Adolescent Idiopathic Scoliosis.

(1)

SARI PUSTAKA

ADOLESCENT IDIOPHATIC SCOLIOSIS

Oleh,

dr. Nyoman Gde Aditya Gitapradita B

Pembimbing,

dr. I.G.L.N.A Artha Wiguna Sp.OT (K) Spine

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH SUB BAGIAN ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puii dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat-Nya-lah sari pustaka yang berjudul “Adolescent Idiophatic Scoliosis” dapat terselesaikan dengan baik.

Tujuan dari penulisan sari pustaka ini adalah untuk memperdalam pengetahuan mengenai Adolescent Idiophatic Scoliosis, serta untuk memenuhi syarat mengikuti pendidikan Program Studi Orthopaedi dan Traumatologi di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.

Tidak lupa penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. I Ketut Siki Kawiyana, Sp.B, Sp.OT(K) selaku Ketua Program Studi Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, serta kepada dr. I G. L. N. A. Artha Wiguna, SpOT(K) Spine, selaku pembimbing penulisan sari pustaka ini, atas bimbingan dan kesediannya meluangkan waktu untuk memberi petunjuk demi penulisan sari pustaka ini.

Penulis menyadari sari pustaka ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon saran dan kritik demi perbaikan sari pustaka ini untuk kedepannya.

Akhir kata, semoga sari pustaka ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang tertarik di bidang Orthopaedi dan Traumatologi pada umumnya dan bidang spine surgery pada khususnya.

July 2013


(3)

II ADOLESCENT IDIOPHATIC SCOLIOSIS

Idiophatic scoliosis adalah merupakan kelainan bentuk tulang belakang yang paling sering. Sesuai dengan definisi idiophatic scoliosis adalah kurva kearah lateral dari tulang belakang, yang terjadi pada anak yang sehat, yang mana tidak dikenali etiologi yang ada. Idiophatic scoliosis dibagi menjadi tiga kategori, tergantung pada usia di mana pertama kali terdeteksi kelainannya.5

1. Infantile idiophatic scoliosis: onset dimulai sebelum usia 3 tahun 2. Juvenile idiophatic scoliosis: pertama kali tampak diantara usia 3 tahun

sampai pubertas

3. Adolescent idiophatic scoliosis: tipe paling sering, pertama kali terdeteksi setelah pubertas

II.1 DEFINISI

Adolescent Idiophatic Scoliosis (AIS) adalah kelainan struktural, lateral, rotasi dari curva tulang belakang yang muncul pada anak-anak yang sehat pada usia setelah pubertas.11

II.2 EPIDEMIOLOGI

Scoliosis hadir 2-4% pada anak-anak antara usia 10-16 tahun. Rasio gadis-gadis dan anak laki-laki dengan kurva kecil yaitu 10⁰ adalah sama tetapi meningkat dengan rasio gadis-gadis sepuluh terhadap satu laki-laki dengan kurva lebih besar dari 30⁰. Scoliosis pada anak perempuan cenderung progresnya lebih sering dan oleh karena itu, gadis-gadis lebih sering memerlukan perawatan daripada anak laki-laki. Prevalensi kurva lebih besar dari 30⁰ sekitar 0,2%, dan prevalensi untuk kurva lebih besar dari 40 derajat adalah sekitar 0,1%.12

Prevalensi dari Adolescent Idiophatic Scoliosis (Usia 10-16 tahun) Prevalensi


(4)

Cobb Angle Pada-Population yang beresiko (%)

Ratio Wanita Terhadap Pria

> 100 2.0-3.0 1.4:2.1

> 200 0.3-0.5 5.4:1

> 300 0.1-0.3 10:1

> 400 <0.1

Tabel 1. Prevalensi dari adolescent idhiopatic scoliosis.5

Kurva yang lebih besar dari 10⁰ adalah batas minimum yang dapat diterima untuk menetapkan diagnosis true scoliosis. Prevalensi scoliosis remaja idhiopatic pada pasien dengan kurva lebih besar atau sama dengan 10⁰ berkisar dari 1% hingga 3%. Pada pasien dengan kurva lebih besar yang memerlukan perawatan (> 30⁰), prevalensi menurun sampai 0,15% - 0,3%. Pada pasien dengan kurva kecil, rasio perempuan terhdap laki-laki adalah 1.4:1 dan secara dramatis rasio meningkat lebih besar dari 5:1 pada pasien dengan kurva lebih besar dari 30⁰ atau mereka yang memerlukan perawatan.6

Risiko progresifitas pada pasien dengan toraks kurva 20-29⁰ pada gadis (Reiser Stage 0-1) telah dilaporkan sekitar 68%, dan ini berkurang 23% pada pasien dengan kemtangan skeletal yang sudah matang (Reiser stage 2-4). Kurva dengan apex di atas tingkat T12 memiliki risiko yang lebih tinggi dalam hal progresifitas jika dibandingkan dengan kurva lumbal. Sejarah keluarga, derajat rotasi dan gender tidak cenderung untuk membantu memprediksi progresifitas. Setelah skeletal maturity tercapai, beberapa faktor yang berkontribusi terhadap risiko perkembangan kurva, dengan perkiraan priogresifitas 1⁰ per tahun. Kurva Thorasic yang lebih besar dari 50⁰, dan thoracolumbar dan lumbar kurva lebih besar daripada 30⁰ yang telah dilaporkan dalam studi jangka panjang bahwa risiko progresifitas kurva tertinggi.6


(5)

Gambar 14. Diagram etiologi Adolescent Idiophatic Scoliosis.13 Faktor Genetic

Peran faktor-faktor genetik atau keturunan yang berperan terhadap terjadinya idhiopathic scoliosis telah dilaporkan secara luas. Pengamatan klinis serta populasi studi telah mendokumentasikan scoliosis dalam keluarga, dengan prevalensi lebih tinggi pada kalangan dengan memiki riwayat idhiopathic scoliosis dikerabatnya daripada dalam populasi umum.13

Efek Melatonin

Variasi diurnal dari level melatonin tampaknya penting dalam menentukan efek faktor ini pada perkembangan idiopatik scoliosis. Pasien dengan idiopathic scoliosis mungkin diharapkan terjadi penurunan yang cukup besar untuk melatonin. Tidak ada bukti bahwa pasien dengan idiopathic scoliosis memiliki ketidakmampuan untuk membentuk melatonin. Dengan demikian, jika terjadi penurunan kadar melatonin sebagai faktor dalam perkembangan scoliosis, hal ini terjadi karena perubahan dalam hal sintesis melatonin atau pengendalian produksi melatonin. Melatonin memainkan peranan sekunder (langsung atau tidak langsung) dalam perkembangan idhiopathik scoliosis.13

Efek Jaringan Penyokong

Kolagen dan elastis fiber adalah elemen-elemen utama dalam struktur pendukung tulang belakang dan telah menjadi focus yang berhubungan dengan patofisiologi idiopathic scoliosis. Karena scoliosis merupakan karakteristik fenotipik banyak berhubungan dengan gangguan jaringan ikat, seperti sindrom marfan, hipotesis bahwa adanya gangguan dalam jaringan ikat merupakan faktor penyebab idiopatik scoliosis adalah masuk akal. Banyak peneliti mengakui bahwa kelainan yang dilaporkan dari unsur-unsur yang berpengaruh terhadap idiopathic


(6)

scoliosis kemungkinannya memiliki pengaruh sekunder terhadap kekuatan structural scoliosis itu sendiri.13

Kelainan Otot Rangka

Tidak ada kesimpulan yang pasti dapat dicapai dengan keterlibatan etiologi dari kelainan otot rangka.13

Kelainan Trombosit

Kelainan ini muncul berhubungan dengan kerusakan dalam membran sel dan termasuk peningkatan kadar intraselular kalsium dan fosfor, penurunan aktivitas protein kontraktil intraselular, penurunan agregasi trombosit, peningkatan jumlah intraselular dens bodi, jumlah besar sel-sel metallophilic, lebih tinggi muatan negatif permukaan trombosit, meningkatkan aktivitas calmodulin, abnormal struktur peptide rantai myosin, dan penurunan jumlah situs alpha-2 adrenergik reseptor di platelet. Perubahan pada morfologi dan fisiologi platelet memungkinkan terjadi kerusakan membran sel pada pasien dengan idiopathic scoliosis.13

Role of Growth and Development

Pengendalian terhadap pertumbuhan sangatlah kompleks dan melibatkan interaksi banyak hormon dan growth faktor. Ini termasuk seperti hormon tiroksin, hormon seksual, growth hormon dan yang seperti releasing faktor; berbagai growth faktor; dan Modulator seperti calmodulin. Efek Melatonin mungkin tidak sepenuhnya terpisah dari sumbu growth hormon. Selanjutnya, melatonin dengan alasan yang kuat telah menunjukan dapat merangsang secara independen terhadap produksi insulin-like growth factor-1; oleh karena itu, melatonin mungkin memiliki kapasitas untuk mempengaruhi pertumbuhan secara independen pada growth hormon.13

Faktor Biomekanik

Sifat mekanik dari jaringan tulang belakang, alignment tulang belakang, loading abnormal (baik melalui kekuatan atau displacement) dan cara bagaimana bahwa tulang belakang mensuport tubuh mungkin dapat berpengaruh dalam


(7)

perkembangan scoliosis. Proses dinamis ini mungkin juga menyebabkan perkembangan scoliosis dengan struktur biomekanis tulang belakang normal. Penelitian berupaya untuk memvalidasi konsep ini yang dimana telah dimulai baru baru ini.13

II.4 PROGRESIFITAS

Faktor-faktor tertentu yang berkaitan dengan progresifitas: 1. Sex

Progrsifitas lebih sering pada wanita 2. Age

Duval-Beaupere, terdapat hubungan antara progresifitas dgn usia, progrsifitas meningkat pada onset laju pertumbuhan remaja.

3. Menarche

Progresifitas berkurang setelah menarche, Lonstein dan Carlson, 32% dengan kurva progresif dan 68% dengan kurva nonprogressive pada mereka yang mengalami menarche visite pertama

4. Riser Sign

Tanda Risser Iliaka apophysis ossification berhubungan dengan progresifitas. Secara radiografi tampak tanda skeletal maturity. Apophysis tulang rawan mengalami ossifikasi dari anterior menuju posterior, dan Risser membagi osifikasi ini menjadi empat bagian, 1 sampai dengan 4, 0 tidak tampak ossifikasi dan 5 telah terjadi fusion ossifikasi pada cap sampai illium. Insiden progresifitas terbukti berkurang saat dimana tanda Risser meningkat

5. Curve Pattern

Insiden progresifitas berkaitan dengan pola dari kurva. Secara umum, kurva ganda progresifitas lebih sering daripada satu kurva. Kurva yang memiliki insiden progresifitas tertinggi biasanya adalah pola toraks ganda, pola toraks dan lumbar ganda dan kurva tunggal yang tepat pada toraks. Kurva dengan insidens terendah perkembangan adalah kurva tunggal pada lumbar


(8)

Angka kejadian progresifitas meningkat dengan seiring meningkatnya derajat besarnya kurva

Nachemson dan Asspciates menghitung probabilitas dari progresifitas berdasarkan besarnya kurva dan umur (Tabel 2), dan Lonstein dan Carlson menggunakan besarnya kelengkungan kurva dan tanda Risser (Tabel 3).5

Probabilitas of Progression Based on Curve Magnitude and Age Age (Years)

Curve Magnitude at Detection

10-12 (%) 13-15 (%) 16 (%)

<190 25 10 0

200-290 60 40 10

300-390 90 70 30

>600 100 90 70

Tabel 2. Kemungkinan Progresifitas berdasarkan derajat kurva dan usia.5

Probabilitas of Progression Based on Risser Grade and Curve Magnitude at Reduction

Curve Magnitude

Risser Grade 50-190 200-290

0-1 22% 68%

2-4 1.6% 23%

Tabel 3. Kemungkinan progresifitas berdasarkan on derajat Risser dan derajat reduksi kurva.5

II.5 KLASIFIKASI II.5.1 Klasifikasi Kurva Pola Kurva

Pola dari kurva menggambarkan lokasi anatomi, jumlah dan arah kurva. Kurva dapat berlokasi pada upper thoracic, mid-thoracic, thoracolumbar dan

mid-lumbar regions. Arah curva ditentukan oleh covex dan concave side dari

curva. Curva kanan memiliki concavity pada kiri pasien dan convexity pada kanan pasien dan sebaliknya pada curva kiri.2


(9)

Hasil dari bending radiograph menentukan apakah kurva merupakan kurva major (structural) atau minor (non-struktural). Sisi kiri dan kanan dari

bending x rays adalah umunya diambil dalam posisi supine jadi jumlah dari

flexibilitas spinal colum dapat ditentukan. Tekanan manual atau traksi minimal mungkin dapat dilakukan selama proses bending radiograph.2

Kurva major memiliki derajat lebih besar, merupakan kurva structural, artinya bahwa kurva tidak dapat dilakukan bend out pada saat dilakukan bending x rays. Kurva major umumnya ± > 10⁰ dibandingkan kurva minor. The Scoliosis

Research Society menjelaskan bahwa major curve adalah sebagai nilai hasil

pengukuran cobb yang terbesar pada posisi xray berdiri dan tidak terpengaruh oleh side bending.2

Kurva minor umumnya dapat dilakukan bend out pada bending radiograph, merupakan kurva non-struktural. Kurva ini juga disebut compensatory curve karena dalam perkembangannya memilki tujuan untuk menjaga kepala dan rongga dada seimbang dalam coronal plane. Sering kurva minor kembali normal ketika kurva major dilakukan koreksi. The Scoliosis Research Society menjelaskan bahwa kurva minor sebagai kurva lain yang dicatat pada pasien yang tidak memiliki pengukuran cob angle terbesar.2

II.5.2 King Klasifikasi

King Klasifikasi sering digunakan untuk menggambarkan system scoliosis pada thoracic scoliosis. King Klasifikasi diperkenalkan pada tahun 1983, yang mendefinisikan 5 jenis idhiophatic scoliosis.2

Gambar 15. Klasifikasi King.14 1. King tipe I


(10)

Menunjukkan kurva berbentuk S menyeberangi garis tengah kurva thoraxic dan kurva lumbar. Kurva lumbar lebih besar dan lebih kaku daripada kurva toraks. Kedua kurva cenderung structural dan sering merupakan true doble major kurva. Indeks fleksibilitas dalam bending radiograf adalah negatif.2,14

2. King tipe II

Menunjukkan sebagai bentuk S melengkung dimana keduanya yaitu toraks sebagai kurva major dan lumbar sebagai kurva minor menyeberangi garis tengah. Disebut juga false double major, walaupun kurva lumbar lebih flexible dan tidak mengalami deviasi dari central line sebanyak kurva thoracic. Kurva toraks adalah lebih besar.2,14

3. King tipe III

Menunjukkan kurva toraks dimana kurva lumbal tidak menyeberangi garis tengah. Merupakan tipe AIS yang paling sering ditemukan . kebanyakan adalah structural.2,14

4. King tipe IV

Menunjukkan kurva thorax yang panjang dimana vertebra ke 5 lumbalis berpusat diatas sakrum, tapi vertebra ke 4 lumbalis sudah angled ke arah kurva. Banyak dari kelainan tipe ini memiliki kelainan sagital plane yang terdiri dari severe thoracic lordosis dan thoracolumbar kyposis.2,14

5. King tipe V

Menunjukkan double kurva pada toraks dimana sudut toraks vertebra pertama (Th1) mengalami convexity di atas kurva. Component thoracic yang paling atas mungkin extend sampai tulang belakang cervical. Kurva yang tinggi biasanya mengarah ke kiri dan sering selalu merupakan structural. Pasien dengan kelainan tipe ini mungkin memiliki penonjolanan bahu kiri.2,14

Kerugian dari sistem King klasifikasi:

1. Profil sagital tidak termasuk dalam evaluasi

2. Jadi yang disebut double dan triple kurva major (bentuk scoliosis dengan dua atau tiga kurva major) tidak termasuk didalamnya.14


(11)

Pada tahun 2001, Lenke memperkenalkan sistem baru untuk klasifikasi idiophatic scoliosis yang jauh lebih kompleks daripada sistem King klasifikasi. Penentuan jenis scoliosis berdasarkan four long cassette radiograph (standing posteroanterior, standing lateral, kanan dan kiri supine bending films), jenis kurva ditentukan oleh lokalisasi, derajat, dan fleksibilitas yang termanifestasi pada kurva. Apex kurva didefinisikan sebagai berikut untuk tujuan lokalisasi:

 Lokalisasi upper toracic  kurva apex antara Th2 dan Th6

 Lokalisasi toraks  apex kurva antara Th6 dan diskus intervertebral Th11/12

 Lokalisasi thoracolumbar  apex kurva antara Th12 dan L1.14

Sistem klasifikasi yang digunakan untuk menilai entitas klinis, memungkinkan ahli bedah untuk merekomendasikan perawatan yang spesifik dan memungkinkan membandingkan metode pengobatan yang berbeda. Scoliosis dikelompokkan menurut tipe curve (1 sampai 6) dikombinasikan dengan lumbar spine modifer (A, B, atau C) dan sagital thoracic modifier (-, N, atau +). Kurva pada toraks, yang mana puncak terletak antara 2nd thoracic vertebral bodi dan 11th/12th thoracic intervertebral disc, yang termasuk dalam kurva thorax proximal dengan puncak pada 3rd, 4th atau 5th level toraks dan curva utama toraks dengan puncak antara toraks bodi 6th dan 11th dan 12th toraks disc. Puncak dari kurva thoracolumbar terletak di antara batas cephalad dari vertebra toraks 12th dan batas caudad vertebra lumbalis 1st. Puncak dari kurva lumbal terletak antara 1st dan 2nd lumbalis diskus dan batas caudad pada vertebra lumbalis 4th.15

Curve Type

Untuk menentukan curve type, lenke system membagi spinal column ke dalam 3 region: proximal thoracic (PT) apex pada T3/T4/T5, Main thoracic (MT) apex diantara T6 dan T11-12 disc, dan thoracolumbar/lumbar (TL/L) apex pada T12/L1 untuk kurva thoracolumbar dan L1-2 disc dan L4 untuk kurva lumbar. Regional curves lebih jauh lagi dibagi menjadi major curve (curva dengan hasil pengukuran cob angle terbesar) dan minor curve. Penampang coronal dan sagital keduanya dievaluasi untuk flexibilitas pada bending films. Criteria untuk menentukan structural/non structural pada minor curva pada kedua penampang adalah sebagai berikut:2


(12)

Spinal Collum Region Coronal Sagital Axial Proximal Thoracic (PT) ≥ 25⁰ T2 –T12 ≥+ 20⁰ NA Main Thoracic (MT) ≥ 25⁰ T10 –L2 ≥+ 20⁰ NA Thoracolumbar/Lumbar (TL/L) ≥ 25⁰ T10 –L2 ≥+ 20⁰ >1 Tabel 4. Criteria menentukan curva struktural minor pada kedua penampang.2

Berikut adalah 6 tipe dari curva yang dibentuk dengan methode classification ini:15


(13)

Lumbar Spine Modifier (A,B, Or C)

Ketika intervensi operasi sedang dipertimbangkan, derajat dari kelainan lumbal harus dinilai karena hal ini mempengaruhi keseimbangan tulang belakang dan mempengaruhi kurva proksimal. Tiga jenis dari kelainan lumbal didefinisikan berdasarkan hubungan dari center scaral vertical line menuju kurva lumbal yang dinyatakan dalam radiograf koronal (Gambar 13). Center sacral vertical line harus membagi dua aspek cephalad dari sakrum dan harus tegak lurus sampai horizontal sebenarnya. Modifier A dapat digunakan hanya untuk Main Thoracic

Curve (Tipe 1 sampai 4) dan tidak dapat digunakan untuk menentukan kurva

Thoracolumbar/Lumbar (Tipe 5 dan 6). Hal tersebut juga tidak boleh digunakan ketika The Center Sacral Vertical Line jatuh langsung berlawanan/terhadap medial aspek dari lumbal apikal pedicle. Tiga lumbar modifier dapat digunakan untuk mendefinisikan alignement dari tulang belakang lumbar dalam kaitannya dengan enam jenis kurva, dan mereka dapat digunakan untuk menilai posisi tulang belakang lumbalis setelah intervensi operasi.15

Gambar 17. Aturan dalam lumbar spine modifier.15 Terdapat 3 lumbar modifier:


(14)

 Modifier A  CVSL (Center Vertical Sacral Line) terletak diantara pedicles sepanjang jalan sampai pada stable vertebra

 Modifier B  CSVL jatuh antara batas medial dari concave pedicle dan garis sisi concave dari vertebral bodi pada apex dari curve

 Modifier C  CSVL terletak paling medial menuju concave aspect dari apical vertebra.2

Gambar 18. Lumbar modifier A.15


(15)

Gambar 20. Lumbar modifier C.15

Sagittal Thoracsic Modifier (-,N, Or +)

Rata-rata normal sagittal toraks alignment dari 5th sampai 12th vertebra toraks adalah 30⁰ dengan range dari 10⁰ - 40⁰. Pasien yang menderita adolescent idiopatik scoliosis cenderung menurun dalam hal toraks kyphosis atau bahkan toraks lordosis dibandingkan dengan kontrol normal. Sagital Thoracic modifier ditentukan dengan pengukuran dari superior end plate vertebra toraks 5th sampai inferior end plate vertebra thoracic ke 12th pada radiograf dengan posisi lateral berdiri. A minus (-) adalah tanda (hypokhyposis) mengidentifikasi bahwa derajat kurva kurang dari +10⁰, N (normal kyphosis) mengidentifikasi kurva dari 10⁰ - 40⁰, dan tanda plus (+) (hyperkyphosis) mengidentifikasi kurva yang lebih dari 40⁰. Sagital thoracic modifier ini memiliki indikasi yang sangat berguna dalam membentuk/merencanakan modalitas treatment untuk thoracic sagittal plane.2,15


(16)

Gambar 21. Sagittal Thoracic Modifier Klasifikasi Tipe Kurva

Pertama tipe curva (1 sampai 6) harus diidentifikasi dan kemudian lumbar spine modifier (A, B, atau C) dan sagittal thoracic modifier (-, N, atau +) harus didefinisikan untuk keperluan menentukan klasifikasi kurva yang tepat dan lengkap (misalnya, 1A-, 1AN, 6CN, dan sebagainya). Sebelumnya kita harus mengerjakan standing posterior, lateral, right dan left supine side bending radiograph. Kemudian bagilah spinal column menjadi 3 region (PT, MT, TL/L). Kemudian ukurlah Cobb angle untuk setiap kurva pada standing PA, lateral dan bending film. Kemudian identifikasi major kurva, dan tentukan minor kurva termasuk structural atau tidak. Kemudian tentukan tipe curva. Kemudian buat CSVL pada standing PA film. Kemudian buatlah Lumbar spine modifier. Kemudian buatlah Sagittal thoracic modifier. 15,19


(17)

Gambar 21. Klasifikasi Lenke.15 II.6 GEJALA KLINIS

Deformity adalah gejala yang biasanya tampak: jelas tampak condong

belakang atau tulang rusuk punuk di kurva toraks, dan penonjolan asimetris dari satu pinggul dalam kurva thoracolumbar. Kadang-kadang keseimbangan kurva terlewati tanpa diketahui sampai dewasa tampak dengan gejala sakit punggung. Dimana program skrining sekolah dilakukan, anak-anak akan disebut dengan deformity yang sangat minor.

Nyeri adalah keluhan langka dan harus perlu di waspadai oleh dokter

untuk kemungkinan adanya tumor saraf dan perlunya MRI. Scoliosis pada anak-anak adalah sebuah bentuk deformity tanpa rasa nyeri. Scoliosis dengan rasa nyeri menunjukkan tumor tulang belakang sampai terbukti sebaliknya.

Mungkin adanya riwayat keluarga scoliosis atau catatan beberapa kelainan selama kehamilan atau persalinan; developmental milestones awal harus diperhatikan.

Rongga dada harus benar-benar terexpose dan pasien diteliti dari depan, belakang dan sisi samping. Pigmentasi kulit dan anomali kongenital seperti sakralis dimples atau gumpalan rambut yang juga perlu dicari.


(18)

Tulang belakang mungkin jelas menyimpang dari garis tengah, atau ini mungkin menjadi jelas hanya ketika pasien membungkuk ke depan (Tes Adams). Level dan arah sifat cembung dari kurva major perlu dicatat (misalnya „right toraks‟ berarti kurva di tulang belakang dada dan cembung kearah kanan). Pinggul (pelvis) menjulur keluar di sisi cekung dan tulang belikat pada sisi cembung. Payudara dan bahu juga mungkin asimetris. Dengan toraks scoliosis, rotasi menyebabkan sudut tulang rusuk ke luar atau menonjol, sehingga menghasilkan asimetris rusuk pada punuk di sisi cembung kurva. Dalam deformity yang seimbang maka occiput adalah di atas/melebihi garis tengah; dalam keadaan tidak seimbang (atau decompensated) kurva ini occiput tidak melebihi garis tengah. Ini dapat ditentukan lebih akurat dengan menjatuhkan plumbline dari tonjolan proses spinosus C7 dan mencatat apakah itu jatuh sepanjang gluteal cleft.9

II.7 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Orthopaedic pada pasien scoliosis harus detail. Anamnesa riwayat yang hati-hati dan termasuk pertanyaan seperti usia, gender, mengamati cara berjalan, nyeri, gejala neorologis, riwayat keluarga, growth spurth dan menarche. Usia, untuk menilai kematangan, dan oleh karena itu kedepannya berguna dalam menentukan risiko progresifitas. Cara berjalan, tanda-tanda penyakit saraf, seperti ataksia; mencari atalgic gait. Rasa nyeri, mungkin timbul selama fase progresifitas yang cepat, perlunya mengamati lebih dekat untuk kesempatan intervensi (bracing), atau mungkin tanda dari penyakit saraf yang mendasari. Semua penyakit yang diketahui berhubungan dengan banyaknya kasus scoliosis (penyakit jaringan ikat, gangguan neorologis) harus dikesampingkan. Setelah anamnesa riwayat selesai, maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksa harus melihat keseluruhan pasien dari depan, sisi samping dan belakang, mencatat adanya (1) asimetri scapular dan penonjolan unilateral, (2) asimetri pada pinggang, (3) level bahu, dan (4) asimetri dalam jarak antara lengan dan pinggang.5,16

II.7.1 Pemeriksaan Fisik Secara Visual

Mencari tanda trauma, blister, bekas luka, perubahan warna, kemerahan, memar, benjolan, hairy patch, cafe au lait spot, bantalan lemak dan tanda lainnya.


(19)

Selanjutnya, menginstruksikan pasien untuk berdiri dengan postur normal. Lihat tulang belakang dari sisi lateral, dan menilai kelengkungan toraks dengan normal kyphosis (Gambar 18). Lihat tampilan dari belakang, perhatikan penurunan bahu kanan, penonjolan dari scapular melewati thorax kanan, penurunan jarak antara lengan dan thorax yang kanan, dan peningkatan jarak antara lengan kiri dan thorax. Panggul kiri tampak lebih tinggi dari kanan, tetapi ini adalah karena flank fullness pada sisi kanan dan flank depression di sebelah kiri. Level panggul dan „high hip‟ sering tampak jelas.5,7

(A) (B)

Gambar 22. (A) Tampak posterior dari pasien dengan scoliosis. Tampak peninggian scapular kiri dan spinal curvature. Tampak flank asimetri, cleft pada sisi concavity (tanda panah). (B) Salah satu cara menentukan spinal balance II.7.2 Evaluasi Deformitas

Untuk melakukan evaluasi deformitas yang sesuai, pemeriksaan tertentu harus digunakan; Selain itu, Anda harus mencatat historis tertentu yang berkaitan dengan skeletal maturity dan pertumbuhan (terutama dalam adolescent idiophatic


(20)

scoliosis). Risiko tertinggi terjadinya progresifitas adalah apabila terjadi deformitas selama kecepatan maximum pertumbuhan skeletal. Ini terjadi 6 bulan sebelum dan 6 bulan setelah menarche pada perempuan. Anak laki-laki, hal ini lebih sulit dihubungkan dengan peristiwa ini. dengan demikian, kematangan dinilai tidak langsung oleh perkembangan rambut kemaluan dan pertumbuhan ukuran.7

Selain memeriksa kelengkungan kurva, ketinggian bahu harus diukur (Gambar 19 A). Menentukan spinal balance dalam dua cara. 1) Garis plumb diukur dengan menggantungkan beban pada tali dari spinosus C7. Garis ini harus melewati tengah tengah gluteal fold. Penyimpangan ke kanan atau ke kiri diukur dalam sentimeter dan dicatat sebagai koronal dekompensasi pada setiap arahnya. Penyimpangan lebih dari 2 cm dari natal cleft adalah sesuai idiophatic scoliosis dan mungkin tanda penyakit saraf yang mendasari (Gambar 19 B). 2) mengidentifikasi titik tengah punggung pada level lebar maksimum dari thorax, dan menentukan penyimpangan dari natal cleft (Gambar 18 B). Ini adalah mengukur dari truncal dekompensation. Itu dilihat pada satu kurva lebih sering daripada dalam kurva ganda dan ini merupakan faktor risiko dari progresifitas.7,16

(A) (B)

Gambar 22. (A) evaluasi ketinggian bahu. Levelnya harus ditempatkan tepatnya melewati shoulder di puncak scapula, catat shoulder yang mengalami elevasi. (B)


(21)

Plumb line di jatuhkan dari tonjolan vertebra C7 harus jatuh pada gluteal cleft untuk perfect sagittal balance, pengukuran harus dibuat berapa centimeter kearah kiri/kanan plumb line jatuhnya dari C7 berguna untuk pengukuran coronal balance

Fleksibilitas dari setiap deformitas scoliosis harus dievaluasi dari sisi yang membungkuk, dengan pemeriksaan deformity correctability (Gambar 20 A), sebaiknya menerapkan traksi (atau unweighting untuk kurva) (Gambar 20 B).

Adam forward-bending test (Gambar 21 A) membantu untuk menentukan jika ada

penonjolan toraks atau lumbal, serta rotasi tulang belakang (skoliosis). Penonjolan diukur oleh Skoliometer (Gambar 21 A B), yang memberikan bacaan sudut, atau mengukur tinggi penonjolan langsung dan direkam dalam sentimeter (Gambar 21 C).7

(A) (B)

Gambar 23. (A) menilai spinal flexibility dengan tiga point bending untuk menilai korektibilitas dari curvature scoliosis. (B) menilai korektabilitas curva tanpa beban spinal dengan mengangkat pasien dari bawah axilla. Ini sesuai dengan traction maneuver untuk melihat seberapa koreksi yang dihasilkan dengan traksi


(22)

(A) (B) (C)

Gambar 24. (A) Adam Forward Bending Manuver; Scoliometer. (B) mengukur sudut dari penonjolan dengan scoliometer. Dilaporkan dengan membandingkan derajat pada sisi elevasi dengan tidak elevasi. (C) menggunakan level (cm) untuk estimasi elevasi pada rib hump

Melihat pembungkukan kedepan dari sisi lateral membantu evaluasi thoracic kyphosis (Gambar 22). Pemeriksa harus mencari penonjolan dari thoracic

spine yang menyiratkan kyphosis. korektabilitas atau fleksibilitas toraks kyphosis

diuji dengan cara pasien mengextensikan tulang belakang dada (Gambar 23). Semua tes ini dimaksudkan untuk dokumentasi dan mengevaluasi toraks scoliosis dan kyphosis.7

(B)

(C)

(A)

Gambar 25. (A) Estimasi dari sagittal curvature dan kypotic angulation tampak nyata dengan pasien bend forward dan evaluasi dari lateral thoracic kyposis. (B)

Thoracic kyphosis evaluation. (C) Thoracic kyphosis dengan apex kira kira pada


(23)

Gambar 26. Evaluasi flexibilitas thoracic kyphosis dengan pasien extension. Ini dapat membedakan antara postural kyphosis dan fixed structural kyposis

Pengukuran leg length, circumference dan straight leg raising (SLR) test yang harus dilakukan. kakunya hamstring dan spasme disertai dengan low back pain mungkin merupakan manifestasi dari spondylolisthesis. Pemeriksaan neorologis yang lengkap dan hati hati, terutama ekstremitas bagian bawah (Gambar 24 – 27). Mengevaluasi fungsi sensorik dan motorik dari tungkai bawah. Mengevaluasi refleks, termasuk patellar ligamen dan achiless tendon, dan abdominal refleks.5,16

Gambar 27. Straight-leg raising test. Lutut dipertahankan lurus maksimal ketika kaki diangkat keatas; catat jika pasien mengeluh kaku dan nyeri didaerah pantat – hal ini normal terjadi 80⁰ - 90⁰


(24)

Gambar 28. Leg length paling akurat diukur dari SIAS menuju tip medial maleolus

(A) (B)

Gambar 29. (A) kekakuan dari otot hamstring, pectoral muscle dan heel cords harus dicatat. (B) selalu di evaluasi hip flexion contracture

(A) (B)

Gambar 30. (A) Kejadian hipertropi atau atropi harus dibedakan dan dicatat. (B) evaluasi neurologis yang lengkap harus dilakukan pada setiap pasien


(25)

Gambar 31. Pemeriksaan dari kulit tampak café au lait pada neurofibromastosis II.7.3 Palpasi

Dimulai dengan palpasi secara keseluruhan perhatikan suhu permukaan sekitar tulang belakang dengan menggunakan punggung tangan. Bandingkan satu sisi dengan yang lain. Perhatikan daerah berkeringat atau rasa sakit, dan perlu lebih perhatian ketika melakukan palpasi pada daerah ini

Processus Spinosus

Untuk meraba proses spinosus vertebra thorakalis, dimulai dengan mencari C7-T1 (Gambar 29). Ini paling menonjol prosesus spinosus dan dapat dengan mudah ditemukan dengan menjalankan jari ke bawah garis tengah leher saat flexi. Penempatan ibu jari tangan setiap di proses spinosus dan mulai meraba, dengan arah ke caudal, sampai anda telah meraba raba melewati tulang rusuk (Gambar 29). Perhatikan misalignement apapun, kelengkungan, benjolan, nyeri, nyeri tekan, dan pembengkakan.7

(A) (B) (C)

Gambar 32. (A) Palpasi dari processus spinosus dan paraspinal curva pada thoracic spine. (B) Palpasi dari upper thoracic spine. (C) Palpasi pada thoracic

spine, include facet joint


(26)

Untuk meraba fascet joint vertebra thorakalis, instruksikan pasien untuk benar benar relax. Dimulai dengan mencari C7 atau T1. Pindahkan jari-jari anda ke lateral dari proses spinosus, rasakan untuk fascet joint berada diantara vertebra (Gambar 30). Dilanjutkan palpasi ke bagian caudal ke ujung vertebra thorakalis. Catatan Jika ditemukan nyeri tekan. Meraba tulang rusuk, artikulasi costovertebral, dan sepanjang daerah intercostals, mencari sensitivitas atau rangsangan nyeri.7

(A) (B)

Gambar 33. (A) Facet joint thorax, dengan thoracic nerve keluar dibawah pedicle, dan ini hubungannya dengan facet joint. (B) palpasi dari thoracic facet joint

II.7.4 Movement Active Movement Bending Forward

Meminta pasien untuk membungkuk dan menyentuh jari-jari kaki tanpa menekuk lutut. Catat fluiditas/irama dan pembatasan gerakan. Melakukan hal ini baik dari posisi berdiri.7

Bending Backward

Untuk memeriksa ekstensi toraks, meraba prosesus spinosus T12 dan L1. Menginstruksikan pasien untuk sepenuhnya mengextensikan tulang belakang dengan membungkuk ke belakang. Tempatkan satu tangan di belakang pasien untuk mendeteksi titik di mana ekstensi tulang belakang bergerak ke vertebra lumbalis.7


(27)

Side Bending

Untuk menguji aktif membungkuk ke sisi lateral, meminta pasien untuk membungkuk ke sisi kiri dan kemudian ke sisi kanan. Catat apapun atau keterbatasan dalam gerakan.7

Trunk Rotation

Badan toraks rotasi terjadi dengan pasien duduk dengan menyilangkan tangan dan tangan bertumpu pada bahu yang berlawanan. Baji atau blok adalah ditempatkan di bawah pantat pasien di sisi sedang diuji. Ketinggian pantat akan mengunci tulang belakang lumbalis di sisi membungkuk kontralateral dan mengalami rotasi ipsilateral. Menginstruksikan pasien untuk memutar sejauh mungkin ke sisi dimana blok adalah ditempatkan. Tulang belakang leher tidak diputar. Catat setiap rasa sakit atau keterbatasan dalam gerakan.7

(A) (B) (C) (D)

Gambar 34. (A) Bending forward. (B) Bending backward. (C) Side bending. (D) Trunk rotation

II. 8 INVESTIGASI II. 8. 1 Evaluasi Rontgen

Evaluasi roentgenographic pada anak dengan kelainan tulang belakang adalah penting. Dalam anak usia kecil, seluruh tulang belakang dan panggul dapat divisualisasikan film 14 x 17 inci (36 x 43 cm). Dalam anak-anak dan remaja, film yang diperlukan lebih panjang 14 x 36 inci (36 x 91 cm). Seluruh tulang belakang


(28)

akan terlihat pada roentgenograph, dan hubungan antara kepala, bahu, batang atas, dan panggul dapat dihargai.5

Untuk pasien yang sedang dievaluasi, hanya view PA berdiri diperlukan, tambahan view akan diambil sesuai indikasi. Film membungkuk yang dilakukan preoperative untuk menilai fleksibilitas dari kurva primer dan kompensasinya, disk space, mobilitas, dan untuk memilih lokasi level tulang belakang untuk instrumentasi. Pada klasifikasi Lenke menggunakan film membungkuk untuk membedakan kurva struktural dengan kurva nonstruktural. Supine lateral bending film telah menjadi standart emas. X-ray dari depan dengan membungkuk ke lateral atau studi anterior-posterior membungkuk kedepan adalah untuk mengurangi kelengkungan dari kurva utama melalui perbandingan pengukuran dari sudut dan rotasi. View supine lateral bending diambil untuk mengevaluasi fleksibilitas kurva dan diindikasikan hanya ketika treatment (bracing atau operasi) diberikan. Traksi rontgenograms terbukti sangat membantu jika pasien memiliki kelengkungan kurva yang buruk (lebih dari 70 degress). Pada pasien ini, view lateral membungkuk mungkin tidak merupakan indikasi untuk menilai fleksibilitas deformity. View lateral berdiri diambil sebelum pengobatan sehingga tulang belakang dapat divisualisasikan dalam tiga dimensi, dan juga mengevaluasi hiper- atau hypokyphosis. Jika ada kelainan yang ditemukan dalam daerah lumbosacral mungkin lebih baik digambarkan dengan Fergusson View, yang memberikan true AP dari lumbosakral joint. Bukti spondylosis atau spondylolisthesis memerlukan oblique view di daerah lumbosacral.5,6,17

Dalam studi imaging, tiga pemeriksaan yang diperlukan: (1) Standart pemeriksaan, (2) kontrol pemeriksaan, (3) evaluasi pre-terapi diperlukan untuk menguraikan orthotic dan tindakan bedah. Kriteria kualitas dari anterior x-ray adalah: (1) perlvis harus horisontal, (2) symetricaliliac crest, (3) tulang ekor yang diproyeksikan pada simfisis. Sikap Scoliotic secara radiologically didefinisikan oleh adanya defleksi lateral tulang belakang tanpa gibbosity atau vertebra rotasi. Kriteria kualitas x-ray anterior bending: (1) visibilitas yang baik dari vertebral bodi, (2) visibilitas yang baik dari pedicles, (3) dari transverse apophysis, (4) dari sendi posterior.17


(29)

II.8.2 Evaluasi Kurva

Cobb Angle merupakan derajat kelengkungan diantara end vertebra yang menggambarkan maximal coronal deviasi daripada curva. Dalam posisi berdiri, pola kurva dideskripsikan seperti dibawah ini. Setiap kurva diukur dengan metode cob angle (Gambar 32). Cobb angle diukur dari hasil rontgen PA long cassette posisi berdiri. End vertebra harus di identifikasi pertama kali; ini adalah bagian terakhir yang miring menjadi cekung dan kelengkungannya yang diukur. Kemudian tentukan dan garis pada superior dan inferior endplates dari cranial dan caudal vertebra yang bertanggung jawab/terlibat. Sudut yang didapatkan dari perpotongan garis tegak lurus terhadap superior endplate dari superior end vertebra dan inferior endplate dari inferior end vertebra adalah cob angle. Jika end plate ini tidak jelas, maka pedicle dapat digunakan sebagai gantinya. Semua kelengkungan harus diukur. Pada kurva ganda, superior endplate dari inferior end vertebra adalah superior endplate dari superior end vertebra pada kurva berikutnya.Puncak curva (apex) digambarkan ditengah. Merupakan vertebra/disc dari kurva dengan deviasi paling lateral dan paling horizontal. 5,19

.

Gambar 35. Teknik pengukuran Cobb Angle II.8.3 Evaluasi Penampang Sagittal


(30)

Adolescent idiophatic scoliosis adalah merupakan kelainan yang multiplanar dengan perubahan pada bidang coronal, sagittal dan axial. Sayangnya, kebanyakan dari penelitian AIS lebih focus hanya pada bidang coronal. Namun saat ini tampaknya bahwa bidang sagital, dalam konsertasinya dengan bidang coronal, adalah sangat penting dalam menjaga keseimbangan dan stabilitas dari pasien. Tujuannya adalah untuk menjaga keseimbangan bagian tubuh teratas sekitar pelvis (coronal ) dan hips (sagittal) dari pasien jadi otot otot posterior berada pada batas kerja minimum. Hal ini mencegah muscle fatique dan nyeri punggung belakang yang berhubungan. Tipe dari contour bidang sagital yang sering terlihat pada AIS adalah dijelaskan dan digambarkan seperi dibawah ini.2

Gambar 36. Metode dari pengukuran berbagai parameter dari sagittal spinal alignment. Sagittal Vertical Axis (SVA) adalah jarak horizontal dari C7 plumb line to front corner sacrum. Nilai (+) indikasi posisi anterior dari sacrum; nilai negative melalui atau dibelakang sacrum. β, sudut sacral inclination, adalah sudut


(31)

disubtitusi dari tangent menuju batas posterior S1 dan vertical axis. δ, cob angle diantara dua vertebra.10

II.8.4 Evaluasi Rotasi

Rotasi vertebralis dapat ditentukan dengan metode Nash dan Moe dan mungkin memiliki grade I sampai V, tergantung tingkat keparahan rotasi, atau dapat diukur dengan teknik Pedriolle. Nash dan Moe metode (Gambar 34), vertebra dibagi menjadi enam bagian yang sama, menggunakan sebagai indikator tanda pedicles dan vertebral bodi: (1) level 0  simetris concex dan equidistan pedicles, (2) level 1  bagian cembung pedicle bermigrasi ke segmen pertama, (3) level 2  bagian cembung pedicle bermigrasi ke kedua segmen, (4) level 3  bagian cembung pedicle bermigrasi ke tengah segmen, (5) level 4  bagian cembung pedicle melintasi garis median sisi cekung.5,17

Gambar 37. Metode pedicle untuk menentukan vertebral rotation.10 II.8.5 Skeletal Maturity

Skeletal Maturity diukur tidak hanya oleh penampilan fisiologis pasien, tetapi juga radiographycally oleh usia tulang, iliaka epiphysis dan cincin vertebralis apophysis. Usia tulang ditentukan oleh perbandingan roentgenogram dari wrist dan hand dengan standar yang ditemukan dalam Greulich dan Pyle


(32)

atlas. Osifikasi apophysis dari iliaka dievaluasi, dan dinilai derajatnya menurut Reisser (Gambar 35). Cincin vertebralis epiphysis bisa dicatat pada roentgenogram vertebral lateral; ini terdiri dari area osifikasi yang terpisah untuk menggabungkan tubuh vertebral setelah pematangan vertebra selesai. Ini nampaknya bertepatan dengan penghentian pertumbuhan/penutupan lengkap vertebral bodi.5

Gambar 38. Iliac apophyses normalnya tampak progresif mulai dari lateral ke media (stage 1 – 4). Ketika fusion complete, spinal maturitas telah tercapai dan peningktan curvature lebih jauh menjadi tidak berarti

II.8.6 MRI Investigasi

MRI dilakukan untuk mendeteksi kelainan neurologis, memungkinkan diagnosis dyastematomyelia, syringomyelia, malformasi arnold chiari, expansive intra spinal tulang belakang. MRI tidak dilakukan pada remaja dengan pemeriksaan neorologis normal. MRI dalam kelompok remaja lebih kontroversial karena hanya sangat kecil dapat menilai kelainan. MRI indikasi/petunjuk: (1) vertebra dengan kelainan spinal marrow, (2) idhiophatic scoliosis dengan gangguan neurologis, (3) trauma pada tulang belakang, (4) scoliosis terkait dengan herniasi pada discus, (5) neoplastik dan inflamasi scoliosis. Indikasi MRI pada remaja adalah sebagai berikut: (1) kurva thorac mengarah ke sisi kiri, (2) nyeri,(3) progresifitas curva yang cepat, (4) Congenital scoliosis, (5) Neurofibromatosis.17,18


(33)

II.9 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Diagnosis adolescent idiophatic scoliosis memerlukan pengecualian dalam hal diketahuinya penyebab scoliosis non idiophatic, dan pemeriksaan yang komprehensif akan sering mengeluarkan hal ini atau menyarankan kebutuhan studi diagnostik yang lebih lanjut. Kebanyakan jenis dari scoliosis saat ini dan dengan hadirnya tingkat diagnostic yang memuaskan adalah idiophatic scoliosis (80% dari pasien), dan daftar penyebab scoliosis yang telah didefinisikan oleh

Scoliosis Reaserch Society adalah luas (Tabel 4). Pasien mungkin hadir dengan

scoliosis reaktif sekunder yang mendasari kondisi penyakit yang sangat nyeri seperti tumor, infeksi atau spondylolysis.6

Classification of Scoliosis 1 Idiophatic

2 Neurophatic 3 Congenital

4 Mesenchymal (Marfan syndrome or other connective tissue disorder)

5 Neurofibromatosis 6 Neural tube defects 7 Metabolic

8 Osteochondrodystropies

9 Miscellaneous (tumor, infection, or traumatic) 10 Thoracogenic

11 Functional

Tabel 5. Diferential diagnose scoliosis II.10 TREATMENT

Terdapat 3 pilihan dasar terapi untuk Adolescent Idhiophatic Scoliosis:2

1. Observation

2. Non-operative treatment dengan observation

3. Surgical Intervention

Secara umum, kurva yang melebihi 45⁰ - 50⁰ pada adolescent harus di terapi menggunakan tindakan pembedahan dengan fusion. Kurva yang lebih kecil harus secara teliti dievaluasi untuk menentukan modalitas terapi yang terbaik.


(34)

Berikut pertimbangan yang digunakan untuk membantu menentukan bagaimana menterapi kurva scoliotic pada asolescent pasien:2

1. Age of patient and growth potential remaining

2. Curve pattern and magnitude

3. Curve progression rate (5 - 10 dalam 6 bulan atau kurang)

4. Cosmetic appearance

II.10.1 Observasi

Tidak ada metode yang realiabel pada evaluasi tahap awal untuk keakuratan dalam memprediksi yang mana curva akan mengalami progresifitas, jadi observation adalah merupakan treatment utama dari seluruh curva. Monitor

external contour dengan pengukuran rib hump, trunk rotation angle dengan

scoliometer, penggunaan alat contour seperti moiré topography dan ISIS

scanning. Metode ini sangat berguna dalam kurva tertentu dengan ukuran kecil

dan untuk pasien dengan faktor resiko yang rendah, tapi evaluation secara periodic dari tulang belakang dengan radiograph tetap dibutuhkan.10

Umumnya, pasien usia muda dengan curva ringan yaitu < 20⁰ dapat dilakukan pemeriksaan setiap 6 sampai 12 bulan. Pada usia remaja dengan derajat curva yang lebih besar harus di periksa setiap 3 sampai 4 bulan. Pasien dengan skeletal yang mature dan curva < 20⁰ umumnya tidak perlu evaluation lebih lanjut. Curva > 20⁰ pada pasien yang tidak mencapai maturasi skeletal memerlukan pemeriksaan yang lebih sering, biasanya setiap 3 sampai 4 bulan, dengan radiograph PA berdiri. Jika progresifitas dari curva (peningkatan 5⁰ selama 6 bulan) dicatat melebihi 25⁰, maka diperlukan orthotic treatment. Untuk curva 30 sampai 40⁰ dalam skeletal yang immature, orthotic treatment direkomendasikan pada saat evaluation awal. Curva dengan 30 sampai 40⁰ dalam skeletal yang sudah mature umumnya tidak memerlukan treatment, tapi karena banyak studi menyatakan indikasi potensial untuk preogression pada usia dewasa, pasien harus diobservasi tiap tahunnya dengan radiograph PA berdiri tiap 2


(35)

sampai 3 tahun setelah skeletal mature, kemudian setiap 5 tahun selama hidupnya.10

II.10.2 Non-Operative Treatment

Electric stimulation, biofeedback, dan manipulation telah dilakukan dan

merupakan bagian dari metode terapi non-operative yang memberikan hasil tidak sukses pada pasien adolescent idiophatic scoliosis. Saat ini terapi non-operative utamanya terdiri dari casting dan bracing. Prosedur terapi ini mungkin hanya mencegah progresifitas curva, mereka tidak dapat mengkoreksi dari scoliosis nya.2 Orthotic Treatment

Saat ini non operative treatment yang utama menggunakan orthotics, disebut juga dengan bracing. Sebuah brace memiliki dua fungsi essensial. Pertama, hal ini harus membuat kearah lebih baik pada awal deformity, dan kedua, harus mencegah progresifitas curva. Bracing pada AIS pasien tidaklah untuk mengkoreksi curva, dan umumnya curva berhenti tumbuh dari derajat deformity yang sama setalah 5 tahun terapi dengan menggunakan brace. Sekali lagi, konsep utama dari bracing adalah untuk mencegah progression dari curva. Saat ini banyak tersedia berbagai jenis brace. The Milwaukee Brace dan The Boston Brace adalah 2 jenis brace yang sangat sering digunakan dalam menterapi AIS pasien. Berbagai brace mungkin memiliki refrensi dari CTLSO atau TLSO, yang mana artinya Cervicothoracolumbosacral orthosis atau Thoracolumbosacral orthosis. Untuk lebih effective nya maka brace harus digunakan paling tidak 16 -18 jam perhari sampai skeletal maturity tercapai.2

Nonrandomized prospective study, brace yang telah sukses (didefinisikan

< 5⁰ dari progresifitas) 74% dari pasien yang dikomparasi antara 34% dari pasien tanpa bracing dan 33% dari pasien yang sedang mendapatkan electrical stimulation. Tujuan dari bracing adalah untuk mencegah progresifitas dari scoliosis sampai skeletal maturity tercapai. Indikasi dari penggunaan brace untuk


(36)

treatment adalah kurva tulang belakang lebih besar 25⁰ - 45⁰ pada tahap persentasi awal, kurva tulang belakang lebih besar 20⁰ dengan mencatat perkembangan progresifitas, pasien dengan sisa pertumbuhan yang signifikan (Risser stage 0 -2), dan pasien dengan kompensasi tulang belakang yang signifikan. Kontraindikasi relative untuk orthotic device adalah pasien dengan thoracic lordosis. Tingginya angka kegagalan tercatat pada pasien dengan usia yang lebih muda, pasien laki-laki, dan pasien dengan pretreatment kurva lebih besar 40⁰. Suksesnya penggunaan brace didefinisikan sebagai 5⁰ atau kurang progresifitasnya. Kriteria dari suksesnya penggunaan brace adalah jumlah dari koreksi yang dan jumlah dari waktu penggunaan brace tiap harinya. Part-time bracing (16 jam perhari) secara formal sama efektifnya dengan full time bracing. Pada recent meta-analisis study tampak hubungan dosis-tergantung dengan jumlah dari penggunaan brace dan pencegehan progresifitas dari scoliosis. Orthotic treatment tidak digunakan pada pasien dengan curva lebih dari 50⁰.6,10

Milwaukee Brace

Orthosis pertama yang sukses dalam treatment dari adolescent idiophatic scoliosis adalah Milwaukee Brace (Cervico-Thoraco-Lumbo-Sacral Orthosis atau CTLSO). Orthosis ini pertama dikembangkan pada tahun 1945 oleh Drs. Walter Blount dan Al Schmidt untuk postoperative treatment pada postpoliomielitis scoliosis. Orthosis ini special didisain untuk menangani thoracic deformity dengan menggunakan lateral force pada apex dari kurva, dan dengan longitudinal force yang berpasangan. Othosis ini memilki contrictive forces yang kurang pada thorax yang mana membuat orthosis ini ideal untuk terapi thoracic curve. Indikasi primer penggunaan orthosis ini adalah untuk kurva thoracic kanan tunggal atau pola kurva doble dengan komponen thoracic kanan. Hal ini seperti pernyataan diatas , tampak pada masa pertumbuhan anak yang aktif (Risser 0, 1, or 2) dengan dokumentasi progresifitas kurva atau kurva awal diantara 20⁰ atau 30⁰ dan 40⁰. Kadang-kadang pada anak usia muda dengan Risser grading 0 dan derajat kurva 40⁰ - 50⁰ dapat dengan sukses diterapi menggunakan Milwaukee Bracee.5


(37)

Milwaukee Brace terdiri dari molded pelvic section (Custom molded atau

manufactured – “Boston Brace System”) dengan dua posterior upright dan satu

anterior upraight, terhubung dengan ring pada leher yang memiliki thorax mold

dan dua occipital pad (Gambar 36). Penggunaan pad pada brace tergantung pada pola dari kurva: trapezius pad untuk high thoracic curve, thoracic pad untuk

thoracic curve, kombinasi antara oval pad dan lumbar pad untuk toracolumbar

curve, dan lumbar pad untuk lumbar curve. Perhatian harus diberikan pada

penampang sagittal, dengan posisi thoracic pad dibawah posterior upright untuk hyperkyphosis, dan lateral menuju upright tanpa outrigger anteriorly untuk hypokyphosis.5

Thoracolumbar Sacral Orthoses (TLSO)

Group orthosis ini dapat dibedakan menjadi tipe higher underarm yang mana sampai setinggi satu atau dua axilla, digunakan untuk thoracic curve, dan tipe lower yang mana panjang sampai lower thoracic area, digunakan untuk thoracolumbar atau lumbar kurva. Dalam banyak center tipe high TLSO digunakan lebih extensive, tapi hasilnya paling banyak jangka pendek atau sebagai pendahuluan. Banyak yang tetap percaya, karena dari desain yang terbuka dan minimal compresi thorac pada Milwaukee Brace, yang mana ini merupakan pilihan terbaik untuk thoracic kurva, low TLSO lebih digunakan untuk thoracolumbar atau lumbar kurva. The low TLSO (Gambar 36) memiliki lumbar pad untuk lumbar curve. Indikasi terapi, jadwal penggunaan dan penyapihan adalah sama dengan Milawaukee Brace untuk thoracic kurva. Harus di ingat bahwa kurva jenis ini adalah jarang dan progress kurang sering.5


(38)

(A) (B) (C)

Gambar 39. (A) Milwaukee brace (CTLSO). (B) Boston Brace (TLSO). (C) Charleston Bending Brace

Jenis Orthosis Lainya

Charleston Bending Brace (Gambar 36) adalah low-profile,

anterior-opening, ringan, thermoplastic orthosis digunakan hanya selama tidur malam hari

dan digunakan paling banyak untuk kurva single. Orthosis ini membungkukan convexity tulang belakang ke arah depan dengan tujuan untuk “overcorrect”

scoliotic curve. Carleston Bending Brace diperkenalkan pada tahun 1979 oleh Dr.

Frederrick Reed dan Ralph Hooper, CPO. Katz et al, dalam study dari 319 pasien diterapi masing masing dengan Boston Brace atau Charleston Bending Brace, ditemukannya Boston Brace menjadi lebih effective daripada Charlaston Brace dalam hal keduanya mencegah progresiffitas curva dan menghindari kebutuhan untuk tindakan bedah. Perbedaanya paling nyata pada pasien dengan kurva 36 sampai 45⁰; 83% dari pasien dengan kurva 36 sampai 45⁰ diterapi denga

Carleston Brace mendapatkan progressifitas > 5⁰, dibandingkan dengan hanya

43% dari mereka yang diterapi dengan Boston Brace. Penulis menyimpulkan bahwa Charleston Brace seharusnya digunakan hanya untuk menterapi small,

single thoracolumbar atau single lumbar curve. Boston Brace, dikembangkan

oleh Dr. John E Hall dan M E Miller, CPO, pada pertengahan tahun 1970 an, memiliki lower profile dan lebih diterima tampilannya, toleransi pasien meningkat. Boston Brace dapat diperpanjang menjadi TLSO dan CTLSO untuk

dorsal curve yang lebih tinggi dan untuk penggunaan post operative.2,10


(39)

Objective utama dalam terapi operative dari AIS adalah untuk mencapai solid arthrodesis (fusion). Pada infantile dan juvenile scoliosis mungkin diterapi dengan instrumentasi tanpa fusi dalam bentuk growth rod technique. Namun, pada pasien muda hal ini masih sering didapatkan fusi permanen dengan instrumentasi sebagai modalitas treatment terakhir. Fusion tanpa instrumentasi untuk AIS masih jarang dilakukan pada masa sekarang ini. Instrumentasi menyiratkan internal fixation pada tulang belakang melalui anterior atau posterior approach, atau kombinasi anterior – posterior approach. Internal fixation device memiliki dua fungsi utama: 1) membantu mengkoreksi deformitas dengan parameter yang aman, 2) menjaga koreksi sampai arthrodesis menjadi solid.2

Indikasi terapi operasi pada idiophatic scoliosis: 1) Peningkatan kurva pada masa pertumbuhan anak. 2) Deformitas yang berat (>50⁰) dengan asimetris rongga dada pada remaja. 3) Nyeri yang tidak terkontrol dengan terapi non operative. 4) Thoracic lordosis. 5) Deformitas cosmetic yang significant. Tujuan tidakan terapi operative adalah mengkoreksi deformitas, menjaga sagittal balance, meningkatan fungsi paru, minimalisir morbiditas atau nyeri, memaximalkan fungsi postoperative, meningkatkan atau tidak mencederai fungsi dari lumbar spine. Untuk mencapai tujuan ini pada pasien adolescent idiophatic scoliosis, teknik pembedahan mungkin termasuk anterior, posterior, atau kombinasi prosedur anterior dan posterior.10

Selection Of The Fusion Area

Pertama tentukan pola dari kurva, catat yang mana major curve dan compensatory curve. Ini dapat dicapai dengan menganalisa tanda klinis, dikombinasi dengan readiograph berdiri dan membungkuk. Apakah pola kurva adalah single major pattern atau double major pattern, ketika pola kurva sudah ditentukan, semua major pattern harus dilakukan fusi. Yang paling sering penyebab terjadinya keslahan adalah: 1) kegagalan dalam menilai kurva torax dengan compensatory lumbar kurva dibawahnya, ini disebut dengan double major

pattern (tidak teridentifikasinya King II dari King I kurve pattern) dan 2)

kegagalan dalam menilai double thoracic pattern, biasanya berhubungan dengan tidak digunakannya kaset film yang panjang.3


(40)

Prinsip ini adalah bahwa seluruh vertebra yang termasuk dalam major

curve harus dilakukan fusion. Kurva yang dilakukan fusi tambahan dari neutrally

rotasi vetebra craniall sampai neutrally rotasi vertebra caudal. Sebagai tambahan, bagian akhir vertebrae yang dilakukan fusi harus seimbang disekitar sacrum dan bersandar pada midsacral line vertical menuju keatas dari middle of the sacrum, processus spinosus dari S1. Vertebra terbawah adalah merupakan posisi vertbera paling stabil, dan bagian vertebra paling bawah yang telah dilakukan fusion harus neutrally rotasi dan stabil. Tedapat dua pengecualian pada peraturan ini. Pertama, ketika single lumbar atau thoracolumbar curve di terapi dengan anterior fusion

dan instrumentation, panjang dari fusi adalah kurang dari kurva yang telah diukur.

Kedua, pada kurva dimana bagian akhir adalah L5 (King type IV), atau pada

double curve dimana L5 tetap mengalami rotasi, maka fusi dapat berhenti sampai

L4, lebih pendek dari bagian akhir kurva vertebra.3

Pada King classification terdapat 2 buah pola penting yang perlu di identifikasi yaitu structural thoracic curve dengan compensatory flexible lumbar

curve dimana selective fusion hanya pada thoracic curve adalah memungkinkan

(King type II). Unfused lumbar curve akan secara spontan menjadi seimbang dengan fused thoracic spine. Yang lain adalah double thoracic pattern (King type V), dimana dibutuhkan fusion pada kedua thoracic curve. Tulang belakang harus diapresiasi dalam 3 dimensi ketika memilih area yang akan dilakukan fusion, karena sagittal contour memberi efek pada fusion extent. Ketika terdapat thoracic

hyper atau hypokyposis, atau ketika thoracic lordosis, sebuah fusi harus mencakup

keseluruhan vertebra untuk dilakukan fusi, mengingat scoliosis, sama hal nya vertebrae dilakukan fusi ketika mengingat sagittal view.3

Approach

Approach yang mungkin dilakukan untuk melakukan fusi adalah posterior, anterior, atau combinasi (anterior plus posterior). Approach yang paling sering adalah posterior, yang mana paling banyak digunakan untuk fusi pada adolescent idiophatic scoliosis. Terdiri dari teknik meticulous subperiosteal exposure dengan

fascet excision dan packing dan tambahan autologous iliac bone. Instrumentasi


(41)

approach digunakan pada pola kurva lumbar dan thoracolumbar yang tunggal. Ketika motion segment dapat diselamatkan dari adanya fusion area. Pada combinasi approach digunakan untuk dua indikasi pada adolescent: untuk kurva kaku yang besar atau untuk mencegah crankshaft effect (adalah mencegah disc

excision, yang mana menghilangkan growth centre, dan jadi anterior growth

potential, dan sebagai tambahan dengan menambahkan anterior fusion). Indikasi

lain approach kombinasi pada adolescent idiophatic adalah tidak biasa. Hal ini termasuk rigid thoracic hyperkyposis, yang mana membutuhkan anterior release

dan fusion untuk hyperkyposis atau, pada kasus yang jarang pada thoracic

lordosis, yang mana memerlukan anterior release untuk mengkoreksi sagittal

deformity. Indikasi yang paling jarang adalah untuk double thoracic dan

thoracolumbar curve, yang mana akan diterapi dengan anterior fusion dan

instrumentation untuk thoracolumbar curve, dikombinasi dengan posterior

approach untuk kedua kurva dimana hal ini memungkinkan untuk

menyelamatkan dua level karena penggunaan dari anterior fusion. Yang dilakukan pada combined approach adalah approach dilakukan pada convexity dari kurva, dengan excisi pada disc dan packing pada disc dengan rib bone. Jika koreksi tambahan dibutuhkan, maka wedge end plate dihilangkan menggunakan

osteotome, jadi dapat terjadi pemendekan pada bagian convexity. Melepaskan

bagian anterior dengan pemendekan pada bagian yang convex merupakan prinsip dari kurva besar yang kaku. Tahap kedua dilukan 1 minggu kemudian dengan anastesi yang sama, dan terdiri dari posterior fusion dan instrumentation yang sudah disebutkan diatas.3

Instrumentation Harrington System

Merupakan instrumentasi original yang diperkenalkan oleh Harrington dan terdiri dari distraction rod pada sisi concave dari curve dan compression rod pada sisi convex dari curve. System original ini telah diaplikasi pada posterior approach sepanjang sisi concave dari curve; tempat menempelnya rod adalah hooks yang

movable yang ditempatkan pada bagian paling atas dan bagian paling bawah dari


(42)

flexible, ini akan dikoreksi secara passive dan bone graft dapat digunakan untuk memperoleh fusi sepanjang curva. Gambaran evaluasi secara keseluruhan dari original distraction instrumentasi adalah tidak mengkoreksi deformitas rotasi pada apex dari curva dan dimana penonjolan pada rib secara virtual adalah tetap tidak berubah.3,9

Rod And Sublaminar Wiring (Luque)

Instrumentasi ini masih digunakan pada beberapa tempat. Merupakan modifikasi Harington System dengan dibuat adanya segmental fixation sublaminal

wire, processus spinosus wire ditempelkan pada Harington Rod, dengan

tambahan Convex Luque Rod (Wisconsin System). Wire melewati bagian bawah

vertebral lamina pada berbagai level dan di fixasi pada rod di sisi concave curve,

sehingga menyediakan fixasi yang lebih terkontrol dan aman. Namun, sublaminar wire sangat berbahaya oleh karena menutup dura dan resiko neurological demage meningkat.3,9

Cotrel – Dubousset System

Pada tahun 1988, Cotrel dan Dubousset memperkenalkan system yang terdiri dari dua interlink rods dengan multiple hook pada setiap rodnya (CD Sytem). Kombinasi pedicle screw ‘box’ foundation pada bagian akhir paling caudal dari deformitas, dengan multiple hooks yang mana dapat ditempatkan pada berbagai level untuk masing-masing akan menghasilkan distraction atau

compression. Dengan double rods, satu bisa melakukan distraction concave dan

compression convex; dengan adanya manipulasi yang sesuai pada implants, satu

dapat mencapai koreksi pada penampang sagittal. Instrumentasi ini diklaim dapat mengkoreksi deformitas rotasi. Instrumentasi ini cukup rigid membuat

postoperative bracing tidak diperlukan.3,9

Anterior Instrumentation (Dwyer, Zielke, Kaneda)

Pertama kali system ini diperkenalkan oleh Dwyer terdiri dari vertebral screw yang diperkenalkan pada convexity dari curve, dengan kabel diantara screw


(43)

untuk memberikan compression. Instrumentasi ini telah dimodifikasi oleh Zielke dengan threaded rod, dan dengan solid rod pada TSRH system. Rigid curve dan kurva thoracolumbar yang berhubungan dengan lumbar lordosis dapat dikoreksi dengan approaching tulang belakang dari depan, meghilangkan diskus diseluruh kurva dan kemudian mengaplikasi alat kompresi (setiap braided cable atau rod

linking tranverse vertebral body screw) sepanjang sisi yang convex dari curve.

Bone graft ditambahkan untuk mencapai fusi. Pada beberapa kasus kombinasi

antara anterior dan posterior approach dibutuhkan. Keuntungan dari system ini adalah 1) menyediakan fixasi yang kuat dengan lebih sedikit vertebral segment yang dilakukan fusi; 2) bahwa pemendekan secara keseluruhan dari bagian yang deformitas (oleh excise disc dan vertebral compression) mengurangi resiko dari

spinal cord injury yang berubungan dengan spinal distraction.3,9

II.11 KOMPLIKASI PEMBEDAHAN Neurological Compromise

Dengan adanya modern teknik insiden dari permanent paralisis telah berkurang < 1%.9

Spinal Decompensation

Over koreksi dapat menimbulkan ketidak seimbangan tulang belakang. Hal ini harus dihindari dengan cara perencanaan perioperatif yang teliti dan perlahan – lahan dalam hal menseleksi level fusion yang sesuai.9

Pseudoarthrosis

Fusion yang incomplete dapat terjadi sekitar 2 % dari kasus dan mungkin membutuhkan tindakan operasi lanjutan dan grafting.9

Implant Failure

Hoks dapat terpotong dan rods dapat patah. Jika ini berhubungan dengan symptomatic pseudoarthrosis, maka revisi fusion/fixation akan dibutuhkan.9


(44)

DAFTAR PUSTAKA

1. K.L. Moore, A. F. Dalley, A. M. R. Agur. Clinical Oriented Anatomy: Back, Sixth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006. Pp. 478-520 2. A.P. Schnuerer, J. Gallego, C. Manuel. Basic Anatomy Pathology: Basic

Patholgies of the spine. Medtronic. 2001. Pp. 24-25, 31-35, 47-66 3. J.E. Lonstein, R.B. Winter, D.S.Bradford, J.W. Ogilvie. Textbook of

Scoliosis and Other Spinal Deformities. W.B. Sounders Company. 1995. Pp. 219-222, 240-244

4. S. Howard, K. Singh. Synopsis of Spine Surgery, Second Edition. Thieme. 2008. Pp. 60, 105

5. R.H. Rothman, F.A. Simeone. The Spine, Third Edition. W.B. Sounders Company. 1992. Pp. 404-411, 393-400

6. B.A. Akbarnia, L.S. Segal. Orthopaedic Knowledge Update Spine, Third edition. AAOS. 2006. Pp. 443-455

7. T.J. Albert, A.R.Vaccaro. Physical Examination of the Spine. Thieme. 2005. Pp. 66-77

8. R.B. Salter. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal System, Third Edition. Williams and Wilkins. 1999. Pp. 365-372

9. L. Solomon, D. Marwick, S. Nayagam. Apley‟s System of Orthopaedics and Fractures, Ninth Edition. Hodder Arnold. 2010. Pp. 453-465

10. S.T. Canale, J.H. Beaty. Adolescent Idhiopatic Scoliosis. Campbell‟s Operative Orthopaedic, 11th Edition. Mosby. 2007.

11.S.L. Weinstein, L.A. Dolan, Jack.C.Y. Cheng, A. Danielson, J.A. Morcuende. Adolescent Idiophatic Scoliosis. www.thelancet.com. Vol. 371. 2008. Pp. 1527-1534

12.B.V. Reamy, J.B. Slakey. Adolescent Idiophatic Scoliosis: Review and Current Concept. www.aafp.com. Vol. 54, Number 1. 2001. Pp. 111-116 13.T.G. Lowe, M. Edgar, J.Y. Margulies, N.H. Miller, J.Raso, K.A. Reinker,

C.H. Rivard. Etiologi of Idiophatic Scoliosis: Current Trends in Research.

www.jbjs.com. Vol. 82-A, Number 8. 2000. Pp. 1157-1168

14.J. Harms. Classification (King – Lenke). www.harms-spinesurgery.com. 2007. Pp. 1-7


(45)

15.L.G. Lenke, R.R. Betz, J. Harms, K.H. Bridwell, D.H. Clements, T.G. Lowe, K. Blanke. Adolescent Idiophatic Scoliosis: A New Classification To Determine Extent Of Spinal Arthrodesis. www.jbjs.com. Vol. 83-A, Number 8. 2001. Pp.1169-1181

16.M. Diab. Physical Examination in Adolescent Idiophatic Scoliosis. Neurosurgery Clinic North America 18. Elsevier Inc. 2007. Pp.229-236 17.M. Golumbeanu. Study On Child And Adolescent Idiophatic Scoliosis.

Jurnal Medical Aradean. Vol. XIII, Issue 2. 2010. Pp. 59-67

18.C. Nnadi, J. Feirbank. Scoliosis: a Review. Symposium: Surgery and Orthopaedic. Elsevier Ltd. 2009. Pp. 215-220

19.LM Breakwell, LG Lenke, JJ Gilden. The Lenke Classification Of


(1)

Prinsip ini adalah bahwa seluruh vertebra yang termasuk dalam major curve harus dilakukan fusion. Kurva yang dilakukan fusi tambahan dari neutrally rotasi vetebra craniall sampai neutrally rotasi vertebra caudal. Sebagai tambahan, bagian akhir vertebrae yang dilakukan fusi harus seimbang disekitar sacrum dan bersandar pada midsacral line vertical menuju keatas dari middle of the sacrum, processus spinosus dari S1. Vertebra terbawah adalah merupakan posisi vertbera paling stabil, dan bagian vertebra paling bawah yang telah dilakukan fusion harus neutrally rotasi dan stabil. Tedapat dua pengecualian pada peraturan ini. Pertama, ketika single lumbar atau thoracolumbar curve di terapi dengan anterior fusion dan instrumentation, panjang dari fusi adalah kurang dari kurva yang telah diukur. Kedua, pada kurva dimana bagian akhir adalah L5 (King type IV), atau pada double curve dimana L5 tetap mengalami rotasi, maka fusi dapat berhenti sampai L4, lebih pendek dari bagian akhir kurva vertebra.3

Pada King classification terdapat 2 buah pola penting yang perlu di identifikasi yaitu structural thoracic curve dengan compensatory flexible lumbar curve dimana selective fusion hanya pada thoracic curve adalah memungkinkan (King type II). Unfused lumbar curve akan secara spontan menjadi seimbang dengan fused thoracic spine. Yang lain adalah double thoracic pattern (King type V), dimana dibutuhkan fusion pada kedua thoracic curve. Tulang belakang harus diapresiasi dalam 3 dimensi ketika memilih area yang akan dilakukan fusion, karena sagittal contour memberi efek pada fusion extent. Ketika terdapat thoracic hyper atau hypokyposis, atau ketika thoracic lordosis, sebuah fusi harus mencakup keseluruhan vertebra untuk dilakukan fusi, mengingat scoliosis, sama hal nya vertebrae dilakukan fusi ketika mengingat sagittal view.3

Approach

Approach yang mungkin dilakukan untuk melakukan fusi adalah posterior, anterior, atau combinasi (anterior plus posterior). Approach yang paling sering adalah posterior, yang mana paling banyak digunakan untuk fusi pada adolescent idiophatic scoliosis. Terdiri dari teknik meticulous subperiosteal exposure dengan fascet excision dan packing dan tambahan autologous iliac bone. Instrumentasi ditambahkan bertujuan untuk mencapai dan memaintain correction. Pada anterior


(2)

approach digunakan pada pola kurva lumbar dan thoracolumbar yang tunggal. Ketika motion segment dapat diselamatkan dari adanya fusion area. Pada combinasi approach digunakan untuk dua indikasi pada adolescent: untuk kurva kaku yang besar atau untuk mencegah crankshaft effect (adalah mencegah disc excision, yang mana menghilangkan growth centre, dan jadi anterior growth potential, dan sebagai tambahan dengan menambahkan anterior fusion). Indikasi lain approach kombinasi pada adolescent idiophatic adalah tidak biasa. Hal ini termasuk rigid thoracic hyperkyposis, yang mana membutuhkan anterior release dan fusion untuk hyperkyposis atau, pada kasus yang jarang pada thoracic lordosis, yang mana memerlukan anterior release untuk mengkoreksi sagittal deformity. Indikasi yang paling jarang adalah untuk double thoracic dan thoracolumbar curve, yang mana akan diterapi dengan anterior fusion dan instrumentation untuk thoracolumbar curve, dikombinasi dengan posterior approach untuk kedua kurva dimana hal ini memungkinkan untuk menyelamatkan dua level karena penggunaan dari anterior fusion. Yang dilakukan pada combined approach adalah approach dilakukan pada convexity dari kurva, dengan excisi pada disc dan packing pada disc dengan rib bone. Jika koreksi tambahan dibutuhkan, maka wedge end plate dihilangkan menggunakan osteotome, jadi dapat terjadi pemendekan pada bagian convexity. Melepaskan bagian anterior dengan pemendekan pada bagian yang convex merupakan prinsip dari kurva besar yang kaku. Tahap kedua dilukan 1 minggu kemudian dengan anastesi yang sama, dan terdiri dari posterior fusion dan instrumentation yang sudah disebutkan diatas.3

Instrumentation Harrington System

Merupakan instrumentasi original yang diperkenalkan oleh Harrington dan terdiri dari distraction rod pada sisi concave dari curve dan compression rod pada sisi convex dari curve. System original ini telah diaplikasi pada posterior approach sepanjang sisi concave dari curve; tempat menempelnya rod adalah hooks yang movable yang ditempatkan pada bagian paling atas dan bagian paling bawah dari vertebra yang mana dapat berfungsi sebagai distraksi dari curve. Jika curvanya


(3)

flexible, ini akan dikoreksi secara passive dan bone graft dapat digunakan untuk memperoleh fusi sepanjang curva. Gambaran evaluasi secara keseluruhan dari original distraction instrumentasi adalah tidak mengkoreksi deformitas rotasi pada apex dari curva dan dimana penonjolan pada rib secara virtual adalah tetap tidak berubah.3,9

Rod And Sublaminar Wiring (Luque)

Instrumentasi ini masih digunakan pada beberapa tempat. Merupakan modifikasi Harington System dengan dibuat adanya segmental fixation sublaminal wire, processus spinosus wire ditempelkan pada Harington Rod, dengan tambahan Convex Luque Rod (Wisconsin System). Wire melewati bagian bawah vertebral lamina pada berbagai level dan di fixasi pada rod di sisi concave curve, sehingga menyediakan fixasi yang lebih terkontrol dan aman. Namun, sublaminar wire sangat berbahaya oleh karena menutup dura dan resiko neurological demage meningkat.3,9

Cotrel – Dubousset System

Pada tahun 1988, Cotrel dan Dubousset memperkenalkan system yang terdiri dari dua interlink rods dengan multiple hook pada setiap rodnya (CD Sytem). Kombinasi pedicle screw ‘box’ foundation pada bagian akhir paling caudal dari deformitas, dengan multiple hooks yang mana dapat ditempatkan pada berbagai level untuk masing-masing akan menghasilkan distraction atau compression. Dengan double rods, satu bisa melakukan distraction concave dan compression convex; dengan adanya manipulasi yang sesuai pada implants, satu dapat mencapai koreksi pada penampang sagittal. Instrumentasi ini diklaim dapat mengkoreksi deformitas rotasi. Instrumentasi ini cukup rigid membuat postoperative bracing tidak diperlukan.3,9

Anterior Instrumentation (Dwyer, Zielke, Kaneda)

Pertama kali system ini diperkenalkan oleh Dwyer terdiri dari vertebral screw yang diperkenalkan pada convexity dari curve, dengan kabel diantara screw


(4)

untuk memberikan compression. Instrumentasi ini telah dimodifikasi oleh Zielke dengan threaded rod, dan dengan solid rod pada TSRH system. Rigid curve dan kurva thoracolumbar yang berhubungan dengan lumbar lordosis dapat dikoreksi dengan approaching tulang belakang dari depan, meghilangkan diskus diseluruh kurva dan kemudian mengaplikasi alat kompresi (setiap braided cable atau rod linking tranverse vertebral body screw) sepanjang sisi yang convex dari curve. Bone graft ditambahkan untuk mencapai fusi. Pada beberapa kasus kombinasi antara anterior dan posterior approach dibutuhkan. Keuntungan dari system ini adalah 1) menyediakan fixasi yang kuat dengan lebih sedikit vertebral segment yang dilakukan fusi; 2) bahwa pemendekan secara keseluruhan dari bagian yang deformitas (oleh excise disc dan vertebral compression) mengurangi resiko dari spinal cord injury yang berubungan dengan spinal distraction.3,9

II.11 KOMPLIKASI PEMBEDAHAN Neurological Compromise

Dengan adanya modern teknik insiden dari permanent paralisis telah berkurang < 1%.9

Spinal Decompensation

Over koreksi dapat menimbulkan ketidak seimbangan tulang belakang. Hal ini harus dihindari dengan cara perencanaan perioperatif yang teliti dan perlahan – lahan dalam hal menseleksi level fusion yang sesuai.9

Pseudoarthrosis

Fusion yang incomplete dapat terjadi sekitar 2 % dari kasus dan mungkin membutuhkan tindakan operasi lanjutan dan grafting.9

Implant Failure

Hoks dapat terpotong dan rods dapat patah. Jika ini berhubungan dengan symptomatic pseudoarthrosis, maka revisi fusion/fixation akan dibutuhkan.9


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. K.L. Moore, A. F. Dalley, A. M. R. Agur. Clinical Oriented Anatomy: Back, Sixth Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2006. Pp. 478-520 2. A.P. Schnuerer, J. Gallego, C. Manuel. Basic Anatomy Pathology: Basic

Patholgies of the spine. Medtronic. 2001. Pp. 24-25, 31-35, 47-66 3. J.E. Lonstein, R.B. Winter, D.S.Bradford, J.W. Ogilvie. Textbook of

Scoliosis and Other Spinal Deformities. W.B. Sounders Company. 1995. Pp. 219-222, 240-244

4. S. Howard, K. Singh. Synopsis of Spine Surgery, Second Edition. Thieme. 2008. Pp. 60, 105

5. R.H. Rothman, F.A. Simeone. The Spine, Third Edition. W.B. Sounders Company. 1992. Pp. 404-411, 393-400

6. B.A. Akbarnia, L.S. Segal. Orthopaedic Knowledge Update Spine, Third edition. AAOS. 2006. Pp. 443-455

7. T.J. Albert, A.R.Vaccaro. Physical Examination of the Spine. Thieme. 2005. Pp. 66-77

8. R.B. Salter. Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal System, Third Edition. Williams and Wilkins. 1999. Pp. 365-372

9. L. Solomon, D. Marwick, S. Nayagam. Apley‟s System of Orthopaedics

and Fractures, Ninth Edition. Hodder Arnold. 2010. Pp. 453-465 10.S.T. Canale, J.H. Beaty. Adolescent Idhiopatic Scoliosis. Campbell‟s

Operative Orthopaedic, 11th Edition. Mosby. 2007.

11.S.L. Weinstein, L.A. Dolan, Jack.C.Y. Cheng, A. Danielson, J.A. Morcuende. Adolescent Idiophatic Scoliosis. www.thelancet.com. Vol. 371. 2008. Pp. 1527-1534

12.B.V. Reamy, J.B. Slakey. Adolescent Idiophatic Scoliosis: Review and Current Concept. www.aafp.com. Vol. 54, Number 1. 2001. Pp. 111-116 13.T.G. Lowe, M. Edgar, J.Y. Margulies, N.H. Miller, J.Raso, K.A. Reinker,

C.H. Rivard. Etiologi of Idiophatic Scoliosis: Current Trends in Research.

www.jbjs.com. Vol. 82-A, Number 8. 2000. Pp. 1157-1168

14.J. Harms. Classification (King – Lenke). www.harms-spinesurgery.com. 2007. Pp. 1-7


(6)

15.L.G. Lenke, R.R. Betz, J. Harms, K.H. Bridwell, D.H. Clements, T.G. Lowe, K. Blanke. Adolescent Idiophatic Scoliosis: A New Classification To Determine Extent Of Spinal Arthrodesis. www.jbjs.com. Vol. 83-A, Number 8. 2001. Pp.1169-1181

16.M. Diab. Physical Examination in Adolescent Idiophatic Scoliosis. Neurosurgery Clinic North America 18. Elsevier Inc. 2007. Pp.229-236 17.M. Golumbeanu. Study On Child And Adolescent Idiophatic Scoliosis.

Jurnal Medical Aradean. Vol. XIII, Issue 2. 2010. Pp. 59-67

18.C. Nnadi, J. Feirbank. Scoliosis: a Review. Symposium: Surgery and Orthopaedic. Elsevier Ltd. 2009. Pp. 215-220

19.LM Breakwell, LG Lenke, JJ Gilden. The Lenke Classification Of