Nasionalisme I.J. Kasimo pada zaman kolonial.

(1)

ix

ABSTRAK

NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL

Oleh :

Klemens Setya Puja Kisworo Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa tiga permasalahan pokok, yaitu : (1) latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan nasionalisme pada zaman kolonial; (2) proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan nasionalismenya pada zaman kolonial; (3) Sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dari nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.

Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan tahapan : pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional yaitu ilmu sosial-politik dengan model penulisan deskriptif analitis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Munculnya nasionalisme I.J. Kasimo merupakan akibat dari adanya sistem feodalisme dan kolonialisme yang dialaminya sejak kecil. Selain itu aspek lain yang yang mendorongnya menjadi seorang yang nasionalis adalah ajaran-ajaran dari Pastor van Lith serta kegemarannya membaca buku-buku yang berkaitan dengan sosial politik. (2) I.J. Kasimo mengembangkan nasionalisme dengan cara yang evolusioner. Ia bekerjasama dengan kaum pergerakan lainnya untuk mendapatkan hak mereka dengan meyakinkan pemerintah kolonial menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum. (3) I.J. Kasimo memberikan banyak pelajaran bagi masyarakat Indonesia. Ia mengajarkan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar hidup toleran dan berjuang sepenuh hati untuk mempertahankan NKRI.


(2)

x

ABSTRACT

I.J. KASIMO NASIONALISM IN COLONIAL ERA

By:

Klemens Setya Puja Kisworo University of Sanata Dharma

2017

This study aims to describe and analyze three major problems; they are: (1) the background of I.J. Kasimo who had developed nationalism in colonial era; (2) the process of I.J. Kasimo in developing his nationalism in colonial era. (3) I.J. Kasimo’s conceptual contribution of nationalism for Indonesian society.

This study is based on factual historical research involving selection topics, researches collection, verification, interpretation, and historiography. Approaches that has been used is a multidimensional approach. It is a socio-political science with an analytical model of descriptive writing.

The result of the study showed that : (1) The emergence nationalism of I.J. Kasimo were is the result of feudalism and colonialism’s system that he had been undergone since he was a child. Other than that, other aspects that pushed him to be a nationalism were the teachings from Pastor van Lith and the hobby of reading books related to social politics. (2) I.J. Kasimo developed nationalism in an evolutionary way. He cooperated with other movements to get their rights by convincing the colonial’s government using ways that were not contradicting to the law. (3). I.J. Kasimo had offered many lessons for the people of Indonesia. He taught the whole community of Indonesia to live a tolerant life and striving wholeheartedly to maintain NKRI.


(3)

NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

Klemens Setya Puja Kisworo

Nim: 121314014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

Klemens Setya Puja Kisworo Nim: 121314014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(5)

(6)

iii


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmatNya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Kepada orang tua yang saya cintai, Ayahanda Agustinus Suhadi dan Ibunda Agatha Sutantini.

3. Kedua kakak saya yang telah mendukung dan memberi semangat.

4. Monica Inggrid Kurniawan yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Sahabat-sahabat saya yang telah memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Teman-teman Pendidikan Sejarah 2012 yang telah berjuang bersama.

7. Para pendidik dan saudara-saudaraku yang telah membantu, membimbing, memotivasi, dan mendoakanku selama ini.


(8)

v MOTTO

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat

(Winston Churchill) Life is just script to play.

The good news is, you can choose the character you want to play (Monica Ingrid Kurniawan)

Jangan pernah berhenti melangkah ketika kamu ingin mencapai tujuanmu (Klemens Setya Puja Kisworo)


(9)

(10)

(11)

viii ABSTRAK

NASIONALISME I.J. KASIMO PADA ZAMAN KOLONIAL

Oleh :

Klemens Setya Puja Kisworo Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa tiga permasalahan pokok, yaitu : (1) latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan nasionalisme pada zaman kolonial; (2) proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan nasionalismenya pada zaman kolonial; (3) Sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dari nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.

Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan tahapan : pemilihan topik, pengumpulan sumber, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional yaitu ilmu sosial-politik dengan model penulisan deskriptif analitis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Munculnya nasionalisme I.J. Kasimo merupakan akibat dari adanya sistem feodalisme dan kolonialisme yang dialaminya sejak kecil. Selain itu aspek lain yang yang mendorongnya menjadi seorang yang nasionalis adalah ajaran-ajaran dari Pastor van Lith serta kegemarannya membaca buku-buku yang berkaitan dengan sosial politik. (2) I.J. Kasimo mengembangkan nasionalisme dengan cara yang evolusioner. Ia bekerjasama dengan kaum pergerakan lainnya untuk mendapatkan hak mereka dengan meyakinkan pemerintah kolonial menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum. (3) I.J. Kasimo memberikan banyak pelajaran bagi masyarakat Indonesia. Ia mengajarkan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar hidup toleran dan berjuang sepenuh hati untuk mempertahankan NKRI.


(12)

ix ABSTRACT

I.J. KASIMO NASIONALISM IN COLONIAL ERA

By:

Klemens Setya Puja Kisworo University of Sanata Dharma

2017

This study aims to describe and analyze three major problems; they are: (1) the background of I.J. Kasimo who had developed nationalism in colonial era; (2) the process of I.J. Kasimo in developing his nationalism in colonial era. (3) I.J.

Kasimo’s conceptual contribution of nationalism for Indonesian society.

This study is based on factual historical research involving selection topics, researches collection, verification, interpretation, and historiography. Approaches that has been used is a multidimensional approach. It is a socio-political science with an analytical model of descriptive writing.

The result of the study showed that : (1) The emergence nationalism of I.J. Kasimo were is the result of feudalism and colonialism’s system that he had been undergone since he was a child. Other than that, other aspects that pushed him to be a nationalism were the teachings from Pastor van Lith and the hobby of reading books related to social politics. (2) I.J. Kasimo developed nationalism in an evolutionary way. He cooperated with other movements to get their rights by convincing the colonial’s government using ways that were not contradicting to the law. (3). I.J. Kasimo had offered many lessons for the people of Indonesia. He taught the whole community of Indonesia to live a tolerant life and striving wholeheartedly to maintain NKRI.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nasionalisme I.J. Kasimo Pada Zaman Kolonial”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pendidikan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Universitas Sanata Sharma Yogyakarta. 3. Dra. Theresia Sumini, M.Pd. selakuKetua Progam Studi Pendidikan

Sejarah Universitas Sanata Dharma yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Anton Haryono, M.Hum selaku dosen pembimbing I yang telah sabar membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran serta masukan selama penyusunan skripsi.


(14)

(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMA JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Tinjauan Pustaka ... 5

F. Landasan Teori ... 8

G. Metodologi Penelitian ... 13

H. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II LATAR BELAKANG I.J. KASIMO MENGEMBANGKAN NASIONALISME ... 19

A. Masa Kecil I.J. Kasimo ... 19

B. Bertemu Pastor F. van Lith ... 24

C. Kegemaran Membaca yang Dimiliki I.J. Kasimo ... 27

BAB III PROSES I.J. KASIMO MENGEMBANGKAN NASIONALISME ... 32


(16)

xiii

A. Mengembangkan Nasionalisme melalui Partai katolik ... 32

B. Mengaktualisasikan Nasionalisme Melalui Voolksraad ... 42

C. Mendukung Petisi Soetardjo dan GAPI ... 50

D. I.J. Kasimo pada Zaman Jepang ... 54

BAB IV SUMBANGAN PEMIKIRAN I.J. KASIMO ... 58

A. Bagi Dunia Politik ... 58

B. Bagi Umat Katolik di Indonesia ... 67

C. Bagi Keberagaman di Indonesia ... 72

BAB V KESIMPULAN ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ignatius Joseph Kasimo adalah salah satu tokoh Katolik Indonesia yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 8 November 2011.1 Ia dinilai pantas mendapatkan gelar Pahlawan Nasional karena berjasa sebagai salah satu tokoh pelaku sejarah pergerakan awal kemerdekaan Indonesia. Tokoh ini memiliki jiwa kepemimpinan yang nasionalis, jujur, berani, dan konsisten. I.J Kasimo juga memberikan teladan nyata dalam pengabdian tanpa pamrih bagi bangsa serta melaksanakan politik yang beretika dan bermartabat.

I.J. Kasimo dilahirkan dalam zaman di mana rakyat mulai sadar dan bangkit melawan penjajah Belanda. Pada awal abad ke-20 berbagai organisasi pergerakan nasional didirikan. Mula-mula masih bersikap hati-hati dan terselubung “meningkatkan martabat rakyat”. Akan tetapi kemudian makin berani dan makin terang-terangan. Tujuan perjuangannya, yaitu : kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 1908 Boedi Oetomo didirikan.2 Tiga tahun kemudian golongan Islam mendirikan Sarekat Islam. Lalu disusul Indische Partij oleh E.F.E. Douwes Dekker. Kemudian Jong Java, Pasundan, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon dan Jong Sumatranen Bond. Indonesia benar-benar dilanda pergerakan nasional. Setahun setelah Boedi Oetomo didirikan, pada 1909 organisasi tersebut sudah mempunyai 40 cabang dengan jumlah anggota kurang

1 Benny Sabdo, Pahlawan Nasional untuk Kasimo” Hidup, 27 November 2011, hlm. 14.

2


(18)

lebih 10.000 orang. Sarekat Islam juga tumbuh pesat sehingga antara 1917-1920 menjadi organisasi massa pertama yang sangat terasa pengaruhnya di dalam politik Indonesia.3

Ketika I.J. Kasimo masih belajar di Muntilan, iklim pergerakan nasional yang melanda kota-kota besar di Indonesia sudah menghembus dan mempengaruhi murid-murid Kweekschool4 Muntilan. Akan tetapi kesempatan yang luas baru terbuka setelah mereka meninggalkan sekolah. Pada tahun 1918, I.J. Kasimo memasuki Middelbare Landbouwschool Bogor.5 Di sekolah tersebut ia aktif dalam keanggotaan Jong Java yang bertujuan untuk mendidik para anggota supaya kelak dapat memberikan tenaganya untuk pembangunan Jawa Raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan anggota, serta berusaha menimbulkan rasa cinta akan budaya sendiri. 6

Pada tahun 1924-1960 I.J. Kasimo dipilih sebagai ketua Pakempalan Politiek Katholiek Djawi (PPKD)7. Karena jiwa nasionalisme yang dimilikinya, anggota PPKD meluas sampai ke luar Jawa. Untuk itu, pada 1930 nama organisasi diubah menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek di Djawa (PPKD) dan bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa organisasi. Perubahan nama terjadi lagi pada 1935, menjadi Perkoempoelan Politiek Katholiek Indonesia (PPKI)8

3Tim Wartawan Kompas, I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT Gramedia, 1980 , hlm. 18.

4

Kweekschool adalah sekolah pendidikan guru 6 tahun berbahasa Belanda, menyiapkan tenaga pengajar bagi HIS (SD Pribumi 7 tahun berbahasa Belanda) dan dapat dimasuki oleh lulusan HIS.

5

Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 16. 6

Ibid., hlm. 19.

7

Ibid., hlm. 26.

8

Anton Haryono, Awal Mulanya adalah Muntilan: Misi Jesuit di Yogyakarta 1914-1940, Yogyakarta: Kanisius, 2009, hlm. 202.


(19)

Pada masa pergerakan kemerdekaan, Kasimo ditunjuk sebagai anggota Volksraad periode 1931-1942.9 Ia ikut menandatangani petisi Soetardjo yang menginginkan kemerdekaan Hindia-Belanda.10 Dalam sebuah sidang di Volksraad 19 Juli 1932, ia mengemukakan sebuah pernyataan politik tentang kemerdekaan Indonesia.

“ Suku-suku bangsa Indonesia yang berada di bawah kekuasaan Belanda, menurut kodratnya mempunyai hak dan kewajiban untuk membina eksistensinya sebagai bangsa dan berhak memperjuangkan pengaturan Negara sendiri sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan bangsa sesuai dengan kebutuhan nasionalnya”.11

Beberapa kali ia menjabat sebagai menteri, diantaranya menjadi Menteri Muda Kemakmuran (1947-1948), Menteri Persediaan Makanan Rakyat (1948-1949 dan (1948-1949-1950), Menteri Kemakmuran ((1948-1949-1950), Menteri Perekonomian (1955-1956). Ia juga sempat mendapat penghargaan Bintang Ordo Gregorius Agung dari Paus Yohanes Pulus II pada 29 Agustus 1980.12

I.J. Kasimo merupakan seseorang yang mengubah citra golongan Katolik sebagai unsur yang melekat pada kolonialisme menjadi bagian integral dari bangsa Indonesia. Ia telah berjuang sejak menjadi anggota Volksraad dengan gagasan yang mendukung perjuangan kemerdekaan antara lain dengan mendukung petisi Soetardjo. Pada masa revolusi kemerdekaan, ia menjadi menteri yang mengupayakan swasembada pangan ketika hubungan dengan dunia luar terputus. Dalam persidangan konstituante ia memperjuangkan Pancasila agar tetap

9

Anhar Gonggong, “Kasimo layak jadi Pahlawan Nasional”, Hidup, 9 November 2008, hlm. 6. 10 Alexander Aur, “Perjuangkan Kemerdekaan”, Hidup, 9 November 2008, hlm. 7.

11

Ibid

12


(20)

menjadi dasar negara.13 Bahkan ia turut bergerilya dari desa ke desa selama beberapa bulan dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Apa latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme pada zaman kolonial ?

2. Bagaimana proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan Nasionalismenya pada zaman kolonial ?

3. Apa saja sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dari Nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:

1. Menjelaskan latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme pada zaman kolonial.

2. Menjelaskan proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan Nasionalismenya pada zaman kolonial.

13 Asvi Warman Adam, Menyingkap Tirai Sejarah, Bung Karno & Kemeja Arrow, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2012, hlm. 69.


(21)

3. Mendiskripsikan sumbangan-sumbangan I.J Kasimo dari Nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Diharapkan hasil dari penelitian ini akan dapat membantu penulis memahami perjuangan-perjuangan I.J. Kasimo dalam mengembangkan nasionalisme, sehingga tokoh ini sangat berperan dalam mengangkat jati diri dan martabat bangsa Indonesia. Hasil penulisan skripsi juga berguna sebagai sumbangan pemikiran dalam menganalisa perjuangan-perjuangan I.J. Kasimo pada masa kolonial. Skripsi ini pun dapat digunakan sebagai kajian lebih lanjut bagi institusi atau lembaga terkait, mahasiswa dan pihak lain yang membutuhkan.

E. Tinjauan Pustaka

Jika seseorang ingin menulis sejarah, maka pertama yang dibutuhkan adalah sumber-sumber sejarah. Sumber-sumber sejarah yang digunakan dalam skripsi ini antara lain buku karangan Anton Haryono berjudul Awal Mulanya Adalah Muntilan : Missi Jesuit Di Yogyakarta14. Buku ini mendiskripsikan sejarah penyebaran dan perkembangan misi agama Katolik di Yogyakarta pada tahun 1914 hingga tahun 1940. Di dalamnya juga terdapat data-data mengenai

14

Anton Haryono, Awal Mulanya Adalah Muntilan: Misi Jesuit di Yogyakarta1914-1940, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2009.


(22)

perkembangan umat Katolik Jawa yang sudah mempunyai organisasi politik yang mandiri, yaitu PPKD. Selain itu, buku ini mendiskripsikan berbagai visi kebangsaan PPKD, diantaranya terrmuat dalam pidato-pidato I.J. Kasimo di Voolksraad. Dari pidato-pidato I.J. Kasimo ataupun visi-visi kebangsaan PPKD, nantinya akan terlihat bagaimana perjuangan I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalisme yang tampak semakin nyata.

Sumber berikutnya adalah buku berjudul Sejarah Nasional Indonesia V karangan Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.15 Buku ini membahas mengenai zaman kebangkitan nasional sampai masa akhir pemerintahan Belanda di Indonesia. Dalam buku ini diterangkan mengenai kegigihan I.J. Kasimo dalam mengembangkan nasionalismenya lewat dukungannya agar Petisi Soetardjo dapat diterima oleh pemerintahan Belanda. Buku ini juga menerangkan saat I.J. Kasimo terlibat dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang kemudian ia menjadi semakin akrab dengan tokoh pergerakan yang beragama non Katolik.

Buku Menyingkap Tirai Sejarah, Bung Karno & Kemeja Arrow16, karya Asvi Warman Adam menguraikan bagaimana I.J. Kasimo telah berjasa mengubah citra golongan Katolik yang semula dianggap sebagai golongan yang pro terhadap bangsa kolonial kemudian diakui menjadi bagian integral dari bangsa Indonesia. Citra Katolik yang melekat dengan kolonialisme dibuang, namun penampilan golongan Katolik yang sedari dulu peduli dengan kesejahteraan rakyat yang ditonjolkan. Buku tersebut juga memberikan gambaran bagaimana I.J. Kasimo

15

Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta :PN. Balai Pustaka, 1984.

16 Asvi Warman Adam, Menyingkap Tirai Sejarah, Bung karno & Kemeja Arrow, Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2012.


(23)

berjuang dengan mendirikan PPKD, masuk dalam anggota Voolksraad dan mendukung petisi Soetardjo.

Buku Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama17 karya Mikhael Dua. Buku ini memberikan gambaran seputar perjuangan-perjuangan tokoh Katolik untuk mencapai kemerdekaan melalui dunia politik, salah satunya adalah I.J. Kasimo. Buku ini juga menguraikan tentang ajaran-ajaran dari Pastor van Lith yang mempengaruhi I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya. Dalam mengembangkan nasionalismenya, melalui partai Katolik ia berusaha membuktikan kepada kaum pribumi dengan bekerja sekuat-kuatnya untuk mengembangkan kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat. Sejak awal perjuangan kemerdekaan, gerakan politik Katolik secara sadar memang diarahkan dengan menjadikan kepentingan bersama sebagai tujuan tertinggi politik Katolik, yaitu kemerdekaan.

Buku berjudul Peringatan Perdjoangan Politik Khatolik Indonesia18 yang ditulis I.J. Kasimo sendiri membahas bagaimana lahirnya golongan-golongan Katolik yang turut memperjuangkan hak sebagai warga negara melalui partai politik. Buku ini juga menjelaskan keterlibatan PPKD sebagai partai yang menjadi pusat penggerak perjuangan politik Katolik di Indonesia.

Buku karya Thasadi, dkk yang berjudul Tokoh-Tokoh Pemikir Paham kebangsaan19 menguraikan bagaimana I. J. Kasimo mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi karena ia dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang merasakan betapa sistem feodalisme dan kolonialisme yang sangat merugikan keluarganya. Buku ini

17 Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008.

18

I.J. Kasimo, Peringatan Perdjoangan Politik Khatolik Indonesia, Jakarta : Dewan PKRI, 1949.

19


(24)

juga menjelaskan tentang kehidupan I.J. Kasimo setelah mengenal Pastor van Lith yang membuatnya semakin menghayati ajaran Katolik. Situasi tersebut ternyata mampu membentuk pribadi dan pemikiran-pemikiran I.J. Kasimo sebagai penganut agama Katolik yang taat sekaligus sebagai nasionalis yang gigih. Semuanya itu terlihat dari aktivitas dan perjuangannya selama masa pergerakan nasional, masa merebut kemerdekaan dan masa mengisi kemerdekaan.

Buku karya Tim Wartawan Kompas dan Redaksi Penerbit Gramedia dengan judul I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya20, memberikan gambaran tentang kehidupan dan perjuangan I.J. Kasimo secara keseluruhan. Buku ini berisi tentang kehidupan I.J. Kasimo semasa kecil hingga dewasa yang kemudian berperanan dalam berbagai aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya serta agama.

F. Landasan Teori

Sebelum masuk pada pokok pembahasan, penulis perlu menguraikan beberapa konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni mengenai konsep nasionalisme dan kolonialisme. Hal ini bertujuan untuk memperjelas arti dari beberapa kata penting yang sering kali digunakan dalam pembahasan sehingga ada kesamaan pandang.

1. Nasionalisme

Boy C. Shafer mendefinisikan nasionalisme sebagai berikut: 1) nasionalisme adalah rasa cinta pada tanah air, ras, bahasa serta sejarah budaya

20


(25)

bersama; 2) nasionalisme adalah suatu keinginan yang tinggi akan kemerdekaan politik, keselamatan dan prestise bangsa; 3) nasionalisme adalah suatu kebaktian mistis terhadap organisme sosial yang kabur, kadang-kadang bahkan adikodrati yang disebut bangsa atau Volk yang kesatuannya lebih unggul daripada bagian-bagiannya; 4) nasionalisme adalah dogma yang mengajarkan bahwa setiap individu hanya hidup untuk bangsa dan demi bangsa itu sendiri; 5) nasionalisme adalah dogma yang menyatakan bahwa bangsa sendirilah yang harus dominan di antara bangsa-bangsa lain dan harus bertindak lebih agresif.21

Nasionalisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada Negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, tradisi setempat dan penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda. Akan tetapi baru pada akhir abad ke-18 Masehi nasionalisme dalam arti kata modern menjadi suatu perasaan yang diakui secara umum. Nasionalisme ini makin lama makin kuat peranannya dalam membentuk semua segi kehidupan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat pribadi.22 Dahulu kesetiaan orang tidak ditujukan kepada negara kebangsaan, melainkan kepada berbagai macam bentuk kekuasaan sosial, organisasi politik atau raja feodal, dan kesatuan ideologi seperti misalnya suku dan clan, negara kota, atau raja feodal, kerajaan dinasti, Gereja atau golongan keagamaan. Berabad-abad lamanya cita-cita dan tujuan politik bukanlah negara kebangsaan, melainkan

21

Boyd C. Shafer, Nationalism Myth and Reality, New York, A Harvest Book Harcourt Brace & World Inc, 1955, hlm. 6.

22 Hans Kohn, Nasionalisme arti dan sejarahnya, Jakarta : P.T. Pembangunan Djakarta, 1961, hlm. 11.


(26)

setidak-tidaknya dalam teori imperium yang meliputi seluruh dunia, meliputi berbagai bangsa dan golongan-golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama serta untuk menjamin perdamaian bersama.

Nasionalisme adalah salah satu dari kekuatan yang menentukan dalam sejarah modern. Nasionalisme berasal dari Eropa Barat abad ke-18; selama abad ke-19 nasionalisme telah tersebar diseluruh Eropa dan dalam abad ke -20 menjadi suatu pergerakan sedunia. Dari tahun ke tahun arti nasionalisme makin bertambah penting di Asia dan Afrika. Tetapi nasionalisme tidaklah sama di setiap negara dan setiap zaman. Nasionalisme merupakan suatu peristiwa sejarah, jadi ditentukan oleh ide-ide politik dan susunan masyarakat dari berbagai negara di mana ia berakar. Sebagaimana agama, nasionalisme dapat menggambarkan bentuk-bentuk yang sangat berbeda-beda. Hanya dengan mempelajari pertumbuhan sejarah nasionalisme dan mengadakan penyelidikan perbandingan tentang bentuknya yang berbeda itu, akan dipahami pengaruh nasionalisme sekarang, dan harapan serta bahaya yang telah dibawanya dan akan terus dibawanya, bagi kemerdekaan umat manusia dan pemeliharaan perdamaian.23

Sebelum abad nasionalisme muncul, banyak individu yang mempunyai perasaan yang mirip dengan nasionalisme. Namun perasaan ini hanyalah terbatas kepada individu-individu saja. Banyak rakyat melihat bahwa hidupnya hanya tergantung kepada negaranya saja. Bisa saja bahaya dari luar membangkitkan perasaan persatuan nasional, sebagaimana yang terjadi di Yunani selama perang Persia atau di Perancis dalam perang Seratus Tahun.

23


(27)

Nasionalisme Indonesia dapat dilihat dari pembukaan UUD 1945 sebagai nasionalisme Pancasila, yaitu religius, monoteistis, humanistis, berkerakyatan, dan keadilan sosial. Nasionalisme dan patriotisme saling kait mengkait dan merupakan dwi tunggal. Keduanya disumberi oleh rasa cinta, hanya arahnya berbeda. Apabila cinta nasionalisme lebih terarah kepada sesama bangsa, maka patriotisme lebih terarah kepada cinta tanah air dan keduanya berisikan solidaritas atau rasa setia kawan.24

Nasionalisme Indonesia dipertegas secara khusus sebagai nasionalisme pancasila, yaitu nasionalisme yang 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) ber-Perikemanusiaan yang berorientasi internasionalsime; 3) ber-Persatuan Indonesia yang patriotik; 4) ber-Kerakyatan atau demokratis, dan; 5) ber-Keadilan sosial untuk seluruh rakyat.25

2. Kolonialisme

Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, sering kali kolonialisme digunakan untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah. Istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang digunakan untuk melegitimasi atau mempromosikan sistem ini, terutama kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang dikolonikan.26 Kekuasaan dari kolonialisme biasanya mengambil sikap bermusuhan terhadap pergerakan nasional dan menentangnya. Kekuasaan tersebut

24

Roeslam Abdulghani, Indonesia Menatap Masa Depan, Jakarta: Pustaka Merdeka, 1987, hal. 200.

25

Siswono Yudohusodo, dkk, Nasionalisme Indonesia dalam Era Globalisasi, Yogyakarta: Widya Patria, 1994, hlm. 35.

26


(28)

mempertahankan tata tertib yang ada sebagai realitas yang berfungsi. Ideologi kolonialisme dengan jelas menunjukkan orientasinya ke masa lampau dan tidak mempunyai pandangan ke masa depan. Bahkan kelompok konservatif yang ekstrem ingin mengembalikan masa depan ke masa lampau.27

Masyarakat kolonial terbagi atas dua golongan yang berbeda, yakni penjajah dan terjajah, dan sebagai dua kesatuan yang berlawanan kepentingannya menciptakan situasi konflik yang permanen di berbagai bidang kehidupan. Prinsip diskriminasi pada masyarakat kolonial, lebih memperhebat konflik ini. Nasionalisme yang lahir, berkembang, dan terwujud sebagai pergerakan nasional adalah suatu bentuk tanggapan terhadap situasi tersebut. Nasionalisme sebagai faktor kekuatan juga menentukan jalannya politik kolonial. 28

Kehadiran kolonialisme di bumi Indonesia adalah fakta historis yang turut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia.29 Bagi Indonesia, masa kolonialisme dapat dikatakan sebagai masa tersulit. Kondisi sosial dan ekonomi pada masa 1800-an mengalami ketidakstabilan yang cukup hebat akibat adanya sistem kolonial yang cenderung memaksa.30 Kondisi masyarakat Jawa tidak semakin baik tetapi semakin miskin dan mengalami pembodohan yang dilakukan oleh pemerintah demi mencapai keuntungan ekonomi tersebut. Masyarakat Jawa

27

Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah Pergerakan Nasional Dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jakarta : PT Gramedia, 1990, hlm. 260.

28

Sartono Kartodirdjo, op.cit., hlm. 252.

29

Ibid., hlm. 15.

30

Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Jilid V, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984, hlm. 5.


(29)

hanya sekedar dimanfaatkan sebagai penyedia sumber tenaga kerja murah serta memiliki tanah sangat potensial31

G. Metode dan Pendekatan Penelitian

1. Metode Penelitian

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verivikasi, (4) interpretasi, (5) penulisan.32

a. Pemilihan Topik

Penelitian ini telah menentukan topik “Nasionalisme I.J. Kasimo pada Zaman Kolonial”. Nasionalisme pada zaman kolonial sangat menarik untuk dibahas, karena Indonesia pada zaman itu sudah terdiri dari golongan-golongan yang beranekaragam sehingga untuk mewujudkan nasionalisme diperlukan kerjasama antara golongan yang satu dengan golongan yang lain.

Topik harus memiliki nilai, artinya harus berdasarkan pengalaman manusia yang dianggap penting terutama peristiwa-peristiwa yang dapat membawa perubahan dalam masyarakat. Bagi penulis, skripsi ini memiliki nilai yang sangat mendalam bagi kemajemukan Indonesia di mana pada masa kolonial orang kristiani dianggap sebagai sekutu Belanda, namun I.J. Kasimo yang selalu mengedepankan kemerdekaan Indonesia membuktikan bahwa pada saat itu orang kristiani tidak berpihak pada Belanda melainkan kemerdekaan untuk Indonesia.

31

Ibid., hlm. 5.

32


(30)

b. Heuristik atau Pengumpulan Sumber

Setelah topik ditentukan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan sumber-sumber sejarah (Heuristik) baik yang berupa sumber primer dan sumber sekunder. Karena penelitian ini merupakan penelitian pustaka, maka data-data diperoleh dari laporan-laporan penelitian tentang Nasionalisme I.J. Kasimo yang terdapat dalam buku, majalah, maupun artikel di internet. Karena keterbatasan sumber di perpustakaan Sanata Dharma, maka penulis juga mencari sumber-sumber terkait di perpustakaan Kolsani Yogyakarta dan Perpustakaan Seminari Tinggi Santo Paulus Kentungan.

c. Verifikasi atau Kritik Sumber

Verifikasi atau kritik sumber merupakan tahap penelitian setelah pengumpulan data. Ktitik sumber bertujuan untuk mengetahui kredibilitas (dapat dipercaya atau tidaknya sebuah sumber) dan otentisitas (asli atau tidaknya) sumber data yang dipakainya. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kritik sumber dalam penelitian atau penulisan sejarah merupakan langkah yang harus dilakukan untuk mengetahui apakah data yang ada dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.33

Langkah-langkah konkret kritik sumber dalam rangka mendapatkan data yang kredibel menggunakan beberapa sumber buku yang terkumpul seperti pada buku yang ditulis oleh Tim Wartawan Kompas dengan judul “I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya” yang diterbitkan oleh PT Gramedia Jakarta tahun 1980, yang nantinya dianggap sebagai sumber primer karena buku ini menggali data dengan

33


(31)

mewawancarai I.J. Kasimo sendiri di samping kerabat, para sahabat dan rekan-rekan seperjuangannya. Buku ini juga memuat tulisan-tulisan yang disumbangkan oleh sejumlah tokoh masyarakat, yakni Mohammad Hatta, A.H. Nasution, Mohammad Roem, Sjafruddin Prawiranegara, Dr. T.B. Simatupang, Dr. Alfian dan Drs. Ben Mang Reng Say yang mengungkapkan segi-segi tertentu dari hidup dan perjuangan I.J. Kasimo.

Selain menggunakan sumber-sumber yang terdapat dalam buku, penelitian ini juga menggunakan majalah yang pernah memuat tulisan mengenai I.J. Kasimo. Data-data yang berhasil diperoleh kemudian akan dibandingkan sesuai konteks Zaman yang dialami I.J. Kasimo. Data-data tersebut kemudian ditelaah dan dibandingkan dengan data-data lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian ini. d. Interpretasi

Interpretasi juga sering disebut penafsiran data. Data yang diperoleh dari sumber kemudian diintepretasi. Terdapat dua macam interpretasi yaitu analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan). Fakta-fakta yang diperoleh melalui sumber kemudian diinterpretasi menjadi rangkaian peristiwa yang dapat diuji kebenarannya. Dengan demikian interpretasi data tersebut menjadi kuat karena berdasarkan data yang relevan.

e. Historiografi atau Penulisan

Tahap terakhir yang dilakukan adalah penulisan. Penulisan ini berdasarkan data-data yang diperoleh dari sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan. Dalam penulisan ini, penulis harus memperhatikan penyusunan cerita yang berurutan, penyusunan berbagai kejadian sesuai urutan waktu, hal yang


(32)

berhubungan dengan sebab akibat dari suatu peristiwa, daya pikir untuk menciptakan sesuatu yang ada dipikirannya berdasarkan pengalamannya.

Berdasarkan judul “Nasionalisme I.J. Kasimo pada Zaman Kolonial” yang menyiratkan ruang dan waktu yang begitu luas, maka diperlukan sistem, kronologi dan periodisasi dalam penulisannya, yaitu terlihat dalam pembagian periodisasi pada masa pemerintahan Hindia Belanda dan masa pendudukan Jepang.

Penulisan sejarah ini dilakukan setelah melalui beberapa kriteria yang telah tercantum dalam metode penelitian sejarah, antara lain: pemilihan topik, pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Di samping itu dalam penulisan sejarah haruslah sistematis yang mencakup topik, latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penelitian.

Beberapa masalah pokok yang akan dibahas pada penulisan ini adalah, pertama : Bagaimana latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme pada zaman kolonialisme; kedua : Bagaimana proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan nasionalismenya; ketiga : sumbangan I.J. Kasimo dari nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.

2. Pendekatan Penelitian

Sejarah sebagai ilmu sosial tidak bisa berdiri tanpa bantuan ilmu sosial yang lain. Maka dari itu sejarah meminjam ilmu sosial yang lain agar penelitian sejarah lebih jelas. Pendekatan menjadi sangat penting, sebab dari pendekatan yang mengambil sudut pandang tertentu akan menghasilkan kisah kejadian


(33)

tertentu.34 Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan sosial dan pendekatan politik dalam memahami Nasionalisme I.J. Kasimo.

a. Pedekatan Sosial

Pendekatan sosial adalah pendekatan yang mempelajari manusia dalam hubungannya dengan manusia-manusia lainnya. Selain itu, dapat diartikan sebagai pendekatan yang mempelajari perilaku dan aktivitas sosial dalam kehidupan bersama. Pendekatan sosial dipilih karena Nasionalisme I.J. Kasimo berawal dari lingkungan tempat tinggal Kasimo pada masa feodalisme dan kolonialisme. Ia melihat betapa menderitanya kaum pribumi karena adanya sistem feodalisme dan kolonialisme. Dalam pendekatan ini, akan dilihat kembali loyalitas I.J. Kasimo beserta kaum pergerakan lain untuk bersama-sama berusaha menyejahterakan rakyat.

b. Pendekatan Politik

Pendekatan politik merupakan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan-kebijakan politik. Pendekatan politik digunakan untuk melihat kehidupan politik khususnya pada zaman kolonial di Indonesia. Pendekatan politik juga digunakan untuk melihat kembali perjuangan I.J. Kasimo melawan kolonialisme di Indonesia.

34


(34)

H. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini dituangkan dalam tulisan dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I pendahuluan memuat latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, landasan teori, metodologi penelitian dan pendekatan, serta sistematika penulisan.

BAB II membahas latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan Nasionalisme pada zaman kolonial.

BAB III membahas proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan Nasionalismenya pada zaman kolonial.

BAB IV membahas sumbangan pemikiran I.J. kasimo dari Nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia.

BAB V berisi kesimpulan. Bab ini berisi pernyataan penulis mengenai hasil penelitian sekaligus jawaban atas permasalahan yang ada pada pendahuluan.


(35)

BAB II

LATAR BELAKANG

I. J. KASIMO MENGEMBANGKAN NASIONALISME

A. Masa Kecil I.J. Kasimo

Permulaan abad ke-20 adalah keadaan di mana orang-orang Katolik mulai menemukan jalan baru untuk ikut memperjuangkan nasionalisme. Hal ini dikarenakan menjelang akhir abad ke-19, perubahan haluan politik terjadi di negeri Belanda. Kaum Liberal yang didukung oleh partai-partai Kristen dan Katolik menang dalam parlemen terhadap kelompok konservatif. Dengan kemenangan ini, politik Cultuurstelsel, politik “tanam paksa” yang digulirkan oleh van den Bosch dan didukung oleh partai konservatif pada 1830 diganti dengan politik etis.1 Meskipun akhirnya politik etis terbilang gagal di beberapa bidang, namun politik etis membawa pengaruh besar bagi lahirnya partai-partai dari golongan pribumi yang nantinya memberikan semangat nasionalisme kepada masyarakat pribumi. Dari partai-partai pribumi itulah orang Katolik mulai sadar besarnya pengaruh politik pada nasib dan masa depan bangsa. Keterlibatan kalangan Katolik akan sangat bermanfaat untuk ikut mempengaruhi dan mengarahkan kebijakan-kebijakan publik selaras dengan nilai-nilai Katolik.

Salah satu tokoh Katolik yang turut memperjuangkan nasionalisme di Indonesia adalah Ignatius Joseph Kasimo Endrawahjana. I.J. Kasimo lahir di Yogyakarta, 10 April 1900.2 Ia dilahirkan sebagai anak keempat di antara sebelas

1

Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008, hlm. 27. 2


(36)

orang anak dari suami-istri Ronosentiko dan Dalikem. Ayahnya bekerja sebagai prajurit Keraton Yogyakarta, sedangkan segala urusan rumah tangga diserahkan kepada istrinya. Dalikemlah yang harus mengurusi segala urusan rumah tangga, karena pada saat itu seorang prajurit Keraton tidak diperkenankan memiliki pekerjaan lain selain mengabdi pada Sultan.

I.J. Kasimo dilahirkan di Yogyakarta, dimana sistem feodalisme saat itu sangat merugikan rakyat kecil. Segala sesuatu dipusatkan untuk kepentingan Sultan serta keluarganya. Kepentingan rakyat kecil tidak pernah menjadi bahan pertimbangan utama. Hampir seluruh tanah di dalam wilayah kesultanan misalnya, dikuasai oleh Sultan dan dibagikan kepada para pangeran (putra-putri Sri Sultan) dan petugas-petugas kesultanan sebagai sumber kehidupan. Rakyat kecil sudah boleh merasa bangga jika sampai dipilih menjadi bekel3 dan menerima sebagian dari hasil tanah.4

Dalam struktur feodal yang berlaku di Yogyakarta pada waktu itu, abdi dalem merupakan milik pribadi sultan. Ronosentiko sebagai abdi dalem prajurit Mantrijero tidak menerima gaji. Sebagai imbalan atas jasa-jasanya, Ronosentiko memperoleh sebidang tanah seluas dua jung atau kurang lebih delapan bahu (7096,50 m2). Setelah sistem apanage5dihapuskan dan diganti dengan undang-undang tahun 1918, ia menerima ganti berupa uang sebesar 26 gelo.6

3

Bekel adalah pengelola milik pangeran atau keluarga Sultan. Ia biasanya berfungsi sebagai lurah oleh karena lurah sebagai kepala desa menurut pengertian sekarang, pada waktu itu belum dikenal.

4

Tim Wartawan Kompas, I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT Gramedia, 1980, hlm. 3.

5

Apanage adalah sistem tanah untuk jabatan sementara, sebagai upah atau gaji seorang priyayi atau bangsawan.

6


(37)

Sejak kecil I.J. Kasimo sudah merasakan betapa sistem feodal yang berlaku sangat merugikan rakyat kecil. Gaji ayahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk itu ibunya harus membanting tulang untuk mencari tambahan penghasilan dengan membuka warung dan menjadi Parealan7 serta mengusahakan pembatikan kecil-kecilan. Melihat kerja keras ibunya, ia tidak tinggal diam. Setiap hari Kasimo kecil pergi ke pasar bersama ibunya untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Ia juga membantu ibunya melayani pelanggan di warung, mengerok batik, dan sebagainya. Setiap pagi ia membuat teh untuk ayahnya, membersihkan rumah, dan menimba air untuk mandi.

Dalam keluarganya, I.J. Kasimo juga mendapat perlakuan tidak adil karena sistem feodalisme pada saat itu. Pada zaman itu merupakan kebiasaan yang lazim bahwa anak laki-laki sulung dicalonkan untuk menggantikan kedudukan ayah. Akan tetapi karena Daliman (anak laki-laki pertama dalam keluarga Ronosentiko) meninggal dunia ketika masih kecil, maka anak kedua yaitu Mangoenprawiro, yang mempersiapkan untuk menggantikan ayahnya menjadi prajurit Mantrijero.8 Sebagai calon pengganti ayahnya, kakak yang akan menjadi priyayi ini mempunyai kedudukan istimewa di dalam keluarga. Ia adalah seorang kompris.9 Sebagai kompris ia dibebaskan dari semua pekerjaan rumah tangga dan setelah cukup usianya harus meninggalkan rumah untuk magang di kediaman

7

Parealan adalah tukang tukar uang di pasar.

8

Mantrijero adalah salah satu laskar prajurit professional dan prajurit pengawal Keraton Yogyakarta.

9

Kompris berasal dari bahasa Belanda kroonprins, yang di sini berarti anak laki-laki tertua dari keluarga priyayi.


(38)

seorang pangeran10 Dengan begitu semua pekerjaan untuk membantu pekerjaan rumah tangga dibebankan oleh I.J. Kasimo dan adik-adiknya.

Selain dilahirkan di zaman feodal, Kasimo juga dilahirkan pada zaman di mana kolonialisme Belanda di Indonesia masih sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan di Hindia Belanda. Khususnya pada 1901 saat sistem tanam paksa dihapuskan dan pemerintah Belanda mengumumkan politik kolonial baru, yaitu politik etis. Tanam Paksa dihapuskan karena alasan kemanusiaan. Tanggal 17 September 1901 pada pidato kerajaannya, Ratu Wilhemina mendesak pemerintahan Hindia Belanda untuk menjalankan kewajiban moral mengembangkan perbaikan nasib penduduk pribumi. Daerah jajahan seperti Indonesia tidak harus dieksploitasi untuk memberikan keuntungan bagi negeri Belanda. Menjadi kewajiban Belanda untuk mendidik bangsa Indonesia ke arah pemerintahan sendiri yang harus dilakukan secara adil dan jujur berdasarkan rasa kemanusiaan.11

Politik etis tersebut seakan memberikan harapan baru bagi kaum pribumi karena pendidikan dan pelayanan kesehatan mulai dibangun untuk kepentingan kaum pribumi. Banyak pengusaha mulai menanamkan modalnya di Indonesia. Permulaan abad ke-20 ditandai oleh semangat baru: rakyat Hindia Belanda perlu dipersiapkan untuk menangani administrasi pemerintahan. Pendidikan menjadi fokus kebijakan baru pemerintah Hindia Belanda dan lembaga-lembaga non pemerintah.12

10

Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 5.

11

Mikhael Dua, dkk, op.cit, hlm. 27.

12


(39)

Pada kelanjutannya, politik etis dianggap gagal karena pelaksanaannya berlangsung sangat lambat. Politik etis gagal memecahkan masalah ekonomi, politik, dan sosial. Politik etis juga menyebabkan diskriminasi rasial semakin kuat di kalangan masyarakat. Dalam bidang pendidikan misalnya, sistem persekolahan oleh pemerintah Hindia Belanda waktu itu secara politis mengelompokkan masyarakat ke dalam golongan-golongan dengan garis pemisah yang tajam. Tidak hanya antara masyarakat Eropa dan masyarakat pribumi saja, melainkan pemerintah mendorong penggolongan-penggolongan di dalam masyarakat pribumi sendiri. Bentuk-bentuk pengelompokan itu, selain kelas Ongko Loro13 yang diperuntukan bagi pribumi sebagai sekolah rakyat, juga ada sekolah Bumiputera Kelas Satu (Eerste Indlandsche-School) yang didirikan tahun 1907 dan kemudian di tahun 1914 diganti dengan nama Holland Inlandsche School (HIS), yang diperuntukkan bagi anak-anak pribumi dari golongan masyarakat kelas atas seperti bangsawan dan priyayi tinggi.14

Dalam zaman kolonialisme inilah I.J. Kasimo dilahirkan dan dibesarkan. Sebagai anak kecil yang baru berusia 11-12 tahun, I.J. Kasimo memang sepenuhnya belum menyadari akibat-akibat buruk yang disebabkan oleh sistem feodalisme dan kolonialisme. Akan tetapi pengalaman pribadi yang dirasakannya dari keadaan tersebut sangat menentukan kepribadian dan perjuangan hidupnya di kemudian hari.

13

Ongko Loro adalah sekolah yang diperuntukkan untuk kaum pribumi.

14


(40)

B. Bertemu Pastor F. van Lith

Watak dan kepribadian I.J. Kasimo semakin terbentuk ketika ia bertemu dengan Frans van Lith S.J. atau lebih dikenal dengan nama Pastor van Lith. Pastor van Lith adalah seorang imam Jesuit dari Belanda yang meletakkan dasar karya Katolik di Jawa. Ia dicintai masyarakat pribumi karena turut membela dan berjuang bersama masyarakat pribumi dibandingkan mendukung penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Pastor van Lith selalu membela dan memotivasi murid-muridnya supaya kelak bisa menjadi pemimpin bagi kaum pribumi. Bahkan ia berusaha membentuk jiwa-jiwa pejuang agar kelak bisa bebas dari penindasan bangsa asing. Ia dikenal sangat sabar dan lebih mementingkan agar apa yang diajarkannya itu benar-benar meresap ke dalam jiwa murid-muridnya. Apabila para pastor lain yang datang dari negeri Belanda hanya mempunyai misi untuk membabtis orang-orang pribumi, tidak demikian dengan Pastor van Lith. Ia berusaha keras untuk benar-benar menyelami jiwa Jawa dahulu, baru kemudian ia memberikan pengertian kepada orang Jawa tentang pembabtisan tersebut. Selain itu, ia juga mempelajari bahasa Jawa, bahasa Kawi (Jawa Kuno), sejarah serta kebudayaan Jawa.15

Dalam misinya, Pastor van Lith bertujuan untuk memberikan pendidikan yang tinggi kepada pemuda-pemuda Jawa, sehingga mereka mendapat kedudukan yang lebih baik dalam masyarakat. Ia menyadari perasaan tertindas yang dirasakan oleh murid-muridnya. Ia juga tahu bahwa murid-muridnya mempunyai bibit-bibit nasionalisme yang sudah tertanam karena faktor keadaan. Tetapi Pastor

15


(41)

van Lith tidak mematikan perasaan nasionalisme itu, namun ia malah membinanya sambil membuang sentimen negatif tentang nasionalisme.

Berkat kepedulian dan kecintaannya terhadap kaum pribumi, Pastor van

Lith mendapat julukan sebagai “Bapak orang Jawa” dan “Perintis misi Jawa”.

Pastor van Lith sangat dihormati dan disayangi oleh siswa-siswanya ataupun bekas anak didiknya. Mereka sering menganggapnya sebagai seorang rasul. Banyak di antara bekas siswanya yang kemudian memeluk sambil berjongkok jika mereka bertemu kembali dengan Pastor van Lith. Di luar lingkungan Katolik pun ia sangat dihormati dan disegani orang. Hidupnya yang sangat akrab dengan dengan rakyat membuat Pastor van Lith diterima di semua lapisan masyarakat. Ia diterima baik di antara para petani kecil maupun di kalangan bangsawan.16

Pengaruh imam Jesuit ini amat besar terhadap I.J. Kasimo. Ajaran-ajaran Pastor van Lith demikian meresap dalam jiwa I.J. Kasimo sehingga dapat dikatakan menjadi pedoman hidup dalam dirinya. Ia terkesan dengan pribadi Pastor van Lith yang sangat menyelami jiwa Jawa, padahal ia adalah seorang Belanda. Ia juga terkesan karena Pastor van Lith halus perangainya dan sesuai dengan kepribadian orang Jawa. Menghadapi anak-anak yang nakal misalnya, ia hanya melelehkan air mata. Mungkin karena ia menyelami jiwa Jawa yang lebih dapat menerima kritik yang disampaikan secara halus daripada dimaki-maki atau dibentak secara kasar.17 Banyak dari murid-muridnya yang memilih dipukuli daripada melihat Pastor van Lith menangis, karena jika Romo van Lith menangis mereka tahu bahwa Pastor van Lith sangat terluka hatinya.

16

Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 181.

17


(42)

Berkat ajaran Romo van Lith, bibit-bibit nasionalisme yang ada pada I.J. Kasimo semakin tertanam kuat. Ia mengajarkan kepada I.J. Kasimo untuk bekerja keras, hidup sederhana, mempunyai rasa kemanusiaan, serta bersikap jujur dan berani dalam mebela hak dan kepentingan rakyat yang tertindas. Ia juga mengajarkan agar I.J. Kasimo mempunyai sikap toleransi terhadap golongan lain yang bukan Katolik dengan memberikan kepada yang bukan Kristen kebahagiaan dari iman kepercayaan dan permandian. Sifat-sifat seperti perikemanusiaan, kerakyatan, kesederhanaan, kejujuran dan keberanian serta toleransi terhadap golongan lain yang dimiliki I.J. Kasimo, sedikit banyak merupakan pencerminan dari ajaran yang diterimanya dari Pastor van Lith yang nantinya sangat berguna untuk memperjuangkan nasionalisme yang ia cita-citakan kelak. Banyak ucapan Pastor van Lith yang masih diingat oleh I.J. Kasimo. Diantaranya adalah :

“ Ik leef te midden der Javanen. Ik voel en denk met hun”. (Saya hidup

ditengah-tengah orang Jawa. Saya merasakan dan berpikir seperti mereka) “De Javaan is eenverschoppeling in zijn eigen land” (Orang Jawa menjadi orang yang diperlakukan dengan hina di negaranya sendiri.)18

Ucapan dari Pastor van Lith tersebut membuat I.J. Kasimo kagum karena rasa peduli yang dimiliki Pastor van Lith terhadap kaum pribumi. Ia juga kagum terhadap ucapannya tersebut karena Pastor van Lith yang seorang Belanda lebih membela kaum pribumi dibandingkan bangsanya sendiri.

Tidak diragukan lagi bahwa ajaran-ajaran dari Pastor van Lith memang menjadi faktor penting dalam menentukan watak dan kepribadian I.J. Kasimo dalam mengembangkan benih-benih nasionalisme yang dimilikinya. Berkat dukungan, semangat, dan kerja nyata dari Pastor van Lith untuk membebaskan

18


(43)

Indonesia dari penjajahan bangsa asing membuat I.J. Kasimo semakin berpegang teguh pada pendiriannya. Pastor van Lith selalu menekankan kesetaraan, bahwa pribumi sama kedudukannya dengan bangsa Belanda. Dengan kata lain, Pastor van Lith selalu menanamkan jiwa nasionalisme kepada muridnya, termasuk I.J. Kasimo.

C. Kegemaran Membaca yang Dimiliki I.J Kasimo

I.J. Kasimo adalah seseorang yang sangat gemar membaca. Karena kegemarannya ini, ia menjadi seseorang yang mempunyai pikiran yang sangat luas dan menjadi bekalnya dikemudian hari untuk turut serta membangun bangsa Indonesia. Kegemaran membacanya ini sebenarnya ia peroleh sejak kecil. Sewaktu kecil ia sering meminjam buku-buku milik ayahnya, Ronosentiko. Setiap malam ia selalu membaca buku tentang babad Ramayana.

Sewaktu sekolah di Muntilan, I.J. Kasimo mempunyai lebih banyak waktu untuk membaca. Jika ada waktu luang di sekolah, ia selalu menggunakann waktu tersebut untuk membaca. Keadaan ini sangat berbeda sewaktu ia masih tinggal dengan keluarganya. Setiap hari ia harus membantu ibunya untuk mengurus kebutuhan rumah tangga. Keadaan itu membuat kesempatannya untuk membaca hanya didapatkan sewaktu malam hari saja.

Kesempatan membaca yang banyak membuat minat membacanya makin berkembang di Muntilan, terlebih karena ia sudah lancar berbahasa Belanda. Hal ini membuat wawasannya semakin luas karena ia bisa mempelajari buku-buku yang menggunakan bahasa Belanda. Di Muntilan, ia selalu membaca majalah


(44)

Sworo Tomo19 dan banyak membaca buku yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan ekonomi dan sosial. Akan tetapi kadang-kadang ia juga tertarik dengan buku-buku lain, seperti buku-buku tentang ilmu sosiologi, agama serta roman.20

Kegemaran membacanya ini ternyata sangat bermanfaat ketika I.J. Kasimo menjadi anggota klub diskusi di sekolahnya. Pada waktu itu setiap murid kelas IV harus mengikuti klub diskusi yang dipimpin oleh Mas Soejoet, guru bahasa Jawa. Setiap hari miggu tertentu mereka berkumpul dan salah seorang harus menyampaikan pidato atau pendapat yang mengomentari suatu masalah yang yang dianggap yang paling menarik. Pada waktu itulah nampak benar bagaimana ketekunan I.J. Kasimo dalam membaca memberikan sumbangan yang besar terhadap kemampuannya untuk menyampaikan argumentasi. Dukungan kekayaan pengetahuan umum serta bacaan yang luas yang mencakup segala masalah, sangat membantunya dalam mengutarakan pendapat maupun dalam menyanggah pendapat orang lain. Ditambah lagi dengan kelincahannya berbicara, I.J. Kasimo waktu itu tampil sebagai anggota yang paling menonjol dan disegani oleh yang lain.21

Dari kegemarannya ini, banyak buku-buku yang sangat mempengaruhi I.J. Kasimo untuk menjadi seorang yang nasionalis. Seperti buku karangan de Bruijn yang berjudul Sociologische Beginselen (Prinsip-prinsip Sosiologi). Di dalam

19

Sworo Tomo adalah sebuah terbitan yang semula merupakan sebuah forum komunikasi untuk alumni Kolese Xaverius Muntilan. Tujuan Sworo Tomo adalah sebagaimana terumus dalam terbitan No.34/IV, September 1926 berbunyi, antara lain: Untuk menjelaskan ajaran Katolik guna melawan ajaran-ajaran lain yang mengaburkan.

20

Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 14.

21


(45)

buku ini dikatakan bahwa pemerintah yang terbaik sebaiknya berasal dari masyarakat itu sendiri. Hal ini disebabkan anggota masyarakat yang bersangkutan jauh lebih mengenal masyarakatnya sendiri daripada orang lain yang datang dari luar masyarakat itu sendiri.22

Sebuah buku lain yang sangat mempengaruhi pemikirannya adalah buku Katholieke Maatschappijleer (Ajaran Sosial Katolik), terjemahan oleh Dr. Drieschen dari buku karangan seorang imam Karmelit, Dr. Llovera. Ia mengatakan bahwa setiap bangsa mempunyai hak untuk mencapai kemerdekaan dan persatuan.23 Buku ini memberikan landasan idiil kepada Kasimo untuk memperjuangkan kemajuan sosial ekonomi yang memang sudah lama menjadi minat dan perhatiannya.

Kemudian ada artikel yang dibuat oleh Pastor van Lith yang tentunya sangat berpengaruh besar bagi I.J. Kasimo. Artikel ini berjudul De Politiek Van Nederlands ten Opzinchte Van Nederlands Indie (politik Negeri Belanda terhadap Hindia Belanda). Dalam artikel ini Romo van Lith mempunyai pandangan mengenai perkembangan politik yang akan terjadi di negeri ini. Dalam seruannya kepada orang-orang Indo-Belanda misalnya, Romo van Lith mengatakan,

“ Berlalulah sudah zaman penjajahan oleh bangsa kulit putih. Seorang kulit

putih tidak akan bertahan untuk selama-lamanya menghadapi 100.000 orang Asia. Orang bermain dengan api jika dengan tinggi hati ingin menjajah orang Jawa, hanya dengan alasan karena ia seorang Jawa. Akuilah hak-hak golongan pribumi, jika kalian ingin agar hak-hakmu diakui. Di dalam gereja kristus tidak ada orang Jahudi, orang Romawi, orang Junani, orang Belanda atau orang Jawa. Dan apa yang ada di dalam gereja sejak semula sudah merupakan hukum, kini kita harus dijadikan hukum pula di luar gereja. Orang Belanda. orang Indo, orang Jawa mulai saat ini harus

22

Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 185.

23


(46)

hidup rukun seperti saudara. Jika tidak maka dalam waktu dekat pasti akan terjadi perpecahan. Banyak orang di negeri Belanda tidak melihat keadaan di Hindia Belanda seperti kenyataannya. Mereka mengira bahwa keadaan akan tetap berlangsung seperti sekarang, akan tetapi mereka salah. Apa yang berlangsung sekarang tidak akan tetap demikian, yang lemah menjadi kuat dan yang kuat menjadi lemah. Apa yang sekarang berjalan akan berhenti dan apa yang sekarang tegak akan jatuh. Zaman baru dan dunia

baru akan tiba dan siapa yang bijaksana akan mempersiapkan diri.”24

Artikel tersebut dipahami sebagai ancaman Pastor van Lith kepada pemerintah Belanda untuk segera mengembalikan kesejahteraan kaum pribumi yang telah hilang akibat keserakahan bangsa Belanda. Artikel tersebut juga membenarkan bahwa perlawanan dari kaum pribumi sebenarnya adalah hal yang wajar dilakukan. Bahkan Pastor van Lith meyakini jika Belanda tidak segera mengembalikan kesejahteraan kaum pribumi, mereka akan bersatu untuk mengusir bangsa Belanda dari bumi Indonesia.

Artikel Pastor van Lith ini sangat penting artinya untuk I. J. Kasimo. Artikel tersebut memberikan pedoman kepada I. J. Kasimo dalam tahun-tahun pertamanya mengenai perjuangan politiknya di Indonesia, bahkan dapat dikatakan bahwa seluruh hidupnya merupakan jawaban terhadap seruan Romo van Lith tersebut.

Pengalaman-pengalaman inilah yang menumbuhkan jiwa kerakyatan pada diri I.J. Kasimo. Ia semakin yakin dan berani untuk membela rakyat yang tertindas akibat kebijakan-kebijakan dari bangsa penjajah. Pengalaman-pengalamannya tersebut juga mendorongnya untuk selalu berjuang bagi kepentingan rakyat kecil.

24


(47)

Di samping itu, pengalaman ini juga menyebarkan benih nasionalisme yang akan nampak berkembang dalam periode hidup yang berikutnya.


(48)

BAB III PROSES

I.J. KASIMO MENGEMBANGKAN NASIONALISME A. Mengembangkan Nasionalisme melalui Partai Katolik

Upaya I.J. Kasimo untuk memperjuangkan nasionalisme di tengah masyarakat pribumi yang mempunyai sentimen negatif terhadap agama Kristiani semakin terbukti setelah ia lulus dari MLS pada tahun 1921.1 Pada saat itu orang Kristiani dianggap sebagai sekutu dari pemerintah Hindia Belanda dikarenakan persamaan agama yang mereka anut. I.J. Kasimo sebagai seorang pribumi yang beragama Katolik mempunyai keinginan untuk membentuk suatu partai Katolik khusus untuk golongan pribumi. Hal tersebut dilakukannya karena ia ingin membuktikan bahwa agama Katolik bukan berarti agama yang mendukung pemerintah Hindia Belanda. Dari situ nasionalisme I.J. Kasimo sangat terlihat karena pemikirannya mengenai pendirian partai Katolik khusus untuk golongan pribumi. Rencana pendirian partai Katolik tersebut berarti sama saja ingin memisahkan diri dari pemerintah Hindia Belanda karena pasti terdapat tujuan yang berbeda antara golongan pribumi dan pemerintah Belanda. Jika ia bergabung dengan partai dari orang Belanda, maka nasionalismenya sangat sulit tercapai karena partai Belanda pasti mempunyai kepentingan sendiri untuk bangsanya. Sedangkan jika ia memiliki partai sendiri, maka ia bisa mengajak kaum pribumi untuk memberikan pengertian mengenai pentingnya nasionalisme bagi kermajuan bangsa.

1


(49)

I.J. Kasimo semakin berpegang teguh pada pendiriannya untuk mendirikan partai Katolik ketika pada tahun 1922 Pastor Frans van Lith menulis sebuah artikel yang antara lain berbunyi :

“Berlalulah sudah zaman penjajahan oleh bangsa kulit putih. Seorang kulit

putih tidak akan dapat bertahan untuk selama-lamanya menghadapi 100.000 orang Asia. Orang bermain dengan api jika dengan tinggi hati ingin menjajah orang Jawa, hanya dengan alasan karena ia orang Jawa. Akuilah hak-hak golongan pribumi, jika kalian ingin agar hak-hakmu

diakui.”2

Artikel ini membuat I.J. Kasimo semakin yakin untuk mengembangkan nasionalisme di tengah keraguan masyarakat Indonesia terhadap umat Kristiani. I.J. Kasimo mengartikan artikel tersebut sebagai kritik terhadap kolonialisme Belanda dan bukti keberpihakan Pastor van Lith kepada kaum pribumi yang menghendaki kemerdekaan. Artikel tersebut juga menjadi suatu peringatan dari Pastor van Lith terhadap pemerintah Belanda bahwa penjajahan tidak akan bertahan selamanya. Suatu saat kaum pribumi akan bangkit untuk menuntut hak mereka. Yang lebih mendalam lagi, artikel ini mencoba menegaskan bahwa arogansi Belanda terhadap kaum pribumi tidak hanya merusak citra Belanda, melainkan juga citra agama Kristiani di hadapan orang-orang Indonesia.

Artikel ini menjadi inspirasi utama bagi I.J. Kasimo dan mantan murid-muridnya di Kweekschool3 Muntilan yang ingin melibatkan diri secara aktif dalam kehidupan politik. Artikel ini dipandang sebagai sebuah pedoman yang menjadi alasan utama bagi pertemuan para tokoh seperti I.J. Kasimo, F.S Harjadi, dan Raden Mas Jakobus Soejadi Djajasepoer. I.J. Kasimo memulai pemikirannya

2

Mikhael Dua, dkk, Politik Katolik Politik Kebaikan Bersama, Jakarta: Obor, 2008, hlm. 34.

3

Kweekschool adalah salah satu jenjang pendidikan resmi untuk menjadi guru pada zaman Hindia Belanda.


(50)

untuk mendirikan partai Katolik pada tahun 1923 bersama F.S. Harjadi dan RM Jakob Soedjadi.4 Mereka bertiga sepakat untuk membentuk sebuah panitia persiapan untuk mendirikan partai Katolik. Selama satu tahun mereka mengadakan persiapan dengan memberikan pengertian kepada masyarakat Jawa di Yogyakarta dan sekitarnya. Setiap mengadakan pertemuan dengan masyarakat pribumi Jawa selalu dimanfaatkan untuk mematangkan gagasan mendirikan partai politik tersebut.

Melalui partai Katolik tersebut, sangat jelas bahwa nasionalisme yang dikembangkan I.J. Kasimo memang tidak bisa terlepas dari nasionalisme yang bersifat religius. Ia mengembangkan nasionalisme dengan berpedoman pada ajaran-ajaran Katolik. Dari ajaran Katolik tersebut, ia mengaktualisasikannya ke dalam nasionalisme yang ia cita-citakan. Hal itu dibuktikan saat ia menolak untuk bergabung dengan IKP (Indische Katholieke Partij) yang berdiri sejak tahun 1917.5 Memang benar bahwa IKP adalah partai Katolik yang didalamnya pasti terdapat banyak persamaan dengan partai yang ingin dibentuk I.J. Kasimo mengenai ajaran-ajaran Katolik. Tetapi karena nasionalisme yang dimilikinya I.J. Kasimo beranggapan jika ia bergabung dengan IKP, maka ia sama saja menjadi penjajah bangsanya sendiri karena IKP dikendalikan oleh orang Belanda. Ia tidak dapat mengabdikan diri pada negerinya jika nama Katolik terdiri dari orang-orang yang menindas bangsanya. Hal tersebut semakin membuktikan bahwa I.J. Kasimo memang seorang nasionalis sejati. Ia tetap berpegang teguh untuk mendirikan partai khusus untuk golongan Katolik pribumi. Ia bisa saja bergabung dengan IKP

4

Mikhael Dua, dkk, op.cit., hlm. 37.

5


(51)

jika hanya ingin memperkuat identitas agama Katolik. Tetapi ia dengan tegas menolak bergabung dengan IKP dan ingin membuktikan bahwa Katolik Pribumi adalah Katolik yang nasionalis.

Masalah-masalah yang dihadapi I.J. Kasimo untuk mendirikan partai Katolik tidak membuatnya gentar untuk tetap bersikeras mendirikan partai Katolik bersama teman-teman bekas murid Kweekschool Muntilan. I.J. Kasimo dan teman-temannya tahu bahwa kedudukan mereka di kalangan masyarakat tidak dapat dipandang tinggi. Kecuali itu, mereka juga tahu bahwa jumlah orang Katolik Jawa waktu itu belum banyak, yaitu kurang dari 10.000 orang.6 Meskipun demikian, dalam pertemuan tersebut mereka berani mengambil keputusan untuk mendirikan partai politik untuk .golongan Jawa sendiri, di samping Indische Katholieke Partij (IKP) yang anggota-anggotanya hampir 100% terdiri dari orang-orang Katolik Belanda.

Akhirnya upaya I.J. Kasimo dan teman-temannya untuk mendirikan partai Katolik untuk golongan pribumi dapat terwujud pada tahun 1923.7 Kebanyakan dari mereka adalah guru sekolah rakyat di Jawa Tengah. Mereka adalah rakyat biasa yang mempunyai cita-cita yang sangat tinggi demi tercapainya pemerintahan yang adil di negaranya. Mereka sadar bahwa pemerintahan yang adil adalah pemerintahan yang menjamin kebebasan beragama, kebebasan menerima pendidikan, kebebasan pelayanan di bidang sosial, kesehatan, dan lain-lain.

6

Tim Wartawan Kompas, I.J. Kasimo Hidup dan Perjuangannya, Jakarta : PT. Gramedia, 1980, hlm. 21.

7

I.J. Kasimo, Perdjoangan Politik Katholik Indonesia, Jakarta :Penghubung Dewan Pimpinan PKRI, 1949, hlm. 18.


(52)

Pengurusnya terdiri atas tiga orang, yaitu FS. Haryadi sebagai ketua, I.J. Kasimo sebagai sekretaris, dan RM. Yakob Sujadi sebagai bendahara.

Di dalam lembaran negara, nama resmi yang tercantum adalah Katholieke Vereeniging Voor Politieke Actie Afdeling Khatolieke Javanen. Tetapi berkat nasionalisme yang dimiliki I.J. Kasimo, ia merasa tidak pantas jika nama partai yang dibentuknya menggunakan nama Belanda. Untuk itu, agar partai tersebut dapat dimaknai sebagai partai Katolik pribumi, maka partai tersebut mempunyai nama tersendiri di kalangan pribumi, yaitu Pakempalan Politik Katholik Djawi (PPKD). Perubahan nama partai menggunakan bahasa Jawa tersebut bukan tanpa alasan. Ia ingin menunjukkan bahwa partai yang ia dirikan adalah partai yang benar-benar milik pribumi dan tidak ada campur tangan Belanda. Mengenai perubahan nama partai di kalangan pribumi tersebut, nasionalis I.J. kasimo semakin terbukti meskipun dalam lingkup nasionalis Jawa. Tetapi nasionalis Jawa ini akan berkembang menjadi nasionalis Indonesia seiring dengan perjuangan-perjuangannya kelak.

Upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalisme kembali mendapatkan hambatan pada awal terbentuknya partai, yakni pada tahun 1923. Melalui partai Katolik ini ia harus memutuskan untuk bergabung dengan IKP dengan alasan agar mendapat persetujuan dari hirarki gereja mengenai izin pendirian partai. Memang pada saat itu tidak diperbolehkan mendirikan partai Katolik baru jika sebelumnya sudah ada partai Katolik lain.8 Padahal izin dari hirarki gereja adalah syarat mutlak untuk mendirikan partai katolik. Untuk itu,

8


(53)

mau tidak mau partai yang baru didirikan itu harus bergabung dengan IKP agar mendapatkan izin dari Hirarki Gereja.

Dengan bergabungnya PPKD dengan IKP tidak membuat semangat I.J. Kasimo untuk mendirikan partai khusus untuk golongan Katolik pribumi luntur. Bahkan setelah mendapat persetujuan dari hirarki gereja dan IKP untuk mendirikan partai yang berafiliasi dengan IKP, I.J. Kasimo masih harus berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda. Pada saat itu pengakuan badan hukum dari pemerintah Hindia Belanda sangat penting bagi suatu organisasi.

I.J. Kasimo adalah seorang Nasionalis yang sangat cerdas dan berani. Demi mendapat persetujuan dari pemerintah Hindia Belanda, I.J. Kasimo mencantumkan secara terselubung tujuan partai tersebut. Sejak semula I.J. Kasimo ingin menunjukkan bahwa perjuangan golongan Katolik Jawa yang dicanangkan adalah suatu perjuangan dalam rangka emansipasi bangsa, yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.9 Dengan tujuan partai seperti itu I.J. Kasimo tidak akan mendapat persetujuan dari pemerintah Hindia Belanda karena pada saat itu adalah zaman penjajahan. Maka dari itu demi memperoleh pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda, tujuan partai hanya dicantumkan sebagai partai yang ikut serta berusaha membangun dan memajukan negara. Dengan tujuan partai seperti itu, partai yang baru ini langsung memperoleh pengakuan dari pemerintah Hindia Belanda.

9


(54)

Pada tahun 1925 merupakan langkah baru perjuangan I.J. Kasimo untuk mendirikan partai Katolik tanpa adanya campur tangan oleh orang Belanda. Pada saat itu di bidang politik terjadi perkembangan baru. Untuk menjamin agar mayoritas di dalam dewan-dewan perwakilan rakyat tetap berada di tangan Belanda, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan baru mengenai pemilihan anggota dewan-dewan perwakilan ini. Menurut peraturan tersebut para pemilih dibagi dalam 3 golongan : golongan Belanda, pribumi dan timur asing (pemilihan anggota pada waktu itu dilakukan secara tidak langsung). Jika sebelumnya golongan penduduk Belanda dapat memilih seorang pribumi atau timur asing, maka kini tiap golongan penduduk hanya boleh memilih wakil dari golongannya sendiri. 10 Dengan peraturan tersebut, pemerintah kolonial ingin menjaga agar golongan Belanda tidak sampai kehilangan mayoritas melalui politik tersebut.

Akibat perkembangan tersebut, cita-cita I.J. Kasimo untuk mendirikan partai Katolik akhirnya terwujud. Kebijakan tersebut membuat sistem federasi di dalam lingkungan IKP dihapuskan. IKP berdiri sendiri sebagai partai politik, begitu juga dengan PPKD akhirnya bisa berdiri sendiri tanpa adanya campur tangan dari pemerintah Belanda. Tepatnya pada tanggal 22 februari 1925 tercapailah cita-cita I.J. Kasimo untuk mempunyai partai politik yang berdiri sendiri.11

Upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalisme melalui PPKD mulai berkembang dari nasionalis Jawa ke nasionalis Indonesia. Ia sadar bahwa

10

Tim Wartawan Kompas, op.cit., hlm. 27.

11


(55)

persatuanlah yang harus dicapai demi kemajuan bangsa Indonesia. Hal tersebut terlihat dari tujuan PPKD yang akan turut berusaha sekuat-kuatnya bagi kemajuan Indonesia. Usahanya itu didasarkan atas dasar-dasar Katolik, tetapi dengan memperhatikan bahwa penduduk Indonesia terdiri terutama atas orang-orang yang bukan Katolik.12 Sementara itu PPKD yang saat itu dipimpin I.J. Kasimo, tepatnya pada 1924 mempunyai pedoman pokok yaitu (a) Aksi PPKD terletak pada politik yang berdasarkan asas-asas Katolik. (b) Aksi ini bersifat pada permulaan nasional Jawa, kemudian nasional Indonesia. (c) Haluan PPKD harus evolusioner, artinya menurut jalan yang teratur, tetapi dengan tempo yang cepat.13

Atas dasar pemikiran I.J. Kasimo yang mulai mengembangkan nasionalismenya dari Jawa menuju Indonesia, anggota PPKD meluas. Anggotanya tidak hanya terdiri atas orang-orang Katolik Jawa tetapi juga orang-orang Katolik pribumi lainnya. Untuk itu, pada 1930 nama organisasi diubah menjadi Perkoempoelan Politiek Khatoliek di Djawa dan bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa organisasi.14 Perubahan nama partai tersebut kembali memperlihatkan nasionalisme I.J. Kasimo yang semakin maju. Ia sadar bahwa Indonesia terdiri dari berbagai pulau. Maka dari itu partai yang semula bernama Pakempalan Politik Khatolik Djawa diubah menjadi Perkoempoelan Politiek Khatolik di Djawa. Nama partai yang semula memakai bahasa Jawa diubah menggunakan bahasa Indonesia. Kemudian bila dicermati nama partai ditambah menggunakan kata “di”. Kata “di” dapat diartikan bahwa I.J. Kasimo menyadari

12

A.K. Pringgodigdo, Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Jakarta : PT. Dian Rakyat, 1980, hlm. 72.

13

I.J. Kasimo, Perdjoangan Politik Katholik Indonesia, Jakarta : Dewan Pimpinan PKRI, 1949, hlm. 18.

14


(56)

bahwa Indonesia bukan hanya terdiri dari Jawa saja, melainkan terdiri dari banyak daerah. Kata “di” dalam “di Jawa” menunjukkan bahwa Jawa hanya sebagian daerah dari Indonesia.

Selain ditandai dengan perubahan nama partai yang semakin mengarah ke sifat keindonesiaan, nasionalisme I.J. Kasimo semakin terlihat ketika ia menerbitkan surat kabar politik berbahasa Indonesia yaitu Soeara Khatoliek. Media komunikasi ini semula menumpang pada Swara Tama15, pers Katolik berbahasa Jawa yang sangat tekun mengulas berbagai persoalan bangsa. Namun, sejak 1930 Soeara Katholiek terbit mandiri tiga kali sebulan dan sejak 1934 berubah menjadi mingguan.16 Dengan Soeara Katholiek, I.J. Kasimo berharap umat Katolik bisa memperkokoh ikatan persaudaraan serta menumbuhkan semangat kekatolikan dan nasionalisme di seluruh Indonesia.

Dari waktu ke waktu I.J. Kasimo semakin gencar dalam mengembangkan nasionalismenya. Hal tersebut terbukti bahwa melalui PPKD, ia terus berusaha memperluas jangkauan pengaruh perjuangan kebangsaannya. Melalui PPKD, ia mulai mendekatkan diri dengan partai-partai nasional lainnya seperti Parindra, Pasundan., Gerindo, dan lain sebagainya. Hal tersebut dilakukannya agar PPKD bisa berdialog mengenai visi dan misi kebangsaan diantara partai-partai nasionalis lainnya. Kedekatan PPKD dengan partai nasional lainnya semakin memperlihatkan usaha I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya yang semula hanya bersifat kedaerahan yang kemudian meluas dengan mendekatkan

15

Swara Tama adalah sebuah terbitan yang semula merupakan sebuah forum komunikasi untuk alumni Kolese Xaverius Muntilan. Tujuan Sworo Tomo adalah sebagaimana terumus dalam terbitan No.34/IV, September 1926 berbunyi, antara lain: Untuk menjelaskan ajaran Katolik guna melawan ajaran-ajaran lain yang mengaburkan.

16


(57)

diri dengan partai-partai yang bersifat nasionalis lainnya. Hal tersebut semakin meyakinkan masyarakat Indonesia bhawa PPKD pimpinan I.J. Kasimo adalah partai yang nasionalis walaupun partai tersebut berlabel Katolik.

Semangat I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalime semakin nyata ketika pada 1935 PPKD memutuskan untuk menganti nama partai menjadi Perkoempoelan Politik Katholieke Indonesia (PPKI)17. Perubahan tersebut dikarenakan adanya kecenderungan pada organisasi-organisasi pergerakan nasional di Indonesia untuk berkembang dari organisasi-organisasi lokal menjadi nasional. Dari pengaruh tersebut, I. J. Kasimo yang semula mencita-citakan suatu partai Katolik yang dikhususkan untuk golongan Katolik Jawa, kini ia mulai menaruh perhatiannya kepada golongan Katolik di luar Jawa. Hal tersebut juga dikarenakan mulai menyebarnya agama Katolik di luar Jawa. Semula PPKD dengan kata Djawa-nya terasa kental dengan orang-orang Katolik jawa saja. Dengan perubahan nama menjadi PPKI memungkinkan partai yang dipimpin I.J. kasimo tersebut menerima anggota dari luar Jawa. Dari perubahan nama partai tersebut, uapaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalisme kembali muncul karena dengan perubahan nama partai tesebut, ia ingin menghilangkan akar kesukuan di dalam partainya.

Sebenarnya yang mendorong I.J. Kasimo terjun dalam dunia politik adalah kesadarannya tentang perintah keempat dari Sepuluh Perintah Tuhan yang berbunyi “Hormati Ayah Ibumu”. Perintah ke empat tersebut dipahami I.J. Kasimo dalam arti luas. Menurutnya hormat kepada ayah dan ibu dalam perintah

17


(58)

keempat tersebut tidak hanya hormat dan cinta kepada orang tua saja, melainkan cinta dan hormat kepada nusa dan bangsa. Hal tersebut sejalan dengan pemikiran I.J Kasimo yang mengalami perubahan ketika awalnya ia memperjuangkan nasionalisme dari nusa bangsa Jawa kemudian menjadi nusa bangsa Indonesia.. Hal ini mengundang kewajiban antara lain kewajiban untuk bekerja bagi kesejahteraan dan keluhuran tanah air. Semuanya itu mempunyai arti membebaskan tanah air dari belenggu penjajahan.18 Hal inilah yang mendorong I.J. kasimo terjun dalam dunia politik khusunya melalui PPKD/PPKI untuk mencapai cita-citanya dengan menyumbangkan tenaga untuk membebaskan rakyat dari penindasan bangsa asing.

2. Mengaktualisasikan Nasionalisme melalui Voolksraad

Upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya kembali berlanjut ketika ia diangkat menjadi anggota Voolksraad pada 1931.19 Keanggotaan Volksraad terdiri dari wakil-wakil golongan masyarakat yang jumlahnya sejak tahun 1927 diperluas dari 48 menjadi 60 orang. Dari jumlah ini, sejak tahun 1931 golongan pribumi diwakili oleh 30 orang sedangkan sisanya terdiri dari wakil-wakil golongan Belanda dan Timur Asing (yaitu Cina dan Arab). Para anggota Voolksraad sebagian besar dipilih secara tidak langsung melalui dewan perwakilan kotapraja, kabupaten dan propinsi. Sebagian lainnya diangkat oleh gubernur jenderal. Untuk masa sidang tahun 1931-1935, ada 5 orang pribumi yang diangkat oleh gubernur jenderal termasuk I.J. Kasimo. Bersama I.J. Kasimo diangkat pula Wiwoho dari golongan Islam, dr. Apituley

18

Tashadi, dkk, op.cit., hlm. 190.

19


(1)

Deskriptor Skor

Tidak saling peduli 1

Kurang peduli 2

Cukup peduli 3

Sangat peduli 4

Kisi-kisi indikator sikap santun :

Deskriptor Skor

Tidak pernah bersikap/ berperilaku santun 1 Kurang santun dalam bersikap/ berperilaku 2 Cukup santun dalam bersikap/ berperilaku 3 Sangat santun dalam bersikap/ berperilaku 4

Kisi-kisi indikator sikap kerja sama :

Deskriptor Skor

Tidak saling kerja sama 1

Kurang kerja sama 2

Cukup kerja sama 3

Sangat kerja sama 4

Petunjuk Penyekoran :

Peserta didik memperoleh nilai :

A= Baik Sekali : apabila memperoleh skor 16 B= Baik : apabila memperoleh skor 12 C= Cukup : apabila memperoleh skor 8 D= Kurang : apabila memperoleh skor 4 a. Penilaian Sikap Diskusi

1. Teknik : Non tes (pengamatan sikap selama diskusi) 2. Bentuk instrumen : Lembar penilaian skala nilai

3. Kisi-kisi : Sikap selama diskusi

No. Sikap/ nilai Butir Instrumen


(2)

2. Keseriusan 2

3. Mengemukakan pendapat 3

4. Bertanya 4

4. Instrumen :

No. Nama Indikator Nilai

Akhir Keaktifan Keseriusan Bertanya Mengemukakan

Pendapat 1. Adam

2. Iwan 3. Arif 4. Aldi

Kisi-kisi indikator penilaian sikap diskusi :

4.1 (Keaktifan, mengemukakan pendapat, bertanya)

a. Skor 1 diperoleh siswa bila tidak terlibat dalam kelompok

b. Skor 2 diperoleh siswa bila terlibat dalam kelompok namun tidak memberi masukan

c. Skor 3 diperoleh siswa bila terlibat dan memberi masukan d. Skor 4 diperoleh siswa bila berperan aktif dalam kelompok 4.2 (Keseriusan)

a. Skor 1 diperoleh siswa bila tidak serius dalam mengerjakan tugas b. Skor 2 diperoleh siswa bila siswa cukup serius dalam mengerjakan tugas c. Skor 3 diperoleh siswa bila siswa serius dalam mengerjakan tugas d. Skor 4 diperoleh siswa bila siswa sangat serius dalam mengerjakan tugas Petunjuk Penyekoran:

Peserta didik memperoleh nilai :

A= Baik Sekali : apabila memperoleh skor 16 B= Baik : apabila memperoleh skor 12 C= Cukup : apabila memperoleh skor 8 D= Kurang : apabila memperoleh skor 4


(3)

D. Pengetahuan (Kognitif) 1. Teknik Penilaian : Tes

2. Bentuk Instrumen : Lembar tugas 3. Kisi-kisi : Tugas terstruktur 4. Instrumen : Essai

4.1 Apa latar belakang I.J. Kasimo mengembangkan nasionalisme pada zaman kolonial ?

4.2 Bagaimana proses yang dilalui I.J. Kasimo dalam mengembangkan nasionalisme pada zaman kolonial ?

4.3 Apa saja sumbangan pemikiran I.J. Kasimo dari nasionalisme yang dimilikinya bagi masyarakat Indonesia ?

√ Kunci Jawaban

4.1 Sejak memutuskan untuk mengembangkan nasionalisme, I.J. Kasimo bertekad untuk memperjuangkan nasib kaum pribumi agar mendapat kehidupan yang layak di tanah airnya sendiri. Perilaku dan sifat I.J. Kasimo terbentuk karena pengalaman masa kecilnya yang penuh dengan ketidak adilan. Ia dibesarkan pada saat sistem feodalisme dan kolonialisme yang menggerogoti hampir seluruh lapisan masyarakat. Sistem feodalisme dan kolonialisme inilah yang nantinya menjadi

salah satu alasannya untuk mengembangkan nasionalisme.

Tumbuhnya rasa nasionalisme dalam diri I.J. Kasimo tidak luput dari pengaruh Pastor van Lith yang menanamkan rasa cinta kepada tanah air dan patriotisme ditengah penderitaan yang terjadi akibat kolonialisme. Selain itu aspek lain yang membentuk dirinya menjadi seorang nasionalis adalah kegemarannya membaca. Dari kegemaran membacanya tersebut, ia menemukan buku-buku yang semakin


(4)

mematangkan pemikirannya bahwa kesejahteraan rakyat memang hal yang paling penting bagi kelangsungan hidup di suatu negara.

4.2 Proses yang dilalui I.J. Kasimo untuk mengembangkan

nasionalismenya ditempuh melalui jalur politik. Dalam

mengembangkan nasionalismenya melalui jalur politik, ia memilih jalan yang evolusioner. Ia memilih jalan evolusi karena pada saat itu Belanda sangat tegas dalam menangani kelompok-kelompok revolusioner. Ia khawatir jika semua kaum pergerakan menggunakan cara yang revolusioner , maka akan terjadi kelumpuhan perjuangan karena akan ditindak tegas oleh Belanda. Oleh karena itu ia memilih jalan evolusioner dengan cara bekerjasama dengan partai nasionalis lainnya dan meyakinkan pemerintah Belanda melalui cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum. Meskipun cara yang ditempuh I.J. Kasimo melalui jalan evolusioner, namun ia menunjukkan sikap yang sangat radikal melalui pernyataan-pernyatannya yang dikenal sangat berani.

4.3Berkat upaya I.J. Kasimo untuk mengembangkan nasionalismenya, banyak sekali pemikiran-pemikirannya yang bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat Indonesia. Ia mengajarkan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar mayarakat Indonesia bisa menghargai perbedaan agama yang ada di Indonesia. Ia mengajarkan kepada masyarakat Indonesia bahwa perbedaan yang ada sebenarnya adalah suatu kekuatan yang hebat untuk membangun negeri ini. Ia juga


(5)

mengajarkan kepada politikus di Indonesia agar menjadi politikus yang benar-benar mengorbankan tenaganya untuk rakyat, bukannya memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Ia juga mengajarkan politikus di Indonesia agar menjadi politikus yang jujur, bermartabat, dan konsekuen untuk menjalankan tugasnya. Selain itu ia juga mengajarkan kepada umat katolik agar mampu menyelaraskan ajaran-ajaran Katolik dengan kegiatan sehari-hari. I.J. Kasimo juga menginspirasi umat katolik agar menjadi umat yang turut memajukan bangsa Indonesia meskipun golongan katolik adalah golongan yang minoritas.

E. Pedoman Penskoran

No. Rambu-rambu skor Skor

1. Jawaban yang lengkap dengan alasan yang tepat 20 2. Jawaban berdasarkan referensi yang relevan dengan

alasan seadanya

15

3. Jawaban kurang lengkap 6

4. Jawaban tidak sesuai dengan soal yang ditanyakan 4 Catatan : Setiap soal, skor maksimal 20

Keterangan :

- Siswa yang memperoleh nilai <75 dinyatakan tidak tuntas dan mengikuti remidi

- Siswa yang memperoleh nilai >75 dinyatakan tuntas dan mengikuti pengayaan

F. Psikomotorik

a. Teknik Penilaian : Tes

b. Bentuk Instrumen : Lembar Tugas

c. Kisi-kisi :

Tugas : Peserta didik diberi tugas untuk membuat artikel ilmiah. d. Instrumen :


(6)

Soal : Buatlah artikel ilmiah tentang I.J. Kasimo sebagai tokoh yang mengembangkan nasionalisme dalam bentuk narasi !

No .

Nama Peserta

Didik

Aspek yang dinilai Nilai

akhir Relevansi

(1-4)

Kelengkapan (1-4)

Pembahasan (1-4)

Ketepatan waktu (1-4)

1. Adam

2. Iwan

3. Arif

4. Aldi

Petunjuk Penyekoran:

Peserta didik memperoleh nilai :

Baik sekali : apabila memperoleh skor 13-16

Baik : apabila memperoleh skor 9-12

Cukup : apabila meperoleh skor 5-8

Kurang : apabila memperoleh skor 1-4

Mengetahui :

Kepala SMA N 2 Yogyakarta

F. Rahardi. S.Pd.

NIP…….

Yogyakarta,…..Februari 2017

Guru Mata Pelajaran

Klemens Setya Puja Kisworo