Uji Efektivitas terhadap Pertumbuhan Jamur dari Sampo yang Mengandung Zink Pirition yang Beredar di Kota Medan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketombe
2.1.1 Defenisi ketombe
Ketombe berasal dari bahasa latin yaitu Pitriasis simpleks capillitii. Pengelupasan kulit kepala yang berlebihan dengan bentuk besar-besar seperti sisik-sisik, disertai dengan adanya kotoran-kotoran yang berlemak, rasa gatal dan kerontokan rambut dikenal sebagai ketombe (dandruff). Ketombe termasuk penyakit kulit yang disebut dengan dermatitis seboroik (seborrohiec dermatitis) dengan tanda-tanda inflamasi atau peradangan kulit kepala (Harahap, 1990).
Berdasarkan jenisnya secara umum dikenal dua macam ketombe, yaitu 1.Seborrhea siccaadalah ketombe jenis ini ditandai dengan kulit kepala yang kering dan bersisik. Pada keadaan normal, lapisan kulit terluar selalu menghasilkan sel keratin mati yang terus menerus dalam bentuk keping-keping kecil (sisik). Biasanya pengelupasan ini seimbang dengan produksi jaringan sel baru oleh lapisan dibawahnya, jika keseimbangan ini terganggu akan terjadi pengelupasan sel keratin yang berlebihan. Sel-sel yang terlepas dengan adanya air atau keringat akan melekat satu sama lain menjadi sisik-sisik yang besar. 2.Seborrhea oleosa adalah jenis ketombe yang disebabkan karena adanya produksi lemak yang berlebihan sehingga kulit kepala menjadi sangat berlemak dan sisik-sisik akan menggumpal dalam massa lemak. Kulit kepala yang berlemak juga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme penyebab ketombe.
(2)
Penyebab ketombe ditandai oleh gejala-gejala fisik, seperti timbulnya sisik-sisik (kering atau basah) dikulit kepala, kulit kepala lecet, basah, gatal, berminyak, bau dan terjadi kerontokan rambut (Siregar, 2003).
2.1.2 Penyebab ketombe
Menurut Ditjen POM (1985) ketombe dapat disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu:
Faktor internal, meliputi keseimbangan hormonal terganggu, proses metabolisme sel tidak sempurna, stress dan emosi.
Faktor eksternal, meliputi perubahan biokimia pada lapisan epidermis kulit kepala, peningkatan jumlah dan kerja jamur.
2.1.3 Pengobatan ketombe
Berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketombe, maka dapat dikaitkan bahwa pengobatan ketombe yang ideal haruslah dengan bahan yang mempunyai daya stimulansia, membersihkan kotoran dan lemak yang berlebihan dan dapat menghilangkan atau megurangi gatal-gatal dengan pH yang sesuai serta bentuk perawatan yang sesuai dengan tujuan kosmetika.
2.2 JAMUR
Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh dan pertumbuhan.
2.2.1Ciri-ciri kingdom jamur
Menurut Fardiaz (1992), jamur mempunyai ciri-ciri yang spesifik yaitu: 1. Eukariotik( memilikininti sel)
2. Umumnya multiseluler, ada juga yang uniseluler
(3)
4. Tubuh disusun oleh benang-benang yang disebut hifa. Hifa-hifa bersatu membentuk miselium.
2.2.2 Struktur tubuh
Struktur tubuh jamur tergantung pada jenisnya. Ada jamur yang satu sel, misalnya khamir, ada juga jamur yang multiseluler membentuk tubuh besar yang ukurannya mencapai satu meter,contoh jamur kayu. Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk jaringan yang disebut misellium (Michael, 2005).
2.2.3Habitat jamur
Jamur memerlukan kondisi kelembapan yang tinggi, persediaan bahan organik dan oksigen untuk pertumbuhannya. Lingkungan yang hangat dan lembab mempercepat pertumbuhan jamur. Jamur tumbuh dengan baikpada kondisi lingkungan yang mengandung banyak gula dengan tekanan osmotik tinggi dan kondisi asam yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri. Jamur tumbuh dalam kisaran temperature 22-300C (Pratiwi, 2008).
2.2.3 Klasifikasi jamur
Jamur diklasifikasikan menjadi empat kelas utama yaitu Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Berdasarkan ciri-cirinya spora seksual dan aseksual, habitat, struktur garis besar dan sifat nutrisinya, kelas phycomecetes dibagi lagi menjadi enam kelas yaitu : Cytridiomycetes, Hypocytridiomycetes, Oomycetes, Plasmodiophormycetes, Triomycetes dan Zigomycetes. Keenam kelas ini umumnya tidak mempunyai septayang teratur pada benang hifanya, sehingga mengakibatkan terdapat banyak nucleus di setiap benang hifa(Pratiwi, 2008).
(4)
Ascomycetes bergantung membentuk satu atau lebih spora seksual dalam sel berbentuk kantung yang disebut askus. Spora aseksual yang diperoduksi ascomycetes sering kali berupa mikrokonidia bersel tunggal. Mikrokonidia mungkin diproduksi dalam rantai yang panjang yang menjalar dari hifa udara yang disebut konidiofor (Pratiwi, 2008).
Basidiomycetes membentuk spora seksual secara eksternal pada sel berbentuk ganda. Reproduksi seksual mungkin terjadi melalui pertunasan, mikrokonidia ataupun fragmentasi benang hifa (Pratiwi, 2008).
Deuteromycotaadalah jamur yang status seksualnya belum diketahui secara pasti, karena konidiumnya jelas dan tidak asing lagi, banyak spesies dianggap tergolong ke dalam kelas ini meskipun tingkat seksualnya saat ini telah diketahui dengan baik. Sebagian besar jamur pathogen termasuk ke dalam kelas Deuteromycetes, dan memiliki sifat dimorfisme yang khas. Penyakit yang disebabkan oleh fungi Deuteromycetes meliputi infeksi permukaan, yaitu infeksi kulit yang terbatas pada jaringan keratin yaitu kuku, rambut dan stratumkorneum serta infeksi dibawah kulit (Pelezer,2005).
2.2.5 Microsporum gypseum
Sistematika jamur Microsporum gypseum (Chander, 2002) Divisi : Eumycetes
Kelas : Deuteromycota Bangsa : Hypomycetes Suku : Moniliaceae Marga : Microsporum
(5)
Microsporum gypseum merupakan salah satu penyebab jamur kulit kepala dan ketombe. Makrokonia merupakan bentuk konidia terbanyak yang menyusun jamur ini. Konidia ini besar, berdinding kasar, multiseluler, berbentuk kumparan dan terbentuk pada ujung-ujung hifa. Makrokonidia Microsporum gypseum terdiri dari empat sampai enam sel, berdinding lebih tipis dalam koloni yang berwarna kecoklat-coklatan (Jawetz, 1996).
2.2.6 Pityrosporum ovale
Sistematika jamur Pityrosporum ovale (Fardiaz, 1992). Divisi : Eumycetes
Kelas : Deuteromycetes Ordo : Cryptococcales Famili : Cryptococcaceae Genus : Pityrosporum Spesies : Pityrosporum ovale
Pityrosporum ovale adalah yeast lipofilik yang merupakan flora normal pada kulit kepala manusia. Pityrosporum ovale berkembangbiak dengan cara bertunas. Pada penderita ketombe. Antibodi Pityrosprum ovale dan jumlah Pityrosporum ovale pada kulit kepala meningkat (Cadin, 1998; Fardiaz, 1992).
2.3 Sampo
2.3.1 Definisi sampo
Sampo adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud keramas rambut, sehingga setelah itu kulit kepala dan rambut menjadi bersih dan
sedapatmungkin rambut menjadi lembut, mudah diatur dan berkilau (Ditjen POM, 1985).
(6)
bahan dari alam seperti sari biji rerak, sari daging kelapa, sari abu merang (sekam padi). Dewasa ini yang digunakan adalah detergen (Ditjen POM, 1985).
Sampo dapat dikemas dalam berbagai bentuk sediaan, bubuk, larutan, jernih, larutan pekat, larutan berkilat, krim, gel, atau aerosol, dengan jenis: 1. Dasar sampo (basic shampo), yaitu sampo yang dibuat sesuai dengan kondisi rambut, kering, normal, berminyak.
2. Sampo bayi (baby shampo), yaitu sampo yang tidak menggunakan bahan yang mengiritasi mata dan mempunyai daya bersih sedang karena kulit dan rambut bayi masih minim sebumnya.
3. Sampo dengan pelembut (conditinioner).
4. Sampo professional (sampo yang diberikan untuk pengobatan tertentu, biasanya diberikan oleh dokter) yang mempunyai konsentrasi bahan aktif lebih tinggi sehingga harus diencerkan sebelum pemakaian.
5. Sampo medik (medicated shampo)yang mengandung antiketombe (sulfur, asam salisilat, sulfide) (Depkes RI, 1985).
Sampo pada umumnya digunakan dengan mencampurkanya dengan air dengan tujuan m elarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh untuk melindungi rambut dan membersihkan kotoran yang melekat, meningkatkan tegangan permukaan kulit, umumnya kulit kepala sehingga dapat meluruhkan kotoran (Depkes RI, 1985).
2.3.2 Syarat-syarat sampo
Syarat-syarat sampo menurut Ditjen POM (1985) adalah 1. Dapat mencuci rambut serta kulit kepala secara keseluruhan. 2. Tidak toksik dan tidak menimbulkan iritasi.
(7)
kering.
4. Memiliki konsistensi yang stabil, dapat menghasilkan busa dengan cepat, lembut dan mudah dibilas dengan air.
5. Setelah pencucian rambut harus mudah dikeringkan.
6. Dapat menghasilkan rambut yang halus, mengkilat, tidak kasar, tidak mudah patah, serta mudah diatur.
7. Harga relatif murah
2.4 Surfaktan
2.4.1 Uraian surfaktan
Surfaktan adalah bahan aktif dalam sampo, berupa detergen pembersih sintesis yang cocok untuk kondisi rambut yang bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan cairan sehingga dapat melarutkan kotoran yang melekat pada permukaan rambut (Wasitaatmadja, 1997).
Berdasarkan sifat gugus yang dikandungnya, surfaktan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu (Siswandono, 1998):
1. Surfaktan anionik
Surfaktan anionik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan negatif dan dapat berupa gugus karboksil, sulfat, sulfonat atau fosfat. Contoh: natrium stearat dan natrium lauril sulfat.
2. Surfaktan kationik
Surfaktan kationik mengandung gugus hidrofil bermuatan positif, dan dapat berupagugus ammonium kuarterner, biguanidin, sulfonium, fosfonium dan iodonium. Surfaktan kationik mengandung gugus hidrofil bermuatan positif, dan dapat berupa gugus ammonium kuarterner, biguanidin, sulfonium, fosfonium
(8)
daniodonium. Contoh: turunan ammonium kuarterner seperti setilpirimidium klorida.
3.Surfaktan non ionik
Surfaktan ini tidak terionisasi dan mengandung gugus-gugus hidrofil dan lipofil yang lemah sehingga larut atau dapat terdispersi dalam air, biasanya adalah gugus polioksietilen eter dan polyester alkohol. Contoh: polisorbat 80 dan span 80. 4. Surfaktan amfoterik
Surfaktan amfoterik mengandung dua gugus hidrofil yang bermuatan positif (kationik) dan negatif (anionik). Contoh: N-lauril-
-aminipropionat dan miranol. 2.4.2 Bahan tambahanBahan tambahan ini berguna untuk pemeliharaan kesehatan rambut dan memberikan bentuk yang baik pada sampo, terdiri dari :
1. Bahan pelembut (conditioning agent) untuk melemaskan rambut, bahan uang digunakan adalah gliserin, propilenglikol, sorbitol, dll.
2. Bahan pembusa (foam builder)
Pembentuk busa adalah bahan surfaktan yang masing-masing berbeda daya pembuat busanya. Busa adalah emulsi udara dalam cairan. Kemampuan membentuk busa tidak menggambarkan kemampuan membersihkan. Busa yang terbentuk akan segera terikat dengan lemak sebum sehingga rambut yang lebih bersih akan menimbulkan busa yang lebih banyak pada pengulangan pemakaian shampo.
3. Bahan pengental dan pengeruh untuk menyenangkan konsumen dan keduanya tidak menggambarkan daya bersih atau konsentrasi bahan aktif dalam sampo. 4. Pemisah logam (sequestering agent) untuk mengikat logam (K, Mg) yang
(9)
5. pH balance untuk menetralkan reaksi basa yang terjadi dalam penyampoan rambut, misalnya asam sitrat.
6. Warna dan bau untuk memberi kesan nyaman pada pemakaian (Wasitaatmadja, 1997).
2.4.3 Sampo antijamur (sampo antiketombe)
Sampo antijamur adalah sampo yang digunakan selain untuk membersihkan juga untuk mencegah dan menghilangkan jamur penyebab infeksi kulit kepala. Kandungan dan persyaratan dari sampo antijamur tidak berbeda dengn sampo biasa, hanya pada sampo antijamur, mengandung zat untuk menghilangkan jamur pada kulit kepala.
Menurut Ditjen POM (1985),persyaratan umum yang harus dimiliki dari sediaan sampo antijamur adalah sebagai berikut.
1. Membersihkan rambut dan kulit kepala tanpa menjadikan rambut berlemak atau kering serta menjadi mudah diatur.
2. Tidak boleh merangsang kelenjar lemak
3.Efektif sebagai germisidum atau fungisidum, sehingga dapat mencegah peningkatan pertumbuhan bakteri dan jamur, bahkan dapat mencegah infeksi.
2.5 Zink pirition
2.5.1 Uraian zink pirition
Zink pirition merupakan senyawa dengan rumus bangun sebagai berikut (C10H8N2S2O2Zn) :
(10)
Gambar 2.1. Struktur kimia Zink Pirition (Rusmalirin, 2003). Mempunyai sifat antijamur, antibakteri dan anti seboreik sehingga efektif mengontrol ketombe. Selain itu juga memiliki sifat sitostatika dengan cara menekan aktivitas profilerasi sel epitel. Zink pirition adalah turunan,tioksi-1,2, dan dihidro piridin dengan rumus molukelnya C10H8N2O2S2ZN sering dikenal dengan nama dagang Zinc omadine atau Vancide ZP (Rooder NL,2011). Zink pirition digunakan sebagai antijamur. Efek antijamurnya berasal dari kemampuannya dalam mengganggu transportasi membran sel dengan memblokade pompa proton sehingga tidak ada lagi energi dikeluarkan untuk digunakan pada mekanisme transportasi sel dari sel jamur itu sendiri. Sifatnya sebagai antijamur, zink pirition dipakai untuk perawatan ketombe ditemukan di dalam sampo . Pemberian zink pirition secara topikal merupakan terapi yang aman dan efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur (Stecher,1980).
Menurut Brock dan Madigan (1991), zat antijamur merupakan bahan yang dapat membasmi jamur pada umumnya, khususnya yang bersifat patogen bagi manusia.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, senyawa antifungi dibagi atas fungisida dan fungistatik. Fungisida yaitu senyawa antijamur yang mempunyai kemampuan untuk membunuh jamur sehingga dinding sel jamur menjadi hancurkarena lisis, akibatnya jamur tidak dapat diproduksi kembali, meskipun kontak dengan obat dihentikan. Fungistatik yaitu senyawa antijamur yang
(11)
mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan jamur sehingga jumlah sel jamur yang hidup relatif tetap. Pertumbuhan jamur akan berlangsung kembali bila kontak dengan obat dihentikan.
Menurut Pelczer dan Reid (1979), berdasarkan mekanisme penghambatannya, obat antijamur dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : a. Zat antijamur yang bekerja dengan merusak dinding sel jamur, sehingga
menyebabkan dinding sel lisis. Zat antijamur berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan ini mengakibatkan kebocoran membran sel, sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan menyebabkan kerusakan yang tetap pada dinding jamur.
b. Zat antijamur yang bekerja dengan menggangu permebilitas sitoplasma, sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dari dalam sel. Permebialitas dinding sel dirusak dengan mengganggu proses sintesis asam nuklat atau dengan menimbun senyawa peroksida dalam sel jamur sehingga terjadi kerusakan dinding dinding sel yang mengakibatkan permebialitas terhadap berbagai zat intrasel meningkat.
Dalam peraturan Kepala Badan POM No. HK. 00. 05. 42. 1018, kadar zinc pirition sebagai antiketombe dibatasi 2% untuk dibilas dan 0,1% produk non bilas, yang dinyatakan efektif dan aman oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM, 2009).
2.6 Uji aktivitas antimikroba
Uji kepekaaan terhadap antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
a. Metode dilusi
(12)
KBM dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji, kemudian masing-masing tabung diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri (Pratiwi, 2008).
b. Metode difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas, cakramkaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di sekitar cakram. Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya. Metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor fisik dan kimia, misalnya: pH, suhu, zat inhibitor, sifat dari media dan kemampuan difusi, ukuran molekul dan stabilitas dari bahan obat (Jawetz, et al., 2001).
b. Metode turbidimetri
Pada cara ini digunakan media cair, pertama dilakukan penuangan media kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi, selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan diukur denganmenggunakan instrumen yang cocok,
(13)
misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes, 1995).
(1)
daniodonium. Contoh: turunan ammonium kuarterner seperti setilpirimidium klorida.
3.Surfaktan non ionik
Surfaktan ini tidak terionisasi dan mengandung gugus-gugus hidrofil dan lipofil yang lemah sehingga larut atau dapat terdispersi dalam air, biasanya adalah gugus polioksietilen eter dan polyester alkohol. Contoh: polisorbat 80 dan span 80. 4. Surfaktan amfoterik
Surfaktan amfoterik mengandung dua gugus hidrofil yang bermuatan positif (kationik) dan negatif (anionik). Contoh: N-lauril-
-aminipropionat dan miranol. 2.4.2 Bahan tambahanBahan tambahan ini berguna untuk pemeliharaan kesehatan rambut dan memberikan bentuk yang baik pada sampo, terdiri dari :
1. Bahan pelembut (conditioning agent) untuk melemaskan rambut, bahan uang digunakan adalah gliserin, propilenglikol, sorbitol, dll.
2. Bahan pembusa (foam builder)
Pembentuk busa adalah bahan surfaktan yang masing-masing berbeda daya pembuat busanya. Busa adalah emulsi udara dalam cairan. Kemampuan membentuk busa tidak menggambarkan kemampuan membersihkan. Busa yang terbentuk akan segera terikat dengan lemak sebum sehingga rambut yang lebih bersih akan menimbulkan busa yang lebih banyak pada pengulangan pemakaian shampo.
3. Bahan pengental dan pengeruh untuk menyenangkan konsumen dan keduanya tidak menggambarkan daya bersih atau konsentrasi bahan aktif dalam sampo. 4. Pemisah logam (sequestering agent) untuk mengikat logam (K, Mg) yang
(2)
5. pH balance untuk menetralkan reaksi basa yang terjadi dalam penyampoan rambut, misalnya asam sitrat.
6. Warna dan bau untuk memberi kesan nyaman pada pemakaian (Wasitaatmadja, 1997).
2.4.3 Sampo antijamur (sampo antiketombe)
Sampo antijamur adalah sampo yang digunakan selain untuk membersihkan juga untuk mencegah dan menghilangkan jamur penyebab infeksi kulit kepala. Kandungan dan persyaratan dari sampo antijamur tidak berbeda dengn sampo biasa, hanya pada sampo antijamur, mengandung zat untuk menghilangkan jamur pada kulit kepala.
Menurut Ditjen POM (1985),persyaratan umum yang harus dimiliki dari sediaan sampo antijamur adalah sebagai berikut.
1. Membersihkan rambut dan kulit kepala tanpa menjadikan rambut berlemak atau kering serta menjadi mudah diatur.
2. Tidak boleh merangsang kelenjar lemak
3.Efektif sebagai germisidum atau fungisidum, sehingga dapat mencegah peningkatan pertumbuhan bakteri dan jamur, bahkan dapat mencegah infeksi.
2.5 Zink pirition
2.5.1 Uraian zink pirition
Zink pirition merupakan senyawa dengan rumus bangun sebagai berikut (C10H8N2S2O2Zn) :
(3)
Gambar 2.1. Struktur kimia Zink Pirition (Rusmalirin, 2003). Mempunyai sifat antijamur, antibakteri dan anti seboreik sehingga efektif mengontrol ketombe. Selain itu juga memiliki sifat sitostatika dengan cara menekan aktivitas profilerasi sel epitel. Zink pirition adalah turunan,tioksi-1,2, dan dihidro piridin dengan rumus molukelnya C10H8N2O2S2ZN sering dikenal dengan nama dagang Zinc omadine atau Vancide ZP (Rooder NL,2011). Zink pirition digunakan sebagai antijamur. Efek antijamurnya berasal dari kemampuannya dalam mengganggu transportasi membran sel dengan memblokade pompa proton sehingga tidak ada lagi energi dikeluarkan untuk digunakan pada mekanisme transportasi sel dari sel jamur itu sendiri. Sifatnya sebagai antijamur, zink pirition dipakai untuk perawatan ketombe ditemukan di dalam sampo . Pemberian zink pirition secara topikal merupakan terapi yang aman dan efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur (Stecher,1980).
Menurut Brock dan Madigan (1991), zat antijamur merupakan bahan yang dapat membasmi jamur pada umumnya, khususnya yang bersifat patogen bagi manusia.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, senyawa antifungi dibagi atas fungisida dan fungistatik. Fungisida yaitu senyawa antijamur yang mempunyai kemampuan untuk membunuh jamur sehingga dinding sel jamur menjadi hancurkarena lisis, akibatnya jamur tidak dapat diproduksi kembali, meskipun kontak dengan obat dihentikan. Fungistatik yaitu senyawa antijamur yang
(4)
mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan jamur sehingga jumlah sel jamur yang hidup relatif tetap. Pertumbuhan jamur akan berlangsung kembali bila kontak dengan obat dihentikan.
Menurut Pelczer dan Reid (1979), berdasarkan mekanisme penghambatannya, obat antijamur dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : a. Zat antijamur yang bekerja dengan merusak dinding sel jamur, sehingga
menyebabkan dinding sel lisis. Zat antijamur berikatan kuat dengan sterol yang terdapat pada membran sel jamur. Ikatan ini mengakibatkan kebocoran membran sel, sehingga terjadi kehilangan beberapa bahan intrasel dan menyebabkan kerusakan yang tetap pada dinding jamur.
b. Zat antijamur yang bekerja dengan menggangu permebilitas sitoplasma, sehingga terjadi kebocoran zat nutrisi dari dalam sel. Permebialitas dinding sel dirusak dengan mengganggu proses sintesis asam nuklat atau dengan menimbun senyawa peroksida dalam sel jamur sehingga terjadi kerusakan dinding dinding sel yang mengakibatkan permebialitas terhadap berbagai zat intrasel meningkat.
Dalam peraturan Kepala Badan POM No. HK. 00. 05. 42. 1018, kadar zinc pirition sebagai antiketombe dibatasi 2% untuk dibilas dan 0,1% produk non bilas, yang dinyatakan efektif dan aman oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM, 2009).
2.6 Uji aktivitas antimikroba
Uji kepekaaan terhadap antimikroba pada dasarnya dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu :
a. Metode dilusi
(5)
KBM dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji, kemudian masing-masing tabung diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri (Pratiwi, 2008).
b. Metode difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas, cakramkaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di sekitar cakram. Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya. Metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor fisik dan kimia, misalnya: pH, suhu, zat inhibitor, sifat dari media dan kemampuan difusi, ukuran molekul dan stabilitas dari bahan obat (Jawetz, et al., 2001).
b. Metode turbidimetri
Pada cara ini digunakan media cair, pertama dilakukan penuangan media kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi, selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan diukur denganmenggunakan instrumen yang cocok,
(6)
misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes, 1995).