Pengaruh self-control dan moral disengagement terhadap aggressive driving pada pengemudi sepeda motor

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.psi)

Disusun Oleh :

Adam Luthfie

(108070000085)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

v

















5. karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS: Al-Insyiroh: 5-6)





















41. dan Nuh berkata: "Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya." Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(QS: Al-Hud: 41)

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini Penulis persembahkan untuk kedua orantua tercinta yang selalu berdoa dan bekerja keras untuk penulis seumur hidup, I LOVE U.


(6)

vi B) Mei 2014

C) Adam Luthfie

D) Self-control dan Moral Disengagement terhadap Aggressive Driving pada pengemudi sepeda motor

E) XII + 99 Halaman

F) Kecelakaan lalu lintas di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya yang melibatkan pengemudi sepeda motor sebagai korban terbanyak dalam kecelakaan lalu lintas. Sebesar 85% kejadian kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh faktor pengemudi. Salah satu bentuk kecelakaan lalu lintas yang sering dilaporkan sebagai kelalaian faktor pengemudi adalah aggressive driving. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-control dan moral disengagement dalam mempengaruhi aggressive driving pengemudi sepeda motor. Independent Variable dalam penelitian ini adalah variabel low self-control dengan dimensi-dimensinya: impulsivity, simple tasks, risk seeking,

physical activity, self-centered, dan temper, sementara itu variabel moral disengagement dengan dimensi-dimensinya moral justification, euphemistic labeling, advantageous comparison, disregarding/distorting the consequences, displacement of responsibility, diffusion of responsibility,

dehumanization, dan attributionofblame.

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan melibatkan subjek penelitian sebanyak 431 responden pengemudi sepeda motor. Untuk mengukur aggressive driving, penulis menggunakan alat ukur yang dibuat oleh Houston, Harris, & Norman (2003), alat ukur low self-control

berdasarkan adaptasi dan modifikasi dari Grasmick, dkk (1993), sedangkan alat ukur moral disengagement berdasarkan adaptasi dan modifikasi dari Bandura (1996) Uji validitas alat ukur diuji dengan menggunakan CFA (confirmatory factor analysis) dan uji hipotesis penelitian diuji dengan menggunakan multiple regression analysis. Semua teknik pengolahan dan pengujian data dilakukan dengan menggunakan software SPSS 20.0 dan LISREL 8.80.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara low self-control dan moral disengagement terhadap aggressive driving, dengan proporsi varians sebesar 41,2%. Berdasarkan uji hipotesis minor, hanya variabel impulsivity, risk seeking, self centered, moral justification, dan


(7)

vii

terhadap aggressive driving. Hal tersebut berarti menyatakan bahwa dari 14

independent variable yang ada, hanya lima independent variable yang menunjukkan hasil signifikan pengaruhnya terhadap dependentvariable. Untuk penelitian selanjutnya, masih banyak faktor-faktor lain yang menarik dan dapat dijadikan variabel independen seperti usia, jenis kelamin, anonimitas, trait personality, consideration of future consequences, dan tingkat stress, untuk melihat pengaruhnya terhadap aggressive driving. Hal tersebut diperlukan untuk mengetahui sisa 58,8% faktor lain dari proporsi varians 41,2% dalam penelitian ini yang mempengaruhi aggressive driving. G) Bahan Bacaan: 41: 7 buku + 22 jurnal + 1 Tesis + 11 Online Artikel


(8)

viii B) Mei 13th 2014

C) Adam Luthfie

D) Self-control and Moral Disengagement Towards Aggressive Driving on Motorcycle Driver

E) XII + 99 Pages + 21 Appendix Pages

F) Traffic accidents in Indonesia increased every year which involves motorcycle drivers as majority victims in traffic accidents. Around 85% the incidents in traffic accidents are caused by driver’s factor. One of the forms in traffic accidents are often reported as the driver’s factor negligence is aggressive driving. This research aims to determine the effect of self-control and moral disengagement in influencing aggressive driving on motorcycle driver. Independent variables in this research are low self-control with it’s dimensions: impulsivity, simple tasks, risk seeking, physical activity, self-centered, and temper, also moral disengagement with it’s dimensions: moral justification, euphemistic labelling, advantageous comparison, disregarding/distorting the consequences, displacement of responsibility, diffusion of responsibility, dehumanization, and attribution of blame.

This research use quantitative methods which involving the research subject as much as 431 motorcycle driver. To measure aggressive driving, the writer uses the measurement scale based on aggressive driving behavior scale created by Houston, Harris, & Norman (2003), low self-control measurement based on adaptation and modifications of low self-control scale created by Grasmick, Tittle, Bursik, & Arneklev (1993), and moral disengagement measurement based on adaptation and modification of moral disengagement scale created by Bandura, Barbaranelly, Caprara, & Pastorelli (1996). Validaty test of those measurement were tested using CFA (Confirmatory Factor Analysis) and hypotesis testing research were tested using multiple regression analysis. All processing techniques and data testing using software SPSS version 20.0 and LISREL version 8.80.

The results of this research show that there is a significant influence between self-control and moral disengagement towards aggressive driving, with the proportion of variance about 41.2%. Based on the minor hypothesis testing, only impulsivity, risk-seeking, self-centered, moral justification, and euphemistic labelling showed a significant influence towards aggressive driving. Meanwhile simple task, physical activity, temper, advantageous


(9)

ix

For further research, there are many interesting factors that can be used as another independet variables, such as: age, gender, anonymity, personality trait, consideration of future consequences, and stress levels, to see its effect towards aggressive driving. It is required to know the rest of the 58.8% other factors from 41.2% proportion of variance that influencing towards aggressive driving.

G) Materials: 41: 7 books + 22 journal articles + 1 Dissertation + 11 Online Articles


(10)

x

rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat, keluarga, para pengikutnya dan para penerus perjuangan beliau hingga akhir zaman

Penelitian ini adalah manifestasi dari pemahaman penulis atas studi Ilmu Psikologi yang telah dipelajari selama perkuliahan, khususnya studi Psikologi Klinis dan Psikologi Sosial yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Penelitian ini diajukan sebagai prasyarat kelulusan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah melibatkan banyak pihak yang secara langsung meupun yang tidak langsung telah memberikan kontribusi bagi penulis. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis selama ini untuk mengembangkan kemampuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi sebagai dosen pembimbing satu dan Ibu Yufi Adriani, M.Psi sebagai dosen pembimbing dua yang telah meluangkan waktunya dan sabar dalam membimbing, mengarahkan, memberikan informasi, dan motivasi semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Semoga ilmu yang Ibu berikan menjadi ilmu yang bermanfaat dan terus mengakir pahalanya, Aamiin.

3. Ibu Desi Yustari Muchtar, M.Psi, Psi, selaku dosen pembimbing akademik dari penulis yang telah memberikan motivasi, nasihat dan semangat selama penulis menempuh studi.


(11)

xi

penelitian ini. Semoga studi kalian dapat selesai tepat waktu dengan hasil yang memuaskan. semoga diberikan kesehatan dan dimudahkan segala urusan, Aamiin.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selama ini memberikan ilmu, wawasan, serta pengetahuan. Semoga Allah memberikan berlipat-lipat pahala atas ilmu dan amal yang telah diberikan. Para staff bagian Akademik, Umum, Keuangan, dan Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu dalam proses melengkapi persyaratan skripsi.

7. Ahmad Muslihat Somaningrat dan Eni Prilistanti yang merupakan orang tua dari penulis yang telah bekerja keras, sabar dan memberikan banyak dukungan yang tidak tergantikan untuk penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S1. Terima kasih banyak atas segala doa yang selalu mengiringi penulis seumur hidup. Untuk kakak perempuan tercinta Ahyani Billah, selesaikanlah studi di Pakistan dan segera pulang, dan terima kasih atas dukungan yang tidak habis meskipun jarak memisahkan. Untuk kakak laki-laki tercinta Abie Abdillah, terima kasih banyak atas segala nasihat, tanpa dirimu penulis tidak akan terbuka dan maju untuk melihat dunia lebih luas.

8. Untuk seseorang yang telah memberikan pelajaran berharga dalam menjalani sebuah hubungan dan dukungan yang pernah diberikan, Anisha Arwan. Semoga tetap berbahagia dan mengejar mimpimu.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis, Afthoni dan Faqih, menjadikan motivasi semangat dan energi bagi penulis untuk maju. Dan teman-teman penulis yang selalu mendengarkan curahan hati penulis Diani, Imah, Devy, Herly, Andin, Finda, Lusi, dan Lisda, tanpa kalian, penulis akan sulit untuk maju ke depan.


(12)

xii

11.Kak Adiyo yang telah memberikan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih juga kepada Kak Dara, Kak Adam, Kak Danny, Kak Hany, Farah, Anya, Maulida, Ahfad, Freddy, Aji, Kak Rizky, Kak Budi, Kak Agung, dan Kak Adi, yang telah menjadikan teman diskusi dalam segala hal selama penulis menyelesaikan skripsi S1.

12.Bapak Jahja Umar, Ph.D. selaku dosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta yang telah memberikan ilmu-ilmu dan memperjuangkan metode penelitian kuantitatif sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan maksimal.

13.Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, Ibu Dr. Fadhilah Suralaga, M.Si, dan Bapak Miftahuddin, M.Si selaku dosen Fakultas Psikologi Uin Jakarta yang telah memberikan ilmu-ilmu dan memberikan motivasi semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Terima kasih kepada Ibu Luh Putu Suta Haryanthi, M.Psi, Psi yang telah memperkenalkan penulis kepada dunia Psikologi secara luas, semoga diberikan kesehatan dan dimudahkan segala urusan, Aamiin.

14.Semua pihak yang belum bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan moral, doa, dan pengertian mereka, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya kata terima kasih yang sebesar-besarnya yang penulis haturkan, semoga mereka mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang mereka berikan.

Akhir kata, sangat besar harapan penulis agar skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca dan berkeinginan untuk mengeksplorasi lebih lanjut.

Jakarta, Mei 2014


(13)

xiii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH ... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

1.2.1 Pembatasan Masalah ... 9

1.2.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 11

1.4 Sistematika Penulisan ... 12

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aggressive Driving ... 14

2.1.1 Definisi aggressive driving ... 14

2.1.2 Jenis-jenis aggressive driving ... 15

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi aggressivedriving ... 17

2.1.4 Pengukuran aggressive driving ... 25

2.2 Self-Control ... 26

2.2.1 Definisi self-control ... 26

2.2.2 Aspek-aspek self-control ... 28

2.2.3 Pengaruh self-control terhadap aggressive driving ... 31

2.2.4 Pengukuran self-control ... 34

2.3 Moral Disengagement ... 35

2.3.1 Definisi moral disengagement ... 35

2.3.2 Aspek-aspek moral disengagement... 36

2.3.3 Pengukuran moral disengagement ... 40

2.4 KerangkaBerpikir ... 42


(14)

xiv

3.1 Subjek Penelitian ... 48

3.2 Definisi Operasional ... 49

3.2.1 Aggressive driving ... 50

3.2.2 Self-control ... 50

3.2.3 Moral disengagement ... 50

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.3.1 Instrumen Penelitian... 51

3.4 Uji Validitas Konstruk ... 54

3.4.1 Aggressive driving ... 54

3.4.2 Self-control ... 56

3.4.3 Moral disengagement ... 57

3.5 Teknik Analisis Data ... 60

3.6 Prosedur Penelitian ... 63

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ... 65

4.2 Hasil Analisis Deskriptif ... 66

4.3 Uji Hipotesis Penelitian... 68

4.3.1 Analisis regresi variabel penelitian ... 68

4.3.2 Proporsi Varians ... 75

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 81

5.2 Diskusi ... 82

5.3 Saran ... 88

5.3.1 Saran metodologis ... 88

5.3.2 Saran praktis ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPIRAN


(15)

xv

Tabel 3.1 Skor skala model likert ... 51

Tabel 3.2 Blue print skala aggressivedrivingbehavior ... 52

Tabel 3.3 Blue print skala low self-control ... 52

Tabel 3.4 Blue print skala moral disengagement ... 53

Tabel 3.5 Muatan faktor item aggressive driving ... 55

Tabel 3.6 Muatan faktor item low self-control... 57

Tabel 3.7 Muatan faktor item moral disengagement ... 59

Tabel 4.1 Tabel subjek penelitian berdasarkan data demografi ... 66

Tabel 4.2 Deskripsi statistik variabel penelitian ... 67

Tabel 4.3 Tabel R. Square ... 68

Tabel 4.4 Tabel Anova ... 69

Tabel 4.5 Tabel Koefisien Regresi ... 70


(16)

(17)

xvii

Lampiran 2 : Hasil Uji Validitas aggressive driving, low self-control, dan moral disengagement


(18)

1

Bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian tentang perilaku mengemudi agresif (aggresive driving), pembatasan dan perumusan masalah, dan tujuan dan manfaat penelitian

1.1 Latar Belakang Masalah

Kecelakaan lalu lintas di Indonesia menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dinilai menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan

tuberculosis (TBC) (www.bin.go.id, diunduh pada tanggal 10 Oktober 2013). Data WHO tahun 2011 menyebutkan, sebanyak 67 % korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif, yakni 22 – 50 tahun (www.bin.go.id, diunduh pada tanggal 10 Oktober 2013).

Data kepolisian RI menyebutkan, pada tahun 2012 terjadi 109.038 kasus kecelakaan dengan korban meninggal dunia sebanyak 27.441 orang, dengan potensi kerugian sosial ekonomi sekitar Rp 203 triliun – Rp 217 triliun per tahun (www.bin.go.id, diunduh pada tanggal 10 Oktober 2013). Selain itu dalam operasi ketupat tahun 2013 tanggal 16 Agustus 2013 tercatat telah terjadi 3.279 kejadian dengan korban meninggal dunia 719 orang, luka berat 1185 orang, dan luka ringan 4.326 orang, kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan tersebut masih didominasi sepeda motor yang mencapai 4.443 unit dari 6.244 unit kendaraan yang mengalami kecelakaan (www.tribunnews.com, diunduh pada tanggal 10 Oktober 2013).


(19)

Tabel 1.1

Data Kecelakaan Kendaran Bermotor Di Indonesia

No. Jenis 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

1. Kecelakaan 48.508 59.164 62.960 66.488 108.696 117.949 93.578

2. Luka berat 20.181 23.440 23.469 26.196 35.285 39.704 27.054

3. Luka ringan 46.827 55.731 62.936 63.809 108.945 128.312 104.976

4. Meninggal 16.955 20.188 19.979 19.873 31.195 29.544 23.382

5. Kerugian materi (juta)

103.289 131.207 136.285 158.259 217.435 298.627 233.842

Sumber: Kantor Kepolisian Republik Indonesia (dalam Badan Pusat Statistik, diunduh pada tanggal 19 Oktober 2013)

Menurut Ogden (1994) penyebab kecelakaan lalu lintas jalan raya dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu faktor manusia, faktor kendaraan, dan faktor jalan dan lingkungan. Pada dasarnya penyebab kecelakaan dapat dirinci lagi lebih dalam yang terkait dengan karakteristik dan perilaku pengendara. Indikator yang termasuk dalam faktor manusia meliputi kedisiplinan, keterampilan, konsentrasi, kedewasaan, kecepatan, emosi, kelelahan, pengaruh obat-obatan atau narkoba, serta aspek-aspek lain yang terkait dengan perilaku pengendara.

Selain itu Departemen Perhubungan RI mengumumkan bahwa 8 dari 10 kecelakaan di Indonesia melibatkan sepeda motor sebagai korban. Sekitar 85% kejadian kecelakaan disebabkan oleh faktor pengemudi, itu berarti faktor pengemudilah yang menjadi faktor utama atau faktor terbesar yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas. Penyebab berikutnya adalah faktor kendaraan 4%, jalan dan prasarana 3%, pemakai jalan lainnya 3%, faktor lingkungan dan sebagainya 5%. Dari 85% tersebut, modus kesalahan yang dilakukan pengemudi, penyebab terbesar terjadinya tabrakan adalah pengemudi tidak sabar dan tidak mau mengalah (26%), menyalip atau mendahului (17%), berkecepatan tinggi


(20)

(11%), sedangkan penyebab lainnya seperti pelanggaran rambu lalu lintas, kondisi pengemudi dan lain-lain berkisar antara 0,5% – 8% (Badan Pusat Statistik, dalam Muhaz, 2013).

Perilaku-perilaku para pengemudi sepeda motor (motorcycle driver), seperti pengemudi tidak sabar dan tidak mau mengalah, menyalip atau mendahului, berkecepatan tinggi, dan melanggar rambu lalu lintas, termasuk ke dalam perilaku mengemudi agresif atau disebut juga dengan aggressive driving. Menurut Houston, Harris, dan Norman (2003) definisi aggressive driving adalah pola disfungsi dari perilaku sosial yang mengganggu keamanan publik.

Aggressivedriving dapat melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti (tailgaiting), mengklakson (honking), melakukan gerakan kasar (rude gesturing), dan mengedipkan lampu jauh (flashing light) di suasana lalu lintas yang tenang.

National Highway Traffic Safety Administration (dalam Houston, Harris, dan Norman, 2003) melaporkan bahwa aggressive driving merupakan penyebab utama kecelakaan lalu lintas dan cedera. Pada tahun 2000, aggressive driving

dalam bentuk mengebut (speeding) sendiri sebanyak 703.000 orang cedera menimbulkan kerusakan di jalan raya dan sebanyak 12.350 orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.

Fenomena aggressive driving di Indonesia bukanlah fenomena baru, salah satu fenomena mengenai aggressive driving yang melibatkan kecelakaan lalu lintas oleh pengemudi sepeda motor yang diberitakan oleh video.tvonenews.tv (21


(21)

pengendara tewas dalam kecelakaan yang terjadi antara 2 pengendara sepeda motor besar (diatas 250 cc) menabrak sebuah mobil yang tengah putar arah dijalan Panjang Raya, Jakarta Barat. Menurut saksi mata, kedua sepeda motor saling mendahului dengan kecepatan tinggi dijalur Busway dari arah Kedoya

menuju Kebon Jeruk.”

Berdasarkan riset yang dilakukan di Amerika, kecelakaan di jalan raya terjadi karena pengemudi masih belum bisa mengatur emosinya dan belum bisa berfikir jauh atas apa yang telah dilakukannya. Ketidakmampuan mengatur emosi tersebut dapat mempengaruhi seseorang berperilaku aggressive driving. Seperti memaki pengendara lain dan juga membunyikan klakson berkali-kali dengan intensitas yang cukup tinggi, dan juga tidak mau mengalah (Muhaz, 2013). Sedangkan Tasca (2000) menyatakan bahwa aggressive driving dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor kepribadian individu berhubungan dengan cara pemikiran, emosi, dan sifat faktor fisiologis, otak individu tidak dapat lagi memproduksi sejumlah endorphin yang memberikan perasaan nyaman. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, lingkungan teman sebaya.

Salah satu faktor yang menyebabkan pengemudi sepeda motor berperilaku

aggressive driving adalah self-control. Menurut Hurlock (2000) Self-control bisa muncul karena adanya perbedaan dalam pengelolaan emosi, cara mengatasi masalah, tinggi rendahnya motivasi dan kemampuan mengolah segala potensi dan pengembangan kompetensinya. Self-control berkaitan dengan bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya.


(22)

Menurut Schmeichel, Vohs, & Duke (2010) kesuksesan dalam self-control

memberikan kontribusi untuk kesuksesan dalam hidup, selama ini orang-orang yang unggul dalam mengatasi kecerobohan dapat menikmati hubungan interpersonal yang lebih memuaskan, mengurangi kecemasan, serta kesehatan yang lebih besar dan kesejahteraan daripada orang lain. Sebaliknya, kegagalan dalam self-control berkontribusi terhadap konflik interpersonal, kecanduan obat, makan berlebihan, dan hal-hal merugikan yang lainnya.

Beberapa penelitian mengenai self-control dapat digunakan untuk menjelaskan penggunaan obat-obatan terlarang (Agnew & White, dalam Ellwanger dan Pratt, 2012), penyerangan (Maserolle & Piquero, dalam Ellwanger dan Pratt, 2012), agresi antar pribadi (N. L. Piquero & Sealock, dalam Ellwanger dan Pratt, 2012), kenakalan agresif (Aseltine, dalam Ellwanger dan Pratt, 2012), agresif, resiko dan perilaku mempercepat kendaraan (Ellwanger, dalam Ellwanger dan Pratt, 2012), serta kriminal dan kenakalan secara keseluruhan.

Banyak teori yang menganggap bahwa perilaku menyimpang, terutama kejahatan, adalah hasil belajar individu dari lingkungan atau akibat tekanan dari suatu keadaan tertentu. Denson, DeWall, dan Finkel (2012) menjelaskan bahwa kegagalan dalam self-control dapat menimbulkan agresi dan begitu pula sebaliknya, bahwa keberhasilan dalam self-control dapat mengendalikan perilaku agresi. Gottfredson dan Hirschi (1990) dalam bukunya thegeneraltheoryofcrime

mengusulkan istilah low self-control untuk menggambarkan sifat abadi kriminalitas (criminality) atau kecenderungan kriminal (criminal prospensity) dimana seorang individu memiliki beberapa hal sehingga tidak bisa menahan


(23)

keinginan untuk melakukan tindakan kejahatan atau dianalogikan sebagai perilaku yang dapat menghasilkan keuntungan pribadi secara nyata.

Kemudian Gottfredson dan Hirschi (1990) juga menjelaskan low self-control sebagai karakteristik yang dimunculkan pada awal kehidupan dan tetap relatif stabil sepanjang kehidupan. Individu dengan low self-control akan terlibat dalam berbagai perilaku kriminal dan dianalogikan mereka memiliki kesempatan untuk melakukannya.

Menurut Gottfredson dan Hirschi (dalam Ellwanger dan Pratt, 2012), individu dengan low self-control cenderung memikirkan konsekuensi jangka pendek, sesuka hati untuk segera mengabaikan pertimbangan konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka. Mereka dengan low self-control cenderung impulsif, kurangnya ketekunan dan keuletan, tidak dapat menunda kepuasan, tidak memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah melalui lisan daripada sarana fisik, dan memiliki sedikit toleransi untuk frustrasi atau ketidaknyamanan.

Penelitian yang dilakukan Anderson dan Bushman (2002) menjelaskan bahwa agresi dapat diprediksi dengan sifat kepribadian yang dapat dihubungkan dengan karakteristik utama dari low self control, yaitu: impulsivity, sensation seeking, dan consideration of future consequences (CFC). Penelitian lain dilakukan oleh Lin (2009) mengenai pemodelan aggressive driving: meneliti tentang teori low self-control dengan general aggression model, penelitian tersebut mencoba memahami aggressive driving dipandang sebagai masalah kriminologi, dan mengeksplorasi teori self-control dari Gottfredson dan Hirschi. Dua studi terpisah menampilkan sampel independen dengan ukuran yang berbeda


(24)

tetapi terkait yang digunakan untuk menjelaskan mengenai empat ciri-ciri low self-control (sensation seeking, impulsivity, consideration of future consequence, dan anger atau temper arousal) berhubungan dengan mengemudi beresiko dan

aggressive driving.

Hasil studi Lin (2009) mengungkapkan bahwa: 1) sensation seeking,

impulsivity, dan CFC berhubungan dengan aggressive driving melalui kepribadian temperamental (seperti dorongan tabiat marah), 2) sensation seeking mungkin menciptakan situasi (seperti mengemudi beresiko) untuk mereka yang bertindak agresif, dan 3) orang yang impulsif dan pencari sensasi bisa menjadi frustasi oleh kondisi mengemudi yang berbeda, dan tingkat frustasi dapat memediasi efek impulsif dan mencari sensasi pada aggressive driving.

Rasionalisasi dari penjelasan di atas adalah individu dengan low self-control senang melakukan resiko dan melanggar aturan tanpa memikirkan efek jangka panjangnya, sedangkan individu dengan high self-control akan menyadari akibat dan efek jangka panjang dari perbuatan menyimpang tersebut, sehingga tidak melakukan perilaku agresi. Oleh karena itu penulis mengambil teori low self-control oleh Gottfredson dan Hirschi (1990) untuk menjelaskan pengaruh

self-control terhadap perilaku aggressive driving.

Faktor lain penyebab banyaknya kasus kecelakaan yang telah disebutkan sebelumnya dapat disebabkan karena padatnya kendaraan yang ada di jalan sebagai akibat dari meningkatnya jumlah pengendara, terutama pengendara sepeda motor, yang seringkali menimbulkan perilaku agresif (aggressive behavior). Shinar (1999) melaporkan hubungan yang kuat antara kondisi


(25)

lingkungan dengan manifestasi pengemudi agresif. Pengemudi yang terbiasa dengan kemacetan lebih jarang merasakan emosi marah saat mengemudi.

Lajunen (dalam Tasca, 2000) menjelaskan kemacetan yang tidak diperkirakan dapat menimbulkan emosi marah pada pengemudi yang kemudian dapat meningkatkan kecenderungan pengemudi untuk melakukan aggressive driving. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku aggressive driving

tersebut adalah moral disengagement. Bandura, Barbaranelli, Caprara, & Pastorelli (1996) mengembangkan teori moral disengagement untuk menjelaskan bagaimana cara seseorang dapat membenarkan tindakan mereka dan melakukan perilaku tidak bermoral/tidak manusiawi.

Penulis mendapati bahwa beberapa penelitian mengenai moral disengagement dan perilaku agresif, mayoritas sampel remaja digunakan untuk mengetahui hubungan dan memprediksi perilaku tersebut, salah satu penelitian yang dilakukan oleh White-Ajmani & Bursik (2014) mengenai moral disengagement dapat berkorelasi dengan perilaku agresi, tetapi hanya dalam konteks balas dendam. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan perilaku yang mengarahkan antara moral disengagement terhadap perilaku agresi berada dalam konteks situasional. Kesimpulannya adalah moral disengagement memang terkait dengan tindakan-tindakan tertentu sebagai bentuk agresi interpersonal. Namun, diperlukan konteks situasional untuk menimbulkan perilaku agresif tersebut.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Caprara, Tisak, Alessandri, Fontaine, Fida, & Paciello (2014). mengenai moral disengagement sebagai kontribusi untuk mengetahui: adakah kecenderungan terhadap agresi dan kekerasan, hasilnya


(26)

menyatakan bahwa moral disengagement secara signifikan berkontribusi terhadap hubungan antara pola permusuhan dan kekerasan.

Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis menjelaskan perilaku agresif yang dimunculkan dengan salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu, moral disengagement adalah perilaku aggressive driving. Menurut penulis, seseorang yang mengemudikan sepeda motor dalam salah satu faktor lingkungan yaitu kondisi kemacetan yang tidak diperkirakan akan menimbulkan emosi marah pada pengemudi lain, sehingga seseorang tersebut akan membenarkan tindakan mereka dan melakukan perilaku tidak bermoral/tidak manusiawi (dalam penelitian ini perilaku tidak manusiawi tersebut adalah aggressive driving).

Berdasarkan pemaparan fenomena di atas, penulis ingin melihat adakah pengaruh self-control dan moral disengagement terhadap perilaku aggressive driving pada pengemudi sepeda motor. Oleh karena itu penulis tertarik mengambil

tema skripsi dengan judul “Pengaruh Self-Control Dan Moral Disengagement

Terhadap AggressiveDriving Pada Pengemudi Sepeda Motor.”

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah

Agar penelitian tidak meluas dan lebih terarah, penulis memberikan batasan pada penelitian ini, yaitu:

1. Aggressive driving

Aggressive driving adalah pola disfungsi dari perilaku sosial yang mengganggu keamanan publik. Aggressive driving dapat melibatkan berbagai perilaku berbeda yaitu, perilaku membuntuti (tailgaiting), mengklakson (honking), melakukan gerakan kasar (rude gesturing), dan


(27)

mengedipkan lampu jauh di suasana lalu lintas yang tenang (flashing light).

2. Self-Control

Self-control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, mengolah informasi, memilih suatu tindakan, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi, dan orang dengan low self-control memiliki perilaku yang cenderung impulsif, memilih tugas-tugas sederhana, memiliki potensi mencari resiko yang tinggi, mendukung kegiatan fisik, menjadi egois, dan memiliki emosi yang berubah-ubah. Karakteristik low self-control adalah: impulsivity, simple tasks, risk seeking, physical activity, self-centered, dan temper.

3. Moral disengagement

Moral disengagement adalah suatu proses sosial kognitif dimana standar moral sebagai regulator internal perilaku tidak berfungsi dan mekanisme regulasi diri dinonaktifkan sehingga menimbulkan perilaku tidak manusiawi. Bentuk-bentuk moral disengagement yang saling terkait adalah: moral justification, euphemistic labeling, advantageous comparison, disregarding/distorting the consequences, displacement of responsibility, diffusion of responsibility, dehumanization, dan attribution ofblame.

4. Sampel

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sampel pengemudi sepeda motor. Pengemudi sepeda motor merupakan seseorang yang menggunakan


(28)

kendaraan bermotor beroda dua atau tiga tanpa rumah-rumah (PP RI No. 43 Tahun 1993).

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti merumuskan masalah, sebagai berikut:

Apakah ada pengaruh signifikan self-control (impulsivity, simple tasks,

risk seeking, physical activity, self-centered, dan temper) dan moral disengagement (moral justification, euphemistic labeling, advantageous comparison, disregarding or distorting the consequences, displacement of responsibility, diffusion of responsibility, dehumanization, dan attribution of blame) terhadap aggressive driving yang dilakukan oleh pengemudi sepeda motor?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris tentang ada atau tidaknya pengaruh self-control dan moral disengagement terhadap aggressive driving pada pengemudi sepeda motor, sehingga dapat dijadikan bahan sekaligus informasi dalam meminimalisir pencegahan aggressivedriving di jalan raya.

1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah:

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi upaya pengembangan ilmu-ilmu psikologi melalui data-data yang diperoleh dari proses penelitian ini, khususnya dalam bidang ilmu psikologi (khususnya psikologi klinis dan psikologi sosial) dan dengan adanya


(29)

data-data yang dihasilkan, sehingga diharapkan dapat meminimalisir pencegahan aggressivedriving di jalan raya.

b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Pihak Kepolisan Republik Indonesia sebagai bahan evaluasi dan masukan dalam upaya peningkatan, pengembangan, dan pencegahan, khususnya Polisi Lalu Lintas sebagai informasi lebih lanjut mengenai kondisi psikologis pengemudi sepeda motor.

2. Keluarga pelaku maupun korban aggressive driving untuk lebih memahami pada kondisi psikologis pengemudi sepeda motor sehingga tidak melakukan perilaku aggressive driving di jalan raya.

3. Pemerhati atau peneliti lain sebagai referensi guna melakukan penelitan serupa yang lebih komprehensif.

Dengan demikian, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk menghimpun data tentang “pengaruh self-control dan moral disengagement

terhadap aggressive drivingpada pengemudi sepeda motor”

1.4 Sistematika penulisan

BAB 1 Pendahuluan, berisi: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.


(30)

aggressive driving, self-control, dan moral disengagement, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian

BAB 3 Metode penelitian, berisi: pendekatan penelitian, populasi dan teknik sampling, definisi operasional, teknik pengumpulan data, uji validitas konstruk, dan teknik analisis data

BAB 4 Hasil penelitian, berisi: gambaran subjek penelitian, hasil analisis deskriptif, dan uji hipotesis penelitian

BAB 5 Kesimpulan, diskusi dan saran

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(31)

14

Dalam bab II ini akan dibahas beberapa pengertian dari AggressiveDriving, Self

-Control, dan MoralDisengagement, serta membahas mengenai kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

2.1 AggressiveDriving

2.1.1 Definisi AggressiveDriving

Menurut Tasca (2000) suatu perilaku mengemudi dikatakan agresif jika dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan resiko tabrakan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan atau upaya untuk menghemat waktu.

National Highway Traffic and Safety Administration (NHTSA) (dalam Tasca, 2000) menjelaskan aggressive driving sebagai penggunaan kendaraan bermotor dengan cara yang membahayakan atau cenderung membahayakan orang lain atau properti jalanan.

Kemudian definisi aggressive driving adalah pola disfungsi dari perilaku sosial yang mengganggu keamanan publik. Aggressive driving dapat melibatkan berbagai perilaku berbeda termasuk perilaku membuntuti (tailgaiting), mengklakson (honking), melakukan gerakan kasar (rude gesturing), dan mengedipkan lampu jauh di suasana lalu lintas yang tenang (flashing light) (Houston, Harris, dan Norman, 2003).

Dula dan Ballard (2003) mendefinsikan pengendara agresif sebagai perilaku mengemudi berbahaya (dangerous driving). Mengemudi berbahaya dikategorikan agresi apabila terdapat intensi untuk melukai, emosi negatif dan


(32)

kognitif, seperti marah, frustasi, dan perenungan (semuanya dapat memicu perilaku agresif), begitu pula dengan perilaku mengemudi beresiko yang sering kali dibandingkan dengan agresif, namun tanpa intensi untuk melukai.

Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan oleh para ahli mengenai

aggressive driving, maka dapat diberikan kesimpulan mengenai definisi

aggressive driving adalah mengemudi kendaraan bermotor dengan sengaja, dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan upaya untuk menghemat waktu yang melibatkan berbagai perilaku berbeda, seperti membututi, mengklakson, melakukan gerakan kasar, mengedipkan lampu di suasana lalu lintas yang tenang, memiliki intensi melukai, dan emosi negatif sehingga dapat membahayakan orang lain atau properti jalan. Dikatakan aggressive driving

karena mengasumsikan bahwa seseorang berhak meningkatkan resiko orang lain untuk terkena bahaya yang mengganggu keamanan publik dengan intensi untuk melukai.

2.1.2 Jenis-jenis AggressiveDriving

Tasca (2000) mengemukakan beberapa tingkah laku yang dapat dikategorikan sebagai aggressive driving, yaitu:

1. membuntuti terlalu dekat; 2. keluar-masuk lajur; 3. menyalip dengan kasar;

4. memotong ke depan kendaraan yang berada di jalur dengan jarak yang dekat;


(33)

6. berpindah-pindah lajur tanpa memberikan tanda; 7. menghalangi pengemudi lain untuk menyalip;

8. tidak mau memberikan kesempatan pengemudi lain untuk masuk ke dalam lajur;

9. mengemudi dengan kecepatan tinggi yang kemudian menimbulkan tingkah laku membuntutu dan pengemudi lain berpindah lajur; 10. melewati (menerobos) lampu merah;

11. melewati tanda yang mengharuskan berhenti (tanda stop) sehingga dapat membahayakan pengguna jalan lainnya.

Selain itu, Houston, Harris, dan Norman (2003) membagi perilaku

aggressivedriving menjadi beberapa aspek, yaitu: 1. Perilaku Konflik (Conflict Behavior)

Conflict behavior melibatkan interaksi sosial langsung denganpengemudi lain dan ditandai oleh tindakan yang tidak kompatibel yang memperoleh respon konflik.

Indikator dari conflict behavior adalah: a. Membunyikan klakson (honking) b. Memberi isyarat kasar (rude gesturing)

c. Menyalakan lampu jauh. (flashinghighbeams) 2. Mengebut (Speeding)

Perilaku mengebut (speeding) termasuk kedalam perilaku beresiko ( risk-taking behavior), menurut Houston, Harris, dan Norman (2003) perilaku


(34)

resiko, pembuatan keputusan secara impulsif atau hanyalah kecerebohoan dari pengemudi.

Indikator dari speeding adalah:

a. Mengebut melewati batas kecepatan b. Membuntuti kendaraan lain

c. Mempercepat kendaraan saat lampu kuning menyala

Dalam penelitian ini, penulis memakai jenis-jenis aggressive driving

menurut Houston, Harris, dan Norman (2003). Dikarenakan jenis-jenis tersebut mewakili dan sesuai dengan kondisi psikologis di Indonesia.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Aggressive Driving

Di bawah ini adalah beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aggressive driving, yaitu:

1. Usia dan jenis kelamin

Hasil penelitian Parry (dalam Tasca, 2000) menunjukkan bahwa kebanyakan pelaku aggressive driving yang terjadi melibatkan pengemudi laki-laki usia muda antara usia 17-35 tahun, lebih tinggi dari pengemudi perempuan pada rentang usia yang sama.

Menurut Tasca (2000) Aggressive driving termasuk ke dalam perilaku melanggar lalu lintas, pengemudi laki-laki cenderung meremehkan resiko yang terkait dengan pelanggaran lalu lintas. Menurut mereka, peraturan lalu lintas adalah sesuatu yang menjengkelkan dan berlebihan. Sedangkan pengemudi perempuan cenderung memandang peraturan lalu lintas sebagai sesuatu yang penting, jelas dan masuk akal


(35)

serta merasa memiliki kewajiban untuk mematuhinya. Oleh karena itu, pengemudi laki-laki banyak terlibat dalam aggressive driving daripada pengemudi perempuan.

2. Anonimitas

Penelitian tentang perilaku agresif pada rangkaian lain telah secara konsisten menunjukkan bahwa lebih mungkin dalam situasi yang memberi anonimitas pada pelaku. Hal ini tampaknya membenarkan perilaku agresif di jalan juga. Bahkan, pentingnya faktor anonimitas untuk studi agresi di jalanan telah ditegaskan oleh Novaco (dalam Tasca 2000).

Novaco (dalam Tasca 2000) mengatakan bahwa: “pada umumnya, seseorang akan kehilangan self-control ketika tidak sadar siapa mereka dan tempat mereka dalam tatanan masyarakat. Di jalan raya, terutama pada malam hari, menimbulkan anonimitas dan adanya kesempatan untuk melarikan diri. Harapan untuk menerima hukuman dapat berkurang, dan keinginan untuk agresif lebih mudah terjadi. Kesempatan untuk "lolos" dapat melepaskan agresi yang seharusnya dapat dihentikan. Hal ini dibuktikan dalam kemacetan lalu lintas, yang mengakibatkan beberapa insiden agresi, terlepas dari keadaan stres.”

Anonimitas dapat dikatakan bahwa merupakan suatu kondisi mengemudi yang memungkinkan seorang pengemudi tidak dapat diketahui identitasnya, dikarenakan seseorang yang dalam kondisi anonimitas dapat dengan mudah untuk melakukan tindakan agresif. Tasca (2000) mengatakan bahwa orang yang dalam kondisi anonimitas dapat


(36)

menimbulkan perilaku agresif lebih tinggi dibandingkan faktor-faktor usia dan jenis kelamin.

3. Faktor sosial

Dalam pandangan teori belajar-sosial (social learning), agresi adalah respon yang dipelajari melalui observasi atau imitasi dari orang lain yang terikat. Agresi, disebabkan oleh, hasil dari norma, pemberian hadiah, hukuman, dan model untuk individual yang telah menunjukkannya (Grey, dkk, dalam Tasca, 2000).

Banyaknya kasus aggressive driving yang tidak mendapatkan hukuman dapat membentuk persepsi bahwa perilaku seperti ini normal dan diterima (Novaco, dalam Tasca, 2000). Kondisi seperti inilah yang menyebabkan pengemudi merasa bahwa perilaku aggressive driving yang dilakukannya tidak atau kurang dikontrol, sehingga para pengemudi tetap melakukan aggressivedriving (Tasca, 2000).

4. Kepribadian

Arnett, dkk (dalam Tasca, 2000) menggunakan Arnett Inventory of Sensation Seeking (AISs) dan, dari sub skala agresivitas California Psychological Inventory (CPI) untuk mengukur masing-masing, sensaton

-seeking dan agresivitas dengan sampel dari 139 pembalap muda berusia 17-18 dan 38 orang dewasa berusia 41-59. Mereka menemukan kedua karakter kepribadian secara signifikan terkait dengan perilaku mengemudi ugal-ugalan seperti mengemudi 20 mph (32 km/jam) atau lebih di atas


(37)

batas kecepatan (diatas 100 km/jam), mobil balap lain dan lewat di zona dilarang lewat.

Sensation seeking dan agresivitas secara signifikan berkorelasi dengan remaja, memiliki skor lebih tinggi daripada orang dewasa dan remaja laki-laki memiliki skor lebih tinggi dari remaja perempuan. Studi ini menemukan tidak hanya hubungan antara trait agresivitas (kecenderungan umum untuk menjadi agresif) dan mengemudi ugal-ugalan, tetapi juga menemukan bahwa kondisi agresivitas (yaitu berada dalam suasana hati yang marah pada waktu tertentu) berhubungan dengan episode mengemudi dengan kecepatan tinggi.

5. Gaya hidup

Penelitian mengenai faktor gaya hidup belum dapat diaplikasikan secara spesifik untuk perilaku aggressive driving. Menurut Tascca (2000) fokus gabungan antara kepribadian dan faktor sosial yang khas dari penelitian gaya hidup, akan menambah kemampuan untuk mengerti motivasi dari seseorang yang sering memunculkan perilaku aggressive driving (seperti pengemudi agresif).

Konsep gaya hidup mengarah kepada kelompok perilaku yang khas dilakukan oleh individu dengan berbagai kepribadian. Beirness (dalam Tasca, 2000) melakukan peninjauan terhadap berbagai penelitian yang berhubungan dengan gaya hidup, performa mengemudi dan resiko tabrakan yang difokuskan pada pengemudi usia muda. Mereka memiliki gaya hidup seperti minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan


(38)

terlarang, merokok dan kelelahan karena bersosialisasi sampai larut malam. Dimana gaya hidup tersebut menyerap pada semua aspek kehidupan mereka, termasuk saat mereka berkendara.

6. Sikap pengemudi (driver attitude)

Pengemudi lebih mungkin untuk melakukan pelanggaran lalu lintas secara agresif jika mereka mengalami situasi lalu lintas yang menghambat laju kendaraan mereka atau ketika pengemudi lain menunjukkan permusuhan langsung terhadap mereka. Pengemudi yang berfikir memiliki keterampilan mengemudi yang tinggi, penanganan kendaraan lebih mungkin untuk mengalami kemarahan dalam situasi lalu lintas yang menimbulkan laju kendaraannya terhambat. Sebaliknya, pengemudi yang berfikir untuk memperoleh keselamatan lebih tinggi, mungkin akan sedikit terganggu oleh laju kendaraan lain yang terhambat atau permusuhan dari pengemudi lain. Ini adalah contoh dari pengemudi yang dilaporkan mengemudi lebih defensif (misalnya menjaga jarak aman).

Hal tersebut dapat diartikan bahwa orang yang memiliki keterampilan yang tinggi dalam menangani kendaraan lebih berpeluang untuk melakukan aggressive driving. Sedangkan orang yang memiliki keterampilan yang tinggi dalam hal keselamatan, kecil kemungkinan untuk melakukan aggressivedriving, karena ia lebih mengutamakan keselamatan (Tasca, 2000).


(39)

7. Faktor Lingkungan

Shinar (1999) melaporkan hubungan yang kuat antara kondisi lingkungan dengan manifestasi pengemudi agresif. Pengemudi yang terbiasa dengan kemacetan lebih jarang merasakan emosi marah saat mengemudi. Lajunen (dalam Tasca, 2000) menjelaskan kemacetan yang tidak diperkirakan dapat menimbulkan emosi marah pada pengemudi yang kemudian dapat meningkatkan kecenderungan pengemudi untuk melakukan aggressive driving.

Ellison-Potter, dkk (dalam Lin, 2009) meneliti tentang ciri-ciri agresifitas yang dimanipulasi oleh kemunculan kata agresif atau kata-kata netral pada layar komputer di papan iklan atau tanda di gedung bangunan. Peneliti melihat bahwa perilaku aggressive driving lebih tinggi pada kelompok dengan kata-kata agresif dibandingkan dengan kelompok lain. Kemudian Sarwono (1995) menyatakan bahwa crowd situation

(kepadatan) seringkali memberikan dampak pada manusia, salah satunya yaitu timbulnya perilaku agresif.

8. Impulsiveness

Impulsiveness adalah faktor pribadi lain yang memberikan kontribusi untuk terlibat dalam perilaku mengemudi agresif. Impulsif adalah sebuah konsep yang mirip dengan sensationseeking, tetapi impulsif berhubungan dengan derajat seseorang kontrol atas pikiran dan perilaku (Barratt, dalam Lin, 2009). Alasan bahwa impulsif dapat menyebabkan pengambilan risiko adalah bahwa individu mungkin hanya kekurangan pengendalian diri


(40)

diperlukan untuk menahan diri dari terlibat di dalamnya. Karena sensation seeking dan impulsif yang terkait, beberapa peneliti percaya kedua konsep milik sebuah konstruksi tunggal, misalnya, Zuckerman (dalam Lin, 2009). 9. Considerationoffutureconsequences (CFC)

Seseorang dengan CFC rendah, fokus pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka, dan kurang memperhatikan konsekuensi tertunda dari tindakan mereka. Seseorang dengan CFC tinggi menilai konsekuensi keterlambatan tindakan mereka sebagai lebih penting daripada konsekuensi langsung. Sejumlah studi empiris telah dikaitkan dengan berbagai perilaku CFC, seperti tanggung jawab fiskal (Joireman, Sinta, & Spangenberg), perilaku kesehatan (Orbell, Perugini, & Rakow; Sirois), kepedulian lingkungan (Joireman, Van Lange, & Van Vugt), kemarahan (Joireman), dan agresi secara umum (Joireman, dalam Lin, 2009).

10. Stress

Tingkat stres yang tinggi selama mengemudi adalah salah satu faktor potensial yang dapat menyebabkan kemarahan dan aggressive driving. Hennessy dan Wiesenthal (2001) menemukan bahwa pengemudi dengan disposisi untuk melihat mengemudi seperti umumnya mengalami stres lebih mungkin untuk terlibat dalam mengemudi agresi daripada pengemudi yang menganggap mengemudi dalam keadaan kurang stres. Hal ini dapat disebabkan oleh persepsi atau penilaian situasi mengemudi.


(41)

11. Perilaku kognitif

Bagaimana seseorang memproses informasi mereka di saat mengemudi juga dapat mempengaruhi manifestasi perilaku aggressive driving. Pelabelan merendahkan, pikiran untuk membalas dendam, pembalasan dendam, dan agresi yang ditemukan terkait dengan aggressive driving dan

risky driving (Lin, 2009).

Studi lain terkait sikap positif terhadap melakukan pelanggaran dengan mengemudi ugal-ugalan dan kurang tanggap terhadap kampanye keselamatan lalu lintas . Selain itu, keyakinan tentang reaksi orang lain, diantisipasi penyesalan, dan rasa tanggung jawab pribadi secara signifikan berkorelasi dengan kemungkinan yang dilaporkan sendiri melakukan pelanggaran mengemudi dan aggressive driving (Lin, 2009).

12. Agresi secara umum

Sejumlah studi empiris telah menunjukkan bahwa agresi umum dikaitkan dengan mengemudi agresif yang dilaporkan sendiri, mengemudi ugal-ugalan, dan mengemudi yang melanggar lalu lintas. Namun, agresi umum tidak selalu berhubungan dengan mengemudi berisiko, dan beberapa pengemudi dengan tingginya tingkat kecelakaan kendaraan bermotor dan pelanggaran lalu lintas tidak memiliki tingkat agresi. Temuan ini menyiratkan bahwa agresi umum mungkin tidak perlu dan tidak cukup untuk berisiko dan aggressivedriving dapat terjadi. Seperti halnya dengan impulsif, agresi dapat dimoderasi oleh variabel lain (misalnya, sensation seeking) untuk mempengaruhi perilaku mengemudi (Lin, 2009).


(42)

13. Mengemudi dengan marah

Deffenbacher, dkk (dalam Lin, 2009) telah memberikan bukti untuk mendukung mereka model kondisi sifat mengemudi dengan marah: sifat (umum) kemarahan mengemudi memprediksi situasi tertentu kemarahan mengemudi dan aggressive driving. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa pengemudi yang agresif yang tinggi biasanya mengalami kemarahan secara umum.

Serupa dengan konstruk agresi umum, kemarahan mengemudi tidak selalu memprediksi respon agresif, dan mengemudi dengan marah yang tinggi tidak selalu mengemudi lebih agresif pengemudi dengan kondisi marah yang rendah (Ellison-Potter, dkk, dalam Lin, 2009). Selain itu, mengemudi dengan marah hanya sebagian kecil mempengaruhi hubungan antara aggressive driving dan karakteristik lainnya seperti agresi, impulsif, dan sensation seeking. Beberapa jenis mengemudi agresi tidak tampak berhubungan dengan mengemudi dengan marah (Deffenbacher, dkk, dalam Lin 2009).

2.1.4 Pengukuran AggressiveDriving

Pengukuran terhadap aggressivedriving telah dilakukan dengan berbagai metode. Menurut Tasca (2000) penelitian terhadap aggressive driving dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu: (1) survei driving public, berupa self report

para responden, dan (2) eksperimen berskala kecil yang melibatkan sedikit sampel pengemudi, yang pada umumnya dirancang untuk memunculkan perilaku agresif dalam setting yang direncanakan.


(43)

Pengukuran terhadap aggressive driving selanjutnya dilakukan oleh Houston, Harris, dan Norman (2003) yang mengembangkan alat ukur perilaku

aggressive driving dengan nama Aggressive Driving Behavior Scale (ADBS). Skala dibuat dengan cara melakukan self-report terhadap 200 orang responden berusia 18-24 tahun yang kemudian menghasilkan 11 item baru yang dikatakan sebagai aggressive driving. ADBS memiliki dua subskala yaitu perilaku konflik (conflict behavior) dan mengebut (speeding).

Selain itu, penelitian lain mengenai alat ukur aggressive driving dilakukan oleh Dula (dalam Willemsen, Dula, Declerc, dan Verhaeghe, 2007) dengan nama

Dula Dangereous Driving Index (DDDI), penelitian dilakukan di Belgia dan USA. Subskala dari DDDI adalah Risky Driving (mengemudi beresiko), Negative Cognitive/Emotional Driving (mengemudi dengan kognitif/emosi negatif), dan

aggressivedriving (mengemudi agresif).

Dalam penelitian ini, penulis mengadaptasi dan modifikasi aggressive driving behavior scale (ADBS) oleh Houston, Harris, dan Norman (2003), dengan

reliabilitas cronbach α sebesar 0.80, oleh karena itu menurut penulis lebih sesuai dan cocok sesuai karakteristik pengemudi sepeda motor untuk mengukur

aggressive driving di Indonesia. 2.2 Self-Control

2.2.1 Definisi self-control

Averill (1973) mendefinisikan self-control sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri (behavior control), kemampuan untuk


(44)

mengolah informasi (cognitive control), dan kemampuan untuk memilih suatu tindakan yang diyakininya (decisional control).

Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan self-control sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Menurut teori low self-control oleh Gottfredson dan Hirschi (dalam Grasmick, Tittle, Bursik, & Arneklev, 1993), ada enam aspek penting, yaitu: individu dengan low self-control

cenderung impulsif (impulsive), lebih memilih tugas-tugas sederhana (prefer simple tasks), memiliki potensi mencari resiko yang tinggi (have a high risk-seeking potential), mendukung kegiatan fisik (sebagai pengganti untuk kegiatan mental), menjadi egois (self-centered), dan memiliki emosi (temper) yang berubah-ubah. Masing-masing karakteristik ini menyebabkan orang untuk fokus terhadap perbedaan pada manfaat langsung dari perilaku kriminal daripada konsekuensi yang lebih jauh terkait dengan tindakan mereka.

Hurlock (2000) menyebutkan bahwa self-control berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Menurut konsep ilmiah, pengendalian emosi berarti mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Ada tiga kriteria emosi, yaitu dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial, dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai degnan harapan masyarakat, dan dapat menilai secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan cara beraksi terhadap situasi tersebut.


(45)

Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan oleh para ahli sebelumnya, peneliti memberikan kesimpulan self-control dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, mengolah informasi, memilih suatu tindakan, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi, dan orang dengan low self-control, memiliki perilaku yang cenderung impulsif, memilih tugas-tugas sederhana, memiliki potensi mencari resiko yang tinggi, mendukung kegiatan fisik, menjadi egois, dan memiliki emosi yang berubah-ubah.

2.2.2 Aspek-Aspek Self-Control

Averill (1973) mengemukakan aspek-aspek self-control, yaitu: 1. kontrol perilaku

kontrol perilaku merupakan kesiapan terjadinya suatu respons yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu:

a. mengatur pelaksanaan (regulated administration), merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan. Apakah dirinya sendiri atau aturan perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal.


(46)

b. Kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifability), merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu diantara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.

2. Kontrol kognitif (cognitive control)

Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu:

a. Memperoleh informasi (information gain) adalah dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenagkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan.

b. Melakukan penilaian (appraisal), berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memerhatikan segi-segi positif secara subjektif.


(47)

3. Mengontrol keputusan (decisional control)

Mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada seseuatu yang diyakini atau disetujuinya. Self-control dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih kemungkinna berbagai tindakan

Gottfredson dan Hirschi (dalam Grasmick, Tittle, Bursik, & Arneklev, 1993) menjelaskan aspek-aspek low self-control, yaitu:

1. Impulsivity, yaitu kecenderungan untuk menanggapi rangsangan yang nyata di lingkungan terdekat, untuk memiliki orientasi kegiatan yang nyata saat ini dan sekarang, berbeda dengan high self-control

yang memungkinkan orang untuk menunda kepuasan.

2. Simple tasks, melibatkan kecenderungan kurangnya ketekunan, keuletan, ketekunan atau dalam tindakan, sehingga seseorang dengan

low self-control lebih mudah atau gratifikasi sederhana untuk mendapatkan keinginan dan mencoba untuk menghindari tugas-tugas kompleks.

3. Risk seeking, yaitu kecenderungan untuk menjadi penjelajah daripada berhati-hati karena seseorang dengan tindak kriminal memandang kegiatan harusnya lebih menarik, berisiko, atau mendebarkan.


(48)

4. Physical activity, seseorang dengan low self-control mencakup preferensi untuk aktivitas fisik daripada aktivitas kognitif dan mental.

5. Self-centered, orang dengan low self-control cenderung egois, acuh tak acuh, atau tidak sensitif terhadap penderitaan dan kebutuhan orang lain.

6. Temper, yaitu seseorang dengan low self-control cenderung memiliki toleransi minimal untuk frustrasi dan sedikit kemampuan untuk merespon konflik melalui lisan daripada fisik.

Dalam penelitian ini penulis memakai teori Gottfredson dan Hirschi dikarenakan aspek-aspek low self-control tersebut mewakili dan sesuai dengan karakteristik aggressive driving, sehingga penelitian ini menjadi fokus dan terarah.

2.2.3 Pengaruh Self-Control Terhadap Aggressive Driving

Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa self-control dapat dijadikan sebagai pengatur proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang. Dengan kata lain, serangkaian yang membentuk proses dirinya sendiri. dengan begitu individu dengan self-control-nya yang tinggi akan sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk bagaimana berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Seseorang cenderung untuk mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan.

Peneliti lain yaitu Gottfredson dan Hirschi (1990) menyatakan dalam publikasi awalnya tentang self-control, bahwa sifat-sifat pribadi berhubungan


(49)

dengan kurangnya self-control adalah mereka yang impulsif, tidak peka, secara fisik (bertentangan dengan mental), mengambil resiko, memiliki pandangan sempit, dan non-verbal.

Hubungan dari sifat-sifat (self-control) ini untuk agresi dan agresivitas dalam berkendara tampaknya sudah cukup jelas dengan karakteristik aggressive driving itu sendiri, yang dijelaskan kembali oleh Gottfredson dan Hirschi (1990), berpendapat bahwa kecelakaan mobil (automobile accidents) merupakan residu dari sejumlah perilaku mengemudi berisiko: ngebut, minum, membuntuti kendaraan, kurangnya perhatian, dan pengambilan resiko ugal-ugalan. Perilaku ini ditunjukkan oleh mereka yang memiliki sedikit hal untuk pengemudi dan yang menekankan manfaat jangka pendek (misalnya, sensasi tinggi, mengurangi waktu perjalanan) yang mengalir dari impulsif, berisiko, dan perilaku mengemudi egosentris pada kehilangan biaya lebih dari konsekuensi potensial terpencil (misalnya: mendapat surat tilang, kecelakaan, dan teguran sosial). Dengan demikian, kecelakaan (dan mungkin pelanggaran hukum lalu lintas) sering merupakan hasil dari perilaku aggressive driving.

Penelitian terbaru pada General Aggression Model (GAM) (Anderson & Bushman, 2002) menunjukkan bahwa agresi diperkirakan oleh tiga ciri-ciri kepribadian yang saling berhubungan yang dapat dianggap menjadi salah satu karakteristik dari low self-control, yaitu: impulsif (impulsivity), mencari sensasi (sensation seeking), dan pertimbangan konsekuensi masa depan (consideration of future consequences). Ciri-ciri ini cenderung untuk memunculkan perilaku agresi melalui kognisi yang bertentangan dan dorongan kemarahan. Penelitian lain


(50)

dilakukan oleh Lin (2009) mengenai pemodelan aggressive driving: meneliti tentang teori low self-control dengan general aggression model, penelitian tersebut mencoba memahami aggressive driving dipandang sebagai masalah kriminologi, dan mengeksplorasi teori self-control dari Gottfredson dan Hirschi. Dua studi terpisah menampilkan sampel independen dengan ukuran yang berbeda tetapi terkait yang digunakan untuk menjelaskan mengenai empat ciri-ciri low self-control (sensation seeking, impulsivity, consideration of future consequence, dan anger atau temper arousal) berhubungan dengan mengemudi beresiko dan

aggressive driving.

Hasil studi Lin (2009) mengungkapkan bahwa: 1) sensation seeking,

impulsivity, dan CFC berhubungan dengan aggressive driving melalui kepribadian temperamental (seperti dorongan tabiat marah), 2) sensation seeking mungkin menciptakan situasi (seperti mengemudi beresiko) untuk mereka yang bertindak agresif, dan 3) orang yang impulsif dan pencari sensasi bisa menjadi frustasi oleh kondisi mengemudi yang berbeda, dan tingkat frustasi dapat memediasi efek impulsif dan mencari sensasi pada aggressive driving.

Penelitian lain dilakukan oleh Ellwanger dan Pratt (2012) mengenai self control, dampak negatif dan agresi pengendara remaja, menunjukkan bahwa kemarahan sebagian besar merupakan konsekuansi dari self control, self control

dan dampak negatif memberi efek langsung secara signifikan terhadap aggressive driving.


(51)

2.2.4 Pengukuran Self-Control

Gottfredson dan Hirschi (1990) jelas menegaskan bahwa keenam sifat (impulsivity, simple tasks, risk seeking, physical activity, self-centered, dan

temper) yang telah digambarkan tidak memiliki cara-cara alternatif low self-control, melainkan, mereka membentuk sifat laten unidimensional tunggal. Menurut Gottfredson dan Hirschi (1990) ada kecenderungan cukup untuk sifat-sifat ini untuk datang bersama-sama pada orang-orang yang sama, dan karena sifat-sifat tersebut cenderung bertahan sepanjang hidup, tampaknya masuk akal untuk mempertimbangkan sebagai konstruk stabil yang berguna dalam menjelaskan kriminalitas.

Dengan kata lain, analisis faktor mengindikasikan valid dan reliabel dari enam komponen diharapkan dapat cocok dengan model one-factor, membenarkan penciptaan skala tunggal yang disebut skala low self-control. Pada dasarnya, ini adalah premis yang sangat penting dalam teori Gottfredson dan Hirschi, ciri kepribadian unidimensional diharapkan untuk memprediksi keterlibatan dalam semua jenis kejahatan serta hasilakademik, hasil angkatan kerja, sukses dalam pernikahan, berbagai perilaku ceroboh, seperti merokok dan minum, dan bahkan kemungkinan terlibat dalam kecelakaan. Bukti bahwa sifat seperti itu ada adalah langkah yang paling dasar dalam agenda penelitian untuk menguji hipotesis Gottfredson dan Hirschi telah disajikan (dalam Grasmick, Tittle, Bursik, Jr., dan Arneklev, 1993).

Seperti disebutkan sebelumnya, enam komponen dari personality trait


(52)

impulsivity, simple tasks, risk seeking, physical activity, self-centered, dan temper. Berbagai kombinasi item yang diujicobakan pada beberapa sampel mahasiswa dengan tujuan memilih total 24 item, empat untuk masing-masing dari enam komponen, yang memiliki variasi cukup dan yang cenderung unidimensional dalam struktur faktor (Grasmick, dkk, 1993).

Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan teori low self-control oleh Gottfredson dan Hirschi sebagai acuan untuk skala low self-control, penulis mengadaptasi dan modifikasi skala low self-control oleh Grasmik, dkk (1993), dengan nilai reliabilitas cronbach α sebesar 0.805, sehingga menurut penulis dapat sesuai dengan kondisi dan budaya di Indonesia.

2.3 Moral Disengagement

2.3.1 Definisi Moral Disengagement

Bandura (2002) menjelaskan moral disengagement sebagai proses tidak berfungsinya standar moral sebagai regulator internal perilaku dan tidak beroperasinya mekanisme regulasi diri kecuali mereka diaktifkan sehingga menimbulkan perilaku yang menyebabkan reaksi moral dapat terlepas.

Selain itu, Detert, Trevino, & Sweitzer (2008) menjelaskan moral disengagement sebagai suatu proses di mana individu membuat keputusan moral yang tidak etis saat proses regulasi diri dinonaktifkan melalui penggunaan beberapa mekanisme kognitif kolektif yang saling terkait.

Definisi lainnya oleh Hyde, Shaw, & Moilanen (2010) menjelaskan moral disengagemenet sebagai suatu proses ketika salah satu keyakinan atau nilai-nilai moral membenarkan perilaku antisosial, terdapat kurangnya disonansi atau


(53)

hambatan untuk terlibat dalam tindakan antisosial sehingga tindakan tersebut dapat diterima. Sedangkan Shulman, Cauffman, & Fagan (2011) menjelaskan

moral disengagement sebagai proses untuk menghindari sanksi internal dengan cara membangun pembenaran atas perilaku yang melanggar standar moral.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa moral disengagement adalah suatu proses sosial kognitif di mana standar moral sebagai regulator internal perilaku tidak berfungsi dan proses regulasi diri dinonaktifkan sehingga menimbulkan perilaku tidak manusiawi. 2.3.2 Aspek-aspek MoralDisengagemnt

Menurut Bandura (1999) teori psikologi mengenai moralitas yang sudah ada terlalu memberikan penekanan yang besar pada penalaran moral (moral reasoning), sehingga mengabaikan perilaku moral. Manusia membiarkan kesalahan tanpa menghiraukan bagaimana individu tersebut bsia membenarkan perilaku tidak manusiawi yang mereka lakukan. Regulasi dari tindakan manusia melibatkan lebih dari penalaran moral. Terdapat suatu teori dari agen moral yang menghubungkan antara pemikiran dengan penalaran moral sehingga memunculkan perilaku moral. Sebuah teori mengenai agen moral menentukan mekanisme di mana individu dituntut hidup sesuai dengan standar moral.

Menurut Bandura (1999), mekanisme regulasi diri tidak ikut bermain, kecuali mereka diaktifkan, dan terdapat banyak dorongan sosial dan psikologis dimana sanksi diri dapat terlepas dari perilaku yang tidak manusiawi. Aktivasi selektif dan pelepasan kendali internal memberikan jalan bagi manusia dengan standar moral yang sama untuk berperilaku berbeda dalam situasi yang berbeda.


(54)

Mekanisme tersebut menurut Bandura (dalam Feist & Feist, 2010) adalah: 1. Mendefinisikan ulang perilaku

Mekanisme yang pertama, yaitu dengan mendefinisikan ulang suatu perilaku. Orang menjustifikasi suatu perilaku yang salah dengan melakukan restrukturisasi kognitif sehingga membuat mereka mampu meminimalisir atau lepas dari tanggung jawab. Mereka dapat melepaskan diri dari tanggung jawab perilaku mereka setidaknya melalui tiga teknik:

a. MoralJustification

Moral justification adalah perilaku yang salah dibuat seolah-olah dapat dibela ataupun malah menjadi benar. Misalnya, mencuri merupakan hal yang wajar jika dilakukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

b. Advantageous comparison

Advantageous comparison adalah dengan memakai perbandingan yang bersifat menenangkan atau menguntungkan antara perilaku tersebut dengan suatu keburukan yang lebih parah yang dilakukan oleh orang lain. Misalnya, seorang anak melakukan vandalisme di gedung sekolah akan menggunakan alasan bahwa orang lain memecahkan lebih banyak kaca jendela dibandingkan dirinya.

c. Euphemistic labeling

Euphemistic labeling adalah dengan menggunakan label yang bersifat memperhalus suatu perilaku, untuk membuat perilaku tercela


(55)

menjadi tampak kurang berbahaya atau bahkan ramah. Misalnya, berbagi jawaban saat ujian untuk membantu teman.

2. Tidak menghiraukan atau mendistorsi konsekuensi dari perilaku Mekanisme kedua yaitu menghindari tanggung jawab, meliputi: meminimalisasi, mendistorsi atau mengaburkan hubungan antara perilaku dan konsekuensi merusak dari hal tersebut. Bandura mengenali setidaknya ada tiga teknik, yaitu:

a. Minimizing of consequences

Manusia dapat meminimalisasi konsekuensi dari perilaku mereka. Sebagai contoh, seorang pengemudi menerobos lampu merah dan menabrak seorang pejalan kaki. Saat pihak yang terluka tergeletak di trotoar, tidak sadarkan diri dan mengalami pendarahan, pengemudi

tersebut berkata: “cederanya tidak terlalu parah, ia akan baik-baik

saja.”

b. Disregard of consequences

Manusia dapat tidak menghiraukan konsekuensi dari tindakannya, saat mereka tidak dapat secara langsung melihat dampak buruk perilaku mereka. Pada masa perang, pimpinan negara dan para jenderal tentara seringkali tidak melihat seluruh kerusakan dan kematian yang dihasilkan dari keputusan mereka.

c. Distortion of consequences

Manusia dapat mendistorsi atau salah menginterpretasikan konsekuensi dari tindakan mereka. Misalnya: saat orang tia


(1)

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

Change Statistics R Square

Change

F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .635a .403 .391 6.84444 .403 31.623 9 421 .000

2 .636b .405 .391 6.84454 .001 .988 1 420 .321

3 .640c .410 .394 6.82353 .005 3.589 1 419 .059

4 .640d .410 .393 6.83125 .000 .054 1 418 .817

5 .642e .412 .394 6.82489 .003 1.780 1 417 .183

6 .642f .412 .393 6.83302 .000 .008 1 416 .930

a. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY

b. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY

c. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY, DISPLACEMENTOFRESPONSIBILITY

d. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY, DISPLACEMENTOFRESPONSIBILITY,

DISREGARDTHECONSEQUENCES

e. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY, DISPLACEMENTOFRESPONSIBILITY,

DISREGARDTHECONSEQUENCES, DEHUMANIZATION

f. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY, DISPLACEMENTOFRESPONSIBILITY,


(2)

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 13332.618 9 1481.402 31.623 .000b

Residual 19722.292 421 46.846

Total 33054.910 430

2

Regression 13378.884 10 1337.888 28.558 .000c

Residual 19676.026 420 46.848

Total 33054.910 430

3

Regression 13546.011 11 1231.456 26.448 .000d

Residual 19508.899 419 46.561

Total 33054.910 430

4

Regression 13548.525 12 1129.044 24.194 .000e

Residual 19506.385 418 46.666

Total 33054.910 430

5

Regression 13631.421 13 1048.571 22.512 .000f

Residual 19423.489 417 46.579

Total 33054.910 430

6

Regression 13631.782 14 973.699 20.854 .000g

Residual 19423.128 416 46.690

Total 33054.910 430

a. Dependent Variable: AGGRESSIVEDRIVING

b. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY

c. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY

d. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY, DISPLACEMENTOFRESPONSIBILITY

e. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY, DISPLACEMENTOFRESPONSIBILITY,

DISREGARDTHECONSEQUENCES

f. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY, DISPLACEMENTOFRESPONSIBILITY,


(3)

g. Predictors: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY, DISPLACEMENTOFRESPONSIBILITY,

DISREGARDTHECONSEQUENCES, DEHUMANIZATION, ATTRIBUTIONOFBLAME

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 3.891 3.573 1.089 .277

IMPULSIVITY .227 .058 .210 3.936 .000

SIMPLETASK -.026 .057 -.020 -.462 .644

RISKSEEKING .307 .054 .269 5.718 .000

PHYSICALACTIVITY -.047 .047 -.042 -.985 .325

SELFCENTERED .142 .059 .129 2.412 .016

TEMPER -.035 .057 -.028 -.609 .543

MORALJUSTIFICATION .174 .047 .160 3.667 .000

EUPHEMISTICLABELLING .158 .061 .137 2.571 .010

ADVANTAGEOUSCOMPARIS

ON .022 .046 .023 .489 .625

2

(Constant) 2.535 3.825 .663 .508

IMPULSIVITY .230 .058 .213 3.979 .000

SIMPLETASK -.027 .057 -.021 -.480 .632

RISKSEEKING .302 .054 .264 5.592 .000

PHYSICALACTIVITY -.051 .048 -.046 -1.064 .288

SELFCENTERED .136 .059 .124 2.310 .021

TEMPER -.037 .057 -.030 -.637 .525

MORALJUSTIFICATION .167 .048 .153 3.466 .001

EUPHEMISTICLABELLING .157 .061 .137 2.566 .011

ADVANTAGEOUSCOMPARIS

ON .017 .046 .017 .368 .713

DIFFUSIONOFRESPONSIBIL

ITY .055 .055 .041 .994 .321

3

(Constant) 1.988 3.824 .520 .603

IMPULSIVITY .228 .058 .211 3.949 .000

SIMPLETASK -.036 .057 -.028 -.632 .528

RISKSEEKING .304 .054 .266 5.649 .000

PHYSICALACTIVITY -.059 .048 -.054 -1.242 .215

SELFCENTERED .137 .059 .124 2.323 .021

TEMPER -.041 .057 -.033 -.718 .473


(4)

EUPHEMISTICLABELLING .145 .061 .126 2.364 .019 ADVANTAGEOUSCOMPARIS

ON .011 .046 .012 .243 .808

DIFFUSIONOFRESPONSIBIL

ITY .021 .058 .016 .362 .718

DISPLACEMENTOFRESPON

SIBILITY .101 .053 .086 1.895 .059

4

(Constant) 1.989 3.829 .519 .604

IMPULSIVITY .227 .058 .210 3.925 .000

SIMPLETASK -.037 .057 -.029 -.651 .515

RISKSEEKING .303 .054 .265 5.625 .000

PHYSICALACTIVITY -.059 .048 -.054 -1.240 .216

SELFCENTERED .135 .059 .123 2.283 .023

TEMPER -.040 .058 -.032 -.696 .487

MORALJUSTIFICATION .148 .050 .135 2.973 .003

EUPHEMISTICLABELLING .143 .062 .125 2.303 .022

ADVANTAGEOUSCOMPARIS

ON .009 .047 .009 .195 .846

DIFFUSIONOFRESPONSIBIL

ITY .021 .058 .015 .355 .723

DISPLACEMENTOFRESPON

SIBILITY .098 .055 .083 1.768 .078

DISREGARDTHECONSEQUE

NCES .013 .057 .012 .232 .817

5

(Constant) 1.741 3.830 .455 .650

IMPULSIVITY .217 .058 .201 3.734 .000

SIMPLETASK -.034 .057 -.026 -.588 .557

RISKSEEKING .300 .054 .262 5.561 .000

PHYSICALACTIVITY -.053 .048 -.048 -1.114 .266

SELFCENTERED .127 .059 .116 2.144 .033

TEMPER -.048 .058 -.039 -.832 .406

MORALJUSTIFICATION .138 .050 .126 2.747 .006

EUPHEMISTICLABELLING .127 .063 .111 2.012 .045

ADVANTAGEOUSCOMPARIS

ON .002 .047 .002 .047 .963

DIFFUSIONOFRESPONSIBIL

ITY .014 .058 .011 .248 .804

DISPLACEMENTOFRESPON

SIBILITY .101 .055 .086 1.837 .067

DISREGARDTHECONSEQUE

NCES -.003 .058 -.003 -.050 .960

DEHUMANIZATION .075 .056 .069 1.334 .183


(5)

IMPULSIVITY .218 .058 .201 3.727 .000

SIMPLETASK -.033 .058 -.026 -.567 .571

RISKSEEKING .300 .054 .263 5.551 .000

PHYSICALACTIVITY -.053 .048 -.048 -1.110 .268

SELFCENTERED .127 .060 .116 2.142 .033

TEMPER -.048 .058 -.039 -.832 .406

MORALJUSTIFICATION .139 .052 .127 2.669 .008

EUPHEMISTICLABELLING .128 .063 .111 2.011 .045

ADVANTAGEOUSCOMPARIS

ON .002 .047 .002 .043 .966

DIFFUSIONOFRESPONSIBIL

ITY .015 .059 .011 .257 .797

DISPLACEMENTOFRESPON

SIBILITY .102 .057 .087 1.812 .071

DISREGARDTHECONSEQUE

NCES -.003 .058 -.003 -.049 .961

DEHUMANIZATION .076 .057 .069 1.331 .184

ATTRIBUTIONOFBLAME -.006 .064 -.004 -.088 .930


(6)

Excluded Variablesa

Model Beta In t Sig. Partial

Correlation

Collinearity Statistics Tolerance

1

DIFFUSIONOFRESPONSIBIL

ITY .041

b .994 .321 .048 .840

DISPLACEMENTOFRESPON

SIBILITY .091

b 2.112 .035 .103 .764

DISREGARDTHECONSEQUE

NCES .040

b .819 .413 .040 .596

DEHUMANIZATION .072b 1.438 .151 .070 .559

ATTRIBUTIONOFBLAME .034b .725 .469 .035 .649

2

DISPLACEMENTOFRESPON

SIBILITY .086

c 1.895 .059 .092 .691

DISREGARDTHECONSEQUE

NCES .035

c .713 .476 .035 .589

DEHUMANIZATION .068c 1.355 .176 .066 .555

ATTRIBUTIONOFBLAME .025c .526 .599 .026 .620

3

DISREGARDTHECONSEQUE

NCES .012

d .232 .817 .011 .549

DEHUMANIZATION .068d 1.355 .176 .066 .555

ATTRIBUTIONOFBLAME .006d .119 .905 .006 .590

4 DEHUMANIZATION .069

e 1.334 .183 .065 .531

ATTRIBUTIONOFBLAME .005e .111 .912 .005 .590

5 ATTRIBUTIONOFBLAME -.004f -.088 .930 -.004 .577

a. Dependent Variable: AGGRESSIVEDRIVING

b. Predictors in the Model: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY c. Predictors in the Model: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY

d. Predictors in the Model: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY, DISPLACEMENTOFRESPONSIBILITY

e. Predictors in the Model: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY, DISPLACEMENTOFRESPONSIBILITY, DISREGARDTHECONSEQUENCES f. Predictors in the Model: (Constant), ADVANTAGEOUSCOMPARISON, PHYSICALACTIVITY, SIMPLETASK, RISKSEEKING, MORALJUSTIFICATION, TEMPER, SELFCENTERED, EUPHEMISTICLABELLING, IMPULSIVITY, DIFFUSIONOFRESPONSIBILITY, DISPLACEMENTOFRESPONSIBILITY, DISREGARDTHECONSEQUENCES, DEHUMANIZATION