TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UPAH KIPEH PADI

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UPAH KIPEH PADI

(Studi Kasus Di Kenagarian Barung-Barung Balantai Selatan Kecamatan Koto XI

Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan)

SKRIPSI

Oleh: Adi Putra Mulya 1313030484 FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG 2017 M /1438 H

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UPAH KIPEH PADI

(Studi Kasus Di Kenagarian Barung-Barung Balantai Selatan Kecamatan Koto XI

Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum(S.H) Pada jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Oleh: Adi Putra Mulya 1313030484 JURUSAN HUKUM EKONPOMI SYARI’AH (MUAMALAH) FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG 2017 M /1438 H

ABSTRAK

Skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah Kipeh Padi” (Studi Kasus di Kenagarian Barung-Barung Balantai Selatan, Kecamatan Koto XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan). Skripsi ini ditulis oleh Adi Putra Mulya Bp. 1313030484. Permasalahan pada skripsi ini ada pada pembayaran upah dilakukan oleh petani kepada pekerja(buruh), petani dalam menghitung hasil panen tidak disaksikan oleh pekerja, akan tetapi pemilik hanya menghitung sendiri lalu mengeluarkan upah pekerja. Dari permasalahan di atas maka rumusannya masalah yaitu: bagaimana pelaksanaan upah kipeh padi? bagaimana pandangan pekerja tentang pembayaran upah yang dilakukan oleh pemilik? bagaimana pandangan pemilik terhadap pembayaran upah kipeh padi? bagaimana pandangan Hukum Islam terhadapap pembayaran upah kipeh?. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan teknik wawancara, yaitu melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan seperti: Pekerja dan pemilik Padi, sumber data lain adalah buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkatkan. Setelah data terkumpul, dalam penulisan skripsi ini, yaitu menggambarkan kejadian yang sebenarnya terjadi di lapangan. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, bahwa pelaksanaan upah kipeh padi di Kenagarian Barung-Barung Balantai Selatan, setelah atau beberapa hari akan panen petani akan pergi ke rumah pekerja dan meminta pekerja untuk mangipehkan padi mereka sesuai hari yang telah ia tentukan. Bagi pemilik padi cara pembayaran upah yang seperti itu sudah biasa dan tidak ada masalah bagi pekerja. Bagi pekerja bahwa jawaban mereka biasa-biasa saja. Menurut Hukum Islam pembayaran upah kipeh padi di Kenagarian Barung-Barung Balantai Selatan adalah sah karena telah terpenuhi rukun dan syaratnya, akan tetapi ada beberapa pemilik yang tidak jujur dalam pembayaran upah maka pembayaran upah yang seperti ini fasid. Tetapi penulis melanjutkan dengan cara memasukan teori urf karena ini sudah menjadi kebiasaan oleh masyarakat setempat dan setelah dianalisis maka kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Nagari Barung-Barung Balantai Selatan adalah urf fasid.

ABSTRACT

Thesis entitled "Review of Islamic Laws on Payment of Wages of Kipeh Padi" (Case Study in Kenagarian Barung-Barung Balantai Selatan, Koto XI Tarusan Sub-District, Pesisir Selatan Regency). This thesis was written by Adi Putra Mulya Bp. 1313030484. The problem in this thesis is on the payment of wages made by the farmers to the workers (laborers), the farmers in calculating the harvest is not witnessed by the workers, but the owner only counts himself and then wages the workers. From the above problems then the formula of the problem is: how the implementation of wages kipeh rice? how does the worker view the payment of wages made by the owner? how does the owner view payments on wages of paddy rice? how is the view of Islamic law against wage payment kipeh ?. This research is field research with interview technique, that is do interview with related parties such as: Worker and owner of Rice, other data source is book related to problem which writer lift. After the data collected, in writing this essay, which describes the actual events that occur in the field. Based on the research that the authors do, that the implementation of wages kipeh paddy in Kenagarian Barung-Barung Balantai Selatan, after or a few days will harvest the farmer will go to the workers' home and ask workers to mangekehkan their rice according to the day he has set. For the owner of the rice the way of payment of such wages is common and there is no problem for workers. For workers that their answers are mediocre. According to Islamic Law the payment of wages of paddy kipeh in Kenagarian Barung-Barung Balantai Selatan is valid because it has fulfilled the harmonious and the conditions, but there are some dishonest owners in the payment of wages then the payment of wages like this fasid. But the author goes on to include the urf theory because it has become a habit by the local community and after analyzed the habits undertaken by the Nagari community Barung-Barung Balantai Selatan is the fasid urf.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah SWT limpahkan untuk baginda Muhammad SAW, yang merupakan contoh teladan dalam kehidupan.

Skripsi ini ditulis sebagai persyaratan penyelesaian program S1 Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang, dengan judul “Tinjaun Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah kipeh padi (Studi Kasus Kenagarian Barung-Barung Balantai Selatan Kec. Koto

XI Tarusan Kab. Pesisir Selatan) ” Dalam penyelesaian skripsi ini penulis menyadari banyak kendala dan hambatan semua itu karena keterbatasan ilmu, pengalaman, dan waktu yang penulis miliki. Namun berkat kemudahan yang diberikan Allah SWT, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat juga penulis selesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kepada kedua orang tua yaitu: Ibunda Baidar dan Ayahanda Muslim, kakanda Zeni Putra Mulya, Fitri dan Gusmarlina dan adekku yang telah memberikan dukungan, doa dan motivasi kepada penulis.

2. Kepada bapak, Dr. H. Eka Putra Wirman, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang dan wakil Rektor beserta karyawan dan karyawati Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang

3. Bapak Dr. H. Muchlis Bahar, Lc. M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah, beserta Wakil dekan Fakultas Syari’ah dan karyawan/karyawati Fakultas

Syariah

4. Bapak Muhammad Yenis, SH.,M.Pd.,MH Selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah dan Ibu Duhriah, M.Ag Selaku Sekretaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah yang telah memberikan kemudahan dalam proses pengerjaan skripsi ini.

5. Bapak Dr. H. Muchlis Bahar, Lc. M.Ag selaku pembimbing I dan Bapak Aslan Deri Ichsandi, SH. MH selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya, serta arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik

6. Pimpinan serta karyawan dan karyawati perpustakaan Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang yang telah memberikan bantuan berupa pinjaman buku-buku yang penulis butuhkan berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syari’ah yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan dan pengalaman sejak awal kuliah sampai tahap penulisan skripsi ini

8. Sahabat-sahabat seperjuangan buk Elga, Risda, Salmi , Wawan, Feri serta teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang menjadi teman bercerita oleh penulis, baik bahagia maupun sedih, baik cerita tentang cinta maupun tentang yang lainnya dan selalu memberikan motifasi dan do’anya dalam study dan penulisan skripsi ini.

9. Kepada seluruh teman-teman HES B 13 dan HES A 13 yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga semua bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis bernilai ibadah dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Terakhir penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat, baik bagi penulis khususnya maupun bagi pembaca pada umumnya. Amin…

Padang, 18 Agustus 2017 Penulis,

Adi Putra Mulya

4.3 Pandangan Pemilik Padi terhadap upah Kipeh yang diberikan kepada pekerja ......................................................................... 58

4.4 Pandangan Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah Kipeh padi DiNagari Barung-Barung Selatan Kec. Koto XI Tarusan ............................................................................................................. 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 74

5.2 Saran ................................................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel I Luas Tanah Menurut Penggunaannya............................ ………………….…....................... 43 Tabel II Tingkat Pendidikan...................................................................................................................... 44 Tabel III Sarana Pendidikan....................................................................................................................... 45 Tabel IV Jumlah Penduduk Nagari Barung-Barung Balantai Selatan.................................... 45 Tabel V Tingkatan Ekonomi Masyarakat Nagari Barung-Barung Balantai Selatan..... 46 Tabel VI Sarana Ibadah............................................................................................................................... 51

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Islam adalah Agama yang kompleks semua aspek kehidupan diatur di dalamnya baik masalah akidah maupun masalah muamalah, salah satu bentuk muamalah yang diatur dalam Islam adalah tentang upah mengupah yang di lakukan oeh manusia sebagai bentuk interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari. Manusia tidak mungkin hidup sendiri tanpa berhubungan sama sekali dengan manusia lain, itu adalah fitrah manusia sebagai makhuk sosial, eksistensi manusia sebagai makhluk sosial seperti ini telah merupakan fitrah yang telah di tetapkan Allah SWT. Itu sebabnya, salah satu hal yang mendasar dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia adanya interaksi sosial dengan manusia lain. Dalam kaitan ini Islam datang memberikan dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang mengatur secara baik persoalan-persoalan muamalah yang dijalani setiap manusia dalam kehidupan sosialnya ( Haroen 2000, 18 )

Syari’at Islam yang telah berkembang pesat mengikuti perkembangan zaman dalam bidang muamalat, Islam memberikan keleluasaan kepada umatnya selama hal tersebut menurut Al- Qur’an dan AS-Sunnah. Dalam hal ini Allah SWT berfirman surat Al-Qashash ayat: 26-27

Artinya: “salah satu dari kedua wanita itu berkata: “ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat di percaya” berkata lah dia (syu’aib: “sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja dengan ku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebajikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu dan kamu Insyallah akan mendapati termasuk orang- orang yang baik” ( Departemen Agama 1997, 196 )

Salah satu aspek kerja sama dan hubungan timbal balik antar sesama manusia dalam kehidupan adalah upah mengupah. Upah mengupah termasuk salah satu aspek yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Dengan upah mengupah manusia memenuhi sebagian dari kebutuhannya baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Di antara bagian muamalah yang banyak dilakukan oleh masyarakat adalah upah mengupah.

Praktik upah mengupah di tengah masyarakat banyak sekali jenis dan ragamnya, selain itu juga ada yang menimbulkan persoalan-persoalan di dalamnya baik yang menyangkut akad, rukun dan syarat. Dengan demikian apabila tidak ada aturan-aturan dan norma-norma yang tepat, maka dapat menimbulkan kerusakan bagi masyarakat. Menurut Hukum Islam upah mengupah adalah amal ibadah yang sangat erat kaitannya dengan tolong menolong yang bisa membantu dalam memenuhi kebutuhan kehidupan yang layak bagi orang-orang yang membutuhkan.

Adapun ketentuan Al- Qur’an tentang upah mengupah adalah terdapat dalam surat az-zuhruf ayat: 32,

Artinya: “apakah mereka yang membagi-bagi rahmat tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain dan rahmat tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

Ayat di atas sangat jelas menerangkan bahwa hendaklah sebagian yang lain atas sebagian untuk dapat bekerja sama untuk dapat memperoleh kemanfaatan hidup, di antaranya adalah dengan melaksanakan upah mengupah dalam hal kebaikan dan janganlah upah mengupah dalam hal keburukan. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam kegiatan bermuamalah khususnya al-ujrah (upah mengupah) merupakan kebutuhan yang sangat penting.

Pengertian muamalah yang lebih khusus adalah Hukum yang berkaitan dengan pergaulan manusia dalam perkara harta benda dan hak, ser ta penyelesaian urusan tersebut( mas’adi 2002, 2 ). Dalam bermuamalah harus berbuat sesuai dengan aturan yang telah digariskan oleh syariat Islam dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah. Di antara prinsip-prinsip muamalah tersebut adalah:

1. Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah kecuali yang ditentukan lain oleh Al- Qur’an dan Sunnah Rasul.

2. Muamalah dilakukan atas dasar suka rela tanpa mengandung unsur-unsur paksaan.

3. Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan yang mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat dalam hidup bermasyarakat/

4. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai moral, keadilan dan menghindari unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan. ( Basyir 2000, 15 ) Ulama fiqh membagi aqad ijarah itu ke dalam dua bentuk:

Aqad ijarah untuk memperoleh manfaat dari suatu benda, sepertisewa menyewa rumah, tokoh, kendaraan, pakaian dan perhiasan.

Aqad ijarah untuk memperoleh manfaat dari suatu perkerjaan, umpamanya, pekerjaan yang dilakukan oleh seorang buruh bangunan. Kedua bentuk ijarah tersebut dapat ditemukan dalam Nash Al-

Qur’an dan Hadis Rasulullah. Dalam ijarah yang kedua ada beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain :

1. Pekerjaan yang diperjanjikan termasuk jenis pekerjaan yang mubah atau halal menurut ketentuan syara ’ dan berguna bagi perorangan atau masyarakat.

2. Manfaat dari pekerjaan yang diperjanjikan dapat diketahui dengan jelas. Kejelasan dari pekerjaan ini dapat diketahui dengan cara mengadakan pembatasan waktu atau jenis pekerjaan yang dilakukan.

3. Upah sebagai imbalan dari pekerjaan harus diketahui dengan jelas, termasuk jumlahnya, wujudnya dan juga waktu pembayarannya. (Pasaribu, Lubis 1994, 155)

Dari berapa syarat di atas dapat dipahami bahwa pekerjaan yang dilakukan itu adalah pekerjaan yang mubah, manfaat dari pekerjaan itu jelas dan upah dari pekerjaan itu harus diketahui oleh pekerja termasuk jumlahnya dan waktu pembayaran.

Sebagaimana hadis nabi yang berbunyi:

Artinya: “ Dari Abu Sa’id Al-Khuduri ra. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW, telah bersabda: barang siapa yang mempekerjakan

seorang buruh hendaklah ia menyebutkan tentang jumlah Upahnya. ( H.R Imam Abdul Razak). ( Al-Asqalani, Ibnu hajar. 1991. Bulughul Mahram. M. fakhurudin Aladin. Semarang:

Toha Putra) Beranjak dari Hadis di atas harus dijelaskan berapa jumlah upah yang

diberikan kepada buruh itu setelah pekerjaan itu selesai dilakukan dan dijelaskan juga kapan waktu pembayarannya dengan tujuan supaya buruh bisa mempertimbangkan mampu atau tidaknya ia melakukan pekerjaan dengan imbalan dan upah yang telah disebutkan dalam Hadis di atas.

Dalam fiqih sunnah dijelaskan bahwa seorang buruh baru boleh menerima upah dengan syarat:

1. Setelah selesai bekerja, artinya buruh itu setelah selesai melakukan pekerjaan itu barulah ia berhak untuk menerima upah kepada majikannya.

2. Mengalihkan manfaat jika ijarah terhadap suatu barang, ini berarti jika barang yang disewakan itu telah bisa diambil manfaatnya oleh sipenyewa maka orang yang menyewakan boleh meminta uang sebagai ganti dari barang yang disewa.

3. Mempercepat dalam bentuk pelayanan atau kesepakatan kedua belah pihak sesuai dengan syarat yang telah diperjanjikan sebelumnya.

Dalam melaksanakan transaksi akad ijarah antara pengusaha dan pekerjaan harus jelas ukuran dan batas waktu ijarah agar terhindar dari perselisihan, karena akad yang telah terjadi mempunyai pengaruh atau akibat Hukum, baik pengaruh khusus maupun umum, pengaruh khusus merupakan pengaruh asal akad atau tujuan mendasar dari akad tersebut sedangkan pengaruh umum merupakan pengaruh yang berserikat pada setiap akad atau keseluruhan dari hukum-hukum dan hasilnya maksud Dalam melaksanakan transaksi akad ijarah antara pengusaha dan pekerjaan harus jelas ukuran dan batas waktu ijarah agar terhindar dari perselisihan, karena akad yang telah terjadi mempunyai pengaruh atau akibat Hukum, baik pengaruh khusus maupun umum, pengaruh khusus merupakan pengaruh asal akad atau tujuan mendasar dari akad tersebut sedangkan pengaruh umum merupakan pengaruh yang berserikat pada setiap akad atau keseluruhan dari hukum-hukum dan hasilnya maksud

Sebagai firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 1 yang berbunyi:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman tepatilah janji-janjimu” Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap mukmin berkewajiban

menunaikan apa yang telah dia perjanjikan dan akadkan berupa baik perkataan maupun perbuatan. Sebagaimana diperintahkan Allah, selagi yang dia janjikan dan akadkan itu tidak bersifat mengahalalkan barang haram atau mengharamkan barang halal.

Ijarah atas pekerjaan atau upah mengupah adalah suatu akad ijarah untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Misalnya membangun rumah, menjahit pakaian, mengangkut barang tertentu, memperbaiki mesin cuci atau kulkas dan sebagainya. ( Muslich 2005, 333 ) Ujrah atau upah mengupah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. ( Sudarsono 1992, 55 ) Manfaat tersebut bisa dari suatu benda, binatang dan tenaga manusia. Pengambilan manfaat dengan jalan penggantian yang di sebut dengan upah mengupah adalah dibolehkan. Adanya aturan hukum tentang upah mengupah pasti ada aturan-aturan atau norma-normanya yang tegas.

Upah mengupah merupakan bagian dari ijarah karena praktik upah mengupah merupakan suatu akad untuk melakukan sesuatu, baik secara lisan dan mereka yang mengadakan perjanjian itu masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama. Dengan kata lain praktik upah juga merupakan perjanjian kerjasama, maka perjanjian kerjasama ini termasuk konsep ijarah.

Pelaksanaan ijarah dalam kaitannya dengan perjanjian kerjasama harus memiliki akad yang jelas. Akad ijarah itu di lihat dari segi obyeknya terdiri dari dua macam yaitu: ( Rasyid 2002, 275 ) Pelaksanaan ijarah dalam kaitannya dengan perjanjian kerjasama harus memiliki akad yang jelas. Akad ijarah itu di lihat dari segi obyeknya terdiri dari dua macam yaitu: ( Rasyid 2002, 275 )

b. Ijarah ‘ala al a’yan: hal ini terjadi sewa menyewa dalam bentuk benda atau binatang, dimana orang yang menyewakan mendapat imbalan dari penyewa. Miasalnya sewa mobil, Rumah, Binatang tunggangan (al- dawab), dan lain-lain.

Dengan persyaratan objek Ijarah di atas maka Islam juga mengatur upah. Persyaratan yang berkaitan dengan ujrah (upah) sebagai berikut:

1. Upah tersebut berupa harta yang diketahui dan upah tersebut harus dinyatakan secara jelas, karena akan mengandung unsur jihalah

(ketidak jelasan) hal ini sudah menjadi kesepakatan ulama’ akan tetapi ulama malikiyah menetapkan ke absahan ijarah tersebut sepanjang ukuran upah yang dimaksudkan dapat diketahui berdasarkan adat kebiasaan.

2. Upah harus berbeda dengan jenis objeknya, mengupah suatu pekerjaan yang serupa, seperti menyewa tempat tinggal, pelayan dengan pelayanan, hal itu menurut hanafiyah tidak sah dan dapat mengantarkan pada praktek riba.

Berdasarkan uraian tersebut, para ulama fiqh memperbolehkan mengambil upah sebagai imbalan dari pekerjaannya, karena hal itu merupakan hak dari pekerja untuk mendapat upah yang layak mereka terima. ( Mas’adi, 187 ) Firman Allah dalam Al- Qur’an surat At-Talaq ayat 6:

Artinya: “jika mereka menyusui anakmu, maka berilah upah mereka”. ( Departemen Agama RI 1997, 310 ) Ayat di atas menjelaskan apabila seseorang menyusukan anaknya

pada orang lain maka diharuskan padanya untuk membayar upah. Kondisi pada orang lain maka diharuskan padanya untuk membayar upah. Kondisi

Penentuan perkiraan upah dalam Islam ditentukan pada saat pertama kali dalam melakukan transaksi atau kontrak kerja merupakan sesuatu yang harus dilakukan diantaranya, upah yang harus diterima oleh pekerja harus benar-benar diketahui dan upah tersebut harus dinyatakan secara jelas dalam perjanjian itu.

Penjelasan di atas dapat dilihat bahwa upah yang disyariatkan harus diketahui oleh kedua belah pihak dan cara penyerahan upahnya harus berdasarkan akad yang jelas. Sementara pelaksanaan ujrah yang terjadi dilapangan seperti yang terjadi di Desa Koto Pulai, Kenagarian Barung- Barung Belantai Selatan Kabupaten Pesisir Selatan adalah upah bagi usaha mangipeh padi yang tidak ada kejelasan akad dalam pemberian upah tersebut, akan tetapi orang yang memberi upah tersebut hanya memberi upah berupa padi juga tanpa mengatakan berapa dia (pemilik padi) mendapatkan padi dari panennya, di dalam ketentuan masyarakat Barung-Barung Belantai Selatan bahwa dalam seratus sukek padi maka pemilik padi harus membayarkan empat sukek padi kepada orang yang mangipeh padi tersebut, walaupun ada beberapa pemilik padi yang mengatakan berapa mereka mendapatkan padi tetapi pada umumnya mereka tidak mengatakan berapa mereka mendapatkan padi. Praktek ini sudah lama dilakukan oleh masyarakat.

Sebagaimana yang diungkapakan oleh bapak Muslim bahwa pemberian upah kipeh padi tersebut hanya diberikan oleh pemilik padi kepada dia tanpa mengatakan berapa dia mendapatkan padi tersebut. (Muslim 2017) Ketentuan dalam masyarakat bahwa dalam seratus sukek padi maka pemilik padi harus membayarkan upah kipeh sebanyak empat sukek padi

Selain Muslim penulis juga mewawancarai Azwar seorang buruh kipeh padi di Kenagarian Barung-Barung Belantai Selatan. Dia mengatakan

bahwa ketika pemilik padi akan memberikan upah kepadanya, pemilik padi tersebut tidak mengatakan berapa banyak dia mendapatkan padi, akan tetapi dia mengasih upah berupa padi saja. Kemudian dia (Azwar) juga mengatakan kadang-kadang beberapa pemilik padi ada juga yang mengatakan berapa dia mendapatkan padi, akan tetapi kebanyak dari itu tidak mengatakan berapa mereka mendapatkan padi. (Azwar 2017) kemudian hal yang sama juga dikatakan oleh Arwati. Bahwa ketika ia menerima upah dari pemilik padi, pemilik padi tidak menyebutkan berapa dia mendapatkan padi, ia hanya memberikan upah berupa Padi, kemudian pemilik ini meminta kerelaan pada dia (Arwati), akan tetapi sebenarnya dia tidak merelakan hal tersebut karena ia merasa dirugikan oleh pemilik padi tersebut, karena ia merasa upah yang diterima kurang dari banyak padi yang ia kipeh tersebut. (Arwati 2017)

Selain pekerja penulis juga mewawancarai pemilik padi tentang pemberian padi tersebut, sebagaimana yang diungkapkan oleh Yarnis. Dia mengatakan bahwa ketika pemberian upah tersebut memang dia tidak mengatakan berapa dia mendapatkan padi akan tetapi upah yang diberikan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat, yaitu: dalam seratus sukat padi maka empat sukat padi yang diberikan kepada pekerja tersebut(Yarnis 2017). Selain Yarnis penulis juga mewawancarai Nurina. Dia mengatakan bahwa ketika memberikan upah kepada pekerja, dia juga tidak mengatakan berapa dapat padi dengan alasan dia telah mengetahui ketentuan dan takaran yang harus dibayarkan kepada pekerja tersebut. Dia juga menambahkan bahwa ketika dia mendapatkan padi lebih, yaitu: apabila ia mendapatkan padi seratus tiga puluh sukat maka dia tetap membayarkan empat sukat padi(Nurina 2017), akan tetapi berbeda dengan Bainar. Dia mengatakan bahwa ketika membayarkan upah kepada pekerja, dia mengatakan berapa dapat padi dengan alasan supaya tidak ada kecurigaan oleh pekerja terhadapnya(Bainar 2017).

Berangkat dari penjelasan di atas serta berbagai teori yang menjelaskan tentang ketentuan upah mengupah dan berdasarkan kenyataan yang penulis lihat terdapat faktor yang menyebabkan permasalahan itu muncul oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas permasalahan ini dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul: “

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah Kipeh Padi.(Studi kasus di Kenagarian Barung-Barung Balantai Selatan Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan)”.

2. Rumusan Masalah dan Batasan masalah

2.1 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan di atas maka rumusan masalah yang penulis kaji dalam pembahasan ini adalah: Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap Pembayaran Upah Kipeh padi di Kenagarian Barung-Barung Belantai Selatan?

2.2) Batasan Masalah Dalam penelitian ini penulis meneliti yang berkaitan syarat-syarat Ijarah/upah, Untuk mempermudah dan agar penelitian ini lebih terarah maka penulis menetapkan batasan-batasan yang akan diteliti, yaitu: apa- apa saja alasan dari pemilik padi dalam pemberian upah kepada pekerja yang tidak menjelaskan berapa pendapatan padi yang di kipeh oleh pekerja. Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel 10 orang pemilik padi dan 6 orang pekerja.

3. Pertanyaan Penelitian

Untuk menghindari kesalahan dalam pemahaman judul skripsi ini perlu dijelaskan beberapa poin yang ada dalam judul skripsi ini: Hukum Islam yaitu, peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan diyakiniberlaku dan mengikat bagi semua pemeluk Islam(Syarifuddin 1993, 18). Pembayaran upah adalah pemberian sejumlah uang atau sesuatu yang yang lain karena seseorang telah melakukan suatu Untuk menghindari kesalahan dalam pemahaman judul skripsi ini perlu dijelaskan beberapa poin yang ada dalam judul skripsi ini: Hukum Islam yaitu, peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan diyakiniberlaku dan mengikat bagi semua pemeluk Islam(Syarifuddin 1993, 18). Pembayaran upah adalah pemberian sejumlah uang atau sesuatu yang yang lain karena seseorang telah melakukan suatu

3.1 Bagaimana Pelaksanaan Upah Kipeh Padi Dikenagarian Barung- Barung Balantai Selatan?

3.2 Bagaimana pandangan pekerja terhadap upah kipeh padi yang diberikan oleh pemilik padi di Nagari Barung-Barung Belantai Selatan?

3.3 Bagaimana Pandangan pemilik padi terhadap upah kipeh padi yang diberikan kepada pekerja di Kenagarian barung-Barung Balantai Selatan?

3.4 Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap Pembayaran Upah Kipeh padi di Kenagarian Barung-Barung Belantai Selatan?

4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

4.1 Adapun tujuan dari penulisan Skripsi ini adalah:

4.1.1 Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan upah kipeh padi di Kenagarian barung Balantai Selatan.

4.1.2 Untuk mengetahui pandangan pekerja terhadap upah yang diberikan oleh pemilik padi di Nagari Barung-Barung Balantai Selatan Kecamatan Koto XI Tarusan.

4.1.3 Untuk mengetahui pandangan pemilik padi terhadap upah yang diberikan kepada pekerja.

4.1.3 Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap perbuatan pemilik padi pada pembayaran upah kepada pekerja kipeh padi di Nagari Barung-Barung Balantai Selatan Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan.

4.2 Kegunaan dari penulisan Skripsi ini adalah:

4.2.1 Untuk menambah wawasan penulis tentang Khazanah keilmuan khususnya tentang ijarah/upah yang diatur oleh Al- Qur’an dan Sunnah.

4.2.2 Sebagai kontribusi penulis terhadap ilmu pengetahuan dalam bahasan tinjauan Hukum Islam terhadap pemberian upah.

4.2.3 Untuk menambah bahan bacaan pada perpustakaan fakultas syari’ah

4.2.4 Untuk melengkapi syarat-syarat dalam menyelesaikan kuliah guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada fakultas syari’ah Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang.

5. Signifikansi Penelitian

Tujuan utama penulis melakukan penelitian ini ialah untuk memberi pemahaman kepada masayarakat agar dalam pemberian upah kepada pekerja harus mempunyai akad yang jelas, kenapa hal ini perlu dilakukan? Karena dalam hubungan sesama manusia yang paling sering dilakukan oleh masyarakat adalah saling tolong menolong, sedangkan dalam upah mengupah itu termasuk dalam hal saling tolong menolong. Jadi apabila ada salah satu diantara kedua belah pihak yang merasa tidak puas dalam, ini bisa jadi penyebab hubungan sesama manusia menjadi tidak baik. Untuk itu penelitian ini dilakukan penulis untuk meneliti alasan-alasan kenapa dalam pemberian upah kipeh padi tidak ada akad yang jelas. Karena untuk mengatasi suatu masalah penting untuk mencari sebab dibalik masalah tersebut.

6. Studi Literatur

Penulis melakukan penelusuran terhadap sumber yang mendukung pemecahan masalah ini.

6.1 Tinjauan Hukum Islam terhadap pembayaran Upah penjemur padi Oleh pemilik Huller di Nagari Kamang Hilir. Disusun oleh Rori Febriano BP 309.144 yang dimaksud penulisan adalah perjanjian yang dilakukan oleh pemilik huller dengan pekerja tidak sesuai dengan

kesepakatan. Rumusan masalahnya adalah pada kenyataannya bahwa pekerja penjemur padi di huller tidak mendapatkan upah sesuai dengan kesepakatan, dalam kesepakatan tersebut sebelum melakukan pekerjaan telah ada kesepakatan antara pekerja dan pemilik huller mengenai sistim pembagian upah. Dalam perjanjian itu pekerja mendapatkan upah sebanyak Rp. 20.000 perhari, pekerja tersebut masuk jam 09.00 sampai jam 17.00, dan seharusnya pemilik huller memberi upah kepada pekerja, namun kenyataannya upah yang didapatkannya atau diterimanya setelah tiga hari bahkan sampai lima hari pekerja baru menerima upah. Upah pekerja ditunda oleh pemilik Huller disebabkan padi belum kering. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

6.1.1 Bahwa pekerja sangat kecewa pada hal pekerja sudah bekerja semaksimal sesuai dengan perjanjian, tetapi upah yang diharapkan pekerja sering terlambat, kadang-kadang upah yang diterima tidak sesuai dengan yang diharapkan pekerja sedangkan pekerja sangat butuh upah tersebut dibayar perhari.

6.1.2 Bahwa keterlambatan pemilik huller dalam pembayaran upah terhadap pekerja karena padi yang dijemurkan tidak kering itu pun tergantung keadaan cuaca.

6.1.3 Setelah mengelola dan menganalisis data tersebut berdasarkan ayat dan hadis dapat disimpulkan bahwa, menurut hukum Islam sistem upah mengupah yang dilakukan oleh pemilik Huller dengan pekerja hukumnya makruh karena dalam pembayaran upah kepada pekerja tidak sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dan terjadi penundaan oleh pemilik Huller

6.2 Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek Upah Pengilingan Padi di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi Kabupaten

Mandailing Natal. Disusun oleh Taufik Rahman BP.311.137. Permasalahnya adalah tinjauan hukum Islam terhadap praktik upah penggilingan padi antara pemilik padi (masyarakat) dengan pemilik penggilingan padi yang terjadi di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal. Adapun latar belakang penelitian ini adalah karena tidak adanya sighat akad yang jelas antara pemilik padi dengan pemilik usaha penggilingan padi dan upah yang diambil secara langsung oleh pemilik usaha penggilingan padi tanpa sepengetahuan pemilik padi.

Setelah melakukan penelitian dari berbagai sumber dan dianalisis berdasarkan kaidah ushul fiqh, bahwa ketidak jelasan sighat akad dan pengambilan upah secara langsung tanpa disaksikan oleh pemilik padi merupakan kebiasaan yang berlaku secara turun temurun dan tidak ada yang merasa dirugikan (saling rela), maka hal ini termasuk dalam urf Shahih dan dapat disimpulkan bahwa praktik upah penggilingan padi di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal adalah sah.

7. Landasan dan kerangka Teoritis

Teori tentang Upah/Ujrah Yaitu suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu yang bisa diberikan dan dibolehkan dengan imbalan tertentu (Muslich, 317)

8. Metode Penelitian

8.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah studi lapangan (Field Reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan langsung kelapangan, digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi secara intensif disertai dengan analisis semua data yang dikumpulkan untuk mendapatkan data yang kongkrit.

8.2 Sumber Data

8.2.1 Data primier yaitu bahan-bahan yang dihimpun langsung dari lapangan dengan masalah yang diteliti, yaitu 6 orang pekerja dengan 10 orang pemilik padi.

8.2.2 Data sekunder yaitu sumber yang berasal dari buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkatkan.

8.3 Wawancara Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yaitu melalui kontak atau hubungan pribadi antara pewawancara dengan responden. komunikasi tersebut dapat dilakukan secara langsung dengan mengajukan pertanyaan sumber data yang ditetapkan.(Adi 2004, 70) Wawancara ini dilakukan dengan pemilik Padi dan Pemilik kipeh (kipas) tentang praktik upah pengipasan padi.

8.4 Teknis Analisis Data Teknis analisis data yang di pakai adalah analisis deskriptif yaitu menggambarkan permasalahan yang terjadi di lapangan sesuai apa adanya. Analisis data ini dilakukan dengan mengklasifikasikan data dan menggambarkannya secara verbalisasi. Setelah data wawancara serta yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka teknik pengolahan datanya dilakukan dengan cara kualitatif terutama meneliti data yang bersifat deskriptif dan dirumuskan dalam bentuk kalimat. Artinya data yang diperoleh dari teknik pengumpulan di atas dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang relevan dengan keadaan yang terjadi dilapangan. Selanjutnya data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan Hukum Islam yaitu dengan teori ijarah/ujrah.

BAB II LANDASAN TEORI

1. Pengertian Ijarah dan Dasar Hukum Ijarah

1.1 Pengertian Ijarah

Lafal al-ijarah dalam bahasa arab berarti upah, sewa, jasa atau imbalan. Al-Ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan mu'amalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa-menyewa, kontrak atau menjual jasa kepada orang lain seperti menjadi buruh, kuli dan lain sebagainya.

Secara terminologi pengertian ijarah adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh para ulama di bawah ini :

1.1.1 Menurut Ulama Hanafiyah

Artinya : “Ijarah adalah akad kepemilikan manfaat yang Diketahui dan dengan dimaksud dari benda yang disewa dengan imbalan ”

1.1.2 Menurut Syafi’iyah

Artinya: “Ijarah akad atas manfaat yang diketahui untuk maksud tertentu serta menerima ganti yang dibolehkan sebagai

imbalan”. (Syafe’I 2001, 122)

1.1.3 Menurut Sayyiq Sabiq

Artinya: “Ijarah secara Syara’ ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian”. (Syafe’I 2001, 121)

1.1.4 Menurut Malikiyah

Artinya: “Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti ( imbalan)”.( Suwendi 2000, 29)

1.1.5 Menurut Hasbi Ash-Sidiqie

Artinya: “Akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa tertentu yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat”.

1.1.6 Menurut Fatwa Dewan Syari'ah Nasional definisi ijarah adalah :" Ijarah adalah akad memindahkan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri." (Fatwa DSN 2001, 55)

Beberapa pendapat ulama dan mazhab di atas tidak ditemukan perbedaan yang mendasar tentang definisi ijarah, tetapi dapat dipahami ada yang mempertegas dan memperjelas tentang pengambilan manfaat terhadap benda atau jasa sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dan adanya imbalan atau upah serta tanpa adanya pemindahan kepemilikan.

Kalau diperhatikan secara mendalam definisi yang dikemukakan olah para ulama mazhab di atas maka dapat dipahami bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam ijarah antara lain :

1. Adanya suatu akad persetujuan antara kedua belah pihak yang ditandai dengan adanya ijab dan kabul

2. Adanya imbalan tertentu, misalnya harga sewa sebuah mobil

3. Mengambil manfaat, misalnya mengupah seorang buruh untuk bekerja.

Beberapa pendapat ulama dan mazhab di atas tentang pengertian ijarah, maka penulis dapat memahami ijarah menurut bahasa adalah : pengambilan manfaat atas benda atau jasa dengan adanya imbalan atau upah, sedangkan menurut istilah dapat dipahami ijarah adalah akad atau Beberapa pendapat ulama dan mazhab di atas tentang pengertian ijarah, maka penulis dapat memahami ijarah menurut bahasa adalah : pengambilan manfaat atas benda atau jasa dengan adanya imbalan atau upah, sedangkan menurut istilah dapat dipahami ijarah adalah akad atau

Berbagai macam pendapat Ulama di atas maka dapat disimpulkan bahwa Kontrak sewa merupakan bagian dari ijarah. Karena kontrak sewa merupakan suatu akad untuk melakukan sesuatu. Baik secara tertulis maupun lisan, dan mereka yang mengadakan perjanjian itu masing- masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama. Dengan kata lain kontrak sewa merupakan juga perjanjian kerja. Dan dalam perjanjian kerja ini apa yang termasuk dalam perjanjian kerja semuanya merupakan konsep dari ijarah.

Perjanjian kerja ini sangat dibutuhkan karena melalui sebuah perjanjianlah yang akan mengikat diri antara seseorang dengan orang lain. Dalam kontrak sewa untuk melakukan jasa-jasa tertentu salah satu pihak menghendaki agar dari pihak lainnya melakukan suatu pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dan pihak yang menghendaki tersebut bersedia memberi upah, biasanya orang yang melakukan suatu pekerjaan tersebut adalah orang yang ahli misalnya, Notaris. Lazimnya pihak yang melakukan pekerjaan ini sudah menentukan tarif untuk suatu pekerjaan yang akan dilakukannya tersebut.

Dalam kontrak sewa adanya persetujuan untuk melakukan sesuatu." Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih". (Soimin 1994,1)

1.2 Dasar Hukum Ijarah

1.2.1 Landasan Al-Quran Para ulama fiqh mengatakan yang menjadi dasar kebolehan akad ijarah adalah berdasarkan Al- Quran, Sunnah dan Ijma’.

1.2.1.1 Surat Al-Thalaq ayat 6:

...

….

Artinya : “Apabila wanita-wanita itu menyusukan anakmu, maka berikanlah upahnya ”. (Departemen Agama RI 2001, 310)

1.2.1.2 Surat Al-Baqarah ayat 233 :

...

Artinya : “….Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (Depertemen Agama RI 2001, 29)

1.2.1.3 Surat Az-Zukhruf ayat 32 :

Artinya : “Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian

mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (Departemen agama RI 2001, 392)

mereka

dapat

1.2.1.4 Surat Al-Qashas ayat 26-27 :

Artinya : “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Berkatalah dia (Syuaib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah satu putriku ini, atas dasar kamu bekerja denganku delapan tahun, dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak ingin memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".(Deprtemen Agama RI 2001, 310)

1.2.2 Landasan Sunnah Para ulama mengemukakan alasan kebolehan ijarah salah

satunya terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim. Sebagai berikut :

Artinya : “ Hadits dari Musdad akhbarana Yazid Ibn Jurai’

Khalid dari Ikrimah dari Ibnu Abbas berkata bahwa Nabi SAW pernah mengupah seorang tukang bekam kemudian membayar upahnya”. (H.R Bukhari)

1.2.3 Landasan Ijma’ Mengenai kebolehan ijarah para ulama sepakat. Tidak ada

seorangpun ulama yang membantah kesepakatan (Ijma’) ini sekalipun ada beberapa orang di antara mereka yang berbeda pendapat akan

tetapi itu tidak dianggap. (Sabiq 1987, 11)

2. Rukun Dan Syarat Ijarah 2.1 Rukun Ijarah

Rukun merupakan sesuatu yang mesti ada dalam sebuah akad atau transaksi. Tanpa rukun akad tidak akan sah. Rukun sebagaimana yang

dijelaskan oleh Abdul Hamid Hakim dalam bukunya “ Mabadi’ Awaliyah” sebagai berikut :

Artinya : Rukun adalah sesuatu yang tergantung kepadanya sahnya sesuatu dan dia bagian dari padanya

Definisi yang dikemukakan oleh Abdul Hamid Hakim di atas dapat diambil kesimpulan bahwa rukun mutlak adanya dalam sebuah akad ijarah.

Layaknya sebuah transaksi ijarah dapat dikatakan sah apabila memenuhi sebuah rukun dan syarat. Agar transaksi sewa-menyewa atau upah mengupah menjadi sah, harus terpenuhi rukun dan syaratnya. Menurut ulama Hanafiyah rukun dari ijarah itu hanya satu ijab dan kabul. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa orang yang berakad, imbalan, manfaat termasuk ke dalam syarat-syarat ijarah. (Haroen 2000, 231)

Sedangkan Menurut Jumhur Ulama rukun ijarah ada empat yaitu : orang yang berakad, adanya upah, manfaat kerja sama, serta adanya sighat (ijab dan kabul). Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan secara terperinci sebagai berikut :

2.1.1 Orang yang berakad. Mu'jir dan Musta'jir. Mu'jir adalah orang yang menggunakan jasa atau tenaga orang lain untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Musta'jir adalah orang yang menyumbangkan tenaganya atau orang yang menjadi tenaga kerja dalam suatu pekerjaan dan mereka menerima upah dari hasil kerjanya itu.

2.1.2 Objek Transaksi.

Pekerjaan yang akan dijadikan objek kerja harus memiliki manfaat yang jelas seperti : menyelesaikan pekerjaan proyek, membajak sawah dan sebagainya.

Sebelum melakukan sebuah akad ijarah hendaknya manfaat yang akan menjadi objek ijarah harus diketahui secara jelas agar terhindar dari perselisihan di kemudian hari baik jenis, sifat barang yang akan disewakan ataupun pekerjaan yang akan dilakukan. Apabila manfaat yang akan menjadi objek ijarah tersebut tidak jelas maka akadnya tidak sah. Misalnya. Menyewakan motor hanya untuk duduk di atasnya, atau karena dilarang oleh Agama Islam. Seperti menyewa seseorang untuk membinasakan orang lain. Perjanjian sewa menyewa barang atau suatu pekerjaan yang manfaatnya tidak dibolehkan oleh ketentuan agama adalah tidak sah atau wajib untuk ditinggalkan. (Rusyid, 218)

2.1.3 Imbalan atau upah yang akan diterima oleh buruh dari hasil kerjanya. Dapat diketahui bahwa ijarah adalah sebuah akad yang mengambil manfaat dari barang atau jasa yang tidak bertentangan dengan Hukum Syara' yang berlaku. Oleh sebab itu pelaksanaan

sewa atau imbalan mesti jelas dengan ketentuan awal yang telah disepakati.

2.1.4 Sighat yaitu ijab dan kabul. Sighat pada akad merupakan suatu hal yang penting sekali karena dari sighatlah terjadinya ijarah. Karena sighat merupakan suatu bentuk persetujuan dari kedua belah pihak untuk melaksanakan ijarah. Dalam sighat ada ijab dan kabul. Ijab

merupakan pernyataan dari pihak pertama (mu'jir) untuk menyewakan barang atau jasa sedangkan kabul merupakan jawaban persetujuan dari pihak kedua untuk menyewakan barang atau jasa yang dipinjamkan oleh mu'jir. Misalnya anda bersedia merupakan pernyataan dari pihak pertama (mu'jir) untuk menyewakan barang atau jasa sedangkan kabul merupakan jawaban persetujuan dari pihak kedua untuk menyewakan barang atau jasa yang dipinjamkan oleh mu'jir. Misalnya anda bersedia

2.2 Syarat Ijarah

Syarat merupakan sesuatu yang bukan bagian dari akad, tapi sahnya sesuatu tergantung kepadanya. Adapaun syarat-syarat transaksi ijarah yaitu :

2.2.1 Dua orang yang berakad ( Mu'jir dan Musta'jir) disyaratkan:

2.2.1.1 Berakal dan mumayiz Namun tidak disyaratkan baligh, Maka tidak dibenarkan mempekerjakan anak yang belum mumayiz dan belum berakal.(Rozalinda 2005, 105-106) Amir syarifuddin menambahkan pelaku transaksi ijarah harus telah dewasa, berakal sehat, dan bebas dalam bertindak dalam artian tidak dalam paksaan.(Syarifuddin 2003, 218) Jadi transaksi ijarah yang dilakukan oleh anak-anak atau orang gila atau orang yang terpaksa tidak sah.

2.2.1.2 Kerelaan ( ‘An-Taradhin) Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaanya untuk melakukan akad ijarah. Dan para pihak berbuat atas kemauan sendiri. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah. Karena Allah melarang penindasan atau intimidasi sesama manusia tapi dianjurkan saling meredhai sesamanya. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat an- Nissa ayat 29:

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.(Depertemen Agama RI 2001, 65)

2.2.2 Sesuatu yang diakadkan ( pekerjaan) disyaratkan :

2.2.2.1 Manfaat dari pekerjaan harus yang dibolehkan syara’, maka tidak boleh ijarah terhadap maksiat seperti mempekerjakan seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir atau mengupah orang untuk membunuh orang lain.(Haroen 2000, 233)

2.2.2.2 Manfaat dari pekerjaan harus diketahui oleh kedua pihak sehingga tidak muncul pertikaian dan perselisihan di kemudian hari.

2.2.2.3 Manfaat dari objek yang akan diijarahkan sesuatu yang dapat dipenuhi secara hakiki.

2.2.2.4 Jelas ukuran dan batas waktu ijarah agar terhindar dari persengketaan atau perbantahan.

2.2.2.5 Perbuatan yang diijarahkan bukan perbuatan yang diwajibkan bagai musta'jir seperti Sholat, puasa dan lain-lain

2.2.2.6 Pekerjaan yang diijarahkan menurut kebiasaan dapat diijarahkan.

2.2.3 Upah atau imbalan disyaratkan

2.2.3.1 Upah berupa benda yang diketahui yang dibolehkan manfaatnya.

2.2.3.2 Sesuatu yang berharga atau dapat dihargai dengan uang

Terhadap imbalan ada beberapa ketentuan dalam hal menerima atau memberikan.

1. Imbalan atau upah tersebut hendaklah disegerakan pembayarannya.