Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham Di Kalangan Masyarakat Perkotaan

(1)

UntukMemenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar SarjanaIlmuKomunikasi Islam(S.Kom.I)

Oleh:

MUHAMMAD YUSRA NURYAZMI NIM : 1110051000179

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Judul : Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan

Dalam kehidupan manusia yang sangat berkembang pada saat ini, dakwah

Islam memerlukan sebuah strategi dalam penyampaiannya. Seorang da’i berperan

sebagai subjek dakwah diharuskan memiliki strategi, pola pikir yang berkaitan dengan sistem. Mengingat masyarakat kota yang masing-masing pribadinya memiliki sifat individualistik dan akibat adanya sikap individualistik itu adalah masyarakat kota tidak membutuhkan orang lain. Maka sebuah strategi dakwah

diperlukan seorang da’i agar mampu menyampaikan pesan dakwah secara

langsung kepada mad’u dan mampu menerima isi pesan dakwah dengan baik dan

tepat sasaran.

Merujuk dari latar belakang tersebut maka timbul sebuah rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: bagaimana strategi dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan? Dari sini, peneliti menggali berbagai upaya strategi dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan.

Meskipun Ustadz Muhammad Arifin Ilham sudah memiliki jam terbang yang tinggi dalam hal berdakwah, ia tetap memerlukan strategi agar aktivitas dakwah yang dijalaninya sesuai dengan tujuan. Strategi dakwah yang beliau pakai sesuai dengan metode dakwah yang berada di ayat suci al-Qur’an tepatnya pada surah an-Nahl ayat 125. Dalam pengertiannya terdapat tiga metode, yaitu: bil-Hikmah, mauidzah al-Hasanah, dan al-Mujadalah.

Teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori Fred R. David dalam Manajemen Strategi Konsep yang menjelaskan bahwa dalam sebuah proses strategi ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh untuk mencapai sebuah tujuan termasuk dijelaskannya harus melewati tahapan perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi.

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan tehnik analisis deskriptif. Kemudian sumber data diperoleh melalui observasi di lapangan, melalui wawancara dengan Ustadz Muhammad Arifin

Ilham selaku da’i yang menjadi subjek dakwah dalam penelitian ini. Dokumentasi dari aktivitas dakwah yang dilakukan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham.

Strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan, metode dan taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut dibutuhkan pemikliran-pemikiran yang matang baik tehnik maupun taktik yang

harus dilakukan seorang da’i dalam mencapai tujuan dakwahnya.

keyword: Strategi, Dakwah, Ustadz Muhammad Arifin Ilham, da’i,


(6)

ii

Puji syujur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat-Nya berupa hidayah, inayah, serta rahmat kepada semua makhluk-Nya. Salah satu nikmat-Nya yaitu diberikan ide, kekuatan, dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini sesuai dengan penulis harapkan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, pembawa risalah agung, penebar rahmat bagi seluruh alam.

Pada akhirnya skripsi ini telah mampu penulis rampungkan dengan tidak lepas dari segala pengorbanan waktu, tenaga, fikiran, serta materi. Perjuangan keras penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari persan serta beberapa pihak yang ikut berjuang didalamnya. Terima kasih yang teristimewa penulis persembahkan pada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, M.A, Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Wadek I bidang akademik, Drs. Jumroni, M.Si, selaku Wadek II bidang administrasi umum, dan Dr. H. Sunandar, M.Ag, selaku Wadek III bidang kemahasiswaan.


(7)

iii

4. Rachmat Baihaky, MA selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini yang senantiasa bersabar serta meluangkan waktunya untuk membimbing segala kesulitan yang dihadapi peneliti.

5. Dra. Hj. Jundah, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan kepada penulis, Terima Kasih.

6. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama menempuh pendidikandi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan. 7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang

telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini.

8. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai refrensi dalam penyusunan skripsi ini.

9. Ustadz Muhammad Arifin Ilham beserta keluarga besar yang telah bersedia menjadi subjek penelitian dan telah meluangkan waktunya untuk diwawancara oleh peneliti ditengah kesibukan jadwalnya yang padat. 10.Ibunda Hj. Norhaida dan Ayahanda H. Muhammad Sutari yang kasih dan

sayangnya tidak pernah berkurang kepada penulis dan ingin melihat anaknya menjadi sarjana, terima kasih atas dukungan kepercayaannya,


(8)

iv kepada-Nya.

11.Kedua adik kandungku tersayang, Fahmi Aziz dan Tuva Amalina Nur’aida yang telah membantu memotivasi dan mendoakan selama ini. Semoga engkau tetap berada dalam Ridho Allah SWT.

12.Untuk Chairunisa Nur Riskiya yang terus menerus memotivasi dan

mendo’akan penulis selama ini, serta dengan sabar menanggapi keluh

kesah, suka dan duka peneliti selama penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan dan selalu dalam rahmat Allah SWT.

13.Rizza Maulana Bahrun, Mochammad Kahfi, dan Mohammad Fahmi Almanshuri yang meluangkan waktunya untuk menemani peneliti ke lokasi penelitian sejak dini hari, terima kasih banyak.

14.Teman seperjuangan peneliti di KPI F angkatan 2010, Sendy Darlis Alditya, Rendy Aditya Warman, Aris Suyitno, Sonny Iskandar, Zia Fitrahudin, Daniella Putri Islamy, Pambayun Menur Seta, Khairunisa, dan semua teman-teman angkatan 2010 terima kasih semua.

15.Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti ucapkan terimakasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin.


(9)

v

Jakarta, 8 Januari 2015


(10)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 4

E. Metodologi Penelitian ... 5

F. Tinjauan Pustaka ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 12

A. Strategi 1. Pengertian Strategi ... 12

2. Tahapan-Tahapan Strategi ... 13

B. Dakwah 1. Pengertian Dakwah... 15

2. Unsur-Unsur Dakwah ... 17

3. Tujuan Dakwah ... 26

4. Komunikasi Efektif ... 28

C. Strategi Dakwah 1. Pengertian Strategi Dakwah ... 31

2. Prinsip-Prinsip Strategi Dakwah ... 33


(11)

vii

BAB III GAMBARAN UMUM ... 41

A. Sejarah Perkembangan Dakwah ... 41

B. Perkembangan Kajian Dakwah di Indonesia ... 43

C. Profile Ustadz Muhammad Arifin Ilham ... 44 BAB IV ANALISIS DAN HASIL TEMUAN ... 59

Strategi Dakwah yang digunakan Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan ... 59

1. Perumusan Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham . 60 2. Implementasi Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham 62 3. Evaluasi Strategi Dakwah Ustadz Arifin Ilham ... 67

4. Tujuan Dakwah Ustadz Arifin Ilham ... 71

BAB V PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan... 73

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(12)

1 A. Latar belakang masalah

Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang mengajak dan memerintahkan umatnya untuk selalu menyebar dan menyiarkan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia.1 Hal ini merupkan perintah langsung dari Allah SWT untuk berdakwah dan menjadi suatu kewajiban setiap muslim untuk mendakwahkan agama dengan cara tertentu. Bentuk dakwah sangat beragam sesuai kemampuan masing-masing individu. Seperti yang tertuang dalam al-Qur’an surah an-Nahl ayat 125:

َّإ نسْحأ يه يتَلاّ ْم ْلداج ةنسحْلا ة عْ مْلا ةمْكحْلاّ كِّر ليبس ىلإ ْدا ْنع َلض ْنمّ ملْعأ ه كَّر

نيدتْ مْلاّ ملْعأ ه هليبس

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Berbicara tentang dakwah adalah berbicara tentang komunikasi, karena komunikasi merupakan kegiatan informatif, yakni agar orang lain mengerti dan memahami kegiatan persuasif, menerima paham atau keyakinan, melakukan paham atau keyakinan, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari paham atau

1

Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987) Hal. 1


(13)

keyakinan yang diperolehnya.2 Sehingga dapat dikatakan bahwa dakwah dan komunikasi merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan.

Dalam kehidupan manusia yang sangat berkembang pada saat ini, dakwah Islam memerlukan sebuah strategi dalam penyampaiannya. Seorang da’i berperan sebagai subjek dakwah diharuskan memiliki strategi, pola pikir yang berkaitan dengan sistem. Dimana dakwah merupakan sebuah sistem, dan strategi merupakan salah satu bagian yang sejajar dengan unsur-unsur dakwah seperti tujuan dakwah, objek dakwah dan sumber dakwah.

Hal ini diperlukan agar seorang da’i mampu menyampaikan pesan dakwah secara langsung kepada mad’u yang berperan sebagai objek dakwah dan mampu menerima isi pesan dakwah dengan baik.Oleh karena itu strategi dakwah mempunyai peranan penting untuk mempermudah da’i dalam menyampaikan pesan dakwah kepada mad’u dengan tepat sasaran.

Ustadz Muhammad Arifin Ilham yang akrab dipanggil dengan nama Ustadz Arifin Ilham adalah seorang da’i kondang. Beliau dapat membuat mad’u nya menangis dalam dzikir yang diberikan pada setiap tausyiahnya. Da’i yang selalu tampil dengan busana putih-putih disetiap kesempatan ini mempunyai jama’ah dari berbagai kalangan, baik dari kalangan kelas bawah, menengah, bahkan sampai kalangan atas.

Kalangan atas yang lebih dikenal dengan kalangan masyarakat kota, masing-masing pribadinya memiliki sifat individualistik, ini cenderung menjadi ciri

2

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Rosdakarya, 2002), hal. 9


(14)

khusus dan perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan masyarakat desa.3 Hal ini menjadi motif bahwa masyarakat kota condong melepaskan diri dari kepentingan orang banyak dan akibat adanya sikap indvidualistik itu adalah masyarakat kota tidak membutuhkan orang lain, yang penting bagi mereka adalah kemajuan diri sendiri.

Hal ini membuat peneliti ingin menggali lebih dalam mengenai strategi dakwah seperti apa yang digunakan da’i untuk menghadapi mad’u di kalangan masyarakat kota. Sehingga penelitian ini berjudul “Bagaimana Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di Kalangan Masyarakat Perkotaan”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian yang peneliti paparkan pada latar belakang. Peneliti membatasi masalah penelitian ini pada strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan dan tidak melakukan penelitian efek atau dampak penelitian tersebut.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diangkat dalam penilitan ini adalah “Bagaimana Strategi Dakwah Ustadz Muhammad Arifin Ilham di kalangan

masyarakat perkotaan”.

3


(15)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan batasan dan rumusan masalah penelitian maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi dakwah yang diterapkan oleh Ustadz Arifin Ilham di kalangan masyarakat perkotaan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan berguna untuk wahana dalam mencurahkan ide dan pemikiran bagi para akademisi yang membutuhkan rujukan, kemudian penelititan ini juga diharapkan berguna untuk memperdalam tentang ilmu komunikasi terhadap strategi dakwah bagi mahasiswa dan mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) UIN Syarif Hidayatullah Ciputat.

2. Manfaat praktis

Diharapkan memberi masukan terhadap pihak-pihak yang terkait, demi terwujudnya dakwah yang efektif dengan menggunakan strategi yang tepat. Serta sebagai bahan dasar untuk studi-studi selanjutnya dikajian ilmu dakwah.


(16)

E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian dengan metode kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari pelaku yang diteliti.4

Menurut Ruslan:

Penelitian dengan pendekatan kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pembahasan tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu, tetapi diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, dan kemudian ditarik suatu kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.5

Berdasarkan pernyataan di atas, penulis memahami bahwa penelitan kualitatif tujuannya untuk mendapatkan paham atau pengertian terhadap realita sosial yang menjadi fokus penelitian. Paham atau pengertian yang didapat tidak semata-mata berwujud ada, namun dianalisa terlebih dahulu terhadap realita sosial pada fokus penelitian kemudian baru ditarik kesimpulan berupa realita sosial yang telah diteliti.

Sedangkan desain penelitiannya menggunakan deskriptif kualitatif, bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat, yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri,

4

Lexy J. Moeleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), cet ke-10, h. 3

5

Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004), hal.213


(17)

karakter, sifat, model, tanda atau gambaran fenomena tertentu.6 Sehingga penelitian ini bersifat mendalam karena kedalaman data yang menjadi pertimbangannya serta menusuk sasaran penelitian.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kediaman Ustadz Arifin Ilham, tepatnya di komplek perumahan az-Zikra Bukit Sentul Selatan Bogor. Waktu penelitian mulai dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 di Masjid Az-Zikra Sentul Selatan.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah sang da’i yaitu Ustadz Muhammad Arifin Ilham. Sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini adalah strategi dakwah yang digunakan oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham.

4. Tahap Penelitian

a. Teknik pengumpulan data

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar penelitiannya lebih baik hasilnya dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematik sehingga mudah untuk diolah. Adapun yang menjadi instrumen penelitian adalah:

6

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 68


(18)

1. Observasi

Observasi adalah cara penelitian untuk memperoleh data dalam bentuk mengamati serta mengadakan pencatatan dari hasil observasi. Teknik observasi yang penulis gunakan adalah sifatnya langsung mengamati objek yang diteliti adalah strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham.

2. Wawancara

Teknik yang digunakan adalah wawancara bebas terpimpin, yaitu penulis mengajukan beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan, kemudian langsung dijawab oleh informan dengan bebas terbuka untuk memperoleh data yang dibutuhkan mengenai strategi dakwah Ustadz Arifin Ilham di kalangan masyarakat kota.

3. Dokumentasi

Mengumpulkan dokumen berupa data tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang fenomena yang masih aktual.7 Dokumen yang dikumpulkan berupa data-data yang sudah ada pada Ustadz Arifin Ilham dan diambil oleh peneliti untuk melengkapi data yang sudah didapat sebelumnya yang diperoleh melalui observasi dan wawancara. Dokumen yang dikumpulkan oleh peneliti berupa biografi Ustadz Arifin Ilham, track records, dan data lainnya yang dapat mendukung penelitian.

7

Nurul Hidayat, Metodologi Penelitian Dakwah Dengan Pendekatan Kualitatif, (Jakarta: UIN Press 2006)


(19)

b. Teknik Pengolahan Data

Setelah data dan informasi yang dibutuhkan terkumpul, selanjutnya data-data tersebut akan di olah. Untuk mendapatkan hasil penulisan yang valid, pemeriksaan data juga diperlukan agar keabsahan data dapat meningkatkan derajat kepercayaan dalam penelitian kualitatif.

c. Teknik Analisis Data

Berdasarkan dengan cara menganalisis data, dikenal beberapa jenis atau tipe riset. Penulis memahami jenis atau tipe riset ini menjadi empat jenis atau tipe riset. Pertama adalah jenis eksploratif, pada jenis atau tipe ini untuk menggali data tanpa membutuhkan pengujian konsep terlebih dahulu pada kenyataan sosial yang diteliti dan jenis riset ini menjadi jenis riset yang paling sederhana. Kemudian yang kedua ada jenis deskriptif, jenis riset ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan fakta-fakta, sifat-sifat dan objek tertentu secara terpercaya, jelas dan sistematis. Biasanya pada jenis riset ini para penelitipun telah memiliki kerangka konseptual agar penelitian lebih terarah. Selain itu yang ketiga adalah jenis eksplanatif, jenis riset ini menghubungkan antara dua variabel atau lebih dari konsep yang akan diteliti. Peneliti pada jenis ini harus memiliki definisi teori, kerangka konseptual dan kerangka teoritis. Pada penelitian ini juga peneliti harus melakukan uji coba terhadap teori untuk mendapatkan dugaan jawaban sementara dan yang terakhir yaitu jenis evaluatif, pada jenis riset ini mengkaji efektivitas dan keberhasilan suatu program, sehingga yang dimaksud jenis penelitian ini adalah


(20)

untuk melihat keberhasilan dari analisa yang diteliti dan juga dibutuhkan teori-teori konseptual untuk pengukuran keberhasilan tersebut.8

Dari penjabaran di atas jika dikaitkan dengan masalah pokok penelitian, maka penulis meenggunakan jenis atau tipe deskriptif, karena penulis ingin menggambarkan atau mendeskripsikan sebuah fakta dan kenyataan sosial mengenai strategi dakwah Ustadz Arifin Muhammad Arifin Ilham di kalangan masyarakat kota.

F. Tinjauan Pustaka

Revina Septhiani, dalam skripsi ini menganalisa terhadap strategi dakwah Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) dalam pembinaan akhlak muslimah di Masjid Istiqlal9.

Dera Desember, dalam skripsi ini menganalisa terhadap strategi apa yang digunakan oleh Ustadz Umay Maryunani di pondok pesantren terpadu Darul’Amal Sukabumi10

.

Andri maulana, dalam skripsi ini menganalisa strategi dakwah Ustadz Ahmad Rifky Umar Said dalam menyiarkan Islam di kelurahan Pondak Petir kecamatan Bojongan kota Depok.11

8

Rachmat Krisyantono . Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: kencana Pranada Group, 2007), cet. ke-2, hal. 116

9

Revina septhiani, Strategi Dakwah Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI) Dalam Pembinaan Akhlak Muslimah Di Masjid Istiqlal, skripsi, UIN syarif Hidayatullah.

10

Dera Desember, Strategi Dakwah Ustadz Umay Maryunani Di Pondok Pesantren

Terpadu Darul’alam Sukabumi, skripsi, UIN Syarif Hidayatullah.

11

Andri Maulana, Strategi Dakwah Ustadz Ahmad Rifky Umar Said Dalam Menyiarkan Islam Di Kelurahan Pondok Petir Kecamatan Bojongsari Kota Depok, skripsi, UIN syarif Hidayatullah.


(21)

G. Sistematika Penulisan

Agar penelitian lebih terarah dan sistematis, maka peneliti akan membagi pokok-pokok pembahsan ke dalam lima bab, yaitu sebagai berikut:

BAB I: Bab ini merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan memaparkan mengenai latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penjelasan mengenai metode penelitian, lokasi penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data yang berupa observasi, wawancara, dokumentasi, teknik analisis data. Kemudian tertera juga tinjauan dan sistematika penulisan.

BAB II: Pada bab ini akan diuraikan landasan-landasan teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, pertama konseptualisasi mengenai strategi; (pengertian strategi dan tahapan-tahapan strategi). Selanjutnya konseptualisasi mengenai dakwah; (pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah, tujuan dakwah, rukun dakwah). Ketiga konseptualisasi dari strategi dakwah. Terakhir konseptualisasi mengenai masyarakat kota (pengertian masyarakat kota, ciri-ciri masyarakat kota).

BAB III: Dalam bab ini penulis akan menjabarkan sejarah perkembangan dakwah, perkembangan kajian dakwah di Indonesia, dan profil Ustadz Muhammad Arifin Ilham

BAB IV: Pada bab ini penulis menguraikan hasil observasi yang telah diperoleh, mulai dari data-data, kemudian hasil wawancara. Kemudian analisis data dari sumber-sumber yang telah penulis peroleh dalam lokasi penelitian.


(22)

kemudian penulis mengaplikasikan teori yang ada dengan hasil yang didapatkan selama penelitian.

BAB V: Bab terakhir dalam skripsi ini, disajikan kesimpulan-kesimpulan serta saran-saran yang relevan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA


(23)

12 A. Strategi

1. Pengertian strategi

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu dalam perang.11Atau juga bisa diartikan sebagai rencana yang cerdas mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran tertentu. Rencana ini lebih ditekankan mengenai hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan dalam melaksanakan perang serta bagaimana cara menghadapi ancaman-ancaman yang datang dari pihak musuh.

Menurut Ali Murtopo definisi strategi secara etimologi, strategi sebenarnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu stratos dan agein. Stratos memiliki arti pasukan perang dan kata agein berarti mempimpin.12 Sehingga dapat dikatakan bahwa strategi berarti memimpin pasukan perang dan ilmu strategi adalah ilmu bagaimana cara memimpin pasukan.

Secara terminologi, menurut Stainer dan Minner strategi adalah “penetapan misi perusahaan, penetapan sasaran organisasi dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal.”13 Dari pendapat tersebut penulis berpendapat untuk

11

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai pustaka, 2005) h. 1092

12

Ali Mutropo, Strategi Kebudayaan, (Jakarta: Center For Strategic And International Studies CSIS, 1978) cet ke-1, hal. 40

13

George A. Steiner, Kebijakan dan Strategi Manajemen, (Jakarta: Pt Gelora Aksara Pratama, 1997) cet ke-2 hal 18


(24)

mendapatkan tujuan yang sesuai dengan harapan, diperlukan rencana yang matang.

Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendy mengemukakan bahwa “strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan.”14 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa rencana saja tidak bisa sampai ke tujuan melainkan ada tahapan lainnya agar sesuai dengan harapan.

Dari beberapa pendapat di atas, penulis memahami bahwa strategi adalah suatu rencana yang dilakukan baik individu maupun organisasi, dimana strategi yang dilakukan tersusun secara sistematis dan memperhatikan semua aspek yang ada dalam mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan.

2. Tahapan-tahapan Strategi

Strategi tidak hanya sebatas merumuskan konsep hingga implementasi, melainkan juga harus disertai evaluasi untuk mengukur sejauh mana strategi itu tercapai. Hal ini serupa dengan teori strategi manajemen yang dimiliki oleh Fred R. David, ia menjelaskan tiga tahapan strategi, yaitu:

a. Perumusan Strategi

Perumusan strategi merupakan tahapan pertama dalam strategi. Di tahap ini para pencipta, perumus, pekonsep, dalam hal ini yaitu seorang da’i harus berfikir matang mengenai kesempatan dan ancaman dari pihak luar dan menetapkan kekuatan dan kekurangan internal, serta menetukan sasaran yang tepat.

14

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007) cet ke-1, hal. 40


(25)

Menghasilkan strategi cadangan dan memilih strategi yang akan dilaksanakan. Dalam perumusan strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang akan ditemui nantinya. Setelah itu dilakukan analisis tentang langkah-langkah yang dapat diambil untuk keberhasilan menuju tujuan strategi tersebut.15 Dalam hal ini penulis memahami sebagai tahap pertama untuk memformulasikan sebuah perencanaan yang dimulai dengan melihat mad’u yang akan dihadapinya, serta menetapkan kelebihan dan kekurangan materi dakwahnya. Kemudian dihasilkan strategi-strategi untuk menghadapi mad’u.

b. Implementasi Strategi

Implementasi strategi, tahapan dimana setelah strategi dirumuskan yaitu pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan.16 Strategi yang dimaksudkan adalah strategi yang telah direncanakan pada tahap pertama yaitu perumusan strategi, lalu dilaksanakan sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada tahap ini penulis memahami merupakan tahap aksi yang membutuhkan tindakan yang mana dalam pelaksanaannya perlu konsistensi yang tinggi dari masing-masing anggota yang terlibat didalamnya. Komitmen serta kerjasama dari seluruh unit diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

c. Evaluasi Strategi

Tahapan terakhir ini merupakan tahapan yang diperlukan karena dalam tahap ini keberhasilan yang telah dicapai dapat diukur kembali untuk penetapan tujuan

15

Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002)hal.3

16


(26)

berikutnya.17Evaluasi menjadi tolak ukur berhasil atau tidak, sesuai atau tidak strategi yang telah diterapkan.Maksudnya dalam tahap evaluasi dari strategi yang telah diaksikan ini adalah tahap yang sangat diperlukan, sebab di tahap ini bisa terlihat bagaimana strategi yang dijalankan telah benar atau masih butuh perbaikan.Misalnya, dari strategi yang direncanakan awal belum tentu pada saat penerapannya situasi serta kondisinya berjalan beriringan. Pasti akan ada suatu halangan yang menghambat meskipun tidak banyak.

B. Dakwah

1. Pengertian Dakwah

Dalam buku ensiklopedi Islam, kata dakwah adalah kata dasar atau masdar. Kata kerjanya adalah da’a yang mempunyai arti memanggil, menyeru atau mengajak.18 Penulis berpendapat bahwa dakwah merupakan gerakan yang mengajak orang untuk beriman kepada Allah SWT sesuai dengan garis kaidah, syariat, dan akhlak Islamiyah.

Menurut Farid Ma’ruf Noor dalam dinamika dan akhlak dakwah, dakwah itu menyeru atau mengajak kepada suatu perkara, yakni mengajak kepada jalan Allah agar menerima dan menjadikan Dienul Islam sebagai dasar dan pedoman hidupnya.19 Sehingga dapat disimpulkan dakwah ialah mengajak serta meyakinkan orang lain untuk menyembah kepada Allah SWT.

17

Fred R. David, Manajemen Strategi dan Konsep, (Jakarta: Prenhalindo, 2002) hal.3

18

Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Can Hoeve, 1999) hal. 280

19Farid Ma’ruf Noor,

Dinamika dan Akhlak Dakwah, (Surabaya: Pt. Bina Ilmu, 1981) hal.28


(27)

Sedangkan menurut Ali Mahfud dalam bukunya Hidayatul Mursyidin

mengatakan dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebijakan dan mengikuti petunjuk agama,20 yaitu menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Quraish Shihab yang mengatakan bahwa dakwah sebagai seruan atau ajakan kepada keinsafan, atau mengubah situasi yang tidak baik menjadi yang lebih baik.21 Dengan kata lain dakwah merupakan proses yang menjadikan pribadi seseorang ke arah yang lebih baik lagi dari sebelumnya.

Berdasarkan beberapa pengertian dakwah di atas mengenai pengertian dakwah penulis menyimpulkan, dakwah ialah usaha seseorang atau da’i dalam menyampaikan pesan-pesan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al -Hadits, yang dilakukan dengan cara mengajak, menyeru, membimbing manusia agar kembali kejalan Allah SWT, serta menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

20

Ali Mahfud, Hidayah Al-Mursyidin ila Thuruq al-Wa’ziwa al-Khitabah, (Beirut: Darul

Ma’arif, tt,) hal. 17 21


(28)

2. Unsur-unsur Dakwah

Terlepas dari perbincangan dan analisis dari definisi dakwah yang sudah ada dalam fokus pembahasan ilmu dakwah. Maka ada lima faktor atau komponen dalam dakwah,22 diantaranya;

Subjek dakwah (Da’i)adalah unsur pelaksana atau orang yang berdakwah, yaitu da’i. Sebagai subyek dakwah ia harus terlebih dahulu introspeksi perilaku dirinya agar apa-apa yang akan dilakukannya bisa diikuti dan diteladani oleh orang lain.23 Sebagai dai yang tidak mau memperbaiki dan mendidik diri maka akan mendapatkan celaan dari orang lain dan murka Allah SWT. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat ash-Shaff ayat 2-3:

ّ لعفتا ام ّ ل قت مل نما نيدلاا يااي

ّ لعفتااما ل قت ّا هاادنعاتقمربك

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangatlah dibendi di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yangtidak kamu kerjakan.”

Oleh karenanya dalam mengemban tugas amanah Allah SWT para pelaku da’i yang bertugas menyampaikan pesan ilahi dan mengajarkan ajaran agama Islam, maka seorang da’i harus memiliki bekal ilmu yang cukup, baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan lainnya.

Anwar Masy’ari dalam bukunya Butir-Butir Problematika Dawah Islamiyah

menyatakan syarat-syarat seorang da’i harus memiliki keadaan khusus yang

22

Zaini Muhtaram, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: Al-Amin Press Dan IFKA, 1966) Ha.l 14

23

Nurul Fauzi, Dakwah-Dakwah Yang Paling Mudah, (Gresik: Putra Pelajar, 1999) Cet Ke-2 Hal 35


(29)

merupakan syarat baginya agar dapat mencapai sasaran dan tujuan dakwah dengan sebaik-baiknya. Syarat-syarat itu ialah:

Pertama, mempunyai pengetahuan agama secara mendalam, berkemampuan untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan keterangan yang memuaskan.

Syarat kedua yaitu tampak pada diri da’i keinginan atau kegemaran untuk melaksanakan tugas-tugas dakwah dan penyuluhan semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah dan demi memperjuangkan di jalan yang diridhai-Nya.

Syarat ketiga, harus mempelajari bahasa penduduk dari suatu negeri kepada siapa dakwah itu akan dilancarkan. Sebabnya dakwah baru akan berhasil bilamana da’i memahami dan menguasai prinsip-prinsip ajaran Islam dan punya kemampuan untuk menyampaikan dengan bahasa lain yang diperlukan sesuai dengan kemampuannya tersebut.

Harus mempelajari jiwa penduduk dan alam lingkungan mereka, agar kita dapat menggunakan susunan dan gaya bahasa yang dipahami oleh mereka, dan dengan cara-cara yang berkenan di hati para pendengar. Sudah jelas bahwa setiap situasi dan kondisi ada kata-kata dan ucapan sesuai untuk diucapkan; sebagaimana untuk setiap kata-kata dan ucapan ada pula situasi kondisinya yang pantas untuk tempat menggunakannya.

Syarat keempat, harus memiliki perilaku, tindak tanduk dan perbuatan sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan suritauladan bagi orang lain.


(30)

Selain itu menurut Slamet Muhaimin Abda dalam bukunya Prinsip-Prinsip Metode Dakwah mengatakan kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki da’i antara lain adalah:24

Pertama, kemampuan berkomunikasi. Dakwah merupakan suatu kegiatan yang melibatkan lebih dari satu orang, yang berarti di sana ada proses komunikasi, proses bagaimana agar suatu pesan da’i sebagai komunikator dapat disampaikan pada komunikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh da’i.

Kedua, kemampuan penguasaan diri. Seorang da’i ibarat seorang pemandu yang bertugas mengarahkan dan membimbing kliennya untuk mengenal dan mengetahui serta memahami objek-objek yang belum diketahui dan perlu diketahui. Oleh karena itu, sebagai pemandu seorang da’i harus mampu menguasai diri jangan sampai mengesankan sifat-sifat sombong, angkuh dan kaku yang dapat menciptakan kerenggangan komunikasi dengan mad’unya.

Ketiga, kemampuan pengetahuan psikologi. Da’i sebagai komunikator agar proses komunikasinya efektif dan sesuai dengan apa yang diharapkan maka ia harus memiliki kemampuan membaca psikologi mad’unya yang terdiri dari beraneka ragam. Karena dengan memiliki kemampuan tersebut seorang da’i dapat mengetahui bagaimana cara yang dipakai untuk menghadapi mad’u.

Kompetensi yang harus dimiliki da’i selanjutnya adalah kemampuan pengetahuan kependidikan. Sebagai pendidik sudah semestinya da’i harus mengerti dan memahami ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pendidikan baik dalam

24

Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-Prinsip Metode Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1994) hal 69-77


(31)

bidang tekniknya, metode ataupun strateginya. Karena dengan memiliki pengetauan tersebut tujuan dakwah dari seorang da’i akan mudah dicapai.

Kelima, kemampan pengetahuan di bidang pengetahuan umum. Seorang da’i harus menyampaikan informasi tentang sesuatu lebih awal ketimbang orang lain, karena da’i yang hidup pada masyarakat sudah tentu harus dapat mengimbangkannya dengan informasi-informasi yang up to date. Hal ini dilakukan agar keberadaannya di tengah masyarakat tidak disepelekan.

Selanjutnya, kemampuan di bidang al-Qur’an. Menguasai kitab suci al-Qur’an adalah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar bagi seorang da’i. Penguasaan terhadap al-Qur’an ini baik dalam bidang membacanya, maupun penguasaan dalam memahami dan mengintrepretasikan ayat-ayat al-Qur’an.

Kompetensi yang ketujuh adalah kemampuan di bidang ilmu hadits. Da’i harus mempunyai kemapuan di bidang hadits agar ia tidak terkungkung dan terperosok dengan hadits-hadits mardud. Ilmu hadits yang dimaksud dalah ilmu

musthalah hadits yang terbagi dalam dua kategori ilmu hadits, yaitu ilmu hadits dirayat yang membahas hadits dari segi diterima atau tidaknya suatu hadits dan ilmu hadits riwayat yang membahas hadits dari segi materi hadits itu sendiri.

Kompetensi yang terakhir adalah kemampuan di bidang ilmu agama secara integral. Karena da’i adalah subjek dakwah, maka dalam hal ini da’i ibarat orang yang serba tahu di bidang keagamaan tetapi da’i bukan hanya sebagai orator namun da’i berperan juga sebagai pemuka yang mampu mempengaruhi masyarakatnya untuk meningkatkan kulitas mukmin dan muslim seseorang.


(32)

Disamping itu sebagai bekal tambahan, sang da’i harus berkomunikasi dengan jama’ah (khalayak) yang dihadapi. Karena komunikasi ini merupakan jalan untuk menyebarluaskan pesan dalam bentuk seruan, anjuran, petunjuk dan nasehat yang bersumber dari ajaran agama islam yang disajikan dan dikemas secara kotekstual. Dengan komunikasi itu pula da’i akan mengetahui apa materi yang sesuai bagi jama’ah yang dihadapinya.

Unsur dakwah yang kedua yaitu, objek dakwah. Objek dakwah adalah setiap orang atau sekelompok orang yang dituju atau menjadi sasaran suatu kegiatan dakwah.25 Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap manusia tanpa membedakan jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, warna kulit, dan lain sebagainya adalah sebagai objek dakwah.

Obyek atau mad’u adalah orang yang menjadi sasaran dakwah.Masyarakat sebagai objek dakwah adalah salah satu unsur penting di dalam sistem dakwah yang tidak kalah perannya.Oleh sebab itu, masalah masyarakat adalah masalah yang harus di pelajari sebelum melangkah ke aktivitas dakwah selanjutnya.

Mad’u atau obyek dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karenanya menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri ke dalam profesi, ekonomi dan seterusnya.

Menurut Faizah dalam buku Psikologi Dakwahmad’u dapat dilihat dari aspek

kelompok masyarakat yang terbagi menjadi:26 Pertama, sasaran kelompok

25

A. Karim Zaidan, Asas al-Dakwah, diterjemahkan. M. Asywadie Syukur dengan judul

Dasar-Dasar Ilmu (Jakarta: Media Dakwah, 1979) hal. 68

26


(33)

masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar, dan kecil serta masyarakat yang ada dikota. Kedua, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga. Selanjutnya, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi kultural berupa golongan priyai, abangan dan santri. Klasifikasi ini terutama terdapat pada masyarakat Jawa. Keempat, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua. Berikutnya, sasaran kelompok masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomi berupa golongan kaya, menengah, dan miskin. Serta yang terakhir, sasaran kelompok masyarakat dilihati dari segi okupasional (profesi dan pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang, seniman, buruh, pegawai negeri dan lain-lain.

Adapun unsur dakwah berikutnya yaitu, materi dakwah. Materi dakwah adalah isi pesan yang disampaikan oleh da’i kepada mad’u, yakni ajaran agama Islam sebagaimana tersebut di dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Yang mana ajaran agama Islam adalah diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu: masalah akidah (keimanan), masalah syari’ah, masalah akhlak dan masalah

mu’amalah.27

Adapun pengertian lain menurut Moh Ali Azis mengatakan bahwa materi dakwah adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan kepada mad’u,

27

M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2006). hal 24-31


(34)

dalam hal ini ajaran Islam itu sendiri.28 Menurut Abu Zahrah, ada lima hal yang perlu diperhatikan pada materi dakwah29, yaitu;

Pertama, Aqidah Islamiyah yaitu mengesakan Allah.Kedua, percaya bahwa al-Qur’an itu diturunkan oleh Allah dan dapat dilumpuhkan bangas Arab untuk membuat yang serupa.Ketiga, memiliki hadits-hadits yang membangkitkan semangat taqwa ke dalam lubuk hati dan menyentuh jiwa, serta perjalanan hidup Nabi Muhamad SAW.Keempat, mengesakan perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. Kelima, menjelaskan tujuan Islam bagi individu dan masyarakat dengan prinsip menghormati manusia, keadilan dalam bermasyarakat dan bernegara, persamaan dan kemerdekaan, gotong royong dalam kebaikan dan taqwa, serta melarang gotong royong berbuat dosa seperti mewujudkan diskriminasi dan saling kenal antar sesama manusia.

Selanjutnya, media dakwah. Media dalam arti sempit adalah alat dakwah. Alat dakwah berarti media dakwah yang memiliki peranan atau kedudukan sebagai penunjang tercapainya tujuan.30 Media dakwah yang dimaksud adalah sarana untuk merealisasikan materi dakwah terhadap mad’u. Hamzah Ya’qub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam yaitu: Lisan, tulisan, lukisan, audiovisual, akhlak.31 Media merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh seorang da’i saat berdakwah. Karena pemilihan media memiliki peranan penting

28

Moh Ali Azis, Ilmu Dakwah, (Jakarta: kencana, 2004) hal 62

29

Acep , Aripudin dan Syuksiadi Sambas, Dakwah Damai; Pengantar Dakwah Antar Budaya, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2007) hal. 159

30

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal. 164

31

M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Rahmat Semesta, 2006), hal. 32


(35)

dalam menentukan bagaimana aktifitas dakwah yang dilakukan seseorang da’i. Media dakwah dapat memudahkan para juru dakwah untuk menyampaikan pesan pada khalayak atau komunikannya dengan cepat dan pesan yang disampaikan dapat tersebar dengan luas.32

Unsur dakwah yang kelima atau terakhir adalah metode dakwah. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata Methodos yang artinya jalan atau cara, sedangkan dalam bahasa Arab disebut Thariq. Metode adalah cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’unya.33

Dalam bahasa Inggris, metode berasal dari kata Method, yang mempunyai arti pelajaran atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan dengan hasil yang efektif.34 Metode dakwah berarti jalan atau cara untuk teknik berkomunikasi yang digunakan oleh seorang da’i dalam menyampaikan risalah Islam kepada masyarakat (mad’u) yang menjalani objek dakwahnya. Seperti yang tertuang dalam al-qur’an surah an-Nahl ayat 125:

َّإ نسْحأ يه يتَلاّ ْم ْلداج ةنسحْلا ة عْ مْلا ةمْكحْلاّ كِّر ليبس ىلإ ْدا ْنع َلض ْنمّ ملْعأ ه كَّر

نيدتْ مْلاّ ملْعأ ه هليبس

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

32

M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikasi, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1997), Cet. Ke-1 hal. Ke-12

33

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 35

34

Masdar Helmi, Problem Dakwah Islamiyah dan Pedoman Mubaligh, (Semarang: CV. Toba Putra, 1969), hal. 34


(36)

Ada beberapa kerangka mengenai metode yang terdapat pada al-Qur’an surah an-Nahl ayat 125, antara lain sebagai berikut:

1. Bil Hikmah

Menurut Ali Mustafa Ya’kub hikmah adalah sebagai ucapan-ucapan yang tepat dan benar atau argumen-argumen yang kuat dan meyakinkan.35 Sehingga dapat dikatakan hikmah merupakan perkataan yang benar. Pendapat lain di kemukakan oleh M. Munir bahwa bil hikmah yaitu kemampuan dan ketetapan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u.36

Bil hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Jadi dakwah dengan hikmah adalah dakwah yang dilakukan dengan cara menyatukan sebuah sistem antara kemampuan da’i secara praktis dengan kemampuan teoritisnya.

2. Mauidzah al-Hasanah (dengan cara yang baik)

Memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, dengan bahasa yang baik agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenan dihati dan memberikan kenyamanan pada orang lain.37 Penulis berpendapat bahwa metode ini jika

35Ali Mustafa Ya’kub,

Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hal. 121

36

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1998), hal. 10

37


(37)

disampaikan kepada orang banyak maka akan lebih baik, tujuannya agar menjadi lebih besar kuantitas manusia yang kembali kepada jalan Allah SWT.

3. Al-Mujadalah

Menurut M. Mansyur Amin, “berdebat dengan cara yang lebih baik artinya adalah berdakwah dengan jalan mengadakan tukar pikiran yang sebaik-baiknya.”38

Metode debat merupakan cara praktis yang ideal untuk mencapai cita-cita mulia yang diharapkan, yaitu untuk menegakkan kebenaran.39 Maka dengan cara demikian, kita dapat mengetahui letak keluasan ilmu Islam untuk diterangkan kepada orang lain. Yang semula pendapat kita benar dan yang lain salah, dalam metode ini kita dapat mengetahui kebenaran yang baik atau sesungguhnya dan membetulkan aqidah yang bathil.

3. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah merupakan bagian dari seluruh aktifitas dakwah, tujuan dakwah juga mempunyai peran penting seperti halnya unsur-unsur dakwah. Tujuan jangka pendek adalah untuk memberikan pemahaman agama Islam kepada masyarakat.

Menurut pendapat Rosyad Shaleh, tujuan dakwah dapat dirumuskan dalam dua kerangka, yaitu tujuan untuk mencapai suatu nilai atau hasil terakhir yang merupakan tujuan utama (major objective) dan tujuan untuk mencapai nilai atau

38

M. Mansyur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al-Amin press, 1997), hal. 30

39

Muhammad Husain Fadhlullah, Metodologi Dakwah al-Qur’an, (Jakarta: Lentera, 1997), cet ke-1, hal. 40


(38)

hasil dalam bidang-bidang khusus yang merupakan tujuan atau sasaran

departemential.

Tujuan utama dan tujuan departemential adalah dilihat dari segi hierarchinya.

Sedangkan bila dilihat dari segi proses pencapaiannya, tujuan utama adalah merupakan ultimate goal atau tujuan akhir. Sedangkan tujuan departemential

merupakan intermediate goal atau tujuan perantara.

Pendapat lain dikemukakan oleh Abdul Kadir Munsyi, dalam Metode Diskusi Dalam Dakwah,40bahwa tujuan dakwah dapat dikelompokkan dalam tiga macam, yaitu: mengajak manusia seluruhnya agar menyembah Allah dan tidak mensekutukan-Nya, mengajak kaum muslimin agar mereka ikhlas beragama karena Allah, dan mengajak manusia untuk menerapkan hukum Allah yang mewujudkan kesejahteraan dan keselamatan bagi umat manusia seluruhnya.

Berdasarkan pendapat di atas penulis menarik kesimpulan bahwa tujuan dakwah ialah untuk memberikan pengetahuan Agama Islam kepada masyarakat serta mengajak umat manusia seluruhnya untuk menyembah Allah dan tidak mempersetkutukannya dan yang paling terpenting agar seluruh manusia taat kepada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya secara ikhlas karena Allah SWT.

40

Drs. Abdul Kadir Munsyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1987), hal. 20-21


(39)

4. Komunikasi Efektif

Ketika berbicara mengenai proses komunikasi maka ada sebuah harapan untuk mendapatkan tujuan yang sama atas apa yang diberikan oleh komunikator kepada komunikan. Pada dasarnya komunikasi dipelajari karena kita sebagai pelaku komunikasi ingin mengetahui seberapa besar pengaruh suatu komunikasi kepada seseorang yang kita ajak berkomunikasi. Untuk menghasilkan komunikasi yang efektif dimulai dari pelaku komunikasi yaitu komunikan dan komunikator.

Komunikasi yang efektif dapat diartikan sebagai penerimaan pesan oleh komunikan sesuai dengan pesan yang dikirim oleh komunikator, kemudian komunikan memberikan umpan balik yang positif sesuai dengan harapan. Untuk membangun komunikasi yang efektif ada beberapa aspek yang terlibat serta hal-hal yang harus diperhatikan ketika komunikasi efektif ingin terjalin. Seperti yang tertulis dalam buku milik Kadar Nurjaman dan Khaerul Umam dengan judul „Komunikasi dan Public Relation’ ada lima aspek yang harus dipahami dalam membangun komunikasi yang efektif, diantaranya clarity (kejelasan), informasi serta bahasa yang digunakan harus jelas agar dapat dipahami pihak lain. 41 dalam hal ini misalnya seperti penggunaan bahasa sehari-hari, kita sering mendengar ucapan seperti, “yah, ininya belum bisa dipakai, nanti sore baru bisa diituin tuh.” Apa maksud ininya atau diituin? Akan lebih mudah dipahami apabila ininya diganti dengan oncom dan ituin-nya dapat diganti dengan dengan masak, jadi kalimat itu menjadi, “yah, oncom nya belum bisa dipakai, nanti sore baru bisa

41

Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal.37-38.


(40)

dimasak tuh”. Kemudian accuracy (ketepatan), informasi serta bahasa yang disampaikan ketika berkomunikasi harus akurat dan tepat.42 Ketepatan dalam penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi secara benar. Benar di sini penulis memahami artinya sesuai dengan yang ingin disampaikan, jadi apa yang mau kita sampaikan benar-benar kita ketahui meskipun informasi itu belum terbukti faktanya. Inilah yang penulis pahami mengenai keakuratan di sini. Selanjutmya contex (konteks), kesesuaian antarabahasa dan informasi yang disampaikan dengan keadaan, tempat, lingkungan di mana komunikasi itu terjadi.43 Bisa saja, kita menggunakan bahasa yang tepat saat berkomunikasi namun konteksnya tidak tepat, maka hasil yang diperoleh juga tidak sesuai. Misalnya, sepulang sekolah seorang anak berkata pada ibu nya untuk meminta makan, “ratuku, tolonglah pangeran tampanmu ini ambilkan sepiring nasi nan legit, pangeran lapar sekali.” Dari bahasa memang tidak ada yang tidak tepat, namun konteksnya tidak tepat, sehingga mungkin sang ibu tidak langsung mengambilkan makanan tapi bertanya ada apa dengan buah hatinya itu. Selain itu ada juga flow (alur), keruntutan atau urutan alur bahasa dan informasi sangat berarti dalam menjalani komunikasi yang efektif.44 Misalnya ketika kita ingin menyatakan cinta kepada seseorang, maka tidak mungkin kita langsung bilang cinta terhadapnya, ini akan menjadikannya takut dan terkejut, melainkan harus disertai alur di awal seperti latar belakangnya, ada tahap-tahapnya, dan yang

42

Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45

43

Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45-46

44

Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45


(41)

terakhir culture (budaya), aspek ini tidak hanya menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga tata krama atau etika.45 Budaya menjadi aspek yang dianggap penting ketika berkomunikasi karena ragam budaya membuat kebiasaan seseorangpun berbeda-beda. Misalnya, dalam adat Betawi makan dengan mengadahkan piring serta kaki dinaikkan sebelah itu merupakan sesuatu yang biasa, namun ketika kita berada di Solo, hal ini menjadi sesuatu yang dirasa kurang pantas bahkan dinilai tidak sopan.

Dalam melakukan komunikasi tidak selalu berjalan dengan secara baik, itu terjadi karena adanya hambatan-hambatan dalam menjalankan komunikasi yang efektif. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkin seseorang dapat melakukan komunikasi secara sebenar-benarnya efektif. Berikut akan penulis jelaskan beberapa hal yang menjadi hambatan dan harus lebih diperhatikan lagi oleh komunikan dan komunikator untuk menghasilkan komunikasi yang efektif.

Gangguan menjadi hambatan yang pertama dalam melakukan komunikasi, gangguan pun tidak hanya di definisikan sendiri namun terbagi lagi menjadi dua. Di sini ada yang dinamakan sebagai gangguan yang berwujud fisik ini yang mdisebabkan oleh saluran komunikasi atau kebisingan (gangguan mekanik), kemudian ada juga gangguan semantik yaitu gangguan yang terjadi akibat kesalah pahaman arti atau makna yang disampaikan pelaku komunikasi. Contohnya oada gangguan mekanik ini seperti suara-suara ramai saat sedang di luar rumah atau

45

Kadar Nurjaman, S.E., M.M. dan Khaerul Umam, S.IP, Mag,.,M.Si., Komunikasi dan Public Relation, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal. 45


(42)

jalan raya, atau bisa juga saluran komunikasi yang mengalami kerusakan. Selanjutnyacontoh dari gangguan semantik seperti penggunaan bahasa yang sulit dipahami, dan kesalah pahaman mengenai arti makna yang disampaikan oleh komunikator.

C. Strategi Dakwah

1. Pengertian Strategi dakwah

Strategi dakwah sangat erat kaitannya dengan manajemen, karena orientasi kedua term atau istilah tersebut sama-sama mengarah pada sebuah keberhasilan

planning yang sudah ditetapkan oleh individu maupun organisasi. Asmuni Syukir dalam bukunya Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam mengatakan bahwa “strategi dakwah sebagi metode, siasat, taktik yang dipergunakan dalam aktivitas kegitan dakwah.”46 Jadi dapat dikatakan bahwa strategi dakwah merupakan bagaimana cara agar dakwahnya berhasil.

Sedangkan menurut Abu Zahra yang dikutip oleh Acep Aripudin mengatakan bahwa strategi dakwah Islam adalah perencanaan, penyerahan kegiatan dan operasi dakwah Islam yang dibuat secara rasional untuk mencapai tujuan-tujuan Islam yang meliputi seluruh dimensi kemanusiaan.47 Dengan kata lain segala sesuatu yang diperlukan untuk berkdakwah dipikirkan secara matang agar sesuai dengan tujuan dakwah.

46

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), hal. 32

47

Acep Aripudin & Syukriadi Sambas, Dakwah Damai: Pengantar Dakwah Antar Budaya,


(43)

Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas penulis berpendapat bahwa strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan (planning), metode dan taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam mencapai tujuan tersebut dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang matang baik teknik maupun taktik yang harus dilakukan seorang da’i dalam mencapai tujuan dakwahnya.

Dengan melihat pengertian diatas maka diperlukan suatu pengetahuan yang tepat dan akurat terhadap realitas yang telah terjadi dan berlangsung dalam kehidupan masyarakat. Mengingat realitas dalam masyarakat yang berbeda-beda baik dari segi pendidikan, latar belakang pekerjaan, maupun tempat dari mana berasal. Maka strategi dakwah harus dicermati secara terus-menerus, sehingga suatu strategi dipakai tidak bersifat kaku. Disamping itu strategi merupakan suatu perencanaan yang menyeluruh yang senantiasa mempertimbangkan situasi dan kondisi masyarakatnya, yang disusun dan difungsikan guna pencapaian tujuan.

Dalam bidang dakwah maka hal tersebut dikenal dengan analisis strategi dakwah dimana penjabarannya tidak akan lepas dari analisa subjek dakwah, analisa materi dakwah dan analisa objek dakwah, sehingga dalam pelaksananya akan sangat mempengaruhi metode dakwah atau model penyampaian dakwah yang digunakan.48 Metode penyampaian dakwah dapat berupa: Dakwah bil lisan,

dakwah bil qalb, atau bil hikmah, dakwah bil kalam, dakwah bil mauidoh hasanah, dakwah bil uswatun hasanah dan juga bisa dakwah melalui metode

48

H. Asep Muhiddin, Metode Pengembangan Dakwah (Bandung: Pustaka Setia, 2002), cet. ke-1, hal. 78.


(44)

berdebat.49 Maka sangat diperlukan dalam pelaksanaan strategi akan adanya metode dakwah yang diterapkan.

2. Prinsip-Prinsip Strategi Dakwah

Berdasarkan pada makna dan urgensi dakwah, serta kenyataanya dakwah di lapangan dan aspek-aspek normatif tentang dakwah yangterdapat dalam al-Qur’an dan sunnah, maka ditemukan prisip strategi dakwah yang dikemukakan oleh Dr. Muhammad Idris dalam bukunya Ilmu dakwah, yaitu antara lain sebagai berikut:50

a. Memperjelas secara gamblang sasaran-sasaran ideal

Sebagai langkah awal dalam berdakwah, terlebih dahulu harus diperjelas sasaran apa yang ingin dicapai, kondisi umat Islam bagaimana yang diharapkan. Baik dalam wujudnya sebagai individu mapun wujudnya sebagai suatu komunitas masyarakat.

b. Merumuskan masalah pokok umat Islam

Dakwah bertujuan untuk menyelamatkan umat dari kehancuran dan untuk mewujudkan cita-cita ideal masyarakat. Rumuskanlah terlebih dahulu masalah pokok yang dihadapi umat, kesenjangan antara sasaran ideal dan kenyataan yang konkrit dari pribadi-pribadi muslim, serta kondisi masyarakat dewasa ini. Jenjang masalah ini pun tidak sama antara kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat lainnya. Setiap kurun waktu tertentu harus ada kajian ulang terhadap masalah itu seiring dengan pesatnya perubahan masyarakat tersebut.

49

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), hal. 11

50


(45)

c. Merumuskan isi dakwah

Jika kita sudah berhasil merumuskan sasaran dakwah beserta masalah yang dihadapi masyarakat Islam, pada langkah selanjutnya adalah menentukan isi dakwah itu sendiri. Isi dakwah harus sinkron dengan masyarakat Islam sehingga tercapai sasaran yang telah ditetapkan. Ketidak sinkronan dalam menentukan isi dakwah ini bisa menimbulkan dampak negatif yang disebut dengan istilah “split personality” atau “double morality” pribadi muslim. Misalnya seorang muslim yang beribadah, tetapi pada waktu yang sama ia dapat menjadi pemeras, peninda, koruptor dan perbuatan tercela lainnya. Jadi, untuk bisa menyusun isi dakwah secara tepat, dibutuhkan penguasaan ilmu yang komprehensif atau dengan menghimpun pemikiran-pemikiran beberapa pakar dari berbagai disiplin ilmu.

3. Bentuk-bentuk Pendekatan Strategi Dakwah

Jika seorang da’i mampu menjalankan strategi dakwah secara bijak, insya Allah ia akan mudah mencapai keinginannya, yakni keberhasilan dakwahnya.

Nabi Muhammad SAW. sebagai imam para da’i, telah menerapkan strategi dakwah secara bijak, sehingga melalui beliau Allah SWT memberi manfaat kepada hamba-Nya dan menyelamatkan mereka dari syirik menuju tauhid. Siasat beliau tersebut bermanfaat besar dalam menyukseskan dakwahnya, membangun negaranya, menguatkan kekuasaannya dan meninggikan kedudukannya.


(46)

Sepanjang sejarah politik umat manusia tidak pernah ada seorang pun pembaharu yang mempunyai pengaruh besar seperti Nabi Muhammad SAW. Terkumpul padanya jiwa seorang pemimpin, pendidik yang bijak, kecerdasan akal, orisinalitas pendapat, semangat yang kuat serta kejujuran. Semua itu telah terbukti pada diri beliau.

Adapun bentuk-bentuk dalam menentukan strategi dakwah menurut Sa’id bin Ali bin Wahif al-Qathani antara lain sebagai berikut:51

Pertama, memilih waktu kosong dan kegiatan terhadap kebutuhan penerima dakwah (audience). Usahakan mereka tidak jenuh dan waktu mereka banyak terisi dengan petunjuk, pengajaran yang bermanfaat dan nasehat yang baik. Nabi SAW tidak selalu monoton dalam memberikan nasihat, sehingga orang yang dinasihati tidak merasa bosan. Strategi dakwah yang dicontohkan Nabi SAW tersebut diikuti oleh para sahabat. Sabda Nabi SAW yang artinya: “Permudahlah dan jangan kamu persulit, berilah kabar gembira dan jangan berkata yang membuat mereka lari jauh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kedua, jangan memerintahkan sesuatu yang jika tidak dilakukan. Terkadang seorang da’i menjumpai suatu kaum yang sudah mempunyai tradisi mapan. Tradisi tersebut tidak menentang syariat, tetapi jika dilakukan perombakan akan mendatangkan kebaikan. Jika seorang da’i menyadari bahwa apabila dilakukan perombakan akan terjadi fitnah, maka hal itu tidak perlu dilakukan. NabiSAW

51Sa’id bin Ali bin Wahif al


(47)

tidak membiarkan Ka’bah direnofasi dari pondasi buatan Nabi Ibrahim karena menghindari fitnah kaum yang baru menetas dari kehidupan jahiliyah.

Ketiga, menjinakkan hati. Dilakukan dengan memberi maaf ketika dihina, berbuatbaik ketika disakiti, bersikap lembut ketika dikasari dan bersabar ketika dizhalimi. Cemoohan dibalas dengan kesabaran, tergesa-gesa dibalas dengan kehati-hatian. Itulah cara penting yang dapat menarik penerima dakwah (audience) ke dalam Islam dan membuat iman mereka mantap. Dengan cara-cara tersebut Nabi SAW mampu menyatukan hati para sahabat disekitarnya. Mereka bukan saja sangat mencintai beliau tetapi juga ikut menjaga dan membela beliau dalam dakwahnya.

Lalu berikutnya, pada saat memberi nasihat, jangan menunjuk langsung kepada orangnya, tetapi berbicara pada sasaran umum. Misalnya apabila seorang da’i dihadapkan dengan mad’u yang terdiri dari golongan atas dan ia ingin memberikan ceramahnya tentang korupsi maka pandai-pandai lah seorang da’i dalam memilih contoh kasus yang akan disampaikannya.

Bentuk dalam menentukan strategi dakwah kelima, memberikan sarana yang dapat mengantarkan seorang pada tujuannya. Keenam, seorang da’i harus siap menjawab berbagai pertanyaan, setiap pertanyaan sebaiknya dijawab secara rinci dan jelas sehingga orang bertanya merasa puas.


(48)

D. Masyarakat Kota

1. Pengertian Masyarakat Kota

Beberapa ahli sosiologi mengatakan masyarakat memiliki banyak arti, tergantung dari mana melihat sudut pandangnya52. Ada yang memandang masyarakat dari sudut kebudayaan dengan alasan bahwa unsur kebudayaan merupakan unsur terpenting dari masyarakat, ada yang memandang masyarakat sebagai kelompok-kelompok karena berkelompok adalah unsur yang menentukan kehidupan masyarakat.

Menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi,53 masyarakat berasal dari kata Latin Socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata bahasa Arab Syaraka, yang berarti ikut serta. Selanjutnya ia mengatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Masyarakat bisa disebut juga sebagai suatu perwujudan kehidupan bersama manusia. Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan dan antar aksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan manusia berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan.

Kota merupakan suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. Kota bisa dibilang

52

Dr. Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, (Ciputat: Lembaga Sosiologi Agama, 2008) hal. 126

53


(49)

sebagai tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih. Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis berpendapat bahwa masyarakat kota adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah atau daerah yang cukup besar, padat dan permanen serta sebagian besar individu mempunyai ciri-ciri mendasar yang sama.

Masyarakat perkotaan sering disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri yang berbeda dengan masyarakat perdesaan. Antara warga masyarakat pedesaaan dan masyarakat perkotaan terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan hidup. Di desa yang di utamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan utama kehidupan, hubungan-hubungan untuk memperhatikan fungsi pakaian, makanan, rumah, dan sebagainya. Lain dengan orang kota yang mempunyai pandangan berbeda. Orang kota sudah memandang penggunaan kebutuhan hidup, sehubungan dengan pandangan masyarakat sekitarnya..Selain itu ada beberapa ciri lagi yang menonjol pada masyarakat kota yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, antara lain:54

Pertama, kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan agama di desa. Penulis memahami bahwa kurangnya kehidupan

54

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), cet ke-38, hal. 129


(50)

keagamaan di masyarakat kota disebabkan karena pola pikir yang rasional dan didasari pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realita masyarakat. Memang di kota-kota, orang juga beragama, tapi pada umumnya hanya tampak pada tempat-tempat ibadah saja. Di luar itu kehidupan masyarakat kota berada dalam lingkungan ekonomi, perdagangan dan sebagainya sehingga terkesan hanya ke arah keduniawian.

Kedua, Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain, yang penting di sini adalah manusia perseorangan atau individu. Berdasarkan pemahaman penulis, karena di kota kehidupan keluarga sering sukar disatukan karena perbedaan kepentingan, politik, agama, dan lain-lain. Meskipun kebebasan itu nyata diberikan kepada individu, namun individu tersebut tidak dapat memberikan kebebasan yang sebenarnya kepada yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena kurang berani untuk seorang diri menghadapi orang laing dengan latar belakang yang berbeda, pendidikan yang berbeda serta kepentingan yang berbeda.

Selanjutnya, Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-batas nyata. Di kota tinggal orang-orang dengan aneka warna latar belakang sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan khusus. Ini melahirkan suatu gejala bahwa warga kota tidak mungkin hidup sendirian secara individualistis. Penulis menganggap dengan banyaknya individu di kota yang terdiri dari berbagai macam latar belakang yang berbeda, maka pasti akan dihadapi persoalan-persoalan hidup yang berada di luar jangkauan kemampuan sendiri dan gejala demikian menimbulkan


(51)

kelompok-kelompok kecil yang diberdasarkan profesi, kedudukan sosial dan lain-lain. Yang membentuk batasan-batasan di dalam pergaulan hidup.

Ciri-ciri masyarakat kota yang menonjol keempat adalah, kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan, juga lebih banyak diperoleh oleh warga kota daripada warga desa, karena sistem pembagian kerja yang tegas tersebut diatas. Penulis memahami peluang terbesar untuk mendapatkan pekerjaan kemungkinan lebih banyak diperoleh masyarakat kota, hal itu terjadi karena terbentuknya batasan-batasan pergaulan hidup yang disebutkan pada point sebelumnya.

Lalu yang kelima, jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.

Berikutnya, jalan kehidupan yang cepat di kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.

Ciri yang menonjol terakhir, perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda, oleh karena golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya, lebih senang mengikuti pola-pola baru dalam kehidupan.


(52)

41 A. Sejarah Perkembangan Dakwah

Menurut Faizah dalam bukunya Psikologi Dakwah sejarah dakwah merupakan suatu proses yang mencakup segala aspek kehidupan umat lintas sosial, kultural, dan geografis. Ia juga menyebutkan bahwa sejarah dakwah dibagi dalam empat periode, yaitu:55

Pertama, Periode Sebelum Nabi Muhammad. Para ahli sejarah Islam sepakat bahwa semenjak Nabi Nuh sampai Nabi Isa merupakan da’i utusan Allah yang mengajak kepada ketauhidan, memerangi kemusyrikan, menyuruh kepada ketaatan, dan mencegah perbuatan maksiat.

Penulis memahami bahwa dakwah para nabi pada periode ini lebih bersifat lokal, di mana para nabi diutus hanya kepada kaum tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kecenderungan masing-masing kaum. Dalam menjalankan dakwah, para nabi dibekali dengan kemampuan luar biasa yang disebut dengan

mu’jizat sebagai legitimasi kebenaran yang mereka bawa.

Kedua, periode Nabi Muhammad dan Khulafa al-Rasyddin. Pada masa Nabi Muhammad SAW terbagi dalam dua fase, yaitu; fase Mekkah dan fase Madinah. Pada fase Mekah Nabi Muhammad berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Setelah tiga tahun lamanya, beliau mendapat perintah dari Allah untuk berdakwah

55


(53)

secara terang-terangan. Di mekkah Nabi Muhammad melakukan beberapa langkah penting untuk kelanjutan dakwah Islam seperti; konsentrasi terhadap pendidikan, penerapan nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, dan memperdalam arti solidaritas antar sesama muslim.

Penulis memahami pada fase Madinah ini dimulai ketika beliau mendapat wahyu untuk hijrah ke Madinah karena beliau beserta para pengikutnya akan dibunuh oleh orang-orang Quraisy. Di Madinah Rasulullah tetap berkonsentrasi menyampaikan risalah Islam melalui ayat-ayat al-Qur’an, mendirikan masjid, mengajarkan makna-makna al-Qur’an, menegakkan hukum-hukum syariat, dan lain-lain.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, dakwah diteruskan oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali Bin Abi Thalib atau yang lebih dikenal dengan masa Khulafaurrasyddin. Penulis berpendapat bahwa pada masa ini dakwah yang digencarkan semakin bergairah, baik berupa gerakan keilmuan atau pendidikan dan pembelajaran, karena pada periode ini al-Qur’an pertama kali di kumpulkan yaitu tepatnya pada masa Abu Bakar.

Ketiga, periode Umayyah, Abasiyyah, dan Utsmani. Pada periode ini dakwah Islam semakin luas dengan semakin banyaknya daerah yang dapat ditaklukkan seperti Asia kecil, Romawi, Afrika Utara, Andalusia, dan lain-lain. Penulis berpendapat bahwa kenapa pada masa ini sangat berkembang karena pada masa ini para ulama-ulama ahli fiqh, tafsir, dan hadis dikirim ke daerah-daerah yang


(54)

telah ditaklukan untuk menyebarkan menjelaskan ajaran-ajaran agama Islam pada kehidupan sehari-hari.

Periode yang terakhir yaitu, pada periode modern. Secara garis besar proses dakwah pada periode ini baik yang berupa penyampaian (tabligh) dan penyebaran Islam serta kegiatan belajar masih tetap berjalan walaupun proses dakwah masih mendapatkan pertentangan. Pada masa ini penulis berpendapat bahwa pergerakan dakwah yang dilakukan mengambil bentuk yang bermacam-macam, ada yang berderak secara individu maupun ada pula yang secara berkelompok. Ada yang berupa institusi formal maupun nonformal serta sarana dan prasarana yang berbeda-beda.

B. Perkembangan kajian dakwah di Indonesia

Perkembangan dakwah Islam di Indonesia pada dasarnya sejalan dengan masuknya Islam di Indonesia yaitu pada sekitar abad 7 Masehi atau abad pertama Hijriah. Pekembangan dakwah di Indonesia banyak dilakukan oleh organisasi keagamaan yang berorientasi kepada pengembangan agama Islam di berbagai kalangan masyarakat. Adapun organisasi Islam di Indonesia yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, dan sosial menurut Samsul Munir Amin, antara lain:56 Jam’iyatul Khair didirikan oleh Sayyid Syihab bin Syihab (1905), Muhammadiyah oleh K.H. Ahmad Dahlan (1912), Al-Irsyad oleh Syaikh Ahmad Syurkati (1913), Nahdlatul Ulama (NU) oleh K.H. Hasyim Asy’ari (1926), Persatuan Umat Islam (PUI) oleh K.H. Abdul Halim (1911), Persatuan Islam

56


(55)

(Persis) oleh K.H. Zamzam (1923), Syarikat Islam (SI) oleh HOS Cokroaminoto (1911), Persatuan Tarniyah Islamiyyah (PERTI) oleh Syaikh Sulaiman Ar-Rasuli (1928), bahkan sekarang terdapat organisasi seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Dakwah Islamiyyah (MDI).

Berdasarkan pemahaman penulis, aktivitas dakwah di Indonesia tidak terlepas dari adanya organisasi yang berorientasi Islam. Oraganisasi itu sendiri tumbuh kembang di tengah masyarakat serta bergerak tidak hanya di bidang dakwah, melainkan merangkap pada bidang sosial dan budaya. Bahkan pada belakangan ini organisasi Islam yang berada di Indonesia mulai merambah masuk pada kawasan politik.

Tidak hanya berdirinya organisasi yang berorientasikan Islam, secara akademisi kajian mengenai ilmu dakwah di Indonesia dimulai sejak tahun 1950, semenjak adanya Pergutuan Tinggi Agama Islam. Kemudian dibukanya Jurusan Dakwah pada Fakultas Ushuluddin PTAIN (IAIN) pada tahun 1960. Pada sekitar tahun 1960-an juga muncul suatu kelompak dakwah yang tergabung dalam Perguruan Tinggi Dakwah Islam (PTDI).

C. Profile Ustadz Muhammad Arifin Ilham

Ustadz Muhammad Arifin Ilham atau yang lebih dikenal dengan nama ustadz Arifin Ilham merupakan anak ke-2 dari pasangan Bapak H. Ilham Marzuki dan Ibu Hj. Nurhayati. Da’i yang lahir di Banjarmasin 8 Juni 1969 ini merupakan satu-satunya anak lelaki di antara ke-empat saudarinya. Pada saat berumur dua tahun Arifin hampir meninggal karena terseret arus sungai yang deras dan dalam.


(56)

Arifin berkata “saat itu saya sedang menemani ibu mencuci pakaian di sungai, saya bermain bersama kakak perempuan yang bernama mursidah, lalu tiba-tiba saya tergelincir dan terseret arus sungai yang deras dan dalam, setelah itu saya tidak sadar lagi apa yang terjadi”. Tanpa pikir panjang sang ibu langsung berenang dan mengejar anaknya yang terseret arus sungai. Setelah berenang sejauh empat meter alhamdulillah Arifin berhasil diselamatkan.

Ketika berusia lima tahun Arifin dimasukkan oleh ibunya di TK Aisyah, lalu berlanjut di SD Muhammadiyah dekat rumahnya di Banjarmasin. Pada saat SD Arifin terkenal sangat bodoh, nakal dan pemalas. Buktinya dia baru bisa membaca huruf latin pada kelas tiga. Meskipun memiliki sifat buruk seperti itu tetapi nilai sosial kebersamaan yang dimiliki sangatlah tinggi, hal ini terbukti ketika ia tidak suka melihat temannya yang berbadan kecil diganggu oleh temannya yang berbadan besar serta jago karate, seketika itu pula Arifin menantang berkelahi temannya yang berbadan besar tersebut, namun Arifin kalah, wajahnya memar, dan bibirnya pun robek. Ujar Arifin yang menyebutkan dirinya dengan panggilan namanya sendiri. Agar tidak berkelahi lagi pada kemudian hari, maka Arifin dipindahkan ke SD Rajawali.

Kenakalan Arifin pun masih berlanjut meskipun telah pindah di SD Rajawali. Mungkin karena pengaruh hidup di kota, ia sering berjudi dengan teman-temannya. Bukan berjudi dengan uang melaikan dengan kelereng, yang menang mendapat 10 kelereng. Selain itu Arifin sering mencuri uang Abah (panggilan akrab untuk ayah Arifin) yang terdapat di lemari pakaian untuk membeli kelereng,


(57)

tidak banyak hanya seribu rupiah namun sering dilakukan karena ia selalu kalah dalam berjudi kelereng.

Karena Arifin anak lelaki satu-satuya, Abah yang merasa kurang memperhatikan dan mengawasi tumbuh kembang anaknya maka Abah lebih sering mempercayakan neneknya untuk mendidik Arifin. Selain itu Abah sangat berkeinginan sekali anaknya agar pandai mengaji maka dari itu Abah memanggil guru ngaji untuk mengajar di rumahnya. Kenakalan Arifin pun berlanjut dengan menggembosi ban sepeda guru ngajinya, serta menyembunyikan sendalnya setelah mengajar.

Puncak kenakalan Arifin terjadi ketika ia duduk di bangku kelas enam. Pada saat itu ia mengancam untuk membakar rumah apabila tidak dibelikan motor. Meskipun telah menyiapkan korek dan minyak tanah, orang tua Arifin tidak memperdulikan ancaman tersebut. “Maklum motor yang dibeli tidak sesuai dengan keinginan, mintanya motor trail yang dibeli malah motor vespa, biarpun lebih murah tapi tetap trendi” kata Arifin dengan nada jengkel. Karena terlalu kesal dengan Abah maka ia ikut bergabung dengan teman-teman di lapangan badminton di sebelah rumahnya. Ia tahu Abah sedang di sana juga, dan ia tahu kalau Abah tidak suka merokok, begitu pula dengan Arifin, namun karena ingin memancing kekesalan Abah maka Arifin mulai membakar rokok. Sampai pada hisapan ketiga Abah menghampiri Arifin dan menampar di depan teman-temannya.


(58)

Tamparan itu tidak hanya mempermalukannya, tapi membuatnya sakit lahir batin. Maklum, sewaktu muda ayahnya sering berlatih karate sehingga pukulannya terasa mantap. Saat itu juga Arifin kabur dan tidak mau pulang ke rumah. Keadaan semakin larut akhirnya Arifin menginap di rumah temannya yang bernama Ahmad. Arifin meminta kepada keluarga Ahmad agar diam-diam dan tidak memberi tahu ibunya kalau dia sedang berada di rumah Ahmad. Namun dengan sembunyi-sembunyi ibu Ahmad memberitahukan ibunya Arifin kalau anaknya sedang ada dirumahnya. Lalu ibu Arifin menitipkan sejumlah uang untuk membelikan makan serta keperluan Arifin di sana.

Sampai pada hari kelima ibunda Arifin Hj. Nurhayati sengaja bertemu Arifin dan memberi tahu kalau ayahnya sakit keras gara-gara memikirkan Arifin. Ia meminta agar Arifin segera pulang. Pada saat itu Arifin langsung terenyuh dan bersedia untuk pulang. Sesampainya di rumah Arifin meminta maaf sambil memeluk Abah. “kita langsung nangis dan berpelukan, sudah seperti sinetron saja ceritanya” canda Arifin.

Meskipun nakal, Arifin berhasil lulus SD dengan baik, nilai agamanya biasa-biasa saja, nilai pengetahuan umumnya cukup bagus sehingga ia bisa masuk SMP Negeri 1 Banjarmasin, sekolah favorit di ibu kota kalimantan selatan itu. Arifin berkata “kalau Arifin serius dan bersemangat dalam belajar, Arifin pasti mampu. Ketika Arifin kelas 6 Arifin bersemangat belajar sehingga mampu masuk SMP favorit”. Bukan berarti Arifin tidak nakal lagi. Ia tetap bermain bersama yang lebih tua serta masih berjudi kelereng. Pada tahun 1982 kedua orang tuanya pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Di depan ka’bah orang tua


(59)

Arifin berdo’a kepada Allah SWT agar Arifin di beri petunjuk serta hidayah oleh -Nya.

Sementara itu Arifin yang di tinggal bersama ke-empat saudarinya, masih asik bermain judi kelereng. Bekal yang di tinggalkan orang tuanya habis untuk dibelikan kelereng. Suatu hari ketika Arifin sedang asik bermain judi kelereng salah satu teman judinya bernama Denny berkata “Fin orang tua lu pergi haji, malah main judi”. Saat itu juga Arifin pulang ke rumah dengan pikiran yang tidak tenang. Meskipun Denny seorang pemabuk dan pemain judi, entah kenapa celetukannya kali ini masuk ke nalar Arifin, membuatnya terenyak serta seakan menohok kalbu Arifin.

Sepanjang perjalanan pulang Arifin teringat kedua orang tuanya, ia merasa dihantui rasa bersalah atas apa yang diperbuatnya. Bayang-bayang kenakalan selama ini seolah muncul kembali dihadapannya, membuat ia semakin bersalah dan tidak bisa tidur. Setiap kali terbangun Arifin teringat kedua orang tuanya, membuat batinnya tercabik hingga menangis di kamar sendirian. “Hidayah tidak selalu datang melalui kiyai atau ulama, bisa saja dari mereka yang berlumur dosa” kata Arifin.

Arifin merasa yakin, mata hatinya terbuka bukan hanya semata-mata celetukan Denny, melainkan dikabulkannya oleh Allah SWT do’a Abah dan Ibu yang tidak hanya pergi haji, namun meminta anaknya untuk diberikan petunjuk serta hidayah-Nya agar tidak nakal lagi. Saat itu Arifin berjanji pada diri sendiri


(60)

untuk tidak berjudi serta melakukan tindakan tercela. Ia berjanji pula untuk shalat lima waktu, mengingat selama ini ia hanya sholat maghrib dan itu juga tidak rutin.

Ketika kedua orang tuanya pulang dari tanah suci, sang ayah terkejut dengan perubahan sikap Arifin. “kok Arifin belakangan ini sikapnya agak berubah ya?” Tanya Abah dalam hati. Belakangan diketahui bahwa Arifin yang berada di kelas 1 SMP ingin masuk pesantren. Mejelang pembagian rapor semester akhir Arifin meminta kepada Abah untuk di masukkan ke pesantren. Kedua orang tuanya mengantarkan Arifin ke pesantren al-Fallah di KM 24, Banjarmasin. Namun Arifin menolak masuk pesantren itu. Arifin mau masuk pesantren tetapi pesantren yang berdasi dan bercelana panjang, bukan yang menggunakan kain sarung. Setahu Abah pesantren seperti itu tidak ada di Banjarmasin atau di Kalimantan, bahkan pesantren yang dipimpin oleh kakeknya tidak seperti itu. Pesantren yang di maksud Arifin adalah pesantren modern yang ada di pulau Jawa.

Setelah pembagian rapor kenaikan kelas 2 SMP tepatnya pada tahun 1983. Arifin beserta adiknya, Siti Hajar di terbangkan menuju Jakarta bersama Ibunya. Mereka dimasukkan ke pesantren Darunnajah Ulujami, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Meskipun masuk pesantren merupakan keinginan sendiri, pada mulanya Arifin merasa tidak betah berada di pesantren karena jarak yang sangat jauh dengan kedua orang tuanya, padahal ia tinggal bersama adiknya.

Saat masuk pesantren Arifin berada di tingkat Tsanawiyah, Arifin merasa sangat berat untuk mengikuti pelajaran agama. Hal ini dikarenakan ia berasal dari SD umum yang minim akan pelajaran agama dan pengetahuannya pun sangat


(61)

tipis. Membaca dan menulis arab saja Arifin belum lancar, padahal itu merupakan materi utama di tingkat Tsanawiyah. Tentu saja ini membuat nilai Arifin sangat anjlok dan membuat rapornya mejadi lautan merah, dari 40 mata pelajaran lebih dari 30 nilai mata pelajaran Arifin merah semua. Pada saat itu ia merasa sangat terpukul dan sedih tapi ia tidak mau menyerah karena bagaimanapun masuk pesantren merupakan kemauannya sendiri, ia tidak mau mengecewakan kedua orang tuanya. Masuk semester dua, Arifin memacu semangat belajarnya, kalau orang lain bisa maka ia harus bisa, begitu tekadnya. Usahanya tidak sia-sia, ia berhasil naik ke kelas II, hasilnya fantastis bukan hanya naik namun belakangan diketahui ia masuk dalam peringkat sepuluh besar.

Memasuki tahun berikutnya, nilai Arifin tidak hanya bagus. Ia menjadi bintang pada pelajaran olahraga dan seni. Tidak hanya lari dan badminton, Arifin juga menjuarai dalam lomba puisi. Namun dalam pidato ia merasa tidak percaya diri. Setiap kali latihan berpidato Arifin selalu keringat dingin dan merasa gugup ketika berjalan ke atas mimbar. Tetapi bukan Arifin namanya kalau ia langsung menyerah, pikirannya langsung jauh menerawang kebelakang ketika ia tinggal berasama orang tuanya di Banjarmasin. Setiap sore setelah shalat maghrib, Arifin selalu di ajak ke Masjid Sabilal-Muqtadin yang berjarak 200 meter dari rumahnya. Sambil menunggu shalat isya, Arifin mendengarkan ceramah dari K.H. Rafi Hamdan yang merupakan Ustadz kenamaan pada saat itu di daerahnya. Arifin berkata “enak juga ya menjadi Ustad seperti beliau yang selalu ceramah panjang lebar di depan umum” Arifin terkesan dengan cara penyampaian yang diberikan oleh ustadz idolanya ini. Lalu Arifin berfikir “bagaimana bisa seperti beliau kalau


(1)

Foto Peneliti bersana Narasumber saat melakukan Wawancara di Kediaman Ustadz Arifin Ilham.


(2)

(3)

Foto Suasana Dzikir Akbar 4 Januari 2015 di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.

=

Foto Suasana Dzikir Akbar 4 Januari 2015 di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.


(4)

Foto Suasana Tempat Parkir di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.

Foto Suasana Tempat Parkir di Masjid Az-Zikra Sentul, Bogor.


(5)

Foto Suasana di dalam Masjid Az-Zikra. Ustadz Arifin Ilham bersama Tokoh Agama lainnya.

Foto Suasana di dalam Masjid Az-Zikra. Ustadz Arifin Ilham bersama Tokoh Agama lainnya.


(6)