PERTANGGUNGJAWABAN BIROKRASI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KARANGANYAR

KARANGANYAR

Oleh ARLIKA HIDAYATUNNISA

D0107004

SKRIPSI

tuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperol na Sosial Strata Satu Jurusan Ilmu Administr

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

ULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

roleh Gelar strasi

ITIK

Karya kecilku ini kupersembahkan dengan setulus hati kepada :

Allah SWT, Karena telah menuntunku di setiap langkahku dan telah memberiku kekuatan. Mama ku tersayang, Alm. Hj. Dyah Aryati Rustiati, Terima kasih sudah menjadi lentara

dalam

hidupku, cintamu tak kan pernah luntur selamanya. Bapakku tercinta, H. Malik Haryadi, Terima

Kasih

untuk

doa dan semangatnya yang selalu menyertaiku. Kakakku tercinta, Rizki Adyatama dan Lucky Rafiadhi Hakim Keluarga besar Eyang H. Muh Rustam, Terima kasih selalu atas doa dan dukungannya

baik

moril

maupun materiil.

Explore, Dream, Discover. (Mark Twain)

“Man Jadda Wa Jada”

(barangsiapa bersungguh-sungguh pasti dapat)

“You have to do best with what God gave you”

(Forest Gump)

“Thought become words, words become action, action become habit, habit become character, be careful with your thought”

(Iron Lady)

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan berkah, karunia dan hidayah-NYA serta kemudahan jalan yang diberikan-NYA sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Birokrasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Karanganyar”. Penulisan skripsi ini merupakan upaya penulis untuk memenuhi salah satu syarat ujian akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan ucapan terimakasih atas segala bantuan dan dukungan, baik moral maupun material kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Hanya Allah SWT kiranya yang dapat membalas amal dan budi baik beliau-beliau serta rekan-rekan:

1. Drs. Sudarmo, M. A. Ph. D, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dengan sabar, memotivasi, serta memberi banyak masukan selama ini sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Sudarto, M.Si, selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan nasehat serta bimbingan selama penulis menempuh kuliah.

3. Bapak Iswardono selaku Kassubag KPP Pratama Karanganyar atas informasi yang telah diberikan.

4. Kasi dan pegawai KPP Pratama Karanganyar yang telah membantu penulis

dalam memberikan informasinya selama penulis melakukan penelitian.

sama dan membantu memudahkan penulis memperoleh informasi bagi penelitian ini.

6. Dejakuns& big Famz, Cipit, Cia, Lolon, Aphy, Tupi, Tika, Ardhy, Bhagas dan Onie, terimakasih selalu menemaniku dalam suka dan duka. Kalian adalah sahabat, keluarga sekaligus penyemangatku selama di Solo.

7. Teman-teman Devira crew, Coffee Lighter serta Emperan Kopi, terima kasih telah membuat hari-hariku di Solo ceria dan berwarna. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan. Semoga bermanfaat bagi semuanya. Sekian & Terima Kasih

WassalamualaikumWr. Wb.

Surakarta, Mei

2012

Arlika Hidayatunnisa

Tabel 1.1 Laporan Penerimaan Pajak KPP Pratama Karanganyar..................... 5 Tabel 1.2 Jumlah Wajib Pajak KPP Pratama Karanganyar................................ 7 Tabel 2.1 Pertalian di dalam Sistem Pertanggungjawaban .............................. 16 Tabel 4.1 SOP KPP Pratama Karanganyar ...................................................... 75 Tabel 4.2 Pemotongan TKPKN bagi pegawai yang terlambat ...................... 104 Tabel 4.3 Pemotongan TKPKN bagi pegawai yang meninggalkan

tempat kerja........................................................................ 104

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran ............................................................. 48 Gambar 3.1 Model Analisa Data dengan Model Analisis Interaktif menurut

Miles dan Huberman ....................................................................... 57

Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi KPP Pratama Karanganyar ................... 63

Gambar 4.2 Flow Chart Tata Cara Pendaftaran NPWP....................................... 79

Arlika Hidayatunnisa, D0107004, Pertanggungjawaban Birokrasi

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Karanganyar. Skripsi. Program Studi Admnistrasi Negara. Jurusan Ilmu Admnistrasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012.

KPP Pratama Karanganyar merupakan salah satu instansi publik yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan perpajakan yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan negara. Dengan demikian KPP Pratama Karanganyar dituntut untuk memberikan pelayanan perpajakan yang berkualitas bagi masyarakat. Selain itu, KPP Pratama Karanganyar dituntut untuk bisa mempertanggungjawabkan segala tugas dan fungsinya secara akuntabel kepada masyarakat atau wajib pajak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pertanggungjawaban birokrasi KPP Pratama Karanganyar dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dan penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berlokasi di Karanganyar. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Data primer dan data sekunder diperoleh dengan menggunakan wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Data yang diperoleh diuji dengan menggunakan

data

trianggulation. Selain itu, data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data model interaktif.

Dari hasil penelitian dan analisis dapat disimpulkan bahwa Pertanggungjawaban birokrasi KPP Pratama Karanganyar, dapat dilihat dari masing-masing indikator penelitian ini, yaitu: (1) Responsivitas KPP Pratama Karanganyar masih belum optimal karena kurangnya daya tanggap KPP Pratama Karanganyar dalam menberikan pelayanan kepada wajib pajaknya. (2) Responsibilitas dapat dikatakan sudah terlaksana sesuai peraturan perundang- undangan dan SOP yang berlaku. (3) Kualitas Pelayanan KPP Pratama Karanganyar belum dikatakan baik karena masih adanya permasalahan dalam jaringan dan kurang SDM dalam memberikan pelayanan. (4) Konsistensi sudah berjalan dengan baik karena setiap pengambilan keputusan sudah berdasarkan kebijakan yag berlaku.

Kata Kunci: Responsivitas, Responsibilitas, Kualitas Pelayanan, Konsistensi

Arlika Hidayatunnisa, D0107004, Bureaucratic Comprehensive Accountability

(KPP) Pratama

Karanganyar . Thesis. Public Administration. Faculty of Social and Political Sciences, Sebelas Maret University. Surakarta. 2012.

The existence of KPP Pratama Karanganyar as one public institution that engages of taxation services are needed both by the society and the state. Thus KPP Pratama Karanganyar is required to provide a quality service to the community. In addition, KPP Pratama Karanganyar required being able to provides comprehensive accountability for all the duties and functions as accountable to the public and taxpayers. The purpose of this study was to determine the bureaucratic comprehensive accountability of KPP Pratama Karanganyar in carrying out its duties and functions.

This research is used descriptivequalitative method, and this research was conducted at Kantor Pelayanan Pajak Pratama located in Karanganyar. The sampling technique was used purposive sampling. The primary and secondary data were obtained using in-depth interview and documentation. The data obtained was then validated using Data triangulation. Besides, the data was analyzed using an interactive model of analysis.

From the results of this research and analysis we can conclude that the tax bureaucracy comprehensive accountability on the KPP Pratama Karanganyar, , it can be seen from the following indicators: (1) KPP Pratama Karanganyar responsiveness is still not optimal because of the lack of responsiveness from KPP Pratama Karanganyar in providing services to the compulsory tax. (2) Responsibility can be said to have been done according to regulations and the applicable SOP. (3) Services Quality of KPP Pratama Karanganyar is not good because it is still a problem in the network and the lack of human resources in providing services. (4) Consistention has been running well since every decision is based on policies.

Key Word: Responsiveness, Responsibility, Service Quality, Consistention

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pajak merupakan salah satu wujud kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali potensi dalam negeri. Perpajakan sebagai salah satu kegiatan pemerintah berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sumber pendapatan dari sektor pajak merupakan faktor potensial dalam upaya pemulihan ekonomi negara dan memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu negara menempatkan perpajakan sebagai salah satu kewajiban kenegaraan dalam rangka kegotong-royongan dan peran serta aktif masyarakat dalam membiayai pembangunan disegala bidang yang meliputi pembangunan dibidang ekonomi, sosial, budaya serta pertahanan keamanan.

Saat ini pendapatan dari sektor pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Lebih dari 70% pembiayaan APBN berasal dari pajak, untuk itu sangat besar peran pajak bagi maju atau tidaknya pembangunan di Negara Indonesia. Jika penerimaan pajak belum dapat optimal maka keinginan untuk menjadikan Republik sebagai salah satu negara berkualifikasi global akan pelan- pelan memudar karena tidak adanya dana pembangunan yang cukup. Oleh karena itu tidak dapat dipungkiri bahwa peran pajak sangatlah penting bagi negara.

pengelolaan sektor ini harus ditangani secara serius, baik dalam pendayagunaan aparatur, pembaharuan sistem perpajakan maupun dalam hal peningkatan partisipasi dan peran aktif masyarakat, karena tanggung jawab ini bukan hanya terletak pada masyarakat melainkan juga merupakan tanggung jawab pemerintah, sebab hasilnya digunakan untuk pembiayaan pembangunan, agar upaya peningkatan pajak dapat terealisasi dan pembangunan nasional dapat berjalan lancar.

Tidak dapat dipungkiri saat ini Direktorat Jendral Pajak mendapat cukup perhatian masyarakat dan dianggap sebagai salah satu instansi pemerintah yang banyak melakukan korupsi di Indonesia, hampir semua orang memandang sebelah mata terhadap pajak, pajak identik dengan korupsi dan kolusi. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya kepatuhan masyarakat melaksanakan kewajiban pajak. Padahal seperti yang kita ketahui berdasarkan Undang-undang bahwa kepatuhan membayar pajak bersifat memaksa.

Upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak dalam mencapai target penerimaan pajak adalah dengan melakukan modernisasi terhadap sistem perpajakan di Indonesia. Modernisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak merupakan wujud dari reformasi modernisasi administrasi perpajakan yang telah dilakukan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada wajib pajak. Penerapan sistem tersebut mencakup aspek-aspek perubahan struktur organisasi dan sistem kerja kantor pelayanan yang memanfaatkan teknologi informasi, dan kode etik

kolusi, dan nepotisme. Reformasi perpajakan ini diberlakukan karena adanya tuntutan akan peningkatan penerimaan, perbaikan-perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan, yang berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan, agar basis pajak dapat semakin diperluas, sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial dan memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak.

Modernisasi perpajakan yang dilakukan pemerintah tentunya tidaklah hanya untuk mengejar dan menjangkau optimalisasi pemungutan pajak (budgeter) semata. Masih ada sisi lain yang juga penting dilakukan secara bersama-sama untuk menuju adanya perubahan paradigma perpajakan (change of tax paradigm). Ketentuan, prosedur, dan aktivitas perpajakan juga terus diarahkan untuk meningkatkan pelayanan agar menjadi business friendly bagi masyarakat terutama pelaku bisnis. Dengan demikian, pandangan masyarakat terhadap pajak yang selama ini dianggap sebagai momok bahkan dianggap sebagai beban kuantitatif, diharapkan dapat berubah. Masyarakat memandang pajak menjadi sesuatu kewajiban partisipatif warga tanpa terkecuali kepada negara.

Salah satu bentuk reformasi perpajakan ini adalah dengan dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. KPP Pratama memiliki keunggulan, diantaranya pelayanan satu atap (peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak), program intensifikasi dan ekstensifikasi bisa lebih maksimal (adanya AR Salah satu bentuk reformasi perpajakan ini adalah dengan dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. KPP Pratama memiliki keunggulan, diantaranya pelayanan satu atap (peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak), program intensifikasi dan ekstensifikasi bisa lebih maksimal (adanya AR

Dengan dibentuknya KPP Pratama, maka penyelenggaraan pelayanan publik (khususnya dalam lingkup pelayanan administratif) yang sebelumnya terkesan birokratis, tidak efisien, tidak jelas, tidak memberikan rasa aman, dan reputasi negatif lainnya dirubah menjadi yang sebaliknya, sehingga pelayanan publik senantiasa bercitra positif.

Salah satu keunggulan dibentuknya KPP Pratama, adalah tidak dimungkinkannya lagi “kontak langsung” antara pemohon (citizens) dengan “yang memiliki otoritas” (kepala kantor, kepala seksi, dan sebagainya). Pengalaman menunjukkan, bahwa “kontak langsung” tersebut hampir dipastikan terjadi “negosiasi” yang pada akhirnya bermuara pada praktik KKN dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sementara dengan KPP Pratama, pemohon (citizens) hanya berhubungan dengan petugas pelaksana di lapangan (front liner) yang sudah memiliki kualifikasi tertentu untuk menjamin kepastian dan kejelasan penyelenggaraan pelayanan publik secara keseluruhan.

Di Kabupaten Karanganyar sendiri KPP Pratama terbentuk pada tanggal

30 Oktober 2007. Tugas dari KPP Pratama Karanganyar adalah melaksanakan Penyuluhan, dan Pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

undangan yang berlaku. KPP Pratama Karanganyar berusaha untuk meningkatkan pelayanan pajak agar tercipta pelayanan yang berkualitas bagi masyarakat. Pelayanan publik yang berkualitas tentunya menjadi faktor penting bagi penyelenggaraan pelayanan perpajakan seiring dengan reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem pelayanan. Selain itu peningkatan kualitas pelayanan publik juga penting diterapkan sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas dan berpihak pada wajib pajak khususnya dalam melakukan pengurusan pajak di KPP Pratama Karanganyar.

Pelayanan yang prima pada saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai pemohon, karena mengingat bahwa sekarang adalah era globalisasi yang dimana dituntut untuk serba cepat, mudah serta transparan. Tanpa tidak mengesampingkan ketelitian dalam pelayanan. Menanggapi hal itu KPP Pratama sebagai pelayan publik juga harus meningkatkan kinerjanya dalam pelayanan untuk menghadapi era globalisasi tersebut. Maka, perlu suatu pertanggungjawaban untuk meningkatkan kualitas pelayanan oleh KPP Pratama Karanganyar.

Pelayanan pajak yang berkualitas dapat meningkatkan penerimaan pajak bagi negara. Perkembangan penerimaan pajak di Karanganyar sejak tahun 2008 dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Laporan Penerimaan Pajak KPP Pratama Karanganyar Periode 2008-2011

Tahun

Jumlah Penerimaan Pajak

(Rp)

Target Penerimaan Pajak (Rp)

(Januari s/d Juli 2011)

Sumber : KPP Pratama Karanganyar

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa penerimaan pajak di KPP Pratama Karanganyar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Akan tetapi target penerimaan pajak yang ditetapkan pun juga semakin meningkat. Pada tahun 2009 dan 2010 KPP Pratama Karanganyar tidak dapat merealisasikan pendapatan pajak yang telah ditargetkan. Pada pertengahan tahun 2011 ini KPP Pratama Karanganyar menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 248.106.309,234. Jika dilihat pada tabel, KPP belum mampu merealisasikan target penerimaan pajak di semester awal tahun 2011. Oleh karena itu, dibutuhkan usaha keras KPP Karanganyar baik dengan cara penyuluhan maupun publikasi untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak agar target penerimaan pajak dapat terealisasi.

Untuk mencapai target penerimaaan pajak tersebut, dibutuhkan kerja sama antara pemerintah maupun dengan masyarakat selaku wajib pajak. KPP Pratama Untuk mencapai target penerimaaan pajak tersebut, dibutuhkan kerja sama antara pemerintah maupun dengan masyarakat selaku wajib pajak. KPP Pratama

Tabel 1.2 Jumlah Wajib Pajak KPP Pratama Karanganyar Periode Tahun 2008-2011

Tahun

WP Aktif

WP Baru

Total WP Terdaftar 2008

Sumber : KPP Pratama Karanganyar

Kesadaran masyarakat akan membayar pajak sudah semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari tabel diatas bahwa jumlah wajib pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat. Agar jumlah wajib pajak terus meningkat setiap tahunnya, KPP Pratama Karanganyar harus memberikan pelayanan yang cepat, mudah, efektif, dan akurat kepada masyarakat yang merupakan bentuk perwujudan pelayanan prima dalam bidang perpajakan. Hal tersebut bisa tercapai, apabila pelayanan perpajakan didukung dengan adanya sarana prasarana yang memadai, sumber daya manusia yang kompeten, teknologi yang terpadu, dan sistem informasi yang informatif kepada masyarakat.

Karanganyar senantiasa selalu memberikan pelayanan yang terbaik dalam proses pelayanan administrasinya. Salah satu bentuk prosedur pelayanan administrasi yang diberikan KPP Pratama Karanganyar diantaranya permohonan NPWP, permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT tahunan PPh, permohonan

pembetulan

SPPT/SKP/STP,

permohonan keberatan

PPh/PPN/PPnBM, permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak, dan masih banyak lagi.

Karanganyar dalam

mempertanggungjawabkan prosedur administrasi pelayanan kepada masyarakat, antara lain meliputi tingkat ketelitian (akurasi), profesionalitas pegawai, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan perundang-undangan) dan kedisiplinan. Dalam pemberian pelayanan di KPP Pratama Karanganyar, peranan dan eksistensi pegawai sebagai unsur utama dalam penyelenggaraan pelayanan, dituntut untuk memahami kondisi objektif masyarakat dalam hal ini wajib pajak yang sedang berubah baik dalam sikap perilaku, tindakan ke arah budaya kerja yang professional, efektif, efisien, hemat, bersahaja serta anti KKN sehingga wajib pajak bisa memperoleh pelayanan yang baik dan berkualitas dalam pengurusan pajak.

Namun di dalam kenyataannya, pegawai masih sulit untuk mewujudkan suatu pelayanan yang berkualitas. Salah satu hal yang menjadi kendala dalam pengurusan pajak adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai yang melayani merupakan pekerjaan yang rumit khususnya dalam mengolah data. Oleh karena Namun di dalam kenyataannya, pegawai masih sulit untuk mewujudkan suatu pelayanan yang berkualitas. Salah satu hal yang menjadi kendala dalam pengurusan pajak adalah pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai yang melayani merupakan pekerjaan yang rumit khususnya dalam mengolah data. Oleh karena

Selain itu juga terdapat perubahan sistem dan prosedur yang dijalankan terkait dengan adanya reorganisasi di KPP, yaitu penggabungan antara Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pemeriksaan Pajak, dan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama, sehingga ketiga urusan tersebut dilaksanakan dalam satu kantor. Perubahan prosedur yang terjadi antara lain perubahan mekanisme penyelesaian layanan. Hal ini dapat dilihat dari adanya percepatan waktu penyelesaian layanan NPWP (yang dulunya butuh waktu beberapa hari, namun sekarang bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari satu jam). Perubahan mekanisme tersebut membuat beban kerja pegawai menjadi lebih tinggi seiring dengan pekerjaan semakin banyak. Untuk itu dibutuhkan ketelitian dan kecermatan karena pegawai harus menyelesaikan pekerjaan secara cepat dan tepat. Selain itu, kedisiplinan juga harus ditingkatkan pegawai, antara lain disiplin dalam hal jam masuk/pulang kerja. Jika pegawai terlambat hadir pada waktu yang telah ditetapkan, maka akan dikenai sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku di KPP. Dalam menyeimbangkan beban kerja yang semakin tinggi akibat adanya perubahan tersebut, kenaikan gaji pegawai juga telah dilakukan. Dengan demikian, gaji yang diterima pegawai akan sesuai dengan pekerjaannya yang semakin rumit.

terbuka, baik kepada publik maupun kepada pimpinan. Apabila terjadi penyimpangan dalam hal pencapaian standar, harus dilakukan upaya perbaikan. Pertanggungjawaban pemerintahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik khususnya di KPP sangat dibutuhkan, KPP harus senantiasa memberikan pelayanan sepenuh hati karena itu merupakan hak masyarakat. Pemerintah sebagai abdi masyarakat telah mendapat mandat dari masyarakat untuk memberikan pelayanan yang baik, bukan sebaliknya yaitu sering menyulitkan masyarakat di dalam setiap pelayanan yang dilakukan.

Selain itu pemerintah juga harus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada publik baik dalam bentuk laporan akuntabilitas kinerja yang diseminarkan atau disampaikan secara langsung maupun dipaparkan melalui website pajak. Hal ini sangat diperlukan agar masyarakat bisa mengetahui dengan jelas bagaimana kinerja pemerintah, angka pencapaian, sasaran dan kekurangan agar bisa menjadi bahan evaluasi dan motivasi bagi pemerintah serta partisipasi masyarakat untuk terus mengawasi kinerja pemerintah serta kekeliruan atau pelanggaran yang mungkin terjadi sehingga nantinya dapat ditindaklanjuti.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas sehingga mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul Pertanggungjawaban Birokrasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Karanganyar.

Dari uraian tentang latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pertanggungjawaban birokrasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Karanganyar?”

C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini antara lain :

1. Tujuan operasional Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban birokrasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Karanganyar.

2. Tujuan fungsional Hasil dari kegiatan ini diharapkan dapat digunakan dan bermanfaat bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Karanganyar maupun lembaga atau instansi lain serta semua pihak yang memerlukannya baik sebagai suatu pengetahuan maupun sebagai bahan pemikiran dalam merumuskan suatu kebijakan.

3. Tujuan individual Untuk mengumpulkan data penelitian yang kemudian disusun sebagai karya tulis ilmiah yaitu skripsi, sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana di bidang Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Mempraktekkan teori-teori Administrasi Negara atas permasalahan pertanggungjawaban organisasi publik.

2. Untuk melatih diri dalam memahami fenomena yang berkembang di masyarakat.

3. Memberikan sumbangan pemikiran yang dapat digunakan untuk membantu bagi penelitian sejenis yang selanjutnya.

4. Agar penelitian ini bermanfaat bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan pertanggungjawaban birokrasi dan mentukan arah program kebijakan yang tepat dengan sasaran.

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam setiap penelitian membutuhkan kejelasan dan titik tolak atau landasan berfikir yang berguna untuk memunculkan masalah atau menyoroti sebuah masalah. Oleh karena itu diperlukan untuk menyusun tinjauan pustaka yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut pandang mana masalah penelitian itu akan disoroti. Sehingga berkaitan dengan pernyataan tersebut maka di bawah ini akan dijelaskan mengenai :

A. Pertanggungjawaban

Dalam KepMenPAN No. 26/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dikatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di banyak negara berkembang, termasuk negara-negara yang sistem pengelolaan sumber daya publik yang masih didominasi pemerintah (negara) maka tanggung jawab penggunaan sumber daya tetap berada di pundak pemerintah yang dalam hal ini adalah birokrasi pemerintah. Betapapun begitu, dalam governance yang menuntut adanya demokratisasi pengelolaan maka sistem pengontrolan menjadi penting agar efek dari semua perilaku birokrasi/administrator publik tidak merugikan negara maupun warganegara dan sebaliknya benar-benar memenuhi harapan/memuaskan warganegara, Di banyak negara berkembang, termasuk negara-negara yang sistem pengelolaan sumber daya publik yang masih didominasi pemerintah (negara) maka tanggung jawab penggunaan sumber daya tetap berada di pundak pemerintah yang dalam hal ini adalah birokrasi pemerintah. Betapapun begitu, dalam governance yang menuntut adanya demokratisasi pengelolaan maka sistem pengontrolan menjadi penting agar efek dari semua perilaku birokrasi/administrator publik tidak merugikan negara maupun warganegara dan sebaliknya benar-benar memenuhi harapan/memuaskan warganegara,

Pertanggungjawaban biasanya diartikan sebagai proses antarpribadi yang menyangkut tindakan, perbuatan, atau keputusan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain sehingga ia dapat menerima hak dan wewenang tertentu berikut sanksi yang menjadi konsekuensinya (Wahyudi Kumorotomo, 1992: 175)

Wahyudi Kumorotomo (1992: 184-186) mengemukakan tipe-tipe sistem pertanggungjawaban terdiri dari empat macam, diantaranya sebagai berikut :

a. Pertanggungjawaban Birokratis adalah mekanisme yang secara luas dipakai untuk mengelola kehendak-kehendak lembaga negara. Dengan ancangan ini, kehendak-kehendak administrator publik dikelola melalui pemusatan perhatian kepada prioritas orang-orang yang berada pada puncak hierarki birokrasi. Pada saat yang sama, pengendalian supervisi diterapkan secara intensif pada sebagian besar aktivitas lembaga.

b. Pertanggungjawaban Legal berlandaskan pada keterkaitan antara pengawasan pihak-pihak di luar lembaga dengan anggota-anggota organisasi. Pihak luar tersebut adalah seorang individu atau suatu kelompok yang punya kekuatan untuk membebankan sanksi-sanksi hukum atau menuntut kewajiban-kewajiban formal tertentu. Dalam b. Pertanggungjawaban Legal berlandaskan pada keterkaitan antara pengawasan pihak-pihak di luar lembaga dengan anggota-anggota organisasi. Pihak luar tersebut adalah seorang individu atau suatu kelompok yang punya kekuatan untuk membebankan sanksi-sanksi hukum atau menuntut kewajiban-kewajiban formal tertentu. Dalam

c. Pertanggungjawaban Profesional dicirikan oleh penempatan kontrol atas aktivitas-aktivitas organisasional di tangan para pejabat yang punya kepakaran atau ketrampilan khusus dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Oleh sebab itu, kunci dari sistem pertanggungjawaban profesional adalah diferensiasi keahlian di dalam lembaga tersebut. Konflik sering muncul dari kenyataan bahwa meskipun otoritas senantiasa dikendalikan secara internal oleh lembaga, pranata-pranata profesional dari luar (melalui pendidikan dan standar profesi) mungkin secara tak langsung memengaruhi pembuatan keputusan para pakar dalam lembaga pemerintahan tersebut.

d. Pertanggungjawaban Politis merupakan sistem pertanggungjawaban yang sangat dibutuhkan bagi para administrator di negara-negara demokratis. Jika “pengakuan” (deference) terhadap kemampuan pakar merupakan karakteristik sistem pertanggung jawaban profesional, daya tanggap (responsiveness) terhadap kepentingan publik merupakan karakteristik sistem pertanggungjawaban politis. Kaitan pokok dalam sistem seperti ini menggambarkan bahwa antara seorang wakil rakyat (dalam hal ini administrator publik) dengan warga pemilih (mereka yang merupakan muara pertanggungjawaban).

Menurut Romzek & Dubnick segi-segi pokok yang terdapat dalam tipe-

Tabel 2.1 Pertalian di dalam Sistem Pertanggungjawaban

Tipe Sistem Pertanggungjawaban

Analogi Kaitan (Pengawas/Administrator)

Basis Pertalian

1. Birokratis

Atasan/Bawahan

Supervisi

2. Legal

Pengatur/Pelaksana Pemimpin/Agen

Perwalian (fiduciary)

3. Profesional

Awam/Pakar

Pengakuan atas Keahlian/Kepakaran

4. Politis

Pemilih/Wakil

Daya tanggap terhadap warga pemilih

Sumber : Wahyudi Kumorotomo, 2005: 187 Tampak bahwa lingkup pertanggungjawaban administrasi yang harus dijalankan oleh lembaga-lembaga negara beserta aparaturnya, memang demikian luas. Agar tercipta suatu proses administrasi negara yang adil dan kondisi kerja yang dinamis, pemakaian seluruh aspek sistem pertanggungjawaban secarap proporsional menjadi prasyarat yang sangat penting.

Dalam situasi dimana governancemasih didominasi oleh pemerintah dalam hal penggunaan sumberdaya, pengambilan keputusan dan tindakan kebijakan maka agar governance lebih demokratis, perilaku birokrasi/administrator haruslah terkontrol. Kontrol terhadap perilaku mereka ini dimaksudkan untuk mewujudkan tanggung jawab birokrasi kepada warga negara (Sudarmo, 2011: 124).

Konsep tanggung jawab merupakan hal pokok dalam pemikiran demokratik. Konsep ini tercakup dalam ide bahwa pejabat publik harus berperilaku sesuai dengan standard yang telah ditentukan (Pandji Santosa, 2008: 49). Menurut Darwin (1997) dalam Joko Widodo (2001:147) pertanggungjawaban dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : Akuntabilitas (accountability) , Responsibilitas (responsibility) , dan Responsivitas (responsiveness). Sebagaimana Darwin, Levine (1990) dalam Tjipto Atmoko (2008:3) mengemukakan tiga konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu: Akuntabilitas (accountability) , Responsibilitas (responsibility), dan Responsivitas (responsiveness).

Konsep pertanggungjawaban memang dibedakan menjadi tiga macam seperti yang tersebut diatas. Tetapi konsep akuntabilitas jika mengacu pada pendapatnya Levine (C.H. Levine, B. Guy Peters, F.J. Thomson, 1990:188- 190) akan ditemukan bahwa konsep akuntabilitas/accountability itu sebenarnya mencakup pula konsep responsibilitas/responsibility dan konsep responsivitas/responsiveness.

Tanggung jawab birokrasi kepada warga negara bisa diwujudkan, paling tidak dengan dilaksanakannya kontrol internal dan eksternal secara simultan dan berkesinambungan terhadap perilaku birokrasi/administrator publik. Mengingat warga negara juga menuntut agar birokrasi bisa memenuhi harapan warganegara dalam menyediakan pelayanan kepada mereka, maka indikator yang bisa ditambahkan adalah kualitas pelayanan. Selain itu, seiring Tanggung jawab birokrasi kepada warga negara bisa diwujudkan, paling tidak dengan dilaksanakannya kontrol internal dan eksternal secara simultan dan berkesinambungan terhadap perilaku birokrasi/administrator publik. Mengingat warga negara juga menuntut agar birokrasi bisa memenuhi harapan warganegara dalam menyediakan pelayanan kepada mereka, maka indikator yang bisa ditambahkan adalah kualitas pelayanan. Selain itu, seiring

Berdasarkan penjelasan konsep pertanggungjawaban di atas, penulis menyimpulkan indikator yang dapat dipergunakan untuk menilai pertanggungjawaban birokrasi, diantaranya: 1) responsivitas; 2) responsibilitas; 3) kualitas pelayanan; dan 4) konsistensi.

Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari ke empat indikator tersebut :

1. Responsivitas

Menurut Dwiyanto (1995) dalam Agus Dwiyanto (2002:48), Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Sedangkan Kumorotomo (1996) dalam Dwiyanto (2002:50) berpendapatdaya tanggap (Responsivitas) berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, oraganisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap ini.

publik tanggap terhadap semua tuntutan publik, dan tidak diperkenankan menolak atau mengabaikan semua tuntutan warga negara, kapan saja dan dimana saja. Hanya saja yang menjadi landasan bagi para administrator untuk melayani atau menanggapi semua tuntutan warga negara adalah, apakah warga negara yang menuntut pelayanan birokrasi tersebut secara prosedural atau administratif memnuhi persyaratan yang ditentukan maka ia adalah orang yang eligible untuk dilayani, sehingga tidak ada alasan bagi administrator/pejabat publik untuk menolak tuntutan orang yang “eligible” tersebut. Sehingga tingkat eligibilitas inilah yang digunakan sebagai dasar bagi administrasi untuk memenuhi tuntutan-tuntutan mereka (Sudarmo, 2011: 135-136).

Dalam Ratminto & Atik (2010:180) yang dimaksud dengan responsivitas adalah kemampuan provider untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan customers.

Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator pertanggungjawaban

karena

responsivitas

secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

prosedur pelayanan administrasi dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan tujuan organisasi publik.

2. Responsibilitas

Menurut Charles Levine (1990) dalam Tjipto Atmoko (2008:3) yang dimaksud responsibilitas merupakan pelaksanaan kegiatan organisasi publik yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit atau eksplisit. Responsibilitas dapat dinilai dari analisis terhadap dokumen dan laporan kegiatan organisasi. Penilaian dilakukan dengan mencocokan pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur administrasi dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam organisasi.

Administrator publik dikatakan responsible jika pelakunya memiliki standar profesionalisme dan kompetensi teknis yang tinggi. Untuk bisa menilai terhadap apa yang menjadi sikap, perilaku, dan sepak terjang para administrator publik tadi harus memiliki standar penilaian tersendiri yang sifatnya administratif atau teknis, dan bukan politis. Oleh karena itu, responsibilitas juga sering disebut dengan “subjective responsibility atau administrative responsibility”. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudarmo (2011: 136), dijelaskan bahwa selain harus responsif, seorang administrator yang bertanggung jawab harus “responsible”. Artinya dalam melayani warga negara, ia harus patuh pada nilai-nilai Administrator publik dikatakan responsible jika pelakunya memiliki standar profesionalisme dan kompetensi teknis yang tinggi. Untuk bisa menilai terhadap apa yang menjadi sikap, perilaku, dan sepak terjang para administrator publik tadi harus memiliki standar penilaian tersendiri yang sifatnya administratif atau teknis, dan bukan politis. Oleh karena itu, responsibilitas juga sering disebut dengan “subjective responsibility atau administrative responsibility”. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudarmo (2011: 136), dijelaskan bahwa selain harus responsif, seorang administrator yang bertanggung jawab harus “responsible”. Artinya dalam melayani warga negara, ia harus patuh pada nilai-nilai

Responsibilitas merupakan proses dari penetapan tujuan sampai dengan pencapaian tujuan yang merupakan kinerja dari sebuah organisasi dan bagaimanakah suatu organisasi melaksanakan peraturan yang telah ada dan dibuat mengenai prosedur pelayanannya.

Dengan demikian bentuk responsibilitas KPP Pratama Karanganyar adalah apakah pelaksanaan kegiatan yang menyangkut dengan pelaksanaan program perpajakan sudah sesuai dengan aturan, prosedur, hukum maupun standar yang telah ditetapkan, sehingga tidak ada penyimpangan maupun penyalahgunaan wewenang dalam bidang perpajakan.

3. Kualitas Pelayanan

Birokrasi publik berkecenderungan ingin memberikan pelayanan yang berkualitas seperti yang diharapkan oleh para pemohon/warganegara. Kemampuan mewujudkan pelayanan yang berkualitas menjadi salah satu ukuran bagi sebuah organisasi yang memiliki reputasi atau organisasi yang bertanggung jawab (Sudarmo, 2011: 139).

Dalam memberikan pelayanan umum, birokrasi pemerintah Dalam memberikan pelayanan umum, birokrasi pemerintah

Pelayanan yang berkualitas mencakup tidak hanya kualitas produk atau pelayanan secara spesifik yang diterimakan oleh birokrasi publik kepada warganegara tetapi juga mencakup pembenahan segala sesuatu yang dilakukan oleh organisasi publik secara internal termasuk penyiapan kualitas sumberdaya manusia, penyediaan dana yang memadai, mekanisme pelayanan, budaya kerja, penilaian kinerja pelayanan, kerjasama antar anggota dan sebagainya. Dengan demikian kelak kualitas pelayanan yang dihasilkan merupakan outcome dari semua aktivitas yang terjadi dalam organisasi yang melibatkan semua anggota birokrasi publik, menuntut semua fungsi dan semua birokrat publik harus berpartisipasi dalam proses perbaikan secara berkesinambungan, dan organisasi publik perlu menerapkan sistem kualitas dan mengembangkan budaya kualitas sepanjang masa selama organisasi tersebut dibutuhkan oleh warganegara (Sudarmo, 2011: 139-140).

Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63 Tahun 2003 (dalam Tjiptono, 2003), disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip, yaitu:

1. Kesederhanaan,

yaitu

prosedur/tata

cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.

jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. 3. Kepastian waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalm kurun waktu yang telah ditentukan. 4. Akurasi, yaitu produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. 5. Rasa aman, yaitu proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum 6. Tanggung jawab, yaitu pimpinan penyelenggara pelayanan publik/ pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. 7. Kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). 8. Kemudahan akses, yaitu tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telematika. 9. Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan, yaitu pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan, dan santun, ramah serta memberikan pelayanan yang ikhlas.

10. Kenyamanan, yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah, sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.

Kesepuluh prinsip diatas merupakan hal yang sangat penting untuk diterapkan oleh setiap institusi dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas. Prinsip-prinsip tersebut merupakan suatu bentuk perhatian pemerintah terhadap perbaikan pelayanan publik melihat banyaknya keluhan masyarakat tentang buruknya pelayanan yang diterima dari aparat pelayan publik. Dengan adanya aturan ini, penyelenggaraan pelayanan harus berpedoman pada prinsip-prinsip diatas. Selain itu, prinsip-prinsip tersebut juga akan memberikan kemudahan bagi masyarakat karena berpihak pada kepentingan publik serta menunjuk pada pelayanan yang berkualitas.

Penegakan hukum yaitu kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pengecualian, terutama hukum untuk hak asasi manusia

harus

dilindungi.

Satrio (dalam http://www.goodgovernance.or.id/) menyatakan bahwa penegakan hukum adalah pelaksanaan semua ketentuan hukum dengan konsisten tanpa memandang subjek dari hukum itu.

Keberadaan hukum formal yang mencakup ketentuan-ketentuan tentang hak-hak dan kewajiban pemerintah maupun mekanisme penegakkan dan mekanisme pemecahan masalah akibat ketidaksetujuan terhadap peraturan tersebut dengan cara yang tidak memihak dan adil merupakan hal penting bagi governance karena keadaan seperti merupakan persyaratan bagi akuntabilitas dalam implementasi sebuah kebijakan atau peraturan. Untuk mencapai akuntabilitas, implementasi peraturan tersebut harus predictable dalam arti bahwa peraturan tersebut dilakukan secara konsisten dan adil dalam pelaksanaannya (ADB Asian Development Bank, 2006).

Konsisten adalah tindakan yang dilakukan terus menerus yang disertai dengan tekad yang kuat untuk mencapai tujuan yang jelas (Jacoep Ezra, 2011). Menurut Jacoep Ezra lima hal yang diperlukan agar bisa tercipta konsistensi adalah sebagai berikut:

1. Arah yang tepat dan jelas (punya visi)

2. Komitmen terhadap nilai-nilai

4. Didikan, reward dan punishment

5. Kontrol dan keteladanan Konsistensi pemerintah sangat dibutuhkan dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Dalam memberikan pelayanan yang baik, salah satunya adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip pertanggungjawaban, agar dapat menciptakan kepuasan pelayanan bagi wajib pajak. Didalam sistem penetapan pajak oleh wajib pajak sendiri (self assesment ) yang berlaku sekarang ini maka penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan merupakan wujud penegakan hukum (law enforcement) untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak serta meningkatkan penerimaan pajak negara.

B. Birokrasi

Birokrasi adalah keseluruhan organisasi pemerintah, yang menjalankan tugas-tugas negara dalam berbagai unit organisasi pemerintah di bawah Departemen dan Lembaga-Lembaga Non-Departemen, baik ditingkat pusat maupun didaerah, seperti ditingkat Propinsi, Kabupaten dan Kecamatan, maupun Desa atau Kelurahan (Priyo Budi Santoso, dalam Harbani Pasolong,2007: 67).

Menurut J. B. Kristiadi (dalam Harbani Pasolong 2007: 67), mengatakan bahwa birokrasi adalah merupakan struktur organisasi di sektor pemerintahan, yang memiliki ruang lingkup tugas-tugas sangat luas serta Menurut J. B. Kristiadi (dalam Harbani Pasolong 2007: 67), mengatakan bahwa birokrasi adalah merupakan struktur organisasi di sektor pemerintahan, yang memiliki ruang lingkup tugas-tugas sangat luas serta

Birokrasi sesungguhnya dimaksudkan sebagai sarana bagi pemerintah yang berkuasa untuk melaksanakan pelayanan publik sesuai dengan aspirasi masyarakat. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengoordinasi secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang (Wahyudi Kumorotomo, 1992: 74).

Pryudi Atmosudirdjo (1971) dalam Harbani Pasolong (2007: 67-68), mengemukakan bahwa birokrasi mempunyai tiga arti yaitu:

1) Birokrasi sebagai suatu tipe organisasi. Sebagai suatu tipe organisasi tertentu, birokrasi cocok untuk melaksanakan dan menyelenggarakan suatu macam pekerjaan yang terikat pada peraturan-peraturan yang bersifat rutin, artinya volume pekerjaan besar akan tetapi sejenis dan bersifat berulang-ulang, dan pekerjaan yang memerlukan keadilan merata dan stabil, 2) Birokrasi sebagai sistem, yang artinya adalah suatu sistem kerja yang berdasar atas tata hubungan kerjasama antara jabatan- jabatan (pejabat-pejabat) secara langsung kepada persoalannya dan secara formal serta jiwa tanpa pilih kasih atau tanpa pandang bulu, 3) Birokrasi sebagai jiwa kerja, dalam hal ini merupakan jwa kerja yang kaku, sebab cara bekerjanya seolah-olah seperti mesin, ditambah lagi dengan disiplin kerja yang ketat dan sedikitpun tidak mau menyimpang dari apa yang diperintahkan atasan atau yang telah ditetapkan oleh

Sedangkan birokrasi menurut Almond dan Powel (1996) dalam (HM. Ismail MH, 2009: 64), “The governmental bureaucracy is a group formally organized offices and duties, linked in complex grading subordinatesto the formal roler makers” (Birokrasi pemerintahan adalah sekumpulan tugas dan jabatan yang terorganisasi secara formal berkaitan dengan jenjang yang kompleks dan tunduk pada pembuat peran formal).

Secara lebih detail, Max Weber dalam menguraikan karakteristik yang menjadi tipikal birokrasi modern yang secara garis besar dirumuskan sebagai berikut:

1. Mobilitas yang sistematik dari energi manusia dan sumber daya material untuk mewujudkan tujuan-tujuan kebijakan atau rencana- rencana yang secara eksplisit telah didefinisikan.

2. Pemanfaatan tenaga karier yang terlatih, yang menduduki jabatan- jabatan bukan atas dasar keturunan dan batas-batas yuridiksinya telah ditetapkan secara spesifik.

3. Spesialisasi keahlian dan pembagian kerja yang bertanggungjawab kepada suatu otoritas atau konstitusi. (HM. Ismail MH 2009: 64-65)

Menurut Wahyudi Kumorotomo (1992: 75-77), ciri-ciri pokok dari struktur birokrasi dibagi menjadi 6, diantaranya:

a. Birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan reguler yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, didistribusikan melalui cara tertentu, dan dianggap sebagai tugas resmi.

b. Pengorganisasian kantor mengikuti prinsip hierarkis, yaitu bahwa unit yang lebih rendah dalam sebuah kantor berada di bawah pengawasan dan pembinaan unit unit yang lebih tinggi.

abstrak yang konsisten” dan mencakup juga penerapan aturan-aturan itu dalam kasus-kasus tertentu.

d. Pejabat yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya dengan semangat sine ira et studio (formal dan tidak bersifat pribadi), tanpa perasaan- perasaan dendam dan nafsu dan karena itu tanpa perasaan suka atau tak suka.

e. Pekerjaan dalam organisasi birokratis didasarkan pada kualifikaasi

teknis dan dilindungi dari pemecatan oleh sepihak.

f. Pengalaman menunjukkan bahwa tipe organisasi administratif yang murni berciri birokratis dilihat dari sudut teknis akan mampu mencapai tingkat efisiensi yang tertinggi.