Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
i

DUNIA BELANJA REMAJA PUTRI DALAM
KONSUMTIVISME

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:
Senggi H.N.S
NIM: 089114003

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
i

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
ii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

iii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
iv

I used to bite my tongue and hold my breath
Scared to rock the boat and make a mess
So I sat quietly, agreed politely
You held me down, but I got up
You hear my voice, you hear that sound
I got the eye of the tiger, a fighter, dancing through the fire
'Cause I am a champion and you’re gonna hear me roar
Louder, louder than a lion
'Cause I am a champion and you’re gonna hear me roar
I went from zero, to my own hero


(Katy Perry – Roar)

Skripsi ini aku persembahkan untuk..
Yesus, Bunda Maria dan Allah Bapa di Surga..
Mama yang tidak bisa mengantar ke bangku wisuda dan mengawasi dari surga..
Papa yang selalu menyemangati dan memberi dukungan moral, cinta dan semangat dari jauh..
Pak Didik yang sudah dengan sabar memberikan waktu dan tenaga membimbing selama ini..
Nindi yang selalu membantu dan menyemangati di saat-saat sulit..
Inggit yang selalu memberi semangat dan menemani di saat susah dan senang..
Dan semua orang yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu..

Terima kasih untuk cinta yang telah diberikan..

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

v

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
vi

DUNIA BELANJA REMAJA PUTRI DALAM DUNIA KONSUMTIVISME

Senggi Handartia Nir Sambekala

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memahami secara mendalam dan detail
pengalaman remaja putri yang gemar berbelanja dalam laju konsumtivisme yang
makin deras. Remaja putri lebih banyak membelanjakan untuk keperluan fashion
atau mempercantik tubuh. Penelitian ini dilakukan pada empat orang partisipan.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif fenomenologi dengan analisis
interpretatif (AFI). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara
semi terstruktur. Kredibilitas data dapat dilihat dari keberhasilan peneliti dalam
mengeksplorasi pengalaman dan menunjukkan deskripsi mendalam mengenai
aspek-aspek yang ada sehingga partisipan penelitian akan diidentifikasi dan
dideskripsikan secara akurat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman
dunia belanja remaja putri dalam dunia konsumtivisme berisi: 1) proses belanja
yang berisi awal ketertarikan remaja putri pada suatu barang, 2) belanja yang
dipahami remaja putri sebagai pengisi waktu, belanja sebagai hal yang
menyenangkan (excited), belanja sebagai pelampiasan stress, belanja sebagai
pengorbanan atau pencapaian, belanja sebagai konformitas dan belanja sebagai
hal yang rasional, dan 3) Remaja putri yang memilih barang berdasarkan trend,
kecocokan diri dan relasi teman sebaya.
Kata kunci: Remaja Putri, Konsumtivisme, Belanja

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI

TERPUJI
vii

SHOPPING : YOUNG GIRLS IN A CONSUMTIVISM

Senggi Handartia Nir Sambekala

ABSTRACT

This research was made to understanding exhaustively and detailed
experience of teenage girls who love to shop in heavy consumtivism rate. They
more spending their money for the purposes of fashion or to become beautiful.
This research has done to four participant. Method in this research was using
Qualitative Phenomenology with Interpretative phenomenological analysis.
Collecting data was done by using semi structured interview. Data credibility can
be seen by how researcher can explore participant experience and show deep
description about aspects that appear so participant on this research can be
identified and can be described with accurate. The result from this research show
that shopping experience in young girls on consumtivism world rate is: 1)
Shopping process that include early interest to some stuff on young girls, 2) The

meaning of shopping by young girls as spending time, shopping is excited,
shopping is stress impingement, shopping as sacrifice or achievement, shopping
as conformity and shopping as rationality, and 3) Young girls who choosing stuff
from trend, aptness self and peers relation.
Key words: Young girls, Girls, Adolescents, Consumtivism, Shopping

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat-Nya penulis dapat
menyelesaikan pembuatan skripsi ini dengan baik.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si selaku Kaprodi Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M.Si selaku Dosen Pembimbing, yang
dengan sangat baik dan juga sabar membimbing dan membantu penulis
dari awal sampai selesainya skripsi ini.
4. Ibu Dra. L. Pratidarmanastiti M.S. dan Ibu Dewi Soerna Anggraeni M.Psi.
selaku dosen penguji yang telah memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis,
kritik dan saran yang membangun skripsi ini.
5. Semua dosen dan staf Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas ilmu
yang telah diberikan.
6. Semua pihak yang sudah mau berbagi pengalamannya untuk dijadikan

referensi saya: Pika, Wieana, Maggie dan Precia.
7. Orang tua yang saya cintai, Papa Ignatius Sunarto yang sudah sangat
memberi dukungan moril bagi saya, Mama Sri Handayani yang menemani
dan menyemangati dari surga.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
x

8. Rio Inggit Dharmawangsa yang selalu memberikan dukungan dan
semangat sejak proses hingga ujian pendadaran.
9. Nindi atas semangat yang selalu diberikan dan bantuan yang tanpa pamrih,
Budi Hartono yang selalu berbagi pengalaman dan dukungan moril,
Chatarina Novita yang sudah menemani selama ujian pendadaran, sahabat
saya Aninditya Putri Arumsari yang selalu memberi dukungan moril dan
semangat, Flavi dan Terry yang selalu memberi hiburan dan gelak tawa di

sela kesibukan saya.
10. Teman-teman seangkatan Psikologi 2008 dan orang-orang terlibat lainnya
yang

tidak

dapat

disebutkan

satu

per-satu

terima

kasih

atas


kebersamaannya.

Yogyakarta, Agustus 2014

Penulis

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………...

i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING……........………..

ii

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................

iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN……...……………………..

iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………

v

ABSTRAK…………………………………………………………………..

vi

ABSTRACT..................................................................................................

vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS......................................

viii

KATA PENGANTAR...................................................................................

ix

DAFTAR ISI………………………………………………………………...

xi

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………...

xv

BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………………..

1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….

1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………...

6

C. Tujuan Penelitian…………………………………………………....

6

D. Manfaat Penelitian…………………………………………………..

6

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………

8

A. Konsumtivisme……………………………………………………...

8

1.

Apa itu Konsumtivisme?............................................................

2.

Konsumtivisme Sebagai Orientasi Nilai Materialistik

8

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
xii

(Materialistic Value Orientation-MVO)……………………......

9

3.

MVO Sebagai Kompensasi Insecurity………………………….

10

4.

Paparan Model Sosial…………………………………………...

11

B. Remaja…………………………………………………………….....

12

1.

Pengertian Remaja……………………………………………...

12

2.

Konformitas dan Relasi dengan Teman

3.

Sebaya………………………………….....................................

15

Identitas dan Self-Image.............................................................

17

C. Keinginan untuk Mempercantik Diri………………………………...

18

D. Pertanyaan Penelitian………………………………………………..

19

BAB III: METODE PENELITIAN………………………………………….

20

A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian……………………………...

20

B. Sumber Data Penelitian……………………………………………...

22

C. Fokus Penelitian……………………………………………………..

23

D. Metode Pengumpulan Data………………………………………….

23

E. Metode Analisis dan Interpretasi Data………………………………

24

F. Keabsahan Data……………………………………………………...

28

1.

Kredibilitas (Kepercayaan)……………………………………..

28

2.

Dependabilitas (Kebergantungan)………………………………

29

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………...

30

A. Latar Belakang dan Analisis Partisipan……………………………...

30

1. Tuntutan Lingkungan Yang Membutuhkan Pengorbanan
(Pika)…………………………………………………………….

30
30

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
xiii

a.

Latar Belakang Pika………………………………….

30

b.

Pengalaman Berbelanja Pika……………………………….

31

c.

Kesimpulan………………………………………………...

39

Kesenangan Dalam Kesedihan (Wieana)……………………….

40

a.

Latar Belakang Wieana………………………………….

40

b.

Pengalaman Berbelanja Wieana…………………………...

41

c.

Kesimpulan………………………………………………...

50

Pemboros (Maggie)……………………………………………..

52

a.

Latar Belakang Maggie………………………………….

52

b.

Pengalaman berbelanja Maggie……………………………

53

c.

Kesimpulan………………………………………………...

59

Konformitas (Precia)…………………………………………....

61

a.

Latar Belakang Partisipan……………………………….....

61

b.

Pengalaman berbelanja Precia……………………………..

62

c.

Kesimpulan………………………………………………...

69

B. Ringkasan Hasil Analisis Penelitian…………………………………

71

1.

Proses Belanja…………………………………………………..

71

2.

Pemahaman Belanja…………………………………………….

77

3.

Pemilihan Barang Remaja Putri Trehadap: Trend, Kecocokan

2.

3.

4.

Diri dengan Barang dan Relasi Teman Sebaya…………………

87

C. Analisis Keseluruhan Partisipan……………………………………..

92

1.

Proses Berbelanja Partisipan……………………………………

93

2.

Pemahaman Belanja…………………………………………….

93

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
xiv

3.

Pemilihan Barang Remaja Putri Trehadap: Trend, Kecocokan
Diri dengan Barang dan Relasi Teman Sebaya…………………

94

D. Pembahasan………………………………………………………….

95

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….

102

A. Kesimpulan………………………………………………………….

102

B. Saran…………………………………………………………………

104

1.

Bagi para Maniak Belanja………………………………………

104

2.

Bagi Peneliti Lain……………………………………………….

104

3.

Saran Bagi Orang Tua................................................................

104

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..

106

LAMPIRAN…………………………………………………………………

109

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran.…………………………………………………………………….. 109
Informed Consent…………………………………………………………….

110

Verbatim Partisipan 1 Pika....………………………………………………… 111
Verbatim Partisipan 2 Wieana……………………………………………….. 126
Verbatim Partisipan 3 Maggie……………………………………………….. 139
Verbatim Partisipan 4 Precia………………………………………………… 149

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Maraknya gaya hidup bermewah-mewah dan konsumtif dalam
masyarakat

tanpa

mempertimbangkan

dengan

masak

kebutuhan

sesungguhnya menjadi hal yang lumrah dan sering kita jumpai. Coba anda
ingat kembali orang-orang disekitar anda atau bahkan diri anda sendiri,
apakah mereka atau anda pernah membeli suatu barang atau bahkan beberapa
barang tanpa melihat dari segi kebutuhannya? apakah mereka atau anda
sering merasa kekurangan uang atau pengeluaran anda lebih besar dari
pendapatan dan melihat bertumpuk-tumpuk barang yang sebetulnya tidak
terlalu dibutuhkan? jika ya, mungkin tanpa disadari, mereka atau anda sudah
berlaku konsumtif. Tambunan (2001) mengungkapkan bahwa konsumtif
secara khusus lebih menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barangbarang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai
kepuasan yang maksimal dan biasanya digunakan untuk menunjuk pada
perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang lebih besar dari nilai
produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok.
Gaya hidup konsumtif

ini pun didukung oleh para produsen

dimana mereka membombardir masyarakat dengan iklan, menawarkan
diskon-diskon besar, midnight sale, dan penawaran seperti “beli satu gratis
satu” dipusat perbelanjaan untuk menarik minat konsumen agar membeli
1

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2

produk mereka. Mereka menargetkan masyarakat menengah atas dengan
menghadirkan berbagai macam merek (brand) dari luar negeri yang sudah
mendunia dan memberikan paham “ada uang ada barang” dengan
membandrol barang-barang ini dengan harga yang tidak murah sehingga
konsumen bisa “mejeng” dengan tampilan terbaru dengan kualitas barang
yang sudah mendunia (Anggit dalam Majalah Excellent, 2010). Produsen
juga mengarahkan masyarakat bahwa jika membeli produk mereka,
masyarakat akan bahagia. Sebaliknya masyarakat tidak akan bahagia jika
tidak membeli produk mereka (Mander dalam Kasser dan Kanner, 2004).
Pjs Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution yang
mengatakan bahwa masyarakat Indonesia memiliki tingkat konsumtif yang
jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain (dalam Santoso, 2010). Kasser dan
Kanner (2004) mengungkapkan bahwa Negara berkembang (seperti
Indonesia) memiliki kecenderungan untuk lebih materialistik (berorientasi
pada materi/uang) daripada Negara yang lebih maju dan kaya. Generasi yang
dibesarkan dalam masa ekonomi yang buruk akan lebih materialistik daripada
generasi yang dibesarkan dalam kemakmuran dan kelesuan ekonomi dalam
suatu Negara, dan hal ini akan meningkatkan materialisme masyarakat (dalam
Abrahamson & Inglehart, 1995). Inglehart juga mengatakan bahwa
masyarakat yang hidup dalam kemiskinan merasa dirampas atau merasa tidak
aman (insecurity) yang berdampak pada hanya berfokus pada tujuan
materialistik.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3

Remaja sebagai golongan yang berada dalam tahap masih mencari
identitas diri dan ingin terlihat sama dengan cara meniru sikap atau tingkah
laku dengan lingkungan sekitarnya (Hall dalam Santrock, 2002) menjadi
imbas dari dunia yang penuh dengan materialisme ini, dimana remaja juga
harus mencari dan memiliki self-image atau gambaran diri yang mereka
ciptakan baik dari diri mereka maupun yang orang lain lihat dari mereka
(dalam sciencedaily.com). Pada masa ini remaja bisa mengeksplorasi diri dan
menemukan identitas diri yang nantinya akan diterima oleh komunitasnya.
Tambunan (2001) mengatakan bahwa kelompok usia remaja adalah salah
satu pasar yang potensial karena pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia
remaja dan biasanya remaja mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan
teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya.
Remaja ingin tampil keren untuk menarik perhatian, menerapkan self-image
agar diterima di komunitasnya (dalam Kurniawan, 2010) dan dengan cara
konsumsilah mereka memenuhinya, dimana hal ini memiliki arti sangat
penting bagi remaja (dalam Tambunan, 2011).
Dalam hal jumlah uang yang dibelanjakan, remaja putri
membelanjakan uangnya hampir dua kali lebih banyak daripada remaja pria
(dalam Kefgen & Specht dalam Phares 1976). Remaja putri juga memiliki
pola konsumsi yang unik. Menurut Tambunan (2001) ada beberapa pola
belanja wanita yang berbeda dengan pola belanja pria, diantaranya; “lebih
tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan kegunaannya, tidak
mudah terbawa arus bujukan penjual, menyenangi hal-hal yang romantis

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4

daripada obyektif, cepat merasakan suasana toko, senang melakukan kegiatan
berbelanja walau hanya window shopping (melihat-lihat saja tapi tidak
membeli)”. Berdasarkan hasil survei Wolipop yang dilakukan melalui jejaring
situs sosial Twitter dengan responden sebanyak 150 wanita (dalam Oktaviani,
2012) disebutkan bahwa sebanyak 52% wanita menempatkan tas dan sepatu
sebagai barang yang paling banyak diincar, 38% mengatakan membeli
pakaian dan 10% untuk keperluan lain seperti buku, kosmetik atau perawatan
diri (rambut, tubuh, wajah). Dacey dan Kenny (1997) juga mengatakan bahwa
remaja putri sangat memperhatikan penampilan mereka. Kaum Feminimisme
(dalam Dacey & Kenny, 1997) menambahkan bahwa remaja putri saat ini
lebih menyadari bahwa penampilan fisik mereka merupakan aset yang paling
penting bagi mereka, hal tersebut disebabkan karena mereka menempatkan
penilaian yang besar terhadap penampilan mereka. Menurut Rema (2012)
mayoritas

wanita

memiliki

rasa

cinta

terhadap

dirinya,

sehingga

memunculkan obsesi pribadi untuk menjadi ke arah “kesempurnaan”.
Mereka rela menghabiskan uang banyak hanya untuk memuaskan diri dan
meraih “kesempurnaan” yang mereka dambakan. Selain itu, mereka juga
mendambakan perubahan, dimana mereka menginginkan fashion yang
terbaru dan mengikuti mode sehingga tidak mengenakan fashion item yang
itu-itu saja dan tidak dibilang ketinggalan jaman.
Media massa juga memegang peranan besar dalam pencampaian
“kesempurnaan” yang didambakan kaum hawa. Mereka seolah-olah
membombardir remaja putri dengan cerminan perempuan ideal dalam hal

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5

fisik melalui iklan televisi, dan majalah yang memperlihatkan wanita berkulit
putih bersih, berambut indah, dan stylish yang cukup mempengaruhi perilaku
berpenampilan mereka (dalam Moci, 2012).
Guna memahami dunia remaja perempuan yang hidup dalam
konsumtivisme, dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara ke beberapa
orang remaja perempuan yang sering melakukan kegiatan berbelanja produk
fashion. Selama ini, penelitian mengenai konsumtivisme kebanyakan
dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dimana jenis penelitian
ini hanya melihat kecenderungan dan kurang menggali lebih dalam. Oleh
karena itulah peneliti sengaja menggunakan metode kualitatif demi
mengungkap secara mendalam dan detail mengenai dunia remaja putri yang
hidup dalam konsumtivisme seperti cara pandang atau pemahaman para
partisipan yang mengalaminya yang mungkin tidak kita rasakan seperti yang
dirasakan oleh partisipan. Melalui penelitian ini juga, peneliti berharap orang
yang membaca hasil penelitian ini akan lebih mampu memahami dan
mengerti bagaimana rasanya jika berada di posisi para partisipan.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa penting untuk meneliti
dunia remaja putri yang hidup dalam konsumtivisme. Lewat pemahaman
secara mendalam langsung dari pengalaman sumbernya, peneliti berharap
akan mampu mengungkap dunia belanja partisipan remaja putri dan
mengetahui bagaimana cara mereka memandang dunia yang mereka jalani.
Peneliti berharap dengan memahami dunia remaja putri yang hidup dalam
dunia konsumtivisme akan menjadi cerminan kecil untuk lebih memahami

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6

dunia mereka dan lebih “melek” dengan gaya hidup seperti mereka yang
mungkin tidak disadari oleh banyak orang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
Bagaimana pengalaman dan pemahaman belanja para remaja putri yang hidup
dalam konsumtivisme?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui dunia yang dijalani para remaja putri yang hidup dalam
konsumtivisme.
2. Menginterpretasikan pengalaman dan pemahaman para remaja putri yang
hidup dalam konsumtivisme.

D. Manfaat Penelitian
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengayaan dalam bidang psikologi konsumen dan perkembangan yang
berkaitan dengan dunia remaja putri yang hidup dalam konsumtivisme.
Gambaran pengalaman dunia remaja putri yang hidup dalam konsumtivisme
akan memberikan gambaran psikologis dalam mendekati persoalan psikologis
remaja putri yang hidup dalam konsumtivisme secara tepat.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7

Dengan mengetahui bagaimana gambaran pengalaman yang
dialami remaja putri yang hidup dalam konsumtivisme ini dapat menjadi
pertimbangan tersendiri bagi masyarakat yang hidup konsumtif terutama para
remaja putri dan lebih waspada dalam memilih gaya hidupnya.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSUMTIVISME
1.

Apa itu Konsumtivisme?
Konsumtivisme diambil dari 2 kata, yaitu “konsumtif” dan “isme” dimana dalam bahasa Indonesia, konsumtif memiliki arti bersifat
konsumsi (hanya memakai, tidak menghasilkan sendiri) dan bergantung
pada hasil produksi pihak lain (dalam KBBI, 1995). Konsumtif atau
consumptive dalam bahasa Inggris juga berarti wasteful (boros) atau
destructive (bersifat merusak) (dalam Collins, 2003). Sedangkan “-isme”
memiliki arti sebagai pembentuk nomina sistem kepercayaan berdasarkan
politik, sosial atau ekonomi (dalam KBBI Pusat Bahasa, 2008). Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa konsumtivisme adalah sikap, paham,
pandangan hidup, gaya hidup atau ajaran yang memakai, memboroskan
dan bergantung pada hasil produksi lain yang sifatnya merusak diri.
Dalam pengertiannya, perilaku konsumtif sendiri dapat diartikan
kecenderungan

manusia

untuk

menggunakan

tanpa

batas

dan

kecenderungan untuk lebih mementingkan faktor keinginan daripada
kebutuhan (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dalam Sumartono,
2002). Anggasari (dalam Sumartono, 2002) juga mengatakan perilaku
konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau
tidak diperhitungkan sehingga sifatnya menjadi berlebihan.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9

2. Konsumtivisme Sebagai Orientasi Nilai Materialistik (Materialistic
Value Orientation-MVO)
Tanpa disadari, kita dibombardir dengan pesan-pesan yang
mendorong kita untuk membeli lagi dan lagi yang menjadikan
konsumtivisme sebagai kebudayaan (dalam Kasser& Kanner, 2004) dan
pesan-pesan dari iklan merupakan sarana komunikasi dalam dunia
perdagangan yang meraih lebih banyak calon pembeli dengan biaya yang
lebih murah dengan waktu singkat dan pengaruhnya akan melekat lama
pada orang yang melihatnya (Sudiana dalam Pratiwi, Hariyanto dan
Dwijanti, 2001). Individu yang hidup dalam budaya ini akan sering
terkena tekanan yang sangat besar untuk sama atau menyesuaikan diri
dan mempercayai bahwa materi adalah hal yang penting dan menghargai
kepercayaan ini lebih dari yang lain.
Budaya konstelasi konsumsi inilah yang mengacu pada tujuan
(aims), kepercayaan (beliefs), ambisi (goals) dan perilaku yang meliputi
sebagai Materialistic Value Orientation (MVO) (dalam Kasser & Kanner,
2004). MVO mengembangkan kepercayaan bahwa sangat penting
mengejar tujuan untuk

mencapai kesuksesan secara finansial/materi

seperti mendapatkan posisi yang bagus dalam pekerjaan, mendapatkan
image yang baik, dan memiliki status yang tinggi dalam masyarakat.
Keyakinan untuk mencapai kemakmuran dan kenyamanan seperti itulah
yang akan membawa kebahagiaan tak terhingga (dalam Fromm, 1987).

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10

Teori MVO mengembangkan dua jalur penting dalam
prakteknya, yaitu: (a) dari pengalaman yang menyebabkan rasa tidak
aman seperti stres atau rasa jenuh, dan (b) dari paparan model sosial yang
mendorong nilai materialisme seperti gaya hidup lingkungan tinggal
(dalam Kanner & Kasser, 2004).

3.

MVO Sebagai Kompensasi Insecurity
Suatu penelitian mengatakan bahwa seseorang akan menjadi
lebih materialistik saat mereka merasakan keadaan lingkungan yang tidak
mendukung kebutuhan dasar psikologis mereka dimana nantinya mereka
akan lebih mengadaptasi tampilan materialistik dalam hidupnya sebagai
kompensasi

dari perasaan tersebut

(Kasser

& Kanner, 2004).

Karakteristik tertentu dari suatu budaya dan lingkungan yang menekan
dan membuat stres juga mampu mengembangkan rasa ketidakamanan,
dan itulah yang akan mempengaruhi orang yang mendukung MVO
(dalam Kasser & Kanner, 2004).
Kuatnya MVO merupakan hasil atas kekhawatiran dan keraguan
tentang bagaimana nilai diri mereka (Kasser & Kanner, 2004). Nilai diri
seseorang akan berpengaruh pada perilaku konsumtifnya, dimana orang
yang harga dirinya rendah akan cenderung lebih mudah dipengaruhi
untuk membeli suatu barang dibandingan dengan orang yang memiliki
harga diri tinggi (Sears, Freedman dan Peplau dalam Lina & Rosyid,
1997) sehingga idealnya, penting bagi seorang individu untuk mampu

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11

mengatasi secara efektif segala tantangan dan memunculkan rasa aman
dalam

berhubungan

dengan

dunia

yang tidak

terprediksi

dan

mengembangkan proses kesadaran baru yang dapat mengantar manusia
untuk mengatasi dan melampaui ketakutan dan ketidaktahuan dalam
hidup mereka (Fromm, 1987). Hal-hal inilah yang akan menentukan
faktor kuat atau tidak-nya MVO pada diri seseorang (Kasser & Kanner,
2004).

4.

Paparan Model Sosial
Pesan berbau konsumtif ini bisa ditemukan dalam kultur populer
dan dari media massa seperti televisi, internet, majalah, film, selebriti dan
lingkungan teman sebaya. Sebagai contohnya, televisi penuh dengan
iklan yang dengan susah payah dibuat untuk mempromosikan konsumsi
(Richins, 1992). Iklan-iklan juga menampilkan produk untuk kalangan
atas yang tidak dapat dicapai oleh kalangan menengah dan sering
menampilkan versi ideal hidup dalam konteks dari iklan itu. Iklan-iklan
televisi juga menyakinkan bahwa gaya hidup seperti ini akan membawa
kebahagiaan dan memberikan kepercayaan bahwa mereka tidak bisa
menjadi bahagia seperti itu kecuali mereka memiliki produk yang tepat
(Mander dalam Kasser & Kanner 2004).
Media massa juga menjadikan para remaja untuk loyal dengan
produk atau merek mereka dengan alasan “kualitas” dan menanamkan
paham pada para remaja bahwa “ini adalah untuk orang seusia saya”, dan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12

“iklan”, sebagai “jika teman trendy memakainya” atau “selebritis
memakainya” dimana hal ini akan berpotensi mempengaruhi pemilihan
produk atau merek pada remaja putri (Zollo dalam Kurniawati 2009).
Para gadis yang terpapar oleh iklan mendapatkan paham bahwa
hal yang paling terpenting untuk mereka adalah parfum mereka, pakaian
mereka, tubuh mereka dan kecantikan mereka, sedangkan bagian dalam
atau “essence” mereka adalah pakaian dalam mereka, dan sayangnya
para gadis menerima pesan itu dan mereka menuntut untuk harus menjadi
cantik sempurna (dalam Kasser & Kanner, 2004). Handayani (dalam
Redaksi Psikologika, 1997) mengatakan bahwa iklan yang menggunakan
model wanita dinilai sebagai iklan yang paling menarik jika
dibandingkan dengan iklan yang menampilkan model pria atau iklan
yang tidak menggunakan model karena unsur identifikasi wanita pada
sesama jenisnya yang membuat wanita merasa “terlibat” dalam iklan
tersebut.

B. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Papalia (2008) mengatakan bahwa remaja adalah “Transisisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang
mengandung perubahan besar fisik, kognitif, dan psikososial”. Hal ini
diperkuat oleh Santrock (2003) yang mengatakan bahwa remaja adalah
masa perkembangan transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa awal

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13

dan

Santrock

(2002)

juga

mengatakan

masa

remaja

meliputi

perkembangan fisik dan perkembangan kognitif pada masanya. Bermula
dengan perkembangan fisik yang cepat, pertambahan tinggi dan berat
badan yang dramatis, serta perubahan bentuk tubuh dan perkembangan
karakteristik seksual. Pada masa perkembangan ini, pencapaian
kemandirian dan identitas sangat menonjol; pemikiran semakin logis,
abstrak, dan idealistis; dan semakin banyak waktu diluangkan diluar
keluarga. Hal ini juga didukung oleh pernyataan WHO (dalam Sarwono,
2007) yang memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat
konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 (tiga) kriteria, yaitu
biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi
tersebut berbunyi sebagai berikut;
Remaja adalah suatu masa ketika:
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
2. Individu menglami perkembangan psikologis dan pola identifikasi
dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri
Sarwono (2007) juga menjelaskan bahwa masa remaja di
Indonesia memiliki rentang usia antara 11-24 tahun dan belum menikah
dengan pertimbangan sebagai berikut;

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14

1. Pada kriteria fisik, usia sebelas tahun adalah usia ketika pada
umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak.
2. Pada kriteria sosial, umumnya masyarakat Indonesia menganggap
usia sebelas tahun sudah mencapai akil balik, baik menurut adat
maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan
mereka sebagai anak-anak.
3. Pada kriteria psikologi, usia remaja dimulai dengan adanya tandatanda penyempurnaan perkembangan jiwa, seperti tercapainya
identitas diri (ego identity, menurut Erik Erikson), tercapainya fase
genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan
tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget) maupun moral
(Kohlberg).
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi
peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih
menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak
penuh sebagai orang dewasa (secara adat dan tradisi), belum dapat
memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan kata lain,
orang yang belum mencapai batas usia 24 tahun belum bisa dikatakan
dewasa dan masih remaja. Golongan ini cukup banyak di Indonesia,
terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah atas yang
mempersyaratkan berbagai hal (terutama pendidikan setinggitingginya) untuk mencapai kedewasaan. Akan tetapi dalam

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15

kenyataannya

cukup

banyak

pula

orang

yang

mencapai

kedewasaannya sebelum usia tersebut.
5. Dalam definisi diatas, status perkawinan sangat menentukan. Hal itu
karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita
secara menyeluruh. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa
pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik
secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga.
Oleh karena itu, definisi remaja di sini dibatasi khusus untuk yang
belum menikah.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa remaja
Indonesia yaitu individu yang berumur 11-24 tahun dengan catatan
belum menikah, menunjukkan kriteria fisik, sosial dan psikologi, serta
mulai beralih dari masa kanak-kanak menjadi lebih mandiri namun masih
belum bisa memberikan pendapat karena masih bergantung pada orang
tua.

2. Konformitas dan Relasi dengan Teman Sebaya
Konformitas akan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan remaja
dan biasanya muncul ketika seorang remaja meniru sikap, tingkah laku
atau kebiasaan orang lain (yang biasanya di contoh dari teman
sebayanya) dikarenakan tekanan real atau nyata maupun yang hanya
dibayangkan oleh remaja (dalam Santrock, 2002). Tekanan untuk
mengikuti teman sebaya ini menjadi sangat kuat saat seseorang

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16

memasuki masa remaja dan konformitas ini merupakan bentuk keinginan
remaja untuk terlibat dalam dunia teman sebaya dan komunitasnya
(dalam Santrock, 2002).
Remaja juga sangat mementingkan bagaimana mereka dipandang
oleh teman sebayanya. Beberapa dari mereka akan melakukan apapun
supaya diterima oleh kelompoknya. Bagi mereka dikucilkan akan
berdampak stres, frustasi dan sedih (dalam Santrock, 2002). “Teman
sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau
tingkat kedewasaan yang sama.” Fungsi utama dari kelompok teman
sebaya adalah sebagai sumber berbagai informasi mengenai dunia di luar
keluarga. Mereka menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka
dan belajar apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama baik atau lebih
buruk. Dan pelajaran ini tidak didapatkan dirumah karena saudara
kandung cenderung lebih tua atau muda (dalam Santrock, 2002).
Bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang
paling besar dalam kehidupannya. Piaget dan Sullivan (dalam Santrock,
2002) menekankan bahwa hubungan teman sebayalah yang mengajarkan
remaja tentang pola hubungan timbal balik yang setara dan menggali
prinsip-prinsip

kejujuran

dan

keadilan

dengan

cara

mengatasi

ketidaksetujuan dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk
mengamati apa yang disukai oleh teman sebayanya supaya mereka lebih
mudah masuk dalam kelompok teman sebayanya (dalam Santrock, 2002)
karena remaja cenderung untuk menyukai orang yang sama dengan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17

mereka dan tidak menyukai orang yang terlihat berbeda (dalam Kasser &
Kanner, 2004). Tugas mereka adalah untuk diterima oleh teman sebaya
mereka, dan banyak remaja berpakaian dengan cara tertentu yang
mengidentifikasikan mereka sebagai anggota dari grup tertentu (dalam
Kasser & Kanner, 2004).
Pada remaja putri, mereka harus bisa mampu untuk memanfaatkan
tubuh dengan tepat yang mencakup keterampilan untuk mendandani
tubuh sehingga menarik perhatian (dalam Handayani, 2009). Remaja
sebagai kelompok masyarakat yang berbeda, lebih suka untuk berpakaian
yang menunjukkan individualitas dimana konformitas dan keanggotaan
dalam grup tertentu disorot (dalam Kasser & Kanner, 2004).

3. Identitas Diri dan Self-Image (Gambaran Diri)
Masa remaja merupakan masa yang membingungkan dan penuh
dengan pencarian identitas diri, Erikson memandang hal ini sebagai
identitas versus kebingungan identitas (identity versus identity confusion)
dimana pada masa ini remaja berusaha untuk menemukan siapa mereka
apa yang ada dalam diri mereka, keunikan mereka dan kemana arah hidup
mereka (Santrock, 2006). Mereka akan dihadapkan pada berbagai peran
dan bereksperimen dengan peran-peran itu untuk untuk mencari
identitasnya (Santrock, 2007).
Gambaran diri

(self-image) adalah bagaimana orang lain

memandang “saya” sebagai aspek kepribadian yang didalamnya terdapat

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18

evaluasi masa sekarang seperti kemampuan, status dan peran serta
aspirasi dan harapan mengenai masa depan (Allport dalam Cloninger,
2004). Seseorang memandang dirinya seperti “looking-glass self” atau
berkaca pada diri sendiri sebagai aku yang melihat aku. Seseorang (me)
membuat kesan pada orang lain mengenai tampilannya (look), cara
supaya status sosial dan identitasnya diakui. Rangkaian self-image ini
merupakan gambaran diri yang ideal dan persona atau diri yang memakai
topeng (Allport, 1963).

B. Keinginan Untuk Mempercantik Diri
Ketika seorang gadis memasuki masa remaja, dia harus
menghadapi beberapa kehilangan, diantaranya kehilangan kepercayaan
diri, kehilangan rasa berhasil, serta kehilangan rasa unik dan kuat yang
dimilikinya ketika anak-anak. Anak perempuan yang awalnya aktif,
percaya diri dan memiliki rasa keberanian pada umur 8-10 tahun berubah
menjadi ragu-ragu, merasa tidak aman dan meragukan dirinya setelah
berumur 11 tahun (dalam Kasser& Kanner, 2004).
Untuk menghilangkan rasa tidak aman dan keraguan dirinya, gadis
yang memasuki masa remaja itu menghadapinya dengan cara belanja.
Hadipranata (dalam Lina dan Rosyid, 1997) menyatakan bahwa wanita
memiliki kecenderungan lebih besar untuk berperilaku konsumtif
dibandingan dengan pria karena konsumen wanita cenderung lebih
emosional dan pria lebih nalar. Remaja putri juga cenderung

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19

membelanjakan uangnya dua kali lebih banyak daripada remaja pria
(Sprecht dalam Phares, 1976) dimana uang tersebut dibelanjakan untuk
menunjang penampilan diri, seperti sepatu, pakaian, asesoris dan
kosmetik (Reynold, Cott dan Warshaw dalam Redaksi Psikologika,
1997) untuk mengatasi rasa kehilangan percaya dirinya dan merasa lebih
aman. Wanita juga cenderung berupaya untuk menghias diri, untuk
menjadi cantik dan mengikuti mode yang beraneka ragam (Shihab dalam
Redaksi Psikologika, 1997) untuk meningkatkan rasa percaya dirinya.
Mereka juga secara terang-terangan berpenampilan seksi dan menarik
namun tetap pasif dan tidak murahan. Bukanlah hal yang mengagetkan
jika kebanyakan masa remaja para gadis begitu menyakitkan dan
membingungkan terutama jika mereka tidak menyadari konflik yang ada
(Giligan dan Pippher dalam Kasser dan Kanner, 2004).

Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah pengalaman belanja remaja putri sejak awal tertarik dengan
barang, membeli barang dan memakainya hingga merefleksikannya?
2. Apa pemahaman belanja bagi remaja putri?
3. Bagaimana proses pemilihan barang yang dilakukan remaja putri?

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20

BAB III
METODE PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian dan Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif agar lebih
mampu memahami pengalaman partisipan. Hal ini senada dengan
pernyataan Poerwandari (2005) yang mengatakan bahwa penelitian
kualitatif merupakan metode yang mampu mendeskripsikan dan memahami
dinamisme suatu fenomena sosial secara mendalam dan detail. Penelitian ini
akan melibatkan pengumpulan data dalam bentuk laporan verbal berupa
transkrip wawancara atau pertanyaan tertulis dan dianalisis secara tekstual
dan Interpretasi yang akan dilakukan dibuat dalam laporan terinci mengenai
pemaknaan pengalaman partisipan mengenai fenomena konsumtivisme
(dalam Smith, 2009). Jenis penelitian ini digunakan untuk meneliti latar
belakang fenomena yang tidak terlihat dari kacamata kuantitatif, dan topik
penelitian tentang konsumtivisme remaja merupakan fenomena pengalaman
kehidupan yang bisa digali dengan pendekatan kualitatif.
Dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk penelitian ini
jelas akan membantu peneliti dalam mengungkap proses yang akan muncul
saat partisipan melakukan kegiatan konsumtifnya dan mampu menggali
lebih dalam mengenai latar belakang seperti motivasi, perasaan-perasaan
dan makna konsumtivisme bagi partisipan.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21

Karena topik yang diambil dalam penelitian ini merupakan
fenomena yang sedang terjadi dalam masyarakat, maka peneliti akan
menggunakan metode fenomenologi untuk melihat gejala dalam fenomena
itu. Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani : phainestai yang
berarti “menunjukan” dan “menampakan diri sendiri” dimana hal ini bisa
diartikan bahwa fenomenologi merupakan metode atau pendekatan untuk
mendeskripsikan gejala baik secara langsung yang dapat diamati oleh
pancaindra (gejala eksternal) maupun yang hanya bisa dialami, dirasakan,
diimajinasikan ataupun dipikirkan oleh pengamat tanpa perlu ada gejala
internal dimana gejala itu akan menampakan sendiri pada pengamat (dalam
Abidin,

2007).

Dan

melalui

fenomenologi

inilah,

peneliti

ingin

mendeskripsikan gejala eksternal konsumtivisme yang dialami remaja dari
penuturan

pengalaman

partisipan

dan

mendalami,

merasakan,

mengimajinasikan dan memikirkan gejala eksternal yang dimunculkan oleh
partisipan.
Peneliti

menggunakan

metode

fenomenologi

sebagai

upaya

pendekatan atau cara melihat sesuatu (Brouwer dalam Koesworo, 1987),
dimana hal ini juga merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan
esensi ke dalam eksistensi yang berupaya untuk memahami manusia dengan
cara mendeskripsikan pengalaman-pengalaman partisipan sesuai realita (apa
adanya) (Marleau-Ponty dalam Koesworo, 1987). Demi menangkap
fenomena yang ada peneliti juga harus mendeskripsikan pengalaman segera
(immediate experience) dimana nantinya partisipan akan menceritakan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22

pengalaman belanjanya yang terbaru dan lebih berarah untuk memahami
pengalaman partisipan ini daripada menerangkan fenomena yang dialami
partisipan (Lindzey dalam Koesworo, 1987).

B.

Sumber Data Penelitian
Dalam

menetapkan

partisipan

penelitian,

peneliti

akan

menggunakan metode proposive sampling karena sebelumnya peneliti telah
menentukan karakteristik partisipan untuk tujuan yang telah ditetapkan
(dalam Moleong, 2006). Peneliti menetapkan beberapa kriteria dalam
pemilihan partisipan, yaitu:
1. Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja putri yang senang belanja
dan kurang mampu menahan keinginan belanjanya serta rela
mengeluarkan banyak uang demi barang yang diinginkan.
2. Partisipan adalah remaja berusia 11-24 tahun dan belum menikah
dengan pertimbangan dimana rentang usia remaja ini sesuai dengan
kategori remaja Indonesia (dalam Sarwono, 2007).
3. Partisipan bersedia membagikan pengalamannya untuk diteliti.
Partisipan penelitian didapat dengan cara peneliti sudah mengenal
subjek sebelumnya sehingga peneliti tidak perlu melakukan rapport yang
terlalu mendalam.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23

C.

Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada pengalaman partisipan remaja putri
yang berbelanja seperti urutan proses berbelanja remaja putri (awal, saat
dan akhir) serta perasaan-perasaan yang muncul saat berbelanja, makna
berbelanja bagi remaja putri dan bagaimana remaja putri memilih barang
berdasarkan trend, kecocokan diri dan relasi teman sebaya. Dalam
penelitian ini akan menggunakan empat partisipan dengan pendekatan
fenomenologi.

D.

Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, pengumpulan data akan dilakukan dengan cara
wawancara dimana nantinya peneliti akan mendapatkan kesempatan
berbicara mengenai aspek khusus kehidupan dan pengalaman partisipan
(dalam Willig, 2008). Creswell (2012) juga menyatakan bahwa melalui
wawancara

peneliti

akan

memungkinkan

untuk

mengeksplorasi

pengalaman historis partisipan sehingga kesulitan untuk observasi
langsung dapat teratasi melalui wawancara.
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi terstruktur
dimana wawancara jenis ini memungkinkan peneliti untuk mengendalikan
alur wawancara melalui pertanyaan sehingga tujuan penelitian bisa
didapatkan secara terstruktur dan akan terus dilakukan hingga memperoleh
data yang mencukupi untuk menjawab pertanyaan penelitian. Karena
itulah intensitas wawancara tidak bisa diprediksi ataupun ditentukan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24

sebelumnya. Pertanyaan saat pengumpulan data dilakukan dengan cara
membentuk pertanyaan yang bersifat terbuka yang lalu akan di perjelas
lewat pertanyaan tertutup. Dalam teknik wawancara ini, peneliti sudah
memiliki daftar pertanyaan-pertanyaan sebagai pendoman wawancara.
Namun, peneliti dapat secara fleksibel mengembangkan pertanyaanpertanyaan dengan tetap berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah
dibuat sebelumnya. Peneliti menggunakan teknik ini karena pedoman
pertanyaan-pertanyaan peneliti dapat berfokus pada hal yang menjadi
pokok pembahasan. Selain itu, peneliti juga secara fleksibel bisa menggali
informasi lebih lanjut dengan tetap berpedoman pada daftar pertanyaan
yang telah dibuat (dalam Smith, 2009).

E. Metode Analisis dan Interpretasi Data
Peneliti

merasa

bahwa

penelitian

ini

akan

lebih

cocok

menggunakan analisis fenomenologi interpretatif, dimana penelitian ini
akan mengungkap secara detail bagaimana partisipan memaknai dunia
konsumtifnya dan sosialnya dengan cara melibatkan pemeriksaan rinci
terhadap dunia partisipan untuk mengeksplorasi pengalaman personal dan
menekankan persepsi atau pendapat personal partisipan tentang suatu
objek atau peristiwa (dalam Smith, 2009). Metode ini akan berusaha
memahami “seperti apa” bila berada di sudut partisipan jika peneliti
berdiri di posisi mereka. Partisipan akan diminta menceritakan
pengalaman berbelanjanya yang terbaru dengan tujuan supaya partisipan

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25

masih mengingat perasaan-perasaan dan dinamikanya dan peneliti akan
berusaha memaknai dan menggali pengalaman partisipan melalui metode
ini.
Dalam

analisis

fenomenologi

interpretatif,

akan

dilakukan

beberapa fase yang akan membantu peneliti untuk lebih memahami dunia
partisipan (dalam Smith, 2009):
1.

Mencari tema-tema dalam kasus/partisipan pertama
Peneliti akan membagi 4 kolom transkrip verbatim partisipan
pertama, dimana:
 Kolom pertama adalah baris nomor.
 Kolom kedua adalah interpretasi peneliti atau keterangan hal-hal
yang peneliti anggap menarik dan memiliki makna. Peneliti juga
akan memberikan komentar terhadap penggunaan bahasa partisipan
atau perasaan-perasaan yang dialami oleh partisipan.
 Kolom ketiga adalah verbatim wawancara, dan
 Kolom ke-empat adalah menulis tema-tema yang didapat dan
mendokumentasikan judul-judul tema yang muncul dimana hasil
interpretasi kolom kedua ditransformasi ke dalam frase-frase
singkat yang digunakan untuk menangkap kualitas esensial yang
ditemukan di kolom kedua tadi.
Ketika peneliti mulai mengganti antartranskrip, peneliti akan
mengulas persamaan, perbedaan, pengulangan, penekanan dan
dinamika yang dikatakan partisipan dan respon awalnya harus jelas.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26

Sehingga, peneliti harus terampil menemukan ekspresi yang memiliki
level cukup tinggi untuk dapat memunculkan koneksi teoretis di
dalam dan diantara kasus. Keseluruhan transkrip akan disikapi sebagai
data dan tidak ada usaha untuk membuang atau memilih bagian
tertentu untuk diperhatikan secara khusus.
2.

Mengaitkan tema-tema yang ada
Tema-tema yang muncul dicatat pada selembar kertas dan
dicari hubungannya satu sama lain lalu membuat daftar tema
pendahuluan yang muncul dari transkrip partisipan pertama dan
dicatat pada kolom ke-empat dan dikelompokkan dalam satu kertas.
Setelah itu, peneliti akan merangkum masing-masing isu penting yang
nantinya akan dilakukan untuk menganalisis.
Setelah pengelompokkan tema dilakukan, peneliti akan
melakukan pemeriksaan pada transkrip untuk memastikan keterkaitan
tersebut berlaku sebagai materi dari sumber utama, yaitu kata-kata
aktual partisipan.
Tahap berikutnya adalah membuat tabel tema yang disusun
dengan jelas dimana proses ini akan mengidentifikasi beberapa
kelompok tema yang menangkap perhatian terbesar yang dimiliki
responden terhadap topik yang ada. Kelompok-kelompok tema itu
akan diberi nama dan akan mempresentasikan tema ada dibaris berapa
dari transkrip partisipan (kolom pertama dalam transkrip) dimana
tabel itu akan menguraikan tema-tema yang sejalan dengan tema

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TIND