RENCANA AKSI Nyamplung 30 Des 09

(1)

1

DRAFT

RENCANA AKSI PENGEMBANGAN ENERGI ALTERNATI F

BERBASI S TANAMAN NYAMPLUNG 2010- 2014

I . PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Krisis energi dunia yang terjadi pada dekade terakhir telah mendorong pengembangan energi alternatif (biofuel) yang berasal dari sumberdaya energi terbarukan (renewable resources). Untuk mendorong pengembangan energi alternatif ini, pemerintah telah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional yang diantaranya menetapkan target produksi

biofuel pada tahun 2025 sebesar 5% dari total kebutuhan energi minyak nasional dan menugaskan Departemen Kehutanan untuk memberikan kontribusinya dan berperan aktif dalam pengembangan bahan baku biofuel

termasuk pemberian ijin usaha pemanfaatan hutan tanaman terutama areal yang tidak produktif serta ijin usaha pemanfaatan hutan alam.

Untuk mendorong pengembangan dan implementasi biofuel tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yaitu:

1. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional

2. Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran

3. I nstruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain 4. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 0048 tahun


(2)

2

bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG dan Hasil Olahan yang Dipasarkan di Dalam Negeri

5. Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 3674K/ 24/ DJM/ 2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar yang Dipasarkan Dalam Negeri.

6. UU No.30 Th.2007 tentang Energi, diantara memuat kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan, serta untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui peningkatan akses masyarakat tidak mampu dan / atau masyarakat yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi.

Terkait dengan hal tersebut diperlukan kesiapan bahan baku, teknologi pengolahan minyak dan pemanfaatannya serta kegiatan pendukung lainnya berupa kebijakan pengembangannya.

Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) merupakan salah satu tanaman hutan yang memiliki prospek dan potensi tinggi untuk dikembangkan sebagai bahan baku biofuel. Biji nyamplung dapat dikonversi menjadi

biofuel dengan rendemen yang tinggi (diperkirakan mencapai 65% ) dan dalam pemanfaatannya diduga tidak akan berkompetisi dengan kepentingan untuk bahan pangan. Selain itu nyamplung memiliki keunggulan ditinjau dari prospek pengembangan ke depan dan pemanfaatan lain, antara lain : 1). Tanaman nyamplung tumbuh dan tersebar merata secara alami di I ndonesia, regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukkan kemampuan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan, 2). Tanaman ini relatif mudah dibudidayakan baik melalui hutan tanaman sejenis (monoculture) atau hutan campuran ( mixed-forest), 3). Cocok tumbuh didaerah beriklim kering, permudaan alami banyak, dan berbuah sepanjang tahun, 4). Hampir seluruh bagian tanaman nyamplung berdayaguna dan menghasilkan bermacam produk yang memiliki nilai ekonomi, 5). Tegakan hutan nyamplung berfungsi sebagai


(3)

3

wind breaker / perlindungan untuk tanaman pertanian dan konservasi sempadan pantai, 6). Pemanfaatan biofuel nyamplung dapat menekan laju penebangan pohon hutan sebagai kayu bakar.

Beberapa hasil studi yang berkaitan dengan kelayakan ekonomi usaha menunjukkan pengembangan nyamplung sebagai biofuel layak untuk diusahakan. Selain itu, dengan dibangunnya industri pengolahan biofuel

nyamplung, diharapkan akan membuka kesempatan kerja bagi tenaga domestik. Dengan target kebutuhan biofuel sampai dengan tahun 2025 sebesar 10.000.000 kiloliter, maka dari kegiatan pengembangan DME akan bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 10 juta orang. Jumlah ini akan bertambah apabila didukung dengan pengembangan industri yang memanfaatkan limbah hasil pengolahan menjadi produk sampingan seperti briket arang, kompos, dsb.

Selama ini, proses produksi biofuel nyamplung belum dilakukan dalam skala pemanfaatannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala antara lain biji sebagai bahan baku berasal dari hutan alam yang kuantitas dan kualitasnya juga terbatas, teknologi pengolahan biji nyamplung menjadi

biofuel juga masih belum dipahami oleh masyarakat luas serta belum tersosialisasinya penggunaan biofuel nyamplung kepada masyarakat.

Peningkatan produksi dan kualitas biji nyamplung dapat dilakukan melalui program pemuliaan tanaman dan penambahan luas areal tanaman nyamplung melalui pembangunan hutan tanaman nyamplung. Untuk memproduksi biofuel sebanyak 10.000.000 kiloliter, maka diperkirakan diperlukan penanaman tanaman nyamplung seluas sekitar 500.000 ha.

Sosialisasi dan peningkatan pemahaman budidaya dan proses pengolahan biji nyamplung menjadi biofuel dapat dilakukan melalui pelatihan dan transformasi teknologi yang telah dikembangkan dengan pembangunan


(4)

4

instalasi pembangkit energi berbasis nyamplung. Untuk memperoleh dampak manfaat yang lebih luas, maka pembangunan desa percontohan pengguna energi berbasis nyamplung akan menjadi pilihan kegiatan yang prioritas. Hal ini diharapkan dapat berimplikasi terhadap minat masyarakat banyak dan juga industri untuk mengembangkan nyamplung sebagai

biofuel potensial di masa mendatang.

Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan telah melaksanakan penelitian terhadap nyamplung untuk keperluan biofuel secara komprehensif. Hasil yang secara nyata dapat dimanfaatkan antara lain rekayasa mesin pengolah biji nyamplung untuk biofuel serta uji coba bahan bakar murni 100 % dari biofuel nyamplung. Adapun hasil penelitian telah disajikan dalam bentuk buku, disosialisasikan dalam beberapa seminar berskala nasional dan internasional, serta diuji coba melalui demonstrasi road test menggunakan alat transportasi (jeep dan bus) dengan total jarak tempuh 320 km dengan bahan bakar murni 100% biodiesel nyamplung (B100) tanpa kendala teknis. Biodiesel nyamplung yang dihasilkan telah memenuhi standar SNI 04-7182-2006. Hasil penelitian tersebut dapat diakses melalui website Badan Litbang Kehutanan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Departemen Kehutanan akan menindaklanjutinya dengan melalukan kegiatan pengembangan dalam Aksi Pengembangan Energi Alternatif berbasis Nyamplung di 12 lokasi target yang tercakup dalam 9 provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Gorontalo, Maluku Tengah, dan Provinsi Papua serta kawasan hutan lainya yang punya potensi sumber daya.

B. Maksud dan Tujuan

Terwujudnya pemenuhan sebagian energi alternatif berbasis Nyamplung untuk mendorong peningkatan perekonomian pedesaan, tahun 2014.


(5)

5

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan meliputi pengembangan demplot DME di Jawa dengan pasokan biji nyamplung dari kawasan hutan Perhutani dan Hutan Rakyat, di luar Jawa dengan pasokan biji nyamplung dari Hutan Tanaman dan Pemanfaatan Hutan Alam, serta pengembangan melalui RHL dan

Corporate Social Responsibility (CSR).

D.

Jangka Waktu Pelaksanaan Rencana Aksi

Rencana Aksi Pengembangan Energi Alternatif Berbasis Nyamplung akan dilaksanakan selama 5 tahun, mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.


(6)

6

I I .

KONDI SI PENGEMBANGAN BI OFUEL ( NYAMPLUNG)

SAAT I NI

A.

Potensi dan Sebaran

Nyamplung adalah salah satu sumber energi nabati yang potensial yang berasal dari kawasan hutan dan tersebar merata di seluruh kepulauan di I ndonesia. Keunggulan nyamplung sebagai bahan baku energi nabati adalah daya survival tanaman sangat tinggi terbukti dengan penyebarannya yang merata hampir di seluruh daerah terutama pada daerah pesisir pantai di I ndonesia antara lain: Taman Nasional (TN) Alas Purwo, TN Kepulauan Seribu, TN Baluran, TN Ujung Kulon, Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran, Kawasan Wisata (KW) Batu Karas, Pantai Carita Banten, P. Yapen, Jayapura, Biak, Nabire, Manokwari, Sorong, Fakfak (wilayah Papua), Halmahera dan Ternate (Maluku Utara), TN Berbak (Pantai Barat Sumatera).

Tegakan nyamplung dari hutan alam memberikan jumlah anakan alami yang melimpah. Komposisi tegakan terdiri atas tegakan muda sampai tua dan masih produktif (menghasilkan biji) hingga umur 50 tahun. Produksi biji per hektar tinggi, yaitu sekitar 10-20 ton per ha per tahun. Rendemen minyak tinggi, yaitu potensial 65% dan terekstrak 40-45% . Kayu nyamplung juga sudah diperdagangkan secara komersial oleh masyarakat sebagai bahan baku pembuatan kapal nelayan.

Sampai saat ini potensi alami nyamplung di I ndonesia belum diketahui secara pasti, namun dari hasil penafsiran tutupan lahan dari Citra satelit Landsat7 ETM+ seluruh pantai di I ndonesia tiap provinsi (2003), diduga tegakan alami nyamplung mencapai total luasan 480.000 Ha, dan sebagian besar (± 60 % ) berada dalam kawasan hutan. Rincian luasan di masing-masing wilayah tertera pada tabel 1, dan tebaran tegakan nyamplung terlihat pada gambar 2.


(7)

7

Berdasarkan tebaran pada gambar tersebut, dugaan luasan tegakan nyamplung di masing-masing wilayah di I ndonesia tercantum pada Tabel 1. Tabel. 1. Dugaan luasan tegakan hutan Nyamplung di I ndonesia

Luasan Lahan Potensial untuk Budidaya nyamplung (Ha)

No Wilayah Fungsi/ Letak

Bertegakan nyamplung

Tanah Kosong dan Belukar

Total

Luar Kawasan 6.800 24.600 31.400

1. Sumatera

Dalam Kawasan 7.400 16.800 24.200

Luar Kawasan 14.200 41.400 55.600

2. Jawa

Dalam Kawasan 2.200 3.400 5.600

Luar Kawasan 13.500 1.300 14.800

3. Bali dan Nusa

Tenggara Dalam Kawasan 15.700 4.700 20.400

Luar Kawasan 21.700 39.400 61.100

4. Kalimantan

Dalam Kawasan 10.100 19.200 29.300

Luar Kawasan 5.600 6.100 11.700

5. Sulawesi

Dalam Kawasan 3.100 5.900 9.000

Luar Kawasan 21.100 30.800 51.900

6. Maluku

Dalam Kawasan 8.400 9.700 18.100

Luar Kawasan 5.300 8.100 13.400

7. I rjabar

Dalam Kawasan 28.000 34.900 62.900

Luar Kawasan 9.400 5.000 14.400

8. Papua

Dalam Kawasan 79.800 16.400 96.200


(8)

8

Selain data tersebut di atas, saat ini telah dilakukan pengembangan tanaman nyamplung di Pulau Jawa yang dilakukan oleh Perum Perhutani di wilayah KPH Kedu Selatan (Unit I Jawa Tengah) dan KPH Banyuwangi Selatan (Unit I I Jawa Timur ) dengan potensi tercantum pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2.. Hasil I nventarisasi Tanaman Nyamplung di KPH Kedu Selatan* )

Lokasi Tanaman Tahun Luas (Ha) Kelas Keliling (cm) Jumlah Pohon Prod.Biji/ ph Panen (kg) Prod Biji/ Panen (kg)

Prod Biji/ Thn (3x panen)

(kg)

1980 11 – 20

21 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60 61 – 70 91 – 100

1.077 1.394 1.804 1.684 1.394 701 496 0,16 0,65 1,26 1,06 1,44 4,42 1,52 177 906 2.266 1.792 2.007 3.096 754 530 2.718 6.797 5.375 6.022 9.287 2.262

8.550 1,29 10.997 32,992

BKPH Purworejo

-RPH Loano

-Petak : 129

1950/ 19 77

91 – 100 101 – 110 111 – 120 121 – 130 131 – 140 141 – 150 151 – 160 161 – 170 181 – 190 191 – 200 201 up 267 400 -400 133 399 133 133 133 133 133 10,1 25,32 -29,5 18,2 39,5 30 25,2 45,6 80 51,8 2.697 10.128 - 11.800 2.421 15.761 3.990 3.352 6.065 10.640 6.889 8.090 30.384 -35.400 7.262 47.282 11.970 10.055 18.194 31.920 20.668

2.264 32,57 73.742 221.225

Jumlah 136,2 10.814 84.739 84.739 254.216

* )


(9)

9

Tabel 3. Potensi Tanaman Nyamplung di KPH Banyuwangi Selatan* )

Lokasi Tanaman Tahun Luas (Ha) Kelas Keliling (cm) Jumlah Pohon Prod.Biji/ p h Panen (kg) Prod Biji/ Panen (kg)

Prod Biji/ Thn (3x panen) (kg) BKPH Pedotan -RPH Purwosari

-Petak :

33 e

34 c

35 e

1987 1987 1987 14,6 4,8 43,0 12.045 3.960 35.475 8 8 8 96.360 31.680 283.800 289.080 95.040 851.400

Jumlah 62,4 51.480 8 411.840 1.235.520

* )

Sumber : Direksi Perum Perhutani, 2009

B.

Kebijakan Pengembangan yang telah dilaksanakan

Pengembangan tanaman nyamplung selama ini didasarkan atas beberapa hal antar lain:

1. Konservasi dan Rehabilitasi lahan

Tanaman nyamplung dipilih dalam upaya kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan terutama pada kawasan pinggir pantai. Pemilihan jenis tanaman ini didasarkan atas durabilitas tanaman, kesesuaian lahan dengan tempat tumbuh, kemudahan dalam membudidayakannya serta fungsi yang dimiliki sebagai wind breaker. Beberapa bentuk kegiatan yang telah dilaksanakan berasarkan atas pertimbangan hal tersebut diatas adalah kegiatan penanaman tanaman nyamplung oleh Perum Perhutani di KPH Kedu Selatan (Unit I Jawa Tengah) dan KPH Banyuwangi Selatan (Unit I I Jawa Timur ). Selain itu tanaman nyamplung juga dipergunakan pada kegiatan rehabilitasi lahan oleh Departemen Kehutanan (Ditjen RLPS) pada lahan milik TNI AD bahkan saat ini telah terbentuk MoU kegitan tersebut.


(10)

10

2. Pembangunan DME

DME dikembangkan dengan konsep pemanfaatan energi setempat khususnya energi terbarukan untuk pemenuhan kebutuhan energi dan kegiatan yang bersifat produktif. Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas, kesempatan kerja dan kesejahteraan masyakat pada umumnya melalui penyediaan energi terbarukan yang terjangkau dan berkelanjutan.

Pengembangan DME dimaksudkan untuk menjadikan kegiatan penyediaan energi sebagai entry point dalam pengembangan kegiatan ekonomi perdesaan.

Terkait hal di atas, telah disusun Renstra DME 2009-214, dengan kegiatan mencakup :

1) Ketahanan Energi 2) Diversifikasi Energi

3) Pemanfaatan Sumber Daya Energi Terbarukan 4) Pengembangan Skema Pembiayaan

5) Pengembangan teknologi Tepat Guna

6) Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Terbarukan

C.

Manfaat

Nyamplung selain bermanfaat sebagai bahan baku biofuel, kayunya termasuk kayu komersial, dapat digunakan untuk bahan pembuatan perahu, balok, tiang, papan lantai dan papan pada bangunan perumahan dan bahan kontruksi ringan (Martawidjaja et al., 2005); getah- dapat disadap untuk mendapatkan minyak yang dikenal dengan nama minyak tamanu (Tahiti), minyak undi (I ndia), minyak domba (Afrika). Bahan aktif dari getah ini diindikasikan berkhasiat untuk menekan pertumbuhan virus HI V; daun-mengandung senyawa costatolide-A, saponin dan acid hidrocyanic yang berkhasiat sebagai obat oles untuk sakit encok, bahan


(11)

11

kosmetik untuk perawatan kulit, menyembuhkan luka seperti luka bakar dan luka potong; bunga- dapat digunakan sebagai campuran untuk mengharumkan minyak rambut. Biji- setelah diolah menjadi minyak bermanfaat untuk pelitur, minyak rambut dan minyak urut, berkhasiat juga untuk obat urus-urus dan rematik

Dari proses minyak nyamplung dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan antara lain :

1. Minyak dari biji nyamplung sebagai bahan baku biodisel.

2. Minyak nyamplung dapat digunakan sebagai bahan bakar pencampur minyak tanah (biokerosine), yaitu :

a. Kompor sumbu dengan perbandingan campuran minyak tanah dan minyak nyamplung 50 : 50

b. Kompor semawar dengan perbandingan campuran minyak tanah dan minyak nyamplung 30 : 70

c. Tungku semen pasir dengan perbandingan campuran minyak tanah dengan minyak nyamplung 70 : 30, selain itu tungku ini dapat menggunakan bahan bakar biji utuh dengan briket limbah

3. Metil stearat (stearin) yang dihasilkan dari endapan biodisel setelah dipadatkan dan dihilangkan racunnya dapat dibuat coklat putih dengan harga Rp. 20.000,-/ kg

4. Limbah pengepresan biji berupa bungkil yang terdiri dari campuran tempurung, daging biji, dan minyak yang dapat digunakan untuk pembuatan briket bungkil atau briket arang.

5. Apabila tempurungnya dapat dipisahkan dari limbah, maka tempurung tersebut dapat dimanfaatkan untuk arang aktif yang daging limbah harganya tinggi.

Sampai saat ini, bagian pohon nyamplung yang telah dimanfaatkan yaitu kayu dan bijinya.


(12)

12

D. Permasalahan

Pada saat ini sebenarnya potensi hutan nyamplung baik alam yang dikelola oleh Taman Nasional, dan Perum Perhutani berbentuk hutan tanaman sudah menghasilkan buah, namun kondisinya belum terpelihara dengan baik, sehingga produktivitas buah/ biji belum optimal.

Kendala yang kemungkinan dihadapi dalam pengembangan energi alternatif di pedesaan antara lain :

1. Tingkat pendapatan di pedesaan masih rendah untuk mampu membiayai kebutuhan energi listrik;

2. Kemampuan masyarakat pedesaan untuk menjamin keberlangsungan instalasi pembangkit baik dari aspek manajemen maupun aspek teknis masih rendah

3. Subsidi energi listrik dan BBM mengakibatkan harga energi yang diproduksi dari sumber energi terbarukan tertentu oleh masyarakat pedesaan kurang kompetitif

4. Lokasi Geografis Desa yang tersebar


(13)

13

I I I . KONDI SI YANG DI HARAPKAN

Berdasarkan atas kondisi dan permasalahan yang ada maka diharapkan dari kegiatan Rencana Aksi Nyamplung 5 (lima) tahun kedepan (2010 – 2014) akan diperoleh luaran berupa:

1. Diperolehnya informasi pola konsumsi energi pada 3 level kelembagaan RT, UKM, Transportasi pada tahun 2010 – 2011

2. Diperolehnya bentuk kelembagaan pengelolaan (pasokan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran biofuel) SDE Nyamplung pada tahun 2010 – 2011

3. Terbangunnya kelembagaan pengelola tanaman Nyamplung melalui kajian kelembagaan, pembentukan kelompok usaha, diklatluh dan pendampingan usaha pada tahun 2010 - 2014

4. Terselenggaranya sosialisasi di (areal perhutani, areal I UUPHHBK dan areal RHL) di 12 Desa Target pada tahun 2010 – 2014

5. Terbangunnya klaster biofuel berbasis hutan tanaman nyamplung pada tahun 2010 - 2014

6. Terbangunnya industri pengolahan biofuel nyamplung untuk 20 industri rumah tangga pada tahun 2010 – 2014

7. Terselenggaranya mekanisme pemasaran biofuel berbasis nyamplung melalui pembentukan forum komunikasi antar kelompok usaha , temu bisnis dan kegiatan promosi pada tahun 2010 – 2014

8. Terbangunnya tegakan benih bersertifikat pada tahun 2012 – 2014

9. Diperolehnya model pengelolaan hutan tanaman nyamplung sebagai sumber bahan bakar nabati pedesaan pada tahun 2010 – 2014

10. Tersusunnya naskah akademik tentang standar pembiayaan dan subsidi usaha biodiesel serta tinjauan Perpres Daftar Negatif I nvestasi pada tahun 2010 – 2014

11. Terselenggaranya monitoring dan evaluasi di 12 Lokasi demplot DME dan lokasi pengembangan pada tahun 2010 - 2014


(14)

14

I V. KEGI ATAN

Dalam program aksi pengembangan energi alternatif berbasis nyamplung untuk mencapai harapan sebagaimana dijelaskan pada Bab I I I , maka tahun 2010-2014 akan dilakukan berbagai kegiatan oleh berbagai institusi lingkup departemen dan BUMN terkait; sedangkan untuk percepatan program tersebut, Departemen Kehutanan memberi kesempatan para pihak baik BUMS maupun lembaga kemasyarakatan dengan memanfaatkan peluang dalam pengembangan energi alternatif dari nyamplung melalui usaha pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar wilayah pengembangan.

Program aksi yang merupakan kegiatan :

BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

A. I NFORMASI POLA KONSUMSI ENERGI PEDESAAN

Permintaan terhadap bahan bakar nabati akan terus meningkat sebagai

akibat keterbatasan cadangan dan fluktuasi harga minyak mentah dunia

yang terus meningkat. Dengan akan dibangunnya unit-unit pengolah

biodiesel berbasis Nyamplung di pedesaan, maka diperlukan data

besarnya kebutuhan energi masyarakat untuk menjalankan aktivitas

perekonomiannya.

Pengolahan biji nyamplung akan memberi manfaat sosial ekonomi bagi

penduduk “desa hutan berupa kemudahan pemenuhan kebutuhan energi

pedesaan, membuka peluang untuk memajukan industri rumah tangga

sebagai usaha produktif, serta memajukan sektor pertanian yang menjadi

sumber mata pencaharian sebagian besar penduduknya. Penyediaan

biokerosin

atau

biodiesel

nyamplung diharapkan dapat mensubstitusi

penggunaan kayu bakar.

Disamping itu, dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan

berkembangnya industri rumah tangga maka meningkat pula volume

kebutuhan bahan bakar, sehingga dengan penyediaan

biokerosin

atau


(15)

15

biodisel

dan memajukan usaha rumah tangga pedesaan dan secara tidak

langsung akan mengurangi tekanan terhadap kelestarian hutan.

Diharapkan juga dengan penyediaan

biodiesel

nyamplung berdampak

positif terhadap perkembangan usaha produktif di pedesaan dan dapat

memandirikan ekonomi rumah tangga penduduknya.

Melalui kegiatan identifikasi pola konsumsi energi masyarakat pedesaan

pada berbagai/tingkat kelompok ekonomi pedesaaan (rumah tangga,

usaha kecil menengah dan transportasi), dapat ditetapkan strategi

penyediaan bahan baku dari hutan tanaman nyamplung yang ada dan

akan dibangun dapat memasok bahan baku unit-unit pengolah biodiesel

tersebut secara berkelanjutan.

B. KELEMBAGAAN PENGELOLA TANAMAN NYAMPLUNG

Kajian kelembagaan pengelolaan SDE Nyamplung sampai tahun 2014 akan dapat mencakup :

1. Organisasi atau bentuk kelembagaan

Organisasi dapat dibentuk ditingkat masyarakat langsung berupa berupa lembaga pengelolaan (pasokan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran biofuel) SDE Nyamplung dan kelompok usaha; sedangkan ditingkat pemerintah

berupa Forum/Tim Asistensi DME/

lembaga penyuluh

tingkat Kabupaten yang diketuai oleh Bupati/Kepala Dinas

Kehutanan, dan anggotanya Kepala Dinas-Dinas terkait dan

stakeholder lain

berupa dan pendampingan usaha di 12 desa target

Lembaga dapat merupakan penggabungan rumah tangga atau

anggota masyarakat desa bersama-sama dalam wadah lembaga

pengelola yang dapat berupa Koperasi / Kelompok Petani Nyamplung,

Koperasi / Kelompok Produsen Biofuel, atau lainnya, merupakan

contoh lembaga yang memberi harapan. Pembentukan lembaga atau

organisasi pengelola dalam proses pengembangan DME akan efektif


(16)

16

bila lembaga tersebut sesuai dengan kebutuhan ekonomi dan kondisi

budaya masyarakat.

2. Aturan-aturan baku yang menyangkut prosedur dan bentuk-bentuk artikulasi hubungan dan kepentingan.

Tujuan dibentuk lembaga adalah untuk melayani kepentingan dalam rangka memandirikan energi atau mengatasi masalah-masalah sosial terkait dengan pengembangan DME.

Adapun peran lembaga dan hubungannya dengan ke berlangsung proses pengembangan DME:

1). Dapat menjadii wadah bagi anggota masyarakat yang menjadi sasaran pengembangan DME;

2). Apabila didalamnya mencakup pengelolaan keuangan, dapat memberi pelayanan tabungan, pinjaman, transaksi usaha dan lain-lain pemenuhan kebutuhan modal bagi masyarakat DME.

3). Apabila didalamnya tercakup lembaga pemasaran desa dapat membantu kelancaran dan perluasan pasar berbagai hasil produksi nyamplung dan biofuel juga sangat bermanfaat.

Penguatan organisasi

petani dalam koperasi / kelompok usaha bersama sangat diperlukan

agar mekanisme pasar dapat berlangsung, dalam hal ini petani dapat

memiliki posisi tawar setara dengan mitra usahanya, mitra dagangnya,

mitra kerjanya dan lain-lain.

4). Dapat meningkatkan keterampilan teknis, administratif dan kewirausahaan.

Selain itu, organisasi pengembangan DME di tingkat Kabupaten juga diperlukan untuk melakukan tugas-tugas koordinasi, konsultasi, dan mencarikan alternatif solusi atas hambatan atau kendala dalam kegiatan memandirikan energi masyarakat dan teknis pengembangan DME yang dihadapi oleh masyarakat dan para pendamping/ fasilitator budidaya nyamplung atau pengolahan biofuel di tingkat desa. Melalui organisasi ini


(17)

17

dapat dibangun rasa memiliki dan rasa tanggung jawab dari dinas-dinas terkait atau stakeholder lain terhadap upaya pengembangan DME. Upaya penyamaan persepsi diantara anggota forum sangat diperlukan.

Pendampingan merupakan ujung tombak pengembangan DME di tingkat lapangan, bertugas menangkap aspirasi masyarakat dan membangun komitmen pendampingan dengan masyarakat. Pendamping dapat terdiri dari Petugas Lapangan Kehutanan dan Petugas Lapangan Dinas/ I nstansi terkait tingkat Kabupaten, Kepala Desa, Tokoh Masyarakat, Pengurus Koperasi dan lain-lain. Pembentukan pendamping dilakukan melalui beberapa tahap pelatihan agar mampu memfasilitasi petani melalui pelatihan dan pendampingan, serta meningkatkan pemahamannya terhadap DME. Jenis-jenis pelatihan untuk pendamping antara lain Penumbuhan Kebersamaan, Penguatan Kelembagaan, Pengembangan Kelembagaan dan Usaha. Setiap selesai satu jenis pelatihan lalu diadakan pelatihan dan pendampingan kelompok petani oleh Tim Pendamping. Karenanya pendamping harus berada di lokasi DME sehingga dapat berbaur langsung dengan para petani agar mudah untuk memfasilitasinya. Proses bimbingan, pelatihan dan pendampingan berperan dalam meningkatkan kemampuan masyarakat untuk melakukan penalaran, perubahan pandangan, harapan, struktur dan nilai-nilai sosial, yang pada gilirannya dapat membangkitkan hasrat untuk maju dan mandiri. I ni merupakan proses untuk meningkatkan jumlah orang yang mempunyai keahlian, pendidikan, tambahan ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman sebagai sumberdaya kreatif dan produktif yang dibutuhkan dalam pengembangan DME. Pengetahuan dan keterampilan tentang teknologi merupakan peralatan immaterial atau asset tidak nyata yang diperlukan oleh masyarakat, karena tanpa itu maka modal fisik tidak dapat dimanfaatkan secara produktif.


(18)

18

C. ANALI SI S KEBI JAKAN

Salah satu tantangan besar dalam pemasaran adalah bagaimana suatu produk baru dapat berhasil dipasarkan. Jenis produk yang benar-benar baru seperti biofuel akan menghadapi tantangan dalam pemasarannya. Untuk menghadapi kendala tersebut diperlukan kebijakan atau aturan yang kondusif hasil kajian yang cukup memadai.

Kajian mencakup: 1. Uji coba pemasaran

Dalam uji pemasaran diidentifikasi tentang pembeli, segmen pasar, penyalur, efektifitas pemasaran, potensi pasar, dan informasi terkait lainnya. saluran distribusi adalah jenis penyalur apa yang sesuai untuk

biofuel, bagaimana syarat-syarat penjualan atau pembayaran, serta perjanjian penempatan biofuel di toko.

2. Berbagai perilaku konsumen

Dalam hal ini diamati segmen pasar, kelompok pembeli potensial yang terbaik yang akan dijadikan sasaran promosi dan distribusinya.

Pembeli potensial semestinya memenuhi persyaratan sebagai berikut: mereka bisa menerima (adopter), pengguna yang kuat atau dalam jumlah banyak, panutan (opinion leader), bersedia berpendapat positif tentang

biofuel, dan mudah dicapai tanpa memerlukan banyak biaya. Namun dalam kenyataan agak sulit menemukan kelompok pembeli potensial yang memiliki semua persayaratan, sehingga perlu menetapkannya dengan cara memberi nilai urutan menggunakan dasar persyaratan tersebut.

Berdasar hasil uji pasar dan perilaku konsumen, maka Unit Pengolahan

Biofuel dapat belajar memecahkan masalah yang timbul atau mengisi peluang yang terbuka bagi biofuel. Bila dalam uji ciba pemasaran telah


(19)

19

berhasil dengan baik, Unit Pengolahan Biofuel harus siap untuk mengembangkan fasilitas produksi dengan kapasitas penuh.

Hasil kajian kebijakan untuk skala ekonomi usaha dan subsidi serta investasi disajikan dalam bentuk naskah akademik tentang.

1. standar biaya subsidi usaha biodiesel 2. Perpres tentang Daftar Negatif I nvestasi .

D. PENGEMBANGAN KLASTER BI OFUEL BERBASI S HUTAN

TANAMAN NYAMPLUNG

Pengembangan biofuel berbasis nyamplung dilakukan berdasarkan konsep kluster, dimana pentahapannya berdasarkan :

1. Tahap inisiasi berupa peningkakan aplikasi teknologi budidaya dan pengolahan biodiesel melalui perluasan tanaman (10.000 ha/ tahun) dan terbangunnya I ndustri kecil dan menengah pengolahan nyamlung di 12 Desa Target dan 20 I ndustri rumah tangga

2. Tahap peningkatan produksi, pada tahap ini diperlukan kegiatan untuk tujuan peningkatan produktivitas bahan baku biodiesel yaitu melalui peningkatan produktivitas buah lebih dari 10 Kg/ phn/ musim panen, atau 30 kg/ phn/ thn dan tersedianya pasokan bahan baku untuk DME nyamplung (@ 109 ton/ thn selama 2 tahun).

3. Tahap Peningkatan Kualitas melalui kegiatan pemeliharaan dan perlindungan tanaman yang sudah ada (areal Perhutani dan demplot DME), terbitnya ijin I UPHHBK-HT sebanyak 2 unit (di Riau dan Maluku) dan I UPHHBK-HA sebanyak 6 lokasi (@ 50 Ha) serta standar pembiayaan usaha pengolahan biofuel Nyamplung di 12 Desa Target dan 20 industri rumah tangga.


(20)

20

E. TEGAKAN BENI H BERSERTI FI KAT

Salah satu indikator dari kegiatan tegakan benih bersertif ikat adalah terbangunnya koleksi provenance dari 12 sumber benih/ Desa target. tegakan tersebut sejak awal ditujukan untuk produksi benih, maka tegakan dapat ditanam pada tapak yang kondusif bagi produksi benih dan diperlakukan untuk menstimulasi produksi benih yang berlimpah serta penebangan pohon-pohon yang jelek dilakukan melalui penjarangan seleksi hingga jarak antar pohon optimal untuk persilangan

Pembangunan sumber benih provenance baik yang ditunjuk dapat diperoleh dari hutan hutan alam atau hutan tanaman melalui tahapan: 1)

Pengumpulan benih

sebagai materi pembangunan TBP berasal dari

provenan Nyamplung terbaik dari hasil uji provenan yang telah dilakukan sebelumnya. Benih dikumpulkan minimal dari 25 pohon induk pada tegakan provenan terbaik.

2)

Pembangunan TBP

: menanam bibit dari provenan terbaik dengan jarak tanam awal 3 x 2 m atau 3 x 3 m.

3)

Penjarangan

dilakukan setelah tajuk bersinggungan dengan membuang pohon-pohon yang jelek dan produksi buahnya rendah, untuk mengatur jarak tanam yang optimal agar dapat meningkatkan produksi buah.

4)

Jalur isolasi

dibuat untuk menghindari kontaminasi tepung sari dari pohon-pohon yang tidak dikehendaki. Jalur isolasi dibuat minimal selebar 50 m mengelilingi TBP.

5)

Tindakan silvikultur

: Untuk meningkatkan produksi buah dilakukan pemeliharaan (penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, dll.) dan stimulasi pembungaan.


(21)

21

F. MODEL PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN NYAMPLUNG

SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKAR NABATI PEDESAAN

Model pengelolaan Hutan tanaman Nyamplung dicapai melalui pendekatan pembangunan Demplot yang terdiri dari:

1. Pembangunan hutan tanaman berupa demplot dengan target 10 demplot DME @ 50 ha (Yapen, Bantul, Kulon Progo, Ciamis, Gorontalo, Nunukan, Kaltim, NTB, Lampung, Maluku) dan 2 demplot yang sudah ada (Purworejo dan Banyuwangi) serta 1 di Kebumen. Dukungan 50 ha dengan asumsi bahwa pembangunan hutan tanaman 20 000 batang dengan jarak tanam 5m x 5m

2. Pembangkitan 12 mesin pengolah nyamplung unit pengolahan biodiesel Nyamplung pada demplot-demplot DME

Pembangunan demplot DME dilakukan melalui pentahapan:

1) I dentifikasi Potensi Sumber Energi Terbarukan (pengumpulan data potensi, perhitungan potensi energi yang bisa dihasilkan,

2) I dentifikasi Kebutuhan Energi Masyarakat Pedesaan: Kebutuhan energi masyarakat pedesaan untuk sektor kehutanan diidentifikasi berdasarkan pengumpulan data berdasarkan jasa energi mulai pembibitan dan penanaman

3)

Penyebar Luasan I nformasi Pemanfaatan Energi Setempat (peningkatan partisipasi masyarakat, sosialisasi melalui jaringan sosial masyarakat, sosialisasi melalui jalur formal)

4) Operasionalisasi Pengelolaan dan Pemanfaatan (Pemantauan operasionalisasi Pengelolaan dan bimbingan Teknis dan Pelatihan Operator). Bimbingan teknis merupakan upaya untuk membangun potensi yang dimiliki oleh individu anggota masyarakat atau kelompok masyarakat dengan cara mendorong (encourage), memotivasi dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Upaya yang amat pokok adalah peningkatan keterampilan.


(22)

22

G.

MONI TORI NG DAN EVALUASI PROGRAM

Untuk monitoring dan evaluasi diperlukan kriteria dan standar keberhasilan pengembangan DME.

Kriteria dan standar didasarkan pertimbangan administrasi dan teknis serta fisik hutan yang dibangun.


(23)

23

V. PENUTUP

1. Rencana aksi ini perlu dilakukan tinjauan ulang setiap tahunnya mengingat terdapat potensi pengembangan yang meningkat manakala usaha ini memberikan margin keuntungan yang menjanjikan, sehingga dalam hal yang berkaitan dengan pengembangan seperti penanaman melalui RHL dan CSR peningkatannya akan terjadi lebih tinggi dari yang direncanakan.

2. Penguatan fungsi sosialisasi atas pengembangan program DME dan progress yang telah dicapai, sinergi antar kelembagaan yang terkait (pusat dan daerah serta LSM) memiliki peran yang sangat penting.


(24)

24

LAMPI RAN 1

LOGFRAME RENCANA AKSI NYAMPLUNG 2010 - 2014

No KEGI ATAN I NDI KATOR I NSTI TUSI

1 I NFORMASI POLA KONSUMSI ENERGI PEDESAAN

1.1. I dentifikasi pola konsumsi energi pedesaan pada Berbagai/ tingkat kel. pelakU ekonomi desa

Diperolehnya pola konsumsi energi pada 3 level kelembagaan RT, UKM, Transportasi

2010 - 2011

Balitbang/ P2SEK

2 KELEMBAGAAN PENGELOLA TANAMAN NYAMPLUNG

2.1. Kajian kelembagaan

pengelolaan SDE Nyamplung

Diperolehnya bentuk kelembagaan pengelolaan (pasokan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran biofuel) SDE Nyamplung

2010 - 2011

Balitbang/ P2SEK

2.2. Pembentukan dan

pengembangan kel.usaha

Terbangunnya kelompok usaha di 12 Desa Target

2010 - 2014

Balitbang/ P2SEK, RLPS, Pemda dan LSM

2.3. Diklatluh Terbinanya 100 penyuluh dan 100

LMDH di 12 Desa Target 2010 - 2014

Pusdiklat dan Pusbinluh

2.4 Pendampingan Usaha Pendampingan kelompok usahadi

12 Desa Target 2010 - 2014

RLPS, BPK, Pemda dan LSM

3 SOSI ALI SASI

3.1. Sosialisasi pengembangan biodiesel nyamplung

Terselenggaranya sosialisasi di (areal perhutani, areal I UUPHHBK dan areal RHL) di 12 Desa Target. 2010 - 2014

Pusinfo, Pusdal, Balitbang,

RLPS, BPK, Pemda dan Perum Perhutani

4 PENGEMBANGAN KLASTER BAHAN BAKAR NABATI BERBASI S HT NYAMPLUNG

4.1 .Perluasan hutan tanaman nyamplung

Penanaman 10.000 ha/ tahun di Jawa

2010 - 2014

Perhutani

4.2. Pemeliharaan dan perlindungan tanaman yang sudah ada

Produktivitas buah lebih dari 10 Kg/ phn/ musim panen, atau 30 kg/ phn/ thn

2011 - 2014

4.2.1. Areal Perhutani Pemupukan, pengendalian hama

penyakit, dan perlindungan tanaman 198 ha/ tahun 2010 - 2014

Perhutani

4.2.2. Demplot DME Terpeliharanya demplot DME di

Purworejo dan Banyuwangi @50 Ha;

2010 - 2012

Terpeliharanya 10 demplot DME lainnya

2011 - 2014

RLPS, BPK, Pemda

4.3 Pembangunan HTI dan

Pengolahan Biodiesel Nyamplung

Terbitnya perijinan: I UPHHBK-HT sebanyak 2 unit di Riau dan


(25)

25

Maluku

2011 - 2014 4.4 Pembangunan HT

Nyamplung(melalui CSR/ pemberdayaan usaha, dan I UPHHBK)

Terbangunnya pengusahaan penanaman dan pengolahan nyamplung

2011 - 2014

BPK, BUMN, BUMS

4.5 Pemanfaatan Hutan Alam Nyamplung (Yapen, Nunukan, Maluku, Gorontalo, Lampung, NTB)

Terbitnya I UPHHBK-HA sebanyak 6 lokasi @ 50 Ha

2010 - 2014

BPK, Pemda, Balitbang/ UPT terkait

4.6 Pembangunan Tanaman Nyamplung melalui RHL

1.000 Ha / thn di sekitar Demplot 2010 - 2014

RLPS

4.7 Suplai bahan baku nyamplung Tersedianya pasokan bahan baku

nyamplung di Purworejo dan Banyuwangi

@ 109 ton/ thn selama 2 tahun. 2010 - 2011

Perhutani

5

I NDUSTRI PENGOLAHAN BI OFUEL YAMPLUNG

5.1.Teknologi pengolahan bahan baku untuk Biofuel

Terbangunnya I ndustri kecil dan menengah pengolahan nyamlung di 12 Desa Target dan 20 I ndustri rumah tangga

2010 - 2014

BPK, ESDM dan Balitbang/ P3HH

5.2. Analisis Ekonomi dan Finansial pengusahaan nyamplung

Diperolehnya standar pembiayaan usaha pengolahan biofuel

Nyamplung di 12 Desa Target dan 20 industri rumah tangga

2012 - 2014

Balitbang/ P2SEK

6 PEMASARAN HASI L

6.1 Pembentukan Forum Komunikasi Kelompok usaha

Terwujudnya Forum Komunikasi kelompok usaha di 12 Desa 2010 - 2014

Balitbang/ P2SEK, Pemda, RLPS, BPK, Perum

Perhutani, UKM dan Koperasi

6.2 Temu Bisnis Terjalinnya hubungan bisnis

antara produsen biji nyamplung

dengan pengguna langsung (end

user) atau dengan pedagang

(trader) melalui kegiatan Temu Bisnis di 12 Kabupaten

2010 - 2014

Balitbang/ P2SEK, Pemda, RLPS, BPK, Perum

Perhutani, UKM dan Koperasi, BUMS, BUMD.

6.3 Promosi Terselenggaranya kegiatan

promosi di 12 Kabupaten

2010 - 2014

Balitbang/ P3SEK, Pemda, RLPS, BPK, Perum Perhutani

7 PEMBANGUNAN TEGAKAN BENI H BERSERTI FI KAT

7.1 I dentifikasi pohon plus Sertifikat tegakan teridentifikasi

seluas 150 Ha 2012 - 2014

RLPS

7.2 Pembangunan APB Sertifikat APB seluas 16 Ha

2012 - 2014

RLPS


(26)

26

(provenance) dari 12 sumber benih/ Desa target

2012 - 2014

8 MODEL PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN NYAMPLUNG SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKAR

NABATI PEDESAAN

8.1. Pengembangan Demplot DME tanaman Nyamplung

Terbangunnya demplot di 12 DME ( @ 50 Ha)

2010 - 2014

DEPT ESDM, Balitbang/ P3HT 8.2. Teknologi pengolahan Nyamplung Terpasangnya 12 mesin pengolah

nyamplung di Purworejo, Kebumen, Banyuwangi, Yapen, Bantul, Kulon Progo, Ciamis, Gorontalo, Nunukan, NTB, Lampung, Maluku

2010 - 2014

DEPT ESDM,

Balitbang/ P3HH dan BPK

9 ANALI SI S KEBI JAKAN

9.1. Kebijakan pengembangan skala ekonomi usaha dan subsidi

Tersusunnya naskah akademik standar pembiayaan dan subsidi usaha biodiesel

2010 - 2011

Balitbang/ P2SEK, ESDM, DEPERI NDAG, DEPKEU

9.2. Kebijakan investasi Tersusunnya Naskah akademik

tentang tinjauan Perpres

tentang Daftar Negatif I nvestasi 2011 - 2014

BPK, RLPS,

Balitbang/ P2SEK, DEPKEU

10 MONEV

Terselenggaranya monev pada 12 Lokasi demplot DME dan lokasi pengembangan.

2010 - 2014

Balitbang, RLPS, BPK, Pusdiklat dan Perum Perhutani, Kemenko Ekonomi, Dept ESDM, DEPKEU


(27)

27

LAMPI RAN 2

Tata w aktu pelaksaan pengembangan energi alternatif berbasis

Nyamplung Departemen Kehutanan tahun 2010- 2014.

No Luaran 2010 2011 2012 2013 2014

1 Pola Konsumsi

Energi Pedesaan

1.1 Diperolehnya pola

konsumsi energi pada 3 level mekanisme kelembagaan RT, UKM, transportasi

X X

2 Kelembagaan

Pengelola Tanaman Nyamplung

2.1 Diperolehnya

bentuk kelembagaan pengelolaan (pasokan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran biofuel) SDE Nyamplung di 12 Desa Target

X X

2.2 Terbangunnya

kelompok usaha di 12 Desa Target

X X X X X

2.3 Terbinanya 100

penyuluh dan 100 LMDH di 12 Desa Target

X X X X X

2.4 Terselenggaranya

pendampingan kelompok usaha di 12 Desa Target

X X X X X

3 Sosialisasi

3.1 Terselenggaranya

sosialisasi di (areal perhutani, areal I UUPHHBK dan areal RHL) di 12 Desa Target

X X X X X

4 Pengembangan Pilot Project


(28)

28

Nyamplung

4.1 Penanaman 10.000

ha/ tahun di Jawa

X X X X X

4.2. Produktivitas buah

lebih dari 10 kg/ phn/ musim panen, atau 30 kg/ phn/ thn

X X X X

4.2.1 Pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan perlindungan tanaman 198 ha/tahun

X X X X X

4.2.2 • Terpeliharanya

demplot DME di purworejo banyuwangi @50 Ha;

X X X

• Terpeliharanya

demplot DME lainnya @50 Ha;

X X X X

4.3. Terbitnya

perijinan: I UPHHBK-HT sebanyak 2 unit di Riau dan Maluku

X X

4.4. Terbitnya

I UPHHBK-HA sebanyak 6 lokasi @ 50 Ha

X X X X X

4.5. Pembangunan

Tanaman

Nyamlung melalui RHL

X X X X X

4.6. Tersedianya

pasokan bahan baku nyamplung di Purworejo dan Banyuwangi @ 109 ton/ thn

X X

4.7. Terbangunnya

I ndustri kecil dan menengah pengolahan nyamlung di 12 Desa Target dan 20 I ndustri rumah tangga

X X X X X

Diperolehnya standar pembiayaan usaha pengolahan


(29)

29

biofuesl Nyamplung

di 12 Desa Target dan 20 industri rumah tangga 5 Pemasaran

5.1 Terwujudnya

Forum Komunikasi kelompok usaha di 12 Desa rumah tangga

X X X X X

5.2 Terjalinnya

hubungan bisnis antara produsen biji nyamplung dengan pengguna

langsung (end

user) atau dengan

pedagang (trader) melalui kegiatan Temu Bisnis di 12 Kabupaten

X X X X X

5.3 Terselenggaranya

kegiatan promosi di 12 Kabupaten

X X X X X

6 Tegakan Benih

Bersertifikat

6.1 Sertifikat tegakan

teridentifikasi seluas 150 Ha

X X X

6.2 Sertifikat APB

seluas 16 Ha

X X X

6.3 Terbangunnya

koleksi

provenance dari 12 sumber

benih/ Desa target

X X X

7 Model

Pengelolaan Hutan Tanaman Nyamplung Sebagai Sumber Bahan Bakar Nabati Pedesaan

7.1 Terbangunnya

demplot di 12 DME ( @ 50 Ha)

X X X X X

7.2 Terpasangnya 12

mesin pengolah nyamplung di Purwoejo, Kebumen,


(30)

30

Banyuwangi,

Yapen, Bantul, Kulon Progo, Ciamis, Gorontalo, Nunukan, NTB, Lampung, Maluku

8 Policy Analysis

8.1 Tersusunnya hasil

analisis kebijakan pengembangan mesin pengolahan dan subsidi

X X

8.2 Tersusunnya

naskah akademik tentang tinjauan Perpres

menyangkut Daftar Negatif I nvestasi

X X X X

9 Monev

9.1 Terselenggaranya

monev pada 12 Lokasi demplot DME dan lokasi pengembangan.

X X X X X

Saran dan masukan dapat dikirimkan ke:

1. Dr. I r. M. Firman (firman_dephut@yahoo.com) 2. I r. Agnes Tuanakota, Msi (agnes_deddy@ymail.com) 3. Tb. Ajie Rahmansyah, S.Hut (tbajie@yahoo.com)


(1)

25

Maluku

2011 - 2014 4.4 Pembangunan HT

Nyamplung(melalui CSR/ pemberdayaan usaha, dan I UPHHBK)

Terbangunnya pengusahaan penanaman dan pengolahan nyamplung

2011 - 2014

BPK, BUMN, BUMS

4.5 Pemanfaatan Hutan Alam Nyamplung (Yapen, Nunukan, Maluku, Gorontalo, Lampung, NTB)

Terbitnya I UPHHBK-HA sebanyak 6 lokasi @ 50 Ha

2010 - 2014

BPK, Pemda, Balitbang/ UPT terkait

4.6 Pembangunan Tanaman Nyamplung melalui RHL

1.000 Ha / thn di sekitar Demplot 2010 - 2014

RLPS

4.7 Suplai bahan baku nyamplung Tersedianya pasokan bahan baku nyamplung di Purworejo dan Banyuwangi

@ 109 ton/ thn selama 2 tahun. 2010 - 2011

Perhutani

5

I NDUSTRI PENGOLAHAN BI OFUEL YAMPLUNG 5.1.Teknologi pengolahan bahan baku

untuk Biofuel

Terbangunnya I ndustri kecil dan menengah pengolahan nyamlung di 12 Desa Target dan 20 I ndustri rumah tangga

2010 - 2014

BPK, ESDM dan Balitbang/ P3HH

5.2. Analisis Ekonomi dan Finansial pengusahaan nyamplung

Diperolehnya standar pembiayaan usaha pengolahan biofuel

Nyamplung di 12 Desa Target dan 20 industri rumah tangga

2012 - 2014

Balitbang/ P2SEK

6 PEMASARAN HASI L

6.1 Pembentukan Forum Komunikasi Kelompok usaha

Terwujudnya Forum Komunikasi kelompok usaha di 12 Desa 2010 - 2014

Balitbang/ P2SEK, Pemda, RLPS, BPK, Perum

Perhutani, UKM dan Koperasi

6.2 Temu Bisnis Terjalinnya hubungan bisnis antara produsen biji nyamplung dengan pengguna langsung (end user) atau dengan pedagang (trader) melalui kegiatan Temu Bisnis di 12 Kabupaten

2010 - 2014

Balitbang/ P2SEK, Pemda, RLPS, BPK, Perum

Perhutani, UKM dan Koperasi, BUMS, BUMD.

6.3 Promosi Terselenggaranya kegiatan promosi di 12 Kabupaten 2010 - 2014

Balitbang/ P3SEK, Pemda, RLPS, BPK, Perum Perhutani

7 PEMBANGUNAN TEGAKAN BENI H BERSERTI FI KAT

7.1 I dentifikasi pohon plus Sertifikat tegakan teridentifikasi seluas 150 Ha

2012 - 2014

RLPS

7.2 Pembangunan APB Sertifikat APB seluas 16 Ha 2012 - 2014

RLPS


(2)

26

(provenance) dari 12 sumber benih/ Desa target

2012 - 2014

8 MODEL PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN NYAMPLUNG SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKAR NABATI PEDESAAN

8.1. Pengembangan Demplot DME tanaman Nyamplung

Terbangunnya demplot di 12 DME ( @ 50 Ha)

2010 - 2014

DEPT ESDM, Balitbang/ P3HT

8.2. Teknologi pengolahan Nyamplung Terpasangnya 12 mesin pengolah nyamplung di Purworejo,

Kebumen, Banyuwangi, Yapen, Bantul, Kulon Progo, Ciamis, Gorontalo, Nunukan, NTB, Lampung, Maluku

2010 - 2014

DEPT ESDM,

Balitbang/ P3HH dan BPK

9 ANALI SI S KEBI JAKAN 9.1. Kebijakan pengembangan skala

ekonomi usaha dan subsidi

Tersusunnya naskah akademik standar pembiayaan dan subsidi usaha biodiesel

2010 - 2011

Balitbang/ P2SEK, ESDM, DEPERI NDAG, DEPKEU

9.2. Kebijakan investasi Tersusunnya Naskah akademik tentang tinjauan Perpres

tentang Daftar Negatif I nvestasi 2011 - 2014

BPK, RLPS,

Balitbang/ P2SEK, DEPKEU

10 MONEV

Terselenggaranya monev pada 12 Lokasi demplot DME dan lokasi pengembangan.

2010 - 2014

Balitbang, RLPS, BPK, Pusdiklat dan Perum Perhutani, Kemenko Ekonomi, Dept ESDM, DEPKEU


(3)

27

LAMPI RAN 2

Tata w aktu pelaksaan pengembangan energi alternatif berbasis

Nyamplung Departemen Kehutanan tahun 2010- 2014.

No Luaran 2010 2011 2012 2013 2014 1 Pola Konsumsi

Energi Pedesaan

1.1 Diperolehnya pola konsumsi energi pada 3 level mekanisme kelembagaan RT, UKM, transportasi

X X

2 Kelembagaan Pengelola Tanaman Nyamplung 2.1 Diperolehnya

bentuk kelembagaan pengelolaan (pasokan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran biofuel) SDE Nyamplung di 12 Desa Target

X X

2.2 Terbangunnya kelompok usaha di 12 Desa Target

X X X X X

2.3 Terbinanya 100 penyuluh dan 100 LMDH di 12 Desa Target

X X X X X

2.4 Terselenggaranya pendampingan kelompok usaha di 12 Desa Target

X X X X X

3 Sosialisasi 3.1 Terselenggaranya

sosialisasi di (areal perhutani, areal I UUPHHBK dan areal RHL) di 12 Desa Target

X X X X X

4 Pengembangan Pilot Project


(4)

28

Nyamplung

4.1 Penanaman 10.000 ha/ tahun di Jawa

X X X X X

4.2. Produktivitas buah lebih dari 10 kg/ phn/ musim panen, atau 30 kg/ phn/ thn

X X X X

4.2.1 Pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan perlindungan tanaman 198 ha/tahun

X X X X X

4.2.2 • Terpeliharanya demplot DME di purworejo banyuwangi @50 Ha;

X X X

• Terpeliharanya demplot DME lainnya @50 Ha;

X X X X

4.3. Terbitnya perijinan: I UPHHBK-HT sebanyak 2 unit di Riau dan Maluku

X X

4.4. Terbitnya I UPHHBK-HA sebanyak 6 lokasi @ 50 Ha

X X X X X

4.5. Pembangunan Tanaman

Nyamlung melalui RHL

X X X X X

4.6. Tersedianya pasokan bahan baku nyamplung di Purworejo dan Banyuwangi @ 109 ton/ thn

X X

4.7. Terbangunnya I ndustri kecil dan menengah pengolahan nyamlung di 12 Desa Target dan 20 I ndustri rumah tangga

X X X X X

Diperolehnya standar pembiayaan usaha pengolahan


(5)

29

biofuesl Nyamplung

di 12 Desa Target dan 20 industri rumah tangga 5 Pemasaran 5.1 Terwujudnya

Forum Komunikasi kelompok usaha di 12 Desa rumah tangga

X X X X X

5.2 Terjalinnya hubungan bisnis antara produsen biji nyamplung dengan pengguna langsung (end user) atau dengan pedagang (trader) melalui kegiatan Temu Bisnis di 12 Kabupaten

X X X X X

5.3 Terselenggaranya kegiatan promosi di 12 Kabupaten

X X X X X

6 Tegakan Benih Bersertifikat 6.1 Sertifikat tegakan

teridentifikasi seluas 150 Ha

X X X

6.2 Sertifikat APB seluas 16 Ha

X X X

6.3 Terbangunnya koleksi

provenance dari 12 sumber

benih/ Desa target

X X X

7 Model Pengelolaan Hutan Tanaman Nyamplung Sebagai Sumber Bahan Bakar Nabati Pedesaan 7.1 Terbangunnya

demplot di 12 DME ( @ 50 Ha)

X X X X X

7.2 Terpasangnya 12 mesin pengolah nyamplung di Purwoejo, Kebumen,


(6)

30

Banyuwangi,

Yapen, Bantul, Kulon Progo, Ciamis, Gorontalo, Nunukan, NTB, Lampung, Maluku 8 Policy Analysis 8.1 Tersusunnya hasil

analisis kebijakan pengembangan mesin pengolahan dan subsidi

X X

8.2 Tersusunnya naskah akademik tentang tinjauan Perpres

menyangkut Daftar Negatif I nvestasi

X X X X

9 Monev 9.1 Terselenggaranya

monev pada 12 Lokasi demplot DME dan lokasi pengembangan.

X X X X X

Saran dan masukan dapat dikirimkan ke:

1. Dr. I r. M. Firman (firman_dephut@yahoo.com) 2. I r. Agnes Tuanakota, Msi (agnes_deddy@ymail.com) 3. Tb. Ajie Rahmansyah, S.Hut (tbajie@yahoo.com)