Hubungan antara Crowded Perception di jalan raya dengan kecenderungan Aggressive Driving pada pengendara motor remaja.

(1)

HUBUNGAN ANTARA CROWDED PERCEPTION DI JALAN RAYA DENGAN KECENDERUNGAN AGGRESSIVE DRIVING PADA

PENGENDARA MOTOR REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

Robbian Ferdiansyah B77213094

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara crowded perception di jalan raya dengan kecenderungan aggressive driving pada pengendara motor remaja. Crowded perception merupakan faktor yang mempengaruhi seseorang sehingga melakukan aggresssive driving. Penelitian ini memiliki variabel bebas dan terikat yaitu crowded perception dan kecenderungan aggressive driving. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala crowded perception dan skala kecenderungan aggressive driving yang disusun oleh peneliti sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian sampel. Subjek penelitian berjumlah 80 orang remaja yang dalam kegiatan sehari-hari menggunakan sepeda motor dan memiliki SIM (Surat Izin Mengemudi). Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis product moment dengan taraf signifikansi 0.05. Hasil penelitian menunjukkan nilai korelasi p = 0.000 < 0.05 dan r = 0.546 > 0.220 artinya Ha diterima. Hal ini berarti terdapat hubungan antara crowded perception di jalan raya dengan kecenderungan aggressive driving pada pengendara motor remaja. Berdasarkan hasil tersebut juga dapat dipahami bahwa korelasinya bersifat positif sehingga menunjukkan adanya hubungan yang searah, artinya semakin tinggi crowded perception di jalan raya maka semakin tinggi pula kecenderungan aggressive driving pada pengendara motor remaja. Hasil analisis juga menunjukkan laki-laki cenderung lebih agresif daripada perempuan saat mengemudi. Selain itu, tingkat agresivitas juga menunjukkan perbedaan berdasarkan usia. Pada usia 19 tahun, perilaku aggressive driving muncul lebih tinggi daripada usia lain.


(7)

ABSTRACK

The purpose of this research is to determine the relationship between crowded perception on the highway with the tendency of aggressive driving on teenage motorcyclists. Crowded perception is a factor that affects a person so aggresssive driving. This research has independent and bound variable that is crowded perception and aggressive driving tendency. This research is a quantitative correlation research using data collection technique in the form of crowded perception scale and aggressive driving tendency scale composed by the researcher itself. This research is a sample research. The subject of research is 80 teenagers who in daily activities use motorcycle and have SIM (Driver License). Data analysis technique used is product moment analysis with significance level of 0.05. The results showed correlation value p = 0.000 <0.05 and r = 0.546> 0.220 means Ha accepted. This means that there is a relationship between crowded perception on the highway with the tendency of aggressive driving on teenage motorists. Based on these results can also be understood that the correlation is positive to indicate a unidirectional relationship, meaning that the higher crowded perception on the highway, the higher the tendency of aggressive driving on teenage motorists. The analysis also shows men tend to be more aggressive than women while driving. In addition, the degree of aggressiveness also shows differences by age. At age 19, aggressive driving behavior appears higher than other ages.


(8)

DAFTAR ISI Halaman Sampul

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Halaman Pernyataan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Gambar ... ix

Daftar Lampiran ... x

Intisari ... xi

Abstrack ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Kecenderungan Aggressive Driving 1. Definisi Aggressive Driving ... 13

2. Jenis-Jenis Aggressive Driving ... 14

3. Faktor-Faktor Penyebab Aggressive driving ... 18

4. Pengemudi Remaja ... 21

B. Crowded Perception Di Jalan Raya 1. Perception a. Definisi Perception ... 24

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perception ... 25

c. Aspek-Aspek Perception ... 27

2. Crowded a. Definisi Crowded ... 28

b. Teori-Teori Crowded ... 29

c. Aspek-Aspek Crowded ... 32

d. Faktor-Faktor Penyebab Crowded ... 33

3. Jalan Raya ... 37

C.Hubungan Antara Crowded Perception Di Jalan Raya Dengan Kecenderungan Aggressive Driving ... 38

D.Landasan Teoritis... 40

E. Hipotesis Penelitian ... 42

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian ... 43


(9)

vii

2. Definisi Operasional... 44

B. Populasi, Sampel, Dan Teknik Sampling 1. Populasi ... 45

2. Sampel ... 46

3. Teknik Sampling ... 47

C. Teknik Pengumpulan Data ... 47

D. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Data 1. Uji Validitas ... 52

2. Uji Reliabilitas ... 58

E. Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek ... 61

1. Pengelompokan Subyek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 61

2. Pengelompokan Subyek Berdasarkan Usia ... 61

3. Pengelompokan Subyek Berdasarkan Lama Menggunakan Sepeda Motor ... 62

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data 1. Deskripsi Data ... 62

2. Reliabilitas Data ... 66

3. Uji Prasyarat ... 67

a. Uji Normalitas ... 67

b. Uji Linieritas ... 68

C. Hasil Penelitian ... 69

D. Pembahasan ... 71

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 75

Daftar Pustaka ... 78


(10)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

Transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional dan mempererat hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 (Anonim, 1992). Transportasi di jalan raya merupakan salah satu bentuk transportasi yang tidak dapat dipisahkan dari moda trasportasi lain dan ditata dalam sistem transportasi nasional yang mampu menjangkau seluruh pelosok wilayah dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. (Kunarto, 1995, dalam Prasetiyo & Septiningsih, 2011) mengemukakan bahwa tujuan diselenggarakannya transportasi adalah untuk mewujudkan lalu lintas dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib, teratur, dan efisien, serta mampu memadukan moda trasportasi lainnya, menunjang pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas.

Transportasi di Indonesia memiliki beragam jenis dari roda empat seperti, mobil, angkutan, truk, bus, dan sepeda motor. Sepeda motor merupakan tipe kendaraan yang mempunyai kemampuan tersendiri dibandingkan dengan kendaraan lainnya. Kondisi ini membawa peningkatan kelevel motorisasi, bahkan ketingkat lebih tinggi dari pada yang dijumpai di negara maju. Di Indonesia, India, dan Thailand, keberadaan sepeda motor mencapai dua pertiga dari seluruh populasi kendaraan bermotor yang ada. Pertumbuhan sepeda motor diperkirakan meningkat lebih cepat dan memegang


(11)

2

peran dominan. Sepeda motor merupakan jenis kendaraan biaya murah dan lebih banyak digunakan oleh manusia termasuk di Indonesia (Lulie & Hatmoko, 2005).

Menurut Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Gunadi Shindhuwinata, laju pertambahan jumlah pengguna motor di Indonesia sudah dianggap tidak rasional lagi karena telah mencapai sebanyak 85 juta unit dari jumlah masyarakat Indonesia yang kira-kira 250 juta orang (Viva.co.id, 2016). Dari data Satlantas Polrestabes Surabaya pada tahun 2014 tercatat ada 3.625.999 kendaraan roda dua yang ada di Surabaya. Jumlah kendaraan tersebut hampir mencapai dua kali lipat dari penduduk Surabaya yang hanya 2.844.782 jiwa. Setiap bulannya, diperkirakan jumlah sepeda motor di Surabaya bertambah 13.441 unit. “Pesatnya pertambahan jumlah kendaraan di Kota Pahlawan dan di tambah banyaknya kendaraan bernomor polisi dari luar Surabaya membuat jalanan semakin hari justru kian sesak dan macet”, ungkap Kasatlantas Polrestabes Surabaya AKBP Raydian Kokrosono (Jawa Pos, 2014).

Menggunakan sepeda motor memang memiliki banyak keuntungan, yaitu seperti harga sepeda motor relatif terjangkau, selain itu juga karena uang muka cicilannya sangat rendah dan alasan yang paling akhir dan yang paling penting adalah karena sepeda motor merupakan sarana transportasi yang paling murah. Karena itulah jumlah pengguna sepeda motor menjadi meningkat saat ini (Kompas.com, 2010).


(12)

3

Namun, dibalik keuntungan menggunakan sepeda motor, meningkatnya jumlah pengguna sepeda motor juga menimbulkan banyak permasalahan seperti persoalan keamanan, ketertiban, kelancaran, tindak pidana pencurian sepeda motor dan keselamatan lalu lintas (Susilo, 2008, dalam Utami, 2010). Kelemahan lain dari penggunaan sepeda motor yaitu kurang stabil dan mudah terjadi kecelakaan.

Kecelakaan lalu lintas merupakan hal yang tidak asing lagi. Kecelakaan lalu lintas di jalan raya merupakan permasalahan yang semakin lama menjadi semakin majemuk dan semakin serius. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan jumlah kecelakaan lalu lintas dari setiap tahunnya. Kecelakaan lalu lintas di jalan raya melibatkan kendaraan bermotor seperti mobil, angkutan, truk, bus, dan sepeda motor (Sulistianingsih, 2014).

Dilansir dari The Washington Post, menurut data terbaru Global Burden, di negara berkembang kecelakaan lalu lintas termasuk lima besar penyebab utama kematian di dunia, melampaui HIV/AIDS, malaria, TBC dan penyakit pembunuh lainnya. Angka kematian global akibat kecelakaan lalu lintas saat ini tercatat mencapai angka 1,24 juta per tahun. Diperkirakan, angka tersebut akan meningkat hingga tiga kali lipat menjadi 3,6 juta per tahun pada 2030 (Republika, 2017).

Di Indonesia, data dari Analisa dan Evaluasi (Anev) kecelakaan lalu lintas pada tahun 2015-2016 menyebutkan, angka kecelakaan pada tahun 2016 mencapai 125 kejadian, dengan korban meninggal dunia mencapai 30 jiwa. Sedangkan kerugian material mencapai Rp. 387.150.000. Angka tersebut


(13)

4

mengalami kenaikan sekitar 148 persen atau 74 kejadian. Dibanding angka kecelakaan di tahun 2015 yang mencapai 50 kejadian, dengan korban meninggal dunia mencapai 20 jiwa, dan kerugian material mencapai Rp. 182.150.000. World Health Organization (WHO) juga mengungkapkan 48 persen korban yang meninggal merupakan usia produktif yaitu 15-44 tahun (Metrotvnews.com, 2016).

Tentang kecelakaan di jalan raya dikemukakan oleh wakil presiden Yusuf Kalla ketika menyampaikan pengarahan pada pencanangan Pekan Nasional II Keselamatan Transportasi Jalan di Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Minggu 20 April 2008 pagi. Dikatakannya bahwa kecelakaan jalan raya di tanah air telah menelan 30.000 korban per tahun, jauh diatas korban flu burung di Indonesia yaitu 100 orang. Pernyataan wakil presiden tidak memerinci kecelakaan tersebut dari jenis kendaraan yang mana, apakah mobil atau sepeda motor (Mashuri & Zaduqisti, 2009).

Saat ini sepeda motor ternyata menjadi penyumbang kecelakaan lalu lintas terbesar di Surabaya. Kasatlantas Polrestabes Surabaya menyebutkan bahwa kecelakaan yang melibatkan sepeda motor sepanjang tahun 2015 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Selain itu, kecelakaan rata-rata terjadi pada pukul 06.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB dan didominasi oleh pengendara usia muda. Dari 866 kasus kecelakaan sepeda motor, sebanyak 192 korban meninggal dunia dan selebihnya korban luka berat dan luka ringan. Korban kecelakaan yang melibatkan sepeda motor di kawasan Surabaya


(14)

5

mayoritas merenggut usia-usia produktif. Hampir 70% korban kecelakaan sepeda motor merupakan usia 16-30 tahun (Surabayaonline.co, 2015).

Usia muda merupakan salah satu segmen penyumbang kecelakaan lalu lintas. Usia 13 - 18 tahun adalah usia remaja awal dimana mereka baru merasakan ketertarikan untuk mencoba mengendarai motor. Remaja berpikir bahwa mereka cukup dewasa untuk mengendarai kendaraan di jalan, tetapi dengan pengetahuan tentang berkendara yang dangkal sering menyebabkan terjadinya kecelakaan (Sammara, 2009).

Menurut Sundari (2009) masa remaja merupakan masa dimana emosi sedang meluap-luap sehingga berdampak pada perilaku remaja yang cenderung melakukan tindakan yang melanggar norma, sehingga pengetahuan yang didapatkannya tidak semena-mena langsung dapat diadopsi dalam perilakunya sehari-hari, padahal banyak remaja itu belum genap usia 17 tahun. Selain tidak memiliki SIM (surat izin mengemudi) kebanyakan remaja juga sering melakukan aksi ugal-ugalan dijalan, tanpa mereka sadari perbuatan mereka tersebut dapat membahayakan diri orang lain, karena pada fase remaja ini merupakan masa yang menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan perannya yang menentukan kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa (Yusuf, 2012, dalam Utari, 2016).

Faktor lain yang menyebabkan banyaknya kasus kecelakaan yang terjadi di Surabaya dapat disebabkan oleh padatnya kendaraan yang ada di jalan raya. Kebutuhan akses transportasi pribadi yang semakin banyak, serta mayoritas masyarakat di kota besar memilih menggunakan motor untuk menunjang


(15)

6

kegiatan sehari-hari mengakibatkan meningkatnya jumlah pengendara, terutama pengendara sepeda motor. Kepadatan yang terjadi di jalan raya ini berdampak pada perilaku pengendara yang seringkali menimbulkan tingkah laku agresif. Perilaku agresif muncul akibat dari kesesakan yang dirasakan para pengendara di jalan raya (Halim, 2008). Hal ini dikarenakan tindakan agresif merupakan tindakan paling umum yang ditampilkan pada saat berada dalam kondisi padat (Konecni, 1975).

Seperti yang terjadi di Jalan Raya Kletek-Bundaran Waru. Kemacetan lalu lintas terjadi pada jam-jam sibuk yaitu jam 07.00 WIB -10.00 WIB. Kemacetan tidak dapat dihindari karena masyarakat terus melakukan berbagai aktivitas diantaranya berangkat kerja, berangkat sekolah, berangkat kuliah, dan keperluan lainnya. Dari kemacetan tersebut banyak sekali pengendara yang melakukan perilaku agresif ke pengendara lainnya, seperti memaki pengendara lain karena tiba-tiba memotong jalan kendarannya. Ada juga pengendara yang membunyikan klakson berkali-kali dengan intensitas yang cukup tinggi dengan tujuan agar ia segera mendapat jalan dan terbebas dari kemacetan tersebut. Selain itu, tak jarang kita temui pengendara yang naik trotoar dan semakin cepat memacu kendaraannya pada saat lampu kuning menyala (Observasi pada Maret, 2017).

Tidak hanya di Surabaya, beberapa daerah di Jakarta pun juga mengalami hal serupa. Belasan pengendara sepeda motor menjarah hak pejalan kaki, mengemudikan kendaraan mereka di sepanjang trotoar jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Puluhan pengguna sepeda motor yang


(16)

7

lain menerobos jalur bus Transjakarta koridor dua rute Pulogadung-Harmoni bersama sejumlah pengendara mobil di kawasan itu (Antara News, 2014).

Di persimpangan Senen, Jakarta, saat lampu merah menyala, belasan pengemudi menempatkan kendaraan mereka sampai menutupi zebra cross yang seharusnya menjadi tempat para pejalan kaki menyeberang. Belasan pengendara sepeda motor lainnya mencoba terus melaju meski lampu lalu lintas yang masih menyala merah. Di sisi lain, beberapa pengendara sibuk berusaha menyebrangkan sepeda motor mereka dari separator jalur bus Transjakarta untuk menghindari petugas yang berdiri di perempatan jalan raya itu (Antara News, 2014).

Perilaku-perilaku para pengemudi motor, seperti pengemudi tidak sabar dan tidak mau mengalah, menyalip atau mendahului, berkecepatan tinggi, dan melanggar lalu lintas, termasuk ke dalam perilaku mengemudi agresif atau disebut juga dengan aggressive driving. Harris & Houston (2008) menjelaskan,

aggressive driving adalah bentuk perilaku mengemudi yang tidak aman yang bisa diukur tanpa mengacu pada kondisi emosi dan motivasi, karena banyak penyebab lainnya antara lain stres, pola berfikir pengemudi dan coping

terhadap kondisi lingkungan.

Perilaku aggressive driving dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Tasca (2000) menyatakan bahwa aggressive driving dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor kepribadian individu yang berhubungan dengan cara pemikiran, emosi, dan sifat biologis, otak individu tidak dapat lagi memproduksi sejumlah endorgin yang memberikan perasaan


(17)

8

nyaman. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, teman sebaya, dan lingkungan.

Salah satu faktor yang menyebabkan pengemudi sepeda motor berperilaku aggressive driving adalah lingkungan. Lingkungan sangat berperan dalam pembentukan perilaku individu. Tasca (2000) menjelaskan adanya hubungan yang signifikan antara kondisi lingkungan dan perilaku agresif pada saat mengemudi. Pengemudi yang lebih sering mengemudi dalam kemacetan jalan cenderung lebih jarang merasakan emosi marah saat mengemudi. Tasca (2000) menambahkan bahwa kemacetan yang tidak terduga atau tidak bisa diperkirakan dapat menimbulkan emosi marah pada pengemudi yang berakibat pengemudi tersebut melakukan aggressive driving.

Faktor lingkungan lain yang mempengaruhi munculnya aggressive driving adalah kepadatan. Sarwono (1997) mengemukakan bahwa kepadatan ini akan memberikan dampak pada manusia, salah satunya adalah munculnya perilaku agresif. Holahan (1982) mengatakan bahwa, kepadatan tinggi merupakan salah satu syarat terjadinya kesesakan (crowded), selanjutnya kondisi ini akan menimbulkan stres pada individu dan memunculkan perilaku agresif. Sependapat, Prakash & Kansal (2003) menjelaskan bahwa salah satu penyebab aggressivedriving yaitu kesesakan (crowded). Kesesakan merupakan penyebab yang sangat subjektif dan akan di persepsikan berbeda-beda oleh setiap individu atau bisa disebut dengan crowded perception.


(18)

9

Altman (1975) menjelaskan bahwa kesesakan (crowded) merupakan suatu situasi di mana individu menghadapi interaksi dalam jumlah yang melebihi dari interaksi yang diinginkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, aggressive driving

dapat dipengaruhi oleh crowded perception individu pada saat terjadi kemacetan di jalan raya.

B.Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara crowded perception di jalan raya dengan kecenderungan aggressive driving pada pengemudi motor remaja ?

C.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara crowded perception di jalan raya dengan kecenderungan aggressive driving pada pengemudi motor remaja.

D.Manfaat Peneltian 1. Manfat teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan psikologi di Indonesia serta memperkaya khazanah keilmuan, khususnya psikologi sosial.

2. Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

a. Pihak Kepolisian Indonesia sebagai bahan evaluasi dan masukan dalam upaya peningkatan, pengembangan, dan pencegahan, khususnya Polisi


(19)

10

Lalu Lintas sebagai informasi lebih lanjut mengenai kondisi psikologis pengemudi sepeda motor.

b. Keluarga maupun pelaku korban aggressive driving untuk lebih memahami kondisi psikologis pengemudi sepeda motor sehingga tidak melakukan perilaku aggressive driving di jalan raya.

c. Pemerhati atau peneliti lain sebagai referensi guna melakukan penelitian serupa yang lebih komprehensif.

E.Keaslian Penelitian

Berdasarkan penulusuran terhadap variabel yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu variabel Crowded Perception dan Kecenderungan Aggressive Driving, berikut akan dipaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti terkait dengan Crowded Perception dan Kecenderungan Aggressive Driving.

Penelitian yang dilakukan oleh Nadiyya Utami (2010) berjudul Persepsi Resiko Kecelakaan dengan Aggressive Driving Pengemudi Motor Remaja. Memaparkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi resiko kecelakaan dengan aggressive driving pengemudi motor remaja.

Ryan Kurniawan (2016) dengan penelitiannya yang berjudul Hubungan Intensi Mematuhi Rambu Lalulintas dengan Aggressive Driving pada Mahasiswa yang Menggunakan Motor. Memaparkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif yang sangat signifikan antara intensi mematuhi rambu lalu lintas dengan aggressive driving, dengan nilai r sebesar - 0,272 dan nilai p=


(20)

11

0,000. Hal ini berarti semakin tinggi intensi mahasiswa mematuhi rambu lalu lintas maka akan semakin rendah aggressive driving yang dilakukan.

Penelitian yang dihasilkan oleh Wisnu Eko Prasetyo & Dyah Siti Septiningsih (2011) berjudul Studi Deskriptif tentang Aggressive Driving

Sepeda Motor di Jalan Raya pada Peserta Didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah 2 Ajibarang. Memaparkan hasil bahwa terdapat agresivitas pada semua peserta didik dalam berkendaraan di jalan raya.

Penelitian yang dihasilkan oleh Wakhidati Maimunah & Sugeng Hariyadi (2016) tentang Hubungan antara Kesesakan dengan Privasi pada Mahasiswa yang Tinggal di Pondok Pesantren. Memaparkan hasil bahwa terdapat hubungan negatif antara kesesakan (crowded) dengan privasi pada mahasiswa yang tinggal di Pondok Pesantren Durrotu Aswaja.

Penelitian yang dihasilkan oleh Fitri Zuhriyah (2007) tentang Hubungan antara Kesesakan dan Kelelahan Akibat Kerja pada Karyawan Bagian Penjahitan Perusahaan Konveksi PT. Mondrian Klaten Jawa Tengah. Memaparkan hasil bahwa ada hubungan yang positif antara kesesakan dengan kelelahan akibat kerja pada karyawan bagian penjahitan pada PT. Mondrian Klaten.

Penelitian yang dilakukan oleh Vlada Dogoter & Teodor Mihaila (2015) yang berjudul Personality Traits Predictors of Aggressive Driving Behavior. A Replicative Study. Memaparkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lima tipe kepribadian dengan perilaku mengemudi agresif dan kepribadian bukan merupakan prediktor perilaku mengemudi agresif.


(21)

12

Penelitian yang dihasilkan oleh Sinha & Nayyar (2000) tentang Crowded Effects of Density and Personal Space Requirements Among Older People: The Impact of Self-Control and Social Support. Memaparkan hasil bahwa kontrol diri dan dukungan sosial mampu melemahkan efek kesesakan dari kepadatan.

Penelitian selanjutnya yang dihasilkan oleh Elena Costantinou, dkk, (2011) yang berjudul Risky and Aggressive Driving in Young Adults: Personality Matters. Memaparkan hasil bahwa pengaruh langsung dari kepribadian pada perilaku mengemudi itu sedikit, meskipun kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku mengemudi yang menyimpang dari kebiasaan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kepribadian memiliki pengaruh sedikit terhadap prediktor yang penting dari hasil perilaku mengemudi yang negatif.

Dari penelitian-penelitian sebelumnya yang sudah dipaparkan, penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian-penelitian diatas yaitu untuk mengetahui penelitian kecenderungan aggressive driving dalam satu aspek dan

crowded perception dalam satu aspek.

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah ingin meneliti mengenai kecenderungan aggressive driving

dengan menggunakan variable crowded perception.

Maka dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Antara Crowded Perception Di Jalan Raya Dengan Kecenderungan Aggressive Driving Pada Pengendara Motor Remaja”.


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A.Kecenderungan Aggressive Driving

1. Definisi Aggressive Driving

Dula & Geller (2003) mendefinisikan aggressive driving sebagai perilaku agresif yang disangaja untuk menyerang, emosi negatif pada saat mengemudi dan perilaku mengemudi yang tidak aman dan membahayakan orang lain. Tasca (2000) menambahkan bahwa, aggressive driving

dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan risiko kecelakaan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan atau upaya untuk menghemat waktu.

National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) mengartikan aggressive driving sebagai suatu pengoperasian kendaraan bermotor yang dapat membahayakan dirinya sendiri atau mungkin membahayakan seseorang, atau properti. Pengemudi bersikap tidak sabar dan kurang peduli sehingga memancing emosi pengguna jalan lain di sekitarnya. Sependapat, Hennessy and Wiesenthal (2000) mendefinisikan

aggressive driving sebagai suatu perilaku yang direncanakan untuk menyerang secara fisik, emosi atau psikologi di lingkungan mengemudi atau jalan raya.

James dan Nahl (2000) mengemukakan mengemudi agresif adalah mengemudi dibawah pengaruh gangguan emosi, menghasilkan tingkah laku yang memaksakan suatu tingkat risiko pada pengemudi lain. Dikatakan


(23)

14

agresif karena mengasumsikan bahwa orang lain mampu menangani tingkat risiko yang sama, dan mengasumsikan bahwa seseorang berhak meningkatkan risiko orang lain untuk terkena bahaya. Sedangkan menurut (Houston, Harris dan Norman, 2003) aggressive driving merupakan pola disfungsi dari perilaku sosial yang mengganggu keamanan publik.

Aggressive driving dapat melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh di suasana lalu lintas tenang.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah diungkapkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aggressive driving merupakan perilaku mengemudi tidak aman dan membahayakan orang lain yang dilakukan secara sengaja, dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan upaya untuk menghemat waktu yang melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh di suasana lalu lintas tenang. Dikatakan agresif karena mengasumsikan bahwa orang lain mampu meningkatkan risiko yang sama serta mengganggu keamanan publik.

2. Jenis-Jenis Aggressive Driving

Tasca (2000), mengemukakan beberapa tingkah laku yang dapat dikategorikan sebagai mengemudi agresif, antara lain :

a. Membuntuti terlalu dekat; b. Keluar-masuk jalur; c. Menyalip dengan kasar;


(24)

15

d. Memotong ke depan kendaraan yang berada di jalur dengan jarak yang dekat;

e. Menyalip dari bahu jalan;

f. Berpindah-pindah jalur tanpa memberikan tanda; g. Menghalangi pengemudi lain untuk menyalip;

h. Tidak mau memberikan kesempatan pengemudi lain untuk masuk ke dalam jalur;

i. Mengemudi dengan kecepatan tinggi yang kemudian menimbulkan tingkah laku membuntuti dan berpindah jalur;

j. Melewati (melanggar) lampu merah;

k. Melewati tanda yang mengharuskan berhenti sehingga dapat membahayakan pengguna jalan lainnya.

Selanjutnya, James dan Nahl (2000) membagi perilaku aggressive driving menjadi beberapa kategori, yaitu : Impatience and inattentiveness, Power Struggle, Recklessness and Road Rage.

Kategori 1: Impatience (ketidaksabaran) dan Inattentiveness

(ketidakperhatian)

a. Menerobos lampu merah.

b. Menambah kecepatan ketika melihat lampu kuning. c. Berpindah-pindah jalur.

d. Mengemudi dengan kecepatan 5-15 km/jam diatas batas kecepatan aman maksimum.


(25)

16

f. Tidak memberikan tanda ketika dibutuhkan, seperti berbelok atau berhenti.

g. Menambah kecepatan atau mengurangi kecepatan secara mendadak. Kategori 2 : Power Struggle (adu kekuatan)

a. Menghalangi orang yang akan berpindah jalur, menolak untuk memberi jalan atau pindah.

b. Memperkecil jarak kedekatan dengan kendaraan di depannya untuk menghalangi orang yang mengantri.

c. Mengancam atau memancing kemarahan pengemudi lain dengan berteriak, membuat gerakan-gerakan yang memancing kemarahan dan membunyikan klakson berkali-kali.

d. Membunuti kendaraan lain untuk memberikan hukuman atau mengancam kendaraan tersebut.

e. Memotong jalan kendaraan lain untuk menyerang atau membalas pengemudi lain.

f. Mengerem secara mendadak untuk menyerang atau membalas pengemudi lain.

Kategori 3 : Recklessness (ugal-ugalan) dan Road Rage (kemarahan di jalan)

a. Mengejar pengemudi lain untuk berduel. b. Mengemudi dalam kondisi mabuk.


(26)

17

d. Menyerang pengemudi lain dengan menggunakan mobilnya sendiri atau memukul suatu objek.

e. Mengemudi dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Selain itu, Houston, Harris, dan Norman (2003) membagi perilaku

aggressive driving menjadi beberapa aspek, yaitu : a. Perilaku Konflik (Conflict Behavior)

Perilaku konflik melibatkan interaksi sosial langsung dengan pengemudi lain dan di tandai oleh tindakan yang tidak kompatibel yang memperoleh respon konflik.

Indikator dari perilaku konflik : 1) Membunyikan klakson. 2) Memberi isyarat kasar. 3) Menyalakan lampu jauh. b. Mengebut (Speeding)

perilaku mengebut termasuk kedalam perilaku beresiko (risk taking behavior), menurut Houston, Harris, dan norman (2003) perilaku mengebut tersebut tidak jelas merupakan perilaku yang memperhitungkan resiko, pembuatan keputusan secara impulsif atau hanyalah kecerobohan dari pengemudi.

Indikator dari mengebut :

1) Mengebut melewati batas kecepatan. 2) Membuntuti kendaraan lain.


(27)

18

3. Faktor-faktor Penyebab Aggressive Driving

Menurut Tasca (2000), faktor-faktor penyebab aggressive driving

adalah sebagai berikut : a. Usia dan Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan aggressive driving yang terjadi melibatkan pengemudi laki-laki usia muda antara usia 17-35 tahun, lebih tinggi dari pengemudi perempuan pada rentang usia yang sama. Aggressive driving termasuk perilaku melanggar lalu lintas, pengemudi laki-laki cenderung meremehkan risiko yang terkait dengan pelanggaran lalu lintas. Menurut mereka, peraturan lalu lintas adalah sesuatu yang menjengkelkan dan berlebihan. Sedangkan pengemudi perempuan cenderung memandang peraturan lalu lintas sebagai sesuatu yang penting, jelas dan masuk akal serta merasa memiliki kewajiban untuk mematuhinya. Oleh karena itu, pengemudi laki-laki lebih banyak terlibat perilaku aggressive driving dari pada pengemudi perempuan.

b. Anonimitas

Anonimitas biasanya mengacu pada seseorang, yang sering berarti bahwa identitas pribadi, informasi identitas pribadi orang tersebut tidak diketahui. Jalan raya, terutama pada malam hari, memberikan anonimitas dan kesempatan untuk melarikan diri. Keadaan tersebut memberikan kesempatan untuk “lolos begitu saja” dari diketahuinya seseorang sebagai pengemudi yang melakukan aggressive driving. Dengan


(28)

19

demikian, dapat dikatakan bahwa anonimitas merupakan suatu kondisi mengemudi yang memungkinkan seorang pengemudi tidak diketahui identitasnya.

c. Faktor Sosial

Aggressive driving merupakan pengaruh dari norma, reward, hukuman, dan model yang ada di masyarakat. Banyaknya kasus

aggressive driving yang tidak mendapatkan hukuman dapat membentuk persepsi bahwa perilaku seperti ini normal dan diterima. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan para pengemudi merasa bahwa perilaku

aggressive driving yang dilakukannya tidak atau kurang dikontrol, sehingga para pengemudi tetap melakukan aggressive driving.

d. Kepribadian

Individu memiliki ciri yang menentukan mereka untuk berperilaku secara teratur dan terus-menerus dalam berbagai situasi. Sifat-sifat ini dikatakan membentuk kepribadian mereka. Faktor pribadi yang telah diidentifikasi sebagai berhubungan dengan kecelakaan kendaraan umumnya termasuk agresi tingkat tinggi dan permusuhan, daya saing, kurang kepedulian terhadap orang lain, sikap mengemudi yang tidak baik, mengemudi untuk pelepasan emosional, impulsif dan mengambil risiko.

e. Gaya Hidup

Gaya hidup merupakan salah satu faktor penyebab perilaku


(29)

20

berhubungan dengan gaya hidup, performa mengemudi dan risiko tabrakan yang difokuskan pada pengemudi usia muda. Mereka memiliki gaya hidup seperti minum minuman keras, menggunakan obat-obat terlarang, merokok dan kelelahan karena bersosialisasi sampai larut malam. Dimana gaya hidup tersebut menyerap pada semua aspek kehidupan mereka, termasuk saat mereka berkendara. Perilaku-perilaku tesebut termasuk ke dalam mengemudi dibawah gangguan emosional yang oleh disebut aggressive driving.

f. Tingkah Laku Pengemudi

Tingkah laku pengemudi dapat menjadi salah satu faktor penyebab

aggressive driving. Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa orang yang merasa dirinya memiliki keterampilan yang tinggi dalam menangani kendaraan lebih memungkinkan untuk mengalami kemarahan dalam situasi lalu lintas yang menghambat laju kendaraannya. Sebaliknya, pengemudi yang menilai diri mereka sendiri memiliki keterampilan yang tinggi dalam hal keselamatan kemungkinan akan kurang terganggu oleh situasi lalu lintas yang menghambat laju kendaraanya kurang. Hal ini dapat berarti bahwa orang yang memiliki ketrampilan yang tinggi dalam menangani kendaraan lebih berpeluang untuk melakukan aggressive driving. Sedangkan orang yang memiliki ketrampilan yang tinggi dalam hal keselamatan kecil kemungkinan untuk melakukan aggressive driving, karena ia lebih mengutamakan keselamatan.


(30)

21

g. Faktor Lingkungan

Hubungan yang kuat antara kondisi lingkungan dan manifestasi pengemudi agresif. Pengemudi yang terbiasa dengan kemacetan lebih jarang merasakan emosi marah saat mengemudi. Namun, kemacetan yang tidak diperkirakan dapat menimbulkan emosi marah pada pengemudi yang kemudian dapat meningkatkan kecenderungan pengemudi untuk melakukan aggressive driving.

Faktor lingkungan yang juga mempengaruhi timbulnya perilaku

aggressive driving adalah faktor kepadatan. Sarwono (1997) menyatakan bahwa kepadatan seringkali memiliki dampak pada manusia, salah satunya yaitu timbulnya perilaku agresif. Hal ini dikarenakan tindakan agresif merupakan tindakan paling umum yang ditampilkan pada saat berada dalam kondisi padat (Konecni, 1975).

Hennessy & Wiesenthal (2000) menambahkan, kondisi lingkungan jalan raya yang padat akan mempengaruhi tingkat stres individu, selanjutnya akan memungkinkan terjadinya perilaku agresif pada saat mengemudi. Sependapat, Prakash & Kansal (2003) menjelaskan bahwa salah satu penyebab aggressive driving yaitu kesesakan (crowded). Kesesakan merupakan penyebab yang sangat subjektif dan akan persepsikan berbeda-beda oleh setiap individu.

4. Pengemudi Remaja

Menurut PP No.43 tahun 1993, pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor atau orang yang secara langsung


(31)

22

mengawasi calon pengemudi yang sedang belajar mengemudikan kendaraan bermotor. Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI (2002), menjelaskan bahwa pengemudi adalah orang yang (pekerjaannya) mengemudikan (perahu, mobil, pesawat terbang, sepeda motor, dsb). Oleh karena itu, pengguna sepeda motor remaja adalah orang yang mengemudikan sepeda motor dalam usia 12 tahun sampai 22 tahun (dalam Santrock, 2003).

Batasan usia remaja dikemukakan dalam berbagai pendapat, antara lain (Monks, dkk, 2002) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Sedangkan Santrock (2003) berpendapat bahwa usia remaja berada pada rentang usia 12-23 tahun. Berdasarkan pernyataan ahli di atas dapat diamati bahwa proses mulainya masa remaja relatif sama sedangkan masa berakhirnya berbeda-beda. Ada yang dipercepat dan ada yang diperlambat. Hal ini tergantung dari kondisi lingkungan tempat remaja tersebut berkembang. Monks, dkk, (2002) menambahkan pembagian masa remaja mulai dari remaja awal antara usia 12-15 tahun, remaja tengah antara usia 15-18 tahun dan remaja akhir antara usia 18-22 tahun.

Batasan usia pengemudi remaja sendiri telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Pengemudi remaja termasuk ke dalam golongan pengemudi usia muda. Tasca (2000) menyatakan bahwa perilaku aggressive driving

paling banyak ditampilkan oleh pengemudi yang berusia 17-35 tahun, yaitu

young driver atau pengemudi muda. Penelitian menunjukkan bahwa perilaku agresif di jalan didominasi oleh pengemudi usia muda (16-23 tahun), biasanya mereka tidak menggunakan sabuk pengaman, dibawah


(32)

23

kendali alkohol, tidak mempunyai surat ijin yang valid. Selain itu situasi juga memicu terjadinya aggressive driving, diantaranya seorang remaja membawa penumpang sesama remaja, kondisi jalan padat pada pagi hari, dan batas kecepatan yang ada pada peraturan (Paleti, Eluru & Bath, 2010).

Beberapa studi juga menemukan penilaian subyektif pengemudi usia muda terkait kesesakan yang dialami di lalu lintas. Shinar (2004) menjabarkan dalam penelitiannya bahwa kodisi lalu lintas yang padat akan memicu aggressive driving. Respon yang muncul atara lain perilaku agresif, kompetitif dan perilaku negatif lainnya (Holahan, 1982). Holahan, (1982) menambahkan bahwa perilaku reaktif ditunjukkan pada individu dengan usia muda lebih banyak diabanding usia tua.

Aggressive driving sendiri telah dimasukkan menjadi salah satu pembahasan dalam psikologi perkembangan remaja. Beberapa diantaranya telah diuraikan oleh Santrock (1988); Papalia, Old, & Feldman (2009). Kovar (1991), Millstein & Litt (1990) & Takanishi (1993) menguraikan bahwa tiga penyebab utama kematian pada masa remaja adalah kecelakaan, bunuh diri, dan pembunuhan (dalam Santrock, 2003). Lebih dari setengah seluruh kematian pada remaja usia 10-19 disebabkan karena kecelakaan, dan kebanyakan berupa kecelakaan kendaraan bermotor, terutama pada remaja yang lebih tua. Kebiasaan mengemudi berisiko yang sering menyebabkan kecelakaan pada usia remaja yaitu ngebut (speeding), membuntuti (tailgating), dan mengemudi di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan (Santrock, 2003).


(33)

24

B.Crowded Perception di Jalan Raya

1. Perception atau Persepsi a. Definisi Perception

Menurut Robbins (2006) persepsi atau perception adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberi makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian, apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan objektif. Individu-individu memandang satu benda yang sama, namun mempersepsikannya secara berbeda. Sejumlah faktor berperan dalam membentuk dan kadang memutarbalikkan persepsi. Faktor-faktor ini dapat berbeda dalam objek atau target yang dipersepsikan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu dibuat.

Persepsi adalah proses dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman psikologis. Setiap orang memeberi arti sendiri arti sendiri terhadap rangsangan, individu melihat hal yang sama denga cara yang berbeda. Persepsi berperan dalam penerimaan rangsangan, mengaturnya, dan menterjemahkannya atau mengtinterpretasikan rangsangan untuk mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap (Gibson, 1996, dalam Utami, 2010).

Ivancevich, Konopaske, & Matteson, (2008), melanjutkan bahwa persepsi merupakan suatu proses kognitif dari setiap individu untuk


(34)

25

mengartikan stimulus dari lingkungan sekitar. Sehingga persepsi setiap individu mungkin berbeda meskipun stimulus atau objeknya sama.

Berdasarkan penjelasan beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan proses mengorganisasikan, menafsirkan, dalam rangka memberi makna kepada lingkungan mereka. Persepsi muncul sesuai dengan pengalaman yang sudah ada dan setiap individu dapat menghasilkan persepsi yang berbeda-beda dari suatu stimulus atau objek yang sama.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perception

Menurut Robbins (2006), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu:

1. Orang yang melakukan persepsi. Ada beberapa hal yang dapat memperngaruhi persepsi seseorang, antara lain:

a) Sikap individu yang bersangkutan terhadap obyek persepsi.

b) Motif atau keinginan yang belum terpenuhi yang ada dalam diri seseorang akan berpengaruh terhadap persepsi yang dimunculkan. c) Interest (ketertarikan). Fokus perhatian individu dipengaruhi oleh

ketertarikan tentang sesuatu. Hal ini menyebabkan obyek persepsi yang sama dapat dipersepsikan berbeda oleh masing-masing individu.

d) Harapan. Harapan dapat menyebabkan distorsi terhadap obyek yang dipersepsikan atau dengan kata lain sseseorang akan


(35)

26

mempersepsikan suatu objek atau kejadian sesuai dengan apa yang diharapkan.

2. Target atau obyek persepsi, karakteristik dari obyek yang dipersepsikan dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Rangsang obyek yang bergerak di antara obyek yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga rangsang obyek yang paling besar diantara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan intensitas rangsangnya paling kuat. Karakteristik orang yang dipersepsi baik itu karaketrisitik personal sikap ataupun tingkah laku dapat berpengaruh terhadap orang yang mempersepsikannya karena manusia dapat saling mempengaruhi persepsi satu sama lain, orang tua yang berinteraksi dengan anaknya dengan penuh perhatian, hangat, selalu antusias, dan sebagainya akan berpengaruh terhadap persepsi anak akan orang tuanya.

3. Faktor situasi yaitu saat persepsi muncul, konteks situasi saat melihat objek baik berupa lokasi, cahaya dan suasana sangatlah penting. Pada faktor situasi terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi, antara lain :

a) Konteks sosial, bagaimana lingkungan sosial memandang objek persepsi seseorang adalah kecenderungan sesuai dengan apa yang dipersepsikan lingkungan sosialnya.

b) Konteks pekerjaan, persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa dalam lingkup pekerjaan.


(36)

27

c) Waktu, pada saat objek persepsi tersebut dipersepsikan. c. Aspek-Aspek Perception

Pada hakekatnya sikap adalah merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, dimana komponen-komponen tersebut menurut Allport (1924) ada tiga yaitu:

1. Komponen kognitif

Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.

2. Komponen Afektif

Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.

3. Komponen Konatif

Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.

Baron dan Byrne (2004) menyatakan bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:

1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.


(37)

28

2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.

3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

2. Crowded atau Kesesakan a. Definisi Crowded

Kesesakan ada hubungannya dengan kepadatan namun kepadatan bukanlah merupakan syarat yang mutlak untuk menimbulkan perasaan sesak. Secara teoritis perlu dibedakan antara kepadatan (density) dengan kesesakan (crowded). Kepadatan mengacu kepada jumlah orang dalam ruang (space) sehingga sifatnya mutlak, sedangkan kesesakan adalah persepsi seseorang terhadap kepadatan, sehingga sifatnya subjektif (Halim, 2008).

Gifford (1987) menyatakan bahwa kesesakan adalah perasaan seseorang atau perasaan subjektif karena banyaknya orang disekitarnya. Selanjutnya Sears (2007, dalam Erlinda, 2016) mengungkapkan bahwa kesesakan merupakan perasaan sempit dan tidak memiliki cukup ruang yang bersifat subjektif atau rasa sesak adalah keadaan psikologis yang


(38)

29

menekan dan tidak menyenangkan, yang dikaitkan dengan keinginan untuk memperoleh lebih banyak ruang daripada yang telah diperoleh.

Veitch & Arkkelin (1995) mendefinisikan kesesakan sebagai suatu konsep psikologis yang menunjuk pada pengalaman subyektif terhadap kepadatan populasi seperti jumlah ruang fisik per orang atau jumlah orang per unit ruangan. Altman (1975) menambahkan penjelasan sebelumnya, kesesakan merupakan suatu situasi di mana individu menghadapi interaksi dalam jumlah yang melebihi dari interaksi yang diinginkan.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, kesesakan (crowded) adalah perasaan subjektif yang menekan dan tidak menyenangkan di mana individu menghadapi interaksi dalam jumlah yang melebihi dari interaksi yang diinginkan.

b. Teori-Teori Crowded

Beberapa psikolog lingkungan menjabarkan beberapa teori tentang kesesakan. Holahan (1982) menjelaskan teori-teori kesesakan dalam 3 model, yaitu

1) Teori Stimulus Berlebih (Information Overload Theory)

Beberapa peneliti psikologi lingkungan mengemukakan bahwa ada beberapa proses yang sama yang dilakukan oleh individu saat menghadapi kesesakan. Individu yang berada dalam kondisi kesesakan mendapatkan berbagai stimulus yang berasal dari lingkungan di


(39)

30

sekitarnya, sehingga memungkinkan individu untuk mengalami apa yang disebut sebagai stimulus berlebih.

2) Teori Kendala Perilaku (Behavioral Constrain Theory)

Beberapa psikolog lingkungan mengemukakan bahwa konsekuensi negatif dari kesesakan disebabkan oleh hambatan yang terjadi akibat kepadatan sosial dan spasial yang mempengaruhi kebebasan seseorang. Menurut pandangan ini, jumlah tekanan yang dialami akan mengganggu tergantung dari pemilihan perasaan terhadap situasi tersebut. Untuk menjelaskan proses psikologis ini, psikolog lingkungan mengemukakan suatu model untuk membantu dalam memahami bagaimana kesesakan mempengaruhi mood seseorang dan performansi mereka dalam mengerjakan berbagai tugas.

Efek psikologis dari kesesakan adalah pengalaman kebebasan memilih yang dialami dalam siatuasi kesesakan. Mereka berpendapat bahwa kesesakan sebagai suatu fenomena psikologi tidak secara langsung berhubungan dengan jumlah orang. Hal yang penting untuk mengalami kesesakan adalah perasaan bahwa orang lain menghalangi dirinya untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Teori ini menerangkan bahwa kesesakan terjadi ketika individu merasa kebebasan untuk berperilaku dibatasi oleh keberadaan sejumlah individu pada suatu wilayah sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Kondisi tersebut akhirnya mendorong individu melakukan perlawanan terhadap


(40)

31

keadaan yang mengancam kebebasannya itu, yang disebut reaktansi psikologis (psychology reactance), yaitu suatu bentuk perlawanan terhadap kondisi yang mengancam kebebasan untuk memilih. Adapun bentuknya adalah usaha-usaha untuk mendapatkan lagi yang hilang. Misalnya, seorang sedang belajar dikamar, sementara di luar kamar ada sekelompok orang yang sedang berbicara dengan suara keras, dan tidak mempunyai pilihan tempat lain untuk belajar, maka orang itu akan merasa terganggu oleh suara yang keras itu. Akan tetapi bila individu dapat pindah keruangan lain dan meneruskan belajar, individu tidak akan merasa bahwa suara keras itu mengganggu.

Model ini tergolong dalam konsep intervensi perilaku, yang memandang bahwa kepadatan yang tinggi saja tidak cukup untuk menimbulkan stres. Kesesakan akan timbul bila kepadatan yang tinggi mengganggu perilaku individu dalam usaha pencapaian tujuan.

3) Teori Model Ekologi (Ecological Model Theory)

Pertama, teori perilaku ekologi berfokus pada hubungan adaptif antara individu dengan lingkungannnya. Kedua, unit analisis dalam model ekologi adalah pengaruh sosial daripada individual, dan penekanan bahwa organisasi sosial memainkan peran penting dalam model ini. Ketiga, konsep ekologi perilaku menekankan distribusi dan penggunaan sumber-sumber material dan sosial. Model ekologi kesesakan juga membantu seseorang untuk memahami pengaruh


(41)

32

kelompok sosial dan pengaruh kesesakan dalam proses sosial yang berlangsung dalam kelompok besar.

Individu bisa mentoleransi kepadatan yang tinggi dalam lingkungan karena pola organisasi sosial yang terlibat dalam menentukan ruang konseptual antar individu. Dengan kata lain, ketentuan sosial yang telah ditetapkan dapat membantu dalam membagi ruang sosial tanpa tindakan agresif. Teori ekologi tentang kesesakan membahas bagaimana pengaruh kesesakan terhadap organisasi kelompok sosial dan pengaruh kesesakan pada proses-proses sosial pada kelompok-kelompok yang besar.

c. Aspek-Aspek Crowded

Gifford (1987) menjelaskan bahwa kesesakan memiliki tiga aspek yakni :

1) Aspek Situasional

Kondisi pada situasi terlalu banyak orang yang saling berdekatan dalam jarak yang tidak diinginkan sehingga menyebabkan gangguan secara fisik dan ketidaknyamanan, tujuan yang terhambat oleh kehadiran orang-orang yang terlalu banyak, ruangan/lokasi yang menjadi semakin sempit karena kehadiran orang baru.

2) Aspek Emosional

Menjelaskan pada perasaan yang berkaitan dengan kesesakan yang dialami, biasanya adalah perasaan negatif pada orang lain maupun pada situasi yang dihadapi. Perasaan positif dalam kesesakan masih mungkin


(42)

33

terjadi, namun perasaan ini hanya terjadi jika individu berhasil menangani rasa sesak dengan strategi penanggulangan masalah yang digunakan.

3) Aspek Perilaku

Kesesakan menimbulkan respon yang jelas hingga samar seperti mengeluh, menghentikan kegiatan dan menjauhi situasi, tetap bertahan namun berusaha mengurangi rasa sesak yang timbul, menghindari kontak mata, beradaptasi hingga menarik diri dari interaksi sosial.

d. Faktor-Faktor Penyebab Crowded

Gifford (1987) menjelaskan 3 faktor yang menyebabkan kesesakan, yaitu faktor personal, sosial, dan faktor lingkungan. Berikut ini penjelasan faktor-faktor kesesakan tersebut :

1) Faktor Personal

Faktor yang berasal dari diri individu dapat berpengaruh besar terhadap perasaan sesak (crowded), hal ini terjadi karena kesesakan merupakan suatu pandangan subjektif yang akan berbeda-beda pada setiap individu. Fator-faktor personal ini terdiri dari :

a) Kontrol Pribadi (Locus Of Control)

Individu dapat menggunakan kontrol perilakunya, sesuai dengan teori hambatan perilaku yang sudah dijelaskan sebelumnya. Apabila kontrol pribadi sudah tidak dapat digunakan, maka kesesakan akan muncul sebagai akibatnya. Kontrol diri dilakukan individu untuk


(43)

34

mnghindari stimulus yang ada sehingga terlepas dari perasaan sesak (crowded).

Individu dengan locus of control internal, percaya bahwa keadaan yang akan terjadi pada dirinya akan mempengaruhi kehidupannya. Lebih dimungkinkan individu seperti ini mampu mengendalikan kesesakan daripada individu dengan locus of control

eksternal.

b) Budaya, Pengalaman dan Proses adaptasi

Budaya akan berpengaruh terhadap perilaku individu. Dibeberapa tempat dengan budaya yang berbeda akan menunjukkan perilaku individu yang berbeda terhadap suatu hal. Crowded Perception antara orang Asia dan Mediterania yang tinggal di Asrama di Amerika, hasilnya adalah orang Mediterania merasa lebih sesak daripada orang asia, demikian cukup membuktikan bahwa latar belakan budaya dapat menyebabkan perbedaan Crowded Perception

(crowded).

Pengalaman sebelumnya dapat juga mempengaruhi perasaan sesak. Pengalaman individu pada kondisi padat yang dapat menyebabkan kesesakan dapat mempengaruhi tingkat toleransi individu terhadap stres yang dialami akibat kesesakan tersebut. Tingkat toleransi ini dapat berguna apabila berada pada kondisi yang baru.


(44)

35

Semakin sering individu mengalami kepadatan sehingga merasakan kesesakan (crowded), akan semakin ada pembiasaan yang kemudian membuat individu semakin menganggap kepadatan tersebut tidak menyebabkan kesesakan. Apabila individu semakin sering dan konstan mengalami stimulus yang muncul, akan membentuk pembiasaan secara psikologis (adaptasi) dan fisik (habituasi) yang akan melemahkan efek dari stimulus tersebut.

c) Jenis Kelamin dan Usia

Dalam beberapa penelitian, pria yang mengalami kesesakan akan lebih terlihat daripada wanita, karena pria akan lebih reaktif dengan kesesakan tersebut. Respon yang muncul atara lain perilaku agresif, kompetitif dan perilaku negatif lainnya . Holahan (1982) menambahkan bahwa perilaku reaktif ditunjukkan pada individu dengan usia muda lebih banyak diabanding usia tua.

2) Faktor Sosial

Pengaruh personal terhadap kesesakan akan semakin mudah terjadi apabila ada pengaruh juga dari pengaruh orang lain, atau keadaan lingkungannya. Faktor-faktor sosial adalah sebagai berikut : a) Kehadiran dan perilaku orang lain

Kehadiran orang lain akan membuat individu merasakan sesak apabila hadirnya orang lain tersebut dianggap mengganggu individu. Penghuni asrama merasa sesak apabila ada banyak kunjungan dari penghuni asrama lain. penghuni yang menerima banyak kunjungan


(45)

36

juga merasa tidak nyaman terhadap ruangan, teman sekamar dan proses belajar mereka.

b) Formasi Koalisi

Berawal dari anggapan bahwa kepadatan sosial dapat meningkatkan kesesakan (crowded). Bertambahnya teman sekamar akan memicu kesesakan, karena akan terjadi koalisi atara suatu pihak dan kemudian menyebabkan pihak lain merasa terisolasi.

c) Kualitas Hubungan

Kesamaan tujuan dan kepentingan atau pandangan yang sama antara beberapa individu akan mengurang perasaan sesak. Seberapa baik individu dapat bergaul dengan orang lain akan mempengaruhi perasaan sesak individu dalam suatu lingkungan.

3) Faktor Lingkungan

a) Informasi yang Tersedia

Kesesakan juga dipengaruhi oleh bentuk dan jumlah informasi yang muncul sebelum mengalami kepadatan. Individu yang tidak mempunyai informasi sebelumnya akan merasa lebih sesak dibandingkan dengan individu yang sudah mempunyai informasi sebelumnya.

b) Faktor Fisik

Faktor fisik merupakan kondisi atau penampakan yang ada pada lingkungan sekitar individu yang dapat menimbulkan efek kesesakan (crowded). Kondisi ruangan penjara menimbulkan perasaan sesak,


(46)

37

karena ukuran ruangan dan penghuni dalam penjara tersebut. Penghuni asrama pada lantai atas lebih sedikit merasakan efek sesak karena keberadaan orang lain yang lebih sedikit dibanding lantai bawah. Yudha dan Christine, (2005) menambahkan bahwa ada hubungan atara kondisi pemukiman yang kumuh dan sesak dengan intensi perilaku agresif. Jadi faktor lingkungan secara fisik seperti, bentuk ruangan, ukuran ruangan, lebar wilayah, jumlah lantai, jumlah ruangan, tinggi atap, dan sebagainya mendukung munculnya efek sesak (crowded) pada individu.

3. Jalan Raya

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapan yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).

Jalan raya adalah jalur - jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat oleh manusia dengan bentuk, ukuran - ukuran dan jenis konstruksinya sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang mengangkut barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan mudah dan cepat (Oglesby, Clarkson H., 1999).

Jalan raya sebagai sarana transportasi darat yang membentuk jaringan transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah akan mempengaruhi


(47)

38

kondisi perekonomian dan pembangunan suatu daerah. Seiring dengan bertambahnya kepemilikan kendaraan menyebabkan meningkatnya volume lalu lintas, sementara kapasitas jalan tetap. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas.

C.Hubungan antara Crowded Perception di Jalan Raya dengan Kecenderungan Aggressive Driving

Aggressive driving menurut Dula & Geller (2003) sebagai perilaku agresif yang disengaja untuk menyerang, emosi negatif pada saat mengemudi dan perilaku mengemudi yang tidak aman dan membahayakan orang lain. Tasca (2000) menambahkan bahwa, aggressive driving dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan risiko kecelakaan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan atau upaya untuk menghemat waktu.

Tasca (2000) mengemukakan beberapa hal yang mempengaruhi

aggressive driving adalah faktor usia dan jenis kelamin, anonimitas, faktor sosial, kepribadian, gaya hidup, tingkah laku pengemudi serta lingkungan. Faktor lingkungan menjadi fokus dalam penelitian ini sebagai pemicu munculnya aggressive driving. Kondisi lingkungan akan mempengaruhi perilaku individu termasuk salah satunya aggressive driving.

Faktor Lingkungan sangat berperan dalam pembentukan perilaku individu. Kondisi lingkungan yang padat akan menimbulkan perasaan sesak. Gifford (1987) menyatakan bahwa kesesakan adalah perasaan seseorang atau perasaan subjektif karena banyaknya orang disekitarnya. Sedangkan, Sears,


(48)

39

2007, (dalam Erlinda, 2016) mengungkapkan bahwa kesesakan merupakan perasaan sempit dan tidak memiliki cukup ruang yang bersifat subjektif atau rasa sesak adalah keadaan psikologis yang menekan dan tidak menyenangkan, yang dikaitkan dengan keinginan untuk memperoleh lebih banyak ruang daripada yang telah diperoleh.

Individu dapat mempersepsikan kesesakan secara berbeda-beda. Persepsi individu terhadap kesesakan dapat dipengaruhi oleh bentuk, jumlah, dan lokasi terjadinya stimulus. Selain itu proses adaptasi dan pengalaman akan mempengaruhi pula crowded perception oleh masing-masing individu.

Perasaan individu terhadap lingkungan sekitarnya yang padat dapat membuat kondisi psikologis individu di dalamnya mempersepsikan sebagai kesesakan yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat stres individu dan kemudian akan mempengaruhi perilaku individu. Pengaruh crowded perception tersebut dapat terlihat melalui perilaku mengemudi tidak aman dan membahayakan orang lain yang dilakukan secara sengaja, dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan upaya untuk menghemat waktu. Perilaku tersebut melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh yang disebut dengan aggressive driving.

Hal ini didukung oleh (Holahan, 1982) yang mengemukakan bahwa kepadatan merupakan salah satu syarat terjadinya kesesakan. Kepadatan yang tinggi akan menimbulkan kesesakan (crowded). Selanjutnya, Holahan menambahkan bahwa kesesakan berpengaruh negatif terhadap psikologis


(49)

40

individu, antaranya adalah ketidaknyamanan, stres, dan juga agresivitas. Oleh karena itu, kondisi lingkungan jalan yang padat, akan menimbulkan perasaan sesak pada pengemudi, kemudian akan mempengaruhi tingkat stres dan memunculkan aggressive driving. Sependapat, Prakash & Kansal (2003) menjelaskan bahwa salah satu penyebab aggressive driving yaitu kesesakan (crowded). Kesesakan merupakan penyebab yang sangat subjektif dan akan persepsikan berbeda-beda oleh setiap individu.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, aggressive driving

dapat dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya kondisi jalan raya. Jalan raya yang padat akan dipersepsikan masing-masing individu secara berbeda-beda. Persepsi individu terhadap kesesakan (crowded) pada saat terjadi kemacetan di jalan raya, akan menetukan tinggi atau rendahnya perilaku aggressive driving

yang muncul. D.Landasan Teoritis

Landasan teori adalah suatu model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penelitian.

Aggressive driving merupakan perilaku mengemudi tidak aman dan membahayakan orang lain yang dilakukan secara sengaja, dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan upaya untuk menghemat waktu yang melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh di suasana


(50)

41

lalu lintas tenang. Dikatakan agresif karena mengasumsikan bahwa orang lain mampu meningkatkan risiko yang sama serta mengganggu keamanan publik.

Kesesakan (crowded) adalah perasaan subjektif yang menekan dan tidak menyenangkan di mana individu menghadapi interaksi dalam jumlah yang melebihi dari interaksi yang diinginkan.

Ada beberapa hal yang mempengaruhi aggressive driving yaitu faktor usia dan jenis kelamin, anonimitas, faktor sosial, kepribadian, gaya hidup, tingkah laku pengemudi serta lingkungan.. Faktor lingkungan menjadi fokus dalam penelitian ini sebagai pemicu munculnya aggressive driving.

Lingkungan sangat berperan dalam pembentukan perilaku individu. Kondisi lingkungan yang padat akan menimbulkan kondisi psikologis individu di dalamnya merasakan kesesakan dan kemudian akan mempengaruhi perilaku individu . Perilaku yang sering muncul akibat crowded perception di jalan raya salah satunya adalah aggressive driving. Hal ini didukung oleh penelitian dari (Macintyre & Homel, 2004), bahwa perilaku agresif muncul disebabkan salah satunya oleh kesesakan. Halim (2008) juga menambahkan bahwa perilaku agresif muncul akibat dari kesesakan yang dirasakan para pengendara di jalan raya. Sependapat, Prakash & Kansal (2003) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa salah satu penyebab aggressive driving yaitu kesesakan. Hal ini dikarenakan tindakan agresif merupakan tindakan paling umum yang ditampilkan pada saat berada dalam kondisi padat (Konecni, 1975). Oleh sebab itu, peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan antara crowded perception


(51)

42

pppppe

Gambar 1. Skema Konsep Penelitian. E.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis dan hasil penemuan beberapa penelitian, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Hipotesis Alternatif (Ha)

Terdapat hubungan antara crowded perception di jalan raya dengan kecenderungan aggressive driving.

Crowded Perception di Jalan Raya

Kecenderungan


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional.

1. Variabel Penelitian

Azwar (2011) menyatakan bahwa variabel adalah beberapa fenomena atau gejala utama dan beberapa fenomena lain yang relevan mengenai atribut atau sifat yang terdapat pada subjek penelitian. Sedangkan menurut Suryabrata (1998) variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian.

Variabel memegang peranan penting dalam suatu penelitian, mengartikan variabel sebagai segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian. Sering pula dinyatakan variabel penelitian itu sebagai faktor- faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.

Pentingnnya identifikasi dan perumusan variabel penelitian adalah untuk mengarahkan, membatasi perhatian penelitian masalah yang hendak diteliti dengan segala hal yang terkait didalamnnya. Batasan- batasan variabel bebas dan variabel tergantung yang harus dipertegas. Hal ini masing- masing didefinisikan secara operasional agar dapat di ukur.

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, maka variabel yang diteliti adalah :


(53)

44

b.Variabel Terikat/Dependent Variable (Y) = Kecenderungan Aggressive Driving.

2. Definisi Operasional

Definisi Operasional variabel adalah definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik- karakteristik variabel tersebut dapat diamati (Azwar, 2004). Definisi operasional merujuk pada peneliti atas caranya dalam mengukur suatu variabel. Pada penelitian ini, peneliti mengoperasionalkan Crowded Perception dan Kecenderungan Aggressive Driving sebagai variabel alat ukur. Kedua variabel operasional ini diukur menggunakan dua skala dengan pemberian skor bergerak dari yang terendah 1 hingga tertinggi 4 disetiap pilihan jawaban per aitem. Skor tersebut digunakan untuk mengetahui respon dari subjek penelitian terhadap suatu pernyataan.

Aggressive driving merupakan perilaku mengemudi tidak aman dan membahayakan orang lain yang dilakukan secara sengaja, dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan upaya untuk menghemat waktu yang melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu jauh di suasana lalu lintas tenang. Dikatakan agresif karena mengasumsikan bahwa orang lain mampu meningkatkan risiko yang sama serta mengganggu keamanan publik.

Peneliti menggunakan skala kecenderungan aggressive driving sebagai alat ukur. Adapun peneliti gunakan sebagai pedoman pengukuran meliputi


(54)

45

aspek perilaku konflik (conflict behavior) dan aspek mengebut (speeding). Yang mana hal ini dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berperilaku aggressive driving.

Sedangkan crowded perceptionadalah perasaan subjektif yang menekan dan tidak menyenangkan di mana individu menghadapi interaksi dalam jumlah yang melebihi dari interaksi yang diinginkan. Peneliti menggunakan skala crowded perception sebagai alat ukur. Adapun peneliti gunakan sebagai pedoman pengukuran meliputi aspek situasional, aspek emosional, dan aspek perilaku.

B.Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009). Peneliti tidak bisa mendapatkan jumlah populasi yang pasti, dikarenakan pengemudi sepeda motor di Indonesia merupakan kelompok objek dengan ukurannya tidak terhingga (infinite) yang jumlah populasinya tidak terbatas (Reksoatmodjo, 2006, dalam Luthfie, 2014). Selanjutnya, populasi yang digunakan peneliti disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian. Oleh karena itu, peneliti menentukan karakteristik populasi yang akan digunakan sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu sebagai berikut :


(55)

46

b. Memiliki SIM C.

c. Menggunakan sepeda motor dalam kegiatan sehari-hari.

Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paleti, Eluru & Bath, (2010) menunjukkan bahwa perilaku agresif di jalan didominasi oleh pengemudi usia muda (16-23 tahun), biasanya mereka tidak menggunakan sabuk pengaman, dibawah kendali alkohol, tidak mempunyai surat ijin yang valid. Selain itu, situasi juga memicu terjadinya aggressive driving, diantaranya seorang remaja membawa penumpang sesama remaja, kondisi jalan padat pada pagi hari, dan batas kecepatan yang ada pada peraturan. Berikutnya, Santrock (2003) berpendapat bahwa usia remaja berada pada rentang usia 12-23 tahun.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, apa yang dipelajari dari sampel kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2009). Karena populasi dalam penelitian ini tidak dapat diketahui secara pasti, maka dalam pengambilan sampel peneliti mengacu pada Bailey (dalam Hasan, 2002) yang menyatakan bahwa untuk penelitian yang akan menggunakan data statistik, ukuran sampel yang paling minimum adalah 30 subjek. Untuk itu peneliti menentukan sampel sebanyak 80 orang agar lebih mewakili populasi.


(56)

47

Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan bentuk accidental sampling sebagai teknik pengambilan data. Non probability sampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana tidak semua unit populasi memiliki kesempatan untuk dijadikan sampel penelitian. Hal ini karena sifat populasi itu sendiri yang heterogen sehingga terdapat diskriminasi tertentu dalam unit-unit populasi (Bungin, 2008). Sedangkan accidental sampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana peneliti tidak mempunyai pertimbangan lain kecuali berdasarkan kemudahan saja. Seseorang diambil sebagai sampel karena kebetulan orang tersebut ada di situ atau kebetulan penulis mengenal orang tersebut (Sugiyono, 2009).

C.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data yang diteliti. Teknik yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala yang digunakan untuk mendapatkan jenis data kuantitatif. Secara umum, skala merupakan suatu alat pengumpulan data yang berupa sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek yang menjadi sasaran atau responden penelitian. Singkatnya, skala adalah suatu prosedur penempatan atribut atau karakteristik objek pada titik-titik tertentu sepanjang suatu kontinum (Azwar, 2013).

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode skala, yaitu skala crowded perception dan skala kecenderungan


(57)

48

aggressive driving.Azwar (2013) menyebutkan bahwa karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi antara lain:

1. Stimulus berupa pertanyaan yang tidak langsung untuk mengungkapkan atribut yang hendak diukur, yaitu mengungkapkan indikator perilaku dan atribut yang bersangkutan.

2. Jawaban subjek terhadap satu aitem baru merupakan sebagain dari banyak indikasi mengenai atribut yang diukur. Sedangkan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai bila semua aitem telah direspon.

3. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban yang “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja, jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.

Dalam skala Likertterdapat pernyataan-pernyataan yang terdiri atas dua macam, yaitu pernyataan yang favorable (mendukung atau memihak pada objek sikap), dan pernyataan yang unfavorable (tidak mendukung objek sikap). 1. Skala Crowded Perception

Skala crowded perceptionmenggunakan tiga aspek sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Gifford (1987) yaitu :

a. Aspek Situasional

Kondisi pada situasi terlalu banyak orang yang saling berdekatan dalam jarak yang tidak diinginkan sehingga menyebabkan gangguan secara fisik dan ketidaknyamanan, tujuan yang terhambat oleh kehadiran


(1)

76

pencegahan serta masukan untuk para pengemudi sepeda motor sehingga diharapkan tidak melakukan aggressive driving di jalanan.

2. Untuk Pihak Masyarakat

Pada penelitian ini menunjukkan angka pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor meningkat setiap tahunnnya. Selain semakin memadati jalan raya dan mengganggu lalu lintas, efek dari zat pembuangan kendaraan tersebut juga berbahaya bagi kesehatan, Oleh sebab itu, supaya kelancaran lalu lintas tetap terjaga dan kondisi lingkungan berkurang dari polusi, harapannya masyarakat bisa menggunakan kendaraan secara bijak dan sesuai kebutuhan.

3. Untuk Pihak Orang Tua Pengemudi Sepeda Motor Remaja

Berdasarkan hasil penelitian, remaja usia antara 19-23 tahun yang menggunakan sepeda motor cenderung menunjukkan kecenderungan aggressive driving di jalan raya. Jadi diharapkan para orang tua lebih bisa mengontrol perilaku mengemudi putra-putrinya terutama yang masih berumur seperti diatas. Untuk para pengemudi remaja laki-laki seharusnya lebih bisa mengontrol diri pada saat kondisi jalan padat, karena kesesakan lebih dipersepsikan negatif dan menjadi salah satu penyebab terjadinya kecenderungan aggressive driving.

4. Untuk Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini hanya mencakup salah satu faktor penyebab terjadinya perilaku agresif pada saat mengendara. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan faktor lain guna memperluas informasi


(2)

77

mengenai aggressive driving. Faktor-faktor yang menyebabkan aggressive driving antara lain, faktor personal atau kepribadian pengemudi, anonimitas, faktor sosial, gaya hidup dan tingkat keterampilan pengemudi. Selain itu, peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperbanyak jumlah sampel, menambah cakupan usia, dan memperluas wilayah penyebaran kuesioner sehingga bisa menggambarkan perilaku aggressive driving secara lebih luas.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Allport. F. H. 1924. Social Psychology. Boston: Houghton Mifflin.

Altman, I. 1975. The Environment and Social Behavior. Monterery: Brooks/Cple Publishing Company.

Anonim. 1992. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Azwar, S. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 2011. Reliabilitas dan ValiditasCetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. 2013. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2015. Reliabilitas dan Validitas Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bungin, B. 2008. Metodologi penelitian kuantitatif. Jakarta : Kencana.

Dula, C. S. & Geller, E.S. 2003. Risky, Aggressive, Or Emotional Driving: Addressing The Need For Consistent Communication In Research. Journal of Safety Research, 34 (5), 559-566.

Erlinda, A. 2016. Hubungan Kesesakan Dengan Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang. Skripsi. Semarang: Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang.

Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: BP UNDIP.

Gifford, R. 1987. Environmental Psychology: Principle and Practice. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Halim. D. K. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan. Jakarta: Bumi Akasara. Harris, P. B dan Houston, J. M. 2008. Recklessness in Context: Individual and

Situational Correlates to Aggressive driving. Environmrnt and Behavior, 42 (1), 44-60.

Hasan, I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya. Bogor : Ghalia Indonesia.


(4)

79

Hennessy, D. A., & Wiesenthal, D. L. 2000. Traffic Congestion, Driver Stress And Driver.Aggressive Behaviour, 25, 409-423.

Holahan, C. J. 1982. Environmental Psychology. New York: Random House. Houston, John M., Harris, Paul B., Norman, Marcia. 2003. The Aggressive

Driving Behavior Scale : Developing A Self-Report Measure Of Unsafe Driving. North American Journal of Psychology (NAJP). Vol. 5, No.2, 269-278.

Ivancevich, J. M., Konopaske, Robert & Matteson, Michael. T. 2008. Organizational Behavior and Management. 8th edition. New York : Mc Graw Hill.

James, L. dan Nahl, D. 2000. Aggressive Driving Is Emotionally Impaired Driving. Journal Psychology.

Konecni. V.J. 1975. Annoyance, Type, and Duration of Postannoyance Activity,

and Aggression: The “Chatartic Effect”.Journal of Experimental

Psychology. Vol. 104. No. 1, 76-102.

Lulie Y dan Hatmoko, T. J. (2005). Perilaku Agresif Menyebabkan Resiko Kecelakaan Di Jalan Raya.Jurnal Teknik Sipil. 6 (1). Oktober.

Lutfhie, A. 2014. Pengaruh Self-Control Dan Moral Disengagement Terhadap Aggressive Driving Pada Pengemudi Sepeda Motor. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah.

Macintyre, S. & Homel, R. 2004. Danger On The Dance Floor: Astudy Of Interior Design, Crowding And Aggression Innightclubs. Criminal Justice Press, 91-113.

Majelis Permustawaratan Rakyat. Sekretriat Jenderal MPR RI.

Mashuri, A dan Zaduqisti, E. 2009. Dangerous Driving, Prediktor Dan Mediatornya. Jurnal Psycho Idea Th 7 (1).Fakultas Psikologi UMP. ISSN No. 1693 – 1076.

Monks, FJ., A.M.P.Knoers. Siti Rahayu Haditomo. 2002. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Muhammad. 2008. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Muhid, A. 2012. Analisis Statistik. Sidoarjo: Zifatama Publishing.

Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana.


(5)

80

Oglesby, Clarkson. H. 1999. Teknik Jalan Raya. Jakarta: Erlangga.

Paleti, R., Eluru, N. dan Bhat, C. 2010. Examining The Influence Of Aggressive Driving Behavior On Driver Injury Severity In Traffic Crashes.Journal of Accident; analysis andprevention, 42 (6), 1839-1854.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34. 2006. Tentang Jalan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 43 tahun 1993. Tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan.

Prakash, J. dan Kansal, Manish, S. 2007. Road Rage: Psychosocial Perspectives.Delhi Psychiatry Journal, 10(1), 5-9.

Prasetiyo & Septiningsih. 2011. Studi Deskriptif Tentang Aggressive Driving Sepeda Motor Di Jalan Raya Pada Peserta Didik Sekolah Menengah Kejuruan (Smk) Muhammadiyah 2 Ajibarang.Jurnal Psikologi. 1693-1076. Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi (terj). 10th Ed. Jakarta : PT.

Indeks.

Sammara, L. 2009. Safety Driving Guidance. Buku Pedoman Keselamatan Berkendara. Bogor : Abiyah Pratama Press.

Santrock, J. W. 2003. Adolescence: Perkembangan Remaja. Edisi ke Enam. (Editor: Yati Sumiharti & Wisnu Kristiaji). Jakarta: Erlangga.

Sarwono, S. W. 1997. Psikologi Sosial : Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Shinar, D dan Compton, R. 2004. Aggressive Driving: An Observational Study of Driver, Vehicle, and Situational Variables.Accident; analysis and prevention Journal, 36 (3), 429-437.

Sugiyono. 2009. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Sulistianingsih, F. 2014. Hubungan Kematangan Emosi Dan Persepsi Risiko Kecelakaan Dengan Aggressive Driving Pada Pengendara Motor Di Uin Maliki Malang.Skripsi. Malang: Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim.

Sundari, P. N. 2009. Perilaku Pengendara Sepeda Motor Pada Remaja Terhadap Risiko Kecelakaan Lalu Lintas. Buletin Penelitian RSUD Dr. Soetomo. Suryabrata, S. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Tasca, L. 2000. A Review Of The Literature On Aggressive Driving Research.


(6)

81

Utami, N. 2010. Hubungan Persepsi Risiko Kecelakaan Dengan Aggressive Driving Pengemudi Motor Remaja.Skripsi. Tidak Diterbitkan. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah.

Utari. 2016. Hubungan Aggressive DrivingDan Kematangan Emosi Dengan Disiplin Berlalu Lintas Pada Remaja Pengendara Sepeda Motor Di Samarinda.Journal Psikologi. 4 (3): 352-360.

Veitch, R. & Arrkelin, D. 1995. Environmental Psychology: an Interdisciplinary Perspective. New Jersey: Prentices Hall.

Yudha, P. T. dan Christine. 2005. Hubungan Antara Kesesakan Dan Konsep Diri Dengan Intensi Perilaku Agresi: Studi Pada Remaja Di Pemukiman Kumuh Kelurahan Angke Jakarta Barat.Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara Jakarta,3(1). 24-43.

http://m.viva.co.id/otomotif/motor/770916-ini-jumlah-sepeda-motor-di-indonesia. diakses 25 April 2017

http://www2.jawapos.com/baca/artikel/9796/kendaraan-di-surabaya-tambah-17ribu-lebih-sebulan. diakses 25 april 2017

http://megapolitan.kompas.com/read/2010/02/17/02433866/Sepeda.Motor..Sarana .Transportasi.Termurah. diakses 26 april 2017

https://www.google.co.id/amp/m.republika.co.id/amp_version/nem9nc.diakses pada 26 april 2017

https://www.google.com/amp/www.metrotvnews.com/amp/8koRzqOb-kecelakaan-lalu-lintas-2016-naik-dibanding-2015?espv=1. Diakses pada 26 april 2017

http://surabayaonline.co/2016/01/02/192-pengendara-motor-meninggal-dunia-di-surabaya-tahun-2015/. Diakses pada 26 april 2017

https://www.google.co.id/amp/m.antaranews.com/amp/berita/462412/para-pengendara-agresif-di-jalan-raya-jakarta. diakses pada 26 april 2017