PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM RANAH AFEKTIF PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS X DI SMA „AISYIYAH 1 PALEMBANG

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM RANAH AFEKTIF PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS X DI SMA „AISYIYAH 1 PALEMBANG SKRIPSI SARJANA S.1

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh : DEVI WULANDARI NIM. 10 221 007

Program Studi Tadris Matematika FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG 2014

Persetujuan Pembimbing

Kepada Yth.

Hal : Pengantar Skripsi Bapak Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

UIN Raden Fatah

Di

Palembang

Assalamu‟alaikum wr.wb Setelah melalui proses bimbingan, arahan dan koreksian baik dari segi isi

maupun teknik penulisan terhadap skripsi saudari: Nama

: Devi Wulandari NIM

: 10 221 007 Program

: S1 Tadris Matematika Judul Skripsi : Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Ranah Afektif Pada Pembelajaran Matematika Kelas X Di SMA „Aisyiyah 1 Palembang

Maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudari tersebut dapat diajukan dalam Sidang Skripsi Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

Demikianlah harapan kami dan atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Wassalamu‟alaikum Wr.Wb. Palembang , November 2014

Pembimbing I

Pembimbing II

Amilda, MA Sujinal Arifin, M.Pd

NIP. 19790909 201101 1 009

NIP. 19770715 200604 2 003

Skripsi Berjudul:

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Ranah Afektif

Pada Pembelajaran Matematika Kelas X Di SMA „Aisyiyah 1 Palembang

Yang ditulis oleh Devi Wulandari dengan NIM. 10 221 007 telah dimunaqasyahkan dan dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Pada tanggal, 26 November 2014

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan ( S.Pd)

Palembang, 26 November 2014 Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Sekretaris

Agustiani Dumeva Putri, M.Si Sujinal Arifin, M.Pd NIP. 19720812 200501 2 005

NIP. 19790909 201101 1 009

Penguji Utama : Choirun Niswah, M.Ag

NIP. 19700821 199603 2 002

Anggota Penguji : Muhammad Win Afgani, M.Pd ( )

NIP. 19821210 200912 1 002

Mengesahkan Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Dr. Kasinyo Harto, M.Ag NIP. 197109111997031004

Motto dan Persembahan

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari

sesuatu urusan),tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). (QS .94:6-7) ******

Puji Syukur kepada Allah, Ku Persembahkan Skripsi Ini Kepada:  Agamaku yaitu agama Islam

 Kedua Orangtua yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil, serta kasih sayang tiada batas sampai saat ini

 Dosen-Dosenku (Bapak Sujinal Arifin, M.Pd, Ibu Amilda, MA, Ibu Yuli Fitrianti, M.Pd, Ibu Riza Agustiani, M.Pd, Bapak Muhammad Win Afgani, M.Pd, Dan Ibu Agustiani Dumeva Putri, M.Pd selaku Ketua Prodi Tadris Matematika)

 Kepala Sekolah SMA ‘Aisyiyah 1 Palembang beserta staf-stafnya  Saudaraku-saudariku (Rika Deprianti, A,Md, Tri Oktarina, Eko

Apriadi, dan Dina Mardalena)  Sahabat-sahabatku; Dhana Prafitri, S.Pd, Siti Khodijah Muslimah,

S.Pd, beserta teman-teman Tadris Matematika angkatan 2010, semoga persaudaraan kita terjalin terus.

 Almamaterku

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda-tangan di bawah ini: Nama

: Devi Wulandari

Tempat dan Tanggal Lahir : Bandar Jaya, 17 Desember 1992 Program Studi

: Tadris Matematika

NIM

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1. Seluruh data, informasi, interpretasi serta pernyataan dalam pembahasan dan kesimpulan yang disajjikan dalam karya ilmiah ini, kecuali yang disebutkan sumbernya adalah merupakan hasil pengamatan, penelitian, pengolahan, serta pemikiran saya dengan pengarahan dari para pembimbing yang ditetapkan.

2. Karya ilmiah yang saya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar akademik, baik di IAIN Raden Fatah maupun perguruan tinggi lainnya.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya dan apabila dikemudian hari ditemukan adanya bukti ketidakbenaran dalam pernyataan tersebut di atas, maka saya bersedia menerima sangsi akademis berupa pembatalan gelar yang saya peroleh melalui pengajuan karya ilmiah ini.

Palembang, 26 November 2014 Yang membuat pernyataan,

Devi Wulandari NIM. 10 221 007

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Allah Rabbul Izzati yang memberi rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Ranah Afektif Pada Pembelajaran Matematika Kelas X Di SMA „Aisyiyah 1 Palembang” ini sebagai syarat akademik dalam menyelesaikan proses perkuliahan pada Fakultas Tarbiyah Jurusan Tadris Matematika IAIN Raden Fatah Palembang.

Dalam penyusunan skripsi ini banyak ditemukan kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan, namun berkat inayah Allah SWT, serta bantuan dari berbagai pihak segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. H. Aflatun Muchtar, MA. selaku Rektor IAIN Raden Fatah Palembang.

2. Bapak Dr. Kasinyo Harto, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

3. Ibu Agustiani Dumeva Putri, M.Si. selaku Ketua Program Studi Tadris Matematika.

4. Ibu Amilda, MA. selaku Pembimbing I

5. Bapak Sujinal Arifin, M.Pd. selaku Pembimbing II.

6. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang.

7. Ibu Nurmawati, MM, selaku Kepala Sekolah SMA „Aisyiyah 1 Palembang

8. Bapak-bapak dan ibu-ibu guru serta staf Sekolah SMA „Aisyiyah 1 Palembang

9. Ayahanda Jamil Sopian , Ibunda Tante Helmi, S.Pd, dan saudara- saudariku yang telah memberikan nasehat, dukungan dan motivasinya.

10. Keluarga Besarku (Keluarga besar Daharip dan Hanum, serta Keluarga Besar Sopian dan Nurhayati)

11. Sahabatku Dhana Prafitri, S.Pd dan Siti Khodijah Muslimah, S.Pd yang selalu memberikan support dan semangat

12. Rekan-rekan seperjuangan Angkatan 2010 di Tadris Matematika IAIN Raden Fatah Palembang.

13. Guru-guru dan dosen-dosen yang telah memberikan ilmunya tanpa mengenal lelah.

14. Almamaterku. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih memiliki banyak

kekurangan, karenanya Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dapat digunakan demi perbaikan Skripsi ini nantinya. Penulis juga berharap agar Skripsi ini akan memberikan banyak manfaat bagi yang membacanya.

Palembang, 26 November 2014 Penulis

Devi Wulandari Nim. 10 221 007

ABSTRACT

This study aimed to determine : ( 1 ) The effect of the application of cooperative learning model of snowball throwing toward student learning outcomes in the affective domain toward the learning of mathematics at the class X of „Aisyiyah 1 Palembang, ( 2 ) The relationship between student learning outcomes in the affective domain of learning outcomes students with the cognitive domain after the cooperative learning model of snowball throwing in was applied class X of ' Aisyiyah 1 high school Palembang . Data collection rechniques used are questionnaires, and test. A questionnaires used to see what variables to be measured, while the post test is used to see student learning outcomes, whether the test is relevant or not to the affective domain. To test the validity of the research instrument prior to the validators that have been designated. Category on the analysis of the data collected, it can be concluced that the result of the questionnaires on X.IIS1 class that uses cooperative learning model showed average score 81.8 snowball throwing categorized as “Good”. Category on the analysis of the data collected, it can be concluced that the result of tests on X.IIS1 class that uses cooperative learning model showed average score 74.3 snowball throwing % cat egorized as “Good”. And from outcomes correlation between

questionnaires outcomes and test outcomes collected was positive, where r h =

0.98 > r t = 0.325. thus cooperative learning model snowball throwing can improve student learning outcomes in the affective domain.

Keywords : The Cooperative Learning Model of Snowball Throwing, Learning Outcomes in the Affective Domain, Mathematic Learning.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing terhadap hasil belajar siswa dalam ranah afektif pada pembelajaran matematika kelas X di SMA „Aisyiyah 1 Palembang, (2) Hubungan antara hasil belajar siswa dalam ranah afektif dengan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing kelas X di SMA „Aisyiyah 1 Palembang. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas X.IIS1 dan X.IIS2 di SMA „Aisyiyah 1 Palembang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket, dan tes. Angket digunakan untuk mengetahui variabel apa saja yang akan diukur, sedangkan tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa, apakah tes tersebut relevan atau tidak dengan ranah afektif. Untuk menguji kevaliditasan instrument penelitian terlebih dahulu peneliti mengkonsultasikannya kepada tiga validator yang telah ditunjuk. Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang terkumpul, maka dapat disimpulkan bahwa dari hasil angket pada kelas X.IIS1 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing diperoleh nilai rata-rata 81.8 dikategorikan “Baik”. Berdasarkan hasil analisis terhadap data yang terkumpul, maka dapat disimpulkan bahwa dari hasil tes pada kelas X.IIS1 yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing diperoleh nilai rata-rata 74.3 dikategorikan “Baik”, dilihat dari interpretasi hasil belajar. Dan dari hasil korelasi antara data hasil angket dan data

hasil tes didapatkan korelasi yang positif , dimana r h = 0.98 > r t = 0.325. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam ranah afektif.

Kata kunci: Model Pembelajaran Snowball Throwing, Hasil Belajar Ranah

Afektif

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-undang Dasar RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satunya pendidikan matematika, baik melalui peningkatan guru matematika melalui penataran- penataran, maupun peningkatan prestasi belajar dalam kurikulum 2013 terhadap ranah afektif pada mata pelajaran matematika. Sehingga dalam implementasinya tidak hanya hasil belajar kognitif yang menjadi acuan penilaian, hasil belajar dalam ranah afektif pun sudah menjadi tuntutan penilaian proses pembelajaran.

Proses belajar mengajar tidak terlepas dari faktor-faktor yang signifikan, sehingga harus adanya pengendalian, baik itu masalah intern maupun ekstern, serta adanya kesulitan belajar dalam setiap individu masing- masing. Terutama pada mata pelajaran matematika, dimana matematika dalam pandangan siswa adalah salah satu mata pelajaran yang sangat menakutkan serta tergolong susah.

Adapun faktor kesulitan belajar itu secara garis besar terdiri atas dua macam (Wahab, 2008:135-136), yaitu : (1) faktor intern siswa yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri, (2) faktor ekstern siswa yakni hal-hal atau keadaan yang datang dari luar diri siswa. Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kurang mampu psiko-fisik siswa, yaitu yang bersifat kognitif (ranah cipta), afektif (ranah rasa), dan psikomotor (ranah karsa). Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa yang meliputi lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.

Tujuan belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui penilaian proses dan hasil belajar. Proses pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung pada sikap peserta didik dan kreatifitas pendidik. Proses pembelajaran tersusun atas sejumlah komponen atau unsur yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Interaksi antara guru dan peserta didik pada saat proses belajar mengajar memegang peran penting dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Dijelaskan dalam firman Allah bahwa tujuan-tujuan pendidikan Islam merupakan contoh tujuan yang bersifat intermediair (tujuan antara) atau sementara, karena hanya mengandung beberapa aspek nilai Islami yang dirumuskan. Untuk mencapai tujuan umum pendidikan Islam diperlukan idealitas yang mengintegrasikan seluruh nilai yang komprehensif di mana seorang muslim paripurna lahir dan batin tergambar dalam kepribadiannya.

Untuk merumuskan tujuan umum atau tujuan akhir pendidikan Islam kita perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang terkandung dalam firman-firman

Allah dan sabda-sabda Nabi SAW yang menjadi idealitas ajaran Islam yang diwujudkan sebagai pola kepribadian muslim yang hakiki sesuai tuntutan cita Islami. Dimana di dalam surat Al-Mujaadillah dijelaskan bahwa :

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberiilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadilah : 11).

Dari hasil pengamatan pada bulan oktober 2013 pada saat PPLK II, pengajaran matematika di SM A „Aisyiyah 1 Palembang di temukan beberapa kelemahan pada siswa kelas X dalam pembelajaran matematika antara lain: (1) keaktifan siswa kelas X dalam mengikuti pembelajaran masih belum tampak, (2) siswa jarang mengajukan pertanyaan, meskipun guru sering memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami, (3) keaktifan dalam mengerjakan tugas-tugas pada proses pembelajaran yang masih kurang, (4) serta kurangnya partisipasi siswa selama proses pembelajaran, dan sikap yang kurang respon terhadap materi pelajaran matematika.

Dari hasil wawancara deng an guru SMA „Aisyiyah 1 Palembang pada bulan Oktober 2013, selain dari faktor siswa di atas, peranan guru juga sangat penting. Pada kondisi awalnya cara guru mengajar di SMA „Aisyiyah 1 Palembang khususnya guru matematika rata-rata mengajar dengan metode Dari hasil wawancara deng an guru SMA „Aisyiyah 1 Palembang pada bulan Oktober 2013, selain dari faktor siswa di atas, peranan guru juga sangat penting. Pada kondisi awalnya cara guru mengajar di SMA „Aisyiyah 1 Palembang khususnya guru matematika rata-rata mengajar dengan metode

Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik- buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.

Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan pandangan tentang baik-buruk, layak dan tidak layak suatu objek, namun implementasinya masing kurang. Hal ini disebabkan perancangan pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak mudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotorik. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan pandangan tentang baik-buruk, layak dan tidak layak suatu objek, namun implementasinya masing kurang. Hal ini disebabkan perancangan pencapaian tujuan pembelajaran afektif tidak mudah seperti pembelajaran kognitif dan psikomotorik. Satuan pendidikan harus merancang kegiatan pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran afektif dapat dicapai. Keberhasilan pendidik melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh

Karena, relevansinya dari penelitian-penelitian sebelumnya ranah afektif belum menjadi acuan, yang menjadi penilaian hanya ranah psikomotorik dan kognitif. Padahal keberhasilan dalam ranah afektif harus relevan atau berkesinambungan dengan ranah psikomotorik dan kognitif, serta dalam dunia pendidikan seperti halnya di sekolah ranah afektif juga sangat perlu mendapatkan perhatian. Ada juga kasus-kasus di lapangan yang menunjukkan guru telah melakukan penilaian afektif, tetapi tanpa panduan atau instrumen yang baik.

Ranah afektif peserta didik sangat berpengaruh terhadap ranah kognitif dan psikomotorik, sehingga jika kita sebagai pendidik mengetahui ranah afektif peserta didik dengan tepat, maka kita dapat menerapkan strategi pembelajaran yang tepat juga kepada siswa yang salah satunya bertujuan untuk meningkatkan nilai peserta didik. Kunandar (2013:100), menyatakan bahwa dalam kurikulum 2013 sikap dibagi menjadi dua, yakni sikap spiritual dan sikap sosial. Bahkan kompetensi sikap masuk menjadi kompetensi inti, yakni kompetensi inti 1 (KI 1) untuk sikap spiritual dan kompetensi inti 2 (KI 2) untuk sikap sosial.

Menurut Kunandar (2013:101), jika sikap itu diajarkan, sesungguhnya guru sedang mengajarkan pengetahuan tentang sikap, seperti pengertian kejujuran dan kedisplinan, tetapi bukan membentuk dan merealisasikan sikap jujur dan disiplin dalam tindakan nyata sehari-hari peserta didik. Oleh karena itu, sikap spiritual dan sikap sosial harus muncul dalam tindakan nyata peserta Menurut Kunandar (2013:101), jika sikap itu diajarkan, sesungguhnya guru sedang mengajarkan pengetahuan tentang sikap, seperti pengertian kejujuran dan kedisplinan, tetapi bukan membentuk dan merealisasikan sikap jujur dan disiplin dalam tindakan nyata sehari-hari peserta didik. Oleh karena itu, sikap spiritual dan sikap sosial harus muncul dalam tindakan nyata peserta

Pemerintah selalu berusaha untuk mewujudkan keberhasilan belajar siswa dengan menggunakan model-model yang tepat, serta adanya perbaikan kurikulum-kurikulum seperti sekarang. Ada 14 jenis model pembelajaran kooperatif yaitu : mencari pasangan, bertukar pasangan, berpikir berpasangan berempat (think pair square), berkirim salam dan soal, kepala bernomor, kepala bernomor terstruktur, dua tinggal dua tamu, keliling kelompok, kancing gemerincing, keliling kelas, lingkaran kecil, lingkaran besar, tari bambu, bercerita berpasangan dan jigsaw (Lie, 2002:54).

Dari jenis-jenis model pembelajaran tersebut, peneliti tertarik untuk mencoba menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan dan mempermudah siswa dalam memahami materi pelajaran dan tentunya dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Sehingga tercapai keberhasilan siswa terutama dalam ranah afektif. Berupa pembelajaran yang menyenangkan yaitu pembelajaran cooperatif learning, salah satu alternatifnya adalah model pembelajaran snowball throwing . Model cooperative learning snowball throwing ini mempunyai manfaat, diantaranya pengembangan kualitas diri siswa terutama aspek afektif dapat dilakukan secara bersama-sama, dan belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun konatif (Hasan, 2008:5).

Model pembelajaran snowball throwing yaitu model pembelajaran yang menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran diantara sesama anggota kelompok (Aqib, 2013:48). Dengan adanya model snowball throwing ini, akan berdampak pada ranah afektif siswa dalam pembelajaran di kelas, serta adanya perhatian dalam materi yang akan disampaikan. Model ini mempunyai kelebihan dari model-model pembelajaran lain, sehingga siswa lebih memiliki fokus dan perhatian yang akan berdampak positif terhadap sikap peserta didik di kelas.

Dapat disimpulkan bahwa relevansi model pembelajaran snowball throwing dengan ranah afektif (sikap) secara signifikan, merupakan salah satu model pembelajaran yang secara kooperatif membentuk kerjasama, keaktifan, serta adanya reaksi terhadap hasil belajar siswa terutama dalam ranah afektif, yang bertujuan untuk mencapai keberhasilan siswa. Karena tidak hanya dalam ranah kognitif, tetapi ranah afektif juga harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif secara realistis.

Dari penelitian-penelitian terdahulu, banyak yang sudah menggunakan model pembelajaran snowball throwing, tetapi penilaiannya hanya terhadap ranah kognitif peserta didik saja yang dilihat. Padahal, dari manfaat model pembelajaran snowball throwing itu sendiri salah satu manfaatnya adanya pengembangan kualitas diri siswa terutama pada aspek afektif dapat dilakukan secara bersama-sama, sehingga model ini sangat efisien untuk melihat ranah afektif peserta didik.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti bermaksud untuk

mengadakan penelitian berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Ranah Afektif pada Pembelajaran Matemati ka Kelas X di SMA „Aisyiyah

1 Palemb ang.”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing terhadap hasil belajar siswa dalam ranah afektif pada pembelajaran matematika kelas X di SMA „Aisyiyah 1 palembang.

2. Apakah ada hubungan antara hasil belajar siswa dalam ranah afektif dengan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing kelas X di SMA „Aisyiyah 1 Palembang

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang:

1. Pengaruh penerapan model pembelajaran tipe snowball throwing terhadap hasil belajar siswa dalam ranah afektif pada pembelajaran

matematika kelas X di SMA „Aisyiyah 1 Palembang.

2. Hubungan antara hasil belajar siswa dalam ranah afektif dengan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing kelas X di SMA „Aisyiyah 1 Palembang

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Bagi Siswa, sebagai pengalaman belajar yang baru sehingga diharapkan dapat meningkatkan ranah afektif siswa, menumbuhkan kebersamaan di antara sesama dan dalam jangka panjang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2. Bagi Guru, sebagai bahan pertimbangan untuk dapat menjadikan model pembelajaran snowball throwing sebagai salah satu alternatif yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

3. Bagi sekolah, sebagai masukan atau informasi dan bahan pertimbangan untuk memilih model pembelajaran snowball throwing sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang menciptakan pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran.

4. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan penelitian terhadap pembelajaran matematika di sekolah, dan sebagai pengalaman dalam meningkatkan hasil belajar siswa dalam ranah afektif pembelajaran

matematika.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan. Perubahan ini meliputi perubahan sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Slameto, 1995:2). Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman.

Belajar itu sendiri mempunyai banyak pengertian dan cakupannya, baik dalam pendidikan, kehidupan maupun lingkungan sosial. Salah satunya belajar dalam segi pendidikan yang juga terdiri dari beberapa bidang mata pelajaran, yaitu salah satunya mata pelajaran matematika. Semua itu berlangsung dalam proses belajar mengajar yang biasa disebut dengan KBM (kegiatan belajar mengajar).

Menurut Hamalik (2001:28), belajar adalah “Suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan”. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.

Berdasarkan uraian di atas tentang pengertian belajar, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses atau aktifitas siswa secara sadar Berdasarkan uraian di atas tentang pengertian belajar, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses atau aktifitas siswa secara sadar

Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya.

Kunandar (2010:287) mengatakan pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.

Pembelajaran pada hakikatnya juga merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.

Dalam konteks pembelajaran, terutama pada pembelajaran matematika sama sekali tidak berarti memperbesar peranan siswa di satu pihak, dan memperkecil peranan guru di pihak lain. Dalam istilah pembelajaran, guru tetap harus berperan secara optimal untuk membentuk sikap siswa di kelas (Sanjaya, 2012:104).

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik maupun lingkungan, untuk membentuk sikap peserta didik di kelas dengan tujuan yang telah ditetapkan agar dapat belajar dengan baik.

B. Model Pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Hanafiah (2012:41) mengatakan bahwa model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaftif maupun generatif. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style), dan gaya mengajar (teaching style), yang keduanya disingkat menjadi SOLAT (Style of Learning and Teaching).

Menurut Arends (dalam Trianto, 2011:51), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas atau pembelajaran tutorial. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Sanjaya (2012:241), mengatakan bahwa model pembelajaran kelompok adalah serangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Salah satu strategi dari model pembelajaran Sanjaya (2012:241), mengatakan bahwa model pembelajaran kelompok adalah serangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Salah satu strategi dari model pembelajaran

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2013:204).

Slavin (dalam Sanjaya, 2012:242), mengemukakan dua alasan menggunakan kooperatif. Pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai

Maka dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif yaitu suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu memahami suatu bahan pembelajaran.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Etin (2007:6) belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif sangat baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa. Selain dapat mencapai hasil belajar akademik, teknik pembelajaran ini juga dapat membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikap sesuai dengan kehidupan nyata dimasyarakat sehingga dengan bekerjasama dalam kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar.

Kemudian Michael (dalam Etin, 2007:5) menyatakan bahwa “cooperative learning is more effective in creasing motive and performance student .” Pernyataan ini menunjukkan bahwa teknik pembelajaran ini mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa dapat bekerjasama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan alternatif pemecahan terhadap masalah materi yang dihadapi.

3. Pokok Pemikiran dalam Pembelajaran Kooperatif

Menurut (Lie, 2005:4) pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan berdasarkan beberapa pokok pemikiran sebagai berikut :

a. Pengetahuan yang ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa. Guru menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa membentuk makan dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu proses belajar dan menyimpangnya dalam ingatan yang sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut (Piaget, 1952 dan 1960: Freire, 1970).

b. Siswa membangun pengetahuan secara aktif. Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa, bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa. Siswa tidak menerima pengetahuan dari guru atau kurikulum secara pasif.

c. Pengajar perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa. Kegiatan belajar-mengajar harus lebih menekankan pada proses dari pada hasil. Paradigma lama mengklasifikasikan siswa dalam kategori prestasi belajar seperti dalam penilaian ranking dan hasil-hasil tes.

4. Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Prosedur pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu penjelasan materi, belajar dalam kelompok, penilaian, dan pengakuan tim (Sanjaya, 2012:248-249).

a. Penjelasan materi Tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok- pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

b. Belajar dalam kelompok Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok- pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk secara heterogen.

c. Penilaian Penilaian bisa dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa, dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok.

d. Pengakuan tim Pengakuan tim (team recognition) adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.

C. Model Pembelajaran Snowball Throwing

1. Pengertian Snowball Throwing

Model snowball throwing merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran tersebut mengandung unsur- unsur pembelajaran kooperatif. Snowball artinya bola salju sedangkan Model snowball throwing merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran tersebut mengandung unsur- unsur pembelajaran kooperatif. Snowball artinya bola salju sedangkan

Maka berdasarkan uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan snowball throwing yaitu model pembelajaran yang didalamnya terdapat unsur-unsur pembelajaran kooperatif sebagai upaya dalam rangka mengarahkan perhatian siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru.

Langkah-langkah model pembelajaran snowball throwing menurut Hanafiah (2012:49) sebagai berikut :

a. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan

b. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi

c. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing- masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada teman-temannya

d. Kemudian masing-masing kelompok diberikan satu lembar kertas origami, yang telah berisi soal yang telah disiapkan oleh guru

e. Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari peserta didik ke peserta didik yang lain selama ±2 menit

f. Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.

g. Guru memberikan kesimpulan. Pada langkah ini peneliti membimbing siswa dalam membuat kesimpulan (peneliti sebagai fasilitator siswa)

h. Evaluasi. Pada langkah ini peneliti memberikan evaluasi pada saat perwakilan kelompok menuliskan soal dan jawaban di papan tulis dan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan secara lisan

i. Penutup. Pada langkah ini peneliti memberikan reward kepada kelompok dan siswa yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Snowball Throwing

Kelebihan dengan model pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut:

a. Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan

b. Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran yang dipelajari

c. Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan kepada teman lain maupun guru

d. Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik

e. Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut

f. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru f. Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru

h. Siswa akan memahami makna tanggungjawab (ketika terbentuknya kelompok dalam menjawab soal dan pertanggungjawaban mengenai penyelesaian tugas dalam kelompok)

i. Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial budaya, bakat dan intelegensi j. Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya

Adapun kekurangan model pembelajaran snowball throwing adalah sebagai berikut:

a. Sangat bergantung pada kemampuan siswa lain dalam memahami materi sehingga apa yang dikuasai siswa hanya sedikit

b. Ketua kelompok yang tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu menjadi penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi sehingga diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk siswa mendiskusikan materi pelajaran

c. Tidak adanya kuis individu, tapi tidak menutup kemungkinan untuk guru menambahkan pemberian kuis individu Tetapi kelemahan dalam penggunaan metode ini dapat tertutupi dengan cara:

a. Guru menerangkan terlebih dahulu materi yang akan didemontrasikan secara singkat dan jelas disertai dengan aplikasinya

b. Mengoptimalisasi waktu dengan cara memberi batasan dalam pembuatan kelompok dan pembuatan pertanyaan.

c. Guru ikut serta dalam pembuatan kelompok sehingga kegaduhan bisa diatasi

d. Memisahkan grup anak yang dianggap sering membuat gaduh dalam kelompok yang berbeda

e. Tidak menutup kemungkinan untuk guru memberikan kuis individu

D. Hakikat Hasil Belajar Siswa

1. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Tardif (dalam Muhibbinsyah, 2000:141) hasil belajar adalah penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seseorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Hasil belajar dapat berupa keterampilan, nilai, dan sikap setelah siswa mengalami proses belajar. Melalui proses belajar mengajar diharapkan siswa memperoleh kepandaian dan kecakapan tertentu serta perubahan-perubahan pada dirinya.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar (Sudjana, 2010:22). Hasil peristiwa belajar dapat muncul dalam berbagai jenis perubahan atau pembuktian tingkah laku seseorang. Selanjutnya, menurut Slameto (dalam Emarita, 2001) menyatakan : “Hasil belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri.”

Soemantri (2001:1) mengatakan bahwa hasil belajar adalah suatu indikator dari perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar dimana untuk mengungkapnya biasanya menggunakan suatu alat penilaian yang ditetapkan sekolah oleh guru.

Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tolak ukur atau patokan yang menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan memahami suatu materi pelajaran dari proses pengalaman belajarnya yang diukur dengan perubahan pengetahuan, tingkah laku, sikap atau keterampilan, sehingga terjadinya peningkatan dan pengembangan kearah yang lebih baik dari sebelumnya.

Kingsley (dalam Sudjana, 2001:22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu : (1) keterampilan dan kebiasaan; (2) pengetahuan dan pengertian; (3) sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom, hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah, antara lain kognitif, afektif, dan psikomotorik.

a. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan, yaitu menerima, menjawab reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

c. Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati). Dari ketiga ranah tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan ranah afektif terhadap siswa SMA. Sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimiliki seseorang. Dimana nilai tersebut adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris (Sanjaya, 2012:274).

Menurut Syah (2010:145) secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:

1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa;

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa;

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Faktor ini diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan

faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.

2. Hasil Belajar dalam Ranah Afektif

Penilaian hasil belajar merupakan suatu kegiatan guru yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi Penilaian hasil belajar merupakan suatu kegiatan guru yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi

Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tertentu, sehingga dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan ranah afektif peserta didik. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik (Sanjaya, 2012:).

Tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik harus dinilai atau diukur dengan instrument atau alat ukur yang tepat dan akurat. Tepat artinya instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk menilai hasil belajar peserta didik sesuai dengan apa yang mau diukur atau dinilai, yakni sesuai dengan karakteristik materi atau tuntutan kompetensi tertentu (Rusman: 2013).

Dalam melakukan penilaian hasil belajar, harus mengacu pada indikator yang dirinci dari kompetensi Dasar (KD) yang ada di kerangka Dalam melakukan penilaian hasil belajar, harus mengacu pada indikator yang dirinci dari kompetensi Dasar (KD) yang ada di kerangka

E. Hakikat Ranah Afektif/Sikap Siswa

1. Pengertian sikap

Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu atau objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang. Sikap mengacu pada perbuatan atau perilaku seseorang, tetapi tidak berarti semua perbuatan identik dengan sikap. Perbuatan seseorang mungkin saja bertentangan dengan sikapnya. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau tindakan yang diinginkan (Kunandar, 2013:99).

Sikap merupakan kesiapan atau kecendrungan seseorang untuk bertindak dalam menghadapi suatu objek atau situasi tertentu (Djaali, 2008:114). Menurut Sanjaya (2012:276) sikap adalah kecendrungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang yang dianggapnya baik atau tidak baik.

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ada asumsi bahwa sikap seseorang terhadap sesuatu bisa dipengaruhi dari Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ada asumsi bahwa sikap seseorang terhadap sesuatu bisa dipengaruhi dari

Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai objek yang dipengaruhi oleh tingkat pemahamannya terhadap objek tersebut. Komponen afektif yaitu perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau penilaiannya terhadap suatu objek. Menurut Kunandar (2013:99), komponen konatif adalah kecendrungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap.

Dari penjelasan tentang sikap di atas dapat dikemukakan bahwa penilaian kompetensi sikap adalah penilaian yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi sikap dari peserta didik yang meliputi aspek menerima atau memerhatikan, menilai atau menghargai, mengorganisasi atau mengelola, dan berkarakter.

2. Ruang Lingkup Penilaian Kompetensi Sikap (Afektif)

Kunandar (2013:105), dalam ranah sikap itu terdapat lima jenjang proses berpikir, yakni : (1) menerima atau memperhatikan (receiving atau attending ), (2) merespons atau menanggapi (responding), (3) menilai atau menghargai (valuing), (4) mengorganisasi atau mengelola (organization), (5) berkarakter (characterization).

1. Kemampuan Menerima Kemampuan menerima adalah kepekaan seseorang dalam menerima ransangan atau stimulus dari luar yang datang kepada dirinya 1. Kemampuan Menerima Kemampuan menerima adalah kepekaan seseorang dalam menerima ransangan atau stimulus dari luar yang datang kepada dirinya

Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik terhadap kesenangan yang dapat ditunjukkan dengan hal yang menyangkut belajar, seperti senang mengerjakan soal- soal, senang membaca, menulis, dan sebagainya. Contoh hasil belajar afektif jenjang menerima adalah peserta didik menyadari bahwa disiplin wajib belajar ditegakkan, sifat malas dan tidak disiplin harus disingkirkan jauh-jauh.

2. Kemampuan Merespon Kemampuan merespon adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat lebih tinggi dari jenjang kemampuan menerima. Kemampuan merespon juga dapat diartikan kemampuan menunjukkan perhatian yang aktif, kemampuan melakukan sesuatu, dan kemampuan menanggapi sesuatu. Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya.

Dalam kegiatan belajar, hal itu dapat ditunjukkan antara lain melalui bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas, menanggapi Dalam kegiatan belajar, hal itu dapat ditunjukkan antara lain melalui bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas, menanggapi

3. Kemampuan Menilai Kemampuan menilai adalah kemampuan memberikan nilai atau penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Kemampuan menilai juga dapat diartikan menunjukkan konsistensi perilaku yang mengandung nilai, mempunyai motivasi untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai, menunjukkan komitmen terhadap suatu nilai.