Pengaruh stresor dengan metode bising dan aktivitas fisik maksimal terhadap jumlah leukosit pada tikus putih jantan - USD Repository

  

PENGARUH STRESOR DENGAN METODE BISING DAN METODE

AKTIFITAS FISIK MAKSIMAL TERHADAP JUMLAH LEUKOSIT

PADA TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

  

Program Studi Farmasi

Oleh :

Arum Sih Kristining Tyas

  

NIM : 088114074

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2012

  

PENGARUH STRESOR DENGAN METODE BISING DAN METODE

AKTIFITAS FISIK MAKSIMAL TERHADAP JUMLAH LEUKOSIT

PADA TIKUS PUTIH JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

  

Program Studi Farmasi

Oleh :

Arum Sih Kristining Tyas

  

NIM : 088114074

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2012

  

PERSETUJUAN PEMBIMBING

PENGARUH STRESOR DENGAN METODE BISING DAN AKTIFITAS

FISIK MAKSIMAL TERHADAP JUMLAH LEUKOSIT

PADA TIKUS PUTIH JANTAN

  Yang diajukan oleh : Arum Sih Kristining Tyas

  NIM : 088114074 Telah disetujui oleh :

  Pembimbing : Tanggal : 11 Juli 2012

  Di tengah gurun yang tertebak, jadilah saja salju yang abadi. Embun pagi tak akan kalahkan dinginmu, angin malam akan menggigil ketika melewatimu, oase akan jengah dan kaktus terperangah. Semua butir pasir akan tau jika kau pergi, atau sekadar bergerak dua inci.

  Dan setiap senti gurun akan terinspirasi karena kau berani beku dalam neraka, kau berani putih . (Dewi lestari) meski sendiri, karena kau berbeda

  

“No matter about the result, because the best one that you can get

is the learning during the process”.

  

“Setiap orang adalah juara bagi dirinya sendiri”.

(Hidup Berawal dari Mimpi, Fahd Djibran, Bondan, dan Fade 2 Black)

  

Karya ini saya persembahkan untuk:

Tuhan yang Maha Esa, Bapak dan Ibuku, kakak dan adik-adikku, serta semua orang yang

berperan dalam proses hidupku.

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 19 Juli 2012 Penulis

  Arum Sih Kristining Tyas

  

LEMBAR PENGESAHAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Arum Sih Kristining Tyas Nomor Mahasiswa : 088114074

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  Pengaruh Stresor dengan Metode Bising dan Metode Aktifitas Fisik Maksimal Terhadap Jumlah Leukosit pada Tikus Putih Jantan

  Beserta perangkatnya yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 19 Juli 2012 Yang menyatakan Arum Sih Kristining Tyas

  

PRAKATA

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat, rahmat, tuntunan serta penyertaan-Nya yang menjadi inspirasi dan kekuatan penulis selama penulis menuntut ilmu di Universitas Sanata Dharma hingga terselesaikannya penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh

  

Stresor Dengan Metode Bising Dan Metode Aktifitas Fisik Maksimal

Terhadap Jumlah Leukosit Pada Tikus Putih Jantan”. Skripsi ini disusun

  sebagai salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak yang dengan tulus hati membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma, atas bimbingannya selama penulis berproses di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  2. Bapak Alm. Drs. Mulyono., Apt yang telah membantu kami dalam proses pencarian judul skripsi.

  3. Bapak Ipang Djunarko M.Sc., Apt., sebagai dosen pembimbing yang telah sabar membimbing, memberikan bimbingan, arahan, saran, dan kritik selama

  4. Ibu Phebe Hendra, M.Si.,Ph.D., Apt. dan Ibu dr. Fenty, M.Kes, Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam skripsi ini.

  5. Ibu Rini Dwiastuti M.Sc., Apt. selaku kepala penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberi izin dalam penggunaan fasilitas Laboratorium Farmakologi demi terselesaikannya skripsi ini.

  6. Bapak Dr. Ignasius Edi Santosa M.S. selaku kepala penanggungjawab laboratorium fisika yang telah member ijin dalam peminjaman alat “sound

  level meter ” demi terselesaikannya skripsi ini.

  7. Bapak dan Ibuku tersayang yang telah mendukung setiap proses dalam hidup penulis dengan penuh kasih sayang dan cinta kasih. Semoga karya ini dapat membanggakan dan diterima sebagai tanda bakti dan terima kasihku.

  8. Kakakku (Lian) dan adik-adikku (Agung dan Agatha) yang tersayang. Terima kasih atas kasih sayang, dukungan, doa dan semangat yang selalu kalian berikan.

  9. Mbah Kakung, Mbah Putri, Budhe, Pakdhe, Bulek, Om, Mbak, Mas dan adik- adik yang selalu memberikan bimbingan, dukungan, doa dan kasih sayangnya.

  10. Gigih Adiguna untuk kasih sayang, kesabaran, dukungan, inspirasi, dan semangat yang selalu diberikan.

  11. Sahabat dekat dan juga teman seperjuangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi (Prima, Adist, Utik, Ledy) atas bantuan, saran, keceriaan, kebersamaan dan perhatian kalian selama semua proses ini.

  12. Laboran laboratorium (Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Heru, dan Mas Satijo) dan dr Ary atas bantuannya dalam memberikan saran, serta dalam penyediaan sarana dan prasarana penelitian.

  13. Teman-teman kost Pelangi (Ida, Gina, Andien, Wenny, Ayen, Itin, Hera, Laras, Nisa, Cintya) dan juga teman-teman kost pak Narkoyo (Shinta dan Tika) yang telah banyak membantu dalam proses belajarku, terima kasih atas semangat dan kebersamaan yang kita jalani.

  14. Semua teman-teman angkatan 2008, Teman-teman FKK-A 2008, teman-teman JKMK, dan partner kerja P3MP atas dukungan dan kebersamaannya selama ini, terima kasih telah menjadi bagian dari proses belajarku.

  15. Semua pihak, yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis, tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

  Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan berperan dalam pengembangan untuk kemajuan masyarakat.

  Yogyakarta, Penulis

  Arum Sih Kristining Tyas

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL.................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................................... vi LEMBAR PENGESAHAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .................... vii PRAKATA .................................................................................................. viii-x DAFTAR ISI ............................................................................................... xi-xiii DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi

  INTISARI .................................................................................................... xvii

  ABSTRACT .................................................................................................. xix BAB I PENGANTAR .................................................................................

  1 A. Latar Belakang ...................................................................................

  1 1.Permasalahan ................................................................................

  4 2. Keaslian penelitian ......................................................................

  4

  B. Tujuan ................................................................................................

  16 I. Aktifitas Fisik Maksimal .....................................................................

  28 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ....................................

  28 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .........................................................

  27 BAB III METODE PENELITIAN ..............................................................

  26 O. Hipotesis ……………………………..............................................

  25 N. Landasan Teori ..................................................................................

  24 M. Metode Penghitungan Jumlah Leukosit ............................................

  22 L. Stres dan Jumlah Leukosit .................................................................

  19 K. Stres dan Sistem Kekebalan ..............................................................

  18 J. Sistem Kekebalan Tubuh ....................................................................

  15 H. Bising .................................................................................................

  7 1.Tujuan umum ...............................................................................

  12 G. Respon Fisiologis Tubuh terhadap Stres ...........................................

  11 F. Tahapan Reaksi Fisiologis Stres ........................................................

  10 E. Stresor ................................................................................................

  9 D. Pendekatan-pendekatan Stres ............................................................

  8 C. Eustres ................................................................................................

  8 B. Distres ................................................................................................

  8 A. Stres ...................................................................................................

  7 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ..........................................................

  7 2.Tujuan khusus ..............................................................................

  28

  2. Definisi operasional .....................................................................

  29 C. Bahan Penelitian ................................................................................

  30 D. Alat Penelitian ..................................................................................

  30 E. Tata Cara Penelitian ...........................................................................

  31 1. Pemilihan hewan uji ....................................................................

  31 2. Perlakuan hewan uji sebelum pengujian .....................................

  31 3. Metode pelakuan stres .................................................................

  31 4. Penghitungan jumlah leukosit .....................................................

  35 G Analisis Hasil ......................................................................................

  35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................

  36 A. Pengaruh Stresor dengan Metode Bising terhadap Jumlah Leukosit Tikus Putih Jantan ..............................................................................

  36 B. Pengaruh Stresor dengan Metode Aktifitas Fisik Maksimal terhadap Jumlah Leukosit Tikus Putih Jantan .................................................

  42 C. Perbedaan Pengaruh Stresor dengan Metode Bising dan Metode Aktifitas Fisik Maksimal terhadap Jumlah Leukosit Tikus Putih Jantan .................................................................................................

  48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................

  51 A. Kesimpulan ........................................................................................

  51 B. Saran ..................................................................................................

  51 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

  52 LAMPIRAN ...............................................................................................

  55

  

DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel 1. Rata-rata Jumlah Leukosit Pra Perlakuan, 3 Hari, dan 15 Hari

  Perlakuan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Bising ....................................................................

  36 Tabel 2. Rangkuman Hasil Uji Repeated Anova dengan Taraf Kepercayaan 95% pada Masing-masing Kelompok Bising ……………………................................................................

  37 Tabel

  3. Rata-rata Jumlah Leukosit Pra Perlakuan, 3 Hari, dan 15 Hari Perlakuan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan AFM ......................................................................

  47 Tabel 4. Rangkuman Hasil Uji Repeated Anova dengan Taraf Kepercayaan 95% pada Masing-masing Kelompok AFM ................................................................................................

  42 Tabel 5. Tabel Rata-rata Selisih Jumlah Leukosit Kelompok Bising dan Kelompok AFM ..............................................................

  46

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman Gambar 1. Skema Stres Sebagai Stimulus................................................

  9 Gambar 2. Skema Stres Sebagai Respon..................................................

  9 Gambar 3. Skema General Adaptation Syndrome ...................................

  12 Gambar 4. Gambaran Respon General Adaptation Syndrome .................

  14 Gambar 5. Stres dan Perubahan pada Fisiologi .......................................

  15 Gambar 6. Kurva Jumlah Leukosit Vs Lama Perlakuan .........................

  39 Gambar 7. Diagram Batang Perbandingan Rata-rata Selisih Bising dan Kontrol...................................................................................

  41 Gambar 8. Kurva Jumlah Leukosit vs Lama Perlakuan AFM .................................................................................................

  43 Gambar 9. Diagram Batang Perbandingan Rata-rata Selisih AFM dan Kontrol....................................................................................

  45 Gambar 10. Diagram Batang Perbandingan Rata-rata Selisih Perlakuan Bising dan Perlakuan AFM.....................................................

  48

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1. Foto Tikus Diberi Metode Stresor Bising……...................

  55 Lampiran 2 Foto Tikus yang Diberi Metode Stresor Aktivitas Fisik Maksimal……………………………………………........

  55 Lampiran 3. Tabel Data Hasil Jumlah Leukosit Perlakuan Bising .......

  56 Lampiran 4. Tabel Data Hasil Jumlah Leukosit Perlakuan Fisik .........

  57 ...... Lampiran 5. Tabel Data Hasil Jumlah Leukosit Perlakuan Kontrol

  58 Lampiran 6. Hasil Uji Repeated Anova Kelompok Bising …………...

  59 Lampiran 7.

  ...........................

  60 Hasil uji repeated anova kelompok AFM Lampiran 8.

  .......................

  61 Hasil uji repeated anova kelompok Kontrol Lampiran 9. Hasil Uji Independent t test Sampel Kelompok Bising Selisih Pra perlakuan – 3 hari perlakuan ...........................

  62 Lampiran 10. Hasil Uji Independent t test Sampel Kelompok AFM elisih Pra perlakuan – 3 hari perlakuan .................................

  63 Lampiran 11. Hasil Uji Independent t test Sampel Kelompok Bising dan AFM Selisih Pra perlakuan – 3 hari perlakuan ...........

  64 Lampiran 12. Hasil Uji Independent t test Sampel Kelompok Bising 3 hari perlakuan – 15 hari perlakuan .....................................

  65 Lampiran 13. Hasil Uji Independent t test Sampel Kelompok AFM 3

  Lampiran 14. Hasil Uji Independent t test Sampel Kelompok Bising dan AFM 3 hari perlakuan – 15 hari perlakuan ........................

  67 Lampiran 15. Hasil Uji Independent t test Sampel Kelompok Bising dan Kontrol pra perlakuan – 15 hari perlakuan ........................

  68 Lampiran 16. Hasil Uji Independent t test Sampel Kelompok AFM dan Kontrol pra perlakuan – 15 hari perlakuan ........................

  69 Lampiran 17. Hasil Uji Independent t test Sampel Kelompok Bising dan AFM pra perlakuan – 15 hari perlakuan ........................

  70

  INTISARI Stres dapat memicu produksi kortisol yang dapat menekan sistem imun sehingga sistem kekebalan menjadi lemah dan kemampuan untuk menyerang infeksi menjadi tereduksi. Salah satu bagian dari sistem imun adalah leukosit. Penelitian ini akan melihat jenis metode stresor yang memberikan efek paling signifikan terhadap perubahan jumlah leukosit dari hewan uji.

  Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian Pretest-Posttest Group Design. Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat 200-300 gram. Tikus dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pada kelompok perlakuan hewan uji dibagi menjadi kelompok perlakuan stresor dengan metode bising dan aktifitas fisik maksimal. Kelompok kontrol hewan uji tanpa perlakuan. Kelompok stresor dengan metode bising diberi perlakuan bising intensitas 85-100 dB selama 2 jam, pada kelompok aktifitas fisik maksimal hewan uji diberi perlakuan berenang selama 30 menit. Data yang diperoleh berupa jumlah leukosit pada sebelum, 3 hari, dan 15 hari perlakuan yang kemudian dilakukan uji statistik. Distribusi data diketahui dengan uji Sapphiro-Wilk, dilanjutkan dengan uji

  

repeated anova dengan taraf kepercayaan 95%, kemudian untuk melihat

perbedaan 2 kelompok yang berbeda dilakukan dengan uji independent t-test.

  Hasil analisis pemberian stresor dengan metode bising dan aktifitas fisik maksimal menunjukkan bahwa stres meningkatkan jumlah leukosit pada 3 hari perlakuan secara signifikan dan penurunan jumlah leukosit yang tidak signifikan pada 15 hari perlakuan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Terdapat perbedaan signifikan pada selisih peningkatan jumlah leukosit pra perlakuan sampai 15 hari perlakuan pada kelompok bising dan aktifitas fisik maksimal, dimana aktifitas fisik maksimal lebih tinggi dari bising. Kata kunci: stres, stresor, metode bising, metode aktifitas fisik maksimal sistem imun, leukosit.

  ABSTRACT Stress can trigger the production of cortisol that can supress the immune respon, and make the immunity system become weak and it will reduce the capability to attack the infection. Leukocytes is a part of immune system. This research will observe the kind of stressor method that can give the significant effect toward the number leukocytes of rat.

  This research is a pure experimental with pretest-posttest Group design. This research uses white male rat wistar groove, the age are 2-3 month, and their weight 200-300 grams. These Rat are divided as control group and treatment group. In a treatment group the rat also grouping that be given of noisy stressor and maximal physical activity stressor. The control group are without any treatment. The noisy method group is given treatment by a noisy with intensity 85-100 dB for 2 hours, and the maximal physical activity method group is given treatment by swimming 30 minutes. The output data is number of leucocytes before treatment, 3 days, and 15 days treatment and these data will be analyzed statistically. The data distribution will be known with sapphiro-wilk test and it is continued to repeated anova test with interval 95% and to find the differences of 2 different group is used independent t-test.

  The result of analysis is the given of noisy stressor and maximal physical activity method show that stress can increase the number of leucocytes in 3 days treatment significantly and decrease the number of leucocytes not significantly in 15 days treatment compare to a control group. There are significant differences in the increment increase in the number of leukocytes pre-treatment to 15 days of treatment of noise and the maximum physical activity, in which maximal physical activity method is higher than the noisy method. Key words: stress, noisy method, maximal physical activity method, imune system, leucocytes.

BAB I PENGANTAR A. Latar belakang Stres merupakan masalah kesehatan yang terbesar pada abad XXI. World Health Organisation (WHO) menemukan bahwa stres berperan secara langsung

  maupun tidak langsung sebagai pemicu berbagai penyakit yang berakhir fatal di negara-negara maju tahun 1994 sampai 2006 (Nurdin, 2011). Looker dan Gregson (2005) mendefinisikan stres sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang kita terima dengan kemampuan untuk mengatasinya. Stres sering terjadi pada setiap individu. Stres atau tekanan yang dihadapi masing-masing individu berbeda-beda jenis, penyebab dan intensitasnya. Keadaan stres juga dipengaruhi dari paparan penyebab stres atau stresor yang berbeda dan jangka waktu pemaparan stres yang berbeda pula.

  Stresor merupakan suatu pengalaman yang akan memicu terjadinya respon stres (Pinel, 2009). Terdapat beberapa macam metode stresor, diantaranya adalah metode bising dan metode aktifitas fisik maksimal. Metode bising yaitu metode pemberian paparan bising > 85 dB yang merupakan batas dengar tertinggi dari kondisi jalan raya yang hiruk pikuk, perusahaan yang gaduh dan pluit polisi (Inayah, 2008). Metode aktifitas fisik maksimal yaitu dengan berenang selama 25- 45 menit sampai tercapai aktifitas fisik maksimal (Harahap, 2008).

  Stres menurut waktu paparan dari stresornya dibagi menjadi dua yaitu panjang yang sering disebut sebagai stres kronis. Segerstrom dan Miller 2004, (cit., Pinel, 2009) mengemukakan bahwa stres dalam jangka pendek dapat menghasilkan perubahan yang membantu tubuh untuk merespon stresornya, tetapi dalam jangka panjang dapat menghasilkan perubahan yang maladaptif.

  Stres merupakan suatu faktor yang sangat berpengaruh terhadap kondisi karena respon stres melibatkan semua fungsi tubuh sehingga terlampau besarnya

  

distres (stres negatif) akan menghabiskan sumber-sumber adaptif tubuh dapat

  menyebabkan kelelahan. Keadaan kelelahan ini dapat memicu terjadinya beragam masalah kesehatan. Diperkirakan 75 persen penyakit yang dilaporkan kepada badan-badan kesehatan masyarakat berhubungan dengan stres (Looker dan Gregson, 2005). Pinel (2009) mengemukakan bahwa stres dapat mempengaruhi semua sistem tubuh, salah satunya adalah kondisi kekebalan tubuh atau sistem imun hal ini ditunjukan dengan adanya penemuan bahwa stres dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Sistem imun merupakan sistem kekebalan yang membantu tubuh mempertahankan diri dari penyakit infeksi. Salah satu bagian dari sistem kekebalan tubuh adalah leukosit (Nevid, Rathua, dan Greene, 2005).

  Kondisi stres dapat menyebabkan aktivasi dari saraf simpatik dan

  

Limbic-hypothalamo-pituitary-adrenal ( LHPA). Aktivasi dari saraf simpatik

  memicu produksi katekolamin (adrenalin dan noradrenalin) yang akan menyebabkan peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, terbentuknya plak, dan menekan sistem imun hal ini dapat membuka

  

adrenal ( LHPA) dan memicu sekresi kortisol yang akan menyebabkan terjadinya

penurunan fungsi imun dan kerusakan sel saraf neuron pada hippocampus.

  Perubahan ini juga memungkinkan peningkatan resiko terjadinya infeksi (Ogden, 2007). Pada jurnal milik Marita, Kandregula dan Rao (2010) dinyatakan mekanisme yang mendasari perubahan respon imun terkait dengan induksi kebisingan kemungkinan disebabkan tidak hanya oleh perubahan neuroendokrin, tetapi juga terkait dengan ketidakseimbangan stres oksidatif, sedangkan pada penelitian Harahap (2008) menjelaskan kondisi stres akibat aktifitas fisik maksimal dapat terkait dengan ketidakseimbangan stres oksidatif. Percobaan yang dilakukan oleh Inayah (2008) dalam penelitiannya menunjukan bahwa hitung jumlah leukosit dapat mewakili kesatuan sistem imun untuk mengetahui perubahan respon imun.

  Menurut penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti mengenai penelitian-penelitian sebelumnya, belum dibuat perbedaan atau perbandingan pengaruh stres terhadap jumlah leukosit dengan metode stresor yang berbeda. Penelitian terdahulu cenderung terfokus pada pengaruh yang ditimbulkan kondisi stres dan belum mengulas tentang apakah dengan perbedaan jenis stresor dapat memberikan respon stres yang berbeda, atau pengaruh yang berbeda bagi tubuh. Oleh karena hal-hal tersebut di atas maka peneliti ingin melihat pengaruh dari pemberian stresor dengan metode aktifitas fisik maksimal dan metode bising juga pengaruh lama paparannya terhadap jumlah leukosit yang merupakan salah satu bagian dari sistem imun. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru bagi masyarakat tentang pengaruh stresor dengan metode aktivitas fisik maksimal dan metode bising serta lama paparannya terhadap kondisi sistem imun yang dalam hal ini ditunjukan oleh jumlah leukosit. Sehingga masyarakat luas maupun dari kalangan kesehatan dapat menanggapi hal tersebut dengan lebih waspada dan mungkin bisa meningkatkan tindakan pencegahan dengan lebih menjaga kondisi tubuh.

  1. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan maka dapat dirumuskan permasalah yaitu:

  1. Bagaimana pengaruh lama paparan stresor (stres jangka pendek dan stres jangka panjang) terhadap jumlah leukosit hewan uji?

  2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh stresor dengan metode aktivitas fisik maksimal dan metode bising terhadap jumlah leukosit?

  2. Keaslian penelitian Beberapa penelitian tentang stres yang pernah dilakukan diantaranya adalah: a. Pengaruh stres terhadap daya antiinflamasi kalium diklofenak pada mencit putih betina (Arsiningtyas, 2005) yang dipublikasikan di Universitas Sanata

  Dharma, Hasil uji statistik menunjukkan bahwa stres tidak menurunkan secara b. Pengaruh stres terhadap aktivitas motorik mencit dengan metode sangkar putar dan ketahanan berenang (Shinta, 2006) yang dipublikasikan di Universitas Sanata Dharma. Hasil analisis pada metode sangkar dan metode ketahanan berenang menunjukkan bahwa stres mampu mempengaruhi aktivitas motorik yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah putaran pada metode sangkar putar dan semakin cepat mencit tenggelam pada metode ketahanan berenang.

  c. Pengaruh kebisingan terhadap jumlah leukosit mencit BALB/C (Inayah, 2008) yang dipublikasikan oleh Universitas Diponegoro. Hasil dari penelitian ini menunjukan tentang pengaruh bising terhadap jumlah leukosit rata-rata yang didapatkan adalah K=5788 per mm3 dan P=6333 per mm3. Hitung jumlah leukosit kelompok P lebih tinggi dari kelompok K, namun perbedaan itu tidak signifikan. Perbedaan penelitian yang dilakukan adalah pada desain penelitian ini yang menggunakan Post Test Only Control Group Design, sedangkan pada penelitian ini digunakan desain Pre-Post Test Control Group Design. Hasil dimana jumlah leukosit milik penelitian Inayah tidak meningkat secara signifikan karena hanya dilakukan 1 kali pengambilan darah yaitu pada akhir perlakuan sehingga tidak menggambarkan perubahan jumlah leukosit sebelum dan sesudah pemberian stresor. Pada penelitian ini juga digunakan dua jenis stresor, sedangkan pada penelitian Inayah hanya digunakan satu jenis stresor.

  d. Pengaruh aktivitas fisik maksimal terhadap jumlah leukosit dan hitung leukosit pada mencit (Mus musculus L.) jantan, (Harahap, 2008) yang dipublikasikan oleh Universitas Sumatera Selatan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa

  (6338,10 ± 525,81 – 11542,86 ± 1084,70). Perbedaan penelitian yang dilakukan Harahap dengan yang dilakukan peneliti terletak pada variabel jenis stresor yang digunakan. Pada penelitian Harahap hanya digunakan satu jenis stresor yaitu metode stresor berupa perlakuan aktifitas fisik maksimal, sementara pada penelitian ini digunakan dua macam metode stresor yaitu aktifitas fisik maksimal dan bising, selain itu pada penelitian ini juga dilakukan pengamatan mengenai pengaruh lama paparan stres terhadap jumlah leukosit yaitu dengan melakukan pengujian pada 3 hari dan 15 hari perlakuan stres.

  Sejauh yang penelusuran pustaka yang dilakukan penulis belum pernah dilakukan dan dipublikasikan penelitian mengenai pengaruh stresor dengan metode aktivitas fisik maksimal dan metode bising terhadap jumlah leukosit pada tikus putih jantan.

  3. Manfaat penelitian Penelitian mengenai pengaruh stresor dengan metode bising dan aktifitas fisik maksimal terhadap jumlah leukosit ini diharapkan memiliki beberapa manfaat, antara lain:

  a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai perbedaan pengaruh stresor dengan metode aktifitas fisik maksimal dan metode bising serta lama paparannya terhadap jumlah leukosit.

  b. Manfaat metodologis

  Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu metode alternatif untuk pengujian pengaruh stresor dengan metode aktifitas fisik maksimal dan metode bising serta lama paparannya terhadap jumlah leukosit dimana dengan metode ini dapat diketahui jenis stresor apa yang memberikan perubahan jumlah leukosit yang signifikan.

  c. Manfaat praktis Manfaat praktis yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah dapat memberikan informasi baru kepada masyarakat dalam pelayanan kefarmasian tentang dampak stresor dengan metode aktifitas fisik maksimal dan metode bising serta lama paparannya terhadap jumlah leukosit.

B. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan umum : Untuk mengetahui pengaruh stresor dengan metode aktifitas fisik maksimal dan metode bising serta lama paparannya terhadap jumlah leukosit.

  2. Tujuan khusus Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh antara stresor dengan metode aktifitas fisik maksimal dan metode bising serta lama paparannya terhadap jumlah leukosit.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Stres Stres merupakan suatu dorongan atau tuntutan yang dapat menghasilkan

  suatu rasa tegang, cemas, dan akhirnya membutuhkan energi sebagai kompensasinya, dimana tubuh akan mengalami usaha mengadaptasi stres tersebut baik secara psikologis maupun fisiologis. (Sundberg, Winebarger, dan Tapli, 2007) Menurut kamus kedokteran Dorland, stres dapat didefinisikan kumpulan reaksi biologis terhadap setiap rangsangan yang merugikan, fisik, mental, atau emosional, internal atau eksternal, yang cenderung mengganggu homeostasis darri organisme (Dorland, 1998). Sarwono (1992) mendefinisikan stres sebagai beban mental yang oleh individu bersangkutan akan dikurangi atau dihilangkan. Untuk mengurangi dan menghilangkan stres, individu tersebut melakukan tingkah laku penyesuaian atau disebut juga coping behavior, yang jika berhasil maka akan mengembalikan kondisi individu pada keadaan homeostasis, sedangkan bila tidak berhasil maka akan kembali pada keadaan stres lagi, bahkan kemungkinan stres itu bertambah besar.

  B. Distres

  Distres adalah stres yang berkelanjutan yang tidak dapat terselesaikan oleh mekanisme penyelesaian masalah atau adaptasi. Distres dapat memberikan diri dalam keadaan depresi (Nurdin, 2011). Distres merupakan keadaan dimana seseorang mengalami jumlah tuntutan yang semakin meningkat atau ketika seseorang memandang tuntutan-tuntutan yang menghadang sebagai sebuah ancaman atau kesulitan (Looker dan Gregson, 2005).

  C. Eustres

  Eustres dapat dialami ketika individu yang mengalami stres merasa memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah dan tuntutan-tuntutan yang dirasakan. Situasi eustres dapat membangkitkan rasa percaya diri, menjadi terkontrol dan mampu mengatasi serta menangani tugas-tugas, tantangan- tantangan dan tuntutan-tuntutan (Looker and Gregson, 2005). Nurdin dalam bukunya menyatakan bahwa eustres merupakan stres yang dianggap dapat meningkatkan fungsi fisik (Nurdin, 2011). Perbedaan situasi yang dapat menghasilkan eustres dan distres bergatung dari persepsi dari masing-masing individu. yang menentukan persepsi tersebut adalah kesenjangan antara pengalaman dan harapan (expectation) dan sumber daya untuk dapat melakukan penanganan terhadap stres. Persepsi ini juga terkait dengan aspek sosial budaya dimana individu yang menjalani cara hidup yang konsisten atau sesuai dengan harapannya tidak akan mengalami stres meskipun bagi orang lain kondisi kehidupannya dianggap menyakitkan (Nurdin, 2011).

D. Pendekatan – pendekatan Stres

  Stres dapat dikonseptualisasikan melalui berbagai macam titik pandang (Smet, 1994). Diantara lain adalah: 1. Stres sebagai stimulus.

  Lingkungan

S Stres

Stres Respon stres Ketegangan stres S = stimulus

  

Gambar 1. Stres sebagai stimulus. (Smet, 1994)

  Dari gambar 1 dijelaskan bahwa menurut konsep ini titik beratnya terdapat pada lingkungan dan stres digambarkan sebagai stimulus atau variabel bebas. (Smet, 1994).

  2. Stres sebagai respon.

  Lingkungan

  Psikologi Agen Respon Fisiologi stresor stres

  Tingkah Laku

  Stimulus Respon

  Dari gambar 2 dapat dilihat pada pendekatan yang kedua ini fokusnya terletak pada reaksi seseorang terhadap stresor dan menggambarkan bahwa stres merupakan suatu respon atau variabel tergantung (Smet, 1994).

  3. Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan.

  Pendekatan yang ketiga ini memberikan gambaran stres sebagai suatu proses yang meliputi stresor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu dengan lingkungan. Pada pendekatan ini dinyatakan stres bukan hanya suatu stimulus atau sebuah respon saja melainkan juga proses dimana seseorang merupakan pengantara atau agen yang aktif dan dapat mempengaruhi stresor antara lain melalui strategi-strategi perilaku, kognitif dan emosional.

  Dijelaskan pula bahwa setiap individu memberikan reaksi yang berbeda-beda pada stresor yang sama (Smet, 1994).

  E. Stresor

  Stresor adalah suatu stimulus atau dorongan dari lingkungan dapat berupa fisik, psikologi maupun sosial yang dapat menghasilkan respon stres atau penegangan (Sundberg dkk., 2007). Menurut Sriati (2008) stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis.

  Coping merupakan suatu upaya atau usaha yang mengacu pada tindakan

  maupun kognitif sebagai suatu bentuk adaptasi terhadap perubahan situasi di

  Coping berkaitan dengan konsep mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan merupakan suatu metode tak sadar yang biasa digunakan individu dalam menghadapi stres negatif (distres) dan rasa cemas. Mekanisme pertahanan dapat diwujudkan dalam bentuk represi (berusaha untuk melupakan), atau displacement (mengalihkan amarah pada orang lain) (Sundberg dkk., 2007) .

F. Tahapan Reaksi Fisiologis Stres

  Berdasarkan penelitian Hans Seyle pada binatang, beliau mengemukakan model stres berupa Sindrom Adaptasi Umum (SAU).

  Stresor Alarm Penyakit

  Pertahanan keletihan

  

Gambar 3. Skema General Adaptation Syndrome (GAS) (Bishop, 1994)

  Dari gambar 3 di jelaskan mengenai tingkatan respon terhadap stres, dimana pada penelitian ini ditemukan serangkaian respon yang sama setelah pemberian stres yaitu terdiri dari tiga tingkatan:

  1. Tahap pertama (peringatan atau alarm) Tahap ini terjadi saat stresor diidentifikasi, pertama kali respon tubuh terhadap stres merupakan keadaan peringatan. Pada tingkat ini mulai bermunculan gejala inisial sistem saraf otonom, dimana kadar noradrenalin akan meningkat dan menimbulkan respon fight or flight. Tubuh akan menjadi waspada akibatnya terjadi mobilisasi sumber daya seperti sistem energi dan pertahanan tubuh, tekanan darah akan meningkat, frekuensi dan kekuatan denyut jantung pun akan mulai aktif. Setelah situasi stres berakhir maka dengan segera aksis hipotalamus- hipofisis-adrenal akan kembali ke tingkat basal. Kadar kortisol akan mengalami penurunan sampai tingkat yang cukup untuk mempertahankan homeostasis.

  2. Tahap kedua (Resistensi atau Resistence) Tahap ini terjadi pada stresor yang bersifat kronik atau stres yang berkelanjutan. Tubuh akan melakukan adaptasi terhadap stresor lingkungan untuk mempertahankan homeostasis melalui mekanisme penyelesaian masalah. Oleh karena itu terjadi penurunan mobilisasi sistem energi dan pertahanan tubuh, tapi masih berada di atas tingkat basal. Tetapi kadar kostisol yang meningkat tidak pernah mengalami penurunan ke tingkat basal. Kondisi ini perlu ditangani dan tidak dapat dibiarkan terus menerus. Oleh karena itu diperlukan mekanisme penanganan masalah terhadap stres yang efisien dan efektif.

  3. Tahap ketiga (Kelelahan atau Exhaustion) Tahap ini terjadi pada tingkatan terakhir SAU ini apabila penyelesaian msalah tidak efektif dan efisien maka semua sumber daya yang dimiliki tubuh akan habis digunakan, dimana tubuh akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan fungsi normalnya lagi dalam hal ini juga ketidakmampuan tubuh mempertahankan homeostasis, hal ini merupakan peringatan ulang yang bersifat seperti stres akut. Pada keadaan ini terjadi gejala inisial sistem saraf otonom akan muncul kembali dengan derajat yang lebih tinggi. Bila pada tingkatan ketiga ini berlanjut maka mobilisasi berkelanjutan sistem pertahanan tubuh akan timbul untuk mengatasi stres. Aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal akan dirangsang seolah-olah mengalami akserelasi. Pada tingkat tertentu kapasitas kelenjar adrenal dalam aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal akan terlewati. Akibatnya fungsi sistem imun akan ditekan secara berkelanjutan dan terjadi kerusakan ireversibel pada sistem pertahanan tubuh baik struktural maupun fungsional (Nurdin, 2007).

  Resistance Exhaustion Alarm

  Gambar 4. Gambaran respon General Adaptation Syndrome (Seligman, Walker, dan Rosenham, 2001).

  Dari gambar 4 dijelaskan gambaran Sindrom Adaptasi Umum (SAU) dimana pada saat tubuh terpapar stresor maka terjadi fase alarm dimana tubuh akan mengaktivasi aksis Hypothalamic-pituitary-adrenocotical (HPA) dan sistem saraf simpatik, yang akan meningkatkan aktivitas mental dan psikologi.

  Kemudian pada tahap kedua atau fase resistance tubuh terus mengerahkkan energi untuk mengimbangi proses stres yang terjadi atau sering disebut dengan koping.

  Pada fase kedua ini merupakan fase dimana sistem imun mulai melemah. Kemudian pada tahap ketiga atau tahap exhaustion, tubuh sudah mengalami kelelahan dimana mulai terjadi gejala penurunan energi dan berdampak pada terjadinya penurunan kemampuan sistem imun tubuh (Seligman dkk., 2001).

G. Respon Fisiologi Tubuh Terhadap Stres

  Ogden (2007) dalam bukunya menjelaskan bahwa stres dapat menghasilkan beberapa macam mekanisme respon tubuh, diantaranya adalah aktivasi sistem saraf simpatik dan Hypothalamic-pituitary-adrenocotical (HPA) sebagaimana dijelaskan oleh gambar 5.

  

Gambar 5. Stres dan perubahan pada fisiologi (Ogden, 2007)

  Ketika seseorang terpapar stresor, hipotalamus akan menstimulasi sistem saraf simpatik yang akan menyebabkan adrenal medulla mensekresikan katekolamin (adrenalin dan noradrenalin), katekolamin ini akan masuk kedalam sirkulasi darah dan memicu peningkatan irama jantung, pernafasan, dan metabolisme glukosa. Pada saat yang sama hipotalamus juga akan melepaskan hormon Corticotropin-releasing-hormone (CRH) yang dihantarkan oleh sirkulasi darah menuju ke kelenjar pituitary. Kemudian kelenjar pituitary akan mensekresi hormon lain termasuk Adrenocorticotropic hormone (ACTH), yang mengaktivasi kelenjar adrenal yang kemudian akan melepaskan kortisol. Kortisol sering disebut

  Stresor

  Aktivasi sistem saraf simpatik:  Melepaskan Katekolamin (adrenalin dan noradrenalin)  Terjadi perubahan pada: Irama jantung Tekanan darah Keringat Dilatasi pupil fungsi imun Aktivasi HPA (hipothalamic-pituitary-adrenocortical)  Melepaskan Kortisol

 Terjadi perubahan pada: Manajemen penyimpanan karbohidrat Inflamasi Fungsi imun bahwa respon jangka pendek diproduksi oleh fight or flight respon melalui saraf simpatik, dan stres jangka panjang diregulasi oleh sistem Hypothalamic-pituitary-

  adrenal (HPA).

  Selain melalui mekanisme di atas beberapa sumber juga menjelaskan respon tubuh terhadap stres juga akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif.

  Stres oksidatif ini terutama terjadi pada stresor metode AFM, karena tubuh akan membutuhkan oksigen yang lebih banyak saat stres hal ini dijelaskan oleh Ji, 1999 (cit., Iriyanti, 2008). Ji mengemukakan bahwa pada saat tubuh melakukan aktivitas fisik maksimal maka konsumsi oksigen seluruh tubuh akan meningkat juga konsumsi oksigen pada serabut otot dibanding saat istitrahat. Peningkatan kebutuhan oksigen ini yang akan memicu terjadinya radikal bebas yang akan menyebabkan kerusakan sel akibat dari stres oksidatif. Leeuwenburgh dan Heinecke juga menyatakan bahwa aktivitas fisik maksimal dapat memicu ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan pertahanan antioksidan tubuh yang disebut sebagai stres oksidatif (Leeuwenburgh dan Heinecke, 2001).

  Berdasarkan paparan di atas, diketahui bahwa, mekanisme yang mendasari perubahan respon imun yang diinduksi paparan bising tidak hanya perubahan neuroendokrin tetapi juga ketidakseimbangan status oksidatif (Marita dkk., 2010).

  H. Bising

  Bising didefinisikan sebagai “suara yang tidak diinginkan”, diketahui Matheson, 2003). Bising merupakan peningkatan suara dengan gelombang kompleks yang tidak beraturan, sehingga bising merupakan salah satu stresor bagi individu (Inayah, 2008). Menurut Gabriel (1998) bising didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki yang merupakan aktivitas alam (bicara, pidato) dan buatan manusia (bunyi, mesin).

  Keadaan bising dapat mengakibatkan gangguan yang serius dan mempengaruhi kondisi fisiologis dan psikologis seseorang, disamping sebagai stresor yang dapat memodulasi respon imun (Budiman, 2004). Paparan bunyi bising mengakibatkan stres psikologi. Bising akan menyebabkan stres akut atau kronis yang mempunyai implikasi yang jelas terhadap fungsi imunitas dan kesehatan secara keseluruhan (Turana, 2004).

  Bising merupakan stresor psikososial, Inayah (2008) mengemukakan bahwa keadaan bising dapat mengakibatkan gangguan yang serius dan mempengaruhi kondisi fisiologis dan psikologis seseorang, disamping sebagai stresor yang dapat memodulasi respon imun. Beberapa peneliti membuktikan stres telah menyebabkan perubahan neurotransmitter neurohormonal melalui berbagai aksis seperti Hypothalamic-Pituitary Adrenal Axis (HPA), Hypothalamic-

  

Pituitary-Thyroid Axis (HPT) dan Hypothalamic-Pituitary-Ovarial Axis (HPO).