RKPD 2013

(1)

BAB II

EVALUASI PELAKSANAAN RKPD TAHUN 2011

2.1. Visi dan Misi RPJMD Kabupaten Ponorogo Tahun 2010 – 2015. 2.1.1. Visi

Disetiap daerah di era otonomi memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk dapat mengatur proses pembangunannya sendiri, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan daerah. Terciptanya pembangunan daerah yang baik sesuai harapan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dituntut dan didahului dengan perencanaan yang baik, agar dalam pelaksanaanya dapat dilakukan dengan sitematis, terpadu, terarah dan konsisten sesuai dengan cita-cita yang ingin diwujudkan. Suatu hal yang mendasar dari setiap perencanaan adalah perumusan visi dan misi, yang merupakan suatu nilai yang ingin dicapai dalam periode tertentu, dalam penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan kondisi masyarakat Kabupaten Ponorogo saat ini, permasalahan yang dihadapi, tantangan yang dihadapi dalam lima tahun mendatang, dan sesuai dengan cita-cita Pemerintah Kabupaten Ponorogo tahun 2010-2015, serta sebagai manivestasi dari janji politik Bupati/Wakil Bupati terpilih, maka visi yang ingin diwujudkan adalah:

Pernyataan visi tersebut dilandasi pada nilai-nilai yang melekat didalam perilaku kehidupan keseharian masyarakat Kabupaten Ponorogo. Secara filosofis visi tersebut dapat dijelaskan melalui makna yang terkandung di dalamnya, di mana nilai-nilai yang terkandung dalam visi tersebut saling berkait satu sama lain, yaitu :

M asyarakat Ponorogo yang sejaht era, aman, berbudaya, berkeadilan berlandaskan nilai-nilai Ket uhanan dalam rangka


(2)

Sejahtera : Suatu masyarakat dikatakan sejahtera apabila dapat diciptakan suatu keadaan dimana anggota masyarakatnya dalam kondisi sehat, damai serta terpenuhi segala kebutuhannya.

Aman : Kondisi masyarakat yang bebas dari segala gangguan, bebas dari ancaman, bebas dari intimidasi, tidak merasa takut atau khawatir, was-was, tidak ada kerusuhan, dengan kata lain tercipta lingkungan yang tenteram.

Berbudaya : Cara hidup masyarakat, termasuk hasil ciptaan dan pemikirannya sesuai dengan kehendak dan yang menjadi amalan untuk kesejahteraan hidup.

Adil : Masyarakat yang adil berarti tidak ada diskriminasi dalam bentuk apapun baik antar individu, gender maupun wilayah.

Rahayu : Selamat, sejahtera, jauh dari musibah atau kekurangan.

Pernyataan visi tersebut dimaksudkan Kabupaten Ponorogo selama kurun waktu lima tahun ke depan yaitu tahun 2010-2015 mengedepankan masyarakat yang sejahtera, terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat baik yang berupa sandang, pangan dan papan; baik kebutuhan lahir maupun batin. Masyarakat yang sejahtera akan merasa aman, tenteram, damai, merasa terlindungi dan bebas dari bahaya, sehingga masyarakat dapat tumbuh dan berkembang melalui pemikiran-pemikiran yang maju dan berbudi pekerti. Masyarakat yang memiliki sistem makna, nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan yang dianut bersama menjadi pedoman dalam bertindak, mempengaruhi perilaku sebagai identitas daerah. Masyarakat yang sejahtera, aman dan damai serta berbudi luhur menjadi cita-cita untuk diwujudkan secara berkeadilan, tidak memihak dan tidak berat sebelah, serta tidak condong pada salah satu pihak.


(3)

Kesejahteraan, aman, berbudaya bagi seluruh masyarakat Kabupaten Ponorogo dengan berlandaskan nilai-nilai Ketuhanan dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan dan ketenteraman di bumi reog Kabupaten Ponorogo.

2.1.2. Misi

Misi adalah suatu usaha atau komitmen dalam upaya mewujudkan visi yang telah ditetapkan dan disusun setelah mengkaji makna visi dan keserasiannya dalam lingkungan strategis yang dihadapi, serta memperhitungkan kemungkinannya untuk dijabarkan dalam arah kebijakan dan pokok program. Maka misi dalam mewujudkan visi adalah:

1. Menjamin terwujudnya kepastian akses dan mutu pelayanan dasar masyarakat secara optimal baik pedesaan maupun perkotaan, serta menjamin kepastian penyediaan pelayanan publik dengan model pelayanan yang efektif dan efisien; 2. Memacu pertumbuhan ekonomi dan membuka lapangan kerja dalam rangka

pengentasan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang transparan, akuntabel, serta profesional yang berlandaskan norma-norma dengan mengedepankan supremasi hukum;

4. Meningkatkan pemberdayaan dan penguatan perempuan serta kelembagaan masyarakat, melalui keterlibatan seluruh komponen dalam setiap tahapan pembangunan di segala bidang; dan

5. Membangun dan memelihara stabilitas pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan budaya sehingga memberikan rasa aman bagi masyarakat, dengan menjunjung tinggi budaya dan karakter masyarakat yang agamis, bermoral dan berbudi luhur.

Lima misi tersebut di atas, selanjutnya akan dijabarkan ke dalam tujuan, yang merupakan hasil akhir yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahun. Perumusan tujuan Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah konsisten dengan tugas dan fungsinya, yang menggambarkan


(4)

arah strategis dan perbaikan-perbaikan yang ingin diciptakan sesuai kewenangan yang dimiliki, tugas dan fungsi sebagai pemerintah daerah.

Tujuan Pemerintah Kabupaten Ponorogo akan mempertajam fokus pelaksanaan misi, meletakkan kerangka prioritas untuk memfokuskan arah semua program dan aktivitas dalam melaksanakan misi.

2.1.3. Tujuan

Penetapan tujuan organisasi berguna untuk mengarahkan serta memberikan panduan bagi organisasi untuk melangkah lebih jauh, sehingga keputusan dalam penetapan tujuan harus bersifat terukur (measurable). Tujuan merupakan keadaan yang diharapkan di masa depan yang berusaha untuk direalisasikan sebagai rangkaian keputusan dan tindakan untuk mewujudkan visi dan misi.

Sesuai dengan visi dan misi tersebut, tujuan pembangunan Kabupaten Ponorogo dalam kurun waktu lima tahun (2010-2015) adalah sebagai berikut:

1. MMeenniinnggkkaattnnyyaa ddeerraajjaatt kkeesseehhaattaann ddaann kkuuaalliittaass hhiidduupp mmaassyyaarraakkaatt,, ddeennggaann s

saassaarraannsseebbaaggaaiibbeerriikkuutt: :

a. Meningkatnya pemerataan dan perluasan kesempatan belajar, serta kualitas pendidikan yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pendidikan.

b. Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan, serta derajat kesehatan masyarakat yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan kesehatan.

c. Meningkatnya sarana infrastruktur daerah yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pekerjaan umum

d. Meningkatnya kualitas lingkungan permukiman yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan perumahan

e. Meningkatnya penataan kawasan daerah sesuai RTRW yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan penataan ruang f. Meningkatnya mutu pelayanan transportasi daerah yang menggambarkan


(5)

g. Meningkatnya penanganan persampahan, pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan lingkungan hidup

h. Meningkatnya mutu tata kelola pertanahan daerah yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pertanahan

i. Meningkatnya kualitas pelayanan administrasi kependudukan yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan kependudukan dan catatan sipil

j. Meningkatnya cakupan dan kualitas pelayanan keluarga berencana yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan keluarga berencana dan keluarga sejahtera

k. Meningkatnya kualitas pelayanan perpustakaan dan minat baca masyarakat yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan perpustakaan

2. MMeenniinnggkkaattnnyyaa ddaayyaa ssaaiinngg ddaann ssttrruukkttuurr eekkoonnoommii ddaaeerraahh dijabarkan kedalam sasaran sebagai berikut:

a. Meningkatnya kesempatan kerja dan kualitas calon tenaga kerja yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan tenaga kerja b. Meningkatnya kualitas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

c. Meningkatnya investasi di daerah yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan penanaman modal

d. Meningkatnya ketersediaan pangan utama masyarakat yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan ketahanan pangan

e. Meningkatnya produksi dan produktivitas tanaman pangan yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan pertanian f. Meningkatnya fungsi pelestarian hutan yang menggambarkan keberhasilan


(6)

g. Meningkatnya pengelolaan energi dan sumber daya mineral daerah yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan energi dan sumber daya mineral

h. Meningkatnya produksi perikanan dan konsumsi ikan di masyarakat yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan kelautan dan perikanan

i. Meningkatnya volume perdagangan yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan perdagangan

j. Meningkatnya kuatitas dan kualitas hasil Industri unggulan daerah yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan industri k. Meningkatnya pelayanan transmigrasi dan kerjasama antar daerah bidang

transmigrasi yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pilihan transmigrasi

3. MMeenniinnggkkaattnnyyaa kkuuaalliittaass ppeennyyeelleennggggaarraaaann ppeemmeerriinnttaahhaann ddaaeerraahh dijabarkan dengan lima sasaran yaitu:

a. Meningkatnya efektifitas perencanaan pembangunan yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan perencanaan pembangunan

b. Terwujudnya kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang efektif dan efisien yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian Dan Persandian

c. Tersedianya data statistik daerah yang akurat dan tepat waktu yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan statistik

d. Meningkatnya pengelolaan arsip pemerintah daerah yang tertib, rapi dan handal yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan kearsipan

e. Meningkatnya pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan komunikasi dan informasi


(7)

4. MMeenniinnggkkaattnnyyaa PPaarrttiissiippaassii MMaassyyaarraakkaatt ddaallaamm PPeennyyeelleennggggaarraaaann P

PeemmeerriinnttaahhaannddaannPPeemmbbaanngguunnaann dijabarkan dengan dua sasaran, yaitu: a. Meningkatnya partisipasi perempuan dalam pembangunan yang

menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak

b. Meningkatnya keberdayaan masyarakat pedesaan yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan pemberdayaan masyarakat desa

5. TTeerrwwuujjuuddnnyyaa ttaattaannaann ssoossiiaall mmaassyyaarraakkaatt yyaanngg aammaann,, tteerrttiibb,, ddaann ddaammaaii dijabarkan dengan lima sasaran, yaitu:

a. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam menjaga ketenteraman kehidupan bermasyarakat yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri

b. Meningkatnya kualitas dan jangkauan pelayanan sosial yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan sosial

c. Meningkatnya pelestarian dan pengembangan budaya daerah yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraan urusan kebudayaan d. Meningkatnya sarana dan prasarana olah raga yang menggambarkan

keberhasilan penyelenggaraan urusan pemuda dan olah raga

e. Meningkatnya nilai strategis tujuan pariwisata daerah yang menggambarkan keberhasilan penyelenggaraanurusan pariwisata

2.1.4. Arah Kebijakan Umum

Arah kebijakan umum daerah pada dasarnya berisi fokus, sasaran dan kebijakan umum yang akan ditempuh pemerintah daerah untuk dapat merealisasikan masing-masing agenda pembangunan daerah yang telah ditetapkan berdasarkan visi dan misi kepala daerah bersangkutan. Arah kebijakan umum ini kemudian dijadikan sebagai tuntunan bagi pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan dan penetapan program dan kegiatan pembangunan dalam rangka mendorong proses pembangunan secara keseluruhan. Untuk menjamin


(8)

implementasi suatu rencana pembangunan, perumusan arah kebijakan umum ini didasarkan pada kondisi umum daerah dan sosial budaya setempat.

Secara garis besar, arah kebijakan umum Pemerintah Kabupaten Ponorogo periode tahun 2011-2015 adalah:

1. Mewujudkan masyarakat agamis dan berbudaya.

2. Mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera secara merata sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

3. Menciptakan pemerintahan yang baik (good governance), dengan komitmen mewujudkan pemerintahan yang bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

4. Mewujudkan perimbangan anggaran yang lebih proporsional.

5. Mengentaskan kemiskinan dan mengurangi angka pengangguran dengan cara pemberdayaan dan pendampingan.

6. Mewujudkan iklim investasi yang bagus. 7. Percepatan pembangunan infrastruktur.

8. Pelayanan masyarakat yang efektif, efisien dan murah.

2.2. Evaluasi Pencapaian Kinerja Pembangunan Daerah

a. Capaian Kinerja Utama Pembangunan Daerah Tahun 2011

Berpedoman pada indikator agregat yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo Nomor 10 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Ponorogo Tahun 2010-2015, kinerja Pemerintah Kabupaten Ponorogo sampai dengan akhir tahun 2011 dan semester pertama tahun 2012 secara umum dapat dikatakan menunjukkan keberhasilan kinerja yang cukup baik dan mantab. Mantapnya pelaksanaan demokrasi dan stabilitas politik, meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan terkendalinya laju inflasi, naiknya pendapatan perkapita, meningkatnya umur harapan hidup, tingginya angka partisipasi sekolah sebagai indikator meningkatnya Indek Pembangunan Manusia (IPM) serta semakin majunya seni dan budaya, meningkatnya keamanan dan ketertiban, menurunnya angka kemiskinan, menurunnya pengangguran terbuka, serta semakin majunya kegiatan keagamaan


(9)

merupakan gambaran keberhasilan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Ponorogo. Walaupun tidak dipungkiri, masih banyak kelemahan dan kendala yang perlu mendapatkan perhatian khusus, seperti masih belum signifakannya dukungan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD dan masih banyaknya penduduk miskin serta permasalahan sosial lainnya.

Pelaksanaan pembangunan Kabupaten Ponorogo dapat diukur dan diketahui dari indikator utama kinerja pembangunan daerah antara lain:

a. Pertumbuhan Ekonomi b. Tingkat Kemiskinan

c. Indek Pembangunan Manusia (IPM) d. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

a. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo dapat dilihat dari Product Domestic Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) tahun dasar 2000. Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Ponorogo dari tahun 2005 (4,11%); tahun 2006 (4,93%); dan tahun 2007 (6,56%); tahun 2008 (5,34%); tahun 2009 (5,16%) dan tahun 2010 (5,78%). Dari tahun ke tahun terjadi fluktuatif dan cenderung mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo banyak dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global (dunia), nasional dan regional Jawa Timur. Pertumbuhan ekonomi sampai dengan tahun 2005 mengalami kenaikan yang cukup mantab, namun dengan adanya kenaikan harga BBM sebagai dampak adanya pengurangan subsidi BBM pertumbuhan ekonomi menjadi melambat pada tahun 2006. Hal ini sebagai efek multiflier kenaikan BBM diantaranya mengakibatkan naiknya sarana produksi pertanian, naiknya harga bahan pokok yang merupakan komponen/ sector PDRB yang kontribusinya paling besar.

Pada tahun 2007, pertumbuhan ekonomi menggeliat kembali hingga mampu tumbuh sebesar 6,56 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun kondisi ini tidak bertahan lama


(10)

karna pada akhir tahun 2007 dan awal kuartal pertama tahun 2008 kondisi harga minyak dunia mengalami goncangan hingga harganya mencapai 147 dollar AS perbarel.

Pada tahun 2008 ekonomi tumbuh sebesar 5,68 persen mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya (2007) yang mencapai pertumbuhan sebesar 6,56 persen, namun masih mampu mencapai target yang ditetapkan dalam RPJMD sebesar 5,15 persen. Melambatnya pertumbuhan ekonomi ini dipicu oleh adanya krisis finasial global serta krisis energi yang dimulai dari kasus Subprime Mortgage di Amerika Serikat hingga meluas ke berbagai Negara termasuk Indonesia. Berbagai efek domino terjadi pada level daerah propinsi dan kabupaten kota termasuk Kabupaten Ponorogo. Dampak yang lebih jauh lagi adalah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 yang hanya tumbuh mencapai 5,16 persen meleset dari target daerah sebesar 5,41 persen dan pada tahun 2010 perekonomian Kabupaten Ponorogo mampu tumbuh sebesar 5,78 persen (angka terkoreksi).

Tabel 2.1. Pertumbuhan ekonomi Nasional, Propinsi Jawa Timur dan Kabupaten Ponorogo 2006-2011

4.93 6.56 5.68 5.16 5.78 5.97 5.77 6.11 5.9 5.01 6.67 7.22

5.5

6.28 6.06

4.5

6.1 6.6

0 5 10 15 20 25

2006 2007 2008 2009 2010 2011

NASIONAL JATIM PONOROGO


(11)

Nilai PDRB ADHK 2000 yang merupakan indikator pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 mencapai 3.331.058.410.000,00. Apabila dilihat dari struktur PDRB maka sector paling dominant adalah sektor Pertanian memberikan kontribusi sebesar 35,26 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 3,26%, sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi sebesar 27,63% dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8,57% sedangkan jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 14,05% dengan tingkat pertumbuhan sebesar 5,13%. Kalau dilihat trend selama 5 tahun terakhir maka tampak pada sektor pertanian, kontribusi terhadap PDRB terus mengalami penurunan sedangkan pada sektor perdagangan, hotel restoran dan Jasa-jasa kontribusi terhadap PDRB mengalami peningkatan terus menerus. Penurunan kontribusi sektor pertanian pada PDRB merupakan indikasi adanya transformasi structural dari perekonomian yang bertumpu pada sektor primer (sektor pertanian) menuju perekonomian yang bertumpu pada sektor skunder (sektor perdagangan dan industri) atau sektor tersier (sector jasa dan keuangan).

Tabel 2.2. Capaian PDRB ADHK dan PDRB ADHB Kabupaten Ponorogo Tahun 2006-2010

NO TAHUN PDRB ADHB

(Juta Rupiah)

PDRB ADHK (Juta Rupiah)

1 2006 4.396.397,29 2.694.520,72

2 2007 5.002.064,19 2.871.341,71

3 2008 5.805.450,60 3.034.363,54

4 2009 6.575.434,92 3.190.837,45

5 2010 7.449.774,32 3.331.058,41

6 2011 8.331.588,62* 3.669.460,74*

* Target RPJMD 2010-2015 Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2012


(12)

Namun demikian, sekalipun kontrubusi sektor pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan tetapi kontribusi sektor pertanian ditingkat kesejahteraan masyarakat petani terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) selama empat tahun terakhir. Pada tahun 2006 NTP mencapai 112,23, tahun 2007 mencapai 115,99, tahun 2008 mencapai 118,89 dan tahun 2009 mencapai 118,06.

Tabel 2.3: Nilai Tukar Petani Kabupaten Ponorogo tahun 2006-2009

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2012

Disamping pertumbuhan ekonomi indikator lainnya yang perlu diperlu dikendalikan untuk menjaga kestabilan ekonomi adalah dengan mengamati laju inflasi. Trend inflasi dari tahun 2005 – 2010 menunjukkan fluktuasi naik turun yang dipengaruhi situasi dan kondisi perekonomian di masyarakat. Dalam periode akhir tahun 2010 laju inflasi kabupaten Ponorogo sebesar 9,49% dan tahun 2009 laju inflasi sebesar 6,77%. Sedangkan pada tahun 2008 terjadi kenaikan laju inflasi dari 6,77% (tahun 2007) menjadi 9,83%. Sementara pada tahun 2005 terjadi inflasi 2 digit yaitu 13,73% dikarenakan kenaikan harga BBM sebagai dampak adanya pengurangan subsidi BBM yang berpengaruh terhadap laju inflasi barang jasa, namun pada tahun 2006 tingkat inflasi lebih dapat dikendalikan

112.23

115.99

118.89

118.06

108 110 112 114 116 118 120

2006 2007 2008 2009

Target . .


(13)

mengalami penurunan menjadi 9,56%. Sedangkan pada tahun 2009 laju inflasi mengalai penurunan dari tahun 2008 menjadi 6,77%.

Tabel 2.4. Laju Inflasi Kabupaten Ponorogo Tahun 2006-2010

0 0 0 0 0 0 0

13.73

9.56

6.77

9.83

6.77

9.49

7.02

0 2 4 6 8 10 12 14 16

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2012

b. Tingkat Kemiskinan

Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat dengan berbagai langkah konkrit perlu diupayakan dan dilaksanakan secara terpadu, terarah dan berkesinambungan agar hasilnya dapat merata dan adil. Upaya yang harus dilakukan diantaranya dengan mengurangi kemiskinan baik diperdesaan maupun di perkotaan dengan berbagai program baik yang bersifat bantuan maupun pemberdayaan. Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah yang sitematik, terpadu, menyeluruh dalam rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui pembangunan yang inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat.

Kemiskinan merupakan kondisi dimana terjadi ketidakmampuan secara ekonomi, kegagalan dalam mengakses pelayanan dasar pendidikan


(14)

dan kesehatan serta ketidakmampuan untuk mengagregasikan dan menyuarakan kepentingan yang berpihak kepada kelompok miskin yang termarginalkan. Melihat kenyataan masih tingginya angka kemiskinan baik di tingkat Nasional, Propinsi Jawa Timur dan di Kabupaten Ponorogo maka dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan diperlukan langkah-langkah koordinasi secara terpadu lintas sektoral dalam penyiapan perumusan dan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang dibarengi pula dengan penajaman sasaran, keterpaduan program, monitoring evaluasi, efektifitas anggaran serta penguatan kelembagaan tingkat nasional maupun di daerah.

Tabel 2.5. Capaian penurunan tingkat kemiskinan di Kabupaten Ponorogo selama tahun 2005-2011

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2012

Jumlah penduduk miskin Kabupaten Ponorogo pada tahun 2010 mencapai 113.000 jiwa atau 13,22% menurun dibanding capaian pada tahun 2008 sebesar 10,68% mengalami penurunan sebesar 2,54%. Dibandingkan dengan Propinsi Jatim dengan prosentase penduduk miskin sebesar 15,26% dan nasional sebesar 13,33%, maka prosentase penduduk miskin Kabupaten Ponorogo masih dibawah propinsi Jatim dan tingkat nasional, dengan sebaran jumlah penduduk miskin di perdesaan lebih besar dibandingkan dengan di perkotaan.

26.19 16.31 15.97 16.54 13.22 10.68 21.09 19.95 19.98 18.51 16.68 15.26 14.15 17.75 16.58 15.42 13.33 0 5 10 15 20 25 30

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Ponorogo Jatim Nasional


(15)

Penanggulangan kemiskinan merupakan tanggung jawab semua komponen bangsa mulai dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kebijakan dan program secara sistematis, terencana dan bersinergi dengan dunia usaha dengan Program Corporate Sosial Responsibility (CSR), Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) serta partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil serta program lainnya dalam rangka meningkatkan ekonomi.

Strategi yang diterapkan oleh Pemerintah dalam upaya percepatan penanggulangan kemiskinan adalah (1). Mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, (2). Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, (3). Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil dan (4). Mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

Dengan program program prokemiskinan yang dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kluster yaitu :

1. Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, yang bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin.

2. Kelompok program bantuan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat.

3. Kelompok program bantuan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil yang bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil.

Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang bersifat pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat miskin ini akan menjadi penting


(16)

karna akan mendudukkan mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Untuk meningkatkan posisi tawar masyarakat miskin, diperlukan berbagai upaya pemberdayaan agar masyarakat miskin lebih berkesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Selain itu diperlukan upaya pemberdayaan agar masyarakat miskin dapat berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi sehingga mengubah pandangan terhadap masyarakat miskin dari beban (Liabilities) menjadi potensi (Asset). Management program-program kemiskinan dan pengangguran harus dilakukan dengan lebih baik. Banyak program kemiskinan dan pengangguran milik pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten yang saling tumpang tindih sehingga efesiensi dan efektivitas program sangat rendah. Untuk itu pengelolaan program yang lebih baik sudah merupakan keniscayaan yang saat ini diperlukan, mengingat dana pembangunan kita semakin terbatas. Program untuk rakyat miskin seharusnya dapat dipetakan sehingga menjadi mosaik yang bagus dilihat dari bentuk, ragam dan warna artinya: tidak perlu adanya penyeragaman (standarisasi) tetapi yang diperlukan adalah koordinasi yang efisien dan efektif. Lokasi, target, macam dan besarnya bantuan tentu bisa menjadi kualifikasi mengelompokan program. Mengingat Kabupaten Ponorogo ini cukup luas dengan penduduk yang cukup besar management program ini sangat penting.

c. Indek Pembangunan Manusia (IPM)

Pembangunan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat adalah suatu ungkapan yang menyiratkan pentingnya peran manusia dalam pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Manusia disini bukan hanya semata mata diberlakukan sebagi obyek tapi yang lebih penting sebagai subyek pembangunan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkualitas dan berkesinambungan agar dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran secara significant maka sangat diperlukan upaya peningkatan kualitas manusia secara terus


(17)

menerus melalui pembangunan manusia. Untuk dapat mengetahui perkembangan kinerja pembangunan daerah, indikator yang dapat digunakan adalah Indek Pembangunan Manusia (IPM) melalui indikator indek pendidikan, derajat kesehatan dan daya beli masyarakat.

IPM Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun meningkat secara mantab. Pada tahun 2005, IPM Kabupaten Ponorogo adalah 65,337 Kemudian pada tahun 2006, 2007, 2008, 2009 serta 2010 meningkat berturut turut menjadi 65,775; 67,400; 67,914; 69,55 dan 70,34.

Tabel 2.6. Capaian Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Ponorogo Tahun 2006-2011

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2012

d. Tingkat Pengangguran Terbuka

Prioritas pembangunan Kabupaten Ponorogo yang cukup penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah penanganan pengangguran terbuka yang masih cukup tinggi. Perkembangan jumlah pengangguran di Kabupaten Ponorogo tidak lepas dari kondisi demografi, geografi dan pola pikir masyarakatnya. Struktur penduduk yang didominasi oleh masyarakat yang berada di pedesaan dengan mata pencaharian sebagai buruh tani dan sedikit sebagai petani yang memiliki lahan pertanian

69.78 70.38

71.06 71.62

65.38 65.78 67.4

69.07 69.75

70.34

62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Ponorogo

Propinsi .


(18)

merupakan kantong kantong penggangguran yang perlu mendapatkan penanganan khusus. Dengan skill/ ketrampilan yang sangat minim yang hanya terbatas pada sektor pertanian saja akan berakibat sulitnya mencari pekerjaan alternatif. Rendahnya upah di sektor pertanian perdesaan berdampak pada rendahnya minat untuk bekerja pada sektor ini. Pola pikir sebagaian masyarakat yang beranggapan bahwa yang disebut bekerja adalah yang bekerja di pemerintahan dan perusahaan. Sementara kedua sektor ini daya tampung dan kesempatannya sangat terbatas.

Pada tahun 2005 prosentase pengangguran terbuka cukup besar mencapai 18,59 persen. Berbagai upaya pemerintah telah dilakukan dengan melaksankan berbagai program dan kegiatan baik yang bersifat pemberdayaan maupun stimulus kepada masyarakat, dan pada tahun 2006 jumlah pengangguran terbuka dapat ditekan hingga mengalami penurunan menjadi 8,17 persen dan pada tahun 2007 turun lagi menjadi 6,63 persen. Numun dengan adanya kenaikan adanya kebijakan Pemerintah Pusat untuk mengurangi subsidi BBM yang mengakibatkan naiknya harga BBM, berdampak pula pada perusahaan-perusahaan barang jasa untuk mengurangi tenaga kerja atau dengan kata lain terjadi adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga jumlah pengangguran terbuka pada tahun 2008 mengalami peningkatan kembali mencapai kisaran angka 8,98 persen. Pada tahun 2009 yang lalu target tertinggi pengganguran terbuka Kabupaten Ponorogo adalah 4,84 persen sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2005-2010, dapat berhasil dicapai yaitu 3,45 persen. Diharapkan pada tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka dapat ditekan pada angka 2,67 persen. Walaupun jumlah pengangguran terbuka bisa ditekan namun masih ada tenaga kerja setengah menganggur yang masih cukup tinggi yang memberikan indikasi bahwa penduduk yang bekerja masih belum produktif atau waktu yang digunakan untuk kerja dibawah jam kerja normal.


(19)

Tabel 2.7. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kabupaten Ponorogo tahun 2005-2010.

Sumber: BPS Kabupaten Ponorogo, 2012

2.3. Evaluasi Pelaksanaan Program dan Kegiatan Tahun 2011 a. Bidang Pertanian

Di Kabupaten Ponorogo sektor Pertanian merupakan sektor yang strategis. Hal tersebut terbukti dari tingkat kontribusinya pada PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) yang tinggi yaitu 36,12% pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 sebesar 35,26 . Secara demografis, lebih dari 48% penduduk Ponorogo hidup dari sektor pertanian. Sisanya, meskipun tidak secara langsung berkecimpung dalam sektor Pertanian, kenyataanya tetap bergantung pada sektor ini. Maka sangat tepat kiranya jika pembangunan Pertanian dalam arti luas, meliputi Tanaman Pangan dan Hortikultura, Peternakan, Perikanan, Kehutanan dan Perkebunan, menjadi prioritas pembangunan saat ini. Hal ini disebabkan karena Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Bidang ini juga berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja terutama di pedesaan. Dapat dikatakan Pertanian merupakan sektor padat karya yang berpotensi menyerap tenaga kerja dan menanggulangi kemiskinan. Melalui berbagai upaya, program pembangunan revitalisasi Pertanian telah menunjukkan

7.68

6.74 6.79

4.76 5.94

3.73 5.08

3.45 4.25

3.25 4.16

2.02 1.86 1.71

0 1 2 3 4 5 6 7 8

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Propinsi Ponorogo t arget


(20)

hasil yang menggembirakan. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan sektor Pertanian yang meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan pertumbuhan sektor Pertanian juga memberikan dampak pada perbaikan tingkat kesejahteraan petani. Hal ini ditunjukkan dengan terus meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP). Nilai Tukar Petani (NTP) adalah merupakan perbandingan/ rasio antara indek harga yang diterima petani (IT) dengan indek harga yang dibayar petani. Pada Tahun 2006 NTP Kabupaten Ponorogo adalah 112,23 kemudian pada Tahun 2007 meningkat menjadi 115,59. Untuk NTP Tahun 2008 adalah 118,89 dan meningkat kembali menjadi 118,20 pada tahun 2009. Hal ini selaras dengan tingkat pertumbuhan produksi hasil Pertanian yang dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Beberapa keberhasilan pelaksanaan pembangunan di sektor Pertanian adalah:

1. Berhasil mempertahankan stabilitas harga komoditas pangan terutama untuk komoditas padi sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Berdasar pada standar kualitas yang disyaratkan dalam Instruksi Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Perberasan Nasional, harga gabah ditingkat petani di Kabupaten Ponorogo mampu mencapai 5 persen – 12 persen lebih tinggi daripada Harga Pembelian Pemerintah (HPP), sehingga berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan petani yang tercermin dari peningkatan Indek Nilai Tukar Petani (NTP) hingga 2,91 persen, dan Indek NTP total mencapai 115,59 persen pada tahun 2007. Pada tahun 2008 NTP kabupaten Ponorogo sebesar 118,89 dan pada tahun 2009 menjadi 118,06 dan target pada RPJMD 2010-2015 untuk tahun 2010 sebesar 116,01, target 2011 sebesar 117,10

2. Berhasil menjaga kontinuitas kebutuhan sarana produksi pertanian pada standar mutu dan harga yang terjangkau sehingga tidak menyulitkan petani. Prestasi ini tercapai karena keberhasilan program pembangunan sarana dan prasarana pertanian secara simultan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo. Pada Sektor Pertanian melalui beberapa program diantaranya Program Pengembangan Balai Benih


(21)

Ikan Air Tawar, mampu memproduksi benih berbagai jenis ikan hingga 3 juta ekor per tahun; Program Pengembangan Pembenihan Padi yang berhasil memproduksi benih padi hingga 15 ton per tahun; Program Pengembangan Perkebunan dan Kehutanan Rakyat yang berhasil menyediakan berbagai jenis bibit perkebunan dan kehutanan hingga 15.000 batang per tahun; Program Pengembangan Inseminasi Buatan yang berhasil memasok kebutuhan benih sapi unggul hingga 2.500 straw per tahun; dan Program Stabilisasi Pupuk.

3. Berhasil mengakselerasi peningkatan produksi komoditas pangan unggulan non beras sehingga mengantarkan Kabupaten Ponorogo sebagai daerah prospektif pengembangan palawija. Komoditas pangan unggulan non beras tersebut adalah jagung dan kedelai dengan produktivitas masing-masing mencapai 5,6 ton/hektar dan 1,3 ton/hektar. Komoditas pangan unggulan di Jawa Timur selain jagung dan kedelai yang berhasil dikembangkan dengan baik di Kabupaten Ponorogo diantaranya adalah pada kelompok tanaman pangan antara lain ubi kayu dan ubi jalar dengan produktivitas mencapai 20 ton/hektar dan 10 ton/hektar, dan pada kelompok hortikultura antara lain kacang tanah (1,8 ton/hektar), kacang panjang (22,7 ton/hektar), dan cabe (20,3 ton/hektar).

4. Berhasil meningkatkan produksi unggulan perkebunan seperti tebu, kelapa, dan tembakau melalui perluasan areal tanam dan panen lebih dari 4.000 hektar, 6.275 hektar, dan 35 hektar. Peningkatan ini memicu perkembangan industri pengolahan berbasis tembakau dan gula seperti industri pembuatan rokok linting dan industri makanan, yang berarti pula meningkatkan penyerapan angkatan kerja di sektor industri sebagai efek multiplier dari keberhasilan di sektor perkebunan. Hingga awal tahun 2009 penyerapan tenaga kerja tersebut telah mencapai lebih dari 500 orang di sektor industri dan lebih dari 65.250 orang di sektor perkebunan.


(22)

5. Berhasil merintis pemulihan citra daerah sebagai salah satu pemasok utama kebutuhan daging nasional karena keberhasilan Program Pengembangan Inseminasi Buatan yang sudah diluncurkan sejak tahun 2005, dan pada tahun 2009 produk daging sapi yang dihasilkan mencapai lebih dari 818.350 kg per tahun. Produksi daging ayam juga tinggi kendati usaha peternakan ini banyak mendapat ancaman avian influenza, rata-rata populasi ayam buras pedaging lebih dari 470.513 ekor dan ayam ras petelur tingkat produksi telor hingga 579.430 kg per tahun. Bahkan di sektor peternakan ini pula, Pemerintahan Kabupaten Ponorogo berhasil mengembangkan sentra pemeliharaan sapi perah di Kecamatan Pudak, Kecamatan Pulung dan Kecamatan Sooko. Jumlah sapi perah pada awal tahun 2007 hanya 40 ekor, naik sangat significant pada tahun 2008 populasi sapi perah menjadi 525 ekor dan pada tahun 2009 meningkat sangat besar sekali menjadi 1.525 ekor dengan distribusi untuk Kecamatan Pudak berjumlah 770 ekor, Kecamatan Pulung 615 ekor dan di Kecamatan Sooko berjumlah 110 ekor. Sedangkan kambing, domba, kerbau perkembangannya relatif stabil. 6. Berhasil mengakselerasi potensi perikanan daerah dan berhasil

melakukan ekspor ikan nila ke Luar Negeri. Produksi ikan Kabupaten Ponorogo terus mengalami peningkatan sebesar 1,35 persen per tahun. Peningkatan ini turut disumbang oleh keberhasilan promosi budidaya ikan sistem karamba dan jaring apung rakyat yang berkembang akibat desimenasi melalui Program Pengembangan Perikanan Air Tawar yang didukung oleh pemenuhan pasokan benih melalui Program Pengembangan Balai Benih Ikan Air Tawar. Prestasi ini berdampak pada peningkatan penyerapan tanaga kerja di sektor perikanan hingga 126 persen dari 520 orang pada tahun 2002 menjadi 1.177 pada akhir tahun 2008, juga berdampak meningkatkan konsumsi ikan dari 7 kg/kapita/tahun pada tahun 2002 menjadi 8,3 kg/kapita/tahun pada tahun 2008.Peningkatan produksi pangan, termasuk Perikanan telah mendorong perbaikan ketersediaan dan akses masyarakat yang lebih


(23)

luas terhadap pangan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Ponorogo dimanfaatkan untuk areal sawah pertanian. Luas lahan sawah pada tahun 2008 sebesar 34,800 Ha, yang terdiri dari lahan irigasi teknis seluas 30.091 Ha, irigasi setengah teknis seluas 625 Ha. Irigasi nonteknis (sederhana) seluas 2.228 Ha dan irigasi tadah hujan seluas 1.856 Ha. Rata-rata produksi tanaman padi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 rata-rata produksi padi sebesar 57,17 Ku/Ha, dan pada tahun 2007 naik menjadi 62,57 Ku/Ha dan pada Tahun 2008 naik menjadi 62,76 Ku/Ha. Kita patut bersyukur, karma kabupaten Ponorogo selama ini mengalami surplus beras, dan karenanya menjadi salah satu pemasok beras potensial di Jawa Timur. Kabupaten Ponorogo berada pada posisi ke 11 dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, dengan tingkat kontribusi 3,55% dari total produksi beras Jawa Timur. Sepanjang tahun, produksi beras di Ponorogo bisa mencapai 219.000 ton, dengan tingkat surplus mencapai 122.000 ton (atau lebih 55%). Surplus ini tentunya dinikmati oleh petani. Begitu pula dengan produksi kedelai, tahun 2006 sebesar 14,28 Ku/Ha menjadi 15,58 Ku/Ha pada Tahun 2007 dan pada Tahun 2008 menjadi 15,83 KU/Ha. Tanaman Jagung dan Kacang tanah juga mengalami peningkatan dengan sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh pengelolaan lahan Pertanian dengan teknik yang lebih baik. Produksi tanaman perkebunan mengalai perubahan yang fluktuatif seiring dengan perubahan luas panennya. Nilai produksi komoditi Kelapa dan Cengkeh relative stabil, sedangkan untuk komoditi kopi Arabika, kopi Robusta dan jambu Mete mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kopi Arabika produksi tahun 2006 sebesar 63 Ku menjadi 219,60 Ku pada Tahun 2007 dan Pada Tahun 2008 menjadi 314,80 Ku. Kopi Robusta dari 295,90 Ku pada Tahun 2006 menjadi 1.104,80 Ku pada Tahun 2007 dan pada Tahun 2008 menjadi 1.170,80 Ku. Dan untuk komoditi jambu mete mengalami kenaikan dari 1.647,60 Ku menjadi 3.303,00 Ku. Produksi buah buahan


(24)

yang menjadi andalan Kabupaten Ponorogo diantaranya nangka, papaya, jeruk, mangga dan pisang. Sedangkan produksi tanaman sayuran yang menjadi andalan adalah petai, sawi, tomat, cabe, terong, dan kacang panjang. Produktifitas komoditi sapi perah, sapi potong, kerbau, dan domba mengalai perubahan yang signifikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan produktifitas unggas relative stabil .

7. Berhasil mempertahankan swasembada pangan melalui peningkatan produktivitas padi hingga 5,8 ton/hektar sehingga mampu melebihi rata-rata produktivitas padi di Jawa Timur (5,6 ton/hektar) dan Nasional (5,3 ton/hektar), dan menyebabkan Kabupaten Ponorogo menjadi daerah dengan surplus beras hingga 55 persen dari total produksi per tahun (sekitar 230.000 ton gabah kering giling atau setara 120.000 ton beras setahun). Prestasi ini mengantarkan Kabupaten Ponorogo menerima penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2009 sebagai daerah yang berhasil meningkatkan produktivitas padi dan mempertahankan swasembada pangan.

Dalam upaya untuk tetap menjadikan Kabupaten Ponorogo sebagai kabupaten yang mampu berswasembada beras, maka pada tahun 2010 dilakukan pembangunan lumbung desa di 3 (tiga) lokasi yaitu di Desa Kupuk Kecamatan Bungkal, di Desa Ngumpul Kecamatan Balong dan di Desa Gelang Lor Kecamatan Sukorejo).

b. Bidang Infrastruktur

Bidang infrastruktur transfortasi yang sangat penting adalah jalan. Yang memperparah keadaan adalah jumlah penambahan ruas dan panjang jalan ternyata tidak sebanding dengan pertambahan jumlah kendaraan. Semua menjadi prioritas karena ada yang bersentuhan dengan ekonomi. Misalnya: urat nadi perekonomian itu jalan. Ini adalah jalur ekonomi vital yang harus dibangun. Tetapi ada infrastruktur yang bersifat sosial kemasyarakatan, misalnya sanitasi, air, irigasi. Kalau


(25)

ditanya mana yang prioritas maka semua utama, hanya persoalannya bagaimana kita mengalokasikan dana yang terbatas untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Bagaimana dengan infrastruktur di pedesaan? Justru kita lihat sekarang yang paling penting Delivery paling bawah diperdesaan sehingga menjadi vokal point juga. Dan banyak sebenarnya pendekatan diperdesaan antara lain melalui PNPM Mandiri Perdesaan, Program Percepatan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID) dan Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID), yang semua ini didanai oleh pemerintah pusat. Sedangkan yang didanai oleh APBD kabupaten untuk infrastruktur skala kecil di perdesaan adalah melalui P2MPD (Pendukung Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah), bantuan aspal yang menggunakan pendekatan pola pemberdayaan yang mengedepankan partisipasi aktif masyarakat perdesaan. Disamping itu untuk pemerataan pembangunan di perdesaan dilakukan melalui program infrastruktur perdesaan yang mampu menyentuh dan memenuhi aspirasi masyarakat perdesaan. Panjang jalan desa yang sudah teraspal sampai dengan tahun 2009 mencapai 453,98 km, meningkat menjadi 708,02 km pada tahun 2010. Pada tahun 2009 panjang jalan desa yang sudah makadam mencapai 70,00 km meningkat menjadi 131,59 km pada tahun 2010. Untuk pelayanan air bersih jumlah penduduk yang terlayani mencapai 60,31% (548.322 orang dari jumlah penduduk 909.217 orang). Pembangunan infrastruktur pedesaan pada tahun 2010 cukup memadai mulai dari pembangunan jalan dan jembatan yang mampu menjangkau 78 lokasi yang tersebar di 21 kecamatan mengalami peningkatan yang sangat besar pada tahun 2012 mencapai kurang lebih 850 lokasi; pembangunan sarana dan prasarana air bersih perdesaan di 3 lokasi yakni desa Dayakan Kecamatan Badegan, desa Pupus Kecamatan Ngebel dan desa banjarejo Kecamatan Pudak dan untuk menjaga fasilitas air bersih yang sudah ada dilakukan upaya rehabilitasi sarana dan prasarana air bersih di 4 lokasi yaitu Desa


(26)

Sidoharjo kecamatan Jambon, Desa Singgahan Kecamatan Pulung, Desa Jurug Kecamatan Sooko dan Desa Ngrogung Kecamatan Ngebel.

Dalam rangka penyediaan dan pengelolaan air baku, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pokok khususnya bagi rumah tangga terutama di daerah rawan defisit air. Pada tahun 2009-2010 ini dibangun Embung Dayakan di Daerah aliran Sungai Sungkur. Embung Dayakan ini dapat menyediakan air baku untuk 398 KK (1.427 Jiwa) dan sawah 56,84 Ha, tegalan 92,75 Ha. Sedangkan pada tahun 2010 di lakukan rehabilitasi dan pembangunan Dam Sungkur yang mampu memberikan nilai tambah bagi kecukupan air baku untuk usahatani.

Rencana pembangunan waduk Bendo di desa Ngindeng Kecamatan Sawoo dengan fungsi utama antara lain sebagai penyediaan air baku, pengendalian banjir kota Ponorogo dan Madiun, serta penyediaan air irigasi seluas 7.800 Ha (3.300 Ha untuk wilayah Ponorogo dan 4.500 Ha untuk wilayah Madiun). Bahwa untuk memperoleh ijin kawasan hutan dari Menteri Kehutanan diperlukan data pendukung yang tepat dan akurat terkait lokasi kawasan hutan beserta luasannya yang akan dimohonkan ijin penggunaannya. Pemerintah Kabupaten Ponorogo telah mengajukan rekomendasi pemakaian kawasan hutan untuk pembangunan waduk Bendo seluas lebih kurang 294,06 Ha kepada Direktur Utama Perum Perhutani dan Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur. Tim Gabungan Propinsi Jawa Timur telah melakukan peninjauan lapangan kawasan hutan yang dimohonkan dan rekomendasi tersebut telah diberikan. Pada tanggal 22 Oktober 2010 Rekomendasi teknis dari Direktur Utama Perum Perhutani telah keluar sebagai syarat untuk mendapatkan ijin prinsip dari Menteri Kehutanan. Selanjutnya pada pada tanggal 4 Juli 2011 diterbitkan Persetujuan ijin prinsip penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan Waduk Bendo seluas 50,21 Ha an. Bupati Ponorogo di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur.


(27)

Adapun secara rinci tahapan pembangunan Waduk Bendo di Desa Ngindeng Kecamatana sawoo yang telah dilaksanakan sampai dengan bulan Mei tahun 2012 adalah sebagai berikut:

• Rencana Penggunaan Kawasan Hutan dan Rencana Kerja, Lokasi Kawasan Hutan yang dimohon luas dan petanya .

• Rekomendasi Bupati Ponorogo bagi perijinan yang berkaitan dengan penggunaan kawasan hutan sesuai surat Nomor : 611.1/2208/405.07/2009, tanggal 24 Juni 2009.

• Pertimbangan teknis Kepala Perhutani Unit II Jawa Timur yang ditujukan kepada Direktur Utama Perum Perhutani tentang Rencana Penggunaan Kawasan Hutan untuk Waduk Bendo sesuai surat Nomor : 665/044.3/KAMAS/II/2009, tanggal 23 Oktober 2009.

• Rekomendasi Gubernur Jawa Timur yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan tentang permohonan penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Waduk Bendo di Wilayah Perum Perhutani KPH Madiun Kabupaten Ponorogo sesuai surat Nomor : 522.3/1373/117.03/XI/2009, tanggal 19 Nopember 2009.

• Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) Rencana Pembangunan Waduk Bendo.

• Pernyataan kesanggupan memenuhi ketentuan/peraturan yang berlaku sesuai surat Nomor : 611.1/2209/405.07/2009, tanggal 24 Juni 2009.

• Pertimbangan Teknis Rencana Penggunaan Kawasan Hutan untuk Waduk Bendo Kabupaten Ponorogo Direktur Utama Perum Perhutani Jakarta sesuai surat nomor 461/044.3/Agr/Dir tanggal 22 Oktober 2010.

• Dukungan dana pengadaan tanah untuk pembangunan Waduk Bendo Kabupaten Ponorogo Tahun Anggaran 2011 dari Gubernur Jawa Timur sesuai surat nomor 610/16039/022/2010 tanggal 18 November 2010.


(28)

• Pembangunan Waduk Bendo sudah dituangkan dalam Rencana Strategis Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Tahun Anggaran 2010 – 2014, dan direncanakan pada tahun 2011 pembangunan Waduk Bendo sudah dimulai.

• Persetujuan ijin prinsip penggunaan kawasan hutan untuk pembangunan Waduk Bendo seluas 50,21 Ha an. Bupati Ponorogo di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur yang diterbitkan pada tanggal 4 Juli 2011 dari Menteri Kehutanan RI.

• Pada tahun anggaran 2011 telah dilakukan kegiatan Tatabatas kawasan hutan yang disetujui dalam ijin prinsip sebagai tindak lanjut dari beberapa kewajiban dengan terbitnya ijin prinsip penggunaan kawasan hutan.

• Melakukan inventarisasi tegakan dengan supervisi dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur.

• Mereview ganti rugi tegakan Waduk Bendo dengan pendapingan dari Tim BPKP Perwakilan Propinsi Jawa Timur

• Pembayaran biaya inventarisasi ganti rugi nilai tegakan dan pengukuran Waduk Bendo kepada Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang didanai oleh APBD Propinsi Jawa Timur.

• Pada tahun 2012, memproses lahan kompensasi yang tidak bermasalah dilapangan dan secara hukum dengan ratio 1:1 ditambah luas areal terganggu dengan kategori L3.

• Menyiapkan anggaran dalam APBD Perubahan 2012 untuk penggantian PSDH dan Dana Reboisasi sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.

Pembangunan rumah sakit umum ”dr. Hardjono” Ponorogo merupakan upaya Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam meningkatkan pelayanan dasar rujukan, khususnya bagi masyarakat miskin di Kabupaten Ponorogo. Pembangunan rumah sakit umum saat ini telah selesai dan pada tanggal 11 Nopember 2011, telah dilakukan pemindahan


(29)

untuk rawat jalan, ruang ICCU, ruang pelayanan anak, pelayanan rawat inap umum. Sedangkan untuk Hemodialisa, kamar operasi, laboratorium, ruang gisi, ruang radiologi, apotek, ruang rawat inap gakin belum dapat digunakan karna masih menunggu pengadaan kabel feeder sebagai kelengkapan prasarana rumah sakit.

c. Bidang Kesehatan

Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan tidak lepas dari peran serta pemerintah kabupaten Ponorogo dan Masyarakat. Pemerintah sebagai penyedia fasilitas-fasilitas kesehatan senantiasa berupaya untuk terus meningkatkan pelayanan dibidang kesehatan. Kasadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin meningkat dengan naiknya prosentase jumlah penduduk yang menggunakan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit pemerintah maupun swasta. Hal ini juga berkaitan dengan program bantuan yang digulirkan oleh pemerintah dalam membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan keringanan biaya dalam bidang kesehatan seperti, Jamkesmas dan Jamkesda.

Dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata dan bermutu, ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai sangat diperlukan. Untuk itu, pemerintah terus melakukan pembangunan dan rehabilitasi puskesmas dan jaringannya mulai puskesmas pembantu, puskesmas perawatan, puskesmas keliling hingga piliklinik kesehatan desa. Disamping itu kapasitas rumah sakit juga terus ditingkatkan kemampuannya, terutama dalam meningkatkan daya tampung untuk perawatan maupun peningkatan fasilitas pelayanan medik, seperti ruang operasi, UGD, ruang isolasi, unit transfusi darah (UTD) dan Laboratorium Kesehatan. Pembangunan rumah sakit baru mutlak dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sampai dengan akhir 2010, telah tersedia 31 puskesmas dengan 18 puskesmas rawat inap dan 13 puskesmas rawat jalan, 56 puskesmas pembantu dan


(30)

52 puskesmas keliling, serta telah terbentuk Desa siaga sejumlah 300 Desa serta 246 Polindes.

d. Bidang Pendidikan

Pembangunan pendidikan diarahkan pada peningkatan kualitas kecerdasan, mewujudkan manusia dan masyarakat yang mandiri, beriman dan bertagwa serta berbudi pekerti dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan pendidikan diorientasikan pada terselenggaranya program wajib belajar 12 tahun dengan memberikan kesempatan seluas luasnya kepada masyarakat kurang mampu dan atau yang terkena dampak krisis ekonomi, anak putus sekolah (dropout) karena alasan ekonomi.

Berbagai jenis pendidikan kejuruan dan keahlian terus diperluas dan dikembangkan kerjasama antara dunia pendidikan dengan dunia usaha untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan profesional. Kesempatan untuk memperoleh pendidikan dikembangkan secara merata di seluruh wilayah dengan dasar kemampuan dan daya dukung serta kondisi daerah setempat.

Pendidikan luar sekolah seperti kursus dan pelatihan ketrampilan telah diperluas dan ditingkatkan mutunya untuk meningkatkan ketrampilan dan profesionalisme serta kewirausahaan sehingga mampu menciptakan lapangan kerja dan manfaatkan kesempatan kerja. Pendidikan, pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan lainnya pada semua jenis, jalur, jenjang pendidkan dikembangkan secara terpadu dan memadai untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, sarana ketrampilan dan pelatihan, media dan teknologi pengajaran serta fasilitas pendidikan jasmani, dikembangkan dan disebarluaskan secara merata. Tersedianya sarana pendidikan yang memadai hingga ketingkast desa merupakan salah satu bentuk hasil pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Ponorogo. Perkembangan jumlah sekolah pada tahun 2010


(31)

meningkat cukup signifikan pada tingkat pendidikan TK, yang berarti bahwa kesadaran masyarakat terhadap pendidikan usia dini semakin meningkat. Perkembangan jmlah murid pada tahun 2010 juga mengalami keniakan dari tahun sebelumnya. Pada tingkat pendidikan TK bila dibandingkan tahun ajaran lalu jumlah sekolah, murid dan guru terjadi perubahan menjadi 401 sekolah; 13.149 murid dan 1.329 guru. Tingkat SD mengalami perubahan menjadi 609 sekolah; 72.006 murid dan 6.919 guru. Tingkat SMP terjadi perubahan menjadi 87 sekolah; 27.345 murid dan 2.217 guru. Tingkat SMU terjadi perubahan menjadi 27 sekolah; 10.204 murid dan 933 guru. Dan Pada tingkat SMK terjadi kenaikan menjadi 35 sekolah; 12.400 murid dan 922 guru. Sedangkan untuk kondisi Madrasah, jumlah sekolah untuk semua tingkat pendidikan tidak banyak mengalami perubahan.

Pada tahun 2005 dilakukan rehabilitasi gedung sekolah SMA sebanyak 6 sekolah, tahun 2006 sebanyak 14 sekolah, tahun 2007 sebanyak 5 sekolah dan tahun 2008 sebanyak 1 sekolah. Untuk tingkat SD telah dilakukan rehabilitasi gedung mulai tahun 2006 sebanyak 138 ruang kelas, tahun 2007 sebanyak 252 ruang kelas dan tahun 2008 senyak 765 ruang kelas. Pada tahun 2010 pada jenjang pendidikan SMP telah dilakukan rehabilitasi ruang kelas sejumlah 11 ruang kelas di 11 SMP. Disamping itu di jenjang pendidikan SMA juga telah dilakukan rehabilitasi sedang/ berat terhadap 11 ruang kelas di 11 SMA Negeri serta tingkat SMK juga dilakukan rehabilitasi di 3 ruang kelas yakni di SMK Negeri Badegan, Slahung dan Sawoo. Pada tahun 2011, Sekolah Dasar Negeri yang mendapatkan kegiatan rehabilitasi ruang kelas dan pembangunan perpustakaan serta mendapatkan meubelair berjumlah 140 SD dengan sumber dana dari DAK. Sedangkan sekolah menengah pertama yang mendapatkan alokasi DAK untuk rehabilitasi ruang kelas, pembangunan ruang kelas baru dan mebelair berjumlah 12 SMPN. Untuk pembangunan yang didanai dari Dana Percepatan Pembangunan


(32)

Infrastruktur Perdesaan (DPPID) meliputi 1 sekolah menengah pertama swata dan 16 sekolah menengah pertama negeri.

d. Bidang Angkatan Kerja

Penduduk kabupaten Ponorogo mayoritas mengelompok pada usia muda, dan ini berpengaruh terhadap besarnya jumlah angkatan kerja. Prosentase penduduk laki-laki yang bekerja lebih besar bila dibandingkan dengan penduduk perempuan. Penduduk laki-laki bukan angkatan kerja sebagian besar dikarenakan bersekolah, sedangkan penduduk perempuan dikarenakan mengurus rumah tangga.

Dalam seminggu, rata-rata jam kerja penduduk laki-laki usia 10 tahun keatas sebesar 35,56 jam. Lapangan usaha yang paling banyak dilakukan oleh penduduk laki-laki usia 10 tahun keatas adalah bidang pertanian dengan presentase sebesar 62,73%. Diikuti dengan sektor jasa 9,03%, perdagangan 8,67%, industri 7,49%, konstruksi 5,92%, transportasi 3,62%, keuangan 1,57%, pertambangan 0,61% dan sektor listrik, gas dan air sebesar 024%. Untuk penduduk perempuan lapangan usaha yang paling banyak dilakukan adalah pertanian sebesar 54,65%. Diikuti dengan sektor perdagangan , jasa, industri, pertambangan dan galian, keuangan, konstruksi, serta sektor listrik, gas dan air.

Sedangkan jenis pekerjaan utama yang paling banyak dilakukan oleh penduduk baik laki-laki maupun perempuan adalah bidang pertanian. Hal ini dipengaruhi oleh potensi wilayah kabupaten Ponorogo merupakan adaerah persawahan. Disamping itu tingkat pendidikan, kemampua/ skill yang dimiliki oleh penduduk dan kondisi perekonomian daerah juga berpengaruh terhadap jenis lapangan usaha yang dilakukan oleh masyarakat.

Jumlah pencari kerja pada tahun 2010 berjumlah 6.113 orang dengan komposisi laki-laki berjumlah 2.671 orang (43%) dan perempuan berjumlah 3.442 orang (57%). Berdasarkan jenjang pendidikan jumlah pencari kerja, untuk lulusan sekolah lanjutan pertama berjumlah 2.109


(33)

orang, sekolah lanjutan tingkat atas berjumlah 2.085, sarjana berjumlah 1.127 orang, sarjana muda dan yang sederajat berjumlah 610 orang dan yang paling sedikit untuk lulusan sekolah dasar berjumlah 182 orang.

e. Bidang Pariwisata

Kabupaten Ponorogo dikenal oleh masyarakat umum sebagai kota REYOG, karena dari kota Ponorogo lah asal muasal kesenian Reog. Hal ini pula yang membuat pemerintah kabupaten Ponorogo terus berupaya untuk melestarikan keberadaan kesenian Reyog dengan berbagai usaha diantaranya menggelar Festival Reyog Nasional melalui event ”Grebeg Suro” dan Festival Reyog Mini serta memberikan binaan kepada kelompok kesenian Reyog maupun pengrajinnya. Disamping itu upaya melestarikan kesenian reyog terus diupayakan diantaranya melalui program ”Kampung Reyog” dan upaya penangkaran merak sebagai perluasan daerah wisata baru disamping sebagai mengupayakan ketersediaan bulu merak sebagai bahan baku pembuatan Dadak Merak.

Beberapa obyek wisata yang menjadi andalan kabupaten Ponorogo diantaranya wisata alam Telaga Ngebel yang berada di kecamatan Ngebel dri pusat kota ponorogo sejauh 25 Km, air terjun Plethuk di kecamatan Sooko, Goa Lowo di kecamatan Sampung dan hutan wisata Kucur di kecamatan badegan.

Obyek wisata lain berupa wisata spiritual yaitu makam Batorokathong yang terletak didesa setono kecamatan Jenangan. Obyek wisata wisata kuliner berupa makan khas Ponorogo yaitu: Dawet Jabung di desa Jabung kecamatan Mlarak, Jenang atau Dodol di kecamatan Jetis serta sate ayam Ponorogo di kecamatan Jenangan dan Ponorogo.

Dibidang Pariwisata, prestasi yang telah diraih Kabupaten Ponorogo pada tahun 2009 yaitu:

1. Pemenang Anugerah Wisata Jawa Timur Tahun 2009 untuk Kategori Obyek Wisata Minat Khusus Air Terjun Pletuk di Desa Jurug Kecamatan Sooko.


(34)

2. Pemenang dalam pemilihan duta wisata kategori The Best Talent Raka Tahun 2009

3. Pemenang nominasi ”The Most Exiting Award” kelompok wisata budaya kategori daya tarik wisata ”Larung Sesaji”

4. Pemenag Anugerah wisata Jawa Timur Tahun 2010 Juara 1 bidang wisata budaya melalui Larung Do,a Telaga Ngebel.

f. Bidang Politik, Sosial dan Budaya

Pembangunan politik, sosial dan budaya di Kabupaten Ponorogo secara umum dapat dikatakan semakin baik yang ditandai dengan proses demokratisasi yang telah berjalan pada arah yang benar. Demikian pula antusiasme masyarakat untuk berpolitik yang cerdas dan santun cukup tinggi, seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat yang semakin kritis. Adanya tuntutan keterbukaan dalam wadah partisipasi politik rakyat secara lebih variatif dan munculnya berbagai bentuk asosiasi masyarakat sipil, baik dalam bentuk ormas, LSM maupun forum lain menjadi modal yang sangat penting dalam mewujudkan proses demokratisasi kedepan. Organisasi kemasyarakatan, Lembaga Swadaya Masyarakat maupun forum–forum lainnya, selama ini telah banyak memberikan masukan yang positif dan mengontrol pemegang kendali pembangunan untuk tetap berpihak kepada sebesar–besarnya kemakmuran masyarakat.

Wujud nyata mantapnya kehidupan berpolitik masyarakat Kabupaten Ponorogo tercermin pada keberhasilan dalam Pemilihan Umum Tahun 2009 yang diikuti oleh 29 partai politik dengan hasil : 11 partai politik telah memperoleh kursi di DPRD Kabupaten Ponorogo periode 2009 – 2014, yaitu PDIP memperoleh 9 kursi, Partai Golkar 9 kursi, PKB 7 kursi, Partai Demokrat 7 kursi, PAN 6 kursi, PPP 3 kursi, PKS 1 kursi, PKNU 3 kursi, HANURA 3 kursi, PNI Marhaenisme 1 kursi, PKPI 1 kursi dan secara umum berjalan aman dan tertib. Disamping pemelihan umum legislatif, Pemerintah Kabupaten Ponorogo bersama masyarakat serta berbagai elemen masyarakat telah berhasil pula


(35)

menyelenggarakan Pemilihan Umum Kepala Daerah pada tanggal 4 Juni 2010 dengan aman, tertib serta kondusif dan telah berhasil memilih Bupati dan Wakil Bupati pasangan H. Amin, SH – Yuni Widyaningsih, SH untuk masa jabatan 2010 – 2015.

Peningkatan kesehatan/kesejahteraan keluarga melalui program KB, menunjukan kemajuan. Pencapaian akseptor KB mengalami penurunan dari tahun 2007 sebanyak 151.442 akseptor, kemudian Tahun 2008 turun menjadi 135.401 akseptor. Jumlah dan jenis alat kontrasepsi yang digunakan masyarakat adalah IUD 58.106 akseptor; suntik 50.893 akseptor; tablet/pil 10.408 akseptor; MO 8.067 akseptor; Implant 6.374 akseptor dan kondom 1.553 akseptor. Sedangkan pada tahun 2009 jumlah akseptor KB sebanyak 137.664 orang, dengan jenis kontrasepsi sebagai berikut: untuk IUD 56.600 akseptor; MO 8.356 akseptor; Implant 7.486 akseptor; Tablet 10.515 akseptor; Suntik 50.397 akseptor; dan yang memakai Kondom adalah 4.310 akseptor.

Prestasi yang menonjol di bidang KB pada tahun 2011 diantaranya:

a. Juara II lomba KB Award Tingkat Propinsi Jawa Timur. b. Juara III lomba penyuluh KB tingkat Propinsi Jawa Timur. c. Juara II Kader BKB tingkat Propinsi Jawa Timur

d. Penghargaan sebagai Artistik terbaik media seni budaya tradisional dari perwakilan BKKBN Propinsi Jawa Timur

e. Juara I lomba kesatuan gerak PKK-KB- Kesehatan Tingkat Nasional Tahun 2011.

f. Penghargaan sebagai peserta KB lestari selama 15 tahun dari Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan rakyat republik Indonesia.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui jaring pengaman sosial untuk Tahun 2008 dilaksanakan melalui alokasi dana jaring pengaman sosial bidang kesehatan Tahun 2008 sebesar Rp. 200.000.000,- yang diperuntukkan bagi pelayanan kesehatan dasar


(36)

76.294 keluarga miskin;. Sedangkan pada tahun 2009 jumlah masyarakat miskin yang mendapatkan program jaring pengaman sosial adalah 340.056 orang dengan total alokasi dana sebesar Rp. 11.422.013.021,-

Komitmen Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada wong cilik semakin ditingkatkan diantaranya dengan naiknya anggaran Tahun 2009 untuk pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui Jamkesda yang mensinergi dengan Jamkemas program Nasional sebesar Rp. 600.000.000,- dan tahun 2010 telah dinaikkan kembali anggaran untuk Jamkesda menjadi sebesar Rp. 2.800.000.000,- yang merupakan bentuk kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Ponorogo dengan Pemerintah Propinsi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, dengan pembagian kewenangan dan tanggung jawab yakni untuk Jamkesda Kabupaten untuk mendanai pelayanan masyarakat miskin mulai dari puskesmas dan rumah sakit Dr. Hardjono milik pemerintah kabupaten Ponorogo dan untuk tindak lanjut pelayanan kesehatan yang mengharuskan penangan yang lebih intensif akan ditanggung oleh anggaran Jamkesda Pemerintah Propinsi untuk pelayanan dirumah sakit milik Pemerintah Propinsi seperti Rumah Sakit Dr. Soedono Madiun, rumah sakit Shaiful Anwar di Malang, Rumah sakit Dr. Soetomo di Surabaya dll.

Selain itu, dalam rangka peningkatan kesejahteraan sosial, alokasi dana program kompensasi pengurangan subsidi BBM bidang pendidikan dasar dan menengah bantuan murid khusus (BKM) Tahun 2008/2009 mencapai jumlah total Rp. 26.073.994,- yang diperuntukan bagi 111.128 siswa. Perincian jumlah penerima dan besarnya dana sebagai berikut : untuk SD/MI sejumlah 74.854 siswa dengan dana sebesar Rp. 14.858.524,-; untuk SLTP/MTs sejumlah 27.918 siswa dengan dana sebesar Rp. 7.956.630,-; untuk SMU/SMK/MA sejumlah 8.356 siswa dengan dana sebesar Rp. 3.258.840,- Sedangkan untuk tahun 2009 pada periode bulan Januari-Juni jumlah murid yang mendapatkan PKPS-BBM adalah 108.041 orang dengan total nilai Rp.


(37)

24.870.059.000,- dan untuk periode bulan Juli – Desember 2009 jumlah siswa penerima PKPS-BBM adalah 106.386 orang dengan total nilai Rp. 23.906.666.000,- . Untuk tahun 2010 jumlah murid penerima PKPS-BBM mengalami peningkatan hingga mencapai 201.908 siswa dengan total nilai Rp. 22.440.996.000,- pada periode bulan Januari – Juni tahun 2010 dan pada periode Juli-Desember total mencapai Rp. 23.906.666.

Dalam rangka peningkatan kesejahteraan telah dilaksanakan program transmigrasi, untuk tahun 2008 sebanyak 63 transmigran sedangkan yang menjadi TKI/TKW yang berangkat ke Luar Negeri Tahun 2008 sejumlah 1.488 orang terdiri laki laki 236 dan perempuan 1.252 orang. Adapun Negara tujuan adalah Malaysia, Hongkong, Arab Saudi, Singapura, Abu Dhabi dan Brunei Darussalam. Pada tahun 2010 jumlah TKI/TKW mencapai 1.892 orang mengalami peningkatan sebesar 404 orang.

Dari aspek keagamaan, masyarakat Kabupaten Ponorogo adalah masyarakat yang religius. Penduduk Kabupaten Ponorogo 99 % beragama Islam atau 1.004.899 orang beragama Islam dari total jumlah penduduk 1.013.769 orang. Untuk penduduk lainnya 3.039 orang bergama Katholik; 3.168 orang bergama protestan; 72 orang beragam Hindhu dan 340 orang bergama Budha. Jumlah tempat ibadah untuk umat Islam adalah 2.016 masjid dan 2.328 mushola/langgar. Sedangkan jumlah rumah ibadah untuk non muslim adalah gereja ada 27 buah, pura 1 buah dan Vihara 2 buah.

Kabupaten Ponorogo juga terkenal dengan kehidupan pondok pesantrennya. Jumlah pondok pesantren pada tahun 2008 sejumlah 84 pondok. Pondok pesantren tersebut didukung oleh guru pondok pesantren sejumlah 30.656 orang. Namun untuk jumlah santri bertambah dari 30.444 santri menjadi 30.825 santri. Untuk jumlah jamaah haji dari sesuai dengan jumlah kuota Kabupaten Ponorogo Tahun 2008 sebanyak 579 orang. Sedangkan pada tahun 2009 jumlah pondok pesantren meningkat menjadi 89, dengan jumlah santriwati 14.500 orang dan 17.416 santri


(38)

serta jumlah guru 1.063 orang. Pada tahun 2010 jumlah pesantren meningkat menjadi 91 pondok dengan santri 25.743 orang.

Jumlah penduduk yang melangsungkan perkawinan sebanyak 10.332 orang. Untuk yang talak naik dibanding Tahun 2007 yaitu dari 128 menjadi 470 Sedangkan yang cerai naik dari 771 pada tahun 2007 menjadi 747 pada Tahun 2008 dan pada tahun 2009 naik kembali menjadi 924, sedangkan tahun 2010 tidak ada cerai dengan jumlah pernikahan 9.575.

Dalam bidang seni budaya, untuk menjaga kelestarian Reyog sebagai budaya asli Ponorogo setiap desa disarankan minimal harus ada 1 unit Reog. Sedangkan untuk ajang adu ketrampilan dalam pagelarannya setiap bulan suro diadakan festival reog yang diikuti peserta dari seluruh penjuru tanah air. Secara keseluruhan jumlah organisasi kesenian di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2010 adalah : Reog 164 unit (Reog Dadak 164; Reog Mini 25; Reog Tek 13); samroh/hadroh 233 unit; karawitan 181 unit; terbang sholawat 44 unit; wayang kulit 15 unit; campursari 79 unit; qosidah 3 unit; band/orkes 10 unit; Ketoprak/ludruk 7 unit; musik odrot 4 unit; jemblungan 1 unit; wayang orang 3 unit; kongkil 1 unit; dan lain-lain 40 unit.Untuk mengembangkan seni budaya di Ponorogo, tiap tahun diadakan grebeg suro sekaligus sebagai ajang wisata budaya Kabupaten Ponorogo.

d. Bidang Ketentraman dan Ketertiban Umum

Pemerintah Kabupaten Ponorogo mengupayakan agar masyarakat mampu meningkatkan keamanan lingkungan masing-masing, menjaga agar tidak terjadi konflik di masyarakat dengan meningkatkan kerukunan masyarakat, umat beragama, kelompok atau orgainsasi di masyarakat. Pemerintah Kabupaten Ponorogo mengupayakan lebih meningkatkan kerjasama dengan lembaga penegak hukum dan pemahaman HAM serta menggerakkan partisipasi masyarakat dalam


(39)

penaggulangan tindak kejahatan dengan sistim keamanan swakarsa dan bela negara.

Tindak kejahatan yang terjadi di Kabupaten Ponorogo pada tahun 2010 mengalami penurunan dibanding tahun 2009, yaitu dari 591 kasus menjadi 558 kasus. Untuk tahun 2010 jenis tindak pidana yang terjadi adalah : pencurian dengan pemberatan 133 kasus; pencurian kayu jati 12 kasus, pencurian kendaraan bermotor 42 kasus; penganiayaan ringan 10 kasus; penganiayaan berat 13 kasus; pencurian dengan kekerasan 2 kasus; pencurian hewan ternak 4 kasus; pembunuhan 2 kasus; kebakaran masing-masing 1 kasus; lain-lain 175 kasus.

Langkah-langkah yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Ponorogo antara lain :

1. Meningkatkan kerja sama dengan penegak hukum dalam penegakan supremasi hukum;

2. Meningkatkan kemampuan daya tangkal masyarakat yang tangguh baik di pemukiman maupun di tempat kerja;

3. Peningkatan kapasitas Polisi Pamong Praja melalui pembinaan dan pemberdayaan Linmas dan penanggulangan bencana; dan

4. Membentuk wadah koordinasi seluruh kegiatan penanggulangan narkoba di Kabupaten Ponorogo.

h. Bidang Hukum

Langkah–langkah yang telah diambil Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat serta memberikan kepastian hukum dan ketentraman dalam kehidupan antara lain :

1. Menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2010 sebanyak 10 buah, dan pada tahun 2011 sebanyak 17 buah. 2. Menerbitkan Keputusan Bupati Ponorogo tahun 2010 sebanyak


(40)

3. Menerbitkan Peraturan Bupati Ponorogo untuk tahun 2010 sebanyak 42 buah dan tahun 2011 sebanyak 36 buah.

i. Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Dampak negatif dari keberhasilan pembangunan yang dirasakan saat ini adalah terjadinya degradasi mutu lingkungan hidup. Hal ini terlihat pada luasan lahan kritis yang mencapai 15.000 Ha. Pencemaran lingkungan, baik pada medium air, udara maupun tanah telah menjadikan kualitas lingkungan hidup semakin menurun. Sumber-sumber pencemar dari industri, domestik, pertanian maupun yang lain harus dapat diatasi dalam bentuk pencegahan dan pengendalian.

Sistem pengelolaan sampah dengan menggunakan sistem open dumping disamping mengakibatkan umur Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yang terbatas, juga menyebabkan terjadinya pencamaran air, tanah dan bau.

Sementara itu, pembangunan tenaga listrik diarahkan untuk pemerataan ketersediaan listrik sampai ke desa-desa terpencil, baik dengan tenaga listrik dari PLN maupun dengan energi alternatif, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Pada tahun 2011 telah dilakukan pelelangan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Kecamatan Ngebel yang dimenangkan oleh PT Bakri Power untuk kapasitas 55 megawatt dan pada tahun 2012 telah dilakukan eksplorasi. Pemanfaatan Panas bumi sebagai pembangkit tenaga listrik sebagai solusi akan terjadinya krisis energi listrik dimasa mendatang.

Prestasi dibidang lingkungan hidup adalah diperolehnya penghargaan dibidang pengelolaan lingkungan hidup berupa penghargaan Pilala Adipura tahun 2009, tahun 2010 dan tahun 2011 serta tahun 2012 diharapkan mampu memperoleh Piala Adipura Kencana.


(41)

j. Bidang Sumber Daya Manusia

Berbagai upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia telah menunjukkan kemajuan, tercermin dari semakin membaiknya beberapa sektor seperti kependudukan, pendidikan dan kesehatan. Pada tahun 2009 penduduk Kabupaten Ponorogo sebesar 899.328 jiwa menurun menjadi 855.281 pada tahun 2010 (BPS, 2011). Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi berpengaruh terhadap kepadatan penduduk, dan dampak dari jumlah penduduk yang terus berkembang adalah permasalahan daya dukung daerah yang terbatas, apabila dilihat dari tingkat kepadatan penduduk pada tahun 2009 sebesar 656 per Km² dan turun menjadi 623 per km2 pada tahun 2010. Dilihat dari pendapatan perkapita ADHK pertahun mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 menunjukkan adanya peningkatan, berturut-turut adalah 21,85%, 27,15%, 34,16%, 40,18%, 46,08% dan 10%.

Pembangunan kesehatan masyarakat menunjukkan peningkatan, yang tercermin dari meningkatnya umur harapan hidup masyarakat Kabupaten Ponorogo. Pada tahun 2007, angka harapan hidup mencapai umur 69,06; tahun 2008 mencapai umur 69,31 dan tahun 2009 mencapai umur 69,36 tahun 2010 mencapai 69,31 tahun. Angka kematian bayi tahun 2009 mengalami penurunan menjadi 9,58 per 1.000 kelahiran hidup disbanding tahun 2008, sedangkan tahun 2008 meningkat dibanding tahun 2007, yaitu dari 9,90 menjadi 13.5. per 1.000 kelahiran. Begitu juga untuk kematian ibu dari 61,90 pada tahun 2007 menjadi 103,39 per 100.000 kelahiran pada tahun 2008 sedangkan pada tahun 2009 sebesar 115,64 per 100.000 kelahiran hidup.

Kualitas pendidikan masih diprioritaskan pada penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 12 Tahun atau usaha peningkatan pendidikan masyarakat Ponorogo minimal setaraf dengan pendidikan Tingkat SLTA. Beberapa indikator yang dicapai pada tahun 2009 antara lain, Angka partisipasi murni untuk murid SD/MI 96,20% untuk SMP/MTs


(42)

angka partisipasi murni 78.25% sedang untuk SMK/SMA/MA angka partisipasi murni 60,22%

Kualitas angkatan kerja didominasi oleh angkatan kerja lulusan SLTA. Pada saat yang sama meningkatnya jumlah angkatan kerja lulusan SLTA dan Perguruan Tinggi tidak diimbangi oleh meningkatnya ketersediaan kesempatan kerja dan hal ini pada gilirannya akan mengingkatkan jumlah penganggur terdidik. Jumlah pencari kerja (angka pengangguran) di Kabupaten Ponorogo yang tercatat pada tahun 2008 sejumlah 7.163 orang meningkat sangat tajam pada tahun 2009 menjadi 36.341 orang. Tahun 2008 berdasarkan tingkat pendidikannya jumlah pencari kerja terbesar adalah lulusan SLTA yaitu sejumlah 6.480 orang, kemudian lulusan SLTP sejumlah 2.595 orang, disusul lulusan sarjana Muda / DI-DIII sejumlah 537 orang, Sarjana 1.767 orang dan lulusan SD sejumlah 323 orang. Sedangkan tahun 2009 untuk lulusan SLTA yaitu sejumlah 20.290 orang, kemudian lulusan SLTP sejumlah 1.381 orang, disusul lulusan sarjana sejumlah 9.384 orang, Sarjana Muda / DI-DIII sejumlah 5.179 orang dan lulusan SD sejumlah 107 orang

2.4. Isue Strategis dan Masalah Mendesak

Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang telah ditetapkan tidak akan dapat diimplementasikan dengan baik jika pemerintah tidak tanggap terhadap kondisi yang berkembang di masyarakat maupun kondisi yang ada di pemerintahan. Oleh sebab itu pemerintah harus peka terjadap isu-isu strategis yang sedang berkembang dan segera mengambil langkah-langkah strategis guna mengatasi permasalahan-permesalahan yang sedang berkembang di masyarakat. Beberapa isu strategis yang penting untuk diperhatikan dalam perencanaan pembangunan satu tahun ke depan yakni tahun 2013, sebagai berikut :

1. Kualitas pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, infrastruktur serta pelayanan administrasi masih harus ditingkatkan secara maksimal.


(1)

Sebagaimana yang umum terjadi pada daerah-daerah lain, keinginan untuk mencapai masyarakat madani sebagaimana yang diinginkan seluruh masyarakat, nampak belum mewujudkan hasil yang memuaskan. Secara teoritik, kondisi tersebut menggambarkan berbagai persoalan yang belum terselesaikan oleh pemerintah dalam menyelenggarakan tatanan pemerintah yang arif, aspiratif dan bertanggung jawab. Kondisi tersebut disebabkan oleh banyak faktor, semisal faktor politik, ekonomi maupun budaya. Dalam konteks yang lebih mikro, ketidak mampuan aparatur daerah dalam memaksimalkan berbagai potensi sosial yang ada mejadi kendala tersendiri bagi perjalanan pemerintah Kabupaten Ponorogo saat ini.

Kurang terciptanya iklim demokratis membawa implikasi munculnya pola kehidupan yang kaku. Pola kehidupan ini berimbas kepada budaya birokrasi yang kaku dan berbelit. Ini mengakibatkan berbagai regulasi daerah dalam beberapa hal belum memihak kepada kepentingan rakyat. Begitu juga budaya birokrasi yang kaku justru semakin mempersempit peluang investasi sebagai modal awal sirkulasi dan kehidupan ekonomi di Kabupaten Ponorogo. Tentu ini merupakan satu proses penyumbatan demokratisasi kehidupan ekonomi masyarakat. Dengan tetapnya jumlah KUD, UKM dan ekonomi kerakyatan mengindikasikan kurangnya kepedulian pemerintah dalam membuat dan menjalankan regulasi daerah.

Pada sektor pelayanan publik, agaknya menjadi keluhan utama masyarakat Ponorogo. Pelayanan yang efektif dan efisien serta murah dalam beberapa hal belum tampak dalam program-program pelayanan publik. Pelayanan prima sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang hanya sekedar jargon belaka untuk menutupi kurangnya kinerja pelayanan pemerintah kepada masyarakat luas. Setidaknya ini terlihat dari lamanya mengurus Akte Kelahiran dan Kartu Keluarga yang menjadi kebutuhan dasar seluruh masyarakat Ponorogo.

Kurangnya perhatian terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), perlindungan anak, trafficking serta kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap beberapa kantong masyarakat minus menjadikan pemerintahan daerah saat ini nampak


(2)

tidaknya terdapat dua desa yang dianggap minus yaitu desa Krebet Kecamatan Jambon dan desa Karang Patihan Kecamatan Balong. Minimnya berbagai segi kehidupan di dua wilayah tersebut nampaknya masih belum membuka pemerintah daerah untuk segera membantu warga dengan berbagai program advokasi dan permberdayaan ekonomi. Kondisi tersebut tentu tidak jauh berbeda dengan wilayah-wilayah marginal lain di kawasan Kabupaten Ponorogo.

Pertanian pada saat ini yang menjadi distributor terbesar terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo belum mendapatkan perhatian yang cukup serius. Langkanya pupuk pada saat musim tanam serta minimnya infrastruktur irigasi menyebabkan lambatnya perkembangan pada sektor pertanian. Selain itu, kurang adanya upaya pemerintah untuk memberikan berbagai pengetahuan kepada masyarakat petani menjadikan para petani di Kabupaten Ponorogo banyak yang masih berpola tradisional. Begitu juga dengan harga hasil bumi yang terkadang dimonopoli oleh tengkulak menjadikan para petani semakin terjepit.

Lambatnya pembangunan infrastruktur untuk semua kepentingan ekonomi menjadi kendala lain lambatnya pertumbuhan ekonomi di Ponorogo. Pertumbuhan ekonomi di Ponorogo antara tahun 2005 hingga tahun 2009 mengalami naik turun dan tidak stabil dan kurang merata. Dengan kondisi tersebut diperlukan perhatian pemerintah yang serius dalam mengintensifkan berbagai regulasi daerah yang telah dibuat sehingga akan memacu pertumbuhan ekonomi (pro growth).

Kesehatan juga menjadi masalah serius di Kabupaten Ponorogo. Pembangunan infrastruktur Rumah Sakit tidak dibarengi dengan penyadaran dan sosialisasi akan arti penting kesehatan sebagai salah satu motif hidup manusia. Pembangunan dan pengadaan berbagai fasilitas kesehatan, kurang dibarengi dengan peningkatan kualitas tenaga paramedis termasuk mutu pelayanannya. Tidak dipungkiri, dilihat dari kuantitas tenaga medis di setiap kecamatan sudah memadai. Namun semua tidak berarti sama sekali jika tidak ada proses-proses peningkatan kualitas keahlian tenaga paramedis utamanya peningkatan kualitas pelayanan sehingga pelayanan kepada publik di bidang kesehatan akan dapat lebih optimal.


(3)

Di sektor agama dan budaya, perlu mendapat perhatian yang cukup serius. Tidak adanya advokasi budaya menyebabkan salah satu budaya asli Ponorogo terombang-ambing oleh berbagai isu legalitas kebudayaan asli daerah. Sedangkan di sektor agama masih belum menunjukkan adanya pemahaman akan arti pentingnya kehidupan plural. Pluralisme, di samping itu juga demokrasi, sesungguhnya menjadi modal awal terciptanya bentuk kehidupan madani (civil society).

Secara generik dapat disimpulkan bahwa berbagai masalah yang melingkupi kehidupan sosial ekonomi, politik, budaya dan agama di Kabupaten Ponorogo tidak terlepas dari rendahnya kualitas pelayanan serta regulasi yang belum mampu memihak kepada semua elemen dalam masyarakat Ponorogo. Oleh sebab itu Kabupaten Ponorogo haruslah dikembalikan kepada cita-cita mewujudkan “RAHAYUNING BUMI REYOG” sebagai visi utama dalam membangun pemerintahan Kabupaten Ponorogo periode 2010-2015. Pemerintahan Ponorogo ke depan tentunya harus lebih akuntable serta profesional dan transparan untuk maju bersama rakyat Ponorogo menggapai asa mewujudkan cita-cita masyarakat madani yang inklusif, demokratis dan pluralis.

Muara dari penyelesaian atas berbagai masalah yang tersebut diatas ialah terwujudnya masyarakat Kabupaten Ponorogo yang sejahtera. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya diukur secara material, tetapi juga secara rohani yang memungkinkan mereka menjadi manusia yang utuh dalam mengejar cita-cita ideal, dan berpartisipasi dalam proses pembangunan secara kreatif, inovatif, dan konstruktif. Untuk itulah peningkatan pengamalan nilai-nilai agama menjadi penting sejalan dengan peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang merupakan pokok-pokok dalam pembentukan human capital yang tangguh.

Pembangunan menuju masyarakat Kabupaten Ponorogo yang sejahtera mengandung pengertian yang dalam dan luas, mencakup keadaan yang mencukupi dan memiliki kemampuan bertahan dalam mengatasi gejolak yang terjadi, baik dari luar maupun dari dalam. Oleh karena itu potensi inequality


(4)

dalam kesenjangan dan masalah pengangguran akan mendapatkan perhatian yang serius dalam rangka untuk memperkuat daya tahan, daya saing, dan daya juang (produktivitas) masyarakat sehingga mampu memberikan kontribusi yang berarti dalam proses pembangunan yang lebih luas.

Sejalan dengan tantangan perubahan iklim yang semakin nyata serta semakin menurunnya daya dukung sumberdaya alam dan lingkungan hidup, maka permasalahan ini akan secara serius diintegrasikan dalam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam rangka mewujudkan konsep sustainable development sehingga dengan demikian proses pembangunan masa kini, tidak saja bergua bagi generasi saat ini, akan tetapi juga berdampak baik bagi generasi mendatang. Ini penting mengingat banyak sumberdaya alam yang bersifat unrenewable dan kelestariannya mutlak harus dipertahankan untuk generasi mendatang.

Pengembangan budaya politik yang dititikberatkan pada penanaman nilai-nilai demokratis terus diupayakan melalui penciptaan kesadaran budaya dan penanaman nilai-nilai politik demokratis, terutama penghormatan nilai-nilai HAM, nilai-nilai persamaan, anti-kekerasan, serta nilai-nilai toleransi, melalui berbagai wacana dan media serta upaya mewujudkan berbagai wacana dialog bagi peningkatan kesadaran mengenai pentingnya memelihara persatuan dan kesatuan. Penguatan pilar-pilar demokrasi yang sehat, harus terus dibangun menuju demokrasi yang lebih matang dan dewasa. Perbedaan dan benturan kepentingan serta sikap kritis berbagai pihak terhadap pemerintah, merupakan realitas kehidupan demokrasi dan merupakan hak politik yang harus dihormati.

Permasalahan pembangunan di Kabupaten Ponorogo yang dihadapi di masa mendatang yang akan menjadi perhatian serius utamanya pada tahun 2013 antara lain:

1. Elemen pemberdayaan ditingkat masyarakat miskin masih rendah

2. Belum optimalnya sinergi dan integrasi berbagai program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dari berbagai sektor, lintas sektor maupun lintas wilayah.


(5)

3. Belum optimalnya harmonisasi pengelolaan program-program penanggulangan kemiskinan, baik yang didanai oleh APBN, APBD maupun sumber –sumber yang lain.

4. Masih rendahnya pengawasan (Monev) dan sangsi ketat terhadap implementasi program kemiskinan.

5. Belum maksimalnya upaya-upaya Percepatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ponorogo melalui pengembangan sektor unggulan berbasis sumber daya lokal melalui agro industri.

6. Belum optimalnya pelaksanaan program penguatan akses UMKM dan Koperasi terhadap sumber daya produktif.

7. Masih terbatasnya informasi pasar kerja dan pemberdayaan bursa kerja. 8. Belum adanya analisis kebutuhan jangka pendek untuk meringankan

dampak bencana pada saat itu, melakukan analisis potensi masyarakat serta membangun potensi dalam menghadapi bencana alam dimasa mendatang, melakukan penyiapan desain/ model penanganan bencana dimasa mendatang.

9. Belum maksimalnya koordinasi antar instansi terkait, pemerintah daerah, dunia usaha, organisasi sosial dan masyarakat terhadap penanganan penyandang cacat sehingga dapat dilakukan secara berkesinambungan dan terpadu

10. Belum optimalnya pelayanan publik di bidang kependudukan dan perijinan 11. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas pembangunan infrastruktur di

perdesaan maupun perkotaan.

12. Masih rendahnya pemanfaatan pembangunan kehutanan yang diarahkan pada optimalisasi manfaat ekologi dan ekonomi; Rehabilitasi hutan dan lahan yang diperlukan untuk mengurangi laju degradasi hutan dan lahan; Penanggulangan pencemaran dan pengembangan sumber energi baru yang ramah lingkungan (seperti bioenergi).


(6)

14. Belum adanya sangsi yang tegas terhadap para penambang liar atau yang melakukan pelanggaran atas ketentuan yang berlaku serta belum adanya rehabilitasi kawasan bekas pertambangan.

15. Masih belum optimalnya peningkatan kreasi dan apresiasi seni budaya melalui festival seni, gelar budaya, lomba-lomba kesenian dan pengiriman duta seni.

16. Masih terbatasnya sumberdaya manusia yang kompeten dan profesional sebagai instrumen pembangunan

17. Masih rendahnya kemampuan fiskal daerah dalam penyediaan sumber sumber pembiayaan yang memadai untuk mendukung program dan kegiatan pembangunan dan pelayanan publik baik yang berasal dari kemampuan daerah (internal) maupun sumber dana dari luar (eksternal). 18. Masih belum maksimalnya partisipasi dan pemberdayaan lembaga

masyarakat dan swasta, melaksanakan pengarus utamaan gender dan memperkuat kelembagaan perlindungan anak.

19. Masih rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki dalam mendorong percepatan pembangunan disegala bidang.

20. Masih rendahnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan dasar pendidikan, kesehatan maupun infrastruktur (Air bersih, perumahan, sanitasi dll).

21. Masih rendahnya pertumbuhan ekonomi (pro Growth)

22. Masih rendahnya penciptaan lapangan kerja dalam menguragi pengangguran.

23. Masih tingginya prosentase jumlah penduduk miskin (kategori sangat miskin, miskin maupun yang mendekati miskin).