Pengaruh pryda claw nailplate dan perekat terhadap kuat lentur balok kayu pada sambungan miring ( scarf Joint )

PENGARUH PRYDA CLAW NAILPLATE DAN PEREKAT TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU PADA SAMBUNGAN MIRING ( SCARF JOINT )

Adik Kurniawan 2010

Skripsi

Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Motto

“Allah meninggikan orang- orang yang beriman dianta ra kamu dan orang- orang yang berilmu bebera pa deraja t”

( QS. Al Muja dallah )

Akal dan bela jar itu seperti raga dan jiwa , Tanpa raga, jiwa hanyalah udara hampa Tanpa jiwa, jiwa adalah kerangka tanpa makna

( Khalil Gibran)

Ma sa depan tidak terleta k pada orang- orang yang berhati kecil, melainkan pada mereka yang berjiwa besar dan pemberani

( Ronald Rea gen )

Jadik an hari ini lebih baik dari hari kema rin, dan jadikan ha ri esok lebih baik dari hari ini

Jangan tak ut untuk melak ukan kesa lahan, tetapi jadikanlah kesa lahan sebagai jalan menuju keba ikan

Persembahan

Kupersembahka n karyaku ini kepada :

Bapak , Ibu dan adik -a dikku yang tidak henti- hentinya memberikan do’a dan duk ungannya kepadaku.

Teman seperjuangan Andrew, Aries, Waya n, Wa hyoe terima kasih atas kerja sa manya.

Temen temen kampus ku yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu, hanya bisa a ku uca pkan terima kasih atas dukungan dan do’a nya.

ABSTRAK

Adik Kurniawan 2010. “PENGARUH PRYDA CLAW NAILPLATE DAN PEREKAT TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU PADA

SAMBUNGAN MIRING ( SCARF JOINT )”. Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyediaan bentang kayu untuk memenuhi pembangunan saat ini membutuhkan kayu yang cukup panjang dan besar dimensinya, sedangkan panjang kayu yang tersedia di pasaran sangatlah terbatas . Untuk memperoleh kayu dengan bentang yang panjang diperlukan penyambungan. Kegagalan pada suatu struktur yang memakai sambungan sering disebabkan oleh gagalnya sambungan. Oleh karena itu, pada penyambungan kayu perlu diketahui pengaruh jenis sambungan dan alat sambungnya terhadap perilaku mekanikanya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen laboratorium. Dalam penelitian ini menggunakan dua macam benda uji yaitu: benda uji pendahuluan dan benda uji kuat lentur sambungan. Kemudian dari hasil uji pendahuluan dapat digunakan untuk menentukan panjang kritis (Lcr) benda uji kuat lentur. Benda uji kuat lentur meliputi benda uji kuat lentur balok tanpa sambungan dan benda uji balok dengan sambungan miring (scarf joint). Jumlah benda uji kuat lentur adalah 12 buah balok dengan tiga variasi, masing-masing variasi dibuat 3 buah balok uji yaitu Balok Tanpa Sambungan (BTS), Sambungan Miring (scarf joint) variasi 1, 2, dan 3. Pengujian balok dilakukan dengan pembebanan statik untuk kondisi pada jarak sepertiga bentang dari tumpuan (third loading point ). Pembebanan dihentikan apabila balok telah mengalami kerusakan.

Hasil pengujian kuat lentur balok tanpa sambungan diperoleh kuat lentur sebesar 720,20 kg/cm 2 dan modulus elastisitas sebesar 132676,44 kg/cm 2 , sedangkan hasil pengujian kuat lentur sambungan miring (scarf joint) variasi 1, 2, 3 berturut-turut adalah 163,63 kg/cm 2 ; 218,09 kg/cm 2 ; 238,67 kg/cm 2 dan besarnya modulus

2 elastisitas berturut-turut adalah 68918,88 kg/cm 2 ; 80824,67 kg/cm ; 93714,26 kg/cm 2 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa sambungan miring variasi 3 dapat

menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan sambungan miring variasi

1, 2. Peningkatan yang terjadi secara linier tersebut diakibatkan adanya aksi komposit sehingga mengalami transformasi tegangan pada penampang balok.

Kata kunci : sambungan miring (scarf joint), kuat lentur, modulus elastisitas

ABSTRACT

Adik Kurniawan 2010. “THE EFFECT OF PRYDA CLAW NAILPLATE AND ADHESIVE ON THE FLEXIBILITY STRENGTH OF TIMBER

BEAM IN THE SCARF JOINT”. Thesis, Civil Engineering Department of Engineering Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.

Provision of timber to meet the current development requires a long wood and large dimensions, while the length of wood that are available in the market is very limited. To get the wood with long spans are required connection. The failure of a structure with joint is frequently caused by the joint failure. For that reason, in making the wood connection, there should be knowledge about the effect of joint types and the connector on the mechanic behavior.

The method employed in this research was laboratory experimental. The research employed two tested object: introductory and joint flexibility strength tested

objects. The result of preliminary test then can be used for determining the critical length (Lcr) of flexibility strength tested object. The flexibility strength tested

object includes the beam flexibility strength tested object without joint and the one with scarf joint. The number of flexibility strength tested object is 12 timber

beams with three variations, each of which is made into 3 tested beams: Beam Without Connection (BTS), Scarf joint with variation 1, 2, and 3. The beam testing was done with static loading for the condition on the third loading point. The loading was stopped if the beam damages.

The result flexibility testing for beam without connection, the flexibility strength

of 720.20 kg/cm 2 and elasticity modulus of 132676.44 kg/cm , meanwhile the result of beam flexibility testing for scarf joint beam of variations 1, 2, 3 are

2 2 163.63 kg/cm 2 ; 218.09 kg/cm ; 238.67 kg/cm , respectively and the elasticity

2 2 modulus are 68918.88 kg/cm 2 ; 80824.67 kg/cm ; 93714.26 kg/cm , respectively. The use of pryda claw nailplate variation 3 can be concluded that the scarf joint of

variation 3 can become the better alternative than the one of variations 1, 2. The linear increase occurs as a result of composite action so that the strain transformation occurs on the beam plane.

Keywords: scarf joint, flexibility strength, elasticity modulus.

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan karunia, petunjuk, dan hidayah-Nya kepada penyusun sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir yang berjudul “PENGARUH PRYDA CLAW NAIL

PLATE DAN PEREKAT TERHADAP KUAT LENTUR BALOK KAYU PADA SAMBUNGAN MIRING ( SCARF JOINT )”.

Penyusunan tugas akhir ini bertujuan untuk melengkapi salah satu syarat yang harus ditempuh guna meraih gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Melalui penyusunan tugas akhir ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman bagi penyusun sehingga dapat menjadi bekal di kemudian hari.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Segenap Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Segenap Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Non-Reguler Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Purnawan Gunawan, ST, MT selaku dosen pembimbing I yang telah berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Ir.Budi Utomo, MT selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Ir.Sumardi, MD selaku pembimbing akademis.

6. Tim Penguji Pendadaran Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Segenap staf pengajar dan staf administrasi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Semua pihak yang telah berkenan membantu dalam penyusunan tugas akhir ini.

Penyusun menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna serta mempertimbangkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan bersifat dinamis sejalan dengan dinamika pemikiran manusia. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya dan bagi mahasiswa pada khususnya.

Surakarta, Januari 2010

Penyusun

LAMPIRAN ......................................................................................................... xvi

DAFTAR NOTASI

a = Jarak beban terhadap tumpuan ( cm )

b = Lebar balok ( mm )

c // = Gaya desak sejajar serat ( kg/cm )

c  = Gaya desak tegak lurus serat ( kg/cm )

F 2 t // = Gaya tarik sejajar serat ( kg/cm )

F 2 t  = Gaya tarik tegak lurus serat ( kg/cm )

F 2 v // = Gaya geser sejajar serat ( kg/cm )

F 2 v  = Gaya geser tegak lurus serat ( kg/cm )

G = Berat jenis ( gr/cm m 3 )

h = Tinggi balok ( mm )

Momen inersia penampang (mm 4 )

Momen inersia total penampang ( cm 4 )

I T = Momen inersia penampang tertransformasi ( cm 4 ) L cr =

Panjang Kritis ( cm ) L s =

Jarak tumpuan ( cm ) MOE 2 = Modulus Elastisitas ( kg/cm )

MOR 2 = Kuat lentur ( kg/cm ) m

= Kadar air ( % ) m w =

Massa benda uji pada kadar air w ( g ) M maks =

Momen maksimum ( kg.cm )

n = rasio modulus elastisitas bahan ( 2 )

P maks = Beban maksimum ( kg ) q

= Berat sendiri sampel ( kg/cm ) Q

= Momen pertama yang ditinjau terhadap garis netral ( mm 3 )

V w = Volume benda uji pada kadar air w ( cm³ ) W d =

Berat benda uji setelah kering oven ( gram ) W g =

Berat benda uji sebelum dikeringkan ( gram ) y

= Ordinat titik berat ( cm ) 

= Defleksi balok ( cm )  3 = Kerapatan kayu ( kg/m )

Kerapatan pada benda uji pada kadar air w ( g/cm³ )

= Tegangan geser akibat lentur ( kg/cm )

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A :

Berkas Kelengkapan Skripsi

Lampiran B : Hasil Uji Pendahuluan Lampiran C :

Hasil Uji Kuat Lentur Lampiran D :

Hasil Analisa Kuat Lentur dan Modulus Elastisitas Lampiran E :

Gambar Alat Lampiran F :

Gambar Bahan Pengujian Lampiran G :

Dokumentasi Pengujian

Provision of landscape timber to meet the current development requires a long wood and large dimensions, while the length of wood that are available in the market is very limited. To get the wood with long spans are required connection. Failure to wear a connection structure which is often caused by failure of the connection. Therefore, the joining of wood to note the influence of the connection and equipment continued to mechanical behavior.

The method used in this study is the method of laboratory experiments. In this study using two kinds of test objects: a preliminary test objects and test objects strong flexible connection. Then from the results of preliminary tests can be used to determine the critical length (LCR) test object strongly resilient. A strong test of flexible objects include a strong test of flexible objects without a connection block and the block test object with the connection side (scarf joint). Number of flexible objects is a powerful test of 12 fruit blocks with three variations, each variation made 3 pieces of test beams Beam Without Connection (BTS), The Slopes (scarf joint) variation 1, 2, and 3. Beam test carried out by static loading conditions at a third distance from the pedestal landscape (third point loading). Loading was stopped when the beams have been damaged.

Bending strength test results of beams obtained without strong flexible connection of 720.20 kg/cm2 and modulus of elasticity of 132,676.44 kg/cm2, whereas the bending strength test side connection (scarf joint) variation 1, 2, 3, respectively 163 , 63 kg/cm2; 218.09 kg/cm2; 238.67 kg/cm2 and the amount of elastic modulus, respectively 68,918.88 kg/cm2; 80,824.67 kg/cm2; 93,714.26 kg/cm2. So that it can be concluded that the connection side 3 variations can be a better alternative than the side connection variations 1, 2. Increases linearly happens is the result of composite action that transformed the tension in the cross-section beams.

Keywords: connection side (scarf joint), a strong flexible, elastic modulus

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan kayu, baik jumlahnya maupun macam jenisnya, sehingga mudah didapat dan relatif murah harganya. Oleh karena itu, pemakaian kayu untuk konstruksi bangunan ditinjau dari segi ekonomisnya sangatlah menguntungkan.

Kayu merupakan salah satu bahan konstruksi yang mempunyai berat jenis ringan dan proses pengerjaannya dapat dilakukan dengan mudah dan peralatan yang sederhana. Sebagai bahan dari alam, kayu dapat terurai secara sempurna sehingga tidak ada istilah limbah pada konstruksi kayu. Penggunaan kayu kini telah meluas dalam berbagai fasilitas manusia baik itu dalam skala besar maupun kecil. Dalam hal ini terutama ditekankan pada penggunaan kayu dibidang teknik sipil, yaitu untuk bangunan gedung, jembatan, pelabuhan atau perumahan sebagai bahan utama maupun pelengkap.

Penebangan hutan secara liar di Indonesia (Illegal-logging), berakibat semakin berkurang pula persediaan kayu dengan kualitas baik, berdimensi besar dan panjang, bahkan kalaupun ada harganya terlalu mahal. Sehingga ini menimbulkan suatu pemikiran bagaimana kita bisa memanfaatkan dan meningkatkan kualitas kayu yang tersedia saat ini guna memenuhi kebutuhan tersebut

Penyediaan bentang kayu untuk memenuhi pembangunan saat ini membutuhkan kayu yang cukup panjang dan besar dimensinya, sedangkan panjang kayu yang tersedia di pasaran sangatlah terbatas. Masalah bentang kayu yang cukup panjang ini dapat diatasi dengan menyambung beberapa kayu menjadi satu kesatuan bentang yang utuh dan panjang sesuai dengan bentang kayu yang direncanakan sehingga masalah tersebut dapat teratasi. Pada umumnya bentang kayu yang panjang memiliki satu, dua bahkan lebih sambungan, padahal sambungan itu Penyediaan bentang kayu untuk memenuhi pembangunan saat ini membutuhkan kayu yang cukup panjang dan besar dimensinya, sedangkan panjang kayu yang tersedia di pasaran sangatlah terbatas. Masalah bentang kayu yang cukup panjang ini dapat diatasi dengan menyambung beberapa kayu menjadi satu kesatuan bentang yang utuh dan panjang sesuai dengan bentang kayu yang direncanakan sehingga masalah tersebut dapat teratasi. Pada umumnya bentang kayu yang panjang memiliki satu, dua bahkan lebih sambungan, padahal sambungan itu

Dalam menyusun suatu sambungan konstruksi bangunan kayu umumnya terdiri dari dua batang kayu atau lebih yang saling disambungkan satu sama lain, sehingga menjadi satu batang kayu yang panjang. Sambungan dapat berupa batang mendatar maupun tegak lurus. Sambungan panjang mendatar umumnya digunakan untuk menyambung balok gording, balok tembok, balok bubungan dan sebagainya, sedangkan sambungan tegak lurus biasanya digunakan untuk menyambung tiang-tiang penyangga. Sambungan kayu ada beberapa macam misalnya sambungan tegak (scarf joint), sambungan miring (scarf joint), sambungan jari (finger joint). Dalam penelitian ini hanya meninjau untuk jenis sambungan mendatar yaitu sambungan miring (scarf joint)

Sambungan pada konstruksi bangunan baik itu beton, baja maupun kayu merupakan hal penting yang harus diperhatikan pada konstruksi tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian ini diharapkan dapat diketahui pengaruh dari jumlah alat sambung kayu terhadap kuat lenturnya dan keefektifan dari sambungan miring (scarf joint) dengan perekat penol epoxy, yang mana pada penelitian terdahulu hanya menggunakan penol epoxy menghasilkan kekuatan yang masih lemah sehingga diperlukan perkuatan menggunakan pryda jenis claw nailplate serta perekat penol epoxy.

1.2 Rumusan Masalah

Kebutuhan akan kayu dengan bentang yang panjang memerlukan suatu sambungan dengan kekuatan yang tinggi, maka perlu dilakukan penelitian Kebutuhan akan kayu dengan bentang yang panjang memerlukan suatu sambungan dengan kekuatan yang tinggi, maka perlu dilakukan penelitian

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Kayu yang digunakan yaitu kayu kruing, dengan perbandingan kemiringan benda uji 1b:4h.

b. Alat sambung yang digunakan adalah plat pryda jenis claw nailplate dengan tipe 6C2, dengan panjang 15,42 cm, dan lebar 5,14 cm, tebal 0,1 cm, dan perekat penol epoxy.

c. Jenis sambungan konstruksi yang digunakan adalah sambungan miring (scarf

joint)

d. Dimensi pengujian kuat lentur sambungan scarf joint dengan tampang ( 6 cm x 10 cm x 220 cm ).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang didapat dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui besarnya nilai kuat lentur kayu kruing uji sambungan miring (scarf joint) dengan menggunakan plat pryda jenis claw nailplate serta perekat penol epoxy .

b. Mengetahui hambatan yang mungkin terjadi dalam penyambungan kayu tersebut dengan menggunakan plat pryda jenis claw nailplate.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat Teoritis:

Dapat mengetahui pengaruh sifat mekanik kayu kruing berupa kuat lentur dari sambungan miring (scarf joint), menggunakan plat pryda jenis claw nailplate, dengan perekat penol epoxy.

b. Manfaat Praktis: Memberikan alternatif pertimbangan dari sambungan miring (scarf joint) menggunakan plat pryda jenis claw nailplate khususnya dalam penyediaan bentang yang ada.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 TINJAUAN PUSTAKA

Peningkatan pembangunan dibidang prasarana fisik di Indonesia mengakibatkan semakin meningkat pula penggunaan bahan kayu. Ditinjau dari segi struktur, bangunan kayu lebih aman terhadap bahaya gempa dan ditinjau dari segi arsitektur, bangunan kayu mempunyai nilai estetika yang tinggi. Disamping itu kayu sebagai bahan yang dapat diperbaharui. Kayu juga menjadi bahan bangunan yang relatif ekonomis.

Kayu merupakan hasil hutan dan sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk digunakan sesuai dengan kemajuan teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak terdapat pada bahan-bahan lain, diantaranya memiliki kekuatan tarik dan kekuatan tekan yang hampir seimbang, kayu mudah dibentuk dan dapat diperoleh dimana saja (Dumanauw, 1990).

Menurut Benny Puspantoro (2002), kayu sebagai bahan bangunan mempunyai sifat yang menguntungkan dan merugikan. Sifat yang menguntungkan dari kayu adalah antara lain: Menurut Benny Puspantoro (2002), kayu sebagai bahan bangunan mempunyai sifat yang menguntungkan dan merugikan. Sifat yang menguntungkan dari kayu adalah antara lain:

b. Mudah dikerjakan tanpa alat-alat berat khusus, misalnya mudah dipotong, dihaluskan, diukir ataupun disambung sabagai suatu konstruksi.

c. Bentuknya indah alami sehingga sering diexpose serat-seratnya sebagai hiasan ruang.

d. Isolasi panas, sehingga rumah yang banyak menggunakan bahan kayu akan terasa sejuk nyaman.

e. Tahan zat kimia, seperti asam atau garam dapur.

f. Ringan, mengurangi berat sendiri dari bangunan, sehingga dapat menghemat ukuran fondasinya.

g. Serba guna, artinya dapat dipakai sebagai konstruksi bangunan, seperti kuda- kuda atap, langit-langit, pintu jendela, tiang atau dinding, selain itu dapat juga untuk alat bantu kerja sementara seperti bekesting untuk cor beton, bouwplank, tangga kerja dan lain sebagainya.

Sedangkan sifat yang merugikan dari kayu yaitu antara lain:

a. Mudah terbakar dan menimbulkan api, sehingga rumah yang banyak memakai bahan kayu kalau terbakar sulit dipadamkan karena api mudah menjalar dari satu tempat ke tempat lainnya melalui bahan kayu ini.

b. Kekuatan dan keawetan kayu sangat tergantung dari jenis dan umur pohonnya, sedang kayu yang ada diperdagangan sulit ditaksir umurnya.

c. Cepat rusak oleh pengaruh alam, hujan/air menyebabkan kayu cepat lapuk, panas matahari menyebabkan kayu retak-retak.

d. Dapat dimakan serangga-serangga kecil sepertai rayap, bubuk dan kumbang.

e. Dapat berubah bentuknya, menyusut atau memuai, tergantung kadar air yang dikandungnya. Bila kandungan airnya banyak kayu akan memuai, sebaliknya kalau kering kayu akan menyusut.

Penggunaan kayu dalam pembuatan rumah atau bangunan besar lainnya sering dibutuhkan kayu berukuran panjang ( lebih dari 4m ), dimana bahan tersebut jarang terdapat dipasaran tempat penjualan kayu. Untuk memperoleh kayu yang berukuran panjang diperlukan sambungan. Dengan adanya teknik sambungan Penggunaan kayu dalam pembuatan rumah atau bangunan besar lainnya sering dibutuhkan kayu berukuran panjang ( lebih dari 4m ), dimana bahan tersebut jarang terdapat dipasaran tempat penjualan kayu. Untuk memperoleh kayu yang berukuran panjang diperlukan sambungan. Dengan adanya teknik sambungan

Menurut Wirjomartono (1976), Dengan adanya alat sambung baru, disamping dapat menghemat pemakaian kayu juga dapat dibuat bangunan-bangunan besar seperti kuda-kuda untuk pabrik, gedung dan bangunan-bangunan lain yang memerlukan bentangan kayu yang panjang. Kayu sebagai bahan konstruksi harus bersifat baik dengan ketentuan bahwa segala sifat dan kekurangan yang berhubungan dengan pemakaiannya sebagai bahan konstruksi tidak akan mengurangi nilai konstruksi. Kekuatan kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti angka kerapatan, penyimpangan arah serat, cacat karena retak kayu atau mata kayu, kadar air serta beban (Yuni Maryati, 2008).

2.1.1. Sifat - Sifat Kayu

2.1.1.1 Sifat Fisik Kayu

a. Kadar air

Kadar air kayu adalah banyaknya air yang ada di dalam sepotong kayu dinyatakan sebagai prosentase dari berat kayu kering oven, banyaknya kandungan air pada kayu bervariasi tergantung dari suhu dan kelembaban udara di sekitarnya dan tergantung dari jenis kayu. Semua sifat fisik kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu, oleh karena itu dalam penggunaan kayu sebagai bahan baku bangunan perlu diketahui kandungan kadar airnya (Dumanauw, 1990).

Berikut ini diberikan daftar kadar air yang cocok untuk bermacam-macam konstruksi yang tertera pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Kadar air yang cocok untuk bermacam-macam konstruksi

Konstruksi

Kadar Lengas

Alat-alat pertanian, jembatan, pagar-pagar dan sebagainya. 18% Meja kursi untuk kebun, kuda-kuda yang terlindung

16% Perkakas rumah seperti tempat tidur, meja, kursi dan

12% sebagainya

Sumber: Suwarno Wiryomartono 1976

b. Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah perbandingan berat kayu terhadap volume air yang sama dengan volume kayu tersebut dengan menggunakan berat kayu kering sebagai dasar. Faktor tempat tumbuh dan iklim, letak geografis dan spesies dapat berpengaruh terhadap berat jenis, demikian pula letak bagian kayunya berpengaruh terhadap berat jenis kayu (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), kemungkinan kondisi kayu yang dipakai untuk menyatakan berat jenis adalah:

a. Volume basah, yaitu volume dimana dinding sel sama sekali basah atau jenuh dengan air atau berada pada kondisi titik jenuh serat atau di atasnya.

b. Volume pada keadaan seimbang, yaitu kayu pada kondisi kadar air di bawah titik jenuh serat.

c. Volume kering tanur, yaitu kondisi berat konstan setelah dikeringkan dalam tanur pada suhu ± 103°C.

Berdasarkan berat jenisnya, jenis-jenis kayu digolongkan kedalam kelas-kelas sesuai Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Hubungan antara berat jenis kayu dengan kelas berat kayu

Kelas Berat Kayu Berat Jenis

Sangat berat Lebih besar dari 0,90 Berat

0,75 - 0,90 Agak berat

0,60 - 0,75 Ringan

Lebih kecil dari 0,60

Sumber: Dumanauw J.F. (1990)

c. Higroskopik

Kayu mempunyai sifat higroskopik, yaitu dapat menyerap atau melepaskan air atau kelembaban. Suatu petunjuk, bahwa kayu sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu disekitarnya. Yang termasuk dalam sifat higroskopik kayu adalah kadar lengas dan kembang susut kayu (Dumanauw,1990).

d. Keawetan Kayu

Keawetan alami ialah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk, cacing laut dan makhluk lainnya yang diukur dengan jangka waktu tahunan (Dumanauw,1990).

Di Indonesia kelas keawetan kayu dapat dibagi dalam lima kelas. Kelas awet kayu yang penting adalah seperti yang terdapat pada Tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Klasifikasi keawetan kayu di Indonesia

Kelas awet

I II III

IV V

a. Selalu berhubungan dengan 8 5 3 sangat sangat tanah lembab

tahun

tahun

tahun pendek pendek

20 15 10 beberapa sangat dan iklim tetapi dilindungi

b. Hanya terbuka terhadap angin

tahun tahun pendek terhadap pemasukan air dan kelemasan

tahun tahun

sangat beberapa pendek berhubungan

c. Dibawah atap tidak

tak

tak

tahun dengan tanah lembab dan dilindungi terhadap kelemasan

terbatas terbatas lama

20 20 dipelihara yang baik ,selalu

d. Seperti diatas (c) tetapi

terbatas terbatas terbatas tahun tahun dicat dan sebagainya

e. Serangan oleh rayap

tidak jarang

sangat sangat cepat

agak

cepat cepat

f. Serangan oleh bubuk kayu

tidak hampir tidak sangat kering

tidak

berarti cepat Sumber: Oey Djoen Seng (1951) LPHH-Bogor

tidak

2.1.1.2 Sifat Mekanik Kayu

Sifat-sifat mekanik kayu atau kekuatan kayu adalah kemampuan kayu untuk menahan muatan dari luar. Muatan dari luar ialah gaya-gaya di luar benda yang mempunyai kecenderungan untuk mengubah bentuk dan besarnya benda.

Sifat-sifat mekanik kayu yang penting adalah seperti yang terdapat pada Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Sifat-sifat mekanik kayu yang penting

Sifat-sifat Bagaimana atau dimana sifat ini penting

A. sifat Kekuatan

Kekuatan lentur Menentukan beban yang dapat dipikul suatu gelagar

Kekuatan tekan sejajar serat Menentukan beban yang dapat dipikul suatu tiang atau pancang yang pendek Kekuatan tekan tegak lurus Penting

rancangan sambungan- serat

dalam

sambungan antara suku-suku kayu dalam suatu bangunan dan pada penyangga gelagar

Kekuatan tarik sejajar serat Penting untuk suku bawah (busur) pada penopang kayu dan dalam

rancangan sambungan antara suku-suku bangunan Kekuatan geser sejajar serat

Sering menentukan kapasitas beban yang dapat dipikul oleh gelagar pendek

B. Sifat Elastik

Modulus elastisitas Ukuran ketahanan terhadap pembengkokan, yaitu berhubungan langsung dengan kekakuan gelagar juga suatu faktor untuk kekuatan atau tiang panjang

Sumber: US. Forest Products Laboratory (1974)

Dalam Wiryomartono (1976), karena kayu bersifat anisotrop maka sifat mekaniknya ke berbagai arah serat berbeda, antara lain disebutkan: Dalam Wiryomartono (1976), karena kayu bersifat anisotrop maka sifat mekaniknya ke berbagai arah serat berbeda, antara lain disebutkan:

b. Kayu lebih kuat mendukung gaya desak sejajar serat daripada desak menurut

arah tegak lurus serat (F c // > F c  ).

c. Kayu lebih kuat mendukung gaya tarik daripada gaya desak pada arah sejajar

serat (F t // > F c // ).

d. Kayu lebih kuat mendukung gaya geser tegak lurus arah serat daripada geser

searah arah serat ( F v >F v // ).

e. Kayu mempunyai dukungan lentur yang lebih besar daripada dukungan desak.

Adapun sifat-sifat mekanik yang ditinjau dalam penelitian ini, yaitu:

a. Kuat Lentur

Dumanauw (1990), menyebutkan bahwa kuat lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban-beban mati maupun hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut.

Terdapat 2 (dua) macam kekuatan lentur yaitu : 1). Kekuatan lentur statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya

secara perlahan-lahan.

2). Kekuatan lentur pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya

secara mendadak

b. Modulus elastisitas

Modulus elastisitas adalah nilai yang mengukur hubungan antara tegangan dengan regangan pada batas sebanding dan menggambarkan fleksibilitas dan kekakuan. Semakin tinggi nilai modulus elastisitas, maka kayu akan lebih kaku dan sebaliknya semakin rendah nilai modulus elastisitasnya maka kayu akan lebih Modulus elastisitas adalah nilai yang mengukur hubungan antara tegangan dengan regangan pada batas sebanding dan menggambarkan fleksibilitas dan kekakuan. Semakin tinggi nilai modulus elastisitas, maka kayu akan lebih kaku dan sebaliknya semakin rendah nilai modulus elastisitasnya maka kayu akan lebih

2.1 berikut.

Tegangan

Keruntuhan Batas S ebanding

R egangan

Gambar 2.1 Kurva tegangan dan regangan bahan kayu dengan gaya aksial sejajar serat ( Edlund, 1995 )

Modulus elastisitas merupakan sifat elastis kayu yang penting sebagai ukuran ketahanan terhadap perpanjangan apabila kayu mengalami tarikan, atau pemendekan apabila kayu mengalami tekanan selama pembebanan berlangsung dengan kecepatan pembebanan konstan. Dalam hal ini yang menjadi tolak ukur adalah besaran modulus elastisitas.

2.1.1.3 Sifat Kimia Kayu

Komponen kimia di dalam kayu mempunyai arti yang penting, karena menentukan kegunaan suatu jenis kayu dan digunakan untuk membedakan jenis- jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal ketahanan kayu terhadap serangan makhluk pengrusak kayu. Selain itu dapat pula menentukan pengerjaan dan pengolahan kayu, sehingga didapat hasil yang maksimal (Dumanauw,1990).

Pada umumnya komponen kimia kayu daun lebar dan kayu daun jarum terdiri dari

3 unsur :

1) Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa.

2) Unsur non-karbohidrat terdiri dari lignin.

3) Unsur yang diendapkan dalam kayu selama pertumbuhan dinamakan zat ekstraktif.

2.1.2 Mutu Kayu

Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Struktur Kayu untuk Bangunan Gedung (SNI Kayu 2002), cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu adalah seperti yang terdapat pada Tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu Macam Cacat

Kelas Mutu C Mata kayu: Terletak di muka

Kelas Mutu A

Kelas Mutu B

1/2 lebar kayu lebar Terletak di muka 1/8 lebar kayu

1/6 lebar kayu

1/4 lebar kayu

1/4 lebar kayu sempit

1/6 lebar kayu

Retak 1/5 tebal kayu

1/6 tebal kayu

1/6 tebal kayu

Pinggul 1/10 tebal atau

1/4 tebal atau lebar kayu

1/6 tebal atau

lebar kayu

lebar kayu

Arah serat

Saluran damar 1/5 tebal kayu

1/2 tebal kayu eksudasi tidak diperkenankan

2/5 tebal kayu

Gubal Diperkenankan

Diperkenankan

Diperkenankan

Lubang serangga Diperkenankan

Diperkenankan asal terpencar dan asal terpencar dan asal terpencar dan ukuran dibatasi

Diperkenankan

ukuran dibatasi dan tidak ada

ukuran dibatasi

dan tidak ada tanda - tanda

dan tidak ada

tanda - tanda serangga hidup

tanda - tanda

serangga hidup

serangga hidup

Cacat lain (lapuk, Tidak

Tidak hati rapuh, retak diperkenankan

Tidak

diperkenankan

diperkenankan diperkenankan

Sumber: Tata Cara Perencanaan Struktur Kayu Untuk Bangunan Gedung ( SNI Kayu 2002 )

Berdasarkan penggolongan kelas kuat atau mutu kayu secara masinal ( grading machine ) pada kandungan air standar 15% menurut SNI-3- 2002 dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6 Nilai kuat acuan (Mpa) berdasarkan atas pemilihan secara masinal pada kadar air 15% Kode

Kuat Kuat tekan mutu

Modulus

Kuat

Kuat tarik

Kuat tekan

Elastisitas

Geser Tegak lurus Lentur

Lentur

sejajar serat sejajar serat

F b F t// F c// F v Serat E w F c  E26

2.1.3 Sambungan Kayu

Sambungan kayu adalah dua bentang atau lebih yang saling disambung satu sama lain, sehingga menjadi batang kayu yang panjang. Sambungan dapat berupa batang mendatar maupun tegak lurus. Menurut Benny Puspantoro (2002), untuk mendapatkan sambungan yang kuat dan awet, maka cara mengerjakan sambungan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Kayu yang akan disambung harus merupakan pasangan yang pas, artinya tidak boleh terlalu longgar, karena akan mudah lepas atau bergeser, dan juga tidak boleh terlalu kencang atau sempit, karena kalau dipaksakan akan ada bagian yang rusak atau pecah.

b. Cara mengerjakan sambungan kayu tidak boleh sampai merusak kayu, misal: tidak boleh dipukul secara langsung tetapi diberi bantalan pelindung, salah gergaji akan mengurangi luas penampang kayu.

c. Sebelum kedua kayu yang akan disambung disatukan, lebih dahulu bidang- bidang sambungannya diberi cairan pengawet agar tidak mudah lapuk, karena biasanya daerah sambungan mudah dimasuki air dan air yang tertinggal akan menyebabkan pelapukan.

d. Sambungan kayu diusahakan agar terlihat dari luar, untuk memudahkan kontrol dan perbaikan.

Sambungan kayu juga mengalami suatu gaya, maka bentuk sambungan biasanya disesuaikan dengan gaya yang akan dialami oleh sambungan tersebut. Gaya-gaya yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

a. Gaya tarik Bila yang bekerja gaya tarik maka sambungan kedua batang kayu tersebut harus saling mengait agar tidak mudah lepas (misal pada sambungan miring berkait atau ekor burung ).

b. Gaya desak Bila yang bekerja gaya desak maka diusahakan agar permukaan batang yang disambung saling menempel rapat (misal pada sambungan lurus tekan).

c. Gaya puntir

Bila ada gaya puntir maka sambungan kedua batang harus saling mencengkeram agar tidak mudah terjungkit lepas ( misal pakai sambungan takikan lurus rangkap untuk tiang, sambungan purus dan lobang untuk sambungan sudut ).

d. Gaya lintang dan monen Gaya lintang menyebabkan sambungan akan saling bergeser, momen akan menyebabkan suatu lenturan, maka sambungan harus kuat dan halus (misal pakai sambungan pengunci).

2.1.4. Macam Penggunaan Kayu

Penggunaan kayu untuk suatu tujuan pemakaian tertentu tergantung dari sifat-sifat kayu yang bersangkutan dan persyaratan teknis yang diperlukan. Jenis-jenis kayu yang mempunyai persyaratan untuk tujuan pemakaian tertentu antara lain dapat dikemukan sebagai berikut :

a. Bangunan (konstruksi) Persyaratan teknis : kuat, keras, berukuran besar dan mempunyai keawetan

alam yang tinggi. Jenis kayu : balau, bangkirai, belangeran, cengal, giam, jati, kapur, kempas,

keruing, lara, rasamala.

b. Veneer biasa Persyaratan teknis : kayu bulat berdiameter besar, bulat, bebas cacat dan

beratnya sedang. Jenis kayu : meranti merah, meranti putih, nyatoh, ramin, agathis, benuang.

c. Industri kertas Persyaratan teknis : lunak, mudah dikerjakan. Jenis kayu : bambu, cemara, firs, pinus dan tumbuhan berdaun jarum lainnya.

d. Mebel Persyaratan teknis : berat sedang, dimensi stabil, dekoratif, mudah dikerjakan,

mudah dipaku, dibubut, disekrup, dilem dan dikerat.

Jenis kayu : jati, eboni, mahoni, rengas, ramin, meranti, sonokeling.

2.1.5 Alat Sambung

Alat sambung adalah bahan untuk penyatukan dua buah permukaan bahan dengan ikatan pada permukaan bahan menggunakan bermacam-macam alat sambung. Berdasarakan jenisnya alat penyambung dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Perekat :

1) Perekat alam, contoh perekat alam seperti:glutin dan gassein.

2) Perekat sintesis terdiri dari :

a) PVA-resinoid dispersion atau lem putih.

b) Perekat kondensasi, terdiri dari cairan dan zat pengeras

3) Epoxy –Resin

4) Perekat kontak

5) Perekat Termoplastis, yaitu : Cellulose Adhesive, Acrylie Resin Adhesive, Polyvinyl Adhesive .

6) Perekat Termosetting, yaitu Urea Formaldehyde Resin, Phenolic Resin, Resorsiol Resin.

b. Sambungan paku, keuntungan paku sebagai alat sambung : 1). Efisiensi sambunganya cukup besar. 2). Perlemahan kayu akibat sambungan relatif kecil. 3). Cepat dalam perkerjaan. 4). Tidak membutuhkan tenaga ahli. 5). Harga paku relatif murah.

c. Sambungan baut Baut banyak dipakai sebab mudah dalam pelaksanaanya, tersedia banyak ukuran,

mudah didapat, dan dapat dibongkar pasang. Kelemahan baut adalah efisiensinya rendah dan deformasi besar.

d. Sambungan gigi, bila pada kuda-kuda konvensional umum dipakai sambungan gigi, maka pada kuda-kuda konstruksi saat ini menggunakan paku atau pelat baja penyambung (pelat konektor) yang lain. Banyak ragam pelat paku dan d. Sambungan gigi, bila pada kuda-kuda konvensional umum dipakai sambungan gigi, maka pada kuda-kuda konstruksi saat ini menggunakan paku atau pelat baja penyambung (pelat konektor) yang lain. Banyak ragam pelat paku dan

2.1.6 Pengertian Plat Pryda

Pryda didirikan pada tahun1964 di Australia, Pryda Australia merupakan publik yang bergerak dalam rekayaasa pembuatan dan penggunaan alat sambung kayu yang terbuat dari logam dengan fokus penggunaannya pada bangunan prefabrikasi serta keperluan industri yang lain. Salah satu inovasi hasil produksinya adalah claw nail plate , yaitu lempengan pelat baja dimana gerigi sebagai pengikatnya.

Dalam Pryda Training Manual (2008), ukuran pryda claw nailplate untuk sambungan batang kayu lurus tersedia dalam 30 ukuran, yang disajikan dalam bentuk kode angka dan huruf. Misalnya 4C3 ; 4 (empat) menyatakan panjang 4 inch ; C merupakan kode dari claw nailplate ; dan 3 (tiga) menyatakan lebar 3 inch.

Keunggulan dari pelat ini adalah :

a. Tidak mengurangi luasan kayu karena menggunakan gerigi sebagai pengikat, Sehingga perlemahan akibat sambungan relatif kecil, dan dapat diabaikan.

b. Beban pada penampang lebih merata.

c. Mempunyai kekuatan tinggi karena terbuat dari bahan baja.

d. Tahan lama dan tidak memerlukan perawatan khusus.

2.1.7 Penol - Epoxy

Perekat penol epoxy diproduksi oleh PT. Henkel Indonesien.cimanggis, Depok Indonesia. Penol Epoxy terdiri dari dua macam komponen yaitu komponen perekat (resin) dan komponen pengeras (hardener). Komponen resin adalah cairan bening tidak berbau, lebih cair dibandingakan dengan komponen hardener. komponen hardener adalah cairan berwarna kuning transparan liat.

Keunggulan dari perekat ini adalah :

a. Lem ini tidak menyusut dan mengisi rongga-rongga pada sambungan (gapfill).

b. Kekuatan bahan ini melebihi dari kekuatan bahan yang menempel.

c. Tahan terhadap air dan beberapa bahan kimia lain seperti alkohol, alkali, asam.

2.1.8 Sambungan Miring ( Scarf Joint )

Sambungan miring (scarf joint) pada umumnya merupakan sambungan yang digunakan untuk balok panjang yang akan menerima gaya lentur.

Menurut Pandhi Cahyadi (2008). Dari hasil pengujian kuat lentur sambungan miring (scarf joint) 1:1, 1:2, 1:4 berturut-turut adalah: 64,138 kg/cm 2 ; 95,843

kg/cm 2 ; 224,027 kg/cm 2 . dan besarnya modulus elastisitas berturut-turut adalah :

2 2 82328.40 kg/cm 2 ; 85957,94 kg/cm ; 86110,23 kg/cm . Berdasarkan hasil pengujian disimpulkan bahwa sambungan miring 1:4 menjadi alternatif yang lebih

baik dibandingkan dengan sambungan miring 1:1, sambungan miring 1:2.

2.1.9 Sambungan Plat

Sambungan balok yang mendukung lenturan dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara:

a. Plat-plat sambung di atas dan bawah Dengan cara ini apabila balok mendukung beban sehingga terjadi momen lentur, maka plat yang berada di atas akan mengalami tegangan desak sedangkan plat di bawah mengalami tegangan tarik. Tegangan tarik yang timbul akibat mendukung momen luar akan menyebabkan timbul gaya tarik sejajar serat, sedangkan tegangan desak akan menimbulkan gaya desak.

b. Plat-plat sambung di samping Luas penampang plat sambung yang diletakkan di samping harus lebih besar dari luas penampang balok yang disambung. Hal ini dimaksudkan agar plat- plat sambung tersebut mampu memberikan daya dukung momen yang lebih besar daripada momen yang didukung balok di tempat sambungan. Pada balok rangkap tidak diijinkan hanya menggunakan satu plat sambung diantara dua bagian saja.

2.2 LANDASAN TEORI

2.2.1 Kriteria Perencanaan Balok

Berdasarkan teori mekanika untuk tegangan geser balok tampang segi empat yang dibebani gaya tranversal statik akan timbul tegangan dan regangan internal. Sebagai bentuk perilaku perlawanan balok (Timoshenko dan Gere,1996).

Untuk mencari besarnya kuat lentur perlu diperhatikan momen yang terjadi pada saat pembebanan. Gambar 2.2 berikut menggambarkan momen yang terjadi pada saat pembebanan.

Mmax = 1/6 pl

SFD

Gambar 2.2. Kondisi pembebanan

Sedangkan pada Gambar 2.3 berikut menggambarkan distribusi tegangan.

Gambar 2.3 Distribusi tegangan

Perhitungan kesetimbangan statis balok bertumpu sederhana untuk kondisi pembebanan seperti pada Gambar 2.2 menggunakan Persamaan (2.1) dan (2.2 ) :

R A =D A = 1/2P dan R B =D B 1/2P …………………….…………….…….... (2.1)

M maks = 1/6 P. l ….…………………………..………………………….……...(2.2)

Hubungan tegangan-regangan terhadap perilaku balok yang dibebani beban dengan arah tranversal sumbu longitudinal diperoleh Persamaan (2.3) s/d (2.6) :

M .  y  ………………………………………………………………….….(2.3)

P . 1 / 3 L  ………………………………………………………………...(2.4) y

V .  Q  …………………………………………………………..……….…(2.6)

I . b dengan:

σ = tegangan normal akibat lentur (MPa) M = momen lentur (Nmm) y = jarak titik tinjau dalam penampang terhadap garis netral tampang (mm)

3 I = momen inersia penampang (1/12 bh 4 ) (mm ) τ = tegangan geser akibat lentur (MPa)

Q = momen pertama pada kedalaman yang ditinjau terhadap garis netral (mm 3 )

2 = b . ½ h . ½ y = b ½ h . ¼ h = 1/8 b h

b = lebar balok (mm)

2.2.2 Panjang Kritis Balok

Panjang kritis balok akan terjadi kegagalan lentur dan geser secara bersamaan pada kondisi pembebanan terpusat dengan jarak 1/3 dari jarak tumpuan, maka perhitungan ditentukan dengan Persamaan 2.7

6 .  . h L cr 

8 .  dengan : L cr

= panjang kritis balok terjadi lentur dan geser (mm) σ = tegangan lentur (MPa)

h = tinggi balok (mm) τ = tegangan geser (MPa)

2.2.3 Kadar Air

Kadar air kayu adalah banyaknya air yang ada didalam sepotong kayu dinyatakan sebagai prosentase dari berat kayu kering oven. Kadar air dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.8 :

d m   x 100 % ...............………………………………....…..............(2.8)

d Dengan: m = kadar air benda uji (%) Wg = berat benda uji sebelum dikeringkan (gram) Wd = berat benda uji setelah kering oven (gram)

2.2.4 Berat Jenis

Berat jenis kayu adalah perbandingan berat kayu terhadap volume air yang sama dengan volume kayu tersebut dengan menggunakan berat kayu kering sebagai dasar. Faktor tempat tumbuh dan iklim, letak geografis dan spesies dapat berpengaruh terhadap berat jenis, demikian pula letak bagian kayunya berpengaruh terhadap berat jenis kayu.

Berdasarkan SNI 3 (2002), berat jenis kayu dapat dihitung dengan Persamaan 2.9 sebagai berikut:

Berat jenis (G m )=

1000 ( 1  m / 100 ) 

W g Dimana :  

3 Dengan: 3  = kerapatan kayu (kg/m ) V

g = volume kayu basah (cm ) W g = berat kayu basah (kg) m = kadar air sampel (%)

2.2.5 Kerapatan

Kerapatan adalah perbandingan berat kadar air awal dengan volume. Berdasarkan SNI 3 (2002), kerapatan dapat dihitung menggunakan Persamaan 2.10.

= m w

Dengan:  w

= kerapatan pada benda uji pada kadar air w (g/cm³) m w = berat benda uji pada kadar air w (g)

V w = volume benda uji pada kadar air w (cm³)

2.2.6 Modulus Elastisitas

Modulus elastisitas merupakan sifat elastis kayu yang penting sebagai ukuran ketahanan terhadap perpanjangan apabila kayu mengalami tarikan, atau pemendekan apabila kayu mengalami tekanan selama pembebanan berlangsung dengan kecepatan pembebanan konstan. Dalam hal ini yang menjadi tolak ukur adalah besaran modulus elastisitas.

Nilai modulus elastisitas (MOE) terpusat di tengah bentang dapat dihitung dengan Persamaan 2.11.

dengan : MOE = modulus elastisitas (MPa) P

= beban maksimum (N) L

= panjang balok (mm)

δ = lendutan balok (mm)

I = momen inersia (mm 4 )

Mmax 1/6PL

Gambar 2.4 Pengujian Modulus Elastisitas

Pada Gambar 2.4 terlihat bahwa defleksi maksimum terjadi di tengah bentang dan untuk mencari modulus elastisitas berdasarkan defleksi maksimum, sehingga modulus elastisitas dapat dicari menggunakan Persamaan 2.12.

Modulus Elastisitas (E)  

(kg/cm2) .............(2.12)

Dengan: P

= beban maksimum (kg) L s = jarak tumpuan (cm)

= berat sendiri sampel (kg/m)

I t = momen inersia total penampang (cm4) δ

= defleksi balok (cm)

a = jarak 1/3 L

Perhitungan modulus elastisitas juga dapat dilakukan dengan menggunakan rumus estimasi. Perhitungan modulus elastisitas lentur (E w ) dilakukan dengan Persamaan 2.13 – 2.16 :

w  16000G MPa.......................................................................................(2.13)

Dimana :

G = berat jenis pada kadar air 15 % =

1  1 , 33 G b 

G b = berat jenis dasar =

11  0 , 265 aG m 

 30  m 

a  .....................................................................................................(2.16)

2.2.7 Lendutan Balok

Pembebanan lateral pada balok mengakibatkan terjadinya lendutan. Besarnya lendutan maksimum yang terjadi akibat pembebanan terpusat dengan jarak 1/3 dari jarak tumpuan, ditinjau dalam Persamaan 2.17.

P . a 2  2 mak  .( 3 L  4 a ) ………………………………………..…………(2.17)

24 . E . I dengan : δ mak = lendutan maksimum (mm)

P = beban pada balok (N)

a = jarak beban terhadap tumpuan (mm) L

= panjan balok (mm)

E = modulus elastisitas balok (Mpa)

I 4 = momen inersia (mm )

2.2.8 Kuat Lentur

Dumanauw (1990), menyebutkan bahwa kuat lentur adalah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha melengkungkan kayu atau untuk menahan beban-beban mati maupun hidup selain beban pukulan yang harus dipikul oleh kayu tersebut. Terdapat 2 (dua) macam kekuatan lentur yaitu :

1. Kekuatan lentur statik, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara perlahan-lahan.

2. Kekuatan lentur pukul, yaitu kekuatan kayu menahan gaya yang mengenainya secara mendadak.

Kuat lentur (MOR) ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.18 – 2.19. untuk kondisi pembebanan terpusat ditengah bentang :

3 . P mak . L MOR 

2 . b . t untuk kondisi pembebanan terpusat dengan jarak 1/3 dari jarak tumpuan :

3 . p . a MOR 

b . h Dengan : MOR = kuat lentur benda uji (MPa) P mak = beban maksimum yang bekerja pada benda uji (N) L

= panjang benda uji (mm)

b = lebar benda uji (mm) t

= tebal benda uji (mm).

a = jarak tumpuan terhadap baban (mm)

h = tinggi balok (mm)

Untuk mencari besarnya kuat lentur perlu diperhatikan momen yang terjadi pada saat pembebanan. Gambar 2.5 berikut menggambarkan bidang geser dan bidang momen yang terjadi pada saat pembebanan.

Mmax = 1/6 pl

SFD

Gambar 2.5 Diagram Bidang Geser dan Bidang Momen

Dari Gambar 2.5 terlihat bahwa momen mencapai maksimum pada tengah bentang, kuat lentur yang dicari merupakan kuat lentur yang terjadi pada momen Dari Gambar 2.5 terlihat bahwa momen mencapai maksimum pada tengah bentang, kuat lentur yang dicari merupakan kuat lentur yang terjadi pada momen

 1 2 P  y  qL s  a 

Kuat Lentur ( MOR ) 

 (kg/cm )............................(2.20)

Dengan: P = beban maksimum (kg)

a = jarak 1/3 L M = momen maksimum (kg.cm) 4 I

= momen inersia total (cm ) L s = jarak tumpuan (cm)

y = ordinat titik berat (cm) q = berat sendiri sampel (kg/cm)

2.2.9 Balok Komposit

Balok komposit adalah balok yang terdiri atas lebih dari satu bahan. Sebagai contoh, balok sandwich yang terdiri atas dua muka tipis dari bahan berkekuatan relatif tinggi yang dipisahkan oleh sebuah inti tebal dari bahan berkekuatan relatif rendah. Karena pada bagian muka mempunyai jarak terbesar dari sumbu netral ( dimana tegangan lentur terbesar ), maka bagian tersebut berfungsi seperti flens pada balok I. Inti berfungsi sebagai pengisi dan memberikan dukungan pada muka serta menstabilkan terhadap kerut atau tekuk.

Modulus elastisitas bahan yang jauh lebih besar E 2 > E 1 ( sehingga n>1 ) akan mempengaruhi momen inersia penampang. Hal ini mengakibatkan penampang pada balok mengalami transformasi yang mana tegangan pada bahan sebanding dengan modulus elastisitasnya, dan dapat diasumsikan bahwa tegangan normal di inti dapat diabaikan sehingga bahan dapat beraksi sebagai kesatuan utuh untuk menahan semua tegangan lentur.

Perhitungan tegangan tertransformasi pada balok komposit dapat menggunakan Persamaan 2.21 sebagai berikut:

. n .......................................................................................................(2.21)

dengan: σ = tegangan lentur (MPa)

M = momen lentur (Nmm) y = jarak titik tinjau dalam penampang terhadap garis netral tampang (mm)

I 4 T = momen inersia tertransformasi (mm )