PowerPoint ETIKA dan BUDI PEKERTI 2

(1)

MATA KULIAH

ETIKA DAN BUDI PEKERTI

SKS/JS : 2/2

S-1 PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG

2009

ninik indawati


(2)

Daftar isi :

1.

Pendahuluan

2.

Hakikat Pendidikan Budi Pekerti

3.

Sekolah dalam Pengembangan Nilai Budi Pekerti

4. Peranan Keluarga dalam Penanaman Budi

Pekerti

5. Budi Pekerti dalam Pergaulan Masyarakat

6. Pendidikan Budi Pekerti dan Pembangunan

Moral Bangsa

Materi Etika dan Budi Pekerti ini

membahas tentang :


(3)

Bagian pertama :

PENDAHULUAN

A.

APAKAH ETIKA ITU ?

B.

SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN

BUDI PEKERTI

C.

TEORI PENGEMBANGAN MORAL DALAM


(4)

A. APAKAH ETIKA ITU ?

Kata-kata ini tidak berfungsi dalam

suasana iseng dan remeh, tapi sebaliknya

dalam suatu konteks yang serius dan

kadang-kadang malah amat prinsipiil

Berbicara tentang “etika” dan “moral”,

ternyata kita memaksudkan sesuatu yang

penting


(5)

Etika berasal dari dari bahasa Yunani kuno,

ethos dalam bentuk tunggal mempunyai

banyak arti : tempat tinggal yang biasa,

padang rumput, kandang, kebiasaan, adat,

akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir.

Dalam bentuk jamak ( ta etha ) artinya : adat

kebiasaan, arti inilah yang menjadi

terbentuknya istilah “etika”, yang oleh filsuf

Yunani Aristoteles sudah dipakai untuk

menunjukkan filsafat moral.


(6)

Amoral berarti tidak berhubungan dengan

konteks moral, “di luar suasana etis”,

“non-moral”.

Immoral berarti bertentangan dengan

moralitas yang baik, “secara moral buruk”,

“tidak etis”.


(7)

Etika dan Etiket

Kerap kali istilah ini dicampur adukkan, padahal perbedaan

diantaranya sangat hakiki

Etika berarti “moral” dan etiket berarti “sopan santun”

Dipandang menurut artinya, dua istilah ini memang dekat satu

sama lain, disamping perbedaan ada juga pesamaan.

Persamaan :

1.

Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia (hanya

mengenai manusia)

2.

Etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara

normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia (apa

yang boleh/tidak untuk dilakukan)

Karena sifat normatif kedua istilah tersebut mudah dicampur

adukkan


(8)

1.

Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus

dilakukan manusia,

Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu

perbuatan, etika memberi norma tentang

perbuatan itu sendiri, etika menyangkut masalah

apakah suatu perbuatan boleh dilakukan atau

tidak

2.

Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak

ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata,

etiket tidak berlaku, misal : bila makan sambil

berbunyi (makan bersama),

Etika tidak tergantung pada hadir/tidaknya orang

lain, misal : larangan untuk mencuri.


(9)

Etika berarti ilmu tentang apa yang biasa

dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan

Kata yang dekat dengan “etika” adalah

“moral”,kata ini berasal dari bahasa Latin

mos

( jamak :

mores

) artinya : kebiasaan, adat.

Dalam bahasa Inggris,bahasa Indonesia

dan banyak bahasa lain juga menggunakan

kata

mores

dalam arti yang sama.

Jadi kata “etika” sama dengan kata “moral”,

karena keduanya berarti adat kebiasaan.


(10)

3. Etiket bersifat relatif, tidak sopan dalam

satu kebudayaan bisa saja dianggap sopan

dalam kebudayaan lain.

Etika jauh lebih absolut, “jangan

berbohong”,

dll.merupakan prinsip etika yang tidak bisa

ditawar-tawar atau mudah diberi “dispensasi”

Relativitas etiket jauh lebih jelas dan jauh


(11)

4. Jika kita memandang etiket, kita hanya memandang

manusia dari segi lahiriah saja, sedang etika

menyangkut manusia dari segi dalam. Bisa saja orang

tampil sebagai “musang berbulu ayam” : dari luar

sangat sopan dan halus, tapi di dalam penuh

kebusukan.

Tidak merupakan kontradiksi, jika seseorang selalu

berpegang pada etiket dan sekaligus bersikap

munafik, tapi orang yang etis sifatnya tidak mungkin

bersikap munafik, sebab bila munafik, dengan

sendirinya berarti tidak bersikap etis.

Disini memang ada kontradiksi, orang yang bersikap

etis adalah orang yang sungguh-sungguh baik.

Jelaslah bahwa perbedaan terakhir ini paling penting

di antara empat perbedaan di atas.


(12)

B. SEJARAH PERKEMBANGAN

PEMIKIRAN BUDI PEKERTI

Kita mengalami zaman edan dan dunia telah diliputi

kemiskinan dan kejahatan, politik sangat korupsi, anak-anak

sama sekali tidak hormat kepada orang tuanya (Cahyoto :

2002)

Ajaran budi pekerti di sekolah ditempuh melalui proses

panjang itu dapat menghasilkan semangat pada diri siswa

untuk memberontak atau melawan tatanan budi pekerti.

Salah satu penyebab adalah siswa mencampakkan norma

moral/budi pekerti yang diajarkan dalam bentuk himpunan

perintah/larangan. Keadaan ini menjadikan siswa melawan

norma yang disebabkan oleh hal mendasar, siswa tidak

percaya lagi pada norma moral, yang ternyata tidak

mengatasi masalah kemasyarakatan yang terus berkembang,

bahkan sebaliknya, norma moral/budi pekerti mengalami krisis

kewibawaan yang juga menyeret kewibawaan pendidik.


(13)

Kilpatrick menyatakan bahwa budi pekerti

seseorang dapat dikembangkan dengan

menggunakan landasan kemampuan dan kebiasaan

hidup orang tsb berdasarkan norma masyarakat

tempat hidupnya. Norma inilah yang menjadi acuan

bagi aktivitas seseorang termasuk didalamnya

cita-cita hidup, kemauan bekerja sama dengan orang

lain dalam masyarakat. Kegiatan ini mengikat sikap

dan minat untuk mencapai kebahagiaan.

Kebahagiaan tidak bersifat umum melainkan

terukur untuk diri sendiri yang bersifat unik dan

tidak ternilai harganya sepanjang selaras dengan

norma moral masyarakat


(14)

Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa budi pekerti/moral

dalam pengertian terluas adalah pendidikan,dengan kata lain

budi pekerti mempelajari arti diri sendiri (kesadaran diri) dan

penerapan arti diri itu dalam bentuk tindakan, yang berarti

memperoleh pengalaman tentang dunia nyata/lingkungan

hidup yang sangat berperan dalam pembelajaran budi pekerti.

Kehidupan masyarakat yang beraspek budi pekerti

merupakan kehidupan yang terus menerus berkembang dan

tidak dapat dibuat-buat sehingga pendidik seyogianya

membantu siswa untuk mencari dan memperoleh unsur budi

pekerti serta memotivasi bagi perkembangan dirinya.

Sekolah dapat memberi kesempatan pada siswa untuk

melaksanakan budi pekerti, sehingga siswa mampu

memerankan dalam masyarakat, Namun sekolah bukan

satu-satunya lembaga yang memonopoli pengembangan budi


(15)

Bagaimana dengan siswa yang berasal

dari keluarga yang dididik dengan

kejujuran ?

Bagaimana dengan siswa yang berasal

dari keluarga yang dididik dengan

pelanggaran ?


(16)

Terhadap hukuman moral/budi pekerti yang melahirkan pertentangan antara perlu dan tidak perlu akhirnya muncul 3 jenis teori hukuman moral/budi pekerti (Brubacher 1978:210) :

1.Teori Balas Dendam, mengandung prinsip bahwa hukuman merupakan jenis balas dendam.

2.Teori Perlindungan, hukuman dapat dijatuhkan pada seseorang untuk melindungi masyarakat dengan memberi contoh hukuman kepada si pelanggar.

3.Teori Pendidikan, teori ini dianut oleh sekolah yang memandang bahwa kedua teori di atas mengandung kelemahan, yaitu terlalu buruk atau keras sehingga menyingkirkan aspek rehabilitasi anak yang keras kepala.

Teori ke tiga ini, hukuman tidak boleh dijatuhkan pada seseorang jika tidak mengandung upaya membina atau mendidik kembali sesuai kehendak masyarakat yang berharap moral harus ditegakkan dalam masyarakat.

C. TEORI PENGEMBANGAN MORAL

DALAM PENDIDIKAN BUDI PEKERTI


(17)

BAGIAN DUA

HAKIKAT PENDIDIKAN BUDI


(18)

A.

Pengertian Pendidikan Budi Pekerti,

Afektif, Nilai, Moral dan Karakter

B.

Visi dan Misi Pendidikan Budi Pekerti

C.

Tujuan dan Sasaran PendidikanBudi

Pekerti

D.

Kegunaan atau Fungsi Pendidikan Budi

Pekerti

E.

Sifat-sifat Budi Pekerti

HAKIKAT PENDIDIKAN BUDI

PEKERTI


(19)

Pengertian dalam bhs.inggris diterjemahkan sbg.moralitas. Moralitas mengandung beberapa pengertian al.adat istiadat, sopan santun, dan perilaku.Pengertian budi pekerti secara hakiki adalah perilaku.

Menurut KBK (2001) budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma

hukum, tata krama, sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat. Budi pekerti berinduk pada etika dan/filsafat moral.

Etika ialah studi tentang cara, penerapan hal yang baik bagi hidup manusia (solomon,1984 : 2) mencakup 2 aspek :

1. disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya

2. nilai hidup nyata dan hukum tingkah laku manusia yang menopang nilai-nilai tsb.

Bertens (1993 : 4), mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari adat kebiasaan, termasuk di dalamnya moral yang mengandung nilai dan norma yang menjadi pegangan hidup seseorang/sekelompok orang .

Dalam kaitannya dengan budi pekerti, etika membahasnya sebagai kesadaran seseorang untuk membuat pertimbangan moral yang rasional mengenai

kewajiban memutuskan pilihan yang terbaik dalam menghadapi masalah nyata.

A. Pengertian Pendidikan Budi Pekerti,

Afektif, Nilai, Moral dan Karakter


(20)

Etika : 1.Teori (ilmu) : studi tentang kebaikan dan keburukan perilaku manusia dari segi akal budi

2.Praktis (ajaran) : pola perilaku yang baik : a. perorangan , b. masyarakat

Berdasar deskripsi di atas, dapat diuraikan konsep utama budi pekerti dari 3 (tiga pendekatan :

1.Pendekatan Etika (filsafat moral) :

Budi pekerti adalah watak/tabiat khusus seseorang untuk berbuat sopan dan menghargai pihak lain yang tercermin dalam perilaku dan kehidupannya.

Watak : merupakan keseluruhan dorongan, sikap, keputusan, kebiasaan, dan nilai moral seseorang yang baik, yang dicakup dalam satu istilah sebagai kebajikan

2.Pendekatan Psikologi :

Budi pekerti mengandung watak moral yang baku dan melibatkan keputusan berdasar nilai-nilai hidup. Watak seseorang dapat dilihat pada perilakunya yang diatur oleh usaha dan kehendak berdasar hati nurani sebagai pengendali bagi penyesuaian diri dalam hidup bermasyarakat.

3.Pendekatan Pendidikan :

Pendidikan budi pekerti merupakan program pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak/tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama.

Dalam Taksonomi Bloom, pendidikan budi pekerti menekankan :

ranah afektif (perasaan dan sikap), tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) ranah skill/psikomotorik : keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan

pendapat


(21)

Untuk menghindari kerancuan pendidikan

budi pekerti dengan jenis pendidikan afektif,

pendidikan moral, pendidikan nilai, dan

pendidikan karakter, perlu dikemukakan

pengertian masing-masing :

1. Pendidikan Afektif : pendidikan ini

berusaha mengembangkan aspek

emosi/perasaan yang umumnya terdapat

dalam pendidikan humaniora dan

seni,namun juga dihubungkan dengan

sistem nilai-nilai hidup, sikap, dan

keyakinan untuk mengembangkan moral

dan watak seseorang.


(22)

2. Pendidikan Nilai-nilai

Pengembangan pribadi siswa tentang pola

keyakinan yang terdapat dalam sistem keyakinan

suatu masyarakat tentang hal baik yang harus

dilakukan dan hal buruk yang harus dihindari

3.Pendidikan Moral

Berusaha untuk mengembangkan pola perilaku

seseorang sesuai dengan kehendak masyarakat.

Kehendak ini berwujud moralitas atau kesusilaan

yang berisi nilai-nilai dan kehidupan yang berada

dalam masyarakat.


(23)

4. Pendidikan Karakter

Sering disamakan dengan pendidikan budi pekerti. Seseorang dapat dikatakan berkarakter/berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan

keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.

5. Pendidikan Budi Pekerti

Merupakan program pengajaran di sekolah yang bertujuan

mengembangkan watak/tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan

ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah skill/psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerja sama)

Pengertian Pendidikan Budi Pekerti secara Operasional : upaya untuk membekali siswa melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan sesama makhluk.terbentuk pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja dan hasil karya berdasar nilai agama serta norma dan moral luhur bangsa.


(24)

B.Visi dan Misi Pendidikan Budi

Pekerti

Visi budi pekerti :

terbentuknya manusia berkualitas &

berakhlak

Misi budi pekerti :

1.

Mengoptimalkan substansi praktis mata

pelajaran yang relevan untuk

menyemaikan/menanamkan budi pekerti.

2.

Mewujudkan interaksi yang kondusif


(25)

C. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Budi

Pekerti

1.

Tujuan pendidikan budi pekerti

Tujuan pendidikan nasional, pendidikan budi pekerti

yang terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang

relevan dan tatanan serta iklim kehidupan sosial-kultural

dunia persekolahan secara umum bertujuan untuk

memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan

pengetahuan, mengkaji dan menginternalisasi serta

mempersonalisasi nilai, mengembangkan keterampilan

sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya

akhlak mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya

dalam perilaku sehari-hari, dalam berbagai konteks

sosial budaya yang berbhineka sepanjang hayat.


(26)

Tampaklah bahwa proses berpikir tidak dapat

berlangsung tanpa proses feelings (perasaan).

Keduanya tidak dapat dipisahkan sehingga

ma-kin baik perasaan siswa tentang objek tertentu,

Makin besar keingintahuan untuk mendalami

Lebih lanjut objek tersebut. Sehingga timbal

ba-Liknya siswa yang makin menguasai suatu

Bidang pengetahuan, makin baik pula dalam meng

Hargai dan menilai bidang tersebut. Hal ini berlaku

Bagi pembahasan budi pekerti yang mengandung ajaran,

Nasihat, keyakinan, dan kebajikan.


(27)

Berdasar kerangka pemikiran di

atas, maka tujuan pendidikan budi

pekerti adalah :

1.

Siswa memahami nilai-nilai budi pekerti di lingkungan keluarga,

lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum,

undang-undang, dan tatanan antar bangsa.

2.

Siswa mampu mengembangkan watak/tabiat secara konsisten

dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah-tengah

rumitnya kehidupan bermasyarakat saat ini.

3.

Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat

secara rasional bagi pengambilan keputusan yang terbaik setelah

melakukan pertimbangan sesuai dengan norma budi pekerti.

4.

Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik

bagi pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna

dan bertanggung jawab atas tindakannya.


(28)

2. Sasaran Pendidikan Budi Pekerti :

Pendidikan budi pekerti mempunyai

sasaran kepribadian siswa, khususnya

unsur karakter/Watak yang mengandung

hati nurani sebagai kesadaran diri untuk

berbuat kebajikan


(29)

D. Kegunaan dan Fungsi Pendidikan Budi

Pekerti, menurut Draf KBK (2001):

a. Pengembangan, yaitu untuk meningkatkan perilaku yang baik bagi

siswa yang telah tertanam dalam lingkungan keluarga dan masyarakat

b. Penyaluran, yaitu untuk membantu siswa yang memiliki bakat tertentu

agar dapat berkembang dan bermanfaat secara optimal sesuai dengan budaya bangsa

c. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan

kelemahan siswa dalam perilaku sehari-hari

d. Pencegahan, yaitu mencegah perilaku negatif yang tidak sesuai

dengan ajaran agama dan budaya bangsa

e. Pembersih, yaitu untuk membersihkan diri dari penyakit hati seperti :

sombong, egois, iri, dengki, agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa

f. Penyaring (filter), yaitu untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan

budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budi pekerti.


(30)

E. Sifat-sifat Budi Pekerti

1. Scope Nilai Budi Pekerti :

a)meyakini adanya Tuhan YME dan selalu menaati ajaranNya b)menaati ajaran agama

c)memiliki dan mengembangkan sikap toleransi d)memiliki rasa menghargai diri sendiri

e)tumbuhnya disiplin diri

f)mengembangkan etos kerja dan belajar g)memiliki rasa tanggung jawab

h)memiliki rasa keterbukaan i) mampu mengendalikan diri j) mampu berpikir positif

k)mengembangkan potensi diri

l) menumbuhkan cinta dan kasih sayang m)memiliki kebersamaan dan gotong royong n)memiliki rasa kesetiakawanan

o)saling menghormati

p)memiliki tata krama dan sopan santun q)memiliki rasa malu


(31)

2. Sifat-sifat Budi pekerti

a. budi pekerti seseorang cenderung untuk mengutamakan kebajikan sesuai dengan hati nuraninya

b. Budi pekerti mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya usia (makin dewasa seseorang makin kuat watak yang terbentuk

c. Budi pekerti terbentuk cenderung mewujudkan bersatunya pikiran dan ucapan dalam kehidupan sehari-hari dalam arti terdapat kesejajaran antara pikiran, ucapan, dan perilaku

d. Budi pekerti akan menampilkan diri berdasarkan dorongan

e. Budi pekerti tidak dapat diajarkan langsung kepada seseorang/siswa karena kedudukannya sebagai dampak pengiring bagi mata pelajaran lainnya ( misal tujuan pembelajaran PKn diikuti tujuan pengiring dengan rumusan siswa memperhatikan dan menghargai pendapat temannya) f. Pembelajaran budi pekerti di sekolah lebih merupakan latihan bagi

siswa untuk meningkatkan kualitas budi pekerti sehingga siswa terbiasa dan mampu menghadapi masalah moral di masyarakat pada masa


(32)

BAGIAN TIGA

SEKOLAH DALAM PENGEMBANGAN NILAI BUDI PEKERTI

A.

Timbul Tenggelamnya Budi Pekerti di Sekolah

Ki Supriyoko (2000:8) budi pekerti memang hukumnya wajib

dilaksanakan di sekolah, tetapi tidak harus diangkat menjadi

mata pelajaran tersendiri.

Beberapa hal yang perlu diingat seputar budi pekerti :

1. budi pekerti merupakan perilaku, sehingga tidak harus

diajarkan, melainkan dapat diteladankan

2. beban kurikulum sudah berat, sehingga akan menambah

beban guru dan murid dan menyiksa guru

3. tanggung jawab bersama, budi pekerti adalah tanggung

jawab semua guru bukan tanggung jawab orang per orang di

sekolah

4. terakomodasi di mata pelajaran yang lain, seperti melalui

pendidikan agama


(33)

B. Budi Pekerti Sebagai Poros Tujuan

Pendidikan Nasinal

Tujuan ini senada dengan cita-cita pendidikan

nasioal, menurut Yumama (2000:45) diwujudkan

melalui tiga hal :

1.

usaha mencerdaskan siswa dalam kerangka

kehidupan bangsa,

2.

Integritas kepribadian sebagai wujud

pengembangan manusia seutuhnya yang

meliputi religiusitas dan budi pekerti, skill dan

kesehatan jasmani rohani

3.

Pembentukan sikap, dasar yang meliputi


(34)

C. Tugas Sekolah dalam Penanaman budi

pekerti

1. Pemberdayaan Sopan Santun dan Etika Akademik

Sekolah adalah wahana yang paling strategis untuk membantu

keluarga dan masyarakat dalam penanaman budi pekerti.

Meskipun siswa-siswa hanya terbatas berada di lingkungan

sekolah, namun di institusi ini, siswa akan lebih patuh dan muda

dibentuk budi pekertinya. Paling tidak, dengan keterikatan siswa

pada nilai raport/ijasah yang selalu dikaitkan dengan budi


(35)

2. Guru Ideal dalam penanaman Budi Pekerti

Guru dituntut menjadi figur : ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Ungkapan Ki Hadjar Dewantara (Bratawijaya, 1997:113) diartikan sebagai sikap pimpinan (guru) harus mampu memberi

teladan kepada murid-muridnya, seperti bertindak jujur dan adil. Guru juga harus mampu memberi motivasi kepada murid untuk belajar keras. Guru juga perlu

memberikan kepercayaan

kepada muridestui dan mengarnya untuk mempelajari sesuatu sesuai minat dan kemampuannya. Guru tinggal mengarahkan saja.

Jika guru sekedar bisa ceramah/omong kosong saja, kemungkinan besar siswa akan kehilangan tauladan.

Gurupun harus memiliki budi pekerti : 1. tekun mengajar

2. tanpa pamrih

3. bersikap asih terhadap murid

4. selalu tanggap sasmita terhadap situasi dan kondisi, dapat mengetahui apa yang diharapkan siswa,

5. dapat menjawab segala pertanyaan murid

6. tidak menganggap remeh terhadap kemampuan murid 7. tidak gila sanjungan dan keminter

Guru ideal harus berhati mulus, kata-katanya halus, tidak jorok, bersikap baik, mantap, berjuang kearah keadilan, dan cermat


(36)

D. Pengembangan Domain Afektif dan

penilaian Budi Pekerti

Pendidikan tidak sekedar transfer of knowledge tetapi juga transfer of values, bahwa sekolah adalah wahana efektif untuk mentransfer nilai-nilai untuk membentuk ranah afektif yang meliputi sikap, nilai-nilai, dan

minat siswa. Domain afektif, memang selalu menjadi perdebatan dalam kancah pendidikan. Domain ini merupakan bagian dari ketiga domain pendidikan yang dicetuskan Bloom (taksonomi Bloom), yaitu domain kognitif, psikomotorik, dan afektif.

Domain kognitif berupa pengetahuan, domain psikomotorik berupa

keterampilan, dan domain afektif berupa sikap, perilaku, minat, dan budi pekerti. Ketiga domain tsb. Seringkali tidak sebanding dalam

penggarapan pendidikan, kendati para teknokrat pendidikan sudah berusaha keras untuk menyeimbangkan. Kadang domain kognitif yang paling mendapat perhatian khusus oleh para pelaksana pendidikan.

Padahal dua domain yang lain, terutama domain afektif jelas tidak kalah pentingnya dalam rangka membentuk pribadi sumber daya manusia


(37)

E. Media Pelajaran Pendidikan Budi

Pekerti

1. Memberdayakan Lagu Dolanan Anak a. membangun Watak Religius

Religiusitas termasuk budi pekerti yang bersifat transendental. Anak-anak akan belajar watak religi dari keluarga. Jika keluarga

termasuk taat menjalankan kaidah-kaidah religi, tentu saja anak-anak akan menurutinya.

b. Membentuk Watak Rajin dan tidak Sombong

Sekolah mempunyai tanggung jawab moral untuk membentuk siswa agar tidak menyombongkan diri, meskipun nilai raportnya

tinggi/NEM-nya paling tinggi, mereka tidak bersikap membusungkan dada kalau mendapat nilai baik.

2. Membentuk Watak Prihatin

Sikap dan tindakan harus lurus, yakni yangsesuai dengan tuntunan Tuhan. Yakni agar manusia kearah tindakan yang lurus, dalam


(38)

BAGIAN EMPAT

PERANAN KELUARGA DALAM PENANAMAN BUDI PEKERTI

A. Budi Pekerti dalam Keluarga Sering Diabaikan

Ketika persoalan bangsa dililit oleh berbagai masalah pelik baru ada kesadaran bahwa pendidikan akhlak mulia sangat bermanfaat, karena persoalan akhlak mulia ada kaitannya dengan pendidikan, banyak pihak selalu mempercayakan pendidikan akhlak hanya melalui jalur pendidikan. Jika diamati pendidikan budi pekerti melalui sekolah hanya sebagian kecil. Siswa/mahasiswa justru banyak belajar budi pekerti di luar sekolah, terutama melalui

keluarga mereka masing-masing. Sayangnya pendidikan budi pekerti melalui keluarga sering dilupakan

Lepas dari gagasan munculnya pendidikan budi pekerti dalam wacana pendidikan, namun jalur pendidikan keluarga adalah ladang yang strategis untuk belajar budi pekerti sejak dini/keluarga adalah tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan sosial dan budi pekerti sebagai bekal hidup kemasyarakatan (Ki Hadjar Dewantara)

Persoalannya sekarang, seberapa jauh peran keluarga mampu mendongkrak ketidakberdayaan pendidikan budi pekerti. Apakah keluarga dapat berperan dalam

membendung laju tumbuhnya perkembangan akhlak bangsa yang mulai terpengaruh oleh budaya asing ?

Persoalan ini yang harus dijawab oleh para teknokrat pendidikan dan setiap anggota keluarga.Keluarga adalah tempat yang utama dan pertama bagi seorang anak untuk

belajar budi pekerti, di tangan keluarga pula anak-anak akan mempelajari watak mulia dan watak yang tidak baik.


(39)

B. Keluarga Sebagai Basis pendidikan Budi Pekerti

1.Basis Pendidikan Moral

Keluarga adalah tempat ideal penyemaian pendidikan budi

pekerti. Di dalam keluarga, anak akan banyak belajar secara

praktis melalui berlatih dan meniru budi pekerti orang di

sekitarnya, lebih-lebih meneladani orang tuanya.

Melalui pendidikan moral dalam keluarga yang menjadi basis

awal budi pekerti, anak akan semakin sadar terhadap

kehadiran dirinya di dunia.

2. Basis Pembentukan Sikap Hidup

Sikap hidup merupakan faktor penting yang menetukan

keberhasilan dalam pergaulan sosial. Penguasaan sikap hidup

merupakan fondasi utama akhlak mulia. Perbuatan manusia

akan sangat ditentukan oleh sikap hidup mereka


(40)

C. Tugas Keluarga dalam Pendidikan Budi Pekerti

1. Mendidik Budi Pekerti Sejak Usia Sebelum Lahir 2. Tanggung Jawab Orang Tua dalam Budi Pekerti

a. Tanggung Jawab seorang Ibu

Ia adalah pembuka jalan bagi pendidikan budi pekerti. Banyak

tatakrama yang ditanamkan seorang ibu mulai dari hal yang sepele sampai hal-hal yang istimewa

Seorang ibu sering menanamkan budi pekerti dengan memberikan larangan-larangan tertentu kepada anaknya

b. Tanggung Jawab seorang Ayah

Ayah berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakan anak2nya, misal …….

Orang tua sering memberi pelajaran budi pekerti dengan memberi sanksi kepada anaknya, tidak mungkin kalau akan melebihi batas kekuatan yang diberi hukuman

3. Memberi Tauladan Pergaulan dalam Keluarga

Pergaulan suami isteri biasanya menjadi pedoman anak-anaknya. Dalam budaya Jawa dikenal ungkapan banyu iku mili medhun artinya bahwa budi pekerti orang tua dapat ditiru oleh anak keturunannya.

Jika hubungan suami isteri tidak dapat menunjukkan hak dan kewajiban masing-masing secara berimbang, anak-anak pun akan menirunya.


(41)

D. Tugas Keluarga dalam Penanaman Akhlak Seksual

1.

Mencegah Tindakan Asusila

Tindakan asusila merupakan perilaku yang melanggar budi

pekerti

Dalam masyarakat Jawa tindakan asusila berhubungan dengan

pelanggaran norma-norma seksual. Orang ang melanggar

perilaku seksual dianggap nistha (hina). Hal ini disebabkan oleh

asumsi bahwa persoalan seks tergolong sangat agung/luhur

2.

Kramanisasi dalam Etika Seksual

Jika persoalan seks itu dipandang dari sisi keilmuan, akan

menjadi seksologi. Seksologi Jawa sebenarnya amat agung dan

kaya berbagai makna, makna tersebut perlu diterjemahkan

manakala seseorang akan mengajarkannya kepada orang lain.

Tindakan seks merupakan gambaran kramanisasi seksual. Yakni

gambaran seks secara halus (krama), tidak vulgar.


(42)

(43)

Budi Pekerti

A.

Budi Pekerti dan Perubahan Masyarakat

Budi pekerti mulai menjadi perbincangan yang amat

seru, ketika kondisi bangsa mulai dililit oleh

persoalan etika pergaulan. Berbagai pelanggaran

etika pergaulan dalam wacana politik, pers,

akademik, birokrasi, ekonomi, hukum,dsb telah

membuktikan bahwa kita sedang dilanda

keprihatinan moralitas bangsa. Pada saat bangsa kita

mulai tergelincir dalam era pergaulan bebas, krisis

kepercayaan, erosi akhlak, pelecehan seksual,

perebutan kekuasaan, disintegrasi bangsa,dll, budi

pekerti baru dirasakan penting.


(44)

Atas dasar hal tsb, mengisyaratkan bahwa budi

pekerti dapat ditanamkan dimasa saja. Sekolah

hanya salah satu tempat untuk membentuk budi

pekerti. Namun, peran serta keluarga dan

masyarakat juga tidak dapat diremehkan sebagai

ladang penyemaian budi pekerti. Anak-anak kita

jauh lebih lama dalam pergaulan di masyarakat dan

keluarga dibanding di sekolah. Di luar sekolah sikap

dan perilaku anak justru sering terpengaruh oleh

kontak budaya dengan orang lain, yang cepat atau

lambat akan mewarnai budi pekerti anak-anak.


(45)

B. Erosi Budi Pekerti dalam Pergaulan Masa Kini

1.

Pengaruh Era Globalisasi

Sikap-sikap yang berbau kekerasan dan

kebrutalan juga mulai merambah di dunia

pendidikan. Tawuran antar pelajar yang

berbuntut pada kekerasan fisik, juga merupakan

fenomena kemerosotan budi pekerti.

Tindakan-tindakan asusila baik yang dilakukan oleh murid

dengan sesama murid maupun guru dengan

muridnya atau sesama guru.

Era kesejagatan dan multidimensional telah

memberi warna tersendiri dalam membentuk

watak bangsa


(46)

2. Pengaruh “anak pembantu” dan “anak televisi”

Ayah atau ibu yang jarang di rumah, atau bahkan ada yang

hanya seminggu, satu bulan, dan semester sekali kumpul

di dalam keluarga. Jika kemungkinan terakhir ini yang

terjadi, sangat mungkin bahwa budi pekerti anak

cenderung merujuk akhlak pembantu. Tanpa mengecilkan

watak dan tabiat pembantu ada yang berbudi pekerti

luhur, namun perlu diingat bahwa pembantu tetap orang

lain dalam keluarga. Maksudnya tanggung jawab moral

pembantu terhadap anak kadang-kadang patut diragukan.

Dalam kehidupan masa kini, anak-anak kita cenderung

betah di depan pesawat televisi berjam-jam. Karenanya

bukan tidak mungkin jika perilaku dan gaya hidupnya akan

diwarnai oleh cerita atau


(47)

C. Pentingnya Budi Pekerti dalam Pergaulan Sosial

Budaya

1.Membentuk Pribadi yang Humanistis

Esensi kualitas manusia ini, menurut budaya

spiritual Jawa terbagi ats empat tingkatan, yaitu

1.

Wong (manusia hewani), yaitu manusia yang belum

atau tidak mengetahui budi pekerti,

2.

Manungsa (manusia insani), yaitu manusia yang

telah memahami dan menjalankan hidup budi

pekerti luhur,

3.

Jalma (manusia Ilahi), yaitu manusia yang telah

ikhlas menjalankan perintah-perintah Tuhan Yang

maha Esa,

4.

Jalma winilis (manusia penerima petujuk Tuhan Yang

Maha Esa), yaitu manusia yang telah diperkenankan

menerima petunjuk Tuhan Yang Maha Esa dan siap

menjalankan misi-Nya


(48)

2.Membentuk Etika Sosial yang Harmonis

3.Memberi Wawasan Psikologi Sosial

a. Barometer Sosial

Masyarakat memiliki pengendali sosial

(sosial kontrol) yang harus dipelihara

kelangsungannya)

b. Nilai Rasa dalam Hubungan Sosial

Nilai rasa dalam keluarga (Jawa) menjadi unsur

sentral dalam penanaman budi pekerti

4.Kunci Sukses dalam Pergaulan di Masyarakat

a. Watak Among Amot terhadap Sesama (bisa

mengenakkan sesama)


(49)

BAGIAN ENAM

PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DAN

PEMBANGUNAN MORAL BANGSA

A.Krisis Mentalitas dan Moralitas Bangsa

permasalahan yang krusial untuk ditangani antara sebagai berikut 1.Arah pendidikan telah kehilangan objektivitasnya

2.Proses pendewasaan diri tidak berlangsung baik di lingkungan sekolah 3.Proses pendidikan di sekolah sangat membelenggu siswa, bahkan juga

para guru

4.beban kurikulum yang demikian berat, lebih parah lagi hampir

sepenuhnya diorientasikan pada pengembangan ranah kognitif belaka, sedang ranah afektif dan psikomotorik hampir tidak mendapat

perhatian untuk pengembangan sebaik-baiknya.

5.Meskipun ada materi yang dapat menumbuhkan rasa afeksi seperti mata pelajaran agama, umumnya disampaikan dalam bentuk

verbalisme. Akibatnya bisa diduga, mata pelajaran agama cenderung sekadar untuk diketahui dan dihafalkan agar lulus ujian, tetapi tidak untuk diinternalisasikan dan dipraktekkan sehingga betul-betul menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari diri setiap siswa.


(50)

B. Peran Moral dan Budi pekerti serta Etik

Pendidikan dalam Pembangunan Bangsa

Lembaga-lembaga pendidikan tinggi, personil

pendidikan, dan para siswa dan mahasiswa

haruslah bersikap dan berperilaku sebagai berikut

1. Menjaga dan mengembangkan fungsi-fungsi

krusial mereka dengan pelaksanaan etika

2. Menjaga kelugasan ilmiah dan akademis dalam

berbagai kegiatan

3. Melaksanakan kapasitas intelektual dan prestise

moral mereka secara aktif, menyebarkan

nilai-nilai yang diterima secra universal, termasuk

perdamaian, dan solidaritas yang tinggi


(51)

Apabila dicermati pendidikan tinggi dan

pendidikan pada umumnya bertugas

mengembangkan setidak-tidaknya lima

bentuk kecerdasan, yaitu :

1. kecerdasan intelektual

2. kecerdasan emosional

3. kecerdasan praktikal

4. kecerdasan sosial


(52)

Azyumardi Azra (2000), dalam kerangka paradigma baru pendidikan nasional, terdapat rumusan tentang nilai-nilai dasar pendidikan

nasional yang terdiri dari delapan butir, yaitu sebagai berikut :

1. Keimanan dan ketakwaan, yakni bahwa pendidikan harus

memberikan atmosfir religiusitas kepada siswa

2. Kemerdekaan, yakni kebebasan dalam pengembangan gagasan,

pemikiran, dan kreativitas

3. Kebangsaan, yakni komitmen kepada kesatuan kebangsaan dengan

sekaligus menghormati pluralitas

4. keseimbangan dalam perkembangan kepribadian dan kecerdasan anak

5. Pembudayaan, yakni memiliki ketahanan budaya dalam ekspansi

budaya global

6. Kemandirian dalam pikiran, dan tindakan, tidak tergantung pada

orang lain

7. Kemanusiaan, yakni menghormati nilai-nilai kemanusiaan, akhlak,

budi pekerti, dan keadaban

8. Kekeluargaan, yakni ikatan yang erat antara komponen sekolah,


(53)

C. Membentuk Budi Pekerti dan Membangun

Karakter Melalui Pendidikan

Berbagai pihak, menghidupkan kembali

wacana tentang pendidikan budi pekerti,

seperti Depdikbud dan Badan

Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN)

membahas masalah pendidikan budi

pekerti ini, kemudian menerbitkan

semacam pedoman bagi pendidikan budi

pekerti.

Sebagai kesimpulan dan rekomendasi

penting dari wacana tersebut adalah:


(54)

1.

Pendidikan budi pekerti bukan hanya

tanggung jawab sekolah, tetapi juga

tanggung jawab keluarga dan lingkungan

sosial yang lebih luas.

2.

Pendidikan budi pekerti sesungguhnya telah

terkandung dalam pendidikan agama dan

mata pelajaran lain. Akan tetapi kandungan

budi pekerti tersebut tidak bisa

teraktualisasikan karena adanya kelemahan

mata pelajaran agama dalam segi metode

maupun muatan yang lebih menekankan

pengisian aspek kognitif daripada aspek

afektif


(55)

Dalam perkembangan selanjutnya, berkaitan

dengan krisis ekonomi dan politik Indonesia yang

juga memicu peninjauan ulang terhadap

pendidikan nasional, maka perdebatan tentang

pendidikan budi pekerti kembali menjadi wacana

publik. Akan tetapi hasil perumusan Depdiknas

(2000) dan Depag (2000) menyimpulkan bahwa

pendidikan budi pekerti bukan menjadi mata

pelajaran tersendiri (monolitik), tetapi

merupakan program pendidikan terpadu yang

memerlukan perilaku, keteladanan, pembisaan,

bimbingan, dan penciptaan ingkungan yang


(56)

Dengan demikian, pendidikan budi pekerti

diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran dan

program pendidikan, seperti pendidikan agama dan

PPKn, sperti dapat terlihat, rincian nilai-nilai budi

pekerti yang diberikan Depdiknas dan Depag pada

intinya merupakan nilai-nilai keagamaan dan akhlak,

yang secara sosial dan kultural dipandang dan diakui

sebagai nilai-nilai luhur bangsa.Analisis tersebut

menekankan bahwa pendidikan budi pekerti yang

integratif merupakan tanggung jawab seluruh pihak,

baik sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakat.

Meskipun demikian, dalam pendidikan budi pekerti

siswa, dan akhirnya, pembentukan karakter anak-anak

bangsa, seolah-olah dapat dan harus melakukan


(57)

1.

Menerapkan pendekatan

modelling

dan

exemplary

, yaitu mencoba dan membiasakan

siswa dan lingkungan pendidikan secara

keseluruhan untuk menghidupkan dan

menegakkan nilai-nilai yang benar dengan

memberikan model atau teladan

2.

Menjelaskan/menklarifikasikan secara

terus-menerus tentang berbagai nilai yang baik /buruk

3.

Menerapkan pendidikan berdasarkan karakter

(

character based education

). Hal ini bisa

dilakukan antara lain dengan sebisa mungkin

memasukkan (

character based approach

) ke

dalam setiap pelajaran yang ada.


(58)

Good luck

and


(1)

C. Membentuk Budi Pekerti dan Membangun

Karakter Melalui Pendidikan

Berbagai pihak, menghidupkan kembali

wacana tentang pendidikan budi pekerti,

seperti Depdikbud dan Badan

Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN)

membahas masalah pendidikan budi

pekerti ini, kemudian menerbitkan

semacam pedoman bagi pendidikan budi

pekerti.

Sebagai kesimpulan dan rekomendasi

penting dari wacana tersebut adalah:


(2)

1.

Pendidikan budi pekerti bukan hanya

tanggung jawab sekolah, tetapi juga

tanggung jawab keluarga dan lingkungan

sosial yang lebih luas.

2.

Pendidikan budi pekerti sesungguhnya telah

terkandung dalam pendidikan agama dan

mata pelajaran lain. Akan tetapi kandungan

budi pekerti tersebut tidak bisa

teraktualisasikan karena adanya kelemahan

mata pelajaran agama dalam segi metode

maupun muatan yang lebih menekankan

pengisian aspek kognitif daripada aspek

afektif


(3)

Dalam perkembangan selanjutnya, berkaitan

dengan krisis ekonomi dan politik Indonesia yang

juga memicu peninjauan ulang terhadap

pendidikan nasional, maka perdebatan tentang

pendidikan budi pekerti kembali menjadi wacana

publik. Akan tetapi hasil perumusan Depdiknas

(2000) dan Depag (2000) menyimpulkan bahwa

pendidikan budi pekerti bukan menjadi mata

pelajaran tersendiri (monolitik), tetapi

merupakan program pendidikan terpadu yang

memerlukan perilaku, keteladanan, pembisaan,

bimbingan, dan penciptaan ingkungan yang


(4)

Dengan demikian, pendidikan budi pekerti

diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran dan program pendidikan, seperti pendidikan agama dan PPKn, sperti dapat terlihat, rincian nilai-nilai budi pekerti yang diberikan Depdiknas dan Depag pada intinya merupakan nilai-nilai keagamaan dan akhlak, yang secara sosial dan kultural dipandang dan diakui sebagai nilai-nilai luhur bangsa.Analisis tersebut

menekankan bahwa pendidikan budi pekerti yang integratif merupakan tanggung jawab seluruh pihak, baik sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakat. Meskipun demikian, dalam pendidikan budi pekerti

siswa, dan akhirnya, pembentukan karakter anak-anak bangsa, seolah-olah dapat dan harus melakukan


(5)

1.

Menerapkan pendekatan

modelling

dan

exemplary

, yaitu mencoba dan membiasakan

siswa dan lingkungan pendidikan secara

keseluruhan untuk menghidupkan dan

menegakkan nilai-nilai yang benar dengan

memberikan model atau teladan

2.

Menjelaskan/menklarifikasikan secara

terus-menerus tentang berbagai nilai yang baik /buruk

3.

Menerapkan pendidikan berdasarkan karakter

(

character based education

). Hal ini bisa

dilakukan antara lain dengan sebisa mungkin

memasukkan (

character based approach

) ke

dalam setiap pelajaran yang ada.


(6)

Good luck

and