PEMANFAATAN LIMBAH PADAT INDUSTRI KERTAS SEBAGAI PAPAN PARTISI.

(1)

.

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT INDUSTRI KERTAS

SEBAGAI PAPAN PARTISI

O l e h :

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

BUNGA EKAPENY

0652010017

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM

SURABAYA


(2)

.

SKRIPSI

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT INDUSTRI KERTAS

SEBAGAI PAPAN PARTISI

untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh

Gelar Sarjana Teknik ( S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

O l e h :

BUNGA EKAPENY

0652010017

FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JATIM

SURABAYA


(3)

.

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT INDUSTRI KERTAS

SEBAGAI PAPAN PARTISI

oleh :

Pembimbing

BUNGA EKAPENY

NPM :0652010017

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil & Perencanaan

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada hari : ………. Tanggal : ……… 20...

Menyetujui

Ir. Tuhu Agung R., MT__

NIP:19620501 198803 1001

Penguji I

Mengetahui

Ir. Putu Wesen, MS

NIP:030 174 661

Penguji II

Ir. Yayok Suryo P., MS

Ketua Program Studi

NIP:19600601 198703 1001

Ir. Tuhu Agung R., MT__

NIP:19620501 198803 1001

Penguji III

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan

Untuk memperoleh gelar sarjana (S1), tanggal :

Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan

Stempel

Okik Hendriyanto C., ST, MT

NPT: 37507 99 0172 1

DR.Ir. Edi Muljadi,S.U.__

NIP. 19551231 198503 1002


(4)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Pemanfaatan Limbah Padat Industri Kertas sebagai Papan Partisi” ini dengan

baik.

Selama menyelesaikan skripsi ini, kami telah banyak memperoleh

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini

penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1.

Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya skripsi ini dapat

terselesaikan dengan lancar.

2.

Dr. Ir. Edi Mulyadi SU, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan

Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3.

Ir. Tuhu Agung R., MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur dan Dosen Pembimbing skripsi yang telah

membantu, mengarahkan dan membimbing sehingga skripsi ini dapat

selesai dengan baik.

4.

Ir. Naniek Ratni,MES dan Ir. Yayok Suryo P, MS selaku dosen penguji

proposal yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun

sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.


(5)

ii

5.

Dr. Ir. Rudy Laksmono W.,MS. dan Ir. Putu Wesen, MS. Selaku dosen

penguji seminar hasil yang telah memberikan kritik dan saran yang

membangun sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

6.

Ir. Yayok Suryo P., Okik Hendriyanto C., ST, MT, dan Ir. Putu Wesen,

MS., selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran

yang membangun sehingga skripsi ini dapat seelesai dengan baik.

7.

PT. Tjiwi Kimia, Tbk. (Bapak Ketut Suparwata dkk), selaku pihak yang

telah membantu dan memberikan pengarahan.

8.

Kedua orang tuaku, keluargaku, yang telah membantu material, doa, serta

support yang tidak pernah habis buat saya.

9.

Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan

satu per satu.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima

dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon

maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini terdapat

kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.

Surabaya, Juli 2010


(6)

vii

LEMBAR PENGESAHAN

CURICULUM VITAE

KATA PENGANTAR

... i

UCAPAN TERIMA KASIH

... iii

ABSTRAK

... v

ABSTRAC

... vi

DAFTAR ISI

... vii

DAFTAR TABEL

... x

DAFTAR GAMBAR

... xi

BAB I

PENDAHULUAN ... 1

I.1.

Latar Belakang ... 1

I.2.

Rumusan Masalah ... 2

I.3.

Tujuan Penelitin ... 3

I.4.

Manfaat Penelitian... 3

I.5.

Ruang Lingkup ... 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

II.1.

Pengertian Limbah ... 5

II.4.1.

Limbah Padat... 5

II.4.2.

Karakteristik Limbah Padat ... 7

II.4.3.

Sifat Fisik Limbah Padat ... 7

II.4.4.

Sifat Kimia Limbah Padat ... 7

II.4.5.

Pengelolaan Limbah Padat ... 7

II.2.

Limbah Industri Kertas ... 9

II.3.

Definisi Limbah B3 ... 11

II.3.1.

Identifikasi Limbah Berdasarkan Karakteristik ... 11

II.3.2.

Pengolaan Limbah B3 ... 13


(7)

viii

II.3.4.

Pendekatan Komprehensif dalam Penelitian

Limbah B3 ... 14

II.4.

Logam Berat ... 14

II.4.1.

Timbal (Pb) ... 15

II.4.2.

Tembaga (Cu) ... 15

II.5.

Solidifikasi-Stabilisasi ... 17

II.6.

Sabut Kelapa ... 18

II.7.

Semen ... 19

II.8.

Lem Kayu ... 20

II.9.

Papan Partisi ... 21

II.10.

Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)... 26

II.11.

Kerapatan ... 28

II.12.

Kadar Air ... 29

II.13.

Pengembangan Tebal ... 29

II.14.

Kuat Lentur ... 30

II.15.

Landasan Teori ... 31

BAB III

METODE PENELITIAN ... 33

III.1.

Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

III.2.

Bahan dan Alat ... 33

III.2.1.

Bahan ... 33

III.2.2.

Alat ... 33

III.3.

Variabel Penelitian ... 34

III.4.

Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 34

III.4.1.

Persiapan Bahan Baku ... 35

III.4.2.

Pembuatan Papan ... 35

III.4.3.

Pengujian Papan partisi ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.. ... 37

IV.1.

Persiapan Bahan Baku dan Pembuatan Papan Partisi ... 37

IV.2.

Pengujian Papan Partisi ... 40


(8)

ix

IV.2.2.

Kadar Air ... 43

IV.2.3.

Pengembangan Tebal Papan dalam Air ... 45

IV.2.4.

Kuat Lentur Papan ... 47

IV.2.5.

Penentuan Mutu Papan Partisi Terbaik Berdasarkan SNI

1996 ... 49

IV.2.6.

Uji Perlindian/ TCLP(Toxicity Characteristic

Leaching Procedure) ... 50

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

V.1.

Kesimpulan ... 52

V.2.

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(9)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis-jenis limbah padat ... 6

Tabel 4.1 Karakteristik Fisika dan Kimia Sludge ... 37

Tabel 4.2 Kadar Air Bahan Baku Setelah Proses Pengeringan ... 39

Tabel 4.3Pengaruh Rasio Komposisi Limbah Padat dan Perekat terhadap

Kerapatan Papan partisi(kg/cm

3

Tabel 4.4Pengaruh Rasio Komposisi Limbah Padat dan Perekat terhadap Kadar

Air Papan Partisi(%) ... 44

) ... 41

Tabel 4.5Pengaruh Rasio Komposisi Limbah Padat dan Perekat terhadap

Pengembangan Tebal Papan Dalam Air(%) ... 46

Tabel 4.6Pengaruh Rasio Komposisi Limbah Padat dan Perekat terhadap Kuat

Lentur Papan Partisi(kg/cm

2

Tabel 4.7Penentuan Mutu Papan Partisi Terbaik Berdasarkan SNI 1996... 49

) ... 47

Tabel 4.8 Standar Mutu Papan Partisi Berdasarkan Sni 1996... 50

Tabel 4.9 Pengaruh Solidifikasi Limbah Padat terhadap Konsentrasi Logam


(10)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Pengolahan Limbah Padat ... 9

Gambar 3.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian ... 36

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Rasio Komposisi Limbah Padat terhadap

Kerapatan Papan ... 42

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Rasio Komposisi Limbah Padat terhadap

Kadar Air Papan ... 44

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Rasio Komposisi Limbah Padat dan Pengembangan

Tebal Papan ... 47

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Rasio Komposisi Limbah Padat terhadap


(11)

v

ABSTRAK

Meningkatnya pertumbuhan industri pulp dan kertas di indonesia telah

membawa dampak terhadap meningkatnya permasalahan yang disebabkan oleh

limbah. Limbah padat yang dihasilkan oleh industri kertas termasuk kedalam

daftar limbah berbahaya dan beracun karena mengandung logam berat yang

berbahaya untuk lingkungan, yaitu Pb dan Cu. Pemanfaatan limbah padat industri

kertas dengan teknik solidifikasi sebagai papan partisi patut dicoba untuk

meminimalkan masalah lingkungan. Bahan baku campuran berupa limbah padat

dan sabut kelapa. Perbandingan komposisi limbah padat dan sabut kelapa adalah

100%:0%, 95%:5%, 90%:10%, 85%:15%, 80%:20%. Bahan baku dicampur

dengan bahan pengikat seperti semen atau lem kayu sebesar ¼, ½ dan ¾ dari berat

campuran. Selanjutnya campuran dicetak dan di press dengan tekanan 20kg/cm

2

,

lalu dilakukan uji fisik untuk mengetahui kualitas papan terbaik menurut standar

SNI 1996. Hasil percobaan menunjukan bahwa hasil terbaik dapat dicapai pada

komposisi campuran limbah padat 80%, sabut kelapa 20% dan lem kayu ¾ . Pada

kondisi ini papan partisi memiliki pengembangan tebal yang rendah dan

kelenturan yang tinggi mendekati SNI 1996. Selain itu pada komposisi ini daya

solidifikasi mampu mengimobilisasi konsentrasi logam Pb dalam papan sebesar

99,4% dan Cu sebesar 98,28% sehingga memenuhi standar PP no.85 tahun 1999.


(12)

vi

ABSTRACT

The increasing of pulp and paper industrial growth in indonesia has

brought impact to increasing of waste problems. Solid waste from paper industry

is including to the hazardoust waste list because it’s containing heavy metal, that

are Pb and Cu. The utilization of solid waste from paper industry with

solidification technique proper to be tried for minimization of environment

problem. The mixture feedstock in the form of solid waste and coconut husk. The

comparison of composition of solid waste and coconut husk is 100%:0%,

95%:5%, 90%:10%, 85%:15% and 80%:20%. The main material mixed with

bonding agents, cement or wood adhesive counted ¼, ½ , and ¾ from mixture

weight. After that the mixture shaped in and press with dividing valve 20 kg/cm2,

then the physical test to know the best board quality according to standart SNI

1996. The result of experiment showed that the best partition board is obatained

from the composition of 80% solid waste, 20% coconut husk and ¾ of wood

adhesive. At this composition, board has low thick expansion and high flexibility

comes up to SNI 1996. Besides at that, the solidification energy in this

composition have been able to immobilization of metal Pb in board equal to

99,4% and Cu 98,28% , so it is still under the standard PP No.85 /1999.


(13)

2

Limbah padat dari industri kertas jumlahnya relatif banyak. Limbah padat yang telah diolah ini biasanya dibuang sebagai tanah urugan, walaupun mempunyai kemungkinan masih mengandung logam berat Cu dan Pb serta air 60 - 80%. Pengelolaan limbah padat tersebut bila tidak ditangani dengan baik tentunya berpotensi mencemari lingkungan, disebabkan adanya bahan pencemar Cu dan Pb juga bahan-bahan pembantu lain yang tentunya dapat masuk dalam tanah dan tanaman.

Salah satu upaya untuk mengatasi dampak negatif limbah padat berserat ini adalah memanfaatkannya kembali menjadi produk yang bernilai tambah, diantaranya sebagai pupuk kompos, bahan pembuat egg tray, produk yang menggunakan semen, seperti batako, genteng beton, paving blok ataupun juga bahan baku pembuatan papan partisi.

Pembuatan papan partisi memiliki prospek yang baik, mengingat meningkatnya kebutuhan terhadap tempat tinggal yang murah. Selama ini pembuatan papan partisi masih didominasi oleh penggunaan semen dan gypsum atau bahan lainnya sebagai penguat. Pada penelitian ini akan dilakukan penambahan limbah berserat, sebagai unsur penguat dalam papan partisi.

I.2. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan limbah industri pulp


(14)

3

2. Bagaimana perbandingan komposisi campuran bahan yang dapat

menghasilkan papan partisi yang ideal (menurut standart SNI 1996)?

3. Apakah solidifikasi limbah padat sebagai papan partisi ini mampu

untuk mengikat logam-logam berat (Cu dan Pb) yang terlepas pada lingkungan?

I.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengubah sludge industri pulp dan kertas menjadi papan partisi

yang sesuai dengan SNI 1996.

2. Menentukan komposisi campuran bahan-bahan yang

menghasilkan papan partisi ideal (memenuhi standart SNI 1996).

3. Mengetahui kemampuan solidifikasi limbah padat industri kertas

yang dimanfaatkan sebagai papan partisi untuk mengikat logam berat Cu dan Pb.

I.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi mengenai proses pembuatan papan partisi

secara sederhana dari campuran limbah padat berserat industri kertas.


(15)

4

2. memberikan salah satu solusi alternatif untuk mengatasi

penimbunaan limbah padat berserat industri kertas.

I.5. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1. Bahan utama yang digunakan berupa limbah padat berserat pabrik

kertas PT. Tjiwi Kimia, dan sabut kelapa yang didapatkan dipasaran.

2. Perekat yang digunakan dalam penelitian antara lain semen dan

lem kayu.

3. penelitian utama terdiri dari persiapan bahan baku, persiapan

bahan perekat, pencampuran, pembuatan lembaran partisi pengepresan dan pengujian.

4. Uji kelayakan papan partisi yang dijalankan meliputi uji

kerapatan, uji kadar air, uji pengembangan tebal, uji kuat lentur dan uji TCLP.


(16)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Limbah

Menurut UU RI. No.23/97,1997 pasal 1, Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan. Limbah merupakan suatu benda yang mengandung zat yang bersifat membahayakan atau tidak membahayakan kehidupan manusia, hewan, serta lingkungan dan umumnya muncul karena hasil perbuatan manusia, termasuk industrialisasi.

Secara umum limbah dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Limbah ekonomis, yaitu limbah yang dapat dijadikan produk sekunder

untuk produk yang lain dan atau dapat mengurangi pembelian bahan baku.

2. Limbah non-ekonomis, yaitu limbah yang dapat merugikan dan

membahayakan serta menimbulkan pencemaraan lingkungan. Berdasarkan bentuknya limbah dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

1) Limbah padat

2) Limbah cair

3) Limbah gas

II.1.1. Limbah Padat

Limbah padat adalah semua limbah yang dihasilkan dari aktifitas manusia dan binatang yang berbentuk padat, tidak berguna dan tidak dimanfaatkan atau


(17)

6

tidak diinginkan atau dapat didefinisikan sebagai sesuatu massa heterogen yang dibuang dari aktifitas penduduk, komersial dan industri.

Menurut Mulia R.M, 2005, Limbah padat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang tidak terpakai dan berbentuk padatan atau semi padatan. Limbah padat merupakan campuran dari berbagai bahan baik yang tidak berbahaya seperti sisa makanan maupun yang berbahaya seperti limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berasal dari industri. Beberapa jenis limbah padat dapat dilihat pada tabel.2.1

Tabel 2.1 Jenis-jenis Limbah Padat

Sumber Fasilitas Jenis

Domestik

Komersial

Industri

Konstruksi

Rumah tangga, Apartment.

Pertokoan, Restoran, Hotel, institusi, dan lain-lain.

Pabrik kertas, Pabrik semen, Pertambangan dan lain-lain.

Sisa makanan, pembungkus makanan dan lain-lain. Kertas, kardus, abu dan lain-lain.

Limbah industri, bahan berbahaya dan beracun dan lain-lain.

Tanah, Semen, Baja, dan lain-lain.

Sumber:( Kesehatan lingkungan, Mulia R. M. dalam Trisnawati, A.F, 2008)

Limbah ini dapat berupa buangan padat seperti lumpur, sisa logam, bekas-bekas kemasan, kerak, dan lain-lain. Limbah padat umumnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat atau industri lain tetapi banyak pula yang tidak mungkin dimanfaatkan sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut.


(18)

7 II.1.2. Karakteristik Limbah Padat

Karakteristik limbah padat adalah berbentuk padat, tidak berguna dan tidak diinginkan, dan konsep pengolahannya yaitu dengan usaha meminimalkaan efek kerugian pada lingkungan yang disebabkan oleh pembuangan limbah padat terutama yang berbahaya.

II.1.3. Sifat Fisik Limbah Padat

Sifat fisik limbah padat yaitu jenis komponennya dan prosentase masing-masing ukuran partikel, kandungan campurannya dan berat tiap komponen dari campuran.

II.1.4. Sifat Kimia Limbah Padat

Sifat kimia limbah padat yaitu analisa rata-rata mengenai campuran, kemudian menguap setelah pembakaran, sisa setelah pembakaran dan sisa karbon yang ada penggabungan abu jumlah prosentase karbon, oksigen, nitrogen, sulfur, dan abu serta nilai kalor.

II.1.5. Pengelolaan Limbah Padat

Proses pengolahan limbah padat industri dikelompokkan berdasarkan fungsinya yaitu pengkonsentrasian, pengurangan kadar air, stabilisasi dan pembakaran dengan incenerator. Pengolahan tersebut pada industri penghasil limbah dapat dilakukan sendiri-sendiri atau secara berurutan tergantung dari jenis dan jumlah limbah padat yang dihasilkan, antara lain:

1. Pengkonsentrasian


(19)

8

mengurangi volume sludge tersebut. Pengkonsentrasian sludge biasanya dilakukan secara grafivitasi/dengan clarifier dan dengan thickener. Dengan thickener dapat meningkatkan konsentrasi padatan 2-5 kali. Dengan turunnya volume sludge maka akan memberikan keuntungan ekonomis dan akan memudahkan proses pengolahan selanjutnya.

2. Pengurangan kadar air

Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga sludge

dapat lebih kering lagi sehingga memudahkan dalam transportasi. Filtrasi vakum, filter press dan sentrifugasi banyak digunakan dalam proses ini. 3. Stabilisasi

Pada prinsipnya adalah mengurangi mobilitas bahan pencemar dalam limbah. Proses stabilisasi secara umum dilakukan dengan mengubah sludge menjadi bentuk yang kompak, tidak berbau dan tidak mengandung mikroorganisme yang mengganggu kesehatan serta bahan-bahan pencemar yang berada di dalamnya tidak mudah mengalami perlindian (leached). Menurut Slim dan Wakefield, 1991 dalam Abdullah, 2005, Proses stabilitasi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan mencampur dengan tanah liat yang dilanjutkan dengan pembakaran seperti pernah dilakukan di Afrika Selatan, dicampur dengan semen dan bahan lainnya sehingga bahan pencemar di dalamnya menjadi lebih stabil.


(20)

9

Pembakaran adalah pembakaran sludge dengan suhu tinggi (>900°C). Dalam proses pembakaran limbah padat ini harus digunakan peralatan yang khusus seperti insenerator karena dengan pembakaran pada suhu tersebut dapat sempurna dan tidak dihasilkan hasil samping yang akan membahayakan lingkungan. (Trisnawati, A. Fitria, 2008)

( Sumber: Trisnawati, A. Fitria, 2008)

II.2. Limbah Industri Kertas

Menurut KepMen LH No.51 tahun 1995/1999, Limbah industri adalah sisa hasil buangan yang berasal dari industri sebagai akibat proses produksi. Limbah industri merupakan materi atau energi yang tidak berguna lagi dalam proses atau


(21)

10

teknologi yang dipilih, seperti limbah pada umumnya maka limbah industri dapat terwujud.

Limbah yang dihasilkan oleh industri pulp dan kertas pada umumnya berbentuk cair, padat dan gas. Limbah industri tersebut diolah pada unit pengolahan limbah dan akan menghasilkan effluent cair dan lumpur (Sludge).

Limbah padat industri kertas dibedakan atas limbah serat dan non serat, berasal dari beberapa unit proses umumnya merupakan hasil akhir proses dan tidak berguna yang berbentuk seperti lumpur (sludge).

Menurut Soe, 2005; Yusup etall 2002, Karakteristik limbah padat industri kertas sangat bervariasi tergantung pada bahan baku, produk yang dihasilkan serta tingkat pengolahan pendahuluan yang telah dilakukan. Pengelompokan jenis limbah padat harus memberikan gambaran tentang karakteristiknya seperti jenis limbah, jumlah limbah perton produk, kandungan organik, kadar air, kadar abu, nilai kalor, unsur mikro, logam berat dan element spesifik lainya.

Komposisi kimia limbah padat banyak dipengaruhi oleh komponen-komponen kimia yang terkandung dalam sumber limbah tersebut berasal. Limbah padat berserat yang dihasilkan dari produk kertas mempunyai kandungan senyawa organik dengan komponen utamanya adalah serat selulosa sebanyak ±60% dan sisanya adalah senyawa organik. Menurut Bambang S.,Etall 2004, Pemanfaatan limbah padat ini menjadi bahan untuk pembuatan papan partisi ditentukan oleh jumlah dan kualitas serat yang terkandung didalamnya. Bila fraksi serat masih cukup tinggi maka mutu papan partisi sebagai salah satu komponen bahan bangunan akan terpenuhi. (Haroen, W.K., dkk,2006)


(22)

11 II.3. Definisi Limbah B3

Limbah B3 adalah bahan yang tidak diinginkan atau sisa dari suatu proses produksi, atau yang dibuang dari pemukiman penduduk atau komunitas hewan. Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat B3 adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung atau tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan manusia.

II.3.1. Identifikasi Limbah Berdasarkan Karakteristik

Identifikasi limbah B3 berdasarkan karakteristiknya dapat dibagi seperti dijelaskan sebagai berikut. Penentuan yang lebih spesifik terhadap kandungan bahan organik dan anorganik yang diklasifikasikan sebagai komponen aktif B3, ditentukan dengan metode Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP).

1. Mudah Meledak (explosive)

Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu tekanan dan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.

2. Mudah Terbakar

Limbah mudah terbakar adalah limbah yang apabila berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan apabila telah nyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.


(23)

12 3. Limbah Reaktif

Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.

4. Limbah Beracun

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menyebabkan kematian dan sakit serius. Apabila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit, atau mulut. Prosedur ekstraksi untuk menentukan senyawa organik dan anorganik (TCLP) dapat digunakan untuk identifikasi limbah ini. Limbah yang menunjukkan karakteristik beracun yaitu jika diekstraksi dari sampel yang mewakili mengandung kontaminan lebih besar.

5. Korosif (corrosive)

Limbah yang bersifat korosi, yaitu limbah yang menyebabkan iritasi(terbakar) pada kulit atau mengkorosi baja. Limbah ini mempunyai pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5untuk yang bersifat basa.

6. Limbah Infeksi

Limbah yang menyebabkan infeksi, yaitu bagian tubuh yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lain yang terkena infeksi kuman penyakit yang menular.


(24)

13 7. Uji Toksilogi

Pengujian toksilogi yang dimaksud adalah dengan metode Lethal

Dose Fify (LD-50) yaitu perhitungan dosis (gram pencemar per kilogram berat badan) yang dapat menyebabkan kematian 50% populasi makhluk hidup yang dijadikan percobaan. Apabila LD-50 lebih besar dari 15 gram per kilogram maka limbahtersebut bukan limbah B3.

II.3.2. Pengelolaan Limbah B3

Menurut, PP No.18 Tahun 1999 Pasal 1, Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencangkup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaataan, pengolahan dan penimbunan B3. Pengolahaan ini bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang telah tercemar.

II.3.3. Pendekatan Kimia Fisik dalam Penelitian Limbah B3

Pendekatan kimia fisik bertujuan mengetahui sifat-sifat limbah dan komposisi kimia limbah. Pada dasarnya penentuan sifat fisik dan kimia suatu limbah adalah sifat intrinsik yang dimiliki limbah tersebut. Pendekatan yang lebih komplek namun masih di kategorikan pendekataan kimia fisik adalah pemodelaan transport, transformasi dan simulasi kondisi tertentu. Contoh pemodelaan yang banyak dilakukaan dalam kaitaannya dengan potensi migrasi suatu pencemar adalah pemodelan transport melalui air tanah. Contoh simulasi pada laboratorium adalah uji TCLP, yang menstimulasi skenario terburuk yang mungkin terjadi pada limbah.


(25)

14

II.3.4. Pendekatan Komprehensif dalam Penelitian Limbah B3

Penggabungan kimia fisik dan biologi, menghasilkan suatu pendekatan yang komprehensif yang diwujudkan lewat penelitian analisis resiko (risk assesment), tujuaan risk assessment adalah untuk menyediakan suatu dasar yang terkuantitatif dalam pengambilan keputusaan, bagaimana suatu limbah itu harus dikelola. Ada pun langkah-langkah penting dalam melakukaan risk assessment

adalah:

1. Hazard identification: menjawab apakah saja zat pencemar berbahaya yang ada dilapangan atau fasilitas, serta bagaimanaa karakteristiknya, langkah ini juga disebut Source Analysis.

2. Exposure assessment: meneliti potensial migrasi pencemaar ke reseptor dan tingkat intake ini juga disebut Pathway Analisis.

3. Toxicity assessment: mementukan indek-indek toksisitas yang diterima reseptor, langkah ini disebut juga Receptor Analisis.

4. Risk Characterisation: menentukan besar nya risk yang diterima oleh reseptor, seperti satu diantara satu juta (1 X 10 6 − ).

II.4. Logam Berat

Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan perhatian berlebih akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang semakin meningkat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Logam berat menunjuk pada logam yang mempunyai berat jenis lebih tinggi dari 5 atau 6g/cm3. Namun pada kenyataannya dalam pengertian logam berat ini, dimasukkan pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti


(26)

15

logam berat sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Menurut, Wild. (1995) dalam Abdullah (2005), Beberapa logam berat yang beracun tersebut adalah As, Cd. Cr, Cu, Pb, Hg, Ni, dan Zn.

II.4.1. Timbal (Pb)

Timbal sangat banyak terdapat pada kerak bumi, dan digolongkan dalam

other metals, halus, lembut dan merupakan konduktor listrik yang lemah. Timbal dalam industri digunakan sebagai bahan pelapis untuk bahan kerajinan dari tanah karena pada temperatur yang rendah bahan pelapis dapat digunakan. Sekarang banyak juga digunakan sebagai pelapis pita-pita, karena mempunyai sikap resisten terhadap bahan korosif dan bahan baterai, serta cat.

Menurut Anonim., 2005, Timbal dapat masuk melalui tubuh melalui makanan (65%), air (20%) dan udara (15%). Makanan seperti buah, sayur-sayuran, daging dan seafood kemungkinan megandung timbal. Asap rokok juga mengandung sedikit timbal.

Kebanyakan konsentrasi timbal yang ditemukan dalam lingkungan adalah dari hasil aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar, proses industri dan pembakaran limbah padat.

II.4.2. Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) merupakan suatu unsur yang penting dan berguna untuk metabolisme. Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur-unsur kimia tembaga menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai bobot atau massa atom relativ 63.546 g.mol-1.


(27)

16

Secara umum sumber masuknya logam Cu ke dalam tatanan lingkungan adalah secara alamiah dan non alamiah. Berikut ini adalah proses masuknya Cu ke alam:

1. Secara alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat peristiwa alam. Unsur ini dapat bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi) dari batuan mineral, dari debu-debu dan atau partikulat-partikulat Cu yang ada dalam lapisan udara yang turun bersama hujan.

2. Secara non alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat dari suatu aktifitas manusia. Jalur dari aktifitas manusia ini untuk memasukkan Cu ke dalam lingkungan ada berbagai macam cara. Salah satunya adalah dengan pembuangan oleh industri yang memakai Cu dalam proses produksinya.

Logam berat Cu digolongkan ke dalam logam berat yang dipentingkan atau logam berat essential, artinya meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat dibutuhkan tubuh meski dalam kadar yang sedikit. Cu dibutuhkan sebagai komplek protein yang mempunyai fungsi tertentu dalam pembentukan hemoglobin, kolagen, pembuluh darah dan myelin otak. Toksisitas yang dimiliki oleh Cu baru akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah masuk ke dalam tubuh organisme dalam jumlah besar atau melebihi nilai toleransi dari organisme tersebut. (Trisnawanti, A. Fitria, 2008)


(28)

17 II.5. Solidifikasi – Stabilisasi

Menurut Connor, 1990 Istilah solidifikasi dikenal pada pengolahan padat, yaitu suatu metode untuk mengubah limbah yang berbentuk padatan halus menjadi padatan dengan menambahkan bahan pengikat. Tujuannya adalah untuk mengubah limbah yang bersifat berbahaya menjadi tidak berbahaya karena permeabilitasnya berkurang dan kekuatan fisik meningkat, sehingga mudah di angkut dan disimpan atau ditimbun.

Menurut Manahan, 1994, Metode ini dilatarbelakangi dari suatu kenyataan bahwa bahan bahan yang berbahaya dan beracun tingkat bahayanya paling tinggi bila berbentuk gas dan paling rendah bila berbentuk padat.

Teknik solidifikasi yang sekarang banyak digunakan diantaranya fiksasi dan kapsulisasi ( pengkapsulan). Pada fiksasi, partikel – partikel limbah diikat secara fisik dan kimia oleh bahan pengikat (binder) yang mengeras. Sedangkan teknik kapsulisasi, limbah diselimuti oleh bahan pengikat yang mengeras di bagian luar. Bahan pengikat yang sering digunakan adalah semen/bahan pengikat hidrolik lainnya, kapur, senyawa silikat ( tanah liat, pozolan, dll), dan sebagainya.

Proses solidifikasi pada prinsipnya adalah proses kombinasi antara limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan bahan – bahan aditif yang mempunyai sifat saling mengikat atau melekat dan secara fisik dapat mengeraskan limbah tersebut. Dengan demikian limbah tersebut lebih tahan terhadap proses pencucian

(leaching) ataupun bila terjadi proses leaching senyawa B3 lebih rambat dan rendah konsentrasinya, sehingga tidak membahayakan lingkungan dibandingkan dengan tanpa pengelolaan.


(29)

18

Solidifikasi, stabilisasi atau fiksasi adalah teknologi pengolahan yang dapat diterapkan terhadap limbah padat dan cair. Sistem pengolahan limbah dengan stabilisasi dirancang untuk membatasi atau mengurangi lepasnya kontaminan yang berbahaya dilimbah. Hal ini dicapai dengan cara mengurangi kelarutan unsur-unsur berbahaya, memperkecil area paparan yang dapat menyebabkan terjadi migrasinya unsur-unsur tertentu atau dengan cara menghilangkan daya racun unsur tersebut. Cara pengolahan ini sekaligus memperbaiki sifat-sifat mudah diangkut untuk transportasi lebih lanjut jika diinginkan.

Untuk mengurangi volume akhir limbah, biasanya dilakukan penghilangan air lebih dahulu pada limbah sebelum dilakukan proses solidifikasi. Dalam proses solidifikasi limbah menjadi bentuk block atau padatan yang kompak digunakan suatu bahan pengikat atau polymer. Sebagai bahan pengikat yang banyak digunakan adalah semen Organic, thermoplastic, Organic polymer dan

pozzolanic. (Syamsiah, 2008) II.6. Sabut kelapa

Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari kelapa, yaitu sekitar 35% dari bobot buah kelapa. Dengan demikian apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.


(30)

19

Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco Fiber, Coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisionil serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coir Fiber Sheet yang digunakan untuk lapisan kursi mobil, Spring Bed dan lain-lain. (Anonim, 2010).

II.7. Semen

Semen merupakan material perekat untuk kerikil, pasir, batubata, dan materi sejenis lainnya. Begitu pentingnya semen, sehingga nyaris tidak ada bangunan yang bebas dari penggunaan semen. Bahkan, semen telah digunakan sejak zaman dahulu, terbukti dengan banyaknya bangunan bersejarah yang sampai saat ini masih bisa kita lihat. Awalnya, semen terbentuk dari penggilingan beberapa material, seperti batu kapur, tanah liat, pasir silika, pasir besi, sehingga membentuk klinker. Ditambah sejumlah gypsum dan mineral lainnya, maka terbentuklah semen. Semen tersebut dapat bekerja sebagai perekat jika ditambah air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen,


(31)

20

bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak. (Hidayat,S., 2009)

II.8. Lem Kayu

Lem kayu yang digunakan berupa lem putih atau disebut juga Polivinil asetat (PVAc) merupakan salah satu produk jenis polimer emulsi. Polimerisasi emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan di dalam air dengan perubahan surfaktan untuk membentuk suatu produk polimer emulsi yang bisa disebut lateks. Lateks didefinisikan sebagai dispersi koloidal dari partikel polimer dalam medium air. Bahan utama di dalam polimerisasi emulsi selain dari monomer dan air adalah surfaktan , inisiator dan zat pengalih rantai.

Produk-produk polimer emulsi ini merupakan bahan yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam berbagai jenis sektor industri. Dalam industri tekstil sebagai macam emulsi digunakan dalam proses pengkanjian

(sizing), pencapan (printing), dan penyempurnaan (finishing). Dalam industri cat tembok berbagai macam polimer emulsi digunakan sebagai pengikat dan pengental. Menurut Hamzah, 2004, Polimer emulsi digunakan sebagai perekat dalam industri kayu lapis dan pengerjaan furniture selain itu sifat khusus dari beberapa kopolimer emulsi yang lengket terhadap aksi tekanan merupakan suatu sarana bagi penggunaan material tersebut sebagai lem striker dan lem celorape yang dikenal dengan lem peka tekanan.


(32)

21

Polivinil asetat adalah suatu polimer karet sintesis. Polivinil asetat dibuat dari monomernya, vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Hidrolis sempurna atau sebagian dari senyawa ini akan menghasilkan polivinil alkohol (PVOH). Rasio hasil hidrolis ini berkisar antara 87 - 99%. PVA dijual dalam bentuk emulsi di air, sebagai bahan perekat untuk bahan-bahan berpori khususnya kayu. (Lisartha, N.H., 2008).

II.9. Papan Partisi

Menurut Dirjen IKAH, 2001, Papan partisiadalah dindingyang berbentuk lembaran atau lempeng dengan ukuran tertentu yang digunakan sebagai komponen pemisah atau dinding penyekat . Lembaran partisi merupakan alternatif murah dari papan kayu atau tembok. Papan partisi umumnya dibuat dari semen atau gipsum dan diperkuat oleh serat dan perekat. Bahan perekat yang bisa digunakan misalnya lem kayu. Sifat utama yang diperlukan adalah tebal, kadar air, daya serap air dan kekuatan lentur. Partisi yang ideal dikehendaki ketebalannya serendah mungkin tetapi kekuatannya terpenuhi. Kadar air partisi harus serendah mungkin agar struktur bangunan tidak lembab sehingga terhindar dari gangguan jamur. Daya serap air partisi juga diinginkan serendah mungkin sehingga bisa memberikan efek perlindungan yang maksimal. Sementara itu kekuatan lentur dikehendaki setinggi mungkin karena fungsinya sebagai komponen struktur bangunan. (Haroen,W.K.,dkk, 2006)

Papan partisi merupakan pasta ringan dengan campuran limbah padat dan perekat sebagai bahan yang pasif atau bahan pengisi. Menurut Kasmudjo, 1986, Hal-hal yang harus dipenuhi oleh papan partisiadalah :


(33)

22

1. Lembaran harus mempunyai tepi potongan yang lurus, rata dan tidak berkerut, sama tebalnya pada seluruh panjang lembaran. Bila diketuk ringan dengan benda yang keras, berbunyi nyaring yang menandakan bahwa lembaran tidak pecah atau retak.

2. Permukaan lembaran harus tidak menunjukkan retak-retak, kerutan-kerutan atau cacat-cacat lain yang merugikan sifat pemakaiannya. Permukaan lembaran yang sengaja dibuat tidak rata diperbolehkan.

3. Penampang potongan lembaran harus menunjukkan campuran yang merata, tidak berlubang atau terbelah.

4. Lembaran harus mudah dipotong, digergaji, dibor dan dipaku tanpa mengakibatkan retak-retak atau cacat lainnya yang merugikan. 5. Berdasarkan standar Jerman DIN-1101, kekuatan lentur minimum

rata-rata 17 Kg/cm 2

dengan ketebalan 15 mm.

Di sisi lain papan partisi yang ada di pasaran kebanyakan orang memilih papan gypsum, karena kelebihan dari gypsum lebih fleksibel untuk dibentuk sesuai dengan keinginan perancang, selain itu juga memiliki daya tahan dan tingkat stabilitas tinggi. Penggunaan interior gypsum sangat cocok untuk memperindah tampilan awal dari interior bangunan.

Menurut Anonim, 2007, Dilihat dari komposisi materialnya, gypsum

terbuat dari batu putih yang terbentuk karena pengendapan air laut. Proses pembuatannya melalui pemanasan dalam temperatur 175 derajat sehingga membentuk material bernama stucco. Stucco dicampur air, zat aditif, dan diolah


(34)

23

menjadi papan gypsum dengan dilapisi kertas khusus di permukaannya. (Syamsiyah, 2008).

1) Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Papan Paritisi menurut Sutigno,P., (2009) antara lain;

 Berat jenis kayu

Perbandingan antara kerapatan atau berat jenis papan partisi dengan berat jenis kayu harus lebih dari satu, yaitu sekitar 1,3 agar mutu papan partisinya baik. Pada keadaan tersebut proses pengempaan berjalan optimal sehingga kontak antar partikel baik.

 Zat ekstraktif kayu

Kayu yang berminyak akan menghasilkan papan partisi yang kurang baik dibandingkan dengan papan partisi dari kayu yang tidak berminyak. Zat ekstraktif semacam itu akan mengganggu proses perekatan.

 Jenis kayu

Jenis kayu (misalnya Meranti kuning) yang kalau dibuat papan partisi emisi formaldehidanya lebih tinggi dari jenis lain (misalnya meranti merah). Masih diperdebatkan apakah karena pengaruh warna atau pengaruh zat ekstraktif atau pengaruh keduanya.

 Campuran jenis kayu

Keteguhan lentur papan partisi dari campuran jenis kayu ada diantara keteguhan lentur papan partisi dari jenis tunggalnya, karena itu


(35)

24

papan partisi structural lebih baik dibuat dari satu jenis kayu daripada dari campuran jenis kayu.

 Ukuran partikel

Papan partisi yang dibuat dari tatal akan lebih baik dari pada yang dibuat dari serbuk karena ukuran tatal lebih besar dari pada serbuk. Karena itu, papan partisi struktural dibuat dari partikel yang relatif panjang dan relatif lebar.

 Kulit kayu

Makin banyak kulit kayu dalam partikel kayu sifat papan partisinya makin kurang baik karena kulit kayu akan mengganggu proses perekatan antar partikel. Banyaknya kulit kayu maksimum sekitar 10%.

 Perekat

Macam partikel yang dipakai mempengaruhi sifat papan partisi. Penggunaan perekat eksterior akan menghasilkan papan partisi eksterior sedangkan pemakaian perekat interior akan menghasilkan papan partisi interior. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan, misalnya karena ada perbedaan dalam komposisi perekat dan terdapat banyak sifat papan partisi. Sebagai contoh, penggunaan perekat urea formaldehida yang kadar formaldehidanya tinggi akan menghasilkan papan partisi yang keteguhan lentur dan keteguhan rekat internalnya lebih baik tetapi emisi formaldehidanya lebih jelek.


(36)

25  Pengolahan

Proses produksi papan partisi berlangsung secara otomatis. Walaupun demikian, masih mungkin terjadi penyimpangan yang dapat mengurangi mutu papan partisi. Sebagai contoh, kadar air hamparan (campuran partikel dengan perekat) yang optimum adalah 10-14%, bila terlalu tinggi keteguhan lentur dan keteguhan rekat internal papan partisi akan menurun.

2) Mutu Papan partisi

Mutu papan partisi meliputi cacat, ukuran, sifat fisis, sifat mekanis, dan sifat kimia. Dalam standar papan partisi yang dikeluarkan oleh beberapa negara masih mungkin terjadi perbedaan dalam hal kriteria, cara pengujian, dan persyaratannya. Walaupun demikian, secara garis besarnya sama.

 Cacat

Pada Standar Indonesia Tahun 1983 tidak ada pembagian mutu papan partisi berdasarkan cacat, tetapi pada standar tahun 1996 ada 4 mutu penampilan papan partisi menurut cacat, yaitu :A, B, C, dan D. Cacat yang dinilai adalah partikel kasar di permukaan, noda serbuk, noda minyak, goresan, noda perekat, rusak tepi dan keropos.

 Ukuran

Penilaian panjang, lebar, tebal dan siku terdapat pada semua standar papan partisi. Dalam hal ini, dikenal adanya toleransi yang tidak selalu sama pada setiap standar. Dalam hal toleransi telah, dibedakan


(37)

26

untuk papan partisi yang dihaluskan kedua permukaannya, dihaluskan satu permukaannya dan tidak dihaluskan permukaannya.

 Sifat Fisis

Kadar air papan partisi ditetapkan dengan cara yang sama pada semua standar, yaitu metode oven (metode pengurangan berat). Walaupun persyaratan kadar air tidak selalu sama pada setiap standar, perbedaannya tidak besar (kurang dari 5%).

 Sifat Mekanis

Keteguhan (kuat) lentur umumnya diuji pada keadaan kering meliputi modulus patah dan modulus elastisitas. Pada Standar Indonesia Tahun 1983 hanya modulus patah saja, sedangkan pada Standar Indonesia Tahun 1996 meliputi modulus patah dan modulus elastisitas. (Sutigno, P., 2009).

II.10. Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)

Leachate adalah cairan yang keluar dari padatan yang terkontaminasi oleh zat-zat pencemar yang ditimbulkan dari limbah yang mengalami proses pembusukan. Pelindian merupakan parameter yang menentukan kualitas hasil solidifikasi yyang berkaitan dengan pencemaran lingkungan. Untuk menentukan kualitas lindi/leachate yang keluar dari padatan yang telah distabilkan digunakan metode Toxicity Characteristic Leaching Prosedure (TCLP) adalah salah satu evaluasi toksisitas limbah untuk bahan-bahan yang dianggap berbahaya dan beracun dengan penekanan pada nilai leachate (Buckingham, 1994 dalam Abdullah, 2005).


(38)

27

Menurut PP 18/1999 jo PP 85/18 1999, penentuan apakah sebuah limbah tersebut beracun (toxic) adalah melalui uji Toxycity Characteristic Leaching

Prosedure (TCLP). TCLP merupakan uji pelindian yang berlaku secara federal di Amerika Serikat, sesuai dengan RCRA yang mengatur tentang hazardous waste management. TCLP merupakan salah satu uji pelindian yang digunakan di Amerika Serikat, yang terpadu dengan baku mutunya. Uji pelindian sudah dikembangkan lama khususnya di negara industri yang pada intinya menyimulasi kondisi terburuk, misalnya bila landfill yang tidak dikelola secara baik. Komponen organik maupun anorganik dari limbah dapat terlindikan khususnya bila limbah tersebut terpapar dengan air eksternal seperti air hujan atau air dari proses degradasi materi organik dalam landfill yang biasanya bersifat asam. Uji pelindian sebetulnya tidak hanya terbatas pada limbah berbahaya, tetapi juga diterapkan pada limbah domestik (sampah), bahkan juga pada limbah radioaktif. Uji TCLP diterapkan dalam evaluasi produk pretreatment limbah sebelum di landfilling, yaitu dalam proses solidifikasi/stabilisasi (S/S). Menurut, Damanhuri,2000, Konsep ini juga diadaptasi oleh Indonesia melalui Kep Bapedal 03/Bapedal/09/95.

TCLP digunakan pada tanggal 7 November tahun 1956, oleh U.S. EPA dibawah Amandemen Limbah Padat dan Berbahaya pada tahun 1984. TCLP menjadi bagian dari aturan karakteristik toksisitas, dimana metode ini untuk menilai resiko karakteristik toksisitas limbah berbahaya yang berada dengan sampah didalam landfill pada air tanah. Dalam metode ini material yang dihancurkan distabilkan dihancurkan untuk suatu partikel butir dengan ukuran


(39)

28

<9,5 millimeter. Material yang dihancurkan bercampur dengan acetid acid

extraction liquid, dan diaduk dalam rotary extarctor selama 18 jam pada 30 RPM dan 220 C. Setelah 18 jam, sampel disaring TCLP extract. TCLP extrac dianalisa untuk mengetahui kontaminan pencemar yang mencakup volatile dan semi-vollatile organics, metals, dan pesticides. (Lisartha, N.H., 2008).

II.11. Kerapatan

Massa jenis atau kerapatan () zat merupakan karakteristik mendasar yang dimiliki zat. Kerapatan suatu zat merupakan perbandingan massa dan volume zat itu, sehingga nilai kerapatan dapat diukur melalui pengukuran massa dan volumenya. Namun, nilai kerapatan tidak bergantung pada massa zat maupun volumenya. Kerapatan zat, kecil perubahannya terhadap perubahan suhu (Anonim,2009)

Perhitungan kerapatan menurut SNI 1996 dapat dilakukan sebagai berikut:

K = B.. V Keterangan :

K = kerapatan (g/cm3) B = berat contoh uji (g)

V = volume contoh uji (cm3)


(40)

29 II.12. Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. (Anonim, 2007).

Perhitungan kadar air menurut SNI 1996 dapat dilakukan sebagai berikut: KA (%) = B1- B2 x 100%

B2 Keterangan:

KA = Kadar Air (%) B1 = Berat awal (g)

B2 = Berat Kering Tanur (g)

II.13. Pengembangan Tebal

Iswanto (2005) menjelaskan sifat pengembangan tebal papan partikel merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan suatu papan komposit yang digunakan untuk keperluan interior dan eksterior. Apabila pengembangan tebal suatu papan komposit tinggi berarti stabilitas dimensi produk tersebut rendah, sehingga produk tersebut tidak dapat digunakan untuk keperluan eksterior dan sifat mekanisnya akan menurun dalam jangka waktu yang tidak lama. (Anonim, 2010).

Pengembangan menurut SNI 1996 dihitung sebagai berikut: Pengembangan (%) = T1 – T x 100%

T Keterangan :

T1 = Tebal setelah direndam T = Tebal sebelum direndam


(41)

30 II.14. Kuat Lentur

Pengujian lentur statik adalah salah satu cara pengujian yang di pakai sejak lama bagi bahan yang cocok, karena dapat di lakukan pada batang uji berbentuk sederhana. (Syamsiah, 2008).

Perhitungan kuat lentur menurut SNI 1996 adalah sebagai berikut: KL (%) = 3 B P

2 L T2 Keterangan :

KL = kuat lentur (kg/cm2) B = beban maksimum (kg) P = jarak sangga (cm) L = lebar (cm)


(42)

31 II.15. Landasan Teori

Teori yang melandasi penelitian ini didasari atas metode solidifikasi dengan memanfaatkan limbah padat berserat (sludge) sebagai papan partisi untuk membatasi atau mengurangi lepasnya kontaminan yang berbahaya kelingkungan.

Limbah padat industri kertas dapat berupa padatan, lumpur (sludge), dan bubur (pulp) yang berasal dari sisa proses pengolahan. Lumpur hasil IPAL industri kertas tersebut dikelola dengan cara membuangnya langsung pada landfill, padahal didalamnya dimungkinkan mengandung logam berat dan bahan pembantu lain. Lumpur hasil IPAL tersebut umumnya masih mengandung 60% serat (selulosa) pendek yang dapat dipergunakan untuk pembuatan papan partisi.

Menurut Subyanto, 2004, Pada umunya sabut kelapa masih mengandung komponen kimia kayu seperti lignin (16,19%), selulosa (44,14%) dan

hemiselulosa (19,28%) yang juga dapat dimanfaatkan sebagai papan partisi. Dalam proses pembuatan papan partisi dengan memanfaatan limbah padat (sludge) industri kertas digunakan bahan-bahan perekat, antara lain:

1. Semen, yang mempunyai sifat hidrolis. Dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium (C2S dan C3S) yang bersifat hidrolis (dapat mengeras dan menghasilkan padatan yang stabil dalam air). Bila bereaksi dengan air akan terjadi reaksi hidrasi yang menghasilkan senyawa hidrat yaitu kalsium silikat hidrat (CSH) dan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang berpengaruh pada kekuatan perekatan.


(43)

32

2. Lem Kayu, merupakan perkat yang lebih ringan dan lebih lentur karakeristiknya dibandingkan dengan perekat lain yang digunakan. Sifat lem yang mengikat, kental (peka terhadap aksi tekanan), flexsiblilitasnya tinggi dan tidak bersifat asam, cocok digunakan untuk bahan perekat limbah padat yang juga akan menghasilkan sifat lentur pada papan partisi.


(44)

33 BAB III

METODE PENELITIAN

III.1.Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan selama empat bulan (Januari–April 2010) yang dilanjutkan dengan pengolahan data, penyusunan data dan pembahasan. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Teknik Kimia dan laboratorium Teknik Sipil UPN ”Veteran” Jawa timur.

III.2.Bahan dan Alat III.2.1.Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Limbah padat berserat pabrik kertas yang berasal dari PT. Tjiwi Kimia. 2. Sabut kelapa.

3. Bahan pengikat atau perekat berupa semen gresik dan lem kayu rajawali.

III.2.2.Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Cetakan partisi

2. Press hidrolik

3. Alat uji karakteristik fisik dan kimia limbah 4. Alat uji kerapatan

5. Alat uji kadar air

6. Alat uji pengembangan tebal


(45)

34 7. Alat uji lentur

8. Unit pengujian TCLP III.3.Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel yang ditetapkan

1)Rasio

a. Rasio perbandingan bahan baku berupa limbah padat dan sabut kelapa, antara lain : 100%: 0%; 95%: 5%; 90%: 10%; 85%: 15%; 80%: 20%, dari bahan baku.

b. Rasio perbandingan bahan baku dan perekat, antara lain: ¼, ½, ¾ dari berat campuran.

2)Tekanan press 20 kg/cm2 selama 2 menit 3)Berat campuran 400 gram/sample. 4)Waktu pengeringan selama 2 minggu 2. Parameter yang diamati

1)Kerapatan 2)Kadar air

3)Pengembangan Tebal 4)Kuat lentur

5)TCLP

III.4.Tahap Pelaksanaan Penelitian

Penelitian yang dilakukan yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu: persiapan bahan baku; pembuatan papan sampel; pengujian papan sampel.


(46)

35 III.4.1.Persiapan Bahan Baku

Pada limbah padat berserat pabrik kertas dilakukan pemeriksaan terhadap karakteristik fisik dan kimia.

1. Karakteristik Fisika 1) Kadar air 2) Berat jenis 2. Karakteristik Kimia

1) Analisa logam berat : Pb dan Cu 2) Analisa selulosa dan lignin III.4.2.Pembutan Papan

Benda uji yang dibuat dan digunakan adalah papan partisi berbentuk empat persegi dengan ukuran panjang 15 cm dan lebar 15 cm. Cara kerja dalam penelitian ini di lakukan dengan mencampurkan limbah padat dengan variasi yang ditentukan, didistribusikan keseluruh cetakan secara merata kemudian dipress dan dipadatkan.

III.4.3.Pengujian Papan Partisi

Setelah sampel papan dibuat, dilakukan pengujian terhadap sampel papan. Pengujian yang dilakukan meliputi:

1. Uji Kerapatan Papan 2. Pengukuran Kadar Air 3. Uji Pengembangan Tebal 4. Uji Kuat Lentur


(47)

36

Tahap pelaksanaan penelitian secara garis besar ditunjukkan oleh gambar sebagai berikut:

Gambar. 3.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

-Uji Kerapatan - Uji Peng.Tebal -Uji Kadar Air -Uji Kuat Lentur -Uji TCLP


(48)

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Persiapan Bahan Baku dan Pembuatan Papan Partisi

Bahan baku utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah limbah padat (sludge) industri kertas, karena itu dilakukan penelitian awal untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia dari limbah padat (sludge) industri kertas. Karakteristik fisik dan kimia limbah padat (sludge) industri kertas tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut;

Tabel 4.1 Karakteristik Fisika dan Kimia Sludge

Parameter Hasil Uji

Kadar Air Berat Jenis

Selulosa Lignin

Pb Cu

13,98% 1,266 mg/L

1,6 % 0,38% 212,6 mg/L

76,7 mg/L

(Sumber: Data Primer 2010)

Berdasarkan analisa awal yang dilakukan limbah padat (sludge) industri kertas, seperti yang disajikan tabel 4.1 diperoleh kadar air 13,98 %, berat jenis 1,266 mg/L, Selulosa 1,6%, Lignin 0,38%, Pb 212,6mg/L dan Cu 76,7 mg/L.

Analisa kadar air bertujuan untuk mengetahui nilai kadar air pada limbah padat industri kertas, yaitu perbandingan antara berat air dalam limbah padat dan berat kering yang dinyatakan dalam persen. Apabila kadar air yang diperoleh besar, maka bahan tersebut bersifat banyak menyerap air, sehingga perlu


(49)

38

dikeringkan untuk menyesuaikan dengan standar kadar air bahan baku papan partisi yang baik. Analisa berat jenis limbah padat bertujuan untuk mengetahui berat jenis awal dari limbah padat sebelum dicampur dengan bahan pembantu dan perekat yang digunakan. Analisa selulosa dan lignin bertujuan untuk mengetahui besarnya selulosa dan lignin pada limbah padat. Selulosa dan lignin adalah salah satu sel yang terdapat dalam kayu, seperti lem atau semen yang mengikat sel-sel lain dalam satu kesatuan sehingga bisa menambah kekuatan dan kekokohan kayu. Analisa Pb dan Cu bertujuan untuk mengetahui kadar Pb dan Cu bahan baku utama, sebelum dipergunakan untuk papan partisi.

Dari Penelitian ini dihasilkan papan partisi melalui proses solidifikasi limbah padat (sludge) industri kertas, sabut kelapa dan perekat. Setelahnya, dilakukan pengujian sifat fisik, mekanis dan kimia pada papan yang dihasilkan. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian kerapatan papan partisi, kadar air papan partisi, pengembangan tebal papan dalam air dan pengujian kekuatan lentur serta TCLP papan partisi.

Sebelum proses pembuatan papan partisi, pertama-tama limbah padat industri kertas dihaluskan, sedangkan limbah sabut kelapa dipotong dengan ukuran yang sama, kemudian semua bahan baku dikeringkan dibawah sinar matahari selama 2 minggu. Perlakuan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan baku hingga memenuhi standart, yaitu 2-8 %. Lalu, diayak dengan ayakan nomer 30 untuk mendapatkan ukuran yang lebih seragam. Pengurangan kadar air bertujuan agar perekat dapat merekatkan partikel dengan baik. Selain itu, kadar air yang tinggi juga memperpanjang masa perekatan. Pengeringan ini juga bertujuan


(50)

39

untuk mengurangi kadar ekstraktif. Menurut Assarson, 1966 mengatakan bahwa bahan ekstraktif dalam kayu terutama senyawa tak jenuh, lemak dan asam lemak terdegradasi selama proses pengeringan. Walaupun demikian, proses pemanasan yang berlebihan dapat menyebabkan resiko kebakaran dan perubahan warna akibat interaksi dengan panas dan perpindahan zat ekstraktif ke permukaan partikel sehingga dapat menyebabkan daya rekat dengan perekat rendah ( Shofi, M. dan Widi, Ruruh P.,2005).

Perekat yang digunakan antara lain lem kayu dan semen, penggunaan kedua jenis perekat yang mempunyai perbedaan sifat ini dilakukan untuk memdapatkan perbandingan yang signifikan mengenai sifat fisik, mekanis dan kimia dari papan yang dihasilkan. Semen dapat menghasilkan suatu produk papan yang tetap stabil didalam air, setelah stabil semen tidak akan lagi mengalami muai susut, sehingga dari kekuatan dan kepadatan papan semen lebih padat dan kuat dari pada papan lem. Lem kayu walaupun mempunyai daya tahan yang lebih rendah terhadap air namun mempunyai berat jenis yang lebih kecil, sehingga papan lem lebih ringan, dan fleksibel dari segi pemasangan. Semen lebih ekonomis dari pada lem kayu, Namun lem kayu mempunyai warna yang terang dan lebih ringan sehingga sangat cocok untuk produk papan dekoratif.

Tabel 4.2 Kadar Air Bahan Baku Setelah Proses Pengeringan

No Bahan Kadar Air (%)

1. Limbah padat 1,87

2. Sabut kelapa 5,73

(Sumber: Data Primer 2010)

Kadar air bahan baku yang baik adalah dibawah 8%. Tabel diatas menunjukkan bahwa kadar air bahan baku sudah baik.


(51)

40

Setelah, dikeringkan limbah padat tersebut dihaluskan untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil, kemudian diayak agar didapatkan ukuran yang lebih seragam. Limbah padat yang telah diayak, lalu dicampur dengan sabut kelapa dan perekat, sesuai dengan rasio yang telah ditentukan. Pencampuran dengan sabut kelapa dilakukan dengan tujuan untuk menambah serat selulosa pada papan yang dihasilkan. Serat selulosa dibutuhkan papan sebagai penguat. Sabut kelapa yang selama ini juga dipandang sebagai limbah dapat dipergunakan karena sabut kelapa merupakan bahan alam yang mengandung selulosa dan ringan.

Pada proses pembuatan papan partisi, sistem penekanan dilakukan dengan menekan campuran partisi dengan tekanan 20 kg/cm2 selama 2 menit. Proses penekanan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan papan yang lebih padat sehingga perekatan antar partikel papan semakin bertambah. Penekanan ini juga dapat menambah kekuatan papan akibat masing-masing partikel saling berekatan. Menurut Salomba dan Purwanto,1995, Makin padat, merekat, dan kompak ikatan partikelnya, sifat mekanik papan akan meningkat lebih baik (Shofi, M. dan Widi, Ruruh P.,2005).

Proses pengerasan dan reaksi selama perekatan berlangsung juga dengan bantuan pemanasan. Dengan melakukan pemanasan ini, kadar air dan zat ekstraktif papan partisi semakin berkurang.

IV.2. Pengujian Papan Partisi

Pengujian papan partisi dilakukan berdasarkan Standart Nasional Indonesia (SNI 03-2105-1996). Pengujian yang dilakukan meliputi uji kerapatan papan partisi, uji kadar air, uji pengembangan tebal serta uji kelenturan papan


(52)

41

partisi. Selanjutnya dilakukan pengujian lanjutan yaitu TCLP untuk papan partisi terbaik.

IV.2.1.Kerapatan Papan Partisi

Kerapatan papan partisi menurut SNI 1996 adalah jumlah berat papan persatuan volume. Hasil uji kerapatan papan partisi yang telah dilakukan menunjukkan, kerapatan papan partisi berperekat lem antara 0,63 – 1,15g/cm3, sedangkan berperekat semen antara 0,75 – 1,39 g/cm3. Kerapatan papan terendah terdapat pada papan partisi berperekat lem ¼ dengan rasio limbah padat 80%. Kerapatan papan tertinggi terdapat pada papan partisi berperekat semen ¾ dengan rasio limbah padat 100%. Hasil pengujian menginformasikan bahwa, papan semen memiliki sifat yang lebih rapat atau padat dibandingkan dengan papan lem. Tabel 4.3 Pengaruh Rasio Limbah Padat dan Perekat Terhadap Kerapatan

Papan Partisi (g/cm3)

Rasio Perekat Rasio Limbah Padat (% Bahan Baku)

100 95 90 85 80

Lem Kayu

1/4 0,76 0,69 0,68 0,65 0,63

1/2 0,88 0,84 0,82 0,81 0,78

3/4 1,15 1,05 0,91 0,84 0,81

Semen

1/4 1,15 1,08 1,04 0,87 0,75

1/2 1,21 1,21 1,14 0,95 0,86

3/4 1,39 1,32 1,29 1,26 1,02

Tabel 4.3 menginformasikan bahwa kerapatan papan partisi berbanding lurus dengan jumlah perekat yang digunakan. Hal ini dikarenakan, semakin


(53)

42

banyak perekat yang digunakan maka semakin kuat mengikat dan mengisi rongga antar partikel papan, sehingga papan semakin rapat.

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Rasio Limbah Padat Terhadap Kerapatan Papan Dari gambar 4.1 dapat dilihat, kerapatan papan partisi menurun dengan berkurangnya limbah padat yang digunakan, dan meningkat dengan makin banyaknya limbah padat yang digunakan. Hal ini dikarenakan semakin berkurangnya limbah padat yang ditambahkan semakin banyak sabut kelapa yang digunakan, maka semakin banyaknya rongga udara atau pori di dalamnya.

Pada perlakuan dengan perekat lem kayu, didapatkan kerapatan papan partisi sesuai dengan standar yang diizinkan menurut SNI 1996, yaitu antara 0,5 – 0,9 g/cm3. Namun, untuk papan dengan rasio perekat ¾ dengan kadar limbah padat 100 dan 95 % belum memenuhi standart SNI, karena didapatkan kerapatan 1,15 dan 1,05 g/cm3. Ketidaksesuaian ini diakibatkan oleh banyaknya limbah


(54)

43

padat yang digunakan, sebenarnya bisa diatasi dengan memberi tekanan dan waktu pemampatan yang lebih kecil maka, kerapatan akan sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan untuk papan partisi berperekat semen, hanya papan berperekat semen ¼ dengan rasio limbah padat 85 dan 80% saja yang memenuhi standart SNI 1996, Hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan perlakuan yang sama dengan papan partisi berperekat lem ¾ dengan rasio sabut kelapa 100 dan 95% yaitu, dengan memberikan tekanan dan waktu pemampatan yang lebih kecil . IV.2.2.Kadar Air

Kadar air menurut SNI 1996 adalah perbandingan berat papan sebelum dan sesudah dioven dengan berat kering papan dalam satuan persen. Hasil uji kadar air papan partisi menunjukkan, kadar air papan partisi berperekat lem antara 6,77 – 13,74 %, sedangkan untuk yang berperekat semen antara 5,16 – 12,68 %. Kadar air terendah, yaitu 5,16% terdapat pada papan berperekat semen ¾ dengan rasio limbah padat 100% dan kadar air tertinggi, yaitu 13,74% terdapat pada papan berperekat lem ¼ dengan rasio limbah padat 80%.

Tabel 4.4 menginformasikan bahwa papan partisi berperekat lem mempunyai kadar air lebih besar dari pada papan partisi berperekat semen, hal ini dikarenakan lem memiliki kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan semen. Kadar air papan semakin kecil sesuai dengan pertambahan rasio perekat dan rasio limbah padat. Semakin besar jumlah perekat dan limbah padat yang digunakan, semakin kuat mengikat dan mengisi rongga antar partikel papan, sehingga papan semakin rapat dan tidak ada ruang lagi bagi air. Pada semua perlakuan kadar air papan paritisi sudah memenuhi standar SNI 1996, yaitu tidak boleh melebihi 14%.


(55)

44

Tabel 4.4 Pengaruh Rasio Limbah Padat dan Perekat Terhadap Kadar Air Papan Partisi (%)

Rasio Perekat Rasio Limbah Padat (% Bahan)

100 95 90 85 80

Lem Kayu

1/4 9,32 10,68 11,54 12,71 13,74

1/2 7,32 8,31 9,10 9,89 10,54

3/4 6,77 7,09 7,94 8,36 8,85

Semen

1/4 7,30 8,99 10,52 11,55 12,68

1/2 5,85 7,47 8,14 9,37 10,85

3/4 5,16 6,51 6,99 7,32 8,25

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Rasio Limbah Padat Terhadap Kadar Air Papan

Gambar 4.2 menginformasikan, kenaikan kadar air dengan berkurangnya limbah padat yang digunakan. Semakin sedikit limbah padat, semakin banyak sabut kelapa yang digunakan, maka semakin banyak pori (rongga) yang terisi air.


(56)

45

Begitupula sebaliknya, semakin bertambahnya limbah padat yang digunakan, maka kadar air papan akan semakin turun.

IV.2.3.Pengembangan Tebal Papan Dalam Air

Pengembangan tebal papan menurut SNI 1996 adalah perbandingan pengembangan tebal papan sebelum dan sesudah direndam air dengan ketebalan awal papan dalam satuan persen. Pengujian pengembangan tebal papan dilakukan untuk mengetahui ketahanan papan terhadap air. Hasil uji pengembangan tebal yang telah dilakukan menunjukan, pengembangan tebal papan partisi berperekat lem antara 1,21 – 13,81%, sedangkan papan partisi berperekat semen antara 0,9 – 3,8 %. Pengembangan tebal tertinggi yaitu 13,81%, terdapat pada papan partisi berperekat lem ¼ dengan rasio limbah padat 100% dan pengembangan tebal papan terendah yaitu 0,9%, terdapat pada papan partisi berperekat semen ¾ dengan rasio limbah padat 80%.

Tabel 4.5 menginformasikan bahwa papan partisi berperekat lem mempunyai daya pengembangan tebal lebih besar dari pada papan partisi berperekat semen, Hal ini dikarenakan sifat semen yang hidrolis, Semen bila dicampur dengan air, maka semen akan bereaksi dan berubah menjadi bahan yang mempunyai sifat perekat, sehingga bisa mengikat bahan-bahan lain menjadi satuan massa yang padat dan mengeras, sehingga hanya mengalami pengembangan yang sedikit saja.

Papan yang memenuhi SNI 1996 adalah papan yang memiliki pengembangan tebal maksimal 12%. Tabel 4.5 menginformasikan bahwa pada semua perlakuan papan telah memenuhi standar, kecuali pada papan berperekat lem dengan rasio limbah padat 100%. Hal ini disebabkan pemulihan dimensi


(57)

46

kembali dari serbuk-serbuk limbah padat ke dimensi semula karena adanya pemampatan selama proses penekanan dan dapat diatasi dengan penambahan perekat yang dapat meningkatkan daya rekat antar partikel papan atau dengan menurunkan tekanan pengempaan.

Tabel 4.5 Pengaruh Rasio Limbah Padat dan Perekat Terhadap Pengembangan Tebal Papan Dalam Air (%)

Rasio Perekat Rasio Limbah Padat (% Bahan)

100 95 90 85 80

Lem Kayu

¼ 13,81 11,57 8,74 5,32 3,88

½ 7,97 7,77 7,14 4,61 2,11

¾ 7,87 7,42 4,29 4,24 1,21

Semen

¼ 3,80 3,27 2,48 1,69 1,42

½ 2,71 2,48 1,72 1,17 1,09

¾ 1,75 1,38 1,02 1,00 0,90

Gambar 4.3 menginformasikan bahwa, semakin berkurangnya limbah padat yang digunakan, semakin turun daya kembang tebal papan dalam air, begitu pula sebaliknya, semakin banyak limbah padat yang digunakan, semakin tinggi nilai pengembangan tebal papan, hal ini dikarenakan sifat limbah padat yamg lebih mudah menyerap air dibandingkan dengan sabut kelapa.


(58)

47

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Rasio Limbah Padat dan Pengembangan Tebal Papan

IV.3. Kuat Lentur Papan

Kelenturan lembaran partisi menurut SNI 1996 adalah momen lengkung dalam kilogram gaya per sentimeter persegi (kg/cm2) yang diperlukan untuk melengkungkan lembaran papan dengan ukuran jarak tumpu tertentu pada sudut lengkung 90o sampai benda uji tersebut patah.

Tabel 4.6 Pengaruh Rasio Limbah Padat dan Perekat Terhadap Kuat Lentur Papan (kg/cm2)

Rasio Perekat Rasio Limbah Padat (% Bahan)

100 95 90 85 80

Lem Kayu

1/4 47,92 47,94 48,90 49,69 50,17 1/2 51,39 52,83 54,05 54,29 55,91 3/4 53,18 54,49 55,46 55,92 56,91

Semen

1/4 29,62 31,21 32,13 33,07 34,70 1/2 38,46 40,91 43,11 44,74 45,45 3/4 42,60 45,44 47,32 49,89 51,64


(59)

48

Tabel 4.6 menunjukan kuat lentur papan partisi lem antara 47,92 – 56,91kg/cm2, sedangkan papan partisi semen antara 29,62 – 51,64 kg/cm2. Kelenturan tertinggi yaitu 56,91 kg/cm2, terdapat pada papan partisi berperekat lem kayu ¾ dengan rasio limbah padat 80%, dan kelenturan terendah yaitu 29,62 kg/cm2, terdapat pada papan partisi berperekat semen ¼ dengan rasio limbah padat 100%.

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Rasio Limbah Padat Terhadap Kelenturan Papan

Rasio perekat dan limbah padat mempengaruhi kelenturan papan partisi. Semakin banyak perekat dan sedikit limbah padat yang digunakan semakin tinggi nilai kelenturan papan, begitu juga sebaliknya sedikit perekat dan banyak limbah padat yang digunakan, semakin kecil kelenturan papan. Hal tersebut dikarenakan, semakin besar jumlah perekat dan sedikit limbah padat yang digunakan, perekat semakin kuat mengikat partikel papan yang banyak memiliki serat sabut kelapa dan lentur.


(60)

49

Pada semua perlakuan uji kelenturan, tidak ada yang memenuhi standar SNI 1996, yaitu ≥ 80 kg/cm2, hanya saja papan partisi berperekat lem dengan rasio lem ¾ dan limbah padat 80% adalah yang terbaik kelenturannya, karena rasio tersebut yang paling mendekati standar kelenturan.

IV.4. Penentuan Mutu Papan Partisi Terbaik Berdasarkan SNI 1996

Tabel 4.7 Penentuan Mutu Papan Partisi Terbaik Berdasarkan SNI 1996 Berperekat

Lem kayu SNI 1996

Berperekat

Semen SNI 1996

% limbah

padat

Jenis uji

1/4 1/2 3/4 %

limbah padat

Jenis uji

1/4 1/2 3/4

Y T Y T Y T Y T Y T Y T

100 Kerapatan Kadar air Peng. tebal Kuat lentur             100 Kerapatan Kadar air Peng. tebal Kuat lentur             95 Kerapatan Kadar air Peng. tebal Kuat lentur             95 Kerapatan Kadar air Peng. tebal Kuat lentur             90 Kerapatan Kadar air Peng. tebal Kuat lentur             90 Kerapatan Kadar air Peng. tebal Kuat lentur             85 Kerapatan Kadar air Peng. tebal Kuat lentur             85 Kerapatan Kadar air Peng. tebal Kuat lentur             80 Kerapatan Kadar air Peng. tebal Kuat lentur             80 Kerapatan Kadar air Peng. tebal Kuat lentur            


(61)

50

Berikut ini adalah tabel standar mutu papan partisi berdasarkan SNI 1996 : Tabel 4.8 Standar Mutu Papan Partisi Berdasarkan SNI 1996

No Jenis Uji SNI 1996

1. Kerapatan 0,5-0,9 g/cm3

2. Kadar air Maks. 14%

3. Pengembangan Tebal Maks. 12% 4. Kekuatan Lentur Min.80 kg/cm2

(Sumber : SNI 03-2105-1996)

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa papan partisi berperekat lem kayu lebih banyak memenuhi standar SNI 1996 dibanding papan partisi berperekat semen. Hal tersebut menginformasikan bahwa dalam penelitian ini, lem kayu lebih cocok digunakan sebagai campuran perekat untuk papan partisi berbahan baku limbah padat (sludge) industri kertas dibandingkan dengan semen. Papan partisi berperekat lem ¾ dengan rasio limbah padat 85 dan 80%, yang terbaik dibandingkan dengan rasio yang lain berdasarkan standar SNI 1996, Namun melihat kelenturan yang dihasilkan oleh papan, yang paling mendekati standar adalah rasio papan partisi yang terbaik, yaitu papan partisi berperekat lem ¾ dengan rasio limbah padat 80%. Rasio papan berperekat lem ¾ dengan limbah padat 80% memiliki pengembangan tebal yang rendah dan kelnturan yang tinggi, mendekati standar SNI 1996.

IV.5. Uji Perlindian / TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh rasio papan terbaik adalah papan berperekat lem ¾ dengan limbah padat 80% dan sabut kelapa 20%. Papan berrasio ini kemudian di uji perlindiannya. Dari hasil uji didapatkan perbedaan konsentrasi kandungan logam berat seperti yang ditampilkan pada tabel 4.9.


(62)

51

Tabel 4.9 Pengaruh Solidifikasi Limbah Padat Terhadap Konsentrasi Logam Berat

No Parameter

Konsentrasi awal limbah (mg/L) Konsentrasi papan partisi (mg/L) PP. No.85 Tahun 1999 (mg/L) 1. 2. Pb Cu 212,6 67,7 1,278 1,163 5 10 (Sumber : data primer 2010)

Dari uji leachete/lindi yang dilakukan dapat dilihat bahwa logam berat yang terkandung dalam papan partisi menjadi lebih stabil. Hal ini menunjukkan proses solidifikasi yang terjadi pada papan partisi cukup berhasil, ditandai dengan menurunnya konsentrasi logam berat yaitu timbal (Pb) dan tembaga (Cu) yang terdapat dalam papan partisi, seperti yang tertera pada tabel 4.9, konsentrasi logam berat tembaga (Cu) dalam papan partisi memenuhi standar PP no.85 tahun 1999 yaitu sebesar 1,163 < 10 mg/L (standar Cu menurut PP.no 85 tahun 1999), n telah terjadi penurunan sebesar 98,28%, dari konsentrasi awal sebesar 67,7 mg/L menjadi 1,163 mg/L, sedangkan konsentrasi awal logam berat timbal (Pb) sebesar 212,6 mg/L turun sebanyak 99,4% menjadi 1,278 mg/L,dan telah memenuhi standar baku mutu TCLP berdasarkan PP no.85 tahun1999 yaitu 1,278mg/L < 5mg/L. Ini berarti proses solidifikasi limbah padat industri kertas menjadi papan partisi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan papan selain itu juga aman untuk lingkungan.


(63)

52

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Dari penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Limbah padat (sludge) industri kertas dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partisi yang sesuai dengan standar SNI 1996.

2. Hasil terbaik dari pengujian papan partisi dapat dicapai pada rasio campuran limbah padat 80%, sabut kelapa 20% dan perekat lem ¾. Pada komposisi ini papan partisi memiliki pengembangan tebal yang rendah, kerapatan, kadar air yang memenuhi SNI 1996 dan kelenturan yang tinggi, mendekati standar SNI 1996.

3. Limbah padat industri kertas mempunyai kemampuan immobilisasi yang cukup baik terhadap logam berat berupa Pb dan Cu setelah disolidifikasikan menjadi papan partisi sehingga lebih aman untuk lingkungan sekitar.


(64)

53 V.2. Saran

1. Perlu dilakuan penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki sifat mekanis papan partisi (kelenturan) agar sesuai dengan standar SNI 1996 juga memaksimalkan pengikatan logam berat Pb dan Cu.

2. Memperbanyak komposisi perekat misalnya menjadi 0, ¼, ½, ¾, dan 1 dari berat campuran agar didapatkan data yang lebih baik dan akurat mengenai pengaruh komposisi perekat terhadap mutu papan partisi.


(65)

Anonim, 1996, “ Standar Nasional Indonesia SNI 03-2105-1996, Mutu Papan partikel”, Dewan Standarisasi Nasional.

Anonim, 1999, “PP No.85 Tahun 1999”, Sekretariat Bapedal, Jakarta.

Anonim, 1999, “Standar Nasional Indonesia, SNI 01-5008.2-1999, Kayu Lapis dan Papan Blok Penggunaan Umum”,

URL:http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARISASI_&_LINGKUN

GAN_KEHUTANAN/SNI/I-pbpu.htm , 10 juli 2010.

Anonim, 2007, “Presentasi Skripsi Via Website, Pengaruh waktu fermentasi dan lama pengeringan terhadap mutu tepung cokelat”,

URL:http://rizkyunsyah.blogspot.com/2007/08/hasil-dan-pembahasan.htm,

15 juni 2010.

Anonim, 2009, “Percobaan P1 Kerapatan Zat”,

URL:http://zaidan.blog.unair.ac.id/files/2009/09/rapat-zat.pdf, 15 juni

2010.

Anonim, 2010, “Julius’s Blog:Pengembangan Tebal dan Daya Serap Air”,

URL:http//juliusthh07.blogspot.com/2010/04/pengembangan-tebal-dan-daya-serap-air.html, 15 juni 2010.

Anonim, 2010, “Serabut Kelapa (Coco Fiber)”,

URL:http://www.infopasaragro.com/index.php?option=com_content&vie w=article&id=55&itemil=60, 15 juni 210.

Haroen, W.K., dkk., 2006, “Pemanfaatan Limbah Padat Berserat Industri Kertas Sebagai Bahan Pembuatan Papan Partisi Di IKM”, Berita


(66)

Lisartha, N. Heksaputri, 2008, “Pemanfaatan Limbah Actived Alumina, Sandblasting, dan Glasswool PT. Pertamina UP IV Cilacap sebagai Bahan Pembuatan Souvenir dengan Teknik Solidifikasi”, Jurusan Teknik lingkungan, Fakultas Teknik sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Maria, F. E. dkk., 2000, “Laporan Kerja Praktek Proses Produksi Kertas dan Pengolahan Limbah di PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia”, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Shofi, M., dan Purnomo, R., 2005, “Studi Pembuatan Partikel dari Limbah Padat Proses Buffing, Shafing Industri Penyamakan Kulit dan Limbah Kulit Kayu”, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industi, ITS, Surabaya.

Sutigno, P., 2000, “MUTU PRODUK PAPAN PARTIKEL”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor. Syamsiyah., 2008, “Pemanfaatan Limbah Alumina dan Sandblasting PT.

Pertamina UP IV Cilacap sebagai Bahan Pembuat Wall Panel”, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Trisnawati, A. Fitria, 2008, “Pemanfaatan Limbah Sandblasting dan Clay PT. Pertamina UP IV Cilacap sebagai Bahan Pembuat Keramik dengan Metode Solidifikasi”, Jurusan Teknik lingkungan, Fakultas Teknik sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.


(1)

50

Berikut ini adalah tabel standar mutu papan partisi berdasarkan SNI 1996 : Tabel 4.8 Standar Mutu Papan Partisi Berdasarkan SNI 1996

No Jenis Uji SNI 1996

1. Kerapatan 0,5-0,9 g/cm3

2. Kadar air Maks. 14%

3. Pengembangan Tebal Maks. 12% 4. Kekuatan Lentur Min.80 kg/cm2 (Sumber : SNI 03-2105-1996)

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa papan partisi berperekat lem kayu lebih banyak memenuhi standar SNI 1996 dibanding papan partisi berperekat semen. Hal tersebut menginformasikan bahwa dalam penelitian ini, lem kayu lebih cocok digunakan sebagai campuran perekat untuk papan partisi berbahan baku limbah padat (sludge) industri kertas dibandingkan dengan semen. Papan partisi berperekat lem ¾ dengan rasio limbah padat 85 dan 80%, yang terbaik dibandingkan dengan rasio yang lain berdasarkan standar SNI 1996, Namun melihat kelenturan yang dihasilkan oleh papan, yang paling mendekati standar adalah rasio papan partisi yang terbaik, yaitu papan partisi berperekat lem ¾ dengan rasio limbah padat 80%. Rasio papan berperekat lem ¾ dengan limbah padat 80% memiliki pengembangan tebal yang rendah dan kelnturan yang tinggi, mendekati standar SNI 1996.

IV.5. Uji Perlindian / TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh rasio papan terbaik adalah papan berperekat lem ¾ dengan limbah padat 80% dan sabut kelapa 20%. Papan berrasio ini kemudian di uji perlindiannya. Dari hasil uji didapatkan perbedaan konsentrasi kandungan logam berat seperti yang ditampilkan pada tabel 4.9.


(2)

51

51

Tabel 4.9 Pengaruh Solidifikasi Limbah Padat Terhadap Konsentrasi Logam Berat

No Parameter

Konsentrasi awal limbah (mg/L) Konsentrasi papan partisi (mg/L) PP. No.85 Tahun 1999 (mg/L) 1. 2. Pb Cu 212,6 67,7 1,278 1,163 5 10 (Sumber : data primer 2010)

Dari uji leachete/lindi yang dilakukan dapat dilihat bahwa logam berat yang terkandung dalam papan partisi menjadi lebih stabil. Hal ini menunjukkan proses solidifikasi yang terjadi pada papan partisi cukup berhasil, ditandai dengan menurunnya konsentrasi logam berat yaitu timbal (Pb) dan tembaga (Cu) yang terdapat dalam papan partisi, seperti yang tertera pada tabel 4.9, konsentrasi logam berat tembaga (Cu) dalam papan partisi memenuhi standar PP no.85 tahun 1999 yaitu sebesar 1,163 < 10 mg/L (standar Cu menurut PP.no 85 tahun 1999), n telah terjadi penurunan sebesar 98,28%, dari konsentrasi awal sebesar 67,7 mg/L menjadi 1,163 mg/L, sedangkan konsentrasi awal logam berat timbal (Pb) sebesar 212,6 mg/L turun sebanyak 99,4% menjadi 1,278 mg/L,dan telah memenuhi standar baku mutu TCLP berdasarkan PP no.85 tahun1999 yaitu 1,278mg/L < 5mg/L. Ini berarti proses solidifikasi limbah padat industri kertas menjadi papan partisi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan papan selain itu juga aman untuk lingkungan.


(3)

52

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Dari penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Limbah padat (sludge) industri kertas dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan papan partisi yang sesuai dengan standar SNI 1996.

2. Hasil terbaik dari pengujian papan partisi dapat dicapai pada rasio campuran limbah padat 80%, sabut kelapa 20% dan perekat lem ¾. Pada komposisi ini papan partisi memiliki pengembangan tebal yang rendah, kerapatan, kadar air yang memenuhi SNI 1996 dan kelenturan yang tinggi, mendekati standar SNI 1996.

3. Limbah padat industri kertas mempunyai kemampuan immobilisasi yang cukup baik terhadap logam berat berupa Pb dan Cu setelah disolidifikasikan menjadi papan partisi sehingga lebih aman untuk lingkungan sekitar.


(4)

53

53 V.2. Saran

1. Perlu dilakuan penelitian lebih lanjut untuk memperbaiki sifat mekanis papan partisi (kelenturan) agar sesuai dengan standar SNI 1996 juga memaksimalkan pengikatan logam berat Pb dan Cu.

2. Memperbanyak komposisi perekat misalnya menjadi 0, ¼, ½, ¾, dan 1 dari berat campuran agar didapatkan data yang lebih baik dan akurat mengenai pengaruh komposisi perekat terhadap mutu papan partisi.


(5)

Anonim, 1996, “ Standar Nasional Indonesia SNI 03-2105-1996, Mutu Papan partikel”, Dewan Standarisasi Nasional.

Anonim, 1999, “PP No.85 Tahun 1999”, Sekretariat Bapedal, Jakarta.

Anonim, 1999, “Standar Nasional Indonesia, SNI 01-5008.2-1999, Kayu Lapis dan Papan Blok Penggunaan Umum”, URL:http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARISASI_&_LINGKUN GAN_KEHUTANAN/SNI/I-pbpu.htm , 10 juli 2010.

Anonim, 2007, “Presentasi Skripsi Via Website, Pengaruh waktu fermentasi dan lama pengeringan terhadap mutu tepung cokelat”, URL:http://rizkyunsyah.blogspot.com/2007/08/hasil-dan-pembahasan.htm, 15 juni 2010.

Anonim, 2009, “Percobaan P1 Kerapatan Zat”,

URL:http://zaidan.blog.unair.ac.id/files/2009/09/rapat-zat.pdf, 15 juni 2010.

Anonim, 2010, “Julius’s Blog:Pengembangan Tebal dan Daya Serap Air”, URL:http//juliusthh07.blogspot.com/2010/04/pengembangan-tebal-dan-daya-serap-air.html, 15 juni 2010.

Anonim, 2010, “Serabut Kelapa (Coco Fiber)”, URL:http://www.infopasaragro.com/index.php?option=com_content&vie w=article&id=55&itemil=60, 15 juni 210.

Haroen, W.K., dkk., 2006, “Pemanfaatan Limbah Padat Berserat Industri Kertas Sebagai Bahan Pembuatan Papan Partisi Di IKM”, Berita


(6)

Selulosa Vol.42(1) Juni 2007, hal 29-34, Balai Besar Pulp dan Kertas bandung.

Hidayat, S., 2009, “Semen Jenis & Aplikasinya”, PT. Kawan Pustaka, Jakarta. Lisartha, N. Heksaputri, 2008, “Pemanfaatan Limbah Actived Alumina,

Sandblasting, dan Glasswool PT. Pertamina UP IV Cilacap sebagai Bahan Pembuatan Souvenir dengan Teknik Solidifikasi”, Jurusan Teknik lingkungan, Fakultas Teknik sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Maria, F. E. dkk., 2000, “Laporan Kerja Praktek Proses Produksi Kertas dan Pengolahan Limbah di PT. Pabrik Kertas Tjiwi Kimia”, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Shofi, M., dan Purnomo, R., 2005, “Studi Pembuatan Partikel dari Limbah Padat Proses Buffing, Shafing Industri Penyamakan Kulit dan Limbah Kulit Kayu”, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industi, ITS, Surabaya.

Sutigno, P., 2000, “MUTU PRODUK PAPAN PARTIKEL”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor. Syamsiyah., 2008, “Pemanfaatan Limbah Alumina dan Sandblasting PT.

Pertamina UP IV Cilacap sebagai Bahan Pembuat Wall Panel”, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Trisnawati, A. Fitria, 2008, “Pemanfaatan Limbah Sandblasting dan Clay PT. Pertamina UP IV Cilacap sebagai Bahan Pembuat Keramik dengan Metode Solidifikasi”, Jurusan Teknik lingkungan, Fakultas Teknik sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.