Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin

Penulis

Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin

Judul Dalam Bahasa Indonesia

Prinsip Ilmu Ushul Fiqih

Penerjemah Abu SHilah & Ummu SHilah

Layout & Design Sampul

Abu SHilah

Disebarkan melalui : ht t p: / / t holib.wordpress.com Jumadi ats-Tsaniyah 1428 H / Juni 2007 M

* [email protected]

Diperbolehkan menyebarkan / memperbanyak terjemahan ini selama bukan untuk tujuan komersial

MUQODDIMAH PENULIS

Ini adalah Tulisan singkat dalam Ushul Fiqih yang kami t ulis sesuai kurikul um yang t elah disepakat i unt uk t ahun ket iga Tsanawiyah

d i ma’ had- ma’ had ilmiyyah, dan kami menamakannya:

(al-Ushul min 'Ilmil Ushul)

Aku memohon kepada Allah agar menj adikan ilmu kami ikhlas karena Allah dan bermanf aat bagi hamba-hamba Allah, sesungguhnya Allah Maha Dekat dan Maha Mengabulkan Doa.

ِﻪـﹾﻘ ِﻔﻟﺍ ﹸﻝﻮ ﺻ ﹸﺃ USHUL FIQIH

DEFINISINYA:

Ushul Fiqih didef inisikan dengan 2 t inj auan:

Pertama : t inj auan dari 2 kosa kat anya yait u dari t inj auan kat a ( ﹲﻝﻮﺻﹸﺃ ) dan kat a ( ﻪﹾﻘِﻓ ).

Ushul ( ﹸﻝﻮﺻُﻷﺍ ) adalah bent uk j amak dari " al-Ashl " ( ﹲﻞﺻﹶﺃ ) yait u apa yang dibangun di at asnya yang selainnya, dan diant aranya adalah 'pokoknya

t embok' ( ﺭﺍﺪِﳉﺍ ﹸﻞﺻﹶﺃ ) yait u pondasinya, dan 'pokoknya pohon' ( ِﺓﺮﺠﺸﻟﺍ ﹸﻞﺻﹶﺃ ) yang bercabang darinya rant ing-rant ingnya. Allah berf irman:

"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit" [ QS. Ibrohim : 24]

Dan Fiqih ( ﻪﹾﻘِﻔﻟﺍ ) secara bahasa adalah pemahaman ( ﻢﻬﹶﻔﻟﺍ ), diant ara dalilnya adalah f irman Allah :

"dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku." (QS Thohaa : 27)

Dan secara ist ilah:

"Mengetahui hukum-hukum syar'i yang bersifat amaliyyah dengan dalil- dalilnya yang terperinci."

Maka yang dimaksud dengan perkat aan kami : ( ﹸﺔﹶﻓِﺮﻌﻣ ) " Mengetahui " adalah Ilmu dan persangkaan. Karena menget ahui hukum-hukum f iqih t erkadang

bersif at yakin dan t erkadang bersif at persangkaan, sebagaimana banyak dalam masalah-masalah f iqih.

Dan yang dimaksud dengan perkat aan kami : ( ﹸﺔﻴِﻋﺮﺸﻟﺍ ﻡﺎﹶﻜﺣَﻷﺍ ) Hukum-hukum " syar'i " adalah hukum-hukum yang diambil dari syari'at , sepert i waj ib dan

haram, maka keluar darinya (yakni Hukum-hukum syar'i) hukum-hukum akal; sepert i menget ahui bahwa keseluruhan lebih besar daripada sebagian; dan hukum-hukum adat (kebiasaan); sepert i menget ahui t urunnya embun di malam yang dingin j ika cuaca cerah.

Yang dimaksud dengan perkat aan kami : ( ﹸﺔﻴِﻠﻤﻌﻟﺍ ) Amaliah " " adalah apa-apa yang t idak berhubungan dengan aqidah, sepert i sholat dan zakat . Maka t idak

t ermasuk darinya (Amaliah) apa-apa yang berhubungan dengan aqidah; t ermasuk darinya (Amaliah) apa-apa yang berhubungan dengan aqidah;

Yang dimaksud dengan perkat aan kami : ( ِﺔﻴِﻠﻴِﺼﹾﻔﺘﻟﺍ ﺎﻬِﺘﱠﻟِﺩﹶﺄِﺑ ) " dengan dalil- dalilnya yang terperinci " adalah dalil-dalil f iqh yang berhubungan dengan

masalah-masalah f iqh yang t erperinci, maka t idak t ermasuk di dalamnya ilmu Ushul Fiqih karena pembahasan di dalamnya hanyalah mengenai dalil-dalil

f iqih yang umum.

Kedua : dari t inj auan keberadaannya sebagai j ulukan pada bidang t ert ent u, maka Ushul Fiqih didef inisikan dengan :

"Ilmu yang membahas dalil-dalil fiqih yang umum dan cara mengambil faidah darinya dan kondisi orang yang mengambil faidah."

Yang dimaksud dengan perkat aan kami ( ِﺔﻴِﻟﺎﻤﺟِﻹﺍ ) " yang umum/mujmal ", kaidah-kaidah umum; sepert i perkat aan : " perintah menunjukkan hukum

wajib ", " larangan menunjukkan hukum haram ", " sah-nya suatu amal menunjukkan amal tersebut telah terlaksana (yakni, ia t idak dit unt ut unt uk mengulangi, pent )". Maka t idak t ermasuk dari " yang umum ": dalil-dalil yang t erperinci. Dalil-dalil t erperinci t ersebut t idaklah disebut kan dalam ilmu Ushul Fiqih kecuali sebagai cont oh (dalam penerapan) suat u kaidah.

Yang dimaksud dari perkat aan kami : ( ﺎﻬﻨِﻣ ِﺓﺩﺎﹶﻔِﺘﺳِﻹﺍ ِﺔﻴِﻔﻴ ﹶﻛﻭ ) " dan cara mengambil faidah darinya " yait u menget ahui bagaimana mengambil f aidah hukum dari

dalil-dalilnya dengan mempelaj ari hukum-hukum laf adz dan penunj ukkannya dalil-dalilnya dengan mempelaj ari hukum-hukum laf adz dan penunj ukkannya

Diinginkan dengan perkat aan kami : ( ِﺪﻴِﻔﺘﺴﻤﹾﻟﺍ ِﻝﺎﺣﻭ ) "kondisi orang yang mengambil faidah" , yait u menget ahui kondisi/ keadaan orang yang mengambil

f aidah, yait u muj t ahid. Dinamakan orang yang mengambil f aidah ( ﺪﻴِﻔﺘﺴﻣ ) karena ia dengan dirinya sendiri dapat mengambil f aidah hukum dari dalil-

dalilnya karena ia t elah mencapai deraj at ij t ihad. Maka mengenal muj t ahid, syarat -syarat ij t ihad, hukumnya dan yang semisalnya dibahas dalam ilmu Ushul Fiqih.

FAIDAH USHUL FIQIH:

Ilmu Ushul Fiqih adalah ilmu yang agung kedudukannya, sangat pent ing dan banyak sekali f aidahnya. Faidahnya adalah kokoh dalam menghasilkan kemampuan yang seseorang mampu dengan kemampuan it u mengeluarkan hukum-hukum syar'i dari dalil-dalilnya dengan landasan yang selamat .

Dan yang pert ama kali mengumpulkannya menj adi suat u bidang t ersendiri adalah al-Imam asy-Syaf i'i Muhammad bin Idris rohimahulloh , kemudian para 'ulama sesudahnya mengikut inya dalam hal t ersebut . Maka mereka menulis dalam ilmu Ushul Fiqih t ulisan-t ulisan yang bermacam-macam. Ada yang berupa t ulisan, sya'ir, t ulisan ringkas, t ulisan yang panj ang, sampai ilmu Ushul Fiqih ini menj adi bidang t ersendiri keberadaannya dan kelebihannya.

HUKUM-HUKUM

Al-Ahkam ( ﻡﺎ ﹶﻜ ﺣ ﹾﺍَﻷ ) adalah bent uk j amak dari hukum ( ﻢ ﹾﻜﺣ ), secara bahasa maknanya adalah keput usan/ ket et apan ( ُﺀﺎ ﻀ ﹶﻘﻟﺍ ).

Dan secara ist ilah :

"Apa-apa yang ditetapkan oleh seruan syari'at yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf (orang yang dibebani syari'at) dari tuntutan atau pilihan atau peletakan."

Dan yang dimaksud dari perkat aan kami : ( ِﻉ ﺮ ﺸﻟﺍ ﺏﺎ ﹶﻄ ِﺧ ) " seruan syari'at " : Al- Qur'an dan as-Sunnah.

Dan yang dimaksud dari perkat aan kami : ( ﻴﻦ ﱠﻠِﻔ ﹶﻜ ﹸﳌﺍ ِﻝﺎ ﹾﻓﻌ ِﺑ ﹶﺄ ﻖ ﻌﱢﻠ ﹸﳌﺍﺘ ) " yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf ": apa-apa yang berhubungan

dengan perbuat an mereka baik it u perkat aan at au perbuat an, melakukan sesuat u at au meninggalkan sesuat u.

Maka keluar dari perkat aan t ersebut apa-apa yang berhubungan dengan aqidah, maka t idak dinamakan hukum secara ist ilah.

Yang dimaksud dari perkat aan kami : ( ﻴﻦ ﱠﻠِﻔ ﹶﻜ ﹸﳌﺍ ) " mukallaf " : siapa saj a yang keadaannya dibebani syari'at , maka mencakup anak kecil dan orang gila.

Yang dimaksud dari perkat aan kami : ( ٍﺐ ﹶﻠ ﹶﻃ ﻦ ِﻣ ) " dari tuntutan ": perint ah dan larangan, baik it u sebagai keharusan at aupun keut amaan.

Yang dimaksud dari perkat aan kami : ( ٍﺮ ِﻴﻴ ﺨ ﺗ ﹶﺃﻭ ) "at au pilihan": mubah (hal- hal yang dibolehkan)

Yang dimaksud dari perkat aan kami : ( ٍﻊ ﺿ ﻭ ﹶﺃﻭ ) " atau peletakan ": Sah, rusak, dan yang lainnya yang dilet akkan oleh pembuat syari'at dari t anda-t anda,

at au sif at -sif at unt uk dit unaikan at au dibat alkan.

PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AT:

Hukum syari'at dibagi menj adi dua bagian : Taklifiyyah (Pembebanan) dan Wadh'iyyah (Pelet akan).

Al-Ahkam at-Taklifiyyah ada lima : Waj ib, mandub (sunnah), harom, makruh, dan mubah.

1. Wajib ( ﺐﺟﺍﻮﻟﺍ ) secara bahasa : ( ﻡﺯﻼﻟﺍﻭ ﻂﻗﺎﺴﻟﺍ ) "yang j at uh dan harus".

Dan secara ist ilah :

"Apa-apa yang diperintahkan oleh pembuat syari'at dengan bentuk keharusan" , sepert i sholat lima wakt u.

Maka keluar dari perkat aan kami : ( ﻉﺭﺎﺸﻟﺍ ﻪﺑ ﺮﻣﺃ ﺎﻣ ) "Apa-apa yang diperintahkan oleh pembuat syari'at" , yang haram, makruh dan mubah.

Dan keluar dari perkat aan kami : ( ﻡﺍﺰﻟﻹﺍ ﻪﺟﻭ ﻰﻠﻋ ) "dengan bentuk keharusan" , yang mandub.

Dan suat u yang waj ib it u pelakunya diganj ar j ika ia melakukannya unt uk mendapat kan pahala (ikhlas), dan orang yang meninggalkannya berhak mendapat kan adzab.

Dan dinamakan j uga : ( ﺍ ﻡﺯﻻﻭ ﹰﺎﻤﺘﺣﻭ ﺔﻀﻳﺮﻓﻭ ﹰﺎﺿﺮﻓ ).

2. Mandub ( ﺏﻭﺪﻨﳌﺍ ) secara bahasa : ( ﻮﻋﺪﳌﺍ ) "yang diseru".

Dan secara ist ilah :

"Apa-apa yang diperintahkan oleh pembuat syari'at tidak dalam bentuk keharusan", sepert i sholat rowat ib.

Maka keluar dari perkat aan kami : ( ﻉﺭﺎﺸﻟﺍ ﻪﺑ ﺮﻣﺃ ﺎﻣ ) "Apa-apa yang diperintahkan oleh pembuat syari'at" , yang haram, makruh dan mubah.

Dan keluar dari perkat aan kami : ( ﻡﺍﺰﻟﻹﺍ ﻪﺟﻭ ﻰﻠﻋ ﻻ ) "tidak dengan bentuk keharusan" , yang waj ib.

Dan suat u yang mandub it u pelakunya diganj ar j ika ia melakukannya unt uk mendapat kan pahala (ikhlas), dan orang yang meninggalkannya t idak mendapat kan adzab.

Dan dinamakan j uga : ( ﻼﻔﻧﻭ ﹰﺎﺒﺤﺘﺴﻣﻭ ﹰﺎﻧﻮﻨﺴﻣﻭ ﺔﻨﺳ ً ).

3. Haram ( ﻡﺮﶈﺍ ) secara bahasa : ( ﻉﻮﻨﻤﳌﺍ ) "yang dilarang".

Dan secara ist ilah :

"Apa-apa yang dilarang oleh pembuat syari'at dalam bentuk keharusan untuk ditinggalkan" , sepert i durhaka kepada orang t ua.

Maka keluar dari perkat aan kami : ( ﻉﺭﺎﺸﻟﺍ ﻪﻨﻋ ﻰ ﺎﻣ ) "Apa-apa yang dilarang oleh pembuat syari'at" , yang waj ib, sunnah dan mubah.

Dan keluar dari perkat aan kami : ( ﻙﺮﺘﻟﺎﺑ ﻡﺍﺰﻟﻹﺍ ﻪﺟﻭ ﻰﻠﻋ ) "dalam bentuk keharusan untuk ditinggalkan" , yang makruh.

Dan suat u yang haram it u pelakunya diganj ar j ika ia meninggalkannya unt uk mendapat kan pahala (ikhlas), dan orang yang melakukannya berhak mendapat kan adzab.

Dan dinamakan j uga : ( ﹰﺎ ﻋﻮﻨﳑ ﻭﺃ ﹰﺍﺭﻮﻈﳏ )

4. Makruh ( ﻩﻭﺮﻜﳌﺍ ) secara bahasa : ( ﺾﻐﺒﳌﺍ ) "yang dimurkai".

Dan secara ist ilah :

"Apa-apa yang dilarang oleh pembuat syari'at tidak dalam bentuk keharusan untuk ditinggalkan" , sepert i mengambil sesuat u dengan t angan kiri dan memberi dengan t angan kiri.

Maka keluar dari perkat aan kami : ( ﻉﺭﺎﺸﻟﺍ ﻪﻨﻋ ﻰ ﺎﻣ ) "Apa-apa yang dilarang oleh pembuat syari'at" , yang waj ib, sunnah dan mubah.

Dan keluar dari perkat aan kami : ( ﻙﺮﺘﻟﺎﺑ ﻡﺍﺰﻟﻹﺍ ﻪﺟﻭ ﻰﻠﻋ ﻻ ) "tidak dalam bentuk keharusan untuk ditinggalkan" , yang haram.

Dan suat u yang makruh it u pelakunya diganj ar j ika ia meninggalkannya unt uk mendapat kan pahala (ikhlas), dan orang yang melakukannya t idak mendapat kan adzab.

5. Mubah ﺡﺎﺒﳌﺍ ( ) secara bahasa : ( ﻪﻴﻓ ﻥﻭﺫﺄﳌﺍﻭ ﻦﻠﻌﳌﺍ ) "yang diumumkan dan diizinkan dengannya".

Dan secara ist ilah :

"Apa-apa yang tidak berhubungan dengan perintah dan larangan secara asalnya". Sepert i makan pada malam hari di bulan Romadhon.

Dan keluar dari perkat aan kami : ( ﺮﻣﺃ ﻪﺑ ﻖ ﻠﻌﺘﻳ ﻻ ﺎﻣ ) "apa-apa yang tidak berhubungan dengan perintah" , waj ib dan mandub.

Dan keluar dari perkat aan kami : ( ﻲ ﻻﻭ ) "dan pula larangan" , haram dan makruh.

Dan keluar dari perkat aan kami : ( ﻪﺗﺍﺬﻟ ) "pada asalnya", apa-apa yang seandainya ada kait annya dengan perint ah karena keberadaannya (yakni

suat u yang mubah) sebagai wasilah (yang menghant arkan) t erhadap hal yang diperint ahkan, at au ada kait annya dengan larangan karena keberadaannya sebagai wasilah t erhadap hal yang dilarang; maka bagi hal yang mubah t ersebut hukumnya sesuai dengan apa-apa ia (yang mubah t ersebut ) menj adi wasilah baginya, dari hal yang diperint ahkan at au yang dilarang. Dan yang demikian t idak mengeluarkannya (yakni hal yang mubah) dari keberadaannya sebagai sesuat u yang hukumnya mubah pada asalnya.

Dan mubah yang senant iasa berada pada sif at mubah (boleh), maka ia t idak mengakibat kan ganj aran dan t idak pula adzab.

Dan dinamakan j uga : ( ﹰﺍﺰﺋﺎﺟﻭ ﹰﻻﻼﺣ ).

AL-AHKAM AL-WADH'IYYAH ( ﺔﻴﻌﺿﻮﻟﺍ ﻡﺎﻜﺣﻷﺍ) :

Al-Ahkam al-wadh'iyyah adalah :

"Apa-apa yang diletakkan oleh pembuat syari'at dari tanda-tanda untuk menetapkan atau menolak, melaksanakan atau membatalkan."

Dan diant aranya adalah sah ( ﺔﺤﺼﻟﺍ ) dan rusak( ﺩﺎﺴﻔﻟﺍ )/ t idak sah-nya sesuat u.

1. Sah ( ﺢﻴﺤﺼﻟﺍ ) secara bahasa : ( ﺽﺮﳌﺍ ﻦﻣ ﻢﻴﻠﺴﻟﺍ ) yang selamat dari penyakit .

Secara ist ilah :

"apa-apa yang pengaruh perbuatannya berakibat padanya, baik itu ibadah ataupun akad."

Maka sah dalam ibadah : apa-apa yang beban t erlepas dengannya (yakni ibadah yang sah) dan t unt ut an gugur dengannya.

Dan sah dalam akad : apa-apa yang pengaruh adanya akad t ersebut berakibat t erhadap keberadaannya, sepert i pada suat u akad j ual beli berakibat kepemilikan.

Dan t idaklah sesuat u it u menj adi sah kecuali dengan menyempurnakan syarat -syarat nya dan t idak ada penghalang-penghalangnya.

Cont ohnya dalam ibadah : seseorang mendat angi sholat pada wakt unya dengan menyempurnakan syarat -syarat nya, rukun-rukunnya dan kewaj iban- kewaj ibannya.

Cont ohnya dalam akad : seseorang melakukan akad j ual beli dengan menyempurnakan syarat -syarat nya yang t elah diket ahui dan t idak adanya penghalang-penghalangnya.

Jika hilang sat u syarat dari syarat -syarat yang ada, at au adanya penghalang dari penghalang-penghalangnya maka t idak dikat akan sah.

Cont oh hilangnya syarat dalam ibadah : seseorang sholat t anpa bersuci.

Cont oh hilangnya syarat dalam akad : seseorang menj ual barang yang bukan miliknya.

Cont oh adanya penghalang dalam ibadah : seseorang sholat sunnah mut lak pada wakt u larangan.

Cont oh adanya penghalang dalam akad : seseorang menj ual sesuat u kepada orang yang waj ib baginya sholat j um'at , sesudah adzan j um'at yang kedua dari sisi yang t idak dibolehkan.

2. Rusak / Fasid ( ﺪﺳﺎﻔﻟﺍ ) secara bahasa : yang pergi dengan hilang dan rugi.

Dan secara ist ilah :

"apa-apa yang pengaruh perbuatannya tidak berakibat kepadanya, baik itu ibadah atu akad."

Fasid dalam ibadah : apa-apa yang beban t idak t erlepas dengannya dan t unt ut an t idak gugur dengannya; sepert i sholat sebelum wakt unya.

Fasid dalam akad : apa-apa yang pengaruh akad t ersebut t idak berakibat padanya (t idak memiliki dampak); sepert i menj ual sesuat u yang belum dit ent ukan.

Dan semua yang f asid (rusak) dalam ibadah, akad dan syarat -syarat maka it u adalah haram. Karena yang demikian t ermasuk melampaui bat asan-bat asan Allah dan menj adikan ayat -ayat -Nya sebagai olok-olokan, dan karena Nabi shollallohu alaihi wa sallam mengingkari orang yang mensyarat kan syarat -syarat yang t idak ada dalam kit abullah (al-Qur'an).

Fasid dan bat il memiliki makna yang sama kecuali dalam dua t empat :

Yang pertama : dalam ihrom, para 'ulama membedakan keduanya, bahwa yang f asid adalah apabila seorang yang ihrom menyet ubuhi ist rinya sebelum t ahallul awal; dan yang bat il adalah apabila seseorang murt ad dari Islam.

Yang kedua : dalam nikah; para 'ulama membedakan keduanya, bahwa yang f asid adalah apa-apa yang diperselisihkan para 'ulama dalam kerusakannya, sepert i nikah t anpa wali; dan bat il adalah apa-apa yang disepakat i kebat ilannya sepert i menikahi wanit a yang masih dalam ` iddah- nya.

ILMU

Definisinya:

Ilmu adalah :

"Mengetahui sesuatu sesuai dengan apa adanya (yakni sesuai dengan yang sebenarnya) dengan pasti/yakin"

Misalnya menget ahui bahwa keseluruhan it u lebih besar daripada sebagian, dan bahwa niat merupakan syarat dari ibadah.

Maka keluar dari perkat aan kami : ( ﺀﻲﺸﻟﺍ ﻙﺍﺭﺩﺇ )" mengetahui sesuatu " adalah t idak menget ahui sesuat u secara menyeluruh, dan dinamakan "kebodohan

yang ringan" ( ﻂﻴﺴﺒﻟﺍ ﻞﻬﳉﺍ ), misalnya seseorang dit anya: "kapankah t erj adinya perang Badar?" Lalu dia menj awab "saya t idak t ahu".

Dan keluar dari perkat aan kami: ( ﻪﻴﻠﻋ ﻮﻫ ﺎﻣ ﻰﻠﻋ ) " sesuai dengan yang sebenarnya " adalah menget ahui sesuat u dari segi yang menyelisihi keadaan

yang sebenarnya dan dinamakan ( ﺐﻛﺮﳌﺍ ﻞﻬﳉﺍ ) "kebodohan yang bert ingkat ", misalnya seseorang dit anya : "kapankah t erj adinya perang badar?", Lalu dia

menj awab : "pada t ahun ket iga Hij riah".

Dan keluar dari perkat aan kami : ( ﹰﺎﻣﺯﺎﺟ ﹰﺎﻛﺍﺭﺩﺇ ) " dengan pengetahuan yang pasti/yakin " adalah mendapat kan penget ahuan t ent ang sesuat u dengan

penget ahuan yang t idak past i/ yakin dari segi ada kemungkinan padanya (bahwa yang benar) t idak sesuai dengan apa yang ia ket ahui, maka t idak dinamakan sebagai ilmu. Kemudian j ika kuat padanya dari salah sat u kemungkinan t ersebut , maka yang kuat disebut sebagai ( ﻦﻇ ) dan yang lemah

disebut sebagai ( ﻢﻫﻭ ), dan j ika kedua kemungkinan it u sama maka disebut sebagai ( ﻚﺷ ).

Dengan hal ini j elaslah bahwa hubungan t ent ang penget ahuan t erhadap sesuat u it u adalah sepert i berikut :

1. Ilmu ( ﻢﻠﻋ ) : yait u menget ahui sesuat u sesuai dengan yang sebenarnya dengan past i/ yakin.

2. Jahil Basith ﻂﻴﺴﺑ ( ﻞﻬﺟ ) : yait u t idak menget ahui sesuat u secara menyeluruh (yakni menget ahui sesuat u secara sebagian saj a, pent ).

3. Jahil Murokkab ﺐﻛﺮﻣ ( ﻞﻬﺟ ) : yait u mendapat penget ahuan t ent ang sesuat u dari segi yang menyelisihi apa yang sebenarnya.

4. Dzonn ( ﻦﻇ ) : yait u mendapat penget ahuan t ent ang sesuat u dengan kemungkinan adanya (pendapat ) lainnya yang marj uh/ lemah.

5. Wahm ( ﻢﻫﻭ ) : yait u mendapat penget ahuan t ent ang sesuat u dengan kemungkinan adanya (pendapat ) lainnya yang roj ih/ kuat .

6. Syakk ( ﻚﺷ ) : yait u mendapat penget ahuan t ent ang sesuat u dengan kemungkinan adanya (pendapat ) lainnya yang sama kuat . PEMBAGIAN ILMU :

Ilmu t erbagi menj adi dua macam : ( ﻱﺭﻭﺮﺿ )" Dhoruri " dan ( ﻱﺮﻈﻧ )" Nadzori ".

1. Ilmu Dhoruri adalah apa-apa yang penget ahuan t ent angnya sudah diket ahui secara past i, yait u sudah past i padanya t anpa but uh pemeriksaan dan pendalilan, sepert i ilmu t ent ang bahwa keseluruhan it u lebih besar daripada sebagian, bahwa api it u panas, dan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah ut usan Allah subhanahu wa ta'ala .

2. Ilmu Nadhori adalah apa-apa yang (unt uk menget ahuinya) membut uhkan pemeriksaan dan pendalilan, sepert i penget ahuan t ent ang waj ibnya niat dalam sholat .

KALAM

Definisi :

Kalam secara bahasa :

"Lafadh yang diletakkan untuk suatu makna."

Dan secara ist ilah :

"Lafadh yang berfaidah (memiliki makna)",

Misalnya : ( ﺎـﻨ ﻴﺒﻧ ﺪـﻤﳏﻭ ﺎﻨﺑﺭ ﷲﺍ ) "Allah adalah Robb kit a dan Muhammad adalah Nabi kit a".

Dan suat u kalam minimal t ersusun dari dua kat a benda; at au sat u kat a kerj a dan sat u kat a benda.

Cont oh yang pert ama : ( ﷲﺍ ﻝﻮـﺳﺭ ﺪـﻤﳏ ) "Muhammad adalah Rosullullah" dan cont oh yang kedua adalah ( ﺪﻤﳏ ﻡﺎﻘﺘﺳﺍ ) "Muhammad berdiri".

Dan sat u bagian dari kalam disebut kat a yait u : Laf adh yang dilet akkan unt uk suat u makna t unggal, yait u kadang-kadang berupa kat a benda ( isim ), kat a kerj a ( fi'il ), at au huruf ( harf ).

Isim (kata benda) :

"apa-apa yang menunjukkan makna pada dirinya sendiri dengan tidak menunjukkan waktu tertentu."

Dan isim ada t iga macam :

Pert ama : Apa-apa yang menunj ukkan keumuman misalnya kat a sambung.

Kedua : Apa-apa yang menunj ukkan kemut lakan misalnya nakiroh dalam kont eks penet apan.

Ket iga : Apa-apa yang menunj ukkan kekhususan misalnya nama orang.

Fi'il (kata kerja):

"Apa-apa yang menunjukkan makna pada dirinya sendiri, dan keadaannya menunjukkan salah satu dari tiga waktu."

Yait u fi'il madhi sepert i ( ﻢـِﻬﹶﻓ ), fi'il mudhori' sepert i ( ﻢـﻬﹾﻔﻳ ) at au fi'il amr sepert i ( ﻢﻬﹾﻓِﺍ ).

Dan fi'il dengan pembagiannya t ersebut memberikan f aidah mut laq, bukan umum.

Harf adalah :

"Apa-apa yang menunjukkan makna pada yang selainnya"

Diant aranya :

1. Wawu ﻭﺍﻮـﻟﺍ ( ) : dat ang sebagai 'athof (penyambung), maka memberikan

f aidah penggabungan dua hal yang saling bersambung di dalam sebuah hukum, t idak menunj ukkan urut an dan t idak menaf ikannya kecuali dengan dalil.

2. Fa' ( ﺀﺎﻔﻟﺍ ) : dat ang sebagai 'athof (penyambung), maka memberikan f aidah penggabungan dua hal yang saling bersambung di dalam hukum dengan

berurut an dan beriringan dan dat ang dengan sebab, dan memberi f aidah ta'lil (alasan).

3. ( ﺓﺭﺎـﳉﺍ ﻡﻼـﻟﺍ ) : memiliki beberapa makna diant aranya : sebab, kepemilikan dan kebolehan.

4. ( ﺓﺭﺎﳉﺍ ﻰﻠﻋ ) : memiliki beberapa makna diant aranya : waj ib.

JENIS-JENIS KALAM :

Kalam t erbagi dari segi kemungkinan disif at i benar dan t idaknya dengan dua macam :

1) Al-Khobar (Berita):

"Kalam yang mungkin disifati dengan benar atau dusta pada asalnya."

Maka keluar dari perkat aan kami : ( ﺏﺬﻜﻟﺍﻭ ﻕﺪﺼﻟﺎﺑ ﻒﺻﻮﻳ ﻥﺃ ﻦﻜﳝ ﺎﻣ ) "Apa-apa yang mungkin disif at i dengan benar at au dust a"; ( ﺀﺎﺸﻧﻹﺍ ) "al-insya' (yang mengandung perint ah at au larangan, pent )" karena t idak memiliki kemungkinan sepert i

it u, sebab penunj ukannya bukanlah suat u pengkabaran yang mungkin unt uk dikat akan : ia benar at au dust a.

Dan keluar dari perkat aan kami : ( ﻪﺗﺍﺬﻟ ) "pada asalnya"; khobar yang t idak mengandung kebenaran, at au t idak mengandung kedust aan dari sisi yang

dikabarkan. Yang demikian karena khobar dari sisi yang dikabarkan t erbagi menj adi 3 :

Pertama , yang t idak mungkin disif at i dengan dust a, sepert i khobar dari Allah dan Rasul-Nya yang t elah shohih darinya.

Kedua , yang t idak mungkin disif at i dengan kebenaran, sepert i khobar t ent ang sesuat u yang must ahil secara syar'i at au secara akal. Yang pert ama (must ahil secara syar'i, pent ), sepert i seorang yang mengaku sebagai Rasul set elah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam; dan yang kedua (must ahil secara akal, pent ), sepert i khobar berkumpulnya 2 hal yang saling bert ent angan (yang t idak mungkin ada bersamaan at au hilang bersamaan, pent ) sepert i bergerak dan diam pada sesuat u yang sat u pada wakt u yang sama.

Ketiga , yang mungkin disif at i dengan benar dan dust a baik dengan kemungkinan yang sama (t idak bisa dibenarkan dan didust akan karena sulit dit arj ih, pent ) at au dengan meroj ihkan salah sat unya, sepert i kabar dari seseorang t ent ang sesuat u yang ghoib dan yang semisalnya.

2) Al-Insya' ( ﺀﺎﺸﻧﻹﺍ ):

"Kalam yang tidak mungkin disifati dengan benar atau dusta ", diant aranya adalah perint ah dan larangan. Sepert i f irman Allah :

" Sembahlah Allah dan janganlah kalian menyekutukannya dengan sesuatu apapun . " (an-Nisa : 36)

Dan t erkadang kalam adalah berupa khobar insya' dit inj au dari 2 sisi; sepert i bent uk akad yang dilaf adzkan, misal : "aku j ual at au aku t erima", karena kalimat ini merupakan khobar dit inj au dari penunj ukannya t erhadap apa yang ada (kehendak, pent ) pada orang yang meng-akad, dan merupakan insya' dit inj au dari sisi konsekuensi akad.

Terkadang kalam dat ang dalam bent uk khobar t api yang dimaksud dengannya adalah Insya' dan sebaliknya unt uk suat u f aidah.

Cont oh yang pert ama : Firman Allah subhanahu wa ta'ala :

"Dan perempuan-perempuan yang diceraikan hendaklah menunggu tiga kali quru'" (al-Baqoroh : 228)

Maka f irman Allah " ﻦﺼﺑﺮﺘﻳ " adalah berbent uk khobar t et api yang dimaksud dengannya adalah perint ah, dan f aidah dari hal t ersebut adalah penegasan

t erhadap perbuat an yang diperint ahkan t ersebut , sampai seolah-olah perint ah t ersebut sepert i perint ah yang t elah t erj adi, berbicara dengannya sepert i salah sat u sif at dari sif at -sif at perint ah.

Cont oh yang sebaliknya : Firman Allah subhanahu wa ta'ala :

"Dan berkat a orang-orang kaf ir kepada orang-orang yang beriman, " Ikut ilah j alan (agama) kami dan kami akan memikul kesalahan-kesalahan kamu. " [ QS al-Ankabut : 12]

Maka f irman Allah " ﹾﻞِﻤﺤﻨﹾﻟﻭ " adalah dalam bent uk perint ah t et api yang dimaksud dengannya adalah khobar, yait u : dan kami akan memikul, dan f aidah dari hal

t ersebut adalah menempat kan sesuat u yang dikhobarkan t ersebut pada t empat yang diwaj ibkan dan diharuskan dengannya.

HAKIKAT DAN MAJAZ

Kalam dari sisi penggunaannya t erbagi menj adi hakikat dan maj az.

1. Hakikat ( ﺔﻘﻴﻘﳊﺍ ) adalah

"Lafadz yang digunakan pada asal peletakannya."

Sepert i : Singa ( ﺪﺳﺃ ) unt uk suat u hewan yang buas.

Maka keluar dari perkat aan kami : ( ﻞﻤﻌﺘﺴﳌﺍ ) "yang digunakan" : yang t idak digunakan, maka t idak dinamakan hakikat dan maj az.

Dan keluar dari perkat aan kami : ( ﻪـﻟ ﻊﺿﻭ ﺎﻤﻴﻓ )" pada asal peletakannya ": Maj az.

Dan hakikat terbagi menjadi tiga macam : Lughowiyyah, Syar'iyyah dan 'Urfiyyah.

Hakikat lughowiyyah adalah :

"Lafadz yang digunakan pada asal peletakannya secara bahasa."

Maka keluar dari perkat aan kami : ( ﺔﻐﻠﻟﺍ ﰲ ) "secara bahasa" : hakikat syar'iyyah dan hakikat 'urfiyyah .

Cont ohnya : sholat , maka sesungguhnya hakikat nya secara bahasa adalah doa, maka dibawa pada makna t ersebut menurut perkat aan ahli bahasa.

Hakikat syar'iyyah adalah :

"Lafadz yang digunakan pada asal peletakannya secara syar'i."

Maka keluar dari perkat aan kami : ( ﻉﺮــﺸﻟﺍ ﰲ ) "secara syar'i" : hakikat lughowiyyah dan hakikat 'urfiyyah .

Cont ohnya : sholat , maka sesungguhnya hakikat nya secara syar'i adalah perkat aan dan perbuat an yang sudah diket ahui yang dimulai dengan t akbir dan diakhiri dengan salam, maka dibawa pada makna t ersebut menurut perkat aan ahli syar'i.

Hakikat 'urfiyyah adalah :

"Lafadz yang digunakan pada asal peletakannya secara 'urf (adat/kebiasaan)."

Maka keluar dari perkat aan kami : ( ﻑﺮﻌﻟﺍ ﰲ ) "secara 'urf " : hakikat lughowiyyah dan hakikat syar'iyyah .

Cont ohnya : Ad-Dabbah ( ﺔـﺑﺍﺪﻟﺍ ), maka sesungguhnya hakikat nya secara 'urf adalah hewan yang mempunyai empat kaki, maka dibawa pada makna

t ersebut menurut perkat aan ahli 'urf .

Dan manf aat dari menget ahui pembagian hakikat menj adi t iga macam adalah : Agar kit a membawa set iap laf adz pada makna hakikat dalam t empat yang semest inya sesuai dengan penggunaannya. Maka dalam penggunaan ahli bahasa laf adz dibawa kepada hakikat lughowiyyah dan dalam penggunaan syar'i dibawa kepada hakikat syar'iyyah dan dalam penggunaan ahli 'urf dibawa kepada hakikat 'urfiyyah .

2. Majaz ( ﺯﺎﺍ ) adalah

"Lafadz yang digunakan bukan pada asal peletakannya."

Sepert i : singa unt uk laki-laki yang pemberani.

Maka keluar dari perkat aan kami : ( ﻞﻤﻌﺘﺴﳌﺍ ) "yang digunakan" : yang t idak digunakan, maka t idak dinamakan hakikat dan maj az.

Dan keluar dari perkat aan kami : ( ﻪـﻟ ﻊـﺿﻭ ﺎـﻣ ﲑـﻏ ﰲ ) "bukan pada asal peletakannya " : Hakikat .

Dan t idak boleh membawa laf adz pada makna maj aznya kecuali dengan dalil yang shohih yang menghalangi laf adz t ersebut dari maksud yang hakiki, dan ini yang dinamakan dalam ilmu bayan sebagai qorinah (penguat ).

Dan disyarat kan benarnya penggunaan laf adz pada maj aznya : Adanya kesat uan ant ara makna secara hakiki dengan makna secara maj azi agar benarnya pengungkapannya, dan ini yang dinamakan dalam ilmu bayan sebagai 'Alaqoh (hubungan/ penyesuaian), dan 'Alaqoh bisa berupa penyerupaan at au yang selainnya.

Maka j ika maj az t ersebut dengan penyerupaan, dinamakan maj az Isti'arah ﺓﺭﺎﻌﺘﺳﺍ ( ), sepert i maj az pada laf adz singa unt uk seorang laki-laki yang

pemberani.

Dan j ika bukan dengan penyerupaan, dinamakan maj az Mursal ﻞﺳﺮﻣ ﺯﺎﳎ ( ) j ika maj aznya dalam kat a, dan dinamakan maj az 'Aqli ( ﻲﻠﻘﻋ ﺯﺎﳎ ) j ika maj aznya dalam penyandarannya.

Cont ohnya dari maj az mursal : kamu mengat akan : ( ﺮـﻄﳌﺍ ﺎـﻨﻴﻋﺭ ) "Kami memelihara huj an", maka kat a ( ﺮـﻄﳌﺍ ) "huj an" merupakan maj az dari rumput ( ﺐﺸﻌﻟﺍ ). Maka maj az ini adalah pada kat a.

Dan cont ohnya dari maj az 'Aqli : Kamu mengat akan : ( ـﺸﻌﻟﺍ ﺮـﻄﳌﺍ ﺖـﺒﻧﺃ ﺐ ) "Huj an it u menumbuhkan rumput ", maka kat a-kat a t ersebut seluruhnya

menunj ukkan hakikat maknanya, t et api penyandaran menumbuhkan pada huj an adalah maj az, karena yang menumbuhkan secara hakikat adalah Allah t a'ala, maka maj az ini adalah dalam penyandarannya.

Dan diant ara maj az mursal adalah : Maj az dalam hal penambahan dan maj az dalam hal penghapusan.

Mereka memberi permisalan maj az dalam hal penambahan dengan

f irman Allah ta'ala :

"Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya" (QS. Asy-Syuro : 11)

Maka mereka mengat akan : Sesungguhnya ( ﻑ ﺎـﻜﻟﺍ ) "huruf kaaf " adalah t ambahan unt uk penguat an peniadaan permisalan dari Allah t a'ala.

Cont oh dari maj az dengan penghapusan adalah f irman Allah t a'ala :

"Bertanyalah kepada desa" (QS. Yusuf : 82)

Maksudnya : ( ﺔـﻳﺮﻘﻟﺍ ﻞـﻫﺃ ﻝﺄـﺳﺍﻭ ) "bert anyalah pada penduduk desa", maka penghapusan kat a ( ﻞـﻫﺃ ) "penduduk" adalah suat u maj az, dan bagi maj az ada macam yang sangat banyak yang disebut kan dalam ilmu bayan.

Dan hanya saj a disebut kan sedikit t ent ang hakikat dan maj az dalam ushul f iqh karena penunj ukan laf adz bisa j adi berupa hakikat dan bisa j adi berupa maj az, maka dibut uhkan unt uk menget ahui keduanya dan hukumnya. Wallahu A'lam .

PERINGATAN :

Pembagian kalam menj adi hakikat dan maj az adalah masyhur di kalangan sebagian besar muta'akhkhirin dalam Al-Qur'an dan yang selainnya. Dan berkat a sebagian ahli ilmu : "Tidak ada maj az dalam Al-Qur'an" dan berkat a sebagian yang lain : "Tidak ada maj az dalam Al-Qur'an dan yang selainnya", dan ini merupakan pendapat Abu Ishaq Al-Isf aroyin dan dari kalangan mut a'akhkhirin Muhammad Al-Amin Asy-Syanqit hi. Dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qoyyim t elah menj elaskan bahwasanya ist ilah t ersebut muncul set elah berlalunya t iga masa yang ut ama, dan beliau menguat kan pendapat ini dengan dalil-dalil yang kuat dan banyak, yang menj elaskan kepada orang yang menelit inya bahwa pendapat ini adalah pendapat yang benar.

PERINTAH DEFINISINYA :

Perint ah ( ﺮﻣﻷﺍ ) adalah :

"Perkat aan yang mengandung permint aan unt uk dilakukannya suat u perbuat an, dalam bent uk al-isti'la (dari yang lebih t inggi ke yang lebih rendah, sepert i Allah memerint ahkan hamba-Nya. pent ).

Keluar dari perkat aan kami : ( ﻝﻮـﻗ ) "perkat aan" ; Isyarat , maka isyarat t idak dinamakan perint ah, walaupun maknanya memberi f aidah perint ah.

Keluar dari perkat aan kami : ( ﻞـﻌﻔﻟﺍ ﺐ ـﻠﻃ ) "permint aan unt uk dilakukannya suat u perbuat an" ; larangan, karena larangan merupakan permint aan unt uk

meninggalkan sesuat u, dan yang dimaksud dengan perbuat an adalah mewuj udkan sesuat u,

pent ) mencakup perkat aan/ ucapan yang diperint ahkan.

maka (perbuat an t ersebut ,

Keluar dari perkat aan kami : ( ﺀﻼﻌﺘـﺳﻻﺍ ﻪـﺟﻭ ﻰـﻠﻋ ) "dalam bent uk isti'la "; al- iltimas (set ara/ sej aj ar/ selevel, pent ) dan do'a (dari yang lebih rendah

kepada yang lebih t inggi, pent ) dan yang selainnya yang diambil dari bent uk perint ah dengan adanya qorinah (yakni kont eks kalimat nya bukan sebagai perint ah, pent ).

BENTUK-BENTUK PERINTAH :

Bent uk-bent uk perint ah ada empat :

1. Fi'il amr ( ﺮﻣﻷﺍ ﻞﻌﻓ ),

Cont ohnya :

"Bacalah apa-apa yang diwahyukan kepadamu dari Al-Kit ab" [ QS. Al- Ankabut : 45]

2. Isim f i'il amr ( ﺮﻣﻷﺍ ﻞﻌﻓ ﻢﺳﺍ ),

Cont ohnya :

"Marilah kit a sholat "

3. Masdar penggant i dari f i'il amr ( ﺮﻣﻷﺍ ﻞﻌﻓ ﻦﻋ ﺐﺋﺎﻨﻟﺍ ﺭﺪﺼﳌﺍ ),

Cont ohnya :

"Apabila kamu bert emu dengan orang-orang kaf ir (di medan perang) maka pancunglah bat ang leher mereka. " [ QS. Muhammad : 4]

4. Fi'il Mudhori' yang bersambung dengan lam amr ( ﺮﻣﻷﺍ ﻡﻼﺑ ﻥﻭﺮﻘﳌﺍ ﻉﺭﺎﻀﳌﺍ ),

Cont ohnya :

"Supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya" QS. Al-Muj adalah: 4]

Dan t erkadang yang selain bent uk perint ah memberi f aidah permint aan unt uk dilakukannya suat u perbuat an sepert i suat u perbuat an yang disif at i dengan hukum f ardhu at au waj ib at au mandub (disukai) at au merupakan ket aat an at au pelakunya dipuj i at au yang meninggalkannya dicela at au mengerj akannya mendapat ganj aran at au meninggalkannya mendapat adzab.

Yang dit unj ukkan dari bent uk perint ah ( ﺮﻣﻷﺍ ﺔﻐﻴﺻ ):

Bent uk perint ah secara mut lak/ umum memberi konsekuensi: waj ibnya sesuat u yang diperint ahkan dan bersegera ( ﺓﺭﺩﺎﺒﳌﺍ ) dalam melakukannya secara

langsung.

Diant ara dalil-dalil yang menunj ukkan bahwa bent uk perint ah memberi konsekuensi waj ib adalah f irman Allah t a'ala :

"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perint ah Rasul, t akut akan dit impa f it nah at au dit impa azab yang pedih" [ QS. an-Nur : 63]

Segi pendalilannya bahwasanya Allah memperingat kan kepada orang- orang yang menyelisihi perint ah Rosul shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa mereka akan t ert impa f it nah yait u kesesat an at au mereka akan dit impa dengan adzab yang pedih, yang demikian it u t idaklah t erj adi melainkan dengan meninggalkan kewaj iban, maka ini menunj ukkan bahwa perint ah Rosullullah shallallahu 'alaihi wa sallam secara mut lak/ umum menunj ukkan waj ibnya perbuat an yang diperint ahkan.

Dan diant ara dalil-dalil yang menunj ukkan bahwa bent uk perint ah menunj ukkan unt uk segera dilakukan secara langsung adalah f irman Allah ta'ala :

"Maka berlomba-lombalah (dalam membuat ) kebaikan" [ QS. Al-Baqoroh : 148]

Dan semua yang diperint ahkan secara syar'i merupakan kebaikan, dan perint ah unt uk berlomba-lomba dalam mengerj akannya merupakan dalil waj ibnya bersegera.

Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membenci ket ika para sahabat menunda-nunda apa yang diperint ahkan kepada mereka dari menyembelih dan mencukur rambut pada hari perj anj ian Hudaibiyyah, sampai Rosullullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk mendat angi Ummu Salamah radhiyallahu 'anha maka beliau mencerit akan kepadanya apa yang beliau dapat kan dari sikap para sahabat (yang menunda-nunda perint ahnya, pent ). [ HR. Ahmad dan Al-Bukhori] .

Dan karena bersegera dalam melakukan suat u perbuat an (yang diperint ahkan, pent ) adalah lebih hat i-hat i dan lebih membebaskan dari t anggungan, dan menunda-nunda melakukan perbuat an yang diperint ahkan merupakan cacat , dan memberi konsekuensi bert umpuknya kewaj iban- kewaj iban sehingga seseorang menj adi t idak sanggup mengerj akannya.

Dan t erkadang perint ah keluar dari hukum waj ib dan bersegera dengan adanya dalil yang menunj ukkan demikian maka perint ah keluar dari hukum waj ib kepada beberapa makna (hukum), diant aranya :

1. Mandub (disukai), sepert i f irman Allah ta'ala :

"Dan dat angkanlah saksi j ika kalian berj ual beli" [ QS. Al-Baqoroh : 282]

Perint ah unt uk mendat angkan saksi at as j ual beli hukumnya adalah mandub dengan dalil bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membeli kuda dari seorang A'robi (Arab Badui) dan beliau t idak mendat angkan saksi. [ HR. Ahmad, An-Nasa'i, Abu Dawud, dan pada hadit s t ersebut t erdapat suat u cerit a] .

2. Mubah (Boleh), dan kebanyakan yang t erj adi adalah j ika perint ah t ersebut dat ang set elah adanya larangan at au sebagai j awaban t erhadap sesuat u yang disangka t erlarang.

Cont oh set elah adanya larangan : f irman Allah ta'ala :

"Jika engkau t elah bert ahallul maka berburulah" [ QS. Al-Maidah : 2]

Perint ah unt uk berburu t ersebut hukumnya mubah karena ia muncul set elah adanya larangan yang dit unj ukkan dari f irman Allah :

"(Yang demikian it u) dengan t idak menghalalkan berburu ket ika kamu sedang dalam keadaan ber-ihrom. " [ QS. Al-Maidah : 1]

Dan cont oh sebagai j awaban t erhadap sesuat u yang disangka t erlarang adalah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam :

"Lakukanlah, t idak mengapa! " [ Muttafaqun alaih ]

Sebagai j awaban at as orang yang bert anya kepada beliau pada haj i wada' t ent ang mendahulukan amalan-amalan haj i yang sat u t erhadap yang lainnya yang dikerj akan pada hari Ied.

3. Ancaman sepert i pada f irman Allah ta'ala :

"Berbuat lah semau kalian, sesungguhnya Allah Maha Melihat t erhadap apa-apa yang kalian kerj akan. " [ QS. Fushshilat : 40]

"Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kaf ir) biarlah ia kaf ir. " Sesungguhnya Kami t elah sediakan bagi orang orang zalim it u neraka" [ QS. Al-Kahf i: 29]

Penyebut an ancaman set elah adanya perint ah yang disebut kan t adi merupakan dalil bahwa perint ah t ersebut adalah sebagai ancaman.

Dan t erkadang perint ah keluar dari hukum bersegera kepada hukum boleh dit unda ( ﻲﺧﺍﺮﺘﻟﺍ ).

Cont ohnya : Qodho' puasa romadhon, maka seseorang diperint ahkan unt uk menunaikannya, akan t et api ada dalil yang menunj ukkan bahwa qodho' t ersebut boleh dit unda. Dari Aisyah radhiyallahu 'anha ia berkat a :

"Aku pernah mempunyai hut ang puasa romadhon, aku t idak mampu unt uk mengqodho'nya kecuali di bulan Sya'ban, yang demikian adalah karena kedudukan Rosullullah shallallahu 'alaihi wa sallam . " [ HR. Al-Jama'ah]

Dan seandainya mengakhirkannya adalah haram maka Aisyah t idak akan diizinkan unt uk mengakhirkan qodho' t ersebut .

APA YANG TIDAK SEMPURNA SESUATU YANG DIPERINTAHKAN KECUALI DENGANNYA ( ﻪﺑ ﻻﺇ ﺭﻮﻣﺄﳌﺍ ﻢﺘﻳ ﻻ ﺎﻣ):

Jika suat u perbuat an yang diperint ahkan t idak bisa dikerj akan kecuali dengan sesuat u maka sesuat u t ersebut adalah diperint ahkan, j ika yang diperint ahkan adalah waj ib maka sesuat u it u hukumnya j uga waj ib, dan j ika yang diperint ahkan adalah mandub maka sesuat u it u hukumnya mandub.

Cont oh yang waj ib : menut up aurat , j ika t idak bisa dikerj akan kecuali dengan membeli pakaian, maka membeli pakaian t ersebut hukumnya menj adi waj ib.

Cont oh yang mandub : memakai wewangian unt uk sholat j um'at , j ika t idak bisa dikerj akan kecuali dengan membeli wewangian, maka membeli wewangian t ersebut hukumnya menj adi mandub.

Dan kaidah ini t erkandung pada kaidah yang lebih umum darinya yait u :

"hukum wasilah adalah sebagaimana hukum yang dituju."

Maka wasilah-wasilah unt uk suat u yang diperint ahkan hukumnya adalah diperint ahkan j uga, dan wasilah-wasilah yang suat u yang dilarang hukumnya adalah dilarang.

LARANGAN DEFINISINYA :

Larangan ( ﻲﻬﻨﻟﺍ ) adalah :

"Perkat aan yang mengandung permint aan unt uk menahan diri dari suat u perbuat an dalam bent uk ist i'la' (dari at as ke bawah) dengan bent uk khusus

yait u f i'il mudhori' yang didahului dengan 'la nahiyah '( ﺔﻴِﻫﺎﻨﻟﺍ ﹶﻻ ) (Yakni [ ﻻ ] yang

bermakna larangan, pent ). "

Sepert i f irman Allah :

"Dan j anganlah engkau mengikut i hawa naf su orang-orang yang mendust akan ayat -ayat kami dan orang-orang yang t idak beriman kepada akhirat . " [ QS. Al-An'am: 105]

Keluar dari perkat aan kami : ( ﻝﻮﻗ ) "perkat aan" : isyarat ( ﺓﺭﺎﺷﻹﺍ ), maka

isyarat t idak dinamakan sebagai larangan walaupun maknanya memiliki

f aidah sebagai larangan.

Keluar dari perkat aan kami : ( ﻒﻜﻟﺍ ﺐﻠﻃ ) "permint aan unt uk menahan diri

dari suat u perbuat an": perint ah ( ﺮﻣﻷﺍ ), karena perint ah adalah permint aan

unt uk melakukan suat u perbuat an. "

Keluar dari perkat aan kami : ( ﺀﻼﻌﺘﺳﻻﺍ ﻪﺟﻭ ﻰﻠﻋ ) "dalam bent uk isti'la' " : sej aj ar ( ﺱﺎﻤﺘﻟﻻﺍ ) dan doa ( ﺀﺎﻋﺪﻟﺍ ), dan yang selainnya yang memberi f aidah

larangan dengan adanya qorinah.

Keluar dari perkat aan kami : ( ﺔﻴﻫﺎﻨﻟﺍ ﻼﺑ ﻥﻭﺮﻘﳌﺍ ﻉﺭﺎﻀﳌﺍ ﻲﻫ ﺔﺻﻮﺼﳐ ﺔﻐﻴﺼﺑ ) "dengan

bent uk khusus yait u f i'il mudhori' yang didahului dengan la nahiyah" : apa-apa yang menunj ukkan at as permint aan menahan diri dari sesuat u dengan bent uk

perint ah ( ﺮﻣﻷﺍ ﺔﻐﻴﺻ ), sepert i : ( ﻉﺩ ) "t inggalkan", ( ﻙﺮﺗﺍ ) "t inggalkan", ( ﻒﻛ )

"cukup", dan yang selainnya, maka walaupun ini mengandung permint aan unt uk menahan diri dari sesuat u, t api f i'il-f i'il t ersebut dalam bent uk perint ah ( ﺮﻣﻷﺍ ﺔﻐﻴﺻ ), maka f i'il-f i'il t ersebut adalah bermakna perint ah, bukan larangan.

Dan t erkadang yang selain bent uk larangan ( ﻲﻬﻨﻟﺍ ﺔﻐﻴﺻ ) memberi f aidah

permint aan unt uk menahan diri dari suat u perbuat an sepert i suat u perbuat an permint aan unt uk menahan diri dari suat u perbuat an sepert i suat u perbuat an

APA-APA YANG MENJADI KOSEKUENSI BENTUK LARANGAN ( ﻲﻬﻨﻟﺍ ﺔﻐﻴﺻ ):

Bent uk larangan secara mut lak menunj ukkan keharoman dan rusaknya sesuat u yang dilarang t ersebut .

Diant ara dalil-dalil bahwa larangan it u menunj ukkan keharoman adalah

f irman Allah ta'ala :

"Apa-apa (perint ah) yang dat ang kepada kalian dari Rosul maka ambillah (kerj akanlah) dan apa-apa yang dilarang oleh Rosul maka berhent ilah (t inggalkanlah)" [ QS. Al-Hasyr : 7]

Maka perint ah unt uk berhent i (meninggalkan dari apa yang dilarang) menunj ukkan waj ibnya berhent i, dan konsekuensinya adalah haramnya mengerj akan perbuat an t ersebut .

Diant ara dalil-dalil bahwa larangan it u menunj ukkan rusaknya suat u perbuat an adalah sabda Nabi Shollallahu 'alaihi wa sallam adalah :

"Barang siapa yang mengerj akan suat u perbuat an yang t idak ada padanya perint ah kami maka perbuat an t ersebut t ert olak. "

Yakni dit olak ( ﺩﻭﺩﺮﻣ ), dan apa-apa yang Nabi shollallahu alaihi wa sallam

melarang dari mengerj akannya, maka t idak ada padanya perint ah Nabi shollallahu alaihi wa sallam , sehingga perbuat an t ersebut merupakan perbuat an yang dit olak.

Demikian dan dalam kaidah al-madzhab (maksudnya adalah madzhab hambali, pent ) dalam perbuat an yang dilarang; apakah perbuat an t ersebut menj adi bat al at au t et ap sah dengan adanya pengharaman (t erhadap perbuat an t ersebut )? adalah sebagai berikut :

1. Bahwa larangan t ersebut kembali pada dzat yang dilarang at asnya at au syarat nya maka sesuat u it u menj adi bat al.

2. Bahwa larangan t ersebut kembali pada perkara luar yang t idak berhubungan dengan dzat yang dilarang at asnya dan t idak pula berhubungan dengan syarat nya maka sesuat u it u t idak menj adi bat al.

Misal larangan yang kembali pada dzat yang dilarang dalam masalah ibadah adalah : Larangan unt uk berpuasa pada dua hari Ied.

Misal larangan yang kembali pada dzat yang dilarang dalam masalah mu'amalah adalah : Larangan unt uk berj ual beli set elah adzan sholat j um'at yang kedua bagi orang-orang yang waj ib sholat j um'at .

Misal larangan yang kembali pada syarat nya dalam masalah ibadah adalah: Larangan bagi laki-laki unt uk memakai pakaian dari sut era, menut up aurat adalah syarat sahnya sholat , j ika dia menut upnya dengan pakaian yang dilarang at asnya, maka sholat nya t idak sah karena larangan t ersebut kembali pada syarat nya.

Misal larangan yang kembali pada syarat nya dalam masalah mu'amalah adalah: Larangan unt uk berj ual beli dengan suat u binat ang yang masih berada dalam perut induknya, maka penget ahuan t ent ang sesuat u yang akan diperj ual belikan adalah syarat sahnya j ual beli, j ika seseorang berj ual beli dengan suat u binat ang yang masih berada dalam perut induknya, maka j ual beli t ersebut t idak sah karena larangan t ersebut kembali pada syarat nya.

Misal larangan yang kembali pada perkara luar dalam masalah ibadah adalah : larangan bagi laki-laki unt uk memakai imamah dari sut era, j ika dia sholat dan memakai imamah dari sut era maka sholat nya t idak bat al, karena larangan t idak kembali kepada dzat nya sholat dan syarat nya.

Misal larangan yang kembali pada perkara luar dalam masalah mu'amalah adalah : larangan unt uk menipu, maka j ika seseorang melakukan j ual beli sesuat u dengan menipu, j ual beli t ersebut t idak bat al karena larangan t idak kembali pada dzat nya j ual beli dan syarat nya.

Dan t erkadang suat u larangan keluar dari hukum haram kepada hukum lain dengan dalil yang menunj ukkan hal it u, diant aranya :

1. Makruh, mereka (ulama ushul f iqh, pent ) memberi permisalan hal it u dengan sabda Nabi shollallahu alahi wa sallam :

" Janganlah salah seorang diantara kalian menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan ketika sedang kencing ."

Maka j umhur ulama mengat akan : "Sesungguhnya larangan disini adalah menunj ukkan kemakruhan, karena kemaluan adalah salah sat u bagian t ubuh manusia, dan hikmah dari larangan t ersebut adalah mensucikan t angan kanan. "

2. Sebagai arahan, misalnya sabda Nabi shollallahu alaihi wa sallam kepada Mu'adz :" Janganlah kamu meninggalkan untuk membaca disetiap akhir sholat :

" Ya Allah, tolonglah aku untuk berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu dan untuk memperbaiki ibadahku kepada-Mu ."

ORANG YANG MASUK DALAM PEMBICARAAN PERINTAH DAN LARANGAN :

Orang yang masuk dalam pembicaraan perint ah dan larangan adalah Mukallaf , yait u orang yang t elah baligh dan berakal.

Maka keluar dari perkat aan kami : "orang yang t elah baligh": anak kecil, maka dia t idak dibebani perint ah dan larangan dengan pembebanan yang sama sebagaimana beban orang yang t elah baligh, t et api dia diperint ahkan unt uk melakukan ibadah set elah mencapai tamyiz , sebagai lat ihan baginya dalam ket aat an dan melarang dari kemaksiat an, agar t erbiasa menahan diri darinya.

Dan keluar dari perkat aan kami : "orang yang berakal" : orang gila, maka dia t idak dibebani perint ah dan larangan, t et api dia dicegah dari apa-apa yang melampaui bat as t erhadap orang lain at au dari melakukan kerusakan, Dan keluar dari perkat aan kami : "orang yang berakal" : orang gila, maka dia t idak dibebani perint ah dan larangan, t et api dia dicegah dari apa-apa yang melampaui bat as t erhadap orang lain at au dari melakukan kerusakan,

Dan t idak t ermasuk at as hal ini diwaj ibkannya zakat dan hak-hak hart a bagi hart a anak kecil dan orang gila, karena kewaj iban at as hal ini t erikat dengan sebab yang t ert ent u, kapan didapat kan sebab it u (misalnya : haul dan nishob sebagai sebab waj ibnya zakat mal, pent ) maka dit et apkan hukumnya, maka sesungguhnya masalah ini dilihat pada sebabnya bukan pada pelakunya!

Dan t aklif (pembebanan) dengan perint ah dan larangan mencakup unt uk orang Islam dan orang kaf ir, t et api orang kaf ir t idak sah j ika ia melakukan perbuat an yang diperint ahkan disebabkan kekaf irannya, berdasarkan f irman Allah ta'ala :

" Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya " [ QS. At -Taubah : 54]

Dan ia t idak diperint ahkan unt uk meng-qodho'nya seandainya ia masuk islam, berdasarkan f irman Allah ta'ala :

" Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa- dosa mereka yang sudah lalu " [ QS. Al-Anf al : 38]

Dan sabda Nabi Shollallohu alaihi wa sallam kepada Amr bin al-Ash :

" Apakah kamu tidak mengetahui wahai Amr, bahwa islam menghapus apa-apa (dosa-dosa, pent) yang telah lalu "

Dan hanya saj a dia akan disiksa disebabkan ia meninggalkannya (perint ah, pent ) j ika ia mat i dalam kekaf iran, berdasarkan f irman Allah ta'ala sebagai j awaban kepada orang-orang yang berdosa ket ika mereka dit anya :

" Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan

dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan,hingga datang kepada kami kematian "" [ QS. Al-Muddat sir : 32-37]

yang bathil,

bersama

Penghalang-Penghalang Taklif ( ﻒﻴﻠﻜﺘﻟﺍ ﻊﻧﺍﻮﻣ ):

Taklif (pembebanan

diant aranya : Kebodohan ( ﻞﻬﳉﺍ ), lupa ( ﻥﺎﻴﺴﻨﻟﺍ ) dan ket erpaksaan ( ﻩﺍﺮﻛﻹﺍ ),

berdasarkan sabda Nabi Shollallahu alaihi wa sallam :

" Sesungguhnya Allah telah memaafkan pada ummatku kesalahan, lupa dan apa-apa yang mereka dipaksa atasnya . " [ HR Ibnu Maj ah dan Baihaqi] dan hadit s ini memiliki penguat -penguat dari Al-Kit ab dan As-Sunnah yang menunj ukkan at as keshohihannya.

Kebodohan ( ﻞﻬﳉﺍ ) adalah t idak adanya ilmu, maka kapan saj a seorang