Representasi Kekuatan Retorika Raja dalam film “The King Speech” (Studi Semiotik Representasi Kekuatan Retorika Raja pada dalam film The King Speech).

(1)

Representasi Kekuatan Retorika Raja dalam film “The King Speech”

(Studi Semiotik Representasi Kekuatan Retorika Raja pada dalam film

The King Speech)

SKRIPSI

OLEH :

ALLEN SEPTIANO

NPM 0743010043

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGDI STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2011


(2)

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Bapa Yang Maha Kuasa atas karunia dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Representasi Seorang Raja dalam Film The King Speech”(Studi Semiotik Representasi Raja pada tokoh Raja George VI (Bertie) dalam Film The King Speech) . Dimana penelitian ini merupakan bagian tugas akhir dan wajib bagi setiap mahasiswa UPN “Veteran” Jawa Timur, khususnya pada jurusan Ilmu Komunikasi.

Dari mulai pelaksanaan hingga tersusunnya Skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yuli Selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan proposal skripsi berupa petunjuk, bimbingan dan dorongan. Serta semua pihak yang telah telah memberikan bantuan kepada penulis baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Drs. Suparwati, Msi. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito , S.Sos, Msi. Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UPN “Veteran” Jawa Timur.


(3)

menyelesaikan skripsi ini

4. Thanks to Meilinda yang selalu menyertai, membimbing dan memberkati penulis setiap waktu.

5. “Papa-mama” penulis yang selalu memberikan dorongan dan doa kepada penulis.

6. Si Ibliz Kecilku yang selalu memberikan semangat, canda tawanya, dan tingkahnya yang terkadang menyebalkan telah membangkitkan semangat penulis untuk melakukan praktek magang dan menyelesaikan laporan ini.

7. Semua yang menyayangi penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

8. To all my VISIO GAME gank yang selalu setia dalam suka dan duka penulis.

Harapan peneliti , skripsi ini dapat berguna bagi mahasiswa dan mayarakat serta untuk menambah literatur penelitian perpustakaan UPN Veteran Jawa Timur

Surabaya, juli 2011

Penulis  


(4)

THE KING SPEECH

(Studi Semiotika Representasi kekuatan retorika raja dalam film The

King Speech)

Oleh :

ALLEN SEPTIANO NPM. 0743010043

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 29 Juli 2011

Pembimbing Utama Tim Penguji : 1.Ketua

Yuli Candrasari, S.Sos, M.Si Dra. Catur

NPT. 3 7107 94 00271 NPT. 370069400351 2.Sekretaris

Dra. Dyva Claretta, M.Si NIP. 3 6601 94 00251 3.Anggota

Yuli Candrasari, S.Sos, M.Si NIP. 3 7107 94 00271

Mengetahui, D E K A N

Dra. Hj. Suparwati, M.Si sNIP. 195507181983022001


(5)

Semiotik Representasi kekuatan Retorika raja dalam film The King Speech)

Allen Septiano, NPM : 0743010043

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Surabaya

Abstraksi:Penelitian ini untuk mengetahui representasi seorang Raja melalui tokoh Raja George VI(Bertie) di film The King Speech. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah “bagaimana seorang raja yang gagap dituntut untuk bisa lancar berpidato yang dipresentasikan melalui tokoh Raja George VI ( Bertie) di film The king Speech.Peneliti menggunakan kode‐kode  Televisi  John  Fiske,karena  level‐level  pada  kode  tersebut  tidak  dapat  dipisahkan  dan  merupakan suatu kesatuan yang bisa membantu peneliti untuk mempresentasikan  seorang  Raja dalam film “The King Speech”. Kode‐kode yang akan digunakan untuk membongkar  makna yang terdapat dalam film tersebut ialah yang mewakilkan ikon‐ikon seorang raja  dalam film “ The King Speech” diantaranya level realitas, representasi, dan ideologi. Teknik  analisis data yang akan digunakan dalam meneliti Representasi seorang Raja dalam film “The  King Speech” menggunakan model Miles dan Huberman. Model ini digunakan dengan tujuan  supaya data yang di dapat lengkap maka itu peneliti menggunakan kualitatif menggunakan  analisis data secara interaktif dan langsung secara terus menerus dengan tahapan sebagai  berikut (Sugiyanto, 2008): reduksi data, penyajian data, dan verifikasi atau kesimpulan.Hasil  penelitian pada film ini dapat ditemukan adegan, dialog, serta konflik yang menggambarkan  seorang raja yang unik berbeda dengan raja lainnya. Raja tersebut memiliki gangguan  berbicara atau gagap, padahal sebagai seorang raja paling tidak punya kelebihan ketika pidato  dihadapan rakyatnya.penelitian ini menampilkan bagaimana perjuangan seorang raja yang  gagap untuk dapat berbicara lancar di depan rakyatnya,padahal ia menyadari bahwa ia  memiliki banyak kekurangan dan tidak layak menjadi seorang raja tetapi bagaimanapun ia  tetap tidak bisa lari dari kedudukannya sebagai seorang raja. Ia     dituntut untuk dapat  menyampaikan pesannya melalui pidato kenegaraan karena kondisi negara tidak stabil dan  terlibat konflik dengan negara lain. Dan akhirnya ia dapat pidato dengan baik meskipun masih  banyak  kekurangan,  namun  sudah  cukup    membuat  rakyat  puas  dan  menumbuhkan  semangat untuk tetap tenang dan bersatu untuk menghadapi situasi tersebut.

ABSTRACT: This study to determine the representation of a king through the figure of King George VI (Bertie) in the film The King's Speech. Based on the background of the above problems then the problem formulation of the study is "how a king who stutter speak fluently is required to be presented through the character of King George VI (Bertie) in the film The King Speech.Peneliti using the codes Television John Fiske, because levels in the code can not be separated and is a union that could help researchers to present a King in the film "The King's Speech". The codes that will be used to dismantle the meaning contained in the film is that icons representing a king in the movie "The King's Speech" among levels of reality, representation, and ideology. Data analysis techniques to be used in examining the representation of a king in the movie "The King's Speech" using the model of Miles and Huberman. This model is used for the purpose of data in order to complete then that researchers using qualitative data analysis using an interactive and


(6)

scenes, dialogue, and conflict that depicts a king who uniquely different from other kings. King has a speech impairment or speech, but as a king at least have an advantage when speech before rakyatnya.penelitian shows how the struggle of a king who stutter to speak fluently in front of people, when he realizes that he has many shortcomings and not worthy of being a king but nevertheless he still can not run from his position as a king. He demanded to be able to convey his message through the state speech because the state condition is unstable and conflict with other countries. And finally he can speech well despite many shortcomings, but it was enough to make people happy and foster a spirit to remain calm and united to face the situation.

                                                                                                            


(7)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah

Film merupakan salah satu media komunikasi massa ( mass Communications), yaitu komunikasi melalui media massa modern. Film hadir sebagai bagian kebudayaan massa yang muncul seiring dengan perkembangan masyarakat perkotaan dan industri. Sebagai bagian dari budaya massa yang populer, film adalah seni yang sering dikemas untuk dijadikan sebagai komoditi dagang. Karena itu film dikemas untuk dikonsumsi massa dalam jumlah yang sangat besar. Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan memproyeksikannya ke dalam layar.

Karakter film sebagai media massa mampu membentuk semacam visual publik consensus. Hal ini disebabkan karena isi film selalu bertautan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera publik. Singkatnya film merangkum pluralitas nilai yang ada dalam masyarakat (Irwanto, 1999 : 13 dalam Alex Sobur, 2002 : 127)

Film juga memiliki dualisme sebagai refleksi atau sebagai representasi masyarakat. Memang sebuah film bisa merupakan refleksi atau representasi kenyataan. Sebagai refleksi kenyataan, sebuah film hanya memindahkan kenyataan ke layar tanpa mengubah kenyataan tersebut, misalnya film dokumentasi, upacara kenegaraan atau film dokumentasi perang. Sedangkan sebagai representasi kenyataan berarti


(8)

film tersebut membentuk dan menghadirkan kembali kenyataan berdasarkan kode-kode, konvensi dan ideology dari kebudayaannya. (Sobur, 2003 : 128).

Film juga dianggap sebagai mirror of reality. Yang menurut Victor C. Mambor film merupakan dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film menunjukkan kepada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa lampau, cara menghadapi masa kini, dan keinginan manusia terhadap masa yang akan datang. Sehingga dalam perkembangannya film bukan lagi sekedar usaha menampilkan “citra bergerak” (moving images), namun juga telah diikuti muatan-muatan kepentingan tertentu seperti politik, kapitalisme, hak asasi manusia, atau gaya hidup.(http://kunci.or.id/teks/victor2.html)

Keberadaan film ditengah masyarakat mempunyai makna yang unik diantara media komunikasi lainnya. Selain dipandang sebagai media komunikasi yang efektif dalam penyebarlusan ide dan gagasan, film juga merupakan media ekspresi seni yang memberikan jalur pengungkapan kreatifitas, dan media budaya yang melukiskan kehidupan manusia dan kepribadian suatu bangsa. Perpaduan kedua hal tersebut menjadikan film sebagai media yang mempunyai peranan penting di masyarakat. Di satu sisi film dapat memperkaya kehidupan masyarakat dengan hal-hal yang baik dan bermanfaat, namun di sisi lain film dapat membahayakan masyarakat. Film yang mempunyai pesan untuk menanamkan nilai pendidikan merupakan salah satu hal yang baik dan bermanfaat, sedangkan film yang menampilkan nilai-nilai yang cenderung di anggap negative oleh masyarakat seperti kekerasan, rasialisme, diskriminasi dan


(9)

sebagainya akan membahayakan jika diserap oleh audience dan diaplikasikannya dalam kehidupan.

Untuk menumbuhkembangkan budaya intelektual dalam film, memerlukan proses. Proses itu melibatkan sumberdaya manusia, sumber dana dan penguasaan teknologi di luar proses pembuatan film itu sendiri. Hal ini bisa terwujud dalam sebuah tema yang diangkat oleh para insane film dan bagaimana mewujudkan tema itu sebagai sebuah film yang bermutu, sehingga penikmat film bisa mendapatkan nilai budaya dan sosial yang tersirat didalamnya.

Setiap film yang dibuat atau diproduksi pasti menawarkan suatu pesan kepada para penontonnya. Jika dikaitkan dngan kajian komunikasi, suatu film yang ditawarkan seharusnya memiliki efek yang sesuai dan sinkron dengan pesan yang diharapkan, jangan sampai inti pesan tidak tersampaikan tapi sebaliknya efek negative dari film tersebut justru secara mudah diserap oleh penontonnya (http:www.sinarharapan.co.id).

Industri film Indonesia sering mengalami masa jatuh bangun. Terlepas dari masalah krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia, minat penonton terhadap film karya sineas negeri sendiri juga kurang di sukai. Banyak film Indonesia yang lebih mementingkan keuntungan dan mengabaikan pesan moral. Film-film yang diproduksi banyak bertema horror yang sarat dengan hantu dan sensualitas yang membuat audience bosan. Hal ini yang membuat penonton lebih tertarik pada film barat.

Perfilman di barat khususnya Amerika selalu mengalami peningkatan kualitas dan mutu film dengan variasi dan inovasi tema yang


(10)

menarik. Industri film terbesar di Amerika yang kita kenal Hollywood selalu memproduksi film-film yang berkualitas dan masuk jajaran box office sehingga dapat memukau masyarakat di seluruh dunia, contohnya seperti Titanic, Kingkong, Lord of The Ring, Harry Potter dan film yang lainnya. Film- film tersebut menyuguhkan visual, setting, special effect yang sangat bagus serta memberikan nilai budaya dan sosial yang berguna bagi kelangsungan hidup kita. Hal inilah salah satu factor penyebab, film-film produksi Hollywood menguasai pasar di seluruh dunia.

Pada zaman modern saat ini, untuk memproduksi film yang bagus dan berkualitas membutuhkan biaya yang sangat mahal, karena proses syuting membutuhkan kecanggihan teknologi yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tidak bisa dipungkiri bahwa Amerika adalah negara maju, sehingga industry film di sana tidak segan-segan mengeluarkan biaya puluhan milyar hanya untuk memproduksi sebuah film. Saat ini telah terbukti bahwa film-film yang dihasilkan bukan film biasa melainkan film yang berkualitas yang menampilkan visual, setting, sound, serta efek yang bagus serta memberikan nilai budaya dan sosial yang dapat diterima dalam kelangsungan hidup kita. Sehingga dapat dikatakan bahwa biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia dengan apa yang dihasilkan karena telah mendapat apresiasi dari masyarakat.

Film yang bagus dan berkualitas pantas diberi apresiasi atau penghargaan, karena membuat film yang bermutu tidak mudah, banyak aspek-aspek yang perlu diperhitungkan. Maka dari itu setiap tahun diadakan malam penganugerahan bagi film-film terbaik, actor terbaik dan segala pendukung film di Amerika. Acara tersebut sering kita kenal


(11)

dengan Academy award atau disebut Oscar. Selama satu tahun, dipilih beberapa film yang masuk nominasi dan dipilih yang terbaik.

Pada minggu 27 februari 2011, Academy award diadakan di Los Angeles, Amerika Serikat. Film “The King Speech” akhirnya terpilih menjadi film terbaik. The King's Speech mendapat 12 nominasi di Oscar tahun ini berhasil memboyong 4 piala, selain aktor terbaik, film ini juga menang dalam kategori sutradara terbaik (Tom Hooper) dan skenario asli terbaik (David Seidler) dan kategori paling bergengsi film terbaik atau Best Picture. The King's Speech" menyisihkan 9 nominee film terbaik lainnya, yakni, "Black Swan", "The Fighter", "Inception", "The Kids Are All Right", "127 hours", "The Social Network", "Toy Story 3", "True Gift" dan "Winter's Bone".

King's Speech bercerita tentang Raja George VI yang gagap dan sulit bicara. Dia kemudian belajar bicara dengan seorang terapis yang diperankan Geoffrey Rush. Film ini mengambil latar antara 1920 hingga 1930-an dengan menggambarkan peristiwa menjelang Perang Dunia II. Penulis skenario The King's Speech, David Seidler yang dinobatkan sebagai penulis skenario terbaik terinspirasi membuat skenario ini setelah mengetahui Raja George VI gagap. "Dia raja dan gagap, kemudian dia harus membuat pidato yang disiarkan lewat radio, meski gagap dia melakukannya dengan penuh semangat,yang trauma dengan perang. http://id.wikipedia.org/wiki/The_King_Speech"


(12)

The King’s Speech bercerita tentang seorang raja yang mempunyai kesulitan berbicara di depan publik banyak. Rakyat Inggris menginginkan dan membutuhkan seorang raja yang mempunyai kewibawaan, kepandaian, dan paling tidak pintar berbicara. King George VI (Colin Firth) sudah yakin dirinya tidak layak dan tidak akan menjadi raja sejak kecil. Adegan pembukaan film ini memperlihatkan bagaimana canggungnya dia berpidato di depan rakyat banyak di stadium. Semua menunggunya merangkai kalimatnya di dalam keheningan.

Elizabeth (Helena Bonham Carter) menunjukkan kesabaran dan supportnya kepada suaminya itu dengan mencari terapis baru setelah mencoba terapis rekomendasi kerajaan yang tidak membawa hasil. Setelah usahanya sendiri ke organisasi terapis Inggris, dia pergi bertemu Lionel, seorang aktor tua yang gagal yang akhirnya membuka praktek terapi bicara. Dari ruangan terapi itu mulailah hubungan mereka antara seorang calon raja yang keras kepala dan kaku bergaul dengan terapisnya yang luwes tapi berprinsip. Diselingi dengan cara penyembuhannya yang dianggap aneh dan baru, mereka pun saling bertukar pikiran dan perasaan.

King George VI atau Bertie nama panggilannya dihadapi masalah baru setelah ayahnya yang sering menekannya meninggal dunia. Edward yang lebih tua diangkat menjadi raja. Bertie berusaha mensupportnya agar Edward tidak jadi menikahi perempuan pilihannya yang sudah tiga kali bercerai, karena akan mencemarkan nama baik keluarga kerajaan. Selain Bertie takut nama kerajaan tercemar dan negara terbelengkalai, Ia pun merasa ketakutan jika kakaknya ini menyerahkan jabatan itu ke dia. Apa jadinya seorang yang gagap menjadi pemimpin kerajaan?


(13)

Mengapa sang Raja dituntut untuk bisa berbicara dengan baik saat pidato kenegaraan? Namun hal yang ditakuti pun terjadi tatkala Edward lebih memilih perempuan itu. Bertie pun mengambil alih kerajaan dan hubungannya dengan Lionel bukannya membaik tetepi malah retak karena Lionel dianggap terlalu mendesaknya untuk bisa mengalahkan kegagapannya itu agar bisa menjadi raja yang disegani.

Akhirnya Hitler pun menyebarkan berita untuk menyerang Inggris. Di saat seperti itu, Bertie akhirnya sadar dan meminta maaf kepada Lionel yang tidak memberi tahu istri dan keluarganya bahwa pasien yang ditanganinya adalah raja Inggris. Seperti yang disampaikan salah satu perdana menterinya bahwa “His greatest test is yet to come”. Bertie pun sadar bahwa rakyatnya bergantung dan mencari sosok pemimpin padanya. Dengan bantuan Lionel dan istrinya, Bertie pun berusaha untuk memberikan pidato pertamanya sebagai pemimpin yang akan disiarkan ke seluruh rakyat Inggris, sehingga persiapan dan latihan keras dilakukan agar pidato kenegaraan berjalan lancar. Oleh karena itu menimbulkan pertanyan, mengapa pidato seorang pemimpin menjadi symbol kekuatan negara? http://id.wikipedia.org/wiki/The_King_Speech"

Inggris adalah suatu Negara Monarki atau kerajaan yaitu bentuk pemerintahan yang didalamnya menerapkan kekuasaan yang akhir atau tertinggi pada personel atau seseorang, tanpa melihat pada sumber sifat – sifat dasar pemilihan dan batas waktu jabatannya maka itulah monarki. Pendapat lain menegaskan, monarki merupakan kehendak atau keputusan seseorang yang akhirnya berlaku dalam segala perkara didalam


(14)

pemerintahan. Monarki diklasifikasikan sebagai tahta turun – temurun dan elektif, monarki secara turun – menurun adalah tipe yang normal. Kebanyakan monarki dahulunya dikenal dengan istilah turun – temurun. Dan kehidupan dari monarki ini memiliki banyak karakter. Monarki ala turun – menurun mewarisi tahta sesuai dengan peraturan rangkaian pergantian tertentu. Ahli waris laki- laki yang tertua biasanya menjadi raja, menggantikan posisi raja atau ayahnya sendiri. Rangkaian pergantian bias juga ditentukan dengan konstitusi atau melalui sebuah aksi legislature. (The Mammoth Book of British Kings and Queens. London: Robinson)

Inggris memiliki silsilah raja yang hebat, banyak raja yang disegani oleh dunia karena kehebatannya. Misalnya Raja Henry V, Ratu Elizabeth, Edward 1, tetapi inggris juga pernah memiliki raja yang unik dan berbeda seperti seorang raja pada umumnya. Seorang raja pada umumnya memilki kelebihan seperti ketegasan memerintah rakyat,tegas mengambil keputusan, pandai berpidato,mampu menghipnotis rakyat dan sebagainya. Tetapi raja yang satu ini adalah seorang raja yang kaku, keras kepala, dan memiliki gangguan saat berbicara atau gagap saat di depan umum.seolah-olah tidak memiliki jiwa kepemimpinan dan kharisma. Raja tersebut adalah Raja George VI,

Sebagai perbandingannya, beberapa pemimpin dunia memiliki kemampuan dalam menyampaikan pidatonya dengan teknik persuasif yang memukau, seperti pemimpin Nazi-Jerman Adolf Hitler, maupun Presiden pertama Indonesia Soekarno, yang selalu mencuri dan memukau ribuan bahkan jutaan orang saat mereka berpidato.


(15)

Retorika, berasal dari bahasa Yunani (rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo).Pada awalnya, retorika dipercaya sebagai salah satu propaganda yang efektif dengan mempersuasi khalayak ramai. (Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Retorika Modern Pendekatan Praktis.)

Adapun di era masa kini, pemimpin dunia yang termasuk dalam jajaran orator yang handal, yakni Presiden AS Barack Obama. Ia menjadi salah satu pemimpin yang mempunyai kharisma saat berpidato, salah satu contohnya adalah pidato kemenangannya di Chicago.

Pidato tersebut mampu memukau seluruh warga amerika dan meningkatkan semangat untuk mengajak menuju pembaharuan guna memajukan Negara Amerika Serikat guna menghadapi persaingan bangsa-bangsa lain yang mulai maju berkembang.

Sosok pemimpin seperti Obama yang tegas,mampu berkomunikasi dengan baik saat pidato, sehingga mampu menyampaikan pesan dan menarik simpati public memang dibutuhkan oleh suatu Negara apalagi jika Negara dalam kondisi yang tidak kondusif. 'http://ads3.kompasads.com

Hal ini berbanding terbalik dengan sosok pemimpin atau raja dalam film The King Speech. Disaat kondisi Negara sedang konflik, Raja yang diandalkan jauh dari harapan rakyat hanya karena gagap saat


(16)

berbicara didepan public. Hal ini menjadi tantangan bagi Raja George VI, mampukah seorang raja yang gagap memimpin negaranya?

Menjadi seorang pemimpin dituntut tidak hanya pandai berbicara menyampaikan pesan didepan public saja, tetapi dibutuhkan kharisma kepemimpinan dan ketegasan mengambil tindakan serta gagasan yang bersangkutan dengan Negara. Sosok tersebut pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia, beliau adalah Bung Karno yang memiliki kharisma yang luar biasa.

Kharisma bagaikan mata air yang tak pernah habis. Ia membujuk, tidak memaksa. Menurut Joseph Nye dalam buku The Powers to Lead, kharisma bersumber dari individu, para pengikutnya dan situasi. Sosiolog Max Weber mendefinisikan “kharisma” sebagai: “Kualitas tertentu dari seorang individu yang karenanya ia berbeda jauh dari orang-orang biasa dan dianggap memiliki kekuatan-kekuatan supranatural, manusia super atau setidaknya luar biasa. Kualitas ini dianggap tidak bisa dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap bersumber dari tuhan, dan atas dasar itu individu bersangkutan diperlakukan sebagai pemimpin”. (Max Weber, The Theory of Sosial and Economic Organization:1947).

Menurut Weber kharisma seorang pemimpin dapat diperoleh melalui beberapa jalan: hubungan darah, keturunan, dan institusi. Dalam autobigrafinya, Bung Karno mengatakan bahwa pada diri orang tuanya mengalir darah kebangsawanan. Ayahnya adalah keturunan dari Raja Kediri terakhir, sedangkan ibunya adalah kerabat dekat dari Raja Buleleng terakhir (Giebels, 2001: 1-2).


(17)

Dengan demikian secara genealogis Bung Karno telah mewarisi kharisma yang dimiliki oleh Raja Kediri Jayabaya. dan Raja Bali Sisingaraja. Dalam konsep Max Weber, tipe kharisma seperti ini disebut sebagai kharima rutinitas atau keturunan. Kharisma seperti ini biasanya tidak dapat bertahan lama jika individu yang bersangkutan tidak dapat mengaplikasikan kharismanya dalam bukti-bukti kongkrit, semisal ketidakmampuan pemimpin dalam menjawab persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakatnya.

Kriteria pemimpin seperti Obama dan Bung karno tersebut memang dibutuhakan oleh suatu Negara. Hal ini berbanding terbalik dengan sosok pemimpin atau raja dalam film The King Speech. Disaat kondisi Negara sedang konflik, Raja yang diandalkan jauh dari harapan rakyat hanya karena gagap saat berbicara didepan public. Jangankan berbicara, melihat ribuan orang didepannya saja sudah merasa nervous, bahkan raut muka memerah karena malu, seolah-olah tidak mempunyai ketegasan dan wibawa sebagai seorang pemimpin. Hal ini menjadi tantangan bagi Raja George VI, mampukah seorang raja yang gagap mampu memimpin negaranya dan mengobarkan semangat rakyat di saat Negara mendapat ancaman dari Negara lain?

Ketika gagap menjadi masalah nasional dan kesulitan berbicara menjadi masalah Negara, maka akan membuatnya merasa sangat terbebani. Ketika ketidakberdayaan dalam berkomunikasi menjadi masalah serius bagi seorang pangeran yang tak menyangka “takdir” memilihnya menjadi raja. Takdir memilih ia melakukan pekerjaan yang


(18)

paling tidak disukainya adalah bicara. Pekerjaan yang membuat hatinya remuk redam.. Itulah sajian utama film “King`s Speech”.

Kesulitan berbicara saat berhadapan dengan publik atau massa yang berjumlah puluhan ribu bahkan jutaan, jauh-jauh hari telah dialaminya sebelum menjadi raja. Saat pangeran berpidato, rakyat hening menunggu pangeran mengutarakan kata demi kata dengan susah payah. Yang lebih parahnya lagi, gagapnya sang pangeran terlihat dan terdengar jelas. Bukan hanya wajah pangeran yang merah padam karena malu, rakyat pun menghela napas panjang, seolah mengatakan, “sosok Raja yang tidak punya harapan”. Rakyat kecewa karena berpidato saja Raja sangat kesulitan.

Penderita gagap cenderung memiliki rasa malu, rendah diri dan menyebabkan tekanan sehingga kontrapoduktif sehingga serangan gagap makin berkembang.Seperti dikisahkan dalam film The King's Speech, Raja George yang menderita gagap seumur hidupnya karena terlambat diterapi. Padahal seorang Raja di tuntut untuk dapat berpidato dengan baik karena dengan kelancaran berbicara akan membuat masyarakat takjub, serta dapat menerima pesan-pesan yang disampaikan seorang pemimpin.Ia memang bisa mengatasi kekurangannya dan bisa berpidato mengobarkan semangat rakyatnya, namun kegagapannya belum hilang seutuhnya.

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui system penandaan yang terdiri dari dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya.(http://kunci.or.id/04/representasi)


(19)

II.1 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah “bagaimana seorang raja yang gagap dituntut untuk bisa lancar berpidato yang dipresentasikan melalui tokoh Raja George VI ( Bertie) di film The king Speech.

II.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini untuk mengetahui representasi seorang Raja melalui tokoh Raja George VI(Bertie) di film The King Speech.

II.4 Manfaat Penelitian

1. Analisis ini bermanfaat untuk memberikan penggambaran tentang seorang raja yang gagap ketika pidato, padahal seorang Raja dituntut pandai berbicara untuk menyampaikan pesan kepada rakyatnya. yang dipresentasikan melalui tokoh Raja George VI (Bertie) sebagai obyek penelitian, dan fenomena kegagapan bukan lagi menjadi sesuatu yang lucu tetapi sudah menjadi masalah nasional atau negara.

2. Analisis semiotic bagaimana seorang raja ketika pidato di film The King Speech dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya.


(20)

   


(21)

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori

2.1.1 Film Sebagai Komunikasi Massa

Pada dasarnya, tontonan bergerak sudah ada sejak lama. Dalam perkembangannya, film bukan hanya sekadar sebagai karya seni, namun juga dijadikan sebagai industri bisnis (Erdinaya dan Ardianto, 2005). "Menurut Lenin, seorang tokoh utama komunis Rusia. ia menyatakan bahwa film juga digunakan sebagai alat propaganda yang sangat ampuh, sehingga film juga digunakan sebagai alat politik. Presiden ke-40 Amerika Serikat yang juga mantan aktor, Reagen berpendapat bahwa film merupakan alat komunikasi massa yang mampu mengubah pikiran orang lain menjadi seperti apa yang dipikirkan oleh sutradara pembuat film itu" (Tjasmadi, 2008, p. 1).

Film adalah gambar bergerak pada layar lebar yang diletakkan pada suatu tempat yang besar dan gelap yang dapat menampung banyak penonton. Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar. Oleh karenanya, film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Melihat realita tersebut, berbagai penelitian akan film mulai merebak (Sobur, 2006).

Realita tersebut kemudian juga mendorong peneliti untuk meneliti film, "The King Speech". Namun yang diteliti bukanlah


(22)

bagaimana film mempengaruhi khalayak, tetapi seorang Raja yang digambarkan dalam film "The King Speech". Peneliti memilih untuk meneliti film karena melihat bahwa ftlm saat ini secara eksplisit dan implisit sebenarnya tidak lain adalah rekaman realitas yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat. Disebut eksplisit ketika isi pesan dituangkan sesuai dengan realita atau keadaan sebenarnya dalam film atau setidaknya mampu mewakili realita. Isi pesan dikatakan implisit jikalau tidak dituangkan sesuai realita atau keadaan sebenarnya, atau dengan kata lain penggambaran realitas disampaikan secara tersembunyi, seperti yang tergambarkan daiam film-film fiksi.

2.1.1 Fungsi Film

"Dalam membuat film, seorang sutradara harus mengetahui fungsi film tersebut. Fungsi film, dapat dibagi menjadi tiga, diantaranya" (Tjasmadi, 200S, p. 44):

1.Film sebagai medium ekspresi seni peran, berhubungan erat dengan seni.Film diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika yang sempurna

2. Film, sebagai tontonan yang bersifat dengar-pandang {audio visual) sehingga berhubungan dengan hiburan. Lewat kelebihan inilah yang membuat film bisa dinikmati oleh siapapun juga tanpa terkecuali, orang yang memilki gangguan.


(23)

3. Film sebagai alat penyampai pesan apa saja yang bersifat aitJio visital, sehingga film berkaitan erat dengan informasi. Sebagai medla massa, film mengangkat realitas masyarakat ke dalam bentuk cerita yang bisa dilihat dan didengar sehingga membuat masyarakat tahu apa yang sedang terjadi.

2.2. Kerajaaan Inggris

Inggris adalah suatu Negara Monarki atau kerajaan yaitu bentuk pemerintahan yang didalamnya menerapkan kekuasaan yang akhir atau tertinggi pada personel atau seseorang, tanpa melihat pada sumber sifat – sifat dasar pemilihan dan batas waktu jabatannya maka itulah monarki. Pendapat lain menegaskan, monarki merupakan kehendak atau keputusan seseorang yang akhirnya berlaku dalam segala perkara didalam pemerintahan. Monarki diklasifikasikan sebagai tahta turun – temurun dan elektif, monarki secara turun – menurun adalah tipe yang normal. Kebanyakan monarki dahulunya dikenal dengan istilah turun – temurun. Dan kehidupan dari monarki ini memiliki banyak karakter. Monarki ala turun – menurun mewarisi tahta sesuai dengan peraturan rangkaian pergantian tertentu. Ahli waris laki- laki yang tertua biasanya menjadi raja, menggantikan posisi raja atau ayahnya sendiri. Rangkaian pergantian bias juga ditentukan dengan konstitusi atau melalui sebuah aksi legislature.


(24)

Monarki adalah bentuk pemerintahan yang tertua. Garner menyatakan; setiap pemerintahan yang didalamnya menerapkan kekuasaan yang akhir atau tertinggi pada personel atau seseorang, tampa melihat pada sumber sifat – sifat dasar pemilihan dan batas waktu jabatannya maka itulah monarki. Pendapat lain menegaskan, monarki merupakan kehendak atau keputusan seseorang yang akhirnya berlaku dalam segala perkara didalam pemerintahan.

Jellinek menegaskan; monarki adalah pemerintahan kehendak satu fisik dan menekankan bahwa karakteristik sifat – sifat dasar monarki adalah kompetensi, untuk memperlihatkan kekuasaan tertinggi Negara. Jika raja hanya sebagai gelar saja, sedangkan kekuatan sebenarnya terletak pada oknum lainnya, maka realita pemerintahan ini adalah republik, walau apapun gelar yang diberikan kepada kepala Negara, baik sumber pemilihan atau sifat- sifat dasar dalam masa jabatannya. ( Garner ).

Monarki di Britania Raya (biasanya disebut sebagai kerajaan Inggris) adalah monarki konstitusional Inggris dan wilayah di luar negeri. Raja ini, Ratu Elizabeth II, telah memerintah sejak 6 Februari 1952. Dia dan keluarga dia melakukan tugas resmi berbagai upacara dan representasional. Sebagai sebuah monarki konstitusional, Ratu terbatas pada fungsi-fungsi non-partisan seperti menganugerahkan penghargaan, membubarkan parlemen dan menunjuk Perdana Menteri. Meskipun otoritas eksekutif tertinggi atas pemerintahan Kerajaan Serikat masih oleh dan melalui hak prerogatif kerajaan raja itu, dalam praktek kekuasaan ini hanya digunakan sesuai dengan hukum


(25)

yang berlaku di parlemen atau dalam batasan konvensi dan presiden. ( The Mammoth Book of British Kings and Queens. London: Robinson.)

2.3 Retorika

Diantara karunia Tuhan yang paling besar bagi manusia adalah kemampuan berbicara. Kemampuan untuk mengungkapkan isi hatinya dengan bunyi yang dikeluarkan dari mulutnya. Berbicara telah membedakan manusia dengan makhluk lain. Kambing dapat mengembik, tetapi ia tidak mampu menceritakan pengalaman masa kecilnya kepada kawan-kawannya. Dengan berbicara, manusia mengungkapkan dirinya, mengatur lingkungannya, dan pada akhirnya menciptakan bangunan budaya insani.

Lama sebelum lambang-lambang tulisan digunakan, orang sudah menggunakan bicara sebagai alat komunikasi. Bahkan setelah tulisan ditemukan sekalipun, bicara tetap lebih banyak digunakan. Ada beberapa kelebihan bicara yang tidak dapat digantikan dengan tulisan. Bicara lebih akrab, lebih pribadi (personal), lebih manusiawi. Tidak mengherankan bila “ilmu bicara” telah dan sedang menjadi perhatian manusia.

Seorang kopral kecil, veteran Perang Dunia II berhasil naik menjadi Kaisar Jerman. Dalam bukunya, Mein Kampf, dengan tegas Hitler mengatakan bahwa keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya berbicara. Hitler berkata : Jede grosse Bewegung auf dieser Erde verdankt ihr Wachsen den grosseren Rednern und nicht den grossen Schreibern


(26)

(setiap gerakan besar di dunia dikembangkan oleh ahli-ahli pidato dan bukan oleh jago-jago tulisan).

Kemampuan bicara bukan saja diperlukan didepan sidang parlemen, di muka hakim atau dihadapan massa. Kemampuan ini dihajatkan dalam hampir seluruh kegiatan manusia sehari-hari. Penelitian membuktikan bahwa 75 % waktu bangun kita berada dalam kegiatan komunikasi. Kita hampir dapat memastikan bahwa sebagian besar kegiatan komunikasi itu dilakukan secara lisan. Bicara menunjukkan bangsa, bicara mengungkapkan apakah anda orang terpelajar atau kurang ajar.

Kemampuan bicara bisa merupakan bakat. Tetapi, kepandaian bicara yang baik memerlukan pengetahuan dan latihan. Orang sering memperhatikan cara dan bentuk pakaian yang dikenakannya, agar kelihatan pantas, tetapi ia sering lupa memperhatikan cara dan bentuk pembicaraan yang diucapkannya supaya kedengaran baik. Retorika sebagai “ilmu bicara” sebenarnya diperlukan setiap orang. Bagi ahli komunikasi atau komunikator retorika adalah adalah condition sine qua non.


(27)

2.4 Kepemimpinan

Kepemimpinan sebagai seni menempatkan bakat sebagai factor yang penting dan berpengaruh besar terhadap kemampuan mewujudkannya. Bakat kepemimpinan sebagaimana bakat yang lain dimiliki oleh setiap orang, namun berbeda kualitas dan kuantitasnya, antara yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan pendapat ini berarti kepemimpinan akan berlangsung efektif dan efisien di tangan orang-orang yang kuantitas bakatnya besar dan kualitasnya tinggi.

Sebaliknya kepemimpinan sebagai ilmu menitikberatkan pada proses belajar dan latihan (empiri). Kepemimpinan akan berlangsung efektif dan efisien menurut pendapat ini, bilamana berada di tangan orang yang terampil dan ahli dalam memimpin. Kemampuan itu diperoleh melalui proses belajar dan melatih diri secara intensif. Untuk itu seseorang harus menguasai teori-teori kepemimpinan yang bersifat ilmiah dan berusaha menerapkannya dalam praktek memimpin.

Pendapat bahwa kepemimpinan sebagai seni, tidak boleh menjadi ekstrem dengan menyatakan bahwa factor bakat merupakan satu-satunya untuk mewujudkan kepemimpinan yang sukses. Dengan kata lain kepemimpinan tidak sepenuhnya tergantung pada bakat. Kepemimpinan bukan sekedar proses keturunan (penurunan bakat) dari orang tua kepada anaknya. Dalam kenyataannya seorang anak raja, presiden dan lain-lain tidak otomatis mampu menjadi pengganti ayahnya yang


(28)

kepemimpinannya penuh arif kebijaksanaan, sehingga dicintai rakyatnya. tidak sekedarnya saja memiliki bakat kepemimpinan. Dalam keadaan itu ternyata bahwa bakat, yang dimilikinya, tidak banyak menolong untuk menjadi pemimpin yang efektif dan efisien.

Demikian pula pendapat bahwa kepemimpinan merupakan ilmu, tidak boleh menjadi ekstrem dengan menyatakan factor bakat sama sekali tidak berperan dalam kepemimpinan. Seseorang melalui proses belajar dapat memiliki pengetahuan yang banyak dan mendalam tentang kepemimpinan yang efektif dan efisien. Kemudian mungkin pula telah berusaha melatih diri untuk menjadi pemimpin yang sukses. Dalam kenyataannya tanpa memiliki atau hanya sedikit memiliki bakat memimpin, maka kepemimpinannya akan sulit berkembang dan dikembangkan. Kenyataan itu menunjukkan bahwa kepemimpinan sebagai masalah manusia sifatnya unik dan bervariasi, yang tidak mudah dijalankan jika hanya mengandalkan teori-teori dan manifestasinya dalam kegiatan yang dilakukan secara rutin. Kepemimpinan yang bersifat situasional sangat memerlukan ketajaman penalaran yang harus didasari oleh inteligensi (factor keturunan) yang memadai dan bakat-bakat penunjang lainnya di bidang kepemimpinan.(Hadari Nawawi,1993, p.21-22).

Setiap pemimpin harus memiliki perasaan percaya diri yang besar. Pemimpin harus selalu yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan dalam


(29)

mempengaruhi, mengarahkan, mengendalikan dan membimbing orang yang dipimpinnya. Ada beberepa tipe kepemimpinan antara lainnya:

1. Tipe kepemimpinan kharismatik.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa “karismatik” berarti bersifat karisma. Sedang perkataan karisma diartikan sebagai “keadaan atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk membangkitkan pemujaaandan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya” atribut kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu.”

Sejalan dengan pengertian dari segi bahasa itu, maka tipe kepemimpinan Kharismatik dapat diartikan sebagai “kemampuan menggerakkan orang lain dengan mendayagunakan keistimewaan atau kelebihan dalam sifat kepribadiaan yang dimiliki pemimpin, sehingga menimbulkan rasa hormat, segan dan kepatuhan pada orang-orang yang dipimpinnya. Dengan kata lain pemimpin diterima sebagai seseorang yang istimewa oleh orang yang dipimpinnya, karena pengaruh kepribadiannya yang dapat menimbulkan kepercayaan, sehingga semua pendapat dan keputusan dipatuhi secara rela dan iklas. Kepemimpinan ini terlihat pada seorang raja ataupun presiden yang memiliki karisma pada rakyatnya

Kharisma bagaikan mata air yang tak pernah habis. Ia membujuk, tidak memaksa. Menurut Joseph Nye dalam buku The Powers to Lead, kharisma bersumber dari individu, para pengikutnya dan situasi. Sosiolog


(30)

Max Weber mendefinisikan “kharisma” sebagai: “Kualitas tertentu dari seorang individu yang karenanya ia berbeda jauh dari orang-orang biasa dan dianggap memiliki kekuatan-kekuatan supranatural, manusia super atau setidaknya luar biasa. Kualitas ini dianggap tidak bisa dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap bersumber dari tuhan, dan atas dasar itu individu bersangkutan diperlakukan sebagai pemimpin”. (Max Weber, The Theory of Sosial and Economic Organization:1947).

2. Tipe Kepemimpinan Simbol

Tipe kepemimpinan ini menempatkan seseorang pemimpin sekedar sebagai lambang atau symbol, tanpa menjalankan kepemimpinan sebenarnya. Penempatan itu disebabkan oleh berbagai alasan/ sebab yang berhubungan dengan kepentingan tertentu. Dalam sejarah suatu suku atau bangsa, dapat menjadi sebab seseorang diangkat sebagai pemimpin symbol. Seseorang raja mungkin tetap diakui sebagai kepala negara, namun pelaksanaan pemerintahan dijalankan oleh seorang perdana mentri yang dipilih rakyat.

Pemimpin sebagai symbol pada dasarnya tidak menjalankan fungsi kepemimpinan, namun kedudukannya itu tidak dapat dan tidak boleh digantikan orang lain. Pemimpin yang berstatus sebagai lambang itu diperlukan untuk memelihara dan mempertahankan stabilitas negara.


(31)

2.4.1 Kepemimpinan Raja –Raja Inggris

Jejak-jejak kerajaan Inggris berasal dari Raja dari Sudut dan Skotlandia awal Kings. Pada tahun 1000, kerajaan Inggris dan Skotlandia telah berkembang dari kerajaan kecil dari Inggris awal abad pertengahan. Raja Anglo-Saxon terakhir (Harold II) dikalahkan dan dibunuh di invasi Norman dari 1066 dan monarki Inggris diteruskan ke penakluk Norman. Pada abad ketiga belas, yang azas Wales diserap oleh Inggris, dan Magna Carta memulai proses mengurangi kekuasaan politik raja.

Setelah serangan Viking dan pemukiman di abad kesembilan, kerajaan Anglo-Saxon dari Wessex muncul sebagai kerajaan Inggris yang dominan. Alfred the Wessex dijamin Besar, mencapai dominasi atas Mercia barat, dan mengambil judul "Raja Inggris". cucu Athelstan adalah raja pertama yang memerintah sebuah kerajaan kesatuan kira-kira sesuai dengan batas-batas sekarang Inggris, meskipun yang bagian pokok ditahan identitas regional yang kuat. Abad ke-11 melihat Inggris menjadi lebih stabil, meskipun sejumlah perang dengan Denmark, yang menghasilkan monarki Denmark untuk satu generasi William, Duke of penaklukan Normandia's dari Inggris tahun 1066. sangat penting baik dari segi politik dan sosial berubah. Raja baru terus sentralisasi kekuasaan dimulai pada periode Anglo-Saxon, sementara Sistem feodal terus berkembang.

William I digantikan oleh dua anaknya: William II, maka Henry membuat keputusan kontroversial untuk nama putrinya Matilda (hanya anaknya yang masih hidup) sebagai ahli warisnya. Setelah kematian Henry


(32)

tahun 1135, salah satu cucu William I, Stephen, mengklaim takhta, dan merebut kekuasaan dengan dukungan sebagian besar baron. Matilda menantang pemerintahannya, sebagai akibatnya Inggris turun ke periode gangguan yang dikenal sebagai Anarchy. Stephen mempertahankan daya tahan genting tetapi sepakat untuk kompromi di mana anak Matilda Henry akan menggantikannya. Henry sehingga menjadi raja pertama dari dinasti Plantagenet Angevin atau sebagai Henry II. Dari sebagian besar raja Angevin telah dirusak oleh perselisihan sipil dan konflik antara raja dan kaum bangsawan. Henry II menghadapi pemberontakan dari anaknya sendiri, masa depan penguasa Richard I dan Yohanes. Namun demikian, Henry berhasil memperluas kerajaannya. Setelah kematian Henry, anak tertuanya Richard berhasil naik tahta, ia tidak hadir dari Inggris untuk sebagian besar pemerintahannya, ketika ia pergi untuk berperang di Perang Salib. Dia dibunuh dikepung di sebuah benteng, dan John menggantikan. Pemerintahan John ditandai dengan konflik dengan baron, khususnya atas batas-batas kekuasaan kerajaan. Pada 1215, para baron memaksa raja ke mengeluarkan Magna Carta (Latin untuk "Piagam Besar") untuk menjamin hak-hak dan kebebasan dari kaum bangsawan. Tak lama kemudian perselisihan lebih lanjut Inggris terjun ke dalam perang saudara yang dikenal sebagai Barons 'Perang. Perang pun berakhir mendadak setelah John meninggal pada 1216, meninggalkan Crown untuk sembilan tahun, putra Henry III memerintah, Kemudian dalam pemerintahan Henry III, Simon de Montfort memimpin baron dalam


(33)

pemberontakan lain, mulai Kedua Baron perang. Perang berakhir dengan kemenangan royalis yang jelas, dan dalam kematian banyak pemberontak, tetapi tidak sebelum raja telah setuju untuk memanggil parlemen pada 1265.

Raja berikutnya, Edward I, jauh lebih berhasil dalam mempertahankan kekuasaan raja, dan bertanggung jawab atas penaklukan Wales. Ia berusaha untuk mendirikan dominasi Inggris Skotlandia. Namun, keuntungan di Skotlandia yang dibalik pada masa pemerintahan penerusnya, Edward II, yang juga menghadapi konflik dengan kaum bangsawan. Edward II, pada tahun 1311, terpaksa banyak melepaskan kekuasaannya kepada komite yang berkenaan dengan baron "ordainers" ;. Namun, kemenangan militer membantunya mendapatkan kembali kontrol di 1322. Namun demikian, pada 1327, Edward digulingkan dan kemudian dibunuh oleh Isabella istrinya. Putranya 14 tahun menjadi Edward III. Edward III mengklaim Mahkota Perancis, pengaturan dari Perang Seratus Tahun antara Inggris dan Perancis. Ia hadir gaya penuh Berdaulat dan bergelar adalah "Elizabeth Kedua, oleh Grace Allah, Kerajaan Inggris Raya dan Irlandia Utara dan Alam lainnya Nya dan Wilayah Ratu, Kepala Persemakmuran, Pembela Iman". bergelar "Kepala Commonwealth" dipegang oleh Ratu secara pribadi, dan tidak berada di tangan Kerajaan Inggris.

Paus Leo X. pertama yang mendapat gelar "Pembela Iman" untuk Raja Henry VIII pada tahun 1521,mendapat penghargaan karena


(34)

dukungannya terhadap Kepausan selama tahun-tahun awal Reformasi Protestan, terutama untuk bukunya Pertahanan dari Tujuh Sakramen Setelah Henry pecah dari Gereja Roma, Paus Paulus III dicabut hibah, tetapi Parlemen mengeluarkan peraturan membolehkan penggunaan yang terus menerus. Penguasa ini dikenal sebagai "Yang Mulia" atau "Yang Mulia Her". Bentuk "Britannic Mulia" muncul dalam perjanjian internasional dan paspor untuk membedakan raja Inggris dari penguasa asing. Raja itu memilih namanya masa pemerintahan, belum tentu nama pertama.

Raja George VI, Raja Edward VII dan Ratu Victoria tidak menggunakan nama pertamanya. Jika hanya satu raja telah menggunakan nama tertentu, ordinal tidak digunakan, misalnya, Queen Victoria tidak dikenal sebagai "Victoria I", dan ordinals tidak digunakan untuk penguasa Inggris yang memerintah sebelum penaklukan Norman dari Inggris. Pertanyaan apakah penomoran untuk raja Inggris didasarkan pada penguasa Inggris atau Skotlandia sebelumnya dibesarkan pada tahun 1953 ketika nasionalis Skotlandia ditantang menggunakan Ratu dari "Elizabeth II", dengan alasan bahwa tidak pernah ada sebuah "Elizabeth I" di Skotlandia. Dalam MacCormick v. Tuhan Advokat, Pengadilan Skotlandia memerintah Sidang terhadap penggugat, menemukan bahwa judul Ratu adalah masalah pilihan sendiri dan hak prerogatif. Sekretaris Beranda mengatakan kepada House of Commons bahwa penguasa sejak Kisah Union telah secara konsisten menggunakan lebih tinggi dari ordinals


(35)

Inggris dan Skotlandia, yang dalam empat kasus yang berlaku telah menjadi ordinal Inggris. Perdana Menteri dikonfirmasi praktek ini, tetapi mencatat bahwa "baik Ratu maupun penasehat dia bisa berusaha untuk mengikat penerus mereka".Raja masa depan akan menerapkan kebijakan ini. (The History of the Kings of Britain, Geoffrey of Monmouth )

Sepanjang sejarah Inggris, Ratu Elizabeth I adalah raja yang paling terkemuka. Empat puluh lima tahun pemerintahannya merupakan masa kemakmuran ekonomi, berkembangnya kesusastraan, dan munculnya Inggris jadi kekuatan armada laut nomor satu di atas samudera. Ketika Inggris tak lagi punya raja-raja yang menonjol, muncullah yang mengangkat Inggris ke jaman keemasan. Elizabeth lahir tahun 1533 di Greenwich, Inggris. Ayahnya, Raja Henry VIII, perintis babak pembaharuan Inggris. Ibunya, Anne Boleyn, adalah istri kedua Henry. Anne dipenggal kepalanya hingga menggelinding seperti sebutir nyiur tahun 1536 dan beberapa bulan kemudian parlemen keluarkan pengumuman bahwa Elizabeth yang waktu itu berumur tiga tahun sebagai "anak sundal." (Ini merupakan sikap umumnya kaum Katolik Inggris yang tidak menganggap sah perceraian Henry dengan istri pertamanya).

Meski ada kutukan parlemen,Elizabeth dibesarkan dalam rumah tangga kerajaan dan memperoleh pendidikan yang baik. Henry VIII tutup usia tahun 1547 ketika Elizabeth berumur tiga belas tahun. Sebelas tahun sesudah itu tidak ada penguasa Inggris yang bisa dianggap berhasil. Edward VI, saudara tiri Elizabeth naik tahta antara


(36)

tahun 1547 sampai 1553. Di bawah pemerintahannya, terlihat sekali politik pro Protestannya. Ratu Mary I memerintah lima tahun sesudah itu mendukung supremasi kepausan dan pengokohan kembali Katolik Romawi. Selama pemerintahannya kaum Protestan Inggris dikejar-kejar dan ditindas, bahkan sekitar tiga ratus pemeluknya dihukum mati. (Ini menyebabkan ratu dapat julukan tak bagus : "Mary yang berdarah."Elizabeth sendiri ditahan dan disekap di Menara London. Kendati akhirnya dibebaskan, hidupnya dalam beberapa waktu berada dalam ancaman bahaya. Ketika Mary tutup usia (tahun 1558)Elizabeth yang sudah berumur dua puluh lima tahun naik tahta. Kenaikan ini memberi kecerahan buat penduduk Inggris.

Banyak masalah yang menghalangi ratu muda ini: peperangan melawan Perancis; hubungan tegang dengan Skotlandia dan Spanyol; kondisi moneter pemerintah; dan di atas segala-galanya itu adalah awan gelap perpecahan agama yang bergantung di atas kepala Inggris.Kemelut terakhir ini ditangani lebih dulu. Tak lama sesudah Elizabeth naik tahta, undang-undang tentang "Supremasi dan Persamaan" disahkan tahun 1559, menetapkan Anglican sebagai agama resmi Inggris. Ini memuaskan pihak kaum Protestan moderat, tetapi kaum Puritan menghendaki perubahan yang lebih drastis. Meskipun menghadapi oposisi kaum Puritan di satu pihak dan kaum Katolik di lain pihak, selama masa pemerintahannya tetap bertahan memantapkan kompromi yang tertera dalam undang-undang tahun 1559. Situasi keagamaan menjadi ruwet dengan keadaan yang


(37)

berkaitan dengan Ratu Mary dari Skotlandia. Mary dipaksa meninggalkan Skotlandia dan melarikan diri ke Inggris. Sesampai di Inggris dia menjadi tahanan Ratu Elizabeth. Langkah Elizabeth ini bukanlah atas dasar kekerasan dan semau-maunya: Mary penganut Katolik Romawi dan juga punya tuntutan yang layak menggantikan tahta Elizabeth . Ini berarti, andaikata ada pemberontakan atau pembunuhan yang berhasil, Inggris akan punya lagi ratu beragama Katolik. Selama penahanan Mary yang sembilan belas tahun itu memang ada beberapa kali komplotan menghadapi Elizabeth dan ada cukup bukti keterlibatan Mary. Akhirnya di tahun 1587 Mary dihukum mati. Elizabeth menandatangani vonis hukuman itu dengan agak ogah-ogahan. Para menterinya dan umumnya anggota parlemen menginginkan supaya Mary dibunuh lebih cepat lebih baik.

Pertentangan agama betul-betul membahayakan Elizabeth. Di tahun 1570 Paus Pius V mengucilkan dan memerintahkannya turun tahta; dan di tahun 1580 Paus Gregory XIII mengeluarkan pengumuman bahwa tidaklah berdosa membunuh Elizabeth. Tetapi, keadaan juga yang menguntungkan Elizabeth. Sepanjang masa pemerintahannya, kaum Protestan tercekam rasa takut terhadap kebangunan kembali Agama Katolik di Inggris. Elizabeth menampakkan dirinya bagai perisai menghadapi kebangunan itu. Dan ini merupakan sumber penyebab pokok kepopulerannya di kalangan massa Protestan Inggris yang besar itu.


(38)

Elizabeth menangani politik luar negeri dengan cermat, luwes, dan berpandangan jauh. Di awal-awal tahun 1560 dia merampungkan "Perjanjian Edinburgh" yang menjamin penyelesaian damai dengan Skotlandia. Perang dengan Perancis berakhir dan hubungan kedua negara membaik. Tetapi, angsur-berangsur keadaan memaksa Inggris terlibat pertentangan dengan Spanyol. Elizabeth berusaha menghindari perang, tetapi buat Katolik militan Spanyol abad ke-16, perang antara Spanyol dengan Protestan Inggris sulit terelakkan. Pemberontakan di Negeri Belanda melawan penguasa Spanyol merupakan faktor pembantu: pemberontak Belanda umumnya penganut Protestan dan tatkala Spanyol menggenjot pemberontak, Elizabeth membantu Negeri Belanda, meskipun sebenarnya Elizabeth pribadi tak punya gairah berperang. Umumnya rakyat Inggris seperti juga para menteri dan parlemen lebih bernafsu angkat senjata daripada Elizabeth. Karena itu, ketika perang dengan Spanyol akhirnya meletus juga di tahun 1580an, Elizabeth memperoleh dukungan yang kuat dari rakyat Inggris.

Bertahun-tahun Elizabeth secara tekun membangun Angkatan Laut Inggris; tetapi, Raja Philip II dari Spanyol juga bergegas membangun armada besar Armada Spanyol untuk melabrak Inggris. Armada Spanyol punya kapal-kapal yang hampir seimbang banyaknya dengan kepunyaan Inggris, tetapi kelasinya lebih sedikit; lebih dari itu, pelaut Inggris lebih terlatih baik dan kualitas kapal serta persenjataan meriamnya lebih bagus.


(39)

Pertarungan pun pecah tahun 1588, dan pertempuran laut yang seru itu berakhir dengan kekalahan mutlak pihak Spanyol. Sebagai akibat kemenangan ini, Inggris menjadi mantap selaku kekuatan Angkatan Laut paling jempol di dunia, posisi yang tetap dipegangnya hingga abad ke 20 ini.

Elizabeth sangat cermat dalam soal keuangan. Di awal-awal pemerintahannya kondisi keuangan kerajaan Inggris sungguh sehat. Tetapi-tentu saja bermasalah dengan Spanyol meminta biaya mahal dan di akhir pemerintahannya keadaan keuangannya amat miskin. Tetapi, kendati kerajaan miskin, keadaan negara secara keseluruhan berkondisi lebih makmur ketimbang pada waktu Elizabeth melekatkan mahkota di ubun-ubunnya.

Pemerintahan Elizabeth selama empat puluh lima tahun (dari tahun 1558 sampai 1603) sering dianggap "Jaman keemasan Inggris." Beberapa penulis termasyhur Inggris, termasuk William Shakespeare, hidup di jaman itu. Jelas-jelas Elizabeth punya saham dalam perkembangan kultural ini. Dia beri semangat teater Shakespeare menghadapi oposisi pemerintahan lokal kota London. Tetapi, tak ada perkembangan musik atau lukisan yang bisa menandingi perkembangan kesusastraan.

Era Elizabeth juga menyaksikan bangkitnya Inggris selaku penjelajah. Ada berulang kali perjalanan ke Rusia dan percobaan-percobaan oleh Martin Frobisher dan oleh John Davis mencari jalan arah barat laut menuju Timur Jauh. Sir Francis Drake berlayar keliling dunia


(40)

(dari tahun 1577 hingga 1580), menjejakkan kaki di California dalam perjalanan itu. Juga ada percobaan yang gagal (oleh Sir Walter Raleigh dan lain-lainnya) mendirikan pemukiman di Amerika Utara.

Kekurangan Elizabeth terbesar mungkin tidak mau menyediakan peluang buat pergantian tahtanya. Bukan saja dia tak pernah kawin, tetapi dia selalu menghindari menetapkan penggantinya. (Mungkin karena dia takut, jika dia tunjuk seseorang jadi penggantinya akan segera jadi rivalnya). Apa pun alasan Elizabeth tidak mau menyebut penggantinya, kalau saja dia mati muda (atau kapan saja sebelum matinya Mary dari Skotlandia), Inggris mungkin sudah kecemplung dalam kancah perang saudara sesudah penggantian. Nasib baik buat Inggris,Elizabeth hidup sampai umur tujuh puluh tahun. Di atas tempat tidur menjelang rohnya melayang, dia sebut Raja James II dari Skotlandia (putera Mary dari Skotlandia) menjadi penggantinya. Meskipun ini berarti persatuan antara Inggris dan Skotlandia di bawah satu mahkota, ini merupakan pilihan yang membingungkan. Baik James maupun puteranya Charles I terlampau otoriter buat selera Inggris, dan di abad tengah perang saudara pun meledaklah.

Elizabeth punya kecerdasan yang melebihi orang biasa dan seorang politikus yang cakap, tegas, punya pandangan luas. Berbarengan dengan itu dia punya kehati-hatian dan konservatif. Dia mengidap ketidaksukaan berperang dan pertumpahan darah meskipun jika diperlukan dia bisa


(41)

bersiteguh. Seperti halnya ayahnya, dia menjalankan pemerintahan dengan kerjasama parlemen dan bukan melawannya. Karena dia tidak kawin, maka tampaknya dia masih perawan seperti dikemukakannya di muka umum. Tetapi, tidaklah pula terlalu benar jika dianggap dia itu termasuk jenis perempuan pembenci lelaki. Malah sebaliknya, dia jelas menyukai pria dan gemar bergaul dengannya. Elizabeth punya kemampuan memilih menteri-menterinya yang bagus. Sebagian dari hasil-hasil yang dicapainya antara lain berkat Williarn Cecil (Lord Burghley), yang menjadi penasihat utamanya sejak tahun 1558 hingga matinya di tahun 1598.

(The History of the Kings of Britain, Geoffrey of Monmouth)

2.5. Representasi

Representasi visual berarti menghadirkan kembali, memproyeksikan gambaran mengenai seseorang atau sesuatu. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia: dialog, tulisan, video, fllm, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna melalui bahasa. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan, atau gambar) tersebut itulah seseorang dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan ide-ide tentang sesuatu (Juliastuti, 2000).

Menurut Stuart Hall (1997), representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan, Kebudayaan merupakan konsep


(42)

yang sangat luas, kebudayaan menyangkut pengalaman berbagi'. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama Jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama. membagi kode-kode kebudayaan yang sama. berbicara dalam 'bahasa yang sama, dan saling berbagi konsep konsep yang sama.

2.6. Semiotika

Dalam melihat suatu tanda sering tidak kita sadari bahwa tanda mempunyai makna yang berbeda dalam tiap penggunaannya, maka itu ada pentingnya juga kita belajar semiotika. "Semiotika adalah studi tentang pertandaan dan makna dari sistem tanda, ilmu tentang tanda, bagaimana makna dibangun dalam "teks", media, atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkonsumsi makna" (Fiske, 2004, p. 282).

Dalam teori Semiotika, pokok studinya adalah tanda, atau studi ini atau bagaimana cara tanda-tanda itu bekerja Juga dapat disebut semiologi. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti pada dirinya sendiri, dengan kata lain jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka hurut, kata, dan kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti {significanl) dalam kaitan dengan pembacanya, pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sebagai konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Segala sesuatu yang memiliki sistem tanda, dapat dianggap


(43)

teks, contohnya di dalam film, televisi, iklan, majalah, koran, brosur, novel, bahkan di dalam surat cinta sekalipun (Fiske, 2004).

Secara singkat kita dapat menyatakan bahwa analisis Semiotik {semiotical analysis) merupakan cara atau metode untuk menganatisis dan memberikan makna-makna terhadap suatu lambang yang terdapat dalam suatu pesan atau teks. 'Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik yang terdapat pada media massa seperti tayangan televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara. radio, dan berbagai bentuk iklan" (Pawito, 2007, p. 155)

Menurut Pierce, menggunakan istilah representamen yang tak lain adalah lambang (sign) dengan pengertian sebagai something which stands to somebody for something in some respect or capacity

Yang terjemahannya adalah :

Sesuatu yang mewakili sesuatu bagi seseorang dalam suatu hal atau kapasitas. Dari pemaknaan ini dapat dilihat bahwa bagi Pierce, lambang mencakup keberadaan yang luas, termasuk pahatan, gambar, tulisan, ucapan lisan, isyarat bahasatubuh, music, dan lukisan (Pawito, 2007)

"Pokok perhatian dari semiotika adalah tanda. Studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja dinamakan semiotika atau semiologi" (Fiske, 2004, p. 60). Semiotic sebagai suatu modal dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit


(44)

dasar yang disebul dengan "tanda". Dengan demikian semiotik mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.

Umberto Eco (1995) menyebut tanda tersebut sebagai 'kebohongan’, dalam tanda terdapat sesuatu yang tersembunyi dibelakangnya dan bukan merupakan tanda itu sendiri (Sobur, 2003)

Jika diterapkan pada tanda - tanda bahasa. maka huruf, kata. kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan (signifie) sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan. Sebuah teks apakah itu surat cinta, makalah, iklan, cerpen, puisi, pidato, poster, komik, kartun dan semua hal yang mungkin menjadi "tanda" bisa dilihat dalam aktivitas penanda: yakni suatu proses signifikasi yang menggunakan tanda dan menghubungkan obyek dan interpretasi (Sobur, 2004).

Berdasarkan pengertian pengertian dari para tokoh tadi maka dapat disimpulkan bahwa serniotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan lambang, yang nantinya dari kumpulan tanda dan lambang tersebut akan merujuk pada suatu makna tertentu.

John Fiske (Fiske, 2004) dalam bukunya yang berjudul Cultural and Communication Studies menjelaskan mengenai tiga bidang studi semiotika, yaitu:


(45)

1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruks) manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya.

2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.

2.6.1. Tanda Dan Makna

Semiotika merupakan sebuah studi tentang pertandaan dan makna dari sistem tanda, sehingga tiga unsur utama yang harus ada dalam setiap studi tentang makna adalah tanda, acuan landa dan pengguna landa (Fiske, 2004). Tanda bersifat fisik dan bisaditerima oleh panca indra kita. Tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri serta bergantung pada pengenalan oleh penggunanya hingga disebut sebagai tanda. Sedangkan makna merupakan hasil interaksi antara tanda, interpretant dan obyek yang secara historis ditempatkan dan mungkin akan berubah seiring jalannya waktu (Fiske, 2004).


(46)

Ada dua model korelasi tanda dan makna yang sangat berpengaruh dalam bidang semiotika, yaitu niodel dari ahli linguistie, yaitu Ferdinand de Saussure dan model dari filsuf dan ahli logika, yaitu Charles Sanders Pierce. Sebagai ahli linguistic, menurut prinsip Saussure, bahasa adalah suatu sistem tanda. Tanda merupakan objek flsik dengan sebuah makna. atau tanda terdiri atas penanda (signifier) dan pertanda (signified) dimana relasi keduanya disebut sebagai pertandaan (signifikasi). Penanda adalah citra tanda dari persepsi kita. sedangkan pertanda adalah konsep mental atau konsep dari persepsi kita akan suatu tanda.

Sedangkan menurut Pierce, korelasi tanda dan makna tergambar dalam teori segi tiga makna (triangle meaning)-nya, yailu:

Tanda

Interpretant objek Gambar2.l

Unsur makna dari Pierce Sumber: Fiske (2004, p. 60)

Teori Pierce ini terdiri dari sign (tanda), object (objek) dan interpretant (efek di benak penggunanya). Tanda menunjukkan sesuatu yakni citra tanda dari persepsi kita. Sesuatu yang ditunjuk oleh tanda disebut sebagai objek, dan inilah yang yang kurang diperhatikan dalam Saussure. Sedangkan interpretant adalah konsep mental atau konsep


(47)

persepsi kita akan suatu tanda, pemaknaan berdasarkan pengalaman pengguna objek. "Ketiganya dihubungkan dengan tanda panah dua arah yang menekankan bahwa masing-masing istilah dapat dipahami hanya dalam relasinya dengan yang lain " (Fiske, 2004, p.63).

2.6.2. Kode-Kode Televisi

Television codes adalah teori yang dikemukakan oleh John Fiske atau biasa yang disebut dengan kode-kode yang digunakan dalam dunia pertelevisian. Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau yang digunakan dalam acara televisi tersebut saling berhubungan sehingga terbentuk sebuah makna. Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidak muncul begitu saja melalui kode-kode yang timbul, namun juga diolah melalui penginderaan serta referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa televisi, sehingga sebuah kode akan dipersepsi secara berbeda oleh orang yang berbeda juga.

Dalam kode-kode televisi yang diungkapkan dalam teori John Fiske, bahwa peristiwa yang ditayangkan dalam dunia televisi telah dienkode oleh kode-kode sosial yang terbagi dalam tiga level sebagai berikut:

a. Level Pertama adalah Reality (Realitas), kode sosialnya antara lain, appearance (penampilan), dress (kostum), make-up (riasan), environment (lingkungan), behavior (kelakuan), speech (dialog), gesture (gerakan), e.rpression (ekspresi). sound (suara),


(48)

b. Level Kedua adalah Representation (Representasi) dengan teknikal kode sosialnya antara lain camera (kamera), lighting (pencahayaan), editing (perevisian), music (musik), sound (suara). Melalui representasi mampu memahami perbedaan dari tiap-tiap jenis program. Meskipun kita tidak mengerti bahasa yang sebenarnya dari sebuah program, kita masih bisa membaca dengan menginterpretasikan tanda-tanda dan kode-kode yang ada. Meliputi: narasi, konflik, karakter, aksi, dialog, latar, aktor.

c. Kode Ideologi

Kode kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan dalam koherensi sosial. Serta menjelaskan sebuah program acara yang ditayangkan oleh televisi popular memiliki kompleksitas dan dipengaruhi oleh paham ideologi. Meliputi individualisme, patriarki, ras, materialisme, kapitalisme.Dalam film The King Speech, peneliti menggunakan level realitas untuk membaca realitas yang terjadi melalui kode-kode sosialnya. Setelah melihat level realitas, peneliti akan merepresentasikan Seorang Raja yang ada dalam film “The King Speech”melalui teknikal kode sosialnya.

2.6.3 Kode-Kode Sosial dalam film “The King Speech”

Unit analisis yang digunakan oleh peneliti meliputi level realiitas. level representasi dan level ideologi. Kode kode tersebut adalah: Level realitas dengan kode:


(49)

a. Kostum (dress)

Setiap bentuk dan jenis pakaian apapun yang dikenakan oleh seseorang akan menyampaikan penanda sosial (social sign) tentang si pemakai. Pakaian merupakan 'bahasa diam" (silent language) yang berkomunikasi melalui pemakaian simbol-simbol verbal. Pakaian merupakan indikator yang tepat dalam menyatakan kepribadian dan gaya hidup seseorang yang mengenakan pakaian tertentu. (Sobur. 2006)

"Dalam hal lainnya. pakaian adalah cara yang digunakan individu untuk membedakan dirinya sendiri sebagai individu dan menyatakan beberapa bentuk keunikan" (Barnard, 2006, p.85). Setiap orang, memiliki selera dan maksud tertentu ketika ia memilih suatu pakaian tertentu untuk digunakan. Pakaian yang kita kenakan juga dapat menjelaskan banyak hal. Misalnya, ketika seorang wanita berpakaian gaun panjang berwama hitam, tentu dia akan menghadiri suatu pesta, tidak mungkin dia ingin berbelanja sayur di pasar. Atau ketika seorang remaja mengenakan jas kulit dan kaos berwarna hitam, lengkap dengan celana jeans gelap yang sobek-sobek akan memperlihatkan bahwa remaja itu suka dengan musik beraliran rock yang keras dan macho. Setiap fase dalam kehidupan kita pun ditandai dengan busana tertentu. (Mulyana, 2007). Misalkan, seragam putih merah adalah seragam sekolah tingkat dasar, toga dikenakan oleh para sarjana ketika wisuda, dan lain sebagainya. Bahkan, pilihan seseorang atas pakaian yang ia kenakan mencerminkan


(50)

kepribadiannya. Pakaian juga digunakan unttik memproyeksikan citra tertentu yang diinginkan pemakainya.

Faktor-faktor yang mampu mempengaruhi cara kita berdandan antara lain. nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis atau tidak), nilai kenyamanan. dan tujuan pencitraan.

b. Penampilan (appearance)

Tidak dapat kita pungkiri, bahwa pertama kali kita menilai atau melihat seseorang adalah melalui penampilan fisiknya. Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan fisik. Seringkali orang memberi makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, model rarnbut dan sebagainya (Mulyana, 2007). "Begitu pentingnya sebuah penampilan, maka ada yang mengatakan bahwa penampilan adalah segalanya" (Chaney,2003, p. 15).

Beberapa kelompok masyarakat beranggapan bahwa penampilan bagi dirinya merupakan suatu yang mutlak. Bahkan sebagian orang berpendapat bahwa penampilan merupakan kebutuhan yang mutlak untuk dipenuhi. Ketika kita melihat penampilan seseorang, maka kita akan mempersepsi kehidupan orang tersebut. Misalnya, seorang laki-laki berpenampilan kumuh. Baju yang ia kenakan tampak kotor, tubuhnya kurus dan bongkok, rambutnya tumbuh tak beraturan, mukanya dipenuhi dengan kumis dan jenggot panjang berwarna putih. Maka kita akan mempersepsi bahwa laki-laki tua itu adalah seorang pemulung atau orang jalanan. Maka dari itu, penampilan menjadi kode sosial yang peneliti


(51)

pilih untuk menggali makna pesan yang ingin disampaikan dari representasi seorang Raja yang gagap dalam film “The King Specch”.

c. Perilaku (behavior)

Perilaku atau behavior merupakan sebuah tindakan seseorang. Dalam kode sosial ini, peneliti ingin melihat perilaku dalam kehidupan feminisme yang terdapat dalam film ini.

d. Ekspresi (expression)

Banyak orang beranggapan bahwa perilaku nonverbal yang paling banyak "berbicara" adalah ekspresi wajah, khususnya pandangan mata, meskipun mulut tidak berbicara. (Mulyana, 2007). Menurut Albert Mehrabian dalam Mulyana berpendapat andil wajah bagi pengaruh pesan adalah 55%. sementara vokal 30%, dan verbal hanya 7%.

"Kontak mata yang merupakan bagian terbesar dari ekspresi memiliki dua fungsi, fungsi pengatur yaitu untuk memberi tahu orang lain apakah kita akan melakukan hubungan dengan orang itu atau menghindarinya. Fungsi yang kedua adalah fungsi ekspresif, yaitu memberi tahu orang lain bagaimana perasaan kita terhadapnya" (Mulyana, 2007, p.373).

Ekspresi wajah merupakan perilaku nonverbal utama yang mengekspresikan keadaan emosional seseorang. Sebagian pakar mengakui terdapat beberapa keadaan emosional yang dikomunikasikan oleh ekspres) wajah yang tampaknya dipahami secara universal:


(52)

kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, keterkejutan, kemarahan, kejijikan, dan minat. Level representasi dengan kode: Musik (music)

Menurut Muir Mathieson, pcnulis buku The Techniqite of Film Music dalam Sumarno, musik bukan hanya merupakan bagian kecil dari seluruh film. tetapi musik memiliki peranan yang besar sama seperti arsitek untuk sebuah rumah. Musik punya efek yang luar biasa, sangat memperkaya dan memperbesar reaksi keseluruhan kita terhadap hampir ke setiap film.

Menurut Marselli Sumarno. dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Apresiasi Film, ada 8 fungsi musik, yaitu:

1 Membantu mcrangkaikan adegan sehingga menimbulkan kesan adanya kesatuan.

2 Menutupi kelemahan atau keeaeatan sebuah film. Kelemahan tersebut biasanya terdapat pada akting yang lemah atau dialog yang dangkal sehingga dapat diubah menjadi lebih dramatik jika diiringi musik yang tepat.

3 Menunjukkan suasana batin tokoh-tokoh utama film.

4 Menunjukkan suasana waktu dan tempat. Misalnya, penggunaan gitar akustik, gamelan Jawa. gitar Hawaii dan selain sebagainya akan dengan mudah membuat penonton mempersepsi lokasi tertentu.


(53)

5 Mengiringi kemunculan susunan kerabat kerja ycreJii tiile). 6 Mengiri adegan dengan ritme cepat. Misalnya, adegan kejar-kejaran antara penjahat dengan polisi. Ketika ditambah musik beritme cepat, maka adegan akan tampak lebih seru.

7 Mengantisipasi adegan mendatang dan membentuk kelegangan dramatik.

8 Menegaskan karakter lewat musik. Misalnya tokoh utaina wanita diberi iringan musik yang lembut.

b. Kerja kamera ceamera movement) (Naratama, 2004):

Film memiliki dua elemen, yaitu audio dan visual. Sehingga lidak dapat dipungkiri jika kamera sebagai alat untuk menyajikan elemen visual kepada penonton memiliki peranan yang penting dalam penyampaian pesan. Teknik pengambilan gambar memiliki tujuan serta mengandung makna pesan yang ingin disampaikan. Komposisi gambar yang baik akan mampu membuat gambar menyampaikan pesan dengan sendirinya. Komposisi itu antara lain framing (pembingkaian gambar), lllusion of Deptk (kedalaman dalam dimensi gambar), subject or object (subjek atau objek gambar), dan colour (warna).

Sementara itu, ada beberapa teknik pengambilan gambar berdasarkan besar-kecil subyek, antara lain:

1. Extreme Long Shot (ELS)

Shot ini diambil apabila ingin mengambil gambar yang sangat-sangat-sangat jauh, panjang, luas dan berdimensi lebar. ELS biasanya


(54)

digunakan untuk opening scene untuk membawa penonton mengenai lokasi cerita.

2. Very Long Shot (VLS)

VLS merupakan tata bahasa gambar yang panjang, jauh dan luas tetapi lebih kecil daripada ELS. Teknik ini digunakan biasanya untuk pengambilan gambar adegan kolosal atau banyak objek misalnya adegan perang di pegunungan, adegan kota metropolitan, dan lain sebagainya.

3. Long Shot (LS)

Ukuran shot ini adalah dari ujung kepala hingga ujung kaki. Long shot juga bisa disebut dengan lunJsctipe format yang mengantarkan mata penonton kepada keluasan suatu suasana dan objek.

4. Medium Long Shot (MLS)

Ukuran untuk shot ini adalah dari ujung kepada hingga setengah kaki. Tujuan shot ini adalah untuk memperkaya keindahan gambar yang disajikan ke mata penonton. Angle ini dapat dibuat sekrealif mungkin untuk menghasilkan tampilan yang atraktif.

5. Medium Shot (MS)

Ukuran dari shot ini adalah dari tangan hingga ke atas kepala. Tujuan dari shot ini adalah agar penonton dapat melihat dengan jelas ekspresi dan emosi dari pemain.

6. Middle Close Up (MCU)

Sedangkan untuk shot ini ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan MCU yaitu dari ujung kepala hingga perut. Dengan angle ini


(55)

penonton masih tetap dapat melihat latar-belakang yang ada. Tetapi melalui shot ini, penonton diajak untuk mengenal lebih dalam profil, bahasa tubuh, dan emosi pemeran tokoh tertentu.

7. Close Up (CU)

Komposisi gambar ini adalah komposisi yang paling populer dan memiliki banyak fungsi. Close Up merekam gambar penuh dari leher hingga ujung kepala. Melalui angle ini, sebuah gambar dapat berbicara dengan sendiri kepada penonton. Emosi dan juga reaksi dari mimik wajah tergambar jelas.

8. Big Close Up (BCU)

Komposisi gambar ini lebih dalam dibandingkan CU. Kedalaman pandangan mata. kebencian raut wajah, kehinaan emosi hingga keharuan yang tiada bertepi adalah ungkapan-ungkapan yang terwujud dari komposisi ini. Komposisi ini memang sulit untuk menghasilkan gambar yang fokus, tetapi disitulah nilai artistik dari komposisi gambar Big Close Up.

9. Extreme Close Up (ECU)

Komposisi ini berfokus kepada satu objek saja. Misalnya hidung, mata, atau alis saja. Komposisi ini jarang digunakan untuk penyutradaraan drama.Selanjutnya ada tiga prinsip gerak kamera, yaitu (Sumarno, 1996):

10. Gerak kamera pada porosnya. baik berupa gerakan horisontal maupun vertikal tanpa memaju-mundurkan atau menaik-turunkan


(56)

kamera. Gerakan ini disebut panoramic shol atau umumnya pan shot. Gerakan kamera pada porosnya ini memberikan deskriptif obyketif, yaitu menunjukkan ruang dalam sebuah adegan baru. Atau memberikan deskriptif subyektif, yaitu berupa apa yang dilihat tokoh cerita fllm.

11. Gerak kamera yang disebabkan kamera itu secara fisik dipindahkan posisinya, yang disebut Tracking shot Gerakan track in (mendekat pada subyek) berguna untuk menampakkan kesan introduksi, menggambarkan suatu ruang dramatik, dan menggambarkan keadaan jiwa tokoh cerita. Sedangkan gerakan track out (menjauh dari subyek) berguna untuk memunculkan kesan konklusi, meninggalkan ruang, dan menciptakan kesan kesendirian.

12. Gerak kamera karena perubahan panjang titik api (focal lighi). Panjang titik api merupakan suatu ukuran (biasanya dalam milimeter jarak dari pusat permukaan lensa sampai ke bidang datar. Panjang pendek titik api menentukan jenis lensa.

3. Level ideologi dengan kode: a. Konflik (conflict)

"Konflik adalah suatu proses alamiah yang melekat pada sifat semua hubungan yang penting dan dapat diatasi dengan pengelolaan konstruktif lewat komunikasi" (Tubbs dan Moss, 2000, p.22l). "Kontlik didefinisikan juga sebagai suatu perjuangan ternyatakan antara sekurang-kurangnya dua pihak yang saling bergantung yang mempersepsi tujuan tujuan yang tidak selaras, ganjaran yang langka, dan gangguan dari pihak


(57)

lain dalani mencapai tujuan-tujuan mereka" (Tubbs dan Moss, 2000, p.22l). Dalam sebuah film cerita, konflik menjadi bumbu dalam keseluruhan jalan cerita. Konflik yang masuk akan tentu akan menarik minat penonton untuk terus menyaksikan cerita hingga akhir. Sebaliknya, konflik atau permasalahan yang terlalu dibuat-buat dan berlebihan, akan membuat penonton jenuh dan akhirnya punya penilaian yang tidak bagus pada keseluruhan film.

Melalui konflik, film berusaha untuk menyampaikan suatu pesan kepada penontonnya. Konflik yang diangkat pun sesuai dengan realita yang ada dalam masyarakat

Tubbs dan Moss juga mengangkat beberapa prinsip pemecahan konflik yang dikemukakan oleh Hocker dan Wilmot, antara lain: perundingan atau negosiasi berdasarkan prinsip. Setiap orang punya prinsip, pendapat serta keinginan masing-masing. Hal inilah yang sering kali menjadi pemicu terjadinya konflik dalam masyarakat. "Pemecahan konflik dengan negosiasi mengutamakan kepentingan bersama dan mengesampingkan pendapat dan juga prinsip masing-masing" (Tubbs dan Moss, 2000).

Konflik kedua yang sering kali kita temui adalah konflik keluarga. Konflik ini terjadi dalam anggota-anggota suatu keluarga tertentu, yaitu keluarga inti, maupun keluarga besar. Beberapa prinsip pemecahan konflik keluarga yang dikemukakan oleh Perason dalam buku yang


(58)

ditulis oleh Tubbs dan Moss antara lain, (1) setiap anggota keluarga punya hak yang sama dalam mengutarakan pendapat, perasaan, sikap dan tujuannya secara terbuka, (2) anggota-anggota keluarga barus merespon dengan mendengarkan secara aktif, (3) setiap anggota keluarga harus diberi kesempatan untuk menyatakan pikirannya dan wajib mendasarinya dengan kejujuran, (4) sifat konflik jangan diperluas, anggota keluarga harus fokus pada permasalahan dan jalan keluar, (5) pengurangan adanya tindakan-tindakan tekanan, (6) melihat persamaan-persamaan yang ada, bukan pada perbedaan-perbedaan, dan (7) melihat pemecahan konflik yang terjadi di masa lalu. Tetapi, pada dasarya tidak ada prinsip penyelesaian konflik yang bersifat universal. Hal ini dikarenakan setiap keluarga memiliki caranya masing-masing untuk menyelesaikan konflik. Inilah yang diciptakan oleh sebuah film dalam memberikan pengetahuan-pengetahuan baru kepada penonton pada penyelesaian suatu konflik tertentu.

b. Karakter (character)

Setiap manusia memiliki karakter yang terbentuk berdasarkan proses-proses pertumbuhannya. Ada 4 karakter utama, yaitu Sanguin (ekstrovert/terbukaL, membicara, optimis), Koleris (ekstrovert, pelaku, optimis), Plckmatis (introvert, pengamat, pesimis) dan Melankolis (introvert, pemikir, pesimis) ( Littauer, 1996).


(59)

c. Latar (setting)

"Dalam sebuah film. latar atau seliing merupakan tempat dan waktu berlangsungnya cerita" (Sumarno, 1996. p. 66). Orang yang bertanggung-jawab terhadap setting atau latar disebut penata artistik. Setting harus memberi informasi lengkap tentang peristiwa-peristiwa yang sedang disaksikan penonton. Peneliti melihat setting mampu menunjukkan representasi seorang Raja dalam film "The King Speech".

d. Dialog (dialogue)

Merupakan percakapan-percakapan antar pemeran dalam sebuah film. Dalam dialog peneliti dapat melihat makna yang ingin disampaikan film "The King Speech".

Dalam hal ini peniliti memilih kode-kode diatas, karena terkait dengan permasalahan dan ruang lingkupnya, dan didasarkan kepada desain penelitian kualitatif yang fleksibel dan sementara, karena terus menerus disesuaikan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Hal ini untuk mengetahui representasi Raja dalam film "The King Speech". 2.7. Nisbah Antar Konsep

Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar. Oleh karenanya, film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya (Sobur, 2006).

Seorang raja pada umumnya memilki kelebihan seperti ketegasan memerintah rakyat, tegas mengambil keputusan, pandai berpidato,mampu


(60)

menghipnotis rakyat dan sebagainya. Tetapi raja yang satu ini adalah seorang raja yang kaku, keras kepala, dan memiliki gangguan saat berbicara atau gagap saat di depan umum.

Kesulitan berbicara saat berhadapan dengan publik atau massa yang berjumlah puluhan ribu bahkan jutaan, jauh-jauh hari telah dialaminya sebelum menjadi raja. Saat pangeran berpidato, rakyat hening menunggu pangeran mengutarakan kata demi kata dengan susah payah. Yang lebih parahnya lagi, gagapnya sang pangeran terlihat dan terdengar jelas. Bukan hanya wajah pangeran yang merah padam karena malu, rakyat pun menghela napas panjang, seolah mengatakan, “sosok Raja yang tidak punya harapan”. Rakyat kecewa karena berpidato saja Raja sangat kesulitan.

Meskipun Film The King Speech merupakan film drama, film ini juga bisa dijadikan sebagai film yang memberi semangat dan harapan, dimana dalam ceritanya tokoh (Bertie) raja melakukan usaha keras untuk mengatasi kegagapannya. Film, selain sebagai media hiburan, ini dapat dijadikan juga sebagai media massa yang mengandung unsur edukatif dan film dapat dijadikan sebagai alat untuk memberikan semangat bagi orang-orang yang gagap untuk tetap percaya diri untuk berkomunikasi maupun berbicara di depan umum. Melalui film, realitas yang ada pada masyarakat dapat terangkat kembali melalui karya sang sutradara yang dikemas sedemikian rupa sehingga bisa mempengaruhi masyarakat.


(1)

108   

itu adalah tidak terfikirkan...bahwa kita seharusnya menolak untuk menemui tantangan

itu adalah keinginan semata...yang mana sekarang aku memanggil rakyatku di rumah dan rakyatku di seberang lautan

Yang akan manjawab panggilan kita mereka sendiri...

Aku menanyakan mereka untuk tetap tenang dan bijaksana dan bersatu disaat seperti ini,,,masa cobaan,ujian akan sangat berat..

Mungkin akan ada masa kelam di depan sana dan peperangan yang tidak bisa lagi di hindari menjadi sebuah pertempuran.

.tapi kita hanya bisa melakukan yang terang seperti kita melihat cahaya dan berbalik berkomitmen untuk semua akibat kepada Tuhan

Jika satu dan semua kita pegang secara tegas,,,setia,,, lalu dengan bantuan Tuhan kita akan bangkit kembali

Pidato seorang pemimpin menjadi simbol kekuatan negara, dalam film The King Speech ini juga menampilkan bagaimana seluruh golongan rakyat, mulai dari rakyat biasa, pemerintahan, militer dengan seksama mendengakan pidato raja yang disiarkan di radio. Pada saat itu keadaan negara terlibat konflik dengan Jerman.Pidato Bertie menghimbau rakyatnya agar tetap tenang dan mengupayakan perdamaian. Setelah mendengarkan pidato raja rakyat benar-benar puas atas keputusan raja yang disampaikan dalam pidato dan rakyat pun dengan cepat merespons pesan tersebut.


(2)

109   

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Film The King Speech mencapai klimaks pada saat sang ayah, King George V meninggal dunia, dan Bertie harus naik menjadi raja menggantikan sang ayah, karena sang kakak, Raja Edward VIII (Guy Pearce), memilih meninggalkan tahtanya untuk kawin dengan seorang janda. Mau tidak mau Bertie yang harus mengambil kewajiban untuk menjadi seorang raja, dan tentu apa yang ditakutkan Bertie selama ini menjadi kenyataan, ia harus melakukan pidato kenegaraan. Padahal dilain sisi ia sadar bahwa ia memiliki gangguan berbicara atau gagap.

Dari penampilannya Bertie terlihat sempurna, memiliki wajah yang tampan,bentuk tubuh yang proposional serta selalu berpakaian rapi, hal tersebut wajar karena ia adalah anggota kerajaan dan pantas jika menjadi seorang raja. Namun Bertie memiliki cara bicara yang jauh dari harapan, karena ia adalah seorang yang gagap. Hal ini terlihat ketika ia pertama kali pidato, ia berbicara dengan terputus-putus, dan rakyat menunjukkan ekspresi kecewa, karena seorang raja yang diandalkan adalah seorang raja yang gagap. Dalam terapi bicara pun ia tidak bisa mengontrol emosi dan terlihat frustasi, karena tidak membuahkan hasil dan beranggapan bahwa ia tidak akan bisa mengobati gagapnya.

Film The king Speech memberikan pesan bahwa raja menampilkan sifat pantang menyerah dengan tekad yang berawal dari sebuah kewajiban yang menjadikan dirinya sebuah tanggungjawab besar walaupun sang raja pada awalnya


(3)

110   

mendapat tekanan yang begitu besar dan sempat frustasi menjalani terapi agar lancar berbicara.namun akhirnya raja dapat berpidato dengan baik meskipun masih

banyak kekurangan. Namun rakyat cukup puas dan menumbuhkan semangat mereka untuk tetap tenang dan bersatu dalam menghadapi situasi yang tidak stabil.

Dapat disimpulkan bahwa Film The King Speech menyampaikan bahwa retorika adalah bagian dari tugas seorang raja. Karena retorika adalah salah satu bentuk komunikasi antara seorang raja dengan rakyat. Retorika adalah sebuah komunikasi yang baik dari seorang komunikator kepada komunikan sehingga mampu menyihir para pendengarnya dalam membentuk opini public agar dapat berpartisipasi terhadap apa yang disampaikan oleh pemberi informasi sehingga komunikasi tersebut dapat diterima dengan baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa seorang raja paling tidak bisa melakukan retorika dengan baik.

5.2 Saran

Film merupakan sebuah media komunikasi massa yang menggambarkan realita sosial yang ada di masyarakat. Sebagai sebuah media komunikasi massa yang juga dapat menghantarkan nilai-nilai pada penontonnya. Ada baiknya jika realita sosial yang digambarkan tidak hanya mengutamakan konfliknya tetapi jalan penyelesaiannya.

Melihat keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti, dalam melakukan penelitian tentang representasi seorang raja dalam film The King Speech, masih banyak hal lagi yang dapat diungkap dalam film tersebut. Oleh karena itu untuk penelitian ke depan, peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian dengan melihat


(4)

111   

seorang raja dari sudut pandang yang berbeda. Sehingga tidak hanya retorika saja yang menjadi realita sosialnya yang dapat diangkat, tetapi dapat mengangkat realita sosial yang lainnya. Selain itu bisa dilakukan penelitian lebih dalam lagi bagaimana retorika seorang Raja bukan sekedar penyampaian pesan kepada rakyatnya, tetapi juga menjadi komunikasi politik terhadap negara lain, sehingga dapat dikatakan retorika seorang raja menjadi simbol kekuatan dan stabilitas suatu negara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Erdinaya, L.K., dan Ardiyanto, E (2005) Komunikasi Massa Suatu Pengantar Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Fiske, J. (1986). Television Culture. London and Newyork : Routledge

Fiske, J. (2004) Cultural and Communication Studies. Yogyakarta : Jalasutra

Mulyana, D. (2007) Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Nawawi,Hadari. (1993) Kepemimpinan Yang Efektif. Yogyakarta : UGM Cet II

Pawito, (2007) Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta : LKIS

Rakhmat, Jalaludin, (2006) Retorika Modern Pendekatan Praktis. Bandung Remaja Rosdakarya

Sobur, Alex (2004) Semiotika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Sugiyono, (2008) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan r & d .

Alfabeta : Bandung

Tjasmadi, HM.J. (2008) 100 Tahun Bioskop Indonesia. Bandung : PT. Megindo Tunggal Sejahtera.

Tubbs, S.L. & Moss. S. (2002) Human Communication (Prinsip-Prinsip Dasar).


(6)

Non Book :

http://sinarharapan.co.id

http://id.wikipedia.org/wiki/the king speech.

http://kunci.or.id/teks/victor 2.

http://ad.s3.kompasads.com

http://kunci.or.id/04/representasi

www.wikipedia/monarki konstitusional/

www.gigapedia//The History of The King of Britain/Geoffrey Mounmouth

www.gigapedia/The Mommoth Book of British Kings and Queens. London: Robinson.