dibangun berdasarkan premis ide dan gagasan untuk melakukan kontrol sosial politik. Maksudnya adalah menguasai dengan kepemimpinan moral dan intelektual secara konsensus (Hasan, 2011:26 ; Santoso, 2010:89). Hegemoni dalam hal ini adalah kekuasaanIslam Syariah terhadap Islam Kultural, dengan cara-cara melakukan doktrin dan pendidikan agama yang menganggap bahwa kesenian tradisional itu biddhah. Doktrin itu dilakukan oleh para Tuan Guru Haji, sebagai kelompok intelektual, yang dilakukan melalui penyadaran (Santoso, 2010:84; Mutahir, 2011).

Dalam teks rekonstruksi wayang orang ternyata bukan Jayengranasebagai simbol Islam Syariahyang ingin menguasai kelompok yang lain tetapi Raja Jubil,sebagai simbol kafir yang ingin menguasai dengan kekuatannya dan kekayaannya sehingga dia merasa lebih berhak atas Dewi Muninggarim yang juga anak Prabu Nursiwan simbol pendukung rajakafir. Terjadinya perkawinan (merariq) Dewi Muninggarim dengan Jayengrana merupakan penerapan konsep

multikultural, sesuai dengan realitas sosial di Mataram, Lombok, sebagai masyarakat yang multietnis.

Rekonstruksi wayang orang merupakan usaha untuk membangun nilai-nilai Sasak sebagai identitas, memiliki implikasi dan makna terhadap kehidupan masyarakat Sasak.Nilai-nilai yang dibangun, seperti nilai kesetiaan, nilai kejujuran dan nilai kephlawanan melalui tokoh Jayengrana dan Dewi Muninggarim dapat memberikan pemahaman terhadap identitas Sasak yang sangat mulia.Nilai kebenaran, nilai estetika, dan nilai kedamaian merupakan wujud dari perpaduan antara agama dan tradisi yang telah diwarisi secara turun temurun. Implikasi dari rekonstruksi itu adalah dapat memadukan nilai tradisi dan nilai agama sehingga diharapkan mampu mencegah konflik dan sentiman etnis. Rekonstruksi itu juga berimplikasi terhadap terjadinyapemadatan pertunjukan karena wayang orang yang biasanya pentas selama satu minggu dengan cerita yang berurut-urutan, menjadi pertunjukan yang pementasannya hanya satu jam. Implikasi rekonstruksi itu juga bermakna untuk menawarkan

sinkretismeantara nilai agama dengan nilai tradisi yang disebut dengan


(22)

xxii

Rekonstruksi Wayang OrangDarma KertiDusun Batu Pandang di UPTD Taman Budaya Mataram, NTB dapat membangun karakter multikultural, artinya menghargai bentuk dan makna budaya antaretnis.Selain itu, juga menampilkan kesenian tradisional yang dapat dijadikan sumber kreativitas, sehingga dapat menjadi identitas Sasak.Implikasi lainnya adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan berkembangnya pariwisata di Lombok.

Temuan-temuan dalam penelitian ini adalah mulai adanya kebijakan Gubenur NTB yang menyebutkan, beriman, berbudaya, kreatif dan sejahtera.Temuan ini mengisyaratkan bahwa seni tradisional sebagai salah satu bentuk kebudayaan Sasak, dapat dijadikan sumber kreativitas dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.Dengan demikian, sebagai sebuah refleksi, agama Islam harus dipahami melalui konteks budaya lokal yaitu tradisi wetu telu,sehingga akan memiliki ciri dan kekhasan sendiri sebagai identitas agama Islam Sasak.

Upaya membangun identitas Sasakmerupakan persoalan ideologi karena harus berhadapan dengan hegemoni kekuasaan yang menganggap tradisi tidak perlu dipertahankan karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Hegemoni kekuasaan Islam diperkuat oleh kekuasaan formal dan firkoh-firkoh baru sejak terjadinya reformasi. Hegemoni inilah yang menjadi hambatan bagi kelompok Islam yang ingin membangun identitas Sasak berbasis budaya lokal (wetu telu). Rekonstruksi Wayang OrangDarma KertiDusun Batu Pandang, merupakan salah satu alternatif untuk membangun identitas Sasak karena melalui rekonstruksi itu dapat ditawarkan nilai-nilai Sasak sebagai sebuah kearifan lokal yang perlu dipertahankan. Nilai-nilai kearifan lokal itu tersimpan dalam serat menak,

sehingga serat menak dijadikan sumber cerita dan lakonnya adalah Jayengrana Merariq.

Nilai dapat memberikan arah pada manusia dalam bertindak (Koentjaraningrat, 1990:190), yang mengarah pada pembentukan budaya.Pembentukan budaya merupakan sebuah proses simbolis kegiatan manusia untuk memberikan makna, merujuk pada realitas pengalaman manusia sehri-hari yang meliputi agama, filsafat, seni, ilmu, sejarah, mitos, dan bahasa


(23)

xxiii

(Kutowijoyo, 1999:13). Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang merupakan proses simbolis untuk memberikan makna pada realitas pengalaman orang Sasak sehari-hari sebagai identitas.


(24)

xxiv

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i PRASYARAT GELAR ... ii LEMBARAN PERSETUJUAN ... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMAKASIH... vi ABSTRAK ... x ABSTRACT ... xi RINGKASAN DISERTASI... xii DAFTAR ISI ... xxiii DAFTAR TABEL DAN PETA ... xxviii DAFTAR GAMBAR ... xxix DAFTAR ARTI LAMBANG ... xxx DAFTAR SINGKATAN ... xxxi GLOSARIUM ... xxxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 19 1.3 Tujuan Penelitian ... 21 1.4 Tujuan Umum... 22 1.5 Tujuan Khusus ... 23 1.6 Manfaat Penelitian ... 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI

DAN PENELITIAN... 28

2.1 Kajian Pustaka ... 28 2.2 Konsep... 37


(25)

xxv

2.2.1 Rekonstruksi... 39 2.2.2 Wayang Orang ... 42 2.2.3 Pergulatan... 45 2.2.4 Identitas... 47 2.3 Landasan Teori ... 51 2.3.1 Teori Dekonstruksi ... 52 2.3.2 Teori Multikultural ... 55 2.3.3 Teori Hegemoni... 59 2.4 Model Penelitian ... 61

BAB III METODE PENELITIAN ... 65

3.1 Rancangan Penelitian... 69 3.2 Lokasi Penelitian ... 76 3.3 Jenis Data dan Sumber Data... 77 3.4 Instrumen Penelitian ... 82 3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 84 3.5.1 Metode Observasi ... 85 3.5.2 Metode Wawancara... 87 3.5.3 Metode Dokumentasi ... 91 3.6 Metode dan Teknik Analisis Data ... 92 3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 93

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

DI MATARAM LOMBOK ... 100

4.1 Letak Geografis Kota Mataram ... 100 4.2 Kondisi Demografis Kota Mataram ... 108 4.3 Kehidupan Agama dan Adat ... 111 4.4 Identitas dalam Masyarakat Mataram,Lombok... 116 4.4.1 Identitas Dilihat dari Segi Nama Diri ... 121 4.4.2 Identitas Dilihat dari Segi Agama ... 122 4.4.3 Identitas Dilihat dari Segi Upacara dan Budaya ... 122


(26)

xxvi

4.4.4 Identitas Dilihat dari Segi Seni dan Budaya ... 123 4.4.5 Identitas Dilihat dari Segi Cara Berpakaian... 124 4.5 Etnisitas dan Hubungan Sosial ... 127 4.6 Identitas dan Pluralisme Budaya ... 132 4.7 Potensi Seni Budaya di Mataram Lombok... 134 4.7.1 Seajarah Wayang Orang di Mataram, Lombok ... 138 4.7.2 Budaya Wetu Teludi Mataram, Lombok ... 145

BAB V IDEOLOGI DI BALIK REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA KERTI DUSUN BATU PANDANG DI MATARAM LOMBOK ... 151

5.1 Ideologi dan Pergulatan Identitas ... 151 5.2 Ideologi Religi... 153 5.3 Ideologi Estetika ... 178 5.4 Ideologi Identitas ... 184

BAB VI PROSES REKONSTRUKSI WAYANG ORANG DARMA

DARMA KERTI DUSUN BATU PANDANG ... 193

6.1 Usaha Usaha Pelestarian Wayang Orang... 193 6.1.1 Tahapan Rekonstruksi... 198 6.1.2 Pihak Pihak yang Terlibat dalam Rekonstruksi ... 203 6.2 Unsur-Unsur Perlengkapan Rekonstruksi... 205 6.2.1 Penari ... 205 6.2.2 Iringan ... 220 6.2.3 Panggung... 222 6.3 Struktur Pertunjukan ... 223 6.3.1 SettingPertunjukan ... 226 6.3.2 Penokohan ... 228 6.3.3 Bahasa ... 229 6.4 Sumber Lakon Rekonstruksi Wayang Orang ... 231 6.4.1 Sinopsis ... 233


(27)

xxvii

6.4.2 Struktur Lakon ... 235 6.4.3 Tema... 236 6.4.4 Alur ... 236 6.5 Rekonstruksi Wayang Orang Sebuah Representasi

Praktik Sosial ... 239 6.6 Hasil Rekonstruksi dan Bentuk Pertunjukan

Wayang Orang ... 253 6.7 Usaha-Usaha Pelestarian Wayang Orang... 269 6.8 Usaha-Usaha Mengembangkan Identitas Sasak ... 275

BAB VII IMPLIKASI REKONSTRUKSI WAYANG ORANG TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT

MATARAM LOMBOK ... 279

7.1 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang terhadap

Nilai Agama... 279 7.1.1 Kebangkitan Nilai-Nilai Sasak... 280 7.1.2 Wayang Orang Sumber Nilai yangTerlupakan ... 283 7.1.3 Membangun Solidaritas Sosial Antaretnis... 291 7.1.4 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang sebagai

Media Komunikasi Tradisi Sasak ... 296 7.2 Implikasi Rekonstruksi terhadap Pementasan

Wayang Orang ... 399 7.2.1 Nilai Kesetiaan, Kejujuran, dan Kepemimpinan ... 300 7.2.2 Nilai Kebenaran ... 301 7.2.3 Nilai Kedamaian ... 301 7.2.4 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang terhadap

Seniman di Mataram, Lombok ... 302 7.3 ImplikasiEkonomi Rekonstruksi Wayang Orang

terhadap Masyarakat Mataram, Lombok ... 303 7.4 ImplikasiRekonstruksi Wayang Orang terhadap


(28)

xxviii

7.4.1 Membangun Identitas Berdasarkan Nilai Lokal ... 309 7.4.2 Kemasan Wayang Orang Bersifat Sesaat ... 311 7.5 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang sebagai

Pelestari Seni Budaya Sasak... 313 7.5.1 Memberikan Gambaran Konflik dan Integrasi ... 314 7.5.2 Membangun Identitas... 316 7.6 Implikasi Rekonstruksi terhadap Kesejahteraan

Masyarakat Lombok ... 318 7.7 Implikasi Rekonstruksi Wayang Orang terhadap

Identitas Sasak yang Adaptif ... 322

BAB VIII PENUTUP ... 325

8.1 Simpulan... 325 8.2 Temuan ... 330 8.3 Refleksi... 332 8.4 Saran... 333

DAFTAR PUSTAKA... 335

LAMPIRAN-LAMPIRAN... 343

Daftar Informan ... 343 Daftar Wawancara... 346


(29)

xxix

DAFTAR TABEL DAN PETA

1. Peta Pulau Lombok ... 103 2. Peta Kota Mataram... 105 3. Tabel Jumlah Kecamatan, Desa/Keluarahan,Lingkungan,

danKeterangan ... 106 4. Tabel Jumlah Umat Beragama, Islam, Protestan,Katolik, Hindu

dan Budha, dari Tiap-TiapKecamatan ... 109 5. Tabel Jumlah Sarana Peribadatan dari Tiap-TiapKecamatan, Mesjid,


(30)

xxx

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar FGD di UPTD Taman Budaya ... 88

2. Gambar FGD di UPTD Taman Budayaâ€Ĥâ€Ĥâ€Ĥ... 89

3. Gambar Gamelan Wayang Orang Dusun Batu Pandang ... 196 4. Gambar Wawancara dengan Amaq Ulfidi Dusun Batu Pandang.... 197 5. Gambar Tokoh Jayengrana... 207 6. Gambar Tokoh Prabu Jubil ... 210 7. Gambar Tokoh Prabu Nursiwan ... 212 8. Gambar Tokoh Patih Baktak ... 213 9. Gambar Tokoh Umar Maya ... 214 10. Gambar Tokoh Dewi Muninggarim ... 216 11. Gambar Tokoh Tamtanus... 217 12. Gambar Adegan Adu Mulut antara Tamtanusdan

Patih Bandreas ... 254 13. Gambar Adegan Perang antara Tamtanusdan PatihBandreas ... 256 14. Gambar Adegan Negosiasi dan KonsensusPerkawinan

Jayengrana dengan Dewi Mininggarim ... 259 15. Ganbar Dewi Muninggarim dan EmbanBersedih di Taman Sari,

Kerajaan Medayin... 261 16. Gambar Pertengkaran antara Tamtanusdan Prabu Nursiwan... 263 17. Gambar Pertengkaran antar Tamtanusdan Prabu Jubil ... 265 18. Gambar Dewi Muninggarim Disunting oleh Jayengrana... 267


(31)

xxxi

DAFTAR ARTI LAMBANG

1. Lambang Kota Mataram... 101 2. Arti Lambang Kota Mataram... 101


(32)

xxxii DAFTAR SINGKATAN DPRD FGD FPK ISI KPM MAS NTB NU NW PAD SD STQ TGH TKI UNESCO UPTD VOC : : : : : : : : : : : : : : : : :

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Focus Group Discation

Forum Pengkajian Kesasakan Institut Seni Indonesia

Koninklijk Paketvaarkt Mastschappij Majelis Adat Sasak

Nusa Tenggara Barat Nahlatul Ulama Nahlatul Watan

Pendapatan Asli Daerah Sekolah Dasar

Seleksi Tilawati Quran Tuan Guru Haji

Tenaga Kerja Indonesia

United Nations Educational Scientific, and Cultural Organization

Unit Pelayanan Teknis Daerah


(33)

xxxiii GLOSARIUM adat agama adat natasila adatlwirgama aji krama ale-ale al-haqq alif gama alif lwirgama al-khalish al-qayyim amaq anomie : : : : : : : : : : : :

upacara yang dilakukan dalam masyarakat Sasak untuk mendukung pelaksanaan agama

sopan santun dalam pergaulan antarwarga dalam masyarakat Sasak.

memperhatikan lingkungan dengan cara menjunjung tinggi agama yang didasari oleh adat dan tradisi.

upacara peminangan bagi anak gadis menurut adat Sasak.

sebuah bentuk kesenian Sasak yang baru muncul di Lombok Timur, mirip dengan joged di Bali,tetapi dipentaskan berkeliling.

keyakinan kepada Allah Mahabesar, Maha Tinggi, dan tidak ada yang lebih tinggi dari-Nya, Dialah yang sesungguhnya kepastian, Maha sempurna, dan Maha benar.

upacara pemugaran makan yang roboh upacara pemugaran bangunan gedang daya ataugedang laug.

melakukan dosa secara sengaja, berbuat maksiat adalah melanggar perintah Allah atau keluar dari ajaran yang benar (haq) seorang tokoh agama Islam yang memiliki kemampuan tinggi tentang ajaran agama Islam dan dapat dipercaya

sebutan bagi laki-laki yang telah kawin pada etnis Sasak pegunungan.

kekosongan budaya, ketika orang atau masyarakat kehilangan pedoman dalam bertindak sehingga sering terjadi kekacauan


(34)

xxxiv antawacana baiq balok bebatelan bidak catur biddah dallah darma kerti dewan hakab doktrin etnis firkoh gampil : : : : : : : : : : : : : :

dialog-dialog yang diucapkan oleh seorang dalang dalam pertunjukan wayang, termasuk dialog para pemain wayang orang

anak gadis yang lahir dari perkawinan antara golongan ningrat atau prabangsa

danjajar karang

orang Bali yang telah turun temurun tinggal di Lombok

musik pengering wayang ramayana di Bali

sistem permukiman dalam bentuk kotak-kotak seperti papan catur

kesenian tradisional Sasak, dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama Islam sehingga tidak perlu dipertahankan

orang yang mampu memberikan pencerahan atau penerangan atau sama dengan dalang

nama perkumpulan wayang orang Dusun Batu Pandang, Lombok Timur

dewan Juri

ajaran agama yang bersifat perintah

sekelompok manusia dengan ciri-ciri yang sama dalam budaya dan biologis serta bertindak menurut pola-pola yang sama aliran baru dalam agama Islam yang berkembang di Lombok dan sepenuhnya berkiblat pada budaya Arab

gamelan wayang orang Dusun Batu Pandang dijadikan satu dalam satu ruangan dan tidak digunakan lagi.


(35)

xxxv gendang beleq

gending tawaq-tawaq

gerak briuk tinjal

gerak stilisasi gerak wantah halal haram hijrah ibadah inaq sufi sunni jahiliah jajar karang : : : : : : : : : : : : : :

instrumen kendang dengan ukuran besar gending-gending pembukaan rekonstruksi wayang orang yang bertujuan untuk memberitahukan penonton bahwa pertunjukan akan dimulai

gerak-gerak keseharian dalam hal bekerja, seperti menanam padi dan mengetam padi gerak keseharian yang diperindah sesuai dengan kebutuhan tari

gerak-gerak pokok dalam tari yangbersifat masih sederhana

hal-hal yang dibenarkan oleh ajaran agama Islam untuk dikonsumsi

hal-hal yang tidak dibenarkan oleh ajaran agama Islam untuk dikonsumsi

berpindah-pindah dari satu wilayah kewilayah yang lain untuk menyebarkan agama Islam

kewajiban kewajiban dalam menjalankan agama Islam, sesuai dengan alquran

perempuan dari golongan prebangsa yang sudah kawin

mendalami ketakwaan pada Allah melalui ilmu pembersihan diri (kerohanian), orang sufi adalah orang suci.

orangIslam yang selalu tegak pada alquran dan hadis.Sunnisama dengansunnah.

orang Islam yang bersifat sinkritis, dapat menerima budaya dan tatacara agama lain orang yang tidak berasal dari golongan menak atau prebangsa, atau juga disebut


(36)

xxxvi kafir kelir kemeliq ketawaq lailahaillallah muhamadar rasullah lalu lelendong lelinyikan makam reag mamik menak : : : : : : : : : : :

orang yang dianggap tidak menjalankan syariat Islam, termasuk sama-sama Islam bisa dianggap kafir, apalagi agama lain. layar putih pada pertunjukan wayang kulit, yang digunakan sebagai pembatas antara pertunjukan wayang dan penonton dan layar putih pada rekonstruksi wayang orang simbol bahwa itu adalah pertunjukan wayang

tempat persembahyangan orang Islam Sasak di pura Lingsar, Lombok.

tanah warisan yang tidak bisa dibagi-bagikan kepada keluarga.

tidak ada kesenangan atau kenikmatan yang sempurna, kecuali kecintaan pada Allah.

anak laki-laki dari perkawinan antara golongan ningrat atau prebangsa danjajar karang.

wayang kulit dengan cerita mahabarata yang pernah berkembang di Lombok musik pengiring rekonstruksi wayang orang di UPTD Mataram, dengan perangkat instrumen yang sangat sederhana dan apa adanya.

makam yang roboh atau runtuh sehingga perlu diupacarai.

seorang lalu yang telah kawin dan mempunyai anak

golongan bangsawan atau ningrat, tetapi di Lombok menak juga diartikan manik yaitu

inti ajaran agama Islam. Jeyengrana dianggap sebagaiwong menak, yaitu orang yang memahami inti ajaran agama Islam.


(37)

xxxvii merariq

mubalig

multikultural

ngaji makam potong padi

ngaji makam turun bibit

ngaji makan ngule kaya

ngayu-ngayu

nyongkolan

panca awit pinajaran Sasak

papuq mamie papuq nanie parwa payer payer bat : : : : : : : : : : : : : :

perkawinan tradisi Sasak dengan cara melarikan anak gadis yang telah saling mencintai, tetapi akhirnya juga dilakukan upacarasorong serah

pengikut agama Islam, yang sangat setia menjalankan ajaran agama Islam, sesuai dengan tuntutan tokoh yang menjadi panutannya.

keanekaragaman budaya

upacara pada saat padi telah menguning dan siap untuk dipotong yang dilakukan dikuburan

upacara menanam bibit padi yang dilakukan dikuburan.

upacara puji syukur kepada Tuhan karena panen berhasil dengan baik

upacara untuk menuntun roh nenek moyang yang dilakukan dikemelik, atau juga disebut

padewaan.tiap-tiap rumah adat Sasak asli memilikipedewaan.

upacara kunjungan pengantin ke rumah mertua yang diringi dengan gambelan pengiring.

lima prinsip yang harus diketahui mengenai nilai-nilai kesasakan

laki-laki dari golongan prebangsa yang telah mempunyai cucu

perempuan dari golongan prebangsa yang telah mempunyai cucu

wayang wong Bali dengan cerita mahabarata

wilayah adat Sasak


(38)

xxxviii payer bawak payer lauk payer timuk pemimpin mukmin pertiwimbe adiluhung pesantren petangan tiga prabangsa

pulau seribu mesjid

qissai emr hamza

raad Sasak segare anakan selepawis

selesuwung

serat menak bel serat menak parigan

serat Menak slakaran : : : : : : : : : : : : : : : : : :

wilayah adat Sasak bagian bawah wilayah adat Sasak bagian selatan wilayah adat Sasak bagian timur

pemimpin yang bijaksana menurut ajaran Islam

petunjuk menjadi orang besar tempat pendidikan agama Islam

tiga ajaran yang membentuk budaya wetu telu.

orang yang berasal dari golongan menak, tetapi secara turun temurun dianggap sebagai orang biasa.

semboyan bahwa Lombok adalah sebuah pulau yang penduduknya mayoritas Islam nama tokoh dalam karya sastra Persia yang di Indonesia disebut dengan Amir Hamzah.

pengadilan adat Sasak pada zaman Belanda kawah Gunung Rinjani

sebutan pada Seleparang, yang kemudian disebut Sasak

sebutan pada Seleparang, yang kemudian disebut Lombok

serat menakyang telah dibukukan

serat menak yang masih dalam bentuk lontar (serat menak asli)

sumber lakon pertunjukan wayang Sasak aktivitas pembacaan barzanji (sejarah Nabi


(39)

xxxix slawatan sorong serah suluk syiar agama syariah tabu taliwatan tanda tawaq-tawaq

the golden age

tontonan topeng : : : : : : : : : : : : Muhamad SAW)

kesenian yang bernafaskan Islam serta menggunakan alat musik rebana dan sejenisnya

upacara peminangan dan serah terima pengantin perempuan kepada pihak laki-laki.

jalan menuju kesempurnaan yang dapat dilakukan dengan mengolah kemampuan batin

usaha-usaha untuk mengajarkan dan menyebarluaskan ajaran agama Islam, melalui berbagai media

kewajiban-kewajiban Islam berdasarkan alquran dan hadis yang harus dilaksanakan oleh pemeluk agama Islam.

hal-hal yang tidak pantas dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat

pembacaan alquran di mesjid pada malam hari setelah salat

petunjuk untuk memahami sesuatu

tahu diri bahwa kita selalu hidup bersama, dan gending tawaq-tawaq adalah gending pembuka pertunjukan wayang orang untuk mengundang penonton bahwa pertunjukan telah mulai dan bersama-sama menyaksikan pertunjukan.

zaman keemasan Lombok yang terjadi pada tahun 1838 pada pemerintahan Raja Anak Agung Karangasem.

seni pertunjukan yang khusus dikemas sebagaui seni hiburan

penutup muka dalam sebuah seni pertunjukan topeng atau wayang wong


(40)

xl

tuntunan

turun taon turun bibit

upacara alif wakaf waktu lima wallulah wetu telu windu wiwitan wong agung wong menak : : : : : : : : : :

seni pertunjukan yang dapat memberikan pendidikan kepada masyarakat sebagai pedoman moral

upacara kesuburan untuk memohon agar mendapatkan hasil panen yang baik

upacara perayaan tahun alif, yaitu pertama dalam putaran delapan tahun (windu) tanah pribadi yang diserahkan pada desa agama Islam yang melaksanakan salat lima waktu

pengarang karya sastra yang dianggap telah mendapatkan firman Tuhan

ajaran yang bersumber dari tiga bilahan ataupetanganyaitupetanganJawa,petangan

Kudus danpetangan Arab, juga disebut Islam yang melakkan solat tiga kali atau

waktu telu.Islam wetu telu saat ini disebut denganIslam kultural.

lingkaran yang kembali pada ujungnya pada tahun kedelapan

upacara yang dilakukan ketika ternak dan tanaman kena wabah penyakit

orang besar yang bijaksana atau juga seorang penguasa yang bijaksana

ksatria atau golongan ningrat, dalam masyarakat Sasak ada pandangan bahwa wong menak adalah orang yang memahami inti ajaran agama Islam.


(41)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti, Dusun Batu Pandang, Desa Sapit, Kecamatan Swela, Lombok Timur di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD), Taman Budaya Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), di Mataram, Lombok merupakan sebuah kegiatan seni dan budaya. Kegiatan itu muncul di tengah-tengah realitas kehidupan masyarakat Mataram, Lombok yang multikultur. Kehidupan masyarakat multikultur Mataram, Lombok dibentuk atas dasar pergulatan identitas yang diproduksi oleh kepentingan budaya wetu telu

danagama Islam. Dalam pergulatan identitas itu budaya wetu telu dikonstruksi dan direpresentasikan melalui berbagai cara yang bermakna, antara lain dalam bentuk pertunjukan wayang orang. Wayang orang sebagai simbol untuk menyampaikan pesan tentang nilai tradisi direkonstruksi dan direpresentasikan sebagai sebuah identitas.

Wayang orang sebagai warisan budaya dibangun melalui proses sejarah yang cukup panjang. Di dalamnya terdapat percampuran nilai budaya dan ajaran agama antaretnis, sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Sasak. Sebagai bagian budayawetu telu, pertunjukan wayang orang saat ini kurang mendapatkan perhatian dari masyarakat Mataram, Lombok. Banyak warga masyarakat Mataram, Lombok tidak mengetahuai pertunjukan wayang orang secara pasti.


(42)

2

Beberapa orang Lombok yang pernah diwawancarai, seperti Mustahin mahasiswa S-3 Kajian Budaya, Salman Alfarisi mahasiswa S-3 Kajian Budaya dan seniman teater, Yuspianal dan Ayu Mulyasari mahasiswa ISI Denpasar mengatakan tidak pernah mendengar bahwa di Lombok terdapat pertunjukan wayang orang. Menurut mereka pertunjukan wayang kulit memang ada di Lombok yang disebut dengan wayang menak. Informasi itu membuktikan bahwa wayang orang dipinggirkan oleh kondisi sosial yang multietnis dan pergulatan identitas. Untuk melestarikan wayang orang seniman, budayawan dan pihak UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok melakukan rekonstruksi terhadap Wayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang, Lombok Timur.

Menurut Ulfi, nama Darma Kerti pada kesenian Wayang Orang Dusun Batu Pandang digunakan karena cerita pokok yang sering dipentaskan adalah kisah Prabu Darma Kerti (Wawancara, 10 Oktober, 2015). Wayang Orang Darma Kerti, Dusun Batu Pandang itu dipilih untuk direkonstruksi karena masih ada penari dan tokoh-tokoh yang dapat memberikan penjelasan tentang cerita, bentuk pertunjukan, tari, dan kondisinya saat ini. Di Desa Sade, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah juga pernah ada wayang orang, tetapi saat ini telah punah tanpa ada bekas yang dapat dijadikan petunjuk rekonstruksi (Fathurrahman, 2009: 4).

Dari hasil pengamatan terhadap gejala hampir punahnya Wayang Orang

Darma Kerti Dusun Batu Pandang, dapat diketahui bahwa gamelannya telah di

gampil dalam sebuah ruangan dengan kondisi yang kurang dirawat. Penari-penarinya kebanyakan mencari pekerjaan ke luar daerah, bahkan ke luar negeri


(43)

3

sehingga sulit mencari penari. Generasi muda di Dusun Batu Pandang tidak ada yang berkeinginan mempelajari wayang orang karena dialog-dialognya berbahasa Jawa Kuno dianggap sulit untuk dipelajari. Mereka juga telah dicekoki oleh pemikiran baru tentang ajaran Islam yang dianggap benar (syariah).

Ulfi, salah seorang penari Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang juga mengatakan bahwa Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang sudah tidak pernah pentas lagi sejak Amaq Marni meninggal pada tahun 2010. Akan tetapi, pentas gamelan masih dilakukan atas permintaan orang yang mempunyai hajatan, hal itupun sangat jarang, paling banyak setahun sekali (Wawancara, 10 Oktober 2015).

Menurut Ulfi, Amaq Marni sebagai pimpinan grup Kesenian Darma Kerti Dusun Batu Pandang terus menerus mengajak para pendukung wayang orang agar bersabar dan tetap mempertahankan seni wayang orang. Artinya terus menerus mencari jalan agar dapat pentas dan memproleh perhatian dari pemerintah. Ini dimaksudkan agar generasi muda tetap tertarik untuk mempertahankan wayang orang (Wawancara, 10 Oktober 2015). Menurut Kantun, prerjuangan Amaq Marni bersama dengan seniman dan budayawan Mataram, Lombok agar wayang orang itu tetap dapat dilestarikan telah mendorong munculnya program kegiatan UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok untuk melestarikan kesenian tradisional Sasak. Melalui program itu, maka perjuangan seniman dan budayawan Sasak dapat diakomodasi agar Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang direkonstruksi dan dipentaskan pada 14 November 2009.


(44)

4

Sumber cerita rekonstruksi wayang orang itu adalah Serat Menak, sebuah karya sastra yang mengandung nilai agama Islam dan nilai lokal Sasak. Salah satu lakon yang diambil dari Serat Menak adalah Jayengrana Merariq.

Lakon ini dipilih karena mengandung nilai agama, nilai estetik, dan nilai tradisi, yang perlu diregenerasikan dan dilestarikan sebagaikearifan lokal (Faturrahman, 2009:6). Regenerasi dapat diartikan sebagai usaha untuk mempertahankan wayang orang karena wayang orang mengimplementasikan ajaran agama Islam dan nilai lokal Sasak, yang bersifat integratif.

Menurut Rusmadi, penggunaan kata wayang orang, dalam rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti, Dusun Batu Pandang di UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok tidak berbeda dengan kata wayang wong. Akan tetapi, dalam masyarakat Lombok pada umumnya istilah wong kurang lumrah karena kata wong merupakan bahasa Jawa Kuno (Wawancara, 12 November 2013). Dikatakan pula, bahwa kata wong hanya dikenal di lapisan dalang dan tokoh-tokoh adat yang memiliki toleransi terhadap kebudayaan Jawa dan Bali yang berkembang di Lombok.

Penggunaan kata orang dalam rekonstruksi wayang orang memberikan kesan tersendiri tentang Sasak. Dikatakan demikian karena kata wong dalam pertunjukan wayang wongdi Jawa dan Bali menunjukan adanya kesan pengaruh Majapahit. Di Dusun Batu Pandang, Desa Sapit, Kecamatan Swela, Lombok Timur, juga disebut wayang wong, namun penonton sering menyebutnya pertunjukan wayang orang. Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun


(45)

5

Batu Pandang itu, dilihat dari gerak tarinya merupakan gerak-gerak wayang sedangkan yang di stilirisasi, sedangkan musik pengiringnya adalahlelinyikan.

Menurut Kantun, lelinyikan berarti musik untuk menghibur yang tidak terikat dengan jumlah instrument. Artinya, musik yang sangat sederhana dan gending-gendingnya adalahtawaq-tawaq, bebatelan, dan tangkilan,(Wawancara, 9 Oktober 2015). Penggunaan sumber cerita Serat Menak sangat sesuai dengan kondisi sosial masyarakat Mataram, Lombok yang mayoritas beragama Islam.

Menurut Kantun, serat menak di Mataram, Lombok ada dua jenis yaitu,

Serat Menak Bel dan Serat Menak Parigan.Serat Menak Bel adalahserat menak

yang telah dibukukan sehingga tokoh penting yang telah meninggal dapat hidup kembali sesuai dengan alur lakon (misalnya: hanya dengan diperciki air atau dengan mantra-mantra tokoh itu bisa hidup kembali). Serat Menak Parigan

adalah serat menak pokok dalam bentuk lontar, tokoh apa pun kalau sudah meninggal dalam pertunjukan tidak dapat hidup lagi sesuai dengan alur lakon (Wawancara, 9 Oktober 2015). Dalam hal ini wayang termasuk wayang orang merupakan warisan budaya tak benda, memiliki nilai kemanusian yang sangat mulia, dilihat dari sumber cerita yang digunakan.

Sebagai warisan budaya yang memiliki nilai kemanusiaan universal telah diakui oleh dunia, sehingga wayang mendapatkan perlindungan dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organisation (UNESCO) sebagai warisan budaya tak benda yang ditetapkan pada 7 November 2003 (Matsuura, 2003). Perlindungan ini dilakukan oleh UNESCO supaya wayang dipelihara,


(46)

6

dipertahankan, dan dikembangkan sebagai warisan budaya tak benda untuk menjadi sumber moral dalam mengembangkan nilai kemanusiaan.

Perlindungan itu diharapkan dapat mendorong agar semangat seniman dan budayawan Sasak untuk mempertahankan seni budaya lokal lebih besar, terutama mereka yang ingin menjadikan budayawetu telusebagai identitas Sasak. Semangat ini terhalang karena adanya pengaruh yang sangat kuat dari Islam

Waktu Limasebagai Islam modern yang ingin menolak budayawetu telu. Sebagai wahana perjuangan untuk mempertahankan seni dan budaya Sasak muncullah Majelis Adat Sasak (MAS). Menurut Prima, salah seorang pengurus MAS, penolakan terhadap tradisi termasuk kesenian itu merupakan pengingkaran terhadap sejarah perkembangan Islam di Lombok (Wawancara, 12 November, 2013).

Prima juga mengatakan bahwa membangkitkan budaya wetu telu untuk berperan dalam percaturan global sangat penting. Pemikiran itu merangsang kelompok agama Islam Sasak yang semula menolak kesenian tradisional mulai menyadari bahwa membangkitkan seni dan budaya tradisional merupakan upaya untuk membangun identitas Sasak (Wawancara, 12 November 2013). Tuan Guru Haji (TGH) yang berasal dari kelompok Nahlatul Ulama (NU), Nahlatul Wathan (NW), dan Muhamadyah, sudah mulai memberikan sumbangan terhadap kebangkitan kesenian tradisional sejak tahun 2013.

Atas perjuangan masyarakat Sasak melalui MAS, yang didukung oleh para seniman untuk mengingatkan pemerintah tentang pentingnya budaya


(47)

7

NTB, Tuan Guru Haji (TGH) Muhamad Zainul Majdi, mulai membuat program pembangunan Lombok berdasarkan visi, beriman, berbudaya, kreatif dan,

sejahtera. Melalui konsep berbudaya dan kreatif ini pemerintah mulai mengulurkan tangan untuk melestarikan dan mengembangkan seni tradisi termasukwayang orang.

Berbagai jenis seni pertunjukan yang saat ini berkembang di Lombok, khususnya di Mataram didominasi oleh seni pertunjukan Bali. Jenis-jenis kesenian Bali tersebut adalah Tari Joged Bumbung, Tari Pendet, Tari Candrametu, Tari Panji Semirang, Tari Mergepati, Tari Wiranata, Tari Kebyar Duduk, Tari Oleg Temulilingan, Tari Legong Kraton, Tari Tenun, Tari Nelayan, Tari Trunajaya, Sendratari, Topeng, Arja, Rejang, Sanghyang, dan yang lainnya. Untuk mengimbangi berbagai jenis kesenian Bali yang ada, maka rekonstruksi wayang orang menjadi sangat penting sebagai ciri khas Sasak supaya identitas Sasak muncul di Mataram, Lombok.

Wayang orang, termasuk golongan seni pertunjukan drama dan tari (Monografi NTB Jilid II, 1977:137), merupakan salah satu bentuk tradisi yang tidak dibenarkan oleh firkoh-firkoh baru Islam untuk dipentaskan pada saat perayaan agama Islam. Pandangan itu didasarkan atas pemahaman bahwa seni pertunjukan tradisional Sasak merupakan warisan tradisi yang melekat dengan budayawetu telu, dan bernapaskan budaya Hindu. Warisan budaya Hindu yang melekat pada budaya wetu telu tidak benar dikembangkan oleh orang yang beragama Islam. Hal ini menunjukan adanya sentimen lokal dan konflik etnis di Lombok semakin menguat, dan merupakan sumberpergulatan identitas.


(48)

8

Pergulatan identitas telah dimulai sejak Gajah Mada mengirimkan pasukannya untuk menaklukan Selepawis atau Selesuwung (artinya=Lombok) pada tahun 1344. Melalui penaklukan itu telah tertanam nilai-nilai Majapahit yang bersifat sinkeritisme Hindu dan Budha (Bunyamin, 2011:5).Selepawis atau

Selesuwung adalah bahasa Kawi yang digunakan oleh pengarang dengan berpedoman pada bahasa Jawa Kuno. Menurut Anggawa, bahasa Kawi berbeda dengan bahasa Jawa Kuna karena bahasa Kawi adalah bahasa komunikasi antar wilayah di Nusantara sehingga merupakan bahasa campuran antara Jawa, Bali, dan Sasak, sedangkan bahasa Jawa Kuno adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat Jawa, pada jaman kejayaan kerajaan Hindu Jawa (Wawancara, 12 November 2013).

Kedatangan Islam ke Lombok pada sekitar abad XVI yang dibawa oleh Sunan Giri dan Pangeran Sangupati telah menyebar luaskan nilai-nilai Islam. Selain itu, masuknya usaha dagang Belada yaitu Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) ke wilayah timur yaitu ke Makasar tahun 1633 menyebabkan terjadinya perang antara VOC dan kerajaan Goa di Makasar. Perang antara VOC dan Makasar berimplikasi terhadap kehidupan masyarakat Lombok karena perdagangan di Lombok berada di bawah pengaruh Makasar (Bunyamin, 2011:9). Mundurnya supremasi Makasar di Lombok menyebabkan kerajaan Seleparang mengakui kekuasaan VOC di Lombok sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1675 di Benteng Ritterdam Makasar (Bunyamin, 2011: 9). Keadaan Lombok yang kacau-balau, dimanfaatkan oleh Raja Karangasem Bali untuk menyerang Lombok pada tahun 1677. Pada waktu itu


(49)

9

kekuatan Raja Karangasem Bali dapat dihalau oleh kerajaan Seleparang, Lombok, bahkan penyerangan pada tahun 1678 pun juga gagal (Bunyamin, 201:9).

Pada tahun 1692 kerajaan Karangasem Bali kembali menyerang Lombok dengan bantuan Banjar Getas untuk menaklukkan Pejanggik. Kerajaan Pejanggik dapat ditaklukan dan secara berangsur-angsur kerajaan Karangasem Bali berkuasa di Lombok. Hal ini menyebabkan nilai budaya Bali yang bernapaskan Hindu sangat kuat di Lombok (Bunyamin, 2011: 9--10). Kekuasaan kerajaan Karangasem Bali di Lombok dianggap sebagaipenjajah. Hal itu menyebabkan munculnya perlawanan-perlawanan dari orang Sasak.

Perlawanan itulah kemudian menyebabkan terjadinya konflik yang berkepanjangan sampai sekarang. Proses sejarah itu telah diwariskan sebagai budaya Sasak yang bersifat sinkeritisme antara budaya asli sebelum masuknya pengaruh Majapahit dan nilai Islam yang masuk pada sekitar abad XVI. Warisan sejarah itulah yang dikenal dengan budaya wetu telu. Ketika penganut budaya Sasak yang beragama Islam meneruskan konsep wetu telu, maka mereka disebut denganIslam Wetu Telu.

Sejak tahun 1968 terjadi konsolidasi Islam karena semua Islam adalah Islam Waktu Lima sehingga tidak ada lagi istilah Islam Wetu Telu (Supratno, 1996:141). Masyarakat yang tidak memahami asal-usul wetu telu, sering menyebutnya Islam Waktu Telu. Menurut Anggawa, kelompok yang mempertahankan budaya wetu telu disebut dengan Islam Kultural, sedangkan Islam yang tidak mempertahankan budayawetu telu disebut dengan IslamWaktu


(50)

10

Lima yang berorientasi Syariah. Anggawa, mengatakan bahwa konsolidasi Islam itu terjadi sebagai dampak dari G. 30. S pada tahun 1965. Kelompok yang mempertahankan budaya wetu telu pada waktu itu dikafirkan, sehingga banyak yang terbunuh (Wawancara, 15 Oktober, 2015).

Konsolidasi Islam ini telah menempatkan Islam Waktu Lima dengan mayoritas pengikutnya, dan doktrin-doktrinnya menganggap warisan budaya

wetu telu itu tidak perlu dipertahankan. Implikasi dari konsulidasi itu, maka pementasan kesenian tradisional Sasak sempat dilarang pada tahun 1970-an (Supratno, 1996:315). Menurut Anggawa, Islam Kultural, adalah Islam yang bersifat adaptif dengan budaya luar sehingga antarbudaya di Mataram, Lombok dapat hidup berdampingan dengan damai. Kelompok Islam Sasak yang tidak dapat menerima pertunjukan kesenian tradisional termasuk wayang orang adalah kelompok Islam Sasak yang berorientasi pada budaya Arab, yang saat ini disebut

Islam Syariah. Kedua kelompok tersebut di Mataram, Lombok berasal dari Islam

Waktu Lima (Wawancara, 10 Oktober 2015). Hal itu menunjukkan ada kelompok Islam Waktu Lima yang masih mempertahankan budaya lokal sebagai warisan budayawetu teludan ada IslamWaktu Limayang beraliransyariah.

Bagi penganut agama Islam Waktu Lima yang beraliran syariah

berorientasi pada budaya Arab, sangat fanatik pada simbol agama berdasarkan budaya Arab. Menurut tokoh-tokoh agama Islam Syariah, melakukan hal-hal yang tidak diwajibkan dianggap larangan oleh agama Islam. Tokoh-tokoh adat Sasak yang menganut Islam Kulturalmenganggap bahwa tidak diwajibkanoleh


(51)

11

agama, bukan dilarang karena tradisi merupakan kearifan lokal yang harus dipelihara dengan baik sebagai identitas.

Prima dan Ibrahim mengatakan bahwa kalau tradisi, termasuk seni pertunjukan wayang orang tidak dipelihara dengan baik oleh orang yang mengaku dirinya orang Sasak, maka siapa lagi yang harus mempertahankan dan memelihara tradisi tersebut (Wawancara, 12 November, 2013). Memang disadari bahwa saat ini ada kecendrungan masyarakat untuk meninggalkan tradisi. Hal itu terkait dengan perkembangan global mengarah pada kepentingan universalisme dan homoginitas, yang cendrung mengaburkan nilai-nilai lokal sehingga memicu munculnya perjuangan untuk membangun identitas (Turner, 2002: 102).

Wayang Kulit Bali dan Wayang Kulit Jawa pernah berkembang di Lombok dengan cerita Mahabharata dan Ramayana yang disebut dengan Wayang

Lelendong (Supratno, 1996: 5), saat ini tidak berkembang lagi. Meskipun Wayang Lelendong tidak berkembang, pengaruhnya juga nampak pada wayang orang di Lombok. Pengaruh Wayang Wong Parwa Bali nampak pada Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang karena semua penari tidak menggunakantapel.

Menurut Darmatif, pengaruh Wayang Wong Ramayana, yang sering disebut dengan wayang wong saja tampak pada wayang wong atau wayang orang, Desa Sembalun, Lombok Timur. Pengaruh itu tampak pada penari yang hampir semuanya menggunakan tapel (topeng) sama seperti Wayang Wong Bali. Menurut Darmatif, tapel-tapel wayang wong itu dibawa oleh leluhurnya dari Majapahit ke Desa Sembalun. Kemudian mereka mendirikan pertunjukan


(52)

12

wayang wong di Desa Sembalun, Lombok Timur (Wawancara, 12 November 2013).

Wayang orang umumnya di Lombok, dan Wayang Orang Darma Kerti

Dusun Batu Pandang khususnya, merupakan pertunjukan wayang orang yang ceritanya bersumber dari Serat Menak. Sebagai sumber cerita Serat Menak

merupakan hasil perpaduan antara Hikayat Amir Hamzah dan cerita Panji. Hikayat Amir Hamzah merupakan hikayat Melayu yang berasal dari kitab

Qissai Emr Hamza sebuah karya sastra Persia (Soekmono, 1981:97). Menurut Reid (1992:270), hikayat Melayu merupakan karya sastra yang menggambarkan keberanian pahlawan Persia. Di pihak lain cerita Panji adalah karya sastra yang berkembang pada zaman Majapahit, mengisahkan Panji Inu Kertapati dengan Candra Kirana. Menurut Kantun, salah satu lakon yang diambil dari Serat Menak Parigan dalam rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang di UPTD Taman Budaya Mataram, Lombok adalah Jayengrana Merariq(Wawancara, 9 Oktober 2015)

Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang itu dilakukan oleh para seniman dan budayawan Lombok yang difasilitasi oleh UPTD Taman Budaya Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam proses rekonstruksi itu ditampilkan seniman-seniman Lombok, baik yang berasal dari etnis Jawa beragama Islam, etnis Bali beragama Hindu, maupun etnis Sasak, yang memahamiSerat Menak, seni pewayangan, dan gerak-gerak wayang Rekonstruksi wayang orang itu merupakan sebuah bangunan seni budaya yang menggabungkan antara nilai-nalai agama IslamWaktu Limadengan budaya


(53)

13

wetu telu, menjadi kearifan lokal Sasak. Kearifan lokal yang terdapat dalam wayang orang sesungguhnya telah menjadi praktik budaya dalam kehidupan masyarakat Sasak sehari-hari dan diwarisi secara turun-temurun sebagai pedoman perilaku.

Saat ini perubahan-perubahan terjadi dalam skala dan kecepatan yang sangat tinggi, telah menyebabkan perubahan struktural dan kultural tidak sejalan sehingga terjadilah anomie perangkat nilai (Kuntowijoyo, 1999:10--11).

Anomie terjadi karena terdapat kesenjangan nilai antara struktur sosial dan nilai budaya yang diwarisi sebagai sebuah tradisi. Sebagai reaksi terhadap perubahan yang terjadi saat ini, maka masyarakat Sasak di Mataram-Lombok berjuang untuk menemukan kembali jati diri dan identitas yang terpinggirkan oleh proses sejarah dan ideologi kekuasaan.

Doktrin agama Islam modern dengan firkoh-firkoh baru di Mataram, Lombok telah memengaruhi ideologi kekuasaan sehingga tradisi yang dipertahankan oleh penganut budaya wetu telu kurang mendapatkan perhatian. Usaha-usaha untuk membangkitkan kembali nilai-nilai lokal ini dilakukan dengan mengadakan rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang, oleh para seniman dan budayawan Sasak. Dengan membangkitkan seni dapat dimunculkan semua potensi secara penuh untuk mendobrak situasi lingkungan itu sendiri (Turner, 2002:165).

Menurut Prima dan Ibrahim, T.G.H. Muhamad Zainul Majdi yang sering dikenal dengan T.G.H. Bajang sama sekali tidak memperhatikan seni tradisi pada periode pertama jabatannya sebagai gubernur. Sebagai T.G.H. dan


(54)

14

menjabat sebagai gubernur tetap menganggap bahwa agama Islam tidak wajib melestarikan tradisi. Tokoh T.G.H. lainnya yang menganggap tradisi wetu telu tidak perlu dipertahankan adalah, T.G.H. Hasanain Juaini, T.G.H. Makhali Fikri, T.G.H. Subki Sasaki, dan T.G.H. Muhid Al Lapaki (Wawancara, 12 November, 2013).

Penjelasan ini menunjukkan bahwa ideologi kekuasaan yang diterapkan dalam sistem pemerintahan di NTB kurang memperhatikan keragaman budaya. Keragaman nilai budaya merupakan ciri integritas nasional sebagai tanda persatuan Indonesia yang telah dijadikan lambang negara Indonesia dan dikenal dengan Bhineka Tunggal Ika. Keragaman budaya dijadikan landasan untuk menciptakan integritas bangsa, sehingga melahirkan konsep persatuan dan

kesatuan.Konsep ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang bersifat multikultural.

Nilai persatuan dan kesatuan yang muncul akibat tekanan kolonialisme dan impresialisme merupakan cerminan kebersamaan. Hal itu dapat dijadikan kekuatan untuk menangkal pengaruh global yang menyebabkan terjadinya sentimen lokal dan konflik etnis. Nilai-nilai kebersamaan yang berakar pada tradisi, sering ditampilkan melalui seni pertunjukan. Salah satu seni pertunjukan yang dapat menampilkan nilai kebersamaan dan dijadikan objek kajian dalam tulisan ini adalah Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang yang direkonstruksi di UPTD Taman Budaya Mataram.

Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang merupakan sebuah bentuk penggalian dan pelestarian seni tradisi yang kemudian


(1)

Teori multikultuiralisme dalam hal ini melihat gerakan seni dan budaya Sasak. Tujuannya adalah untuk berjuang supaya mendapatkan pengakuan sama dengan seni budaya lainnya sebagai warisan tradisi Sasak.

2.3.3. Teori Hegemoni

Teorihegemonimerupakan teori politik yang paling penting dari Antonio Gramsci. Teori itu muncul dari pemikiran politik Gramsci yang bertujuan untuk menciptakan partisipasi aktif dalam proses penentuan nasib sendiri secara sosial dan terbentuknya jenis demokratisasi sosial yang mendalam. Pemikiran politik baru dari Gramsci ini merupakan proses demokratisasi kontra hegemoni yang secara eksplisit membayangkan proses politik terletak pada ruang nasional tertentu dan kondisi lokal tertentu (Rupert, 2010:244).

Dalam hal ini Gramsci ingin menciptakan kondisi politik bahwa setiap individu, masyarakat, dan bangsa bisa berpartisipasi dalam bidang politik secara aktif tanpa adanya hegemoni. Bagi Gramsci, hegemoni tidak hanya terjadi karena determinisme ekonomi dan kekuasaan kapitalis menurut pandangan Marx, tetapi juga terjadi melalui aspek kultural. Oleh karena itu, hegemoni Gramsci dikenal denganhegemoni kultural.

Hegemoni dengan pengaruh kultural adalah sebuah hegemoni yang dibangun di atas premis pentingnya ide dan tidak mencukupinya kekuatan fisik belaka dalam melakukan kontrol sosial politik. Yang dimaksud oleh Gramsci dalam hal ini adalah menguasai dengan kepemimpinan moral dan intelektual secara konsensus (Hasan, 2011:26; Santoso, 2010: 89). Dengan demikian,


(2)

peranan intelektual dalam hal ini menjadi sangat penting karena potensi yang dimiliki oleh intelektual organik sebagai harapan utama dan hegemoni sebagai temapenyadaran(Santoso, 2010: 84; Mutahir, 2011 ).

Di sinilah peran intelektual organik dibutuhkan untuk membentuk ideologi, yang mampu berjalan secara linier serta mampu melakukan dan mengikuti perubahan (Santoso, 2010:87). Ideologi yang dimaksud di sini adalah rakyat pekerja bisa mendapatkan kesadaran sejati jika menempatkan diri sebagai individu yang aktif melalui perjuangan ideologi.

Ideologi adalah produk hubungan material ekonomi, penghancuran terhadap masyarakat berkelas, dan dianggap sebagai syarat penting untuk mendapatkan kesadaran sejati (Hasan, 2011). Ideologi dalam hal ini bergerak terus dari pandangan Marxis, yang menganggap bahwa ideologi terbentuk untuk mengamankan dominasi yang dilakukan oleh kelas sosial yang berkuasa. Prinsip ideologi yang bersumber pada teori Marxis dan berpegang hanya pada faktor ekonomi dan kekuasaan. Hal itu kemudian dikritik oleh Gramsci dengan mengembangkan Marxisme kultural sehingga ideologi dan budaya menjadi pokok perhatiannya dalam mengembangkan pemikiran tentang hegemoni (Hasan,2011: 40; Lelland, 2005).

Ideologi dalam hal ini dilihat sebagai bentuk reproduksi sosial yang mengandung kekuasaan dan kebudayaan dikendalikan oleh ideologi yang beroperasi pada ranah sosial (Hasan, 2011:24). Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang dalam hal ini termasuk dalam ranah sosial


(3)

karena mempunyai fungsi komunikatif yang dapat mengomunikasikan gagasan-gagasannya untuk memengaruhi kehidupan sosial.

Menurut Antonio Gramsci, ideologi dalam hal ini bukan hanya sebuah sistem gagasan yang dapat memengaruhi orang lain, tetapi juga mempunyai kapasitas untuk mengilhami tindakan konkret dan memberikan kerangka orientasi pada tindakan tersebut (Pradoyo, 1993:138). Ideologi dalam hal ini dapat dijadikan sebagai sumber penggerak bagi kehidupan masyarakat sesuai dengan perubahan. Ideologi Islam mulai dikembangkan dengan cara-carakultural,untuk menguasai kelompok lain. Mengembangkan ideologi dengan cara-cara kultural, seperti doktirn agama, etika sosial dan moral, oleh Antonio Gramsci, disebut hegemoni kultural.

Hegemoni kultural mulai masuk ke ranah-ranah sosial (social field), membentuk prilaku manusia yang dikembangkan lewat seni pertunjukan wayang orang. Dalam melaksanakan hegemoni kultural, peranan intelektual menjadi sangat penting (Mutahir, 2011:5). Dalam kaitannya dengan ideologi kultural intekteletual adalah seniman dan budayawan yang ingin memperjuangan budaya wetu telu. Terkait dengan ideologi Islam syariah, yang melaksanakanhegemoni kultural dengan cara bermoral dan etika, adalah para Tuan Guru yang memberikan dokrin dan ceramah-ceramah tentang ajaran agama Islam.

2.4 Model Penelitian

Untuk lebih mudah memahami objek penelitian sebagai sebuah fenomena budaya tentang rekonstruksi Wayang Orang Darma KertiDusun Batu Pandang


(4)

di UPTD Taman Budaya Mataram, Provinsi NTB dibutuhkan model penelitian yang dapat mengakomodasi semua data lapangan untuk menuliskan hasil penelitian. Model penelitian dalam hal ini adalah sebuah konstruk intelektual dalam rangka menyederhanakan realitas agar lebih mudah dipahami (Burke, 2011: 39). Model juga merupakan konstruksi intelektual untuk memahami hal-hal yang berulang-ulang, baik secara umum maupun secara khusus. Model merupakan konstruksi pemikiran mengenai penelitian ini, yang ditampilkan secara sederhana, tetapi dapat menggambarkan rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti,Dusun Batu Pandang secara menyeluruh.

Model dalam penelitian ini berangkat dari pemahaman terhadap identitas Lombok yang telah dibentuk oleh nilai-nilai Islam, nilai-nilaiwetu telu, dan nilai-nilai Hindu. Wayang orang sebagai sebuah seni pertunjukan tradisional merupakan kekayaan budaya. Di dalamnya tersimpan nilai-nilai kearifan lokal yang bersumber dari cerita Serat Menak. Serat Menak berkembang di tiap-tiap daerah, termasuk di Lombok merupakan campuran antara Cerita Panji, yang merupakan karya sastra zaman Majapahit dengan Hikayat Amir Hamzah. Dengan demikianSerat Menak merupakan perpaduan antara berbagai nilai, baik yang bersumber dari ajaran Islam, maupun yang bersumber daritradisi wetu telu.

Perkembangan Islam di Lombok, terutama Islam modern dengan firkoh-firkoh baru menyebabkan berbagai bentuk kesenian termasuk Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang terpinggirkan. Kaitan antara pergulatan identitas dan rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang serta ideologi yang mendorong rekonstruksi itu berimplikasi pada masyarakat


(5)

Mataram, Lombok menjadi sasaran studi ini dengan pendekatan kajian budaya. Disamping itu digunakan teoridekonstruksi,multikultural,dan hegemoni.

Rekonstruksi Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang diharapkan mampu menyajikan identitas Lombok dengan kekhasan budayanya serta bermakna untuk menciptakan keragaman budaya yang saling beradaptasi antara nilai budaya dari tiap-tiap etnis. Alur pemikiran di atas dapat digambarkan pada model penelitian di bawah ini.


(6)

Gambar 2.4. Model Penelitian.

: Garis Pergulatan Identitas

: Garis Interaksi Identitas

Rekonstruksi Wayang

Orang Darma Kerti

Dusun Batu Pandang

di Mataram, Lombok

Seniman-Seniman Bali yang Beragama Hindu

Seniman Jawa dan Sasak yang beragama Islam

Ideologi apakah yang ada dibalik rekonstruksi

Wayang Orang Darma Kerti Dusun Batu

Pandanng

Bagaimana proses rekonstruksi Wayang

Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang

itu dilakukan

Apakah implikasi rekonstruksi Wayang

Orang Darma Kerti Dusun Batu Pandang

bagi masyarakat Mataram Lombok

Pergulatan

Identitas

Nilai-Nilai Tradisi (Wetu Telu) Masyarakat Mataram Lombok Multietnis Nilai-Nilai Islam

Hasil Penelitian