PENGHAYATAN PSIKOLOGI PADA PEREMPUAN YANG MENGALAMI PERKAWINAN TURUN KASTA (NYEROD) TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL DI BALI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PENGHAYATAN PSIKOLOGI PADA PEREMPUAN YANG
MENGALAMI PERKAWINAN TURUN KASTA (NYEROD) TERHADAP
PENYESUAIAN SOSIAL DI BALI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Disusun oleh:
Ni Ketut Ayu Lestari
NIM : 099114026

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

SKRIPSI

PENGHAYATAT{ PSIKOLOGI PADA PEREMPUA}'.I YA}IG MENGALAMI

PERKAMNA}i T{]RI.JN KASTA (NYEROD) IERHADAP PENYESUAIAN
SOSIAL DI BALI

Pembimbing Skripsi


Tanegal:

28

AUG 20ll

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

SKRIPSI

PENGIIAYATAN PSIKOLOGI PAI}A PEREMPUAI\I YANG

MENGALAMI PERKAWINAI\I TURI'N KASTA (NYEROD\ TERIIADAP
PEIIYESUAIAN SOSIAL DI BALI
Dipersiapkan dan ditulis oleh:


Ni Ketut Ayu Lestari

MM:

W9114026

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal (18 Agustus 2014)
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima sebagai salah satu persyaratan
mencapai gelar Sarjana Psikologi

Susunan Panitia Penguji

:

Nama Leagkap
Penguji

I


: Drs. H. Wahyudi, M.Si.

Penguji

II

: Dra.

Penguji

III

: Sylvia Carolina M.Y.M., ld.Si.

L. Pratidarmanastiti, M.S.

Yogyakarta

20 AUG 117U


,,..._3_.{\

Dekan Fakultas Psikologi

ti-iif+L$o,f;

Sanata Dharma

,#m"ar
=/s

t,

Dr. T. Priyo-Widiyanto, M. Si

lI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN

TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

HALAMAN MOTTO

HIDUP TIDAK MENGHADIAHKAN BARANG
SESUATUPUN
KEPADA MANUSIA TANPA BEKERJA
KERAS

iv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


HALAMAN PERSEMBAHAN

Semua usaha ini aku persembahkan kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, Sebagai pelindungku
Ibu yang selalu bekerja keras mencukupi kebutuhan hidupku
Bapak yang selalu memberiku perhatian dan dukungan
kakak-kakakku yang selalu memberikan aku semangat.
Serta teman-teman saya yang selalu memberikan senyuman
dan semangat.

v

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA


Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa slaipsi yang saya tulis

ini
tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakart4 24 Agustus 2014
Penulis,

IN

sffiNi KetutAyu Lestari

vl

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK

TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PENGHAYATAN PSIKOLOGI PADA PEREMPUAN YANG
MENGALAMI PERKAWINAN TURUN KASTA (NYEROD) TERHADAP
PENYESUAIAN SOSIAL DI BALI
Ni Ketut Ayu Lestari
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana penghayatan psikologi pada
perempuan yang mengalami perkawinan turun kasta (nyerod) terhadap penyesuaian sosial di Bali.
Dalam proses penyesuaian sosial terdapat 4 area penyesuaian yang di teliti yaitu area kasta dalam
diri sendiri, area lingkungan keluarga berkasta, area lingkungan keluarga tidak berkasta/area
keluarga suami dan area masyarakat. Keempat area ini dipilih karena menggambarkan lingkungan
dari perempuan yang mengalami perkawinan turun kasta (nyerod) di Bali. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan 3 perempuan yang mengalami pernikahan turun
kasta (nyerod) dan tinggal bersama keluarga suami. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
ketiga subjek dapat melakukan penyesuaian sosial di lingkungan keluarga suami atau tidak
berkasta. Subjek mendapatkan penerimaan dari keluarga baru dan dapat beradaptasi di dalam
keluarga yang tidak berkasta. Selain itu, alasan lain mengapa subjek dapat beradaptasi dengan
mudah terhadap keluarga tidak berkasta adalah kesadaran subjek akan status tidak berkasta yang

diterimanya dan tidak adanya penyesalan atas kehilangan status sosialnya. Namun demikian,
ketiga subjek tidak aktif dalam kegiatan di masyarakat dan kurang mampu beradaptasi di dalam
masyarakat. Hal itu dikarenakan subjek kurang memiliki keinginan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan di masyarakat. Selain itu, subjek juga dibantu oleh mertua dalam berkegiatan di
masyarakat sehingga semakin membuat subjek kurang aktif dalam bersosialisasi di masyarakat.
Ketiga subjek tidak mampu beradaptasi di dalam keluarga berkasta karena banyaknya penolakan
dari anggota keluarga berkasta. Subjek tidak hanya ditolak oleh orang tuanya tetapi juga ditolak
oleh paman, bibi dan keluarga besarnya.
Kata kunci : penyesuaian sosial, kasta, pernikahan turun kasta

vii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PSYCHOLOGICAL APPRECIATION OF WOMEN HAVING DROPPEDKASTA MARRIAGE AGAINST SOCIAL ADJUSTMENT IN BALI

Ni Ketut Ayu Lestari
ABSTRACT
The purpose of this study is to describe the psychological appreciation of women having
dropped-kasta marriage against social adjustment in Bali. In the process of social adaptation,
there are 4 (four) parameters analyzed in this study, which are subjects’ point of view of caste,
subjects’ adaptation in her caste family (biological family), subjects’ adaption in her non-caste
family (husband’s family) and subjects’ adaptation in the community. Those four parameters will
be describe the adaptation of a down-caste marriage (nyerod) women in Bali. This study using the
Descriptive Qualitative Method, with 3 (Three) married women who experienced down-caste
marriage (nyerod) and live with their husband’s family as subjects. The result of this study shows
in terms of subjects’ social adaptation to her husband family. Subjects got acceptance from their
new family and able to follow the activities on non-caste family. Futhermore by subject awareness
of their non-caste status and no regrets about losing their social status was the other reason they
could easily adapt to their non-caste family. However, the unwillingness to participate in
community activities and the intervention of their parents-in-law in community activities caused
the subjects become not active enough in the community activities and failed to adapt in
community. Subjects also failed to adapt in their caste-family because of many rejections from
their caste family (biological family). not only their parents, but also their uncle, aunt and other
member of family.
Key words : social adaptation, caste, down-caste marriage

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LEMBAR PERIYYATAAIT PERSETUJUAFT

PI]BLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAI{ AKADEIIIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama

:

:

Ni Ketut Ayu Lestari

Nomor Mahasiswa : 099114026

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul

:

PENGIIAYATAN PSIKOLOGI PADA PEREMPUAI{ YAI\G

MENGALAnIr PERKA]YINA]{ Tt Rt N KASTA (NZEROD) TERHADAP
PEI\TYESUAIAN SOSIAL DI BALI
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

di

internet atau media lain

untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

ijin dari saya maupun

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola

memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 24 Agustus2014

tu

Yang menyatakan,

__try/

(Ni Ketut Ayu Lestari)

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa karena atas
asung kertha wara nugraha-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik
dan tepat waktu. Skripsi yang berjudul “Gambaran Penyesuaian Sosial Pada
Perempuan Yang Mengalami Perkawinan Turun Kasta (Nyerod) di Bali” ini
disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Saya juga memohon maaf apabila dalam pengerjaan skripsi ini masih terdapat
kesalahan yang tidak semestinya dilakukan. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan saran, masukan, dan koreksi yang bersifat membangun kearah
yang lebih baik demi kesempurnaan ilmu yang telah peroleh di Fakultas
Psikologi.
Proses penyelesaian skripsi ini melibatkan banyak pihak yang dengan tulus
memberikan bantuan dan dukungannya. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan mendukung saya selama proses penulisan skripsi ini. Secara khusus saya
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ida Sang Hyang Widi Wasa yang selalu memberikan kesehatan, perlindungan,
dan kelancaran dalam pengerjaan skripsi ini sehingga saya bisa menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
2. Bapak, Ibu, dan kakak-kakak saya di Bali yang memberikan semangat serta
dukungan agar saya dapat segera menyelesaikan skripsinya dengan baik.

x

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak
membantu saya dalam mengembangkan dan menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih juga karena Bapak telah banyak membantu dalam proses pengerjaan
skripsi ini. Terima kasih atas semangat, nasihat, bimbingan dan kesabaran
bapak selama saya menjadi mahasiswa di Fakultas Psikologi. Ilmu dan
pengalaman yang telah Bapak berikan akan selalu saya ingat dan mudahmudahan suatu saat nanti bisa saya balas meskipun tidak akan sebanding
dengan apa yang telah Bapak berikan kepada saya.
4. Bapak Adi dan Suster Wina selaku dosen di Psikologi yang selalu
memberikan semangat dan bimbingan disaat saya mengalami kesuliutan.
Terima kasih atas masukan dan diskusi-diskusi yang di berikan sehingga
menjadi masukan untuk saya dalam memahami pengetahuan-pengetahuan di
Psikologi.
5. Dosen penguji 2 dan 3 yang berkenan menguji penelitian saya dan
memberikan masukan untuk penelitian yang telah saya buat.
6. Mas Gandung dan bu Nanik yang selalu sabar membantu untuk mencari
informasi seputar permasalahan di psikologi. Mas Doni dan mas Muji yang
selalumu membantu dalam kegiatan di laboratorium psikologi. Pad Gie yang
selalu membantu saya jika mengalami kesulitan apapun. Terima kasih banyak
atas kesabaran dan bantuan kalian selama ini.
7. Teman-teman yang selalu memberi semangat dan mendukung saya yaitu :
Tifany Christanti, Ayu Prativi, Fransisica Dina, Aprilia Pino, Puji, Manik
Wikansari, Edwi Prabowo, Devi Jayanthi, Nikashius Shindu Natha, Kak Putu,
xi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Mbak Dessy, Adita Primasti, Rika, Naris dan semua teman-teman yang
namanya tidak mungkin disebutkan satu per satu. Saya mengucapkan banyak
trimakasih atas dukungan, semangat, diskusi dan canda tawa selama kita
belajar dan mengenyam pendidikan sarjana.
8.

Gede Bagus Dwi Swasti Antara sebagai orang yang saya sayangi yang selalu
memberi dukungan kepada saya dalam keadaan apapun dan selalu menjadi
satu-satunya alasan kenapa saya harus menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih
untuk selalu memberikan kebahagiaan , selalu sabar, selalu tersenyum dan
selalu memberikan hal-hal positif dalam hidup saya.

9. Teman-teman Psikologi angkatan 2009 yang tidak mungkin saya sebutkan
namanya satu per satu. Terima kasih atas dukungan dan kebersamaan kalian
selama kita belajar ilmu jiwa ini.
10. Terima kasih kepada seluruh pihak yang senantiasa memberikan dukungan
dan doa untuk kesuksesan saya dalam menyelesaikan tugas sebagai
mahasiswa. Terima kasih.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
maupun penulis sendiri untuk bahan studi selanjutnya. Astungkara.

Penulis,

Ni Ketut Ayu Lestari

xii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................

i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...........................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................

iii

HALAMAN MOTTO ..................................................................................................

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................................

v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................

vi

ABSTRAK .....................................................................................................................

vii

ABSTRACT ...................................................................................................................

viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KAYA ILMIAH .................................

ix

KATA PENGANTAR ...................................................................................................

x

DAFTAR ISI ..................................................................................................................

xiii

DAFTAR TABEL .........................................................................................................

xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................

xvii

BAB I.

PENDAHULUAN .......................................................................................

1

A. Latar Belakang ........................................................................................

1

B. Rumusan Masalah....................................................................................

8

C. Tujuan Penelitian .....................................................................................

9

D. Manfaat Penelitian ...................................................................................

9

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................

11

A. Masyarakat Bali .......................................................................................

11

1. Tatanan Sosial di Bali ..........................................................................

12

2. Perkawinan Adat Bali ............................................. ………………….

14

3. Sistem Kekeluargaan di Bali ................................. ………………….

17

4. Kasta atau Wangsa ................................................. ………………….

17

5. Kasta Pada Masyarakat Hindu................................ ………………….

18

B. Perkawinan Turun Kasta atau Dengan Cara Ngerorod ……. .................

22

C. Konflik Perkawinan Berkasta ..................................... ………………….

23

BAB II.

xiii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

D. Penyesuaian Diri......................................................... ………………….

24

E. Penyesuaian Sosial ...................................................... ………………….

25

1. Pengertian Penyesuaian Sosial ............................... ………………….

25

2. Aspek Penyesuaian Sosial ......................................................... …….

26

3. Faktor-Faktor Penyesuaian Sosial .......................... ………………….

27

F. Hubungan Manusia Dengan Lingkungan ................... ………………….

28

G. Penyesuaian Sosial Yang Berkaitan Dengan Pernikahan Turun
Kasta .......................................................................... ………………….

29

H. Konsep Yang Diteliti ................................................. ………………….

30

I. Pertanyaan Penelitian ................................................ ………………….

31

J. Kerangka Penelitian.................................................... ………………….

32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ..............................................................

33

A. Definisi Operasional ................................................... ………………….

33

B. Jenis Penelitian ........................................................... ………………….

33

C. Fokus Penelitian ......................................................................................

35

D. Subjek Penelitian .....................................................................................

36

E. Metode pengambilan Data .......................................... ………………….

37

F. Metode Analisis Data .................................................. ………………….

41

G. Kredibilitas Penelitian ................................................ ………………….

43

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................

45

A. Proses Penelitian......................................................................................

45

1. Persiapan Penelitian................................................ ………………….

45

2. Pelaksanaan Penelitian .............................................................. …….

46

3. Proses Analisis Data ............................................... ………………….

47

4. Jadwal Pengambilan Data....................................... ………………….

48

B. Profil Subjek ............................................................................................

52

C. Rangkuman Tema Temuan Penelitian .....................................................

63

D. Deskripsi Tema........................................................... ………………….

68

1. Status Kasta ............................................................ ………………….

68

BAB IV.

xiv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2. Area Lingkungan Keluarga Berkasta ..................... ………………….

71

3. Area Lingkungan Keluarga Tidak Berkasta ........... ………………….

74

4. Area Masyarakat ..................................................... ………………….

77

E. Pembahasan ................................................................ ………………….

79

F. Pembahasan Secara Menyeluruh (3 Subjek) ............. ………………….

84

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................

89

A. Kesimpulan ..............................................................................................

89

B. Saran ........................................................................................................

90

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... ………………….

92

LAMPIRAN ...................................................................................... ………………….

95

BAB V.

xv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Golongan kasta (tri wangsa) .............................................................

20

Tabel 2. Golongan sudra wangsa ....................................................................

21

Tabel 3. Pedoman wawancara ........................................................................

38

Tabel 4. Jadwal wawancara dengan subjek 1 .................................................

48

Tabel 5. Jadwal wawancara dengan subjek 2 .................................................

50

Tabel 6. Jadwal wawancara dengan subjek 3 .................................................

51

Tabel 7. Rangkuman tema temuan penelitian ................................................

63

xvi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Subjek 1 .................................................................................................

96

Subjek 2 .................................................................................................

110

Subjek 3 .................................................................................................

126

xvii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini perkawinan beda kasta atau wangsa masih menjadi polemik di
masyarakat Bali. Walaupun hukum Nasional sudah menghapuskan hal-hal
yang berkaitan dengan perbedaan kasta, namun masyarakat Bali tetap
menganut hal tersebut. Perempuan yang tergolong tri wangsa akan
mengalami jatuh kasta ketika menikah dengan laki-laki yang berasal dari
kasta yang lebih rendah menurut tingkatan kasta di Bali. Dengan demikian,
akan terjadi perubahan identitas di dalam dirinya yang membuat dirinya harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya (Dewi,2003).
Penyesuaian diri terhadap lingkungannya disebut dengan penyesuaian
sosial. Penyesuaian sosial ini dilakukan agar individu dapat mencapai
keselarasan dan kebahagiaan dilingkungannya yang baru. Hal ini juga
dilakukan oleh perempuan yang mengalami pernikahan turun kasta.
Perempuan tersebut akan melakukan penyesuaian sosial dengan lingkungan
keluarga asalnya dan lingkungan barunya seperti keluarga suami dan
masyarakat. Hal itu dikarenakan perempuan ini menyandang identitas baru
sebagai perempuan tidak berkasta. Penyesuaian sosial inipun harus dilakukan
karena masyarakat Bali sangat erat dengan budaya sehingga kehidupan di
masyarakat harus diperhatikan (Listyawati,2002).
Masyarakat Bali memiliki tatanan sosial yang disebut awig-awig.
Setiap tindakan, sikap, dan perilaku sosial yang dilakukan masyarakat Bali
1

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2

tidak terlepas dengan tatanan sosial awig-awig. Tatanan sosial ini merupakan
struktur dan kultur yang menaungi kehidupan masyarakat Bali. Akan tetapi,
setiap daerah memiliki perbedaan isi awig-awig sesuai dengan desa-kalapatra (tempat,waktu, dan keadaan) sehingga dapat di sepakati dan digunakan
oleh masyarakatnya. Suatu kenyataan bahwa hal ini dapat menimbulkan
masalah sosial. Berbagai masalah sosial yang timbul dalam masyarakat Bali
masa tahun2000-an, diasumsikan berkait dengan tatanan sosial sebagaimana
yang ada dalam awig-awig. Berbagai masalah yang muncul, dalam bentuk
“actual reality”, misalnya masih banyaknya timbul soal ketidaksederajatan
manusia (Bali Post, 2004), konflik penyebutan kebangsawanan (Bali Post,
2004), serta awig-awig yang melanggar hak asasi manusia (HAM) (Bali Post,
2005) (Manuaba,2010).
Menurut Mangku (2010) jaman dahulu masyarakat dari golongan tri
wangsa yaitu kaum brahmana, ksatrya, dan waisya melarang anggota
keluarganya untuk menikah dengan masyarakat golongan jaba wangsa yaitu
sudra. Jika hal itu dilanggar maka akan mendapatkan sangsi atau hukuman
berupa di buang kedua-duanya atau laki-laki di denda dan wanita di turunkan
kastanya (nyerod). Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan yang
diungkapkan oleh Maharatni & Handayani (2004) yang mengatakan bahwa
terdapat larangan bagi laki-laki dari wangsa yang lebih rendah untuk
menikahi perempuan dari wangsa yang lebih tinggi. Jika hal itu dilakukan
maka perempuan dari wangsa yang lebih tinggi akan mendapatkan sangsi
seperti akan dibuang oleh pihak keluarga besarnya karena dianggap

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3

membawa aib. Hal-hal seperti itu dilakukan oleh masyarakat tri wangsa
karena mereka menganggap bahwa pernikahan tersebut telah merendahkan
martabat atau harga diri dari golongan tri wangsa.
Perempuan yang mengalami perkawinan nyerod (turun kasta) akan
mendapatkan sangsi berupa dikeluarkan dari klannya dan dijatuhkan kastanya
(patita) serta ada yang mendapatkan sangsi berupa selong (buangan).
Perempuan yang dikeluarkan dari klannya dan di jatuhkan kastanya tidak
akan memiliki nama atau sebutan seperti di lingkungan keluarganya.
Perempuan ini tidak akan menggunakan bahasa halus untuk berbicara seharihari, namun akan mengikuti bahasa dilingkungannya tinggal. Sedangkan,
untuk hukuman selong (buangan), perempuan ini tidak boleh datang ke
rumah keluarga besar (puri atau griya), tidak boleh mebakti (berdoa di
rumah), dan tidak boleh makan bersama dengan keluarga besarnya lagi
(Dewi,2003).
Hal tersebut terlihat pada penggalan pengalaman dari seorang
perempuan keturunan wangsa ksatrya yang menikah dengan laki-laki sudra
wangsa :
“Upacara pernikahan mereka berdua berlangsung khidmat dalam suasana
kesederhanaan. Hanya beberapa kerabat terdekat dari IPA(nama inisial) yang
menghadiri acara mereka berdua, sementara sudah menjadi tradisi bahwa seseorang
yang nyerod wangsa, pantang bagi pihak keluarga dari wangsa yang lebih tinggi
untuk datang apalagi menghadiri pernikahan tersebut. Terlebih lagi kedua orang
tuanya menganggap telah membuang anak kesayangannya yaitu
DARK.”(http://adikalinggajati.blogspot.com, 2012)

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4

Dari pernyataan diatas, dapat dilihat bahwa seorang perempuan yang
mengalami pernikahan turun kasta (nyerod) telah mendapatkan hukumannya
yaitu di buang dari keluarganya. Perempuan ini akan masuk ke keluarga yang
baru yaitu menjadi seorang istri dari kasta yang lebih rendah dari keluarga
asalnya. Hal itu dikarenakan hukum adat Bali yang menganut sistem
perkawinan patrilineal yaitu mengikuti garis keturunan laki-laki. Dengan
demikian perempuan ini akan mengalami perubahan identitas. Proses
perubahan identitas ini sebenarnya sudah dialami sejak perempuan tersebut
memilih untuk melepaskan klain kebangsawanannya (Dewi,2003).
Pertentangan perkawinan turun kasta masih sampai saat ini. Akan
tetapi, pada jaman dulu perempuan tersebut benar-benar tidak dapat pulang
kerumah atau berkomunikasi dengan orang-orang berkasta di keluarganya,
Namun kini untuk perempuan yang mengalami perkawinan turun kasta masih
dapat berkomunikasi dengan orang-orang dilingkungan keluarga berkastanya.
Hal tersebut dikarenakan adanya teknologi yang semakin maju dan
kemudahan mereka untuk berkomunikasi. Selain itu, pengertian kasta
terdahulu merupakan identitas seseorang dilihat dari penggolongan pekerjaan.
Akan tetapi, kini kasta merupakan identitas seseorang yang dilihat dari
warisan keturunan. Misalnya saja seorang yang dulunya brahmana merupakan
seorang pendeta, kini orang brahmana tidak hanya seorang pendeta namun
mereka juga bisa menjadi seorang pedagang. Dengan demikian, status kasta
yang disandang seseorang pada jaman sekarang hanya merupakan identitas
warisan dari leluhurnya saja bukan penggolongan suatu pekerjaan lagi.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5

Perempuan yang mengalami turun kasta tersebut akan mengalami
perubahan indentitas. Hal tersebut dikarenakan lingkungan di sekitarnya yang
berubah bukan dikarenakan individunya. Misalnya saja seperti perempuan
yang terlahir di lingkungan keluarga yang memiliki kasta tinggi. Perempuan
tersebut akan di hormati dan diagungkan dengan gelar kebangsawanannya.
Akan tetapi, setelah perempuan itu memutuskan untuk tidak menggunakan
gelarnya lagi, maka perempuan ini akan memperoleh identitas baru yaitu
sebagai perempuan yang tidak memiliki kasta atau memiliki kasta yang lebih
rendah dari sebelumnya. Dengan demikian, perempuan tersebut harus bisa
menerima dan menyesuaikan diri dengan identitasnya yang baru tersebut
(Dewi, 2003).
Menurut Agustiani (2009), dalam pembentukan identitas barunya,
seseorang memerlukan adanya penyesuaian diri agar dapat memperoleh
keselarasan dan keharmonisan antar tuntutan dalam diri dengan apa yang
diharapkan oleh lingkungan. Identitas baru sebagai perempuan yang tidak
berkasta akan membuat perempuan ini menyesuaikan diri dengan lingkungan
barunya sehingga dapat dikatakan bahwa perempuan ini harus bisa
melakukan penyesuaian sosial. Hal itu dilakukan agar perempuan ini
mendapatkan kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh
Hurlock (1995) bahwa seseorang supaya bahagia harus dapat melakukan
penyesuaian diri maupun penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial ini tidak bisa
lepas dari penyesuaian diri sehingga seseorang harus dapat melakukan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6

penyesuaian diri terlebih dahulu untuk dapat melakukan penyesuaian sosial
dengan baik (Listyawati,2002).
Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri merupakan satu proses
yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan
usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik dan
frustasi yang dialami di dalam dirinya. Selain itu, Schneiders juga
mengatakan bahwa orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah
orang yang mengerti keterbatasan yang ada pada dirinya dan mau belajar
untuk bereaksi terhadap dirinya maupun lingkungan dengan cara yang
matang. Dengan kata lain, orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik
berarti dapat menerima dirinya dengan baik pula (Agustiani, 2009).
Hal serupa juga dikatakan oleh Listyawati (2002) bahwa penyesuaian
sebagai suatu proses untuk mencapai suatu keseimbangan sosial dengan
lingkungan dan sebagai suatu proses belajar, yaitu belajar memahami,
mengerti dan berusaha untuk melakukan apa yang dilakukan dan diinginkan
oleh individu maupun lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, penyesuaian diri
dan penyesuaian sosial harus dapat dilakukan agar mencapai keselarasan dan
kebahagiaan. Penyesuaian sosial merupakan penyesuaian yang dilakukan
individu terhadap lingkungan diluar dirinya. misalnya, lingkungan rumah,
sekolah, dan masyarakat. Penyesuaian sosial ini yang akan dilakukan oleh
perempuan yang mengalami turun kasta. perempuan tersebut akan
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan disekitarnya atau dengan
masyarakat disekitar rumahnya (Agustiani, 2009).

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7

Seperti yang telah dijelaskan di awal, bahwa seseorang yang dapat
menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik maka akan memperoleh
keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dengan apa yang
diharapkan oleh lingkungannya. Hal ini tercermin ketika seseorang
mengalami perubahan identitas. Seorang yang mendapatkan identitas baru
akan kembali menyesuaikan diri di lingkungannya untuk mendapatkan
kenyamanan di dalam lingkungannya. Hal itu membuat orang tersebut
kembali menyesuaikan diri dan melakukan penyesuaian sosial. Ketika
seorang perempuan yang mengalami turun kasta mendapatkan identitas baru
sebagai perempuan biasa atau jaba wangsa, maka perempuan ini harus
melakukan

penyesuaian

sosial

yaitu

menyesuaikan

diri

dengan

lingkungannya yang baru (Dewi, 2003).
Walaupun perempuan yang memutuskan untuk menikah turun kasta
ini harus mendapatkan hukuman sosial berupa dibuang dari keluarga dan
dijatuhkan kastanya, namun mereka tetap melakukan hal tersebut. Adapun
motivasi-motivasi yang dilakukan perempuan tersebut untuk melakukan
perkawinan turun kasta seperti, karena cinta dengan pasangannya yang bukan
orang berkasta, menghindari perjodohan, keinginan untuk bebas, dan lainnya.
Dari beberapa motivasi tersebut, perempuan yang mengalami perkawinan
turun kasta ini tidak akan menyesal untuk memutuskan menikah turun kasta.
Akan tetapi, apakah dengan begitu mereka tetap dapat melakukan
penyesuaian sosial di lingkungan lainnya, seperti di masyarakat dan keluarga

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8

tidak berkasta serta apakah mereka tetap dapat berhubungan baik dengan
keluarga berkastanya?
Berdasarkan dari uraian diatas, maka peneliti ingin menggambarkan
bagaimana penghayatan psikologi pada perempuan yang mengalami
perkawinan turun kasta (nyerod) terhadap penyesuaian sosial yaitu
menyesuaikan diri dilingkungannya yang baru dalam upaya menjalankan
identitas barunya sebagai perempuan berkasta lebih rendah dari keluarga
asalnya. Dari penelitian ini akan terlihat bagaimana gambaran penghayatan
psikologi pada perempuan yang mengalami pernikahan turun kasta (nyerod)
dalam melakukan penyesuaian sosial. Hal tersebut akan di lihat dengan area
penyesuaian sosial pada perempuan yang mengalami pernikahan turun kasta
(nyerod) ini dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya yang baru.
Area penyesuaian sosial ini antara lain lingkungan masyarakat, lingkungan
keluarga yang baru dan lingkungan keluarga yang lama. Selain itu, penelitian
ini juga akan menggambarkan bagaimana perempuan yang mengalami
pernikahan turun kasta memandang status kasta dalam dirinya dan menerima
keadaan yang telah mereka pilih sehingga dapat hidup dengan nyaman
dilingkungannya yang baru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang diajukan dalam
penelitian ini adalah bagaimana penghayatan psikologi pada perempuan yang
mengalami perkawinan turun kasta (nyerod) terhadap penyesuaian sosial di
Bali?

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9

C. Tujuan Penelitian
Penelitian

ini

bertujuan

untuk

mendeskriptifkan

bagaimana

penghayatan psikologi pada perempuan yang mengalami perkawinan turun
kasta (nyerod) terhadap penyesuaian sosial di Bali. Selain itu,penelitian ini
juga bertujuan untuk mengetahui pandangan perempuan ini dalam melihat
status kasta yang kini mereka sandang yaitu sebagai perempuan tidak
berkasta.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam bidang
psikologi, terutama dalam bidang psikologi sosial. Penelitian ini dapat
memberikan gambaran mengenai bagaimana penyesuaian sosial pada
perempuan yang mengalami pernikahan turun kasta (nyerod) dapat
menyesuaikan dirinya di lingkungan baru dengan identitas baru yang
dimilikinya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi subjek dan perempuan yang mengalami perkawinan turun kasta
Penelitian ini dapat menjadi masukan untuk subjek atau perempuan
yang mengalami perkawinan turun kasta (nyerod) untuk menyadari bahwa
dengan identitas baru yang mereka sandang setelah melepaskan identitas lama
mereka sebagai perempuan berkasta tinggi, mereka harus bisa lebih menerima
dirinya dan belajar untuk melakukan penyesuaian sosial agar kelak tidak
menimbulkan masalah dalam masyarakat. Hal itu dikarenakan budaya Bali

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10

yang masih erat yaitu dimana seorang individu harus dapat bersosialisasi
tidak hanya dengan pasangannya saja, namun juga dengan keluarga dan
masyarakat yang lebih luas.
b. Bagi masyarakat
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan
memberikan wawasan serta pemahaman yang menyeluruh bagi masyarakat
untuk memahami tentang penyesuaian sosial pada perempuan yang
mengalami perkawinan turun kasta (nyerod). Bagaimana permasalahan yang
timbul dalam proses penyesuaian sosial pada perempuan yang mengalami
perkawinan turun kasta (nyerod) tersebut, sehingga dapat memahami situasi
dan kondisi dari perempuan tersebut.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Masyarakat di Bali
Masyarakat Bali menyadari bahwa mereka terikat dengan suatu kebudayaan

Bali yang bersumber pada ajaran agama Hindu yang mencakup pada tatanan
upacara, tatanan sosial sampai pada sistem kekeluargaannya. Hal itu terlihat dari
bagaimana masyarakat adat Bali melakukan upacara kelahiran (Otonan), upacara
saat remaja (menek kelih), upacara pembersihan diri (mesangih/mepandes),
melakukan upacara perkawinan (nganten), sampai pada upacara kematian
(ngaben) yang sesuai dengan ajaran agama Hindu. Seolah-olah segala fase
kehidupan manusia selalu ada perayaan yang mengiringi.
Selain itu, masyarakat Bali juga memiliki Teks awig-awig yang merupakan
suatu tatanan sosial masyarakat Bali. Setiap tindakan, sikap, dan perilaku sosial
yang dilakukan masyarakat Bali tidak terlepas dengan tatanan sosial awig-awig.
Tatanan sosial ini merupakan struktur dan kultur yang menaungi kehidupan
masyarakat Bali. Dalam realitas empirik di Bali, awig-awig tertulis dimiliki oleh
setiap Banjar adat yang dibuat berdasarkan kesepakatan bersama. Terdapat
perbedaan yang mempengaruhi dalam pembuatan awig-awig tersebut untuk setiap
banjar adat. Faktor-faktor tersebut sering disebut dengan desa-kala-patra
(tempat,waktu, dan keadaan) yang menjadi penentu seperti apa awig-awig harus
disepakati dan digunakan oleh masyarakatnya (Manuaba 2010).

11

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

1.

12

Tatanan sosial di Bali
Teks awig-awig dalam masyarakat Bali adalah tata sosial kehidupan

masyarakat Bali. Awig-awig merupakan salah satu istilah yang khas Bali, untuk
menyebut norma yang mengatur kehidupan masyarakat, khususnya di desa adat.
Awig-awig pada setiap desa adat di Bali, sudah ada sejak sebuah desa adat itu ada.
Semua awig-awig yang ada pada setiap desa adat di Bali, dibuat dalam bentuk
tertulis, yaitu berupa teks. Namun, awig-awig sebagai norma pada setiap desa adat
di Bali, memang menjadi tata sosial yang sangat dipatuhi sejak masyarakat
dibentuk. Oleh karena itu, awig-awig menjadi pengikat setiap warga desa dalam
satu kesatuan desa adat. Selain itu, stabilitas desa sebagian besar ditentukan oleh
awig-awig yang telah hidup dan berkembang sesuai dengan kepentingan
masyarakat desa setempat. Sebagaimana halnya pertumbuhan dan perkembangan
masyarakatnya, awig-awig dibuat oleh, untuk, dan dari krama desa serta
dipelihara dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran (Manuaba,2010).
Seiring dengan perkembangan tingkat pendidikan di Bali, terjadilah usaha
penulisan awig-awig baik yang dibina oleh tim penelitian dan penulisan awigawig yang ada di setiap kabupaten maupun tanpa pembinaan oleh tim tersebut
(Windia, 1997). Selain itu, Windia juga menyatakan bahwa jika penulisan awigawig yang dibina oleh tim pembinaan dari kabupaten, tidak mengalami kesulitan
terutama dalam menuangkan konsep aturan yang semula belum ada atau
mengubah ketentuan awig-awig yang telah mendarah-daging. Akan tetapi, jika
penulisan awig-awig tidak di damping oleh tim Pembina akan mengalami banyak
kesulitan.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Soeripto,

1979

(dalam

Manuaba,

2010)

mengungkapkan

13

bahwa

perkembangan bentuk dan sistematik awig-awig memang sesuai dengan tingkat
kemajuan masyarakat. Maka dari itu, dapat dilihat adanya awig-awig yang belum
dan telah dituliskan. Terdapat awig-awig yang telah ditulis secara sistematik dan
juga sebaliknya. Awig-awig sebagai norma dan tertib sosial, dapat dikatakan
sudah ada bertahun-tahun. Namun, dalam karakteristiknya sebagai teks tertulis,
awig-awig baru ada secara tertulis seiring dengan berkembangnya dunia
pendidikan di Bali sekitar tahun 1920-an atau 1930-an. Tradisi penulisan awigawig juga terus mengalami penyempurnaan hingga tahun 1990-an. Sebagai
sebuah norma yang disepakati wargadesa, awig-awig wajib ditaati oleh
masyarakatnya. Awig-awig itulah yang mengatur seperti apa suatu masyarakat
harus dijalankan, bagaimana individu-individu warga desa harus berperilaku dan
bertindak dalam masyarakat (Manuaba,2010).
Dalam skala yang lebih kecil sebagai bagian (sub unit) desa dikenal banjar
baik adat maupun dinas. Pengertian Banjar kaitannya dengan desa adat di Bali
adalah kelompok masyarakat yang lebih kecil dari desa adat serta merupakan
persekutuan hidup sosial dalam keadaan senang maupun susah. Banjar sebagai
lembaga tradisional merupakan bagian desa yang memiliki fasilitas lingkungan
berupa Bale banjar yang dilengkapi Pura Banjar, sebagai tempat pertemuan,
kegiatan sosial, upacara dan orientasi warga banjar (dwijendra, 2003).
Semua banjar adat di Bali memiliki awig-awig, sebagai norma sosial yang
disepakati masyarakatnya. Dikarenakan awig-awig ini berdasarkan pada
kesepakatan masyarakat setempatnya, sering kali antara awig-awig yang satu

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

14

dengan yang lainnya memiliki perbedaan. Oleh karena itu, dari segi tujuan dan
konseptualnya, awig-awig antara desa yang satu dengan yang lainnya memang
sama, namun dalam muatan isinya berbeda. Dengan demikian, awig-awig desa
tertentu hanya dapat berlaku untuk desa tertentu itu saja. Kondisi dari masingmasing desa sangat menentukan isi dari awig-awig (manuaba,2010).
Awig-awig sebagai tata sosial masyarakat adat Bali, mengatur segala sesuatu
yang berkait dengan adat kemasyarakatan, yang hanya diberlakukan khusus untuk
umat Hindu. Umat Islam, Kristen-Protestan, Katolik, Budha, dan lainnya yang ada
di Bali, tidak termasuk warga yang diwajibkan menjalankan awig-awig namun
beberapa umat beragama ini mengikuti aturan desa dinas/kelurahan/pemerintahan
desa. Awig-awig meski secara fisik berupa tatanan sosial masyarakat desa, namun
sering kali disebut juga sebagai salah satu hukum adat. Isi awig-awig, umumnya
mengatur pemeliharaan hubungan yang harmonis, baik antara manusia dengan
Tuhan (parahyangan), manusia dengan lingkungan masyarakatnya (palemahan),
dan manusia dengan manusia lainnya di dalam hubungan kemasyarakatan
(pawongan) (manuaba, 2010).
2.

Perkawinan adat Bali
Perkawinan di Bali dikenal dengan beberapa istilah yaitu pawiwahan,

nganten, pewarang, dan lain sebagainya. Kata “kawin” dalam kehidupan seharihari di Bali disebut dengan nganten yang sebenarnya sama dengan perkawinan
yang diatur dalam undang-undang perkawinan. Akan tetapi, menurut Diputra
(2003) bahwa perkawinan menurut umat Hindu adalah ikatan antara seorang lakilaki dengan seorang wanita sebagai suami istri dalam rangka mengatur hubungan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

15

seks yang layak guna mendapatkan keturunan anak laki-laki dalam rangka
menyelamatkan arwah orang tuanya. Seperti yang telah dijelaskan diatas dalam
pandangan agama Hindu perkawinan ditujukan untuk mendapatkan keturunan.
Keturunan ini yang nantinya akan membantu orang tua untuk mencari jalan pada
saat orang tua meninggal.
Selain itu, keturunan inilah yang nantinya akan meneruskan hubungan
bermasyarakat seperti misalnya mebanjar atau dadia. Maka dari itu biasanya
orang Bali mencari keturunan laki-laki untuk meneruskan hal itu, karena biasanya
anak perempuan di Bali akan mengikuti suaminya. Jadi laki-laki menjadi kepala
keluarga dan perempuan mengikuti laki-laki sehingga keturunan laki-laki sangat
diutamakan untuk meneruskan semua hal dalam keluarga. Oleh karena itu,
perkawinan tidaklah hanya menyangkut perempuan dan laki-laki yang sama-sama
suka, namun juga melibatkan banyak hal termasuk kekerabatan. Pernikahan itu
merupakan acara yang besar dan penting sehingga tidak dapat dilakukan oleh lakilaki dan perempuan yang sama-sama suka saja namun juga akan melibatkan orang
tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, keluarga masing-masing dan
masyarakat (Diputra, 2003).
Dengan kata lain, perkawinan merupakan urusan kekerabatan, urusan
keluarga, sekaligus urusan dengan masyarakat karena setelah wanita dan laki-laki
menikah maka mereka akan hidup bermasyarakat (Diputra, 2003). Hal ini akan
menjadi berbeda jika sudah menyangkut kasta. Pernikahan dengan berbeda kasta
akan menjadi masalah jika yang memiliki kasta tinggi adalah mempelai wanita.
hal itu dikarenakan masyarakat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

16

sehingga restu dari pihak perempuan akan sulit didapat dan akan memunculkan
masalah dalam keluarga besar. Berbagai upacara harus dilakukan untuk
mendapatkan pengakuan perkawinan yang sah dari masyarakat dan keluarga.
Menurut bentuk perkawinan dalam masyarakat Bali, perkawinan dapat di
bedakan menjadi beberapa macam perkawinan yaitu :
a) Perkawinan yang berdasarkan garis keturunan, perkawinan mengukuti
garis keturunan laki-laki atau patrilineal yaitu istri masuk pada klan
suami
b) Perkawinan yang berdasarkan pada batas-batas lingkungan tertentu
yang masih mempertahankan perkawinan endogami desa yaitu semua
anggota desanya tidak diperbolehkan memilih jodoh diluar desanya.
Berdasarkan uraikan diatas, perkawinan dapat di golongkan dalam beberapa
golongan, yaitu :
a) Perkawinan pepadikan, terjadinya perkawinan dijalankan dengan
peminangan dan biasanya perkawinan semacam ini adalah atas
persetujuan dari orang tua kedua belah pihak.
b) Perkawinan ngerorod atau merangkat, terjadinya perkawinan dengan
jalan melarikan si gadis. Biasanya perkawinan semacam ini diluar
persetujuan dari pihak orang tua si gadis. Perkawinan ngerorod ini
lebih umum dilakukan dalam masyarakat Bali. Hal itu disebabkan
karena adanya perbedaan kasta.
c) Perkawinan pejangkepang, terjadinya perkawinan atas kehendak orang
tua, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Bentuk

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

17

terjadinya perkawinan seperti ini pada umumnya berlaku untuk
perkawinan antar keluarga atau endogami klan dengan suatu tujuan
tertentu yaitu misalnya untuk mempererat hubungan kekeluargaan,
atau juga untuk mempertahankan kedudukan kastanya. (Dewi, 2003)
3.

Sistem kekeluargaan di Bali
Masyarakat adat Bali menganut sistem kekeluargaan patrilineal atau

kebapaan yang lebih dikenal luas dalam masyarakat Bali dengan istilah kepurusa
atau purusa. Sebagai konsekuensi dianutnya sistem kekeluargaan tersebut, maka
dalam suatu perkawinan, si istri akan masuk dan menetap dalam lingkungan
keluarga suaminya dan seorang anak laki-laki di pandang mempunyai kedudukan
yang lebih utama dibandingkan anak perempuan. Akibatnya, pasangan suami istri
yang belum dikaruniai anak laki-laki sering “merasa” belum memiliki keturunan.
(Windia,2011)
Penting juga disebutkan bahwa klan (soroh) dalam masyarakat Bali yang
cenderung mengarah ke sistem kasta atau wangsa, pada masa lalu yang sangat
mempengaruhi hukum adat di Bali, seperti tercermin dari adanya larangan
perkawinan antar wangsa yang disebut asupundung dan anglangkahi karanghulu,
yang pada tahun 1951 telah dihapuskan. Akan tetapi, sampai sekarang masih di
laksanakan (Windia,2011).
4.

Kasta atau Wangsa
Dahulu Kasta bernama warna. Dimana warna merupakan penggolongan

pekerjaan. Kini sistem warna yang dulunya sejajar berubah menjadi vertikal.
Perubahan yang terjadi akhirnya membentuk suatu kasta. Kasta sebenarnya

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

18

berasal dari bahasa portugis yang merupakan akibat dari hubungan barat dan
timur dimana bangsa Portugis melihat adanya hubungan yang menurut dari
sebuah keluarga. Sifat-sifat inilah yang kemudian dikenal dengan pengertian
ikatan darah yang menurun, teratur dan mengikat yang oleh mereka disebut caste
atau kasta. Jadi pengertian warna ini sudah berubah makna dan bentuknya
menjadi kasta, yang pada dasarnya hanyalah merupakan perbedaan tugas dan
pekerjaan yang di bawa secara turun temurun (Sudiasa, 1992).
Akan tetapi, akhirnya berkembang menjadi suatu pranata sosial yang tetap
dan teratur seperti yang kita ketahui sekarang ini. Misalnya saja, dahulu
leluhurnya adalah golongan brahmana yaitu seorang yang bergerak di bidang
rohani dan menyandang gelar Ida Bagus, kemudian setelah beliau menikah dan
memiliki keturunan, gelar Ida Baguspun di turunkan pada anaknya, walaupun
anak tersebut belum menjadi seseorang yang bekerja di bidang kerohanian. Dari
sinilah warna berubah makna menjadi kasta (Sudiasa, 1992). Hal tersebut yang
membuat masyarakat Hindu Bali mengalami kesalahpahaman mengenai kasta dan
warna sehingga keturunan-keturunan yang memiliki gelar tersebut menjadi
terbebani karena harus mencari pendamping hidup yang berada dalam kasta atau
golongan yang sama.
5.

Kasta pada masyarakat Hindu
Jaman dahulu orang-orang Hindu di Bali tidak mengenal kasta, namun

mereka lebih mengenal golongan warna yang merupakan pembagian gelar sesuai
dengan profesinya masing-masing (Sudiasa, 1992). Golongan Catur Warna
sebagai berikut:

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

19

- Golongan Brahmana, adalah mereka yang bergerak di bidang
rohani dan pikiran. Tugasnya adalah selalu memikirkan dan
mengajarkan cara-cara untuk mendapatkan kesejahteraan rohani
dan jasmani dari masyarakat baik yang berbentuk ajaran-ajaran
agama maupun ilmu-ilmu pengetahuan yang bias mempermudah
hidup manusia.
- Golongan Ksatriya, adalah mereka yang bergerak di bidang
pemerintahan dan keamanan (pegawai dan ABRI). Tugasnya
adalah mengabdi kepada masyarakat dan negara dengan tidak
mementingkan diri sendiri. Secara simbolik dilukiskan sebagai
tangan bahu yang bertugas memikul dan menggerakkan roda
pemerintahan.
- Golongan Wesya, adalah mereka yang bergerak di bidang usaha
baik pertanian, maupun perdagangan, mengatur produksi untuk
mencukupi dan melayani kebutuhan masyarakat.
- Golongan Sudra, adalah mereka yang tidak punya tanah, tetapi
mempunyai tenaga yang siap diabdikan kepada siapa saja yang
memerlukan tenaganya. Mereka ini bisa disamakan dengan
golongan buruh.
Golongan 1,2, dan 3 disebut Tri Wangsa, sedangkan golongan ke-4 disebut
Sudra Wangsa. Keempat golongan ini berbeda dalam fungsinya namun
mempunyai kedudukan yang sama penting.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

20

Tabel 1.Golongan kasta (tri wangsa) (sudiasa, 1992)
Kasta
Brahmana

Terbagi atas golongan

Nama dimuka namanya

1. Kemenuh

Ida atau Ida Bagus

2. Manuaba

untuk pria dan Ida Ayu

3. Keniten

(Idayu)

4. Mas

wanitanya. Ida Bagus

5. Antapan

hanya untuk pria yang

untuk

ibunya juga dari kasta
Brahmana
Kesatrya

1. Kesatrya Dalem

Ida Idewa, Cokorda, I
dewa untuk panggilan
laki-laki.

Perempuan

disebut Cokorda Istri
atau anak Agung Istri.
2. Pradewa

I dewa untuk pria dan
Desak untuk wanita

3. Pungakan

Ngakan bagi pria dan
Desak bagi wanita

4. Prabagus

Bagus untuk pria dan
Ayu untuk wanita

5. Prasangyang

Sang untuk pria dan
Sang Ayu untuk wanita

Wesya

1. Arya

I Gusti, I Gusti Agung,

PLAGIAT
PLAG